Strategic Management | Assignment 9 Muhammad Fauzan Al Asyiq | 17/417279PEK/22842 Palm Oil And PepsiCos’s Ethical PepsiCos’s Ethical Dilemma A.
Over Over vie view of of T he Case PepsiCo merupakan salah satu perusahaan global yang bergerak di bidang food and beverage dan menjual produknya di lebih dari 200 negara. Hingga saat ini, PepsiCo memiliki portfolio 22 brand dengan pendapatan masing-masing lebih dari 1 milyar USD tiap tahunnya. Sejak pertama kali didirikan, PepsiCo dikenal menjadi kompetitor utama Coca-Cola. PepsiCo memutuskan untuk fokus pada bisnis makanan dalam kemasan agar dapat memberikan perlawanan persaingan yang kuat kepada Coca-Cola. Coca-Cola . Pada Desember 2005, PepsiCo berhasil menyaingi Coca-Cola dengan capaiannya nilai $98,4 milyar dalam kapitalisasi pasar, sedangkan Coca-Cola $97,9 milyar. Keberhasilan ini salah satunya disebabkan oleh strategi diversifikasi produk dan strategi marketing yang kuat PepsiCo. Namun, seiring dengan keberhasilan yang dicapai, PepsiCo menghadapi hambatanhambatan, khususnya pada aspek proses produksi. PepsiCo mendapat perlawanan dari kelompok aktivis lingkungan (environmental groups ) terkait proses produksi PepsiCo yang menggunakan minyak kelapa sawit yang berasal dari praktek penanaman kepala sawit yang mengesampingkan keberlanjutan lingkungan, atau yang dikenal dengan istilah conflict palm oil (CPO). CPO mengakibatkan kerusakan lingkungan hutan hujan, kejahatan hak asasi manusia (HAM), dan polusi udara. Kerusakan lingkungan tersebut juga mengakibatkan hilangnya habitat hewan sehingga mengancam kepunahannya. Ditambah, PepsiCo juga menggunakan minyak kelapa sawit tersebut dalam jumlah yang sangat besar. Artinya, jika PepsiCo tetap melakukan proses produksi seperti itu, PepsiCo berkontribusi pada kerusakan lingkungan yang lebih besar. Protes yang telah diutarakan kelompok aktivis kepada PepsiCo membuat PepsiCo bergerak dengan membangun dan merancang respon yang dibangun dalam dal am bentuk komitmen. Komitmen tersebut berisikan tentang rencana perusahaan untuk menggunakan 100% minyak kelapa sawit yang mengedepankan keberlanjutan. Namun dalam prakteknya, komitmen yang dicanangkan oleh Pepsi dirasa tidak dijalankan dengan baik dan sungguh-sungguh. Hal ini terlihat dari pencapaian yang diraih tidak sesuai dengan apa ap a yang menjadi komitmennya. Pada 2014, PepsiCo hanya berhasil mencapai target 21% penggunaan sustainable palm oil dari target 100% pada 2015. Setelah mendapat sorotan dari pemerhati lingkungan akibat dari komitmen yang tidak tercapai, PepsiCo merevisi komitmennya terhadap lingkungan. Komitmen tersebut memiliki indikator pencapaian yang lebih banyak dan terperinci. Seiring berjalannya waktu, PepsiCo mengalami peningkatan nilai UCS Scorecard for Commitment to Sustainable Palm Oil Sourching . Melihat peningkatan ini, aktivis lingkungan tidak serta merta melunak dengan sikapnya. Ada hal lain yang menjadi perhatian mereka. Mereka menilai bahwa semangat komitmen yang dimiliki oleh PepsiCo hanya dipegang oleh PepsiCo saja. Mereka merasa bahwa komitment tersebut tidak diikuti oleh perusahaan-perusahan perusahaan-per usahan yang tergabung dengan joint ventures PepsiCo. Perusahan tersebut adalah perusahaan rekanan PepsiCo dalam hal memproduksi dan memasarkan produk-produk PepsiCo. Aktivis lingkungan tersebut menemukan indikasi bahwa perusahaan yang menjadi rekanan PepsiCo tersebut tetap melakukan praktek yang tidak sesuai dalam menggunakan minyak sawit sebagai bahan bakunya. Artinya, aktivis lingkungan merasa bahwa pada implementasinya, PepsiCo tetap saja tidak mendukung keberlanjutan lingkungan. Aktivis lingkungan merasa bahwa apa yang menjadi komitmen PepsiCo seharusnya diikuti oleh perusahaan lain yang terkait. Hal tersebut perlu 1
disampaikan dengan tegas kepada perusahaan rekanan lainnya, baik dalam bentuk himbauan hingga tertulis dalam code of conduct. B.
