KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI BIDANG PENYIDIKAN PADA SAT RESKRIM POLRES GORONTALO I.
PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang a.
Dalam menjalankan tugas dan wewenang penyidikan, setiap penyidik dituntut untuk mengetahui dan mengerti langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.
Untuk menjabarkan peraturan perundang-undangan perundang-undangan ke dalam langkahlangkah penyidikan agar diperoleh keseragaman dan ketepatan bertindak,
diperlukan
suatu
acuan/pedoman,
sehingga
diperoleh
kesamaan persepsi; c.
Dalam rangka menyamakan persepsi ke dalam pola tindak yang benar,
maka
dibuatlah
Standar Operasional Prosedur (SOP) guna
dijadikan pedoman bagi seluruh penyidik dalam menjalankan kegiatan penyidikan.
2.
Dasar a.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
b.
Undang-undang Undang-unda ng Republik Indonesa Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri);
c.
Peraturan Kepala Kepolisian Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
1
d.
Perkap Nomor 14 tahun 2009 tentang Managemen Penyidikan Tindak Pidana
3.
Maksud dan Tujuan a.
Maksud : Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan Penyidik
panduan
bagi
Satuan Reserse Kriminal dalam melakukan persiapan,
pelaksanaan, dan penyelesaian Berkas Perkara serta penyenggaraan Administrasi Penyidikan Penyidikan yang mendukung pelaksanaan penyidikan penyidikan tindak pidana. b.
Tujuan : Tujuan dari pedoman ini adalah untuk menyatukan persepsi diantara para
Penyidik Penyidik Satuan Reserse Kriminal, agar diperoleh
kesatuan arah dalam rangka Penyidikan Tindak Pidana di lingkungan Satuan Reskrim Polres Gorontalo. 4.
Ruang Lingkup Standar Operasional Prosedur di bidang Penyidikan ini meliputi kegiatan Perencanaan
dan
Penganggaran
Penyidikan,
Pelaksanaan
Penyidikan
(Pemanggilan, (Pemanggilan, Pemeriksaan, Pemeriksaan, Penangkapan, Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, dan Penyitaan), Penyelenggaraan Administrasi Penyidikan, Pemberkasan dan Penyerahan Berkas Perkara serta Pengawasan dan Pengendalian Penyidikan pada lingkungan Satuan Reskrim Polres Gorontalo.
II.
TUGAS POKOK 1.
Tugas Pokok Penyidik : a.
Tugas Pokok Penyidik Sat. Reskrim adalah : 1)
Penyidik Sat. Reskrim bertugas menyelenggarakan menyelen ggarakan penyelidikan, penyidikan, dan pengawasan penyidikan tindak pidana umum, termasuk fungsi identifikasi dan laboratorium forensik lapangan serta bertugas menyelenggarakan penyelidikan dan penyidikan
2
tindak pidana khusus, koordinasi, pengawasan operasional, dan administrasi penyidikan PPNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2)
Dalam
melaksanakan
tugas
di
atas,
Penyidik
Sat.
Reskrim
menyelenggarakan menyelenggarakan fungsi : a)
Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus, antara lain tindak pidana ekonomi, korupsi, dan tindak pidana tertentu di daerah hukum Polres Limboto ;
b)
Pembinaan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana
umum,
identifikasi, identifikasi,
dan
laboratorium forensik
lapangan; c)
Pelayanan dan perlindungan perlindungan khusus khusus kepada remaja, anak, dan
wanita,
baik sebagai se bagai pelaku pe laku maupun m aupun
korban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; perundang-undangan; d)
Pengidentifikasian Pengidentif ikasian untuk kepentingan penyidikan dan pelayanan umum;
e)
Pembinaan teknis, koordinasi, dan pengawasan operasional serta administrasi penyidikan oleh PPNS;
f)
Penganalisasian
kasus
beserta
penanganannya,
serta
mempelajari dan mengkaji efektivitas pelaksanaan tugas Sat. Reskrim; g)
Pelaksanaan Pelaksanaan pengawasan penyidikan penyidikan tindak pidana khusus dan umum di lingkungan Polres dan ;
h)
Pengumpulan dan pengolahan pengolahan data serta menyajikan informasi dan dokumentasi program kegiatan Sat Reskrim.
III. VISI, MISI DAN TUGAS FUNGSI SAT. RESKRIM POLRES GORONTALO
1.
Visi : Tergelarnya postur personil Sat Reskrim Polres Limboto yang dipercaya masyarakat dalam memberikan
pelayanan di bidang penegakan hukum
3
secara proporsional, proporsional, professional, professional, transparan
dan
akuntabel melalui
kemitraan dengan masyarakat.
2.
Misi : 1)
Pemenuhan Pemenuh an hak-hak dan meningkatkan meningkat kan kesejahteraan kesejahteraa n penyidik baik di tingkat Sat Reskrim Polres Limboto maupun Unit Reskrim kewilayahan demi terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang bersih;
2)
Melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan dalam
rangka
penegakan hukum demi terwujudnya supremasi supremasi hukum; 3)
Menerapkan Menerapka n perpolisian masyarakat pada tugas-tugas penyidikan yang berbasis pada masyarakat patuh hukum;
4)
Menjamin keberhasilan keberhasilan penaggulangan penaggulangan gangguan keamanan dalam negeri
melalui
tugas-tugas
penyidikan
guna
meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap Polri; 5)
Menegakkan
hukum
secara
profesional,
obyektif, proporsional,
transparan transpar an dan akuntabel melalui tugas-tugas
penyidikan
untuk
menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan; 6)
Terbangunnya Terbangun nya kerjasama dengan lembaga, Instansi dan masyarakat melalui kemitraan dalam penegakan hukum;
7)
Terwujudnya Terwuju dnya sistem rekrutmen personil Sat Reskrim Polres Limboto yang bersih, transparan dan bebas dari intervensi untuk mencegah resiko masuknya personel Polri Polri yang emosionalnya labil, tidak sabar, malas, korup, kolusi dan sebagainya dalam rangka mewujudkan sosok reserse yang profesional, bermoral dan mahir dalam melaksanakan tugasnya;
8)
Terwujudnya sarana operasional yang mendukung tugas-tugas tugas-tugas
Sat
Reskrim Polres Limboto maupun Unit Reskrim kewilayahan; kewilayahan; 9)
Melakukan pengkajian dan penelitian dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan mengemban gkan sumber daya serta sistem untuk mendukung tugastugas penyelidikan dan penyidikan;
10) Menyelenggarakan Menyelengga rakan pembinaan dan penegakan terhadap
profesi
penyidik Sat Reskrim Polres Limboto dalam rangka mewujudkan sosok penyidik yang profesional dan mahir dalam melaksanakan tugas;
4
11) Menyelenggarakan Menyelenggarakan dukungan tehnologi Kepolisian Kepolisian di bidang Reskrim sesuai sumber daya yang yang ada untuk kepentingan kepentingan tugas Kepolisian; Kepolisian; 12) Melakukan pengkajian, penelitian dan
pengembangan terhadap
pembangunan pembangun an sistem dan metode yang berlaku di lingkungan Satuan Reserse Kriminal Polres Limboto.
IV. PELAKSANAAN 1.
Personel a.
Penyidik Satuan Reserse Kriminal adalah personel Polri yang bertugas di lingkungan Satuan Reserse Kriminal Polres Limboto dan Polsek yang telah memiliki Surat Keputusan sebagai Penyidik;
b.
Penyidik
adalah
pejabat
Kepolisian
Negara
Republik
Indonesia
berpangkat IPDA sampai dengan Komisaris Besar Polisi yang berada di lingkungan Satuan Reskrim yang diberi wewenang khusus oleh undangundang untuk melakukan penyidikan sebagaimana diatur oleh UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP; c.
Penyidik Pembantu
adalah
pejabat
Kepolisian Negara
Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat
Republik melakukan
tugas penyidikan penyi dikan sebagaimana diatur oleh o leh UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP;
d.
Atasan Penyidik adalah penyidik yang berwenang menerbitkan Surat Perintah
Tugas, Surat Perintah Penyelidikan, dan Surat
Penyidikan di daerah hukum Atasan Penyidik sesuai
Perintah peraturan
perundang-undangan perundang-undangan yang berlaku; e.
Petugas Lainnya adalah personel yang bertugas dan/atau bekerja di lingkungan Polres Limboto dan atau setidak-tidaknya di lingkungan Satuan Reskrim serta diberikan tugas oleh Penyidik Sat. Reskrim untuk membantu atau mendukung pelaksanaan tugas-tugas penyidikan, seperti pembuatan administrasi administrasi Perkara dan sejenisnya.
2.
Sarana-Prasarana Sarana-Prasarana yang Digunakan 5
penyidikan,
penyusunan
Berkas
a.
Sarana dan Prasarana yang digunakan untuk kepentingan penyidikan adalah yang tersedia di lingkungan lingkungan Satuan Reskrim;
b.
Sarana dan Prasarana
lain
yang
menunjang
untuk
kepentingan kepentingan
penyidikan yang digunakan apabila telah mendapat persetujuan dari Atasan Penyidik. Penyidik. 3.
Urutan Tindakan a.
Tindakan penyidikan mempedomani mempedoman i UU No. 8 Tahun 1981
tentang
KUHAP, Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di
Lingkungan Kepolisian Kepolisian
Negara Republik Indonesia; Indonesia; b.
Urut-urutan tindakan penyidikan penyidikan sebagai berikut : 1)
Membuat tata naskah (takah) yang terdiri dari : a)
Laporan Polisi;
b)
Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) apabila didahului dengan penyelidikan;
2)
c)
Surat Perintah Penyidikan; Penyidikan;
d)
Surat Perintah Tugas
e)
Rencana Penyidikan;
f)
Rencana Kebutuhan Anggaran Penyidikan; Penyidikan;
g)
Gambar Skema Pokok Perkara; dan
h)
Matrik untuk Daftar Kronologis Kronologis Penindakan.
Menyusun rencana penyidikan penyidikan dan penganggaran penyidikan, penyidikan, meliputi :
3)
a)
Rencana Kegiatan;
b)
Rencana Kebutuhan Anggaran Penyidikan; Penyidikan;
c)
Target pencapaian kegiatan;
d)
Skala prioritas penindakan; penindakan; dan
e)
Target penyelesaian penyelesaian perkara.
Melakukan upaya hukum dalam rangkaian kegiatan penyidikan, meliputi : a)
Pemanggilan saksi-saksi;
b)
Pemeriksaan saksi-saksi;
6
c)
Penyitaan barang bukti;
d)
Pemanggilan tersangka;
e)
Penangkapan tersangka (jika diperlukan); diperlukan);
f)
Pemeriksaan tersangka; tersangka;
g)
Menawarkan bantuan Penasihat Hukum terhadap Tersangka yang tidak mampu, yang ancaman hukumannya diatas 4 tahun
h)
Penggeledahan Penggeledah an (jika diperlukan) dan ditindaklanjuti ditindaklanjut i dengan penyitaan (jika ditemukan barang bukti baru);
i) j) 4)
Penahanan tersangka (jika diperlukan); diperlukan); dan Pemeriksaan Ahli (jika (jika diperlukan). diperlukan).