Problem I dentifi cation Berdasarkan kasus diatas, permasalahan yang dihadapi PepsiCo antara lain; 1. Bagaimana sebaiknya PepsiCo menerapkan kebijakan penggunaan palm oil berkelanjutan agar sesuai dengan standar menjalankan bisnis demi kelestarian lingkungan? 2. Rekomendasi apa saja yang diperlukan manajemen PepsiCo untuk meningkatkan praktek triple bottom line perusahaan?
C.
Case Analysis Pada praktiknya, mengabaikan unsur lingkungan dalam operasional memang menguntungkan bagi perusahaan lantaran tidak perlu mengeluarkan biaya berlebih untuk mencegah dan menanggulangi dampak negatif terhadap alam yang mungkin ditimbulkan. Namun, keuntungan tersebut tentu tidak akan bertahan lama seiring dampak yang semakin terasa: deforestasi atau penggundulan hutan menyebabkan banjir, limbah pabrik mencemari air dan udara, kesehatan masyarakat mulai terancam. Perlahan namun pasti, perusahaan akan dituntut bertanggungjawab, dan secara nyata akan timbul beberapa biaya yang besar: a. Visible cost Komponen biaya ini terdiri dari denda yang dibebankan oleh pemerintah, dalam beberapa kasus diluar negeri, perusahaan bahkan memperoleh denda yang sangat besar hingga berdampak kebangkrutan. Selain itu, class-action law suit , atau tuntutan hukum yang diajukan sekelompok masyarakat. Harga saham tentu juga akan menurun yang berimbas pada berkurangnya kekayaan pemilik saham. b. Internal administrative cost Komponen biaya ini terdiri dari biaya investigasi permasalahan yang terjadi secara internal mengenai mengapa dan bagaimana masalah lingkungan bisa terjadi. Termasuk didalamnya biaya sosialisasi tenaga kerja, biaya perbaikan sistematis, dan biaya untuk memastikan bahwa ke depan, manajemen akan beroperasi sesuai aturan yang berlaku mengenai lingkungan. Kritikan pemerhati lingkungan yang diajukan kepada PepsiCo, membuat perusahaan untuk lebih fokus kepada praktik pengembangan keberlanjutan secara menyeluruh, dengan program Performance with Purpose. Tanggung jawab PepsiCo dalam program tersebut meliputi tiga kategori (triple bottom line), yaitu keberlanjutan manusia (memenuhi kebutuhan nutrisi manusia yang berbeda-beda), keberlanjutan lingkungan (mengurangi ketergantungan dengan sumber daya alam, dan melestarikannya untuk generasi di masa depan), dan keberlanjutan talent (mengembangkan kemampuan karyawannya sesuai skill yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan perusahaan dan meningkatkan attractiveness PepsiCo di industrinya). c. Intangible/less visible cost Komponen biaya ini, meskipun tidak terlihat, namun dampaknya akan sangat terasa terutama di masa depan. Contohnya adalah menurunnya reputasi perusahaan, turnover tenaga kerja yang tinggi, biaya perekrutan, dan kepercayaan konsumen yang hilang. Salah satu strategi yang dapat ditempuh PepsiCo adalah mencanangkan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang berfokus pada mengoperasikan bisnis secara profesional, dengan tetap mengedepankan aspek-aspek people, planet , dan profit , atau yang dikenal dengan istilah triple bottom line. Terdapat 5 komponen utama dalam CSR: 1. Memastikan perusahaan telah beroperasi secara etis dan terhormat. 2
2.