Menyelenggarakan Menyelengga rakan
Administrasi
Penyidikan
dengan
kegiatan
meliputi : a)
Membuat Surat Perintah Penyidikan; Penyidikan;
b)
Membuat Surat Perintah Tugas;
c)
Membuat
Surat
Pemberitahuan Pemberitahuan
Dimulainya
Penyidikan Penyidikan
(SPDP); d)
Membuat Surat Perintah Penyitaan; Penyitaan;
e)
Mengajukan Ijin Penyitaan ke Pengadilan Negeri setempat;
f)
Membuat Berita Acara Penyitaan; Penyitaan;
g)
Membuat Surat Tanda Terima Penyitaan
h)
Mengajukan Surat Persetujuan Persetujuan Penyitaan ke Pengadilan Pengadilan Negeri setempat (jika penyitaan yang dilakukan mendahului permintaan ijin sita atau dalam keadaan mendesak);
i) j) k)
Membuat Surat Perintah Penggeledahan Penggeledahan (jika diperlukan); diperlukan); Membuat Berita Acara Penggeledahan; Penggeledahan; Mengajukan Surat Ijin Penggeledahan Penggeledahan Rumah dan/atau tempat tertutup lainnya ke Pengadilan Pengadilan Negeri Setempat;
l)
Mengajukan Surat Pemberitahuan Pemberitahuan Penggeledahan Penggeledahan Rumah dan/atau Tempat tertutup lainnya (apabila penggeledahan dilakukan mendahului permintaan ijin geledah atau dalam keadaan mendesak)
m)
Membuat Surat Panggilan; Panggilan;
7
n)
Membuat Surat Perintah Penangkapan Penangkapan (jika diperlukan); diperlukan);
o)
Membuat Berita Acara Penangkapan; Penangkapan;
p)
Membuat
dan
menyampaikan menyampaikan Surat
Pemberitahuan Pemberitahuan
Penangkapan kepada Keluarga Tersangka; q)
Membuat Surat Perintah Penahanan (jika diperlukan); diperlukan);
r)
Membuat Berita Acara Penahanan;
s)
Membuat dan menyampaikan Pemberitahuan Pemberitahua n Penahanan disertai
Surat
Perintah
Penahanan
kepada
Keluarga
Tersangka; t)
Mengajukan
Permintaan
Perpanjangan Perpanjanga n
Penahanan
ke
Kejaksaan Negeri setempat (jika masa penahanan penyidik telah
berakhir
dan
masih
diperlukan
perpanjangan
penahanan); u)
Membuat Berita Acara Perpanjangan Perpanjangan Penahanan;
v)
Membuat dan menyampaikan menyampaikan pemberitahuan pemberitahuan perpanjangan penahanan disertai Surat Perpanjangan Penahanan dari Kejaksaan Negeri setempat; setempat;
w)
Mengajukan
Permintaan
Perpanjangan
Penahanan
ke
Pengadilan Negeri setempat (jika masa penahanan yang diberikan Kejaksaan Negeri telah berakhir dan masih diperlukan perpanjangan penahanan); penahanan); x)
Membuat Berita Acara Perpanjangan Perpanjangan Penahanan;
y)
Membuat dan menyampaikan pemberitahuan pemberitah uan perpanjangan penahanan
dengan
Perpanjangan Perpanjangan
Penahanan
disertai
Surat
dari
Penetapan
Pengadilan Pengadilan Negeri
setempat; z)
Membuat
dan
menyampaikan
Surat
Perpanjangan
Penahanan
berikut
Perpanjangan
Penahanan
dan
Pemberitahuan Surat
Surat
Perintah Penetapan
Perpanjangan Penahanannya setiap kali ada perpanjangan penahanan 5)
Menyelenggarakan
kegiatan
8
penyidikan
dengan
urutan
kegiatan yang meliputi : a)
Menganalisis perkara yang ditangani/disidik;
b)
Menyusun rencana penyidikan dan rencana kebutuhan anggaran;
c)
Melakukan
kegiatan
penyidikan
dalam
bentuk
upaya
hukum; d)
Menyampaikan Surat Pemberitahuan
Perkembangan Hasil
Penyidikan (SP2HP) Tahap Pertama, kepada : (1)
Pelapor atau Korban Korban atau Keluarga Pelapor/Korban Pelapor/Korban untuk perkara kriminal umum;
(2)
Tersangka atau keluarga tersangka untuk perkara kriminal khusus yang tidak memiliki korban (victimless crime).
e)
Melakukan Gelar Perkara untuk menentukan : (1)
Tersangka, utamanya bagi penanganan / penyidikan perkara tindak pidana khusus sebelum dikirimkannya SPDP ; atau
(2)
Ditemukan dua atau lebih alat bukti bukti yang cukup dan bersesuaian, sehingga dapat diteruskan
kegiatan
penyidikannya atau tidak ditemukan tidak ditemukan dua alat bukti yang cukup dan bersesuaian
sehingga
dapat
dihentikan penyidikannya. (3)
Melibatkan Ahli untuk keterangan Ahli sebagai Alat Bukti
f)
Melakukan upaya hukum lanjutan setelah
ditentukan
tersangkanya atau penghentian penyidikan apabila penyidikan apabila tidak ditemukan alat bukti yang cukup; g)
Menyampaikan Surat
Pemberitahuan Perkembangan Hasil
Penyidikan (SP2HP) Tahap Kedua, kepada : (1)
Pelapor atau Korban atau Keluarga
Pelapor/Korban
untuk perkara kriminal umum; (2)
Tersangka atau keluarga tersangka untuk perkara kriminal khusus yang tidak memiliki korban (victimless
9
crime). h)
Menyusun Berkas Perkara dan siap untuk dilimpahkan ke Penuntut Umum;
i)
Memperbaiki Berkas Perkara apabila dinyatakan kurang lengkap oleh Penuntut Umum dan mengirimkan kembali Berkas Perkara yang telah diperbaiki kepada Penuntut Umum;
j)
Menyerahkan Berkas Perkara beserta barang bukti dan tersangkanya kepada Penuntut Umum;
k)
Menyampaikan Surat Pemberitahuan
Perkembangan Hasil
Penyidikan (SP2HP) Tahap Ketiga, kepada : (1)
Pelapor atau Korban Korban atau Keluarga Pelapor/Korban Pelapor/Korban untuk perkara kriminal umum;
(2)
Tersangka atau keluarga tersangka untuk perkara kriminal khusus yang tidak memiliki korban (victimless crime).
V.
KETENTUAN LARANGAN DAN KEWAJIBAN KEWAJIBAN a.
Larangan dalam Penyidikan Penyidik Dilarang : 1)
Melakukan tindak kekerasan (penyiksaan fisik) dalam melaksanakan penyidikan;
2)
Melakukan diskriminasi pelayanan dalam kegiatan penyidikan;
3)
Menerima dan/atau meminta imbalan sebelum, selama, dan/atau setelah kegiatan penyidikan;
4)
Menyebarkan rasa takut kepada terperiksa baik dengan menggunakan ancaman atau ancaman kekerasan atau dengan menunjukkan senjata (api).
b.
Kewajiban Dalam Penyidikan : 1)
Memberikan pelayanan yang sama kepada semua orang (pihak) dalam kegiatan penyidikan;
2)
Menjalankan kegiatan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan
10
perundang-undangan yang berlaku; 3)
Penggunaan senjata (api) sesuai dengan Prosedur Tetap Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : Protap/1/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki;
VI. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN a.
Pengawasan Pengawasan terhadap kegiatan penyidikan dilakukan oleh : 1)
2)
Atasan Penyidik, yaitu : a)
Kasat; dan/atau
b)
Kaur Bin Ops.
Pengawas Penyidik yang ditunjuk berdasarkan Surat
Perintah
Pengawasan Penyidik. b.
Pengendalian Pengendalian penyidikan penyidikan dilakukan dalam bentuk : 1)
Tata Naskah (Takah) yang berisikan komunikasi tertulis
antara
penyidik dan Atasan Penyidik; 2)
Gelar Perkara yang dilakukan dengan melibatkan : a)
Penyidik di lingkungan Sat. Reskrim;
b)
Penyidik dengan mengikutsertakan Pengawas Penyidik;
c)
Penyidik dengan mengikutsertakan Satuan lain yang dipimpin oleh Kapolres atau Kasat Reskrim;
d)
Penyidik dengan mengikutsertakan institusi pengawasan di lingkungan internal Polres Limboto.
VII. ADMINISTRASI 1.
Kelengkapan Administrasi Segala administrasi adalah administrasi yang menunjang terselenggaranya penyidikan, berupa : a.
Administrasi Penyidikan yang diatur oleh UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan/atau yang diatur oleh perundang-undangan lainnya; atau
11
b.
Administrasi Perkantoran yang menunjang kegiatan
penyidikan
sebagaimana diatur oleh Hukum Administrasi dan/atau Peraturan Kapolri serta peraturan administrasi lainnya. VIII. ANGGARAN a. Anggaran penyidikan menyesuaikan men yesuaikan dengan DIPA Polri untuk program penyelidikan dan penyidikan yang disediakan disediakan bagi Polres Limboto ; b. Anggaran An ggaran yang digunakan untuk kepentingan penyidikan menyesuaikan dengan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan yang ditentukan oleh pejabat yang berwenang atau Atasan Penyidik; c. Penggunaan
anggaran
dalam
kegiatan
penyidikan
sesuai
dengan
standar biaya khusus (SBK) penyidikan yang disahkan oleh Kapolri.
IX.
PENUTUP 1. Ketentuan Lain-Lain a.
Batas waktu penyelesaian perkara ditentukan berdasarkan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan :
b.
1)
Sangat sulit ;
2)
Sulit ;
3)
Sedang ; atau
4)
Mudah
Batas waktu penyelesaian perkara dihitung mulai diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan, meliputi : 1)
120 (seratus dua puluh) hari untuk penyidikan perkara sangat sulit;
c.
2)
90 (sembilan puluh) hari untuk penyidikan perkara sulit;
3)
60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara sedang; atau
4)
30 (tiga puluh) hari untuk penyidikan perkara mudah.
Penentuan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan dilakukan
oleh
pejabat yang berwenang atau Atasan Penyidik; d.
Apabila penyidikan yang dilakukan tidak sesuai dengan kriteria tingkat kesulitan di atas, maka penyidik mengajukan alasan tentang kesulitan
12
dan/atau
hambatan
Kemajuan kepada
yang
Atasan
dihadapi
Penyidik
dalam
(Kasat)
bentuk
untuk
Laporan
mendapatkan
persetujuan. X.
KETENTUAN PENUTUP PENUTUP a. Segala hal yang berkaitan dengan kegiatan penyidikan tetap mengacu pada UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan/atau dan/atau undang-undang tertentu yang mengatur hukum acaranya sendiri; b. Kegiatan
penyidikan
yang yan g
dilakukan
oleh o leh
Penyidik
Sat
Reskrim
mempedomani Perkap No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia; c. Hal-hal yang belum belum ditentukan ditentukan dan/atau dan/atau diatur di dalam SOP
ini, maka
penyidik tetap mempedomani aturan hukum acara yang berlaku.