3.
4.
5.
D.
PepsiCo keliru telah mencanangkan program 100% sustainable palm oil tanpa melakukan analisis mendalam terhadap pola operasi perusahaan. Fokus PepsiCo terhadap lingkungan tidak hanya tercermin melalui operasional saja, namun meliputi moral tenaga kerja dan jajaran manajer dalam pengambilan keputusan secara etis. Mendukung aksi kedermawanan dalam bentuk partisipasi sosial demi terciptanya ekosistem masyarakat yang lebih baik. Setiap perusahaan dapat dipastikan memberikan dampak negatif terhadap elemen lingkungan dan sosial, namun yang penting adalah bagaimana upaya perusahaan meminimalisir dampak tersebut dan memberikan kompensasi bagi masyarakat umum agar tercipta keseimbangan yang saling menguntungkan. Melindungi dan melestarikan lingkungan alam. Tidak hanya profit dan people, lingkungan juga perlu dijaga karena biasanya justru hal inilah yang diabaikan PepsiCo. Eksploitasi kelapa sawit yang dilakukan PepsiCo dan rekannya tidak memperhatikan keberlanjutan jangka panjang sehingga menimbulkan risiko pemanasan global. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan menciptakan atmosfer kerja yang nyaman, aman, dan menyenangkan. Proses PepsiCo memperoleh kelapa sawit mengabaikan unsur-unsur tenaga kerja dari mulai keamanan, usia tenaga kerja minimal (banyak melibatkan anak-anak dibawah umur), dan kesejahteraannya. Mereka tidak diberikan kompensasi layak atas pekerjaan yang relatif besar dan berisiko. Menjunjung tinggi keberagaman dalam berbagai level manajemen perusahaan. PepsiCo masih menerapkan batasan-batasan terhadap keberagaman antar tenaga kerja yang berlaku dalam hal gaji, jabatan, dan jam kerja.
Conclusion and R ecommendation 1. PepsiCo sebaiknya mencanangkan mill traceability, dimana perusahaan harus memperhatikan pemasok dan melacak bagaimana bahan baku tersebut sampai 100% ke pabrik. Melalui cara ini, PepsiCo dapat memastikan bahwa tidak pelanggaran hak asasi manusia, konservasi dan kebijakan hutan yang tidak mematuhi kebijakan kelapa sawit. 2. Mengubah pemasok mereka ke pemasok yang terdaftar di RSPO ( Roundtable and Sustainable Palm Oil ). Konsisten melaksanakan komitmennya untuk membeli 100% minyak sawit berkelanjutan yang bersertifikasi oleh RSPO secara resmi pada tahun 2020, serta mencakup pengembangan kemampuan pemasok sebagai investasi pada rantai pasokan baru. 3. Melaksanakan program-program yang mempunyai pengaruh positif terhadap Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan, dimana program tersebut melibatkan beragam kalangan stakeholder mulai dari pemasok, tenaga kerja, maupun organisasi-organisasi sosial. 4. Jika diperlukan, PepsiCo dapat melaksanakan program audit pihak ketiga untuk kebijakan Forestry Stewardship and Land Rights bagi rantai pasok kelapa sawit. Hal ini berguna untuk memastikan komitmen PepsiCo secara objektif dan rantai pasokan minyak sawit PepsiCo memahami harapan PepsiCo berdasarkan Kode Etik Pemasok (Supplier Compliance on Code of Conduct ).
E.
Reading Materials Thompson, Jr., A. A., Peteraf, M.A., Gamble, J.E., dan Strickland III, A. J. (2016). Crafting and Executing Strategy-The quest for Competitive Advantage: Concepts and Cases , 20th Edition. McGraw-Hill, New York, NY.
3