Limboto,
Januari 2014
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KINERJA PENYIDIK PADA SAT RESKRIM POLRES GORONTALO
I.
Pendahuluan 1. Umum 13
a.
Tuntutan masyarakat terhadap kinerja penyidik Polri Polri dalam proses penyidikan suatu perkara, perspektif serta persepsi masyarakat yang terus berkembang dalam melihat kinerja penyidik.
b.
Harapan
yang
begitu
besar
memproses
suatu
perkara
operasional
standar
untuk
terhadap pidana,
Polri
khususnya
membutuhkan
mempercepat
dalam dalam
prosedur
pencapaian
tingkat
kepuasan masyarakat yang diharapkan dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan organisasi. 2. Dasar a.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
b.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
c.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
d.
Perkap Nomor : 14 Tahun 2009 tetang Managemen Penyidikan Tindak Pidana
3. Maksud dan Tujuan a.
Maksud Penulisan
Prosedur
Operasional
Standar
ini dimaksudkan untuk
menginventarisasi langkah-langkah penyidik sesuai prosedur yang berlaku, dalam upaya meningkatkan kinerjanya. b.
Tujuan Penulisan Prosedur Operasional Standar ini bertujuan untuk : 1)
Memudahkan penyidik penyidikan
yang
dalam mengikuti langkah-langkah proses
baku
sesuai
dengan
undang-undang dan
prosedur yang berlaku. 2)
Menjadi pedoman dalam
proses
penyidikan
pidana, termasuk memedomani KUHAP
suatu perkara
dan prosedur
baku
sebagaimana yang telah diatur dalam petunjuk teknis maupun
14
petunjuk operasional lainnya dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia. 4. Ruang Lingkup Ruang lingkup Prosedur Operasional Standar ini meliputi langkahlangkah dalam proses penyidikan suatu perkara, mulai dari Laporan Polisi diterima oleh penyidik/penyidik pembantu sampai dengan
dilimpahkannya
berkas perkara ke Jaksa Penuntut Umum hingga terbit P.21 atau sampai dengan dihentikannya perkara tersebut dengan alasan sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang.
II.
Prosedur Berpenampilan Sebagai seorang penyidik/penyidik pembantu, melekat kewajiban padanya untuk berpenampilan sebagai berikut : 1.
Berpakaian yang rapi, bersih serta berdasi sesuai ketentuan yang berlaku di lingkungan Satuan Reskrim Polres Gorontalo (dilarang menggunakan celana berbahan jeans).
2.
Rambut dipotong rapi dan bersih. Bagi penyidik/penyidik pembantu yang berkumis agar merapikan kumisnya sehingga terlihat rapi
dan bersih
serta tidak berjenggot. 3.
Dilarang merokok ketika sedang melayani masyarakat yang datang ke Satuan Reskrim Polres Gorontalo.
4.
Ruang
pelayanan
harus
rapi,
bersih
dan
nyaman
ketika
sedang
melayani masyarakat.
III. Prosedur Melayani Melayani Saksi Saksi Korban/Saksi Korban/Saksi Pelapor Pelapor Saksi Korban/Saksi Kor ban/Saksi Pelapor harus dilayani oleh penyidik/penyidik pembantu sebagai berikut : 1.
Saksi korban / saksi pelapor sebaiknya langsung dimintai keterangannya untuk mempercepat proses pengumpulan alat bukti, kecuali karena alasan yang patut dan masuk akal saksi pelapor dapat menunda pemeriksaannya oleh penyidik/penyidik pembantu.
2.
Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap saksi 15
korban/saksi pelapor, penyidik/penyidik pembantu telah siap pelayanan pemeriksaan untuk
di
mencegah saksi korban/saksi
ruang pelapor
menunggu berlama-lama. 3.
Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan minum di hadapan saksi korban/saksi pelapor, serta wajib menunjukkan sikap empati dan simpati.
4.
Penyidik/penyidik pembantu wajib mengikuti ketentuan KUHAP selama melayani saksi korban/saksi pelapor pelapor serta tetap tetap
proporsional, transparan transparan
dan akuntabel. 5.
Penyidik/penyidik pembantu wajib memberitahukan perkembangan hasil penyidikan
kepada
pelapor
melalui
SP2HP
(Surat
Pemberitahuan
Perkembangan Hasil Penyidikan). 6.
Jika diperlukan, selama proses pemeriksaan pemeriksaan saksi korban/saksi pelapor dapat direkam
dengan
menggunakan
handycam
atau
alat perekam
gambar dan suara lainnya.
IV. Prosedur Melayani Saksi Penyidik/penyidik pembantu wajib melayani saksi sebagai berikut ber ikut : 1.
Penyidik/penyidik pembantu memeriksa saksi dengan terlebih dahulu mengirimkan surat panggilan kepadanya sesuai ketentuan KUHAP. K UHAP.
2.
Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap saksi, penyidik/penyidik pembantu telah siap di ruang ru ang pelayanan p elayanan pemeriksaan untuk mencegah saksi menunggu berlama-lama.
3.
Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan minum di hadapan saksi.
4.
Penyidik dilarang menggunakan hand
phone/alat phone/alat komunikasi lainnya
selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi. 5.
Berpenampilan rapi
dan bersih sesuai ketentuan yang berlaku di
lingkungan Satuan Reskrim Polres Gorontalo. 6.
Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta tidak membentak-bentak atau menghardik saksi
16
selama
berjalannya proses
pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan akuntabel. 7.
Penyidik/penyidik pembantu
dalam melakukan pemeriksaan terhadap
saksi sudah membuat daftar pertanyaan terlebih dahulu
sehingga
pemeriksaan dapat dilaksanakan sesegera mungkin dan tidak melebihi dari 8 (delapan) jam. 8.
Jika memang diperlukan, selama proses pemeriksaan dapat dengan
handycam/webcam
secara
proporsional
sesuai
direkam kebutuhan
penyidikan. 9.
Setelah melakukan pemeriksaan terhadap saksi, saksi, penyidik menyampaikan terima kasih dengan memberikan kartu nama penyidik kepada saksi agar terjadi komunikasi dan transparansi terhadap perkara yang ditangani.
V.
Prosedur Melayani Ahli Penyidik/penyidik
pembantu
wajib
melayani
ahli
yang
akan
dimintai
keterangannya sebagai berikut : 1.
Penyidik/penyidik pembantu memeriksa ahli dengan
terlebih
dahulu
mengirimkan surat panggilan kepadanya sesuai ketentuan KUHAP. K UHAP. 2.
Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap ahli, penyidik/penyidik pembantu telah siap di ruang ru ang pelayanan pelayan an pemeriksaan untuk mencegah ahli menunggu berlama-lama.
3.
Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan minum di hadapan ahli.
4.
Penyidik dilarang menggunakan hand phone/alat komunikasi
lainnya
selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi. 5.
Berpenampilan rapi dan bersih sesuai ketentuan yang berlaku di lingkungan Satuan Reskrim Polres Gorontalo.
6.
Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta tidak membentak-bentak atau menghardik ahli selama berjalannya
proses
pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan akuntabel. 7.
Jika memang diperlukan, proses pemeriksaan dapat direkam dengan handycam/webcam secara proporsional sesuai kebutuhan penyidikan.
8.
Setelah melakukan pemeriksaan terhadap saksi, penyidik menyampaikan terima kasih dengan memberikan kartu nama penyidik kepada saksi agar 17
terjadi komunikasi dan transparansi terhadap perkara yang ditangani.
VI. Prosedur Melayani Tersangka Dalam melayani mel ayani tersangka, ters angka, penyidik/penyidik pembantu berkewajiban sebagai berikut : 1.
Penyidik/penyidik pembantu memeriksa tersangka dengan terlebih dahulu mengirimkan surat panggilan kepadanya sesuai ketentuan KUHAP, kecuali tersangka yang tertangkap tangan atau tersangka yang ditangkap sesuai dengan ketentuan KUHAP.
2.
Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap tersangka, penyidik/penyidik pembantu telah siap siap di ruang
pelayanan pemeriksaan
untuk mencegah tersangka menunggu berlama-lama. 3.
Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan minum di hadapan tersangka.
4.
Penyidik dilarang menggunakan hand phone/alat komunikasi
lainnya
selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi. 5.
Berpenampilan rapi dan bersih sesuai ketentuan yang berlaku di lingkungan Satuan Reskrim Polres Gorontalo.
6.
Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta tidak membentak-bentak
atau
menghardik
tersangka
kekerasan fisik dan intimidasi terhadap tersangka
apalagi
melakukan
selama berjalannya
proses pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan akuntabel. 7.
Penyidik/penyidik pembantu Tersangka
dalam melakukan pemeriksaan terhadap
sudah membuat daftar pertanyaan terlebih dahulu
sehingga
pemeriksaan dapat dilaksanakan sesegera mungkin dan tidak melebihi dari 8 (delapan) jam. 8.
Proses pemeriksaan sebaiknya direkam dengan handycam /webcam secara proporsional sesuai kebutuhan penyidikan. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari upaya tersangka memungkiri / mengingkari keterangan / BAP yang disampaikan kepada penyidik,
ketika
proses pemeriksaan pada
tingkat persidangan telah berjalan. 9.
Untuk tersangka yang melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana lebih dari 15 tahun, penyidik/penyidik pembantu wajib menunjuk penasehat
18
hukum untuk tersangka sebagaimana ketentuan dalam KUHAP.
VII. Kewajiban Penyidik/Penyidik Pembantu Sejak Polisi
Seorang
penyidik/penyidik
pembantu
sejak
Menerima Laporan
menerima
Laporan
Polisi
berkewajiban untuk : 1.
Melakukan gelar perkara penentuan kriteria kasus.
2.
Melengkapi administrasi penyidikan termasuk mengisi blanko kontrol perkara sesuai kriteria kasus.
3.
Membuat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dan dikirim ke pelapor sebagai bentuk transparansi dan kuntabilitas penyidik terhadap kasus yang ditangani.
4.
Melakukan
proses
penyidikan
secara
professional,
proporsional,
procedural, transparan dan akuntabel atas kasus yang ditangani. ditan gani. 5.
Melakukan gelar perkara dalam setiap kesempatan ketika mengalami hambatan dalam proses penyidikan.
6.
Melakukan gelar perkara dalam meningkatkan status seseorang dari saksi menjadi tersangka.
7.
Melakukan gelar perkara dalam hal penyidik/penyidik pembantu akan melakukan upaya paksa.
8.
Selalu berkoordinasi dengan Pengawas Penyidik dalam setiap kesempatan untuk mempercepat proses penyelesaian perkara yang ditangani.
9.
Mengajukan anggaran penyidikan serta mempertanggung jawabkannya melalui
pertanggungjawaban
keuangan
(Perwabku)
setelah
proses
penyidikan selesai.
VIII. Indikator Penyelesaian Penyelesaian Perkara
Setiap perkara yang ditangani oleh penyidik/penyidik pembantu, wajib untuk diselesaikan diselesaikan dengan indikator indikator penyelesaian yaitu berkas dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum
dengan terbitnya
lembar
P.21
atau
perkara tersebut dihentikan dengan terbitnya Surat Pemberitahuan Penghentian
19
Penyidikan (SP3).
IX. Target Kinerja Bagi Setiap Penyidik/Penyidik Pembantu Setiap
penyidik/penyidik
pembantu
dalam
menangani
perkara
yang
ditugaskan kepadanya, dibebani target penyelesaian sesuai dengan kriteria perkara, untuk perkara mudah maksimal 30 hari, perkara sedang maksimal 60 hari, perkara sulit maksimal 90 hari, penyidikan sangat sulit maksimal 120 hari dan selalu melaporkan perkembangannya. X.
PENUTUP Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan.
Limboto,
Januari
2014
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP NRP 78061316
20
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMANGGILAN PADA SAT RESKRIM POLRES GORONTALO A.
Pendahuluan Guna menjamin pelaksanaan tugas penyelidikan yang benar, perlu disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam
melaksanakan
upaya hukum pemanggilan. Standar Operasional Prosedur ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam melaksanakn tugas pemanggilan yang harus dilaksanakan dalam proses penyidikan.
B.
Tujuan Tindakan hukum berupa pemanggilan merupakan rangkaian dari suatu proses penyidikan guna memperoleh suatu keterangan keter angan baik terhadap saksi, ahli maupun terhadap tersangka didalam proses penegakan hukum baik pada tingkat penyidikan, penuntutan dan peradilan. Standar
Operasional
Prosedur
ini
dibuat
bertujuan
guna
menghindari
pelanggaran hukum baik pelanggaran HAM maupun pelanggaran
terhadap
hukum acara pidana serta menghindari kesalahan prosedur dalam proses pemanggilan.
C.
Ruang Lingkup Standar Operasional Prosedur pemanggilan memuat petunjuk tentang tatacara dari mulai pemenuhan syarat formil, syarat materil pembuatan surat panggilan, pengajuan pengajuan atau penandatanganan surat panggilan pencatatan dalam register surat panggilan, penyampaian surat panggilan, serta bagaimana orang
21
yang dipanggil apabila tidak memenuhi panggilan tersebut. Standar Operasional Prosedur ini berlaku bagi penyidik Polri khususnya pada lingkungan Penyidik Sat Reskrim Polres Limboto. D.
Pengertian Pemanggilan 1.
Pemanggilan adalah tindakan penyidik untuk menghadirkan
saksi
/
tersangka guna didengar keterangannya sehubungan dengan tindak pidana yang terjadi. 2.
Tenggang waktu yang wajar adalah antara tanggal, hari, diterimanya surat panggilan dengan hari, tanggal orang yang di
panggil diharuskan
memenuhi panggilan harus ada tenggang waktu yang layak dan wajar serta surat panggilan yang disampaikan selambat – lambatnya tiga (3) hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan dalam surat panggilan. 3.
Alasan yang tidak patut dan wajar adalah seseorang yang
dipanggil
sebagai saksi/tersangka dimana dapat diyakinkan bahwa surat panggilan tersebut tidak dapat hadir dengan menyampaikan
alasan
yang
tidak
sesuai dengan fakta yang ditemukan. 4.
Surat panggilan ke II adalah surat yang diterbitkan oleh penyidik dalam menindak lanjuti surat panggilan pertama apabila yang dipanggil diyakini telah menerima
panggilan
pertama
namun
yang
bersangkutan tidak
hadir dengan alasan-alasan alasan-alasan yang patut dan dan wajar. 5.
Surat perintah membawa adalah surat perintah yang ditandatangani oleh penyidik guna membawa saksi atau tersangka dikarenakan yang dipanggil tidak dapat memenuhi surat panggilan baik panggilan kesatu dan kedua tanpa alasan yang patut dan wajar.
6.
Ijin adalah permohonan atau pemberitahuan yang isampaikan oleh penyidik kepada lembaga tinggi Negara atau instansi pemerintahan / lembaga lain, guna memperoleh ijin yang diberikan kepada kepada penyidik dalam rangka proses proses pemanggilan.
E.
Petunjuk dan Koordinasi 1.
Membuat surat panggilan untuk saksi dan tersangka bukan lembaga tinggi Negara dan pejabat pemerintahan.
22
a. Syarat formil : 1)
Pasal 1 butir 2, Pasal 7 ayat (1) huruf e, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 119, Pasal 120 KUHAP;
2)
Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3)
Undang-undang yang dipersangkakan
4)
Laporan Polisi
5)
Surat Perintah Tugas
6)
Surat Perintah Penyidikan
7)
Buku Register surat panggilan
8)
Agenda tanda terima surat panggilan
b. Langkah-langkah membuat surat panggilan : 1)
Surat Panggilan dibuat dengan jelas tentang ; dasar pemanggilan, alasan, waktu pemanggilan, identitas dipanggil, kapasitas
lengkap orang yang
yang dipanggil (saksi
atau tersangka),
perkara apa. 2)
Untuk waktu pemanggilan diberikan tenggang waktu yang wajar (dengan memperhitungkan
diluar
kota /luar
negeri),
apabila
alamat tidak diketahui dicantumkan alamat terakhir yang ada pada penyidik (berdasarkan hasil penyelidikan); 3)
Surat panggilan ditanda-tangani oleh Kasat Reskrim atau pejabat yang berwenang/penyidik yang memanggil.
2.
Membuat surat panggilan untuk saksi dan tersangka untuk
Lembaga
Tinggi Negara dan Pejabat Pemerintah. a. Syarat formil : 1)
Pasal 1 butir 2, Pasal 7 ayat (1) huruf e, Pasal 11, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 119, Pasal 120 KUHAP;
2)
Pasal 66, 220, 289, 340, 391 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD;
3)
Pasal 36 (1) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
tentang
Pemerintahan
dengan
Daerah
sebagaimana
telah
diubah
Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-undang Nomor 23
8
tahun 2005; 4)
Undang-undang Kekuasaan Kehakiman;
5)
Undang-undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
6)
Pasal 66 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Notaris;
7)
Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa.
b. Langkah-langkah membuat surat panggilan panggilan saksi dan tersangka pejabat Lembaga Tinggi Negara dan Pejabat Pemerintahan, Non Pemerintah (Notaris).
1) Pemanggilan terhadap Pejabat-pejabat Negara, anggota-anggota MPR / DPR / DPD / BPK / Mentri kabinet, Gubernur, Gubernur,
Bupati /
Walikota, Deputi Gubernur BI, sebelum dipanggil mengajukan surat permohonan ijin kepada Presiden RI, pengajuan permohonan kepada Kapolri melalui Kapolda diteruskan ke Kabareskrim.
2) Anggota DPRD/DPD tingkat I, sebelum dipanggil mengajukan surat permohonan
izin
kepada
permohonan
kepada
Mentri
Kapolri
Dalam
melalui
Negeri
Kapolda
pengajuan
diteruskan
ke
Kabareskrim.
3)
Anggota DPRD/DPD tingkat II Kabupaten/kota sebelum dipanggil mengajukan surat permohonan izin kepada
Gubernur Kepala
Daerah melalui Kapolda. 4)
Untuk memanggil Lurah/Kepala Desa sebelum dipanggil penyidik mengajukan surat permohonan izin kepada Bupati/Walikota. Bu pati/Walikota.
5)
Untuk pemanggilan terhadap Ketua dan Majelis Hakim, sebelum dipanggil mengajukan surat permohonan izin
kepada Ketua
Mahkamah Agung RI melalui Kabareskrim. 6)
Untuk
pemanggilan
Notaris, 24
sebelum
dipanggil
penyidik
mengajukan
surat
kepada
Majelis
Pengawas
Daerah,
guna
mendapat persetujuan/ijin.
3.
Pengajuan Penandatanganan Surat Panggilan. a.
Surat Panggilan diajukan
secara
berjenjang (diparaf oleh para
pejabat yang terkait) sampai dengan ditanda tangani oleh Kasat Reskrim atau Pejabat yang berwenang dan oleh Penyidik yang memanggil. b.
Mencatat surat panggilan untuk saksi dan tersangka pada
register
surat panggilan serta mencatat dalam buku ekspedisi. c.
Membuat surat guna mendapatkan ijin dalam rangka
pemanggilan
(saksi/tersangka) yang termasuk lingkup pejabat Lembaga Tinggi Negara dan Pejabat Pemerintah, Non Pemerintah (Notaris). d.
F.
Penyampaian surat panggilan panggilan ke satu/ ke dua untuk saksi saksi dan tersangka :
PENUTUP Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan. Limboto,
Januari 2014
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
25
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGKAPAN PADA SAT RESRIM POLRES GORONTALO A.
Pendahuluan Guna menjamin pelaksanaan tugas tugas penyidikan yang yang benar, perlu disusun disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan penangkapan terhadap tersangka. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam melaksanakan
tugas
penangkapan
26
yang
dilaksanakan
terhadap
tersangka. Standar operasional ini merupakan panduan untuk menghindarkan terhadap hal-hal yang kontra produktif yang dapat
menghalangi
penyidik kelancaran
proses penyidikan. Dalam pelaksanaan upaya paksa melalui penangkapan ini, ketentuan hukum acara
yang ada dalam KUHAP
maupun hukum
acara
Undang-Undang lainnya , menjadi dasar SOP ini sebagai otorisasi operasional penyidik.
B.
Tujuan Tindakan
penangkapan
adalah
suatu
tindakan
penyidik
berupa
pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal atau menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Penangkapan merupakan rangkaian atau bagian dari
penyidikan,
untuk
mencegah tersangka menghilangkan barang bukti dan mencegah tersangka melarikan diri.
Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini dibuat sebagai standar atau panduan bagi Penyidik dalam melakukan tindakan penangkapan terhadap tersangka sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan adanya kesalahan prosedur yang yang dapat mengakibatkan gugatan hukum atau hal-hal yang kontra kontra produktif saat pelaksanaan penyidikan. Standar Operasional Prosedur Penangkapan dirancang untuk terciptanya efektifitas dan efisiensi terhadap penyidikan dan koordinasi
baik dalam
lingkungan internal Polri (penyidik, atasan penyidik dan petugas penyimpan barang bukti) maupun dalam lingkungan eksternal yang berwenang. berw enang.
C.
Ruang Lingkup Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini
memuat
petunjuk dan
koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah penangkapan dalam
rangkaian
penyidikan, maupun tertangkap. Standar
Operasional
Prosedur Penangkapan ini dapat menjadi panduan bagi bagi seluruh Penyidik Polri di Wilayah Polres Limboto.
27
D.
Definisi 1.
Pengertian penangkapan dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah pengertian penangkapan dalam KUHAP;
2.
Pengertian tertangkap tangan
dalam
Standar Operasional Prosedur
ini
adalah pengertian tertangkap tangan dalam KUHAP;
E.
Petunjuk dan Koordinasi Tindakan penangkapan merupakan rangkaian proses penyidikan perkara yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam proses kegiatan penangkapan, penyidik melakukan berdasarkan ketentuan hukum yang ada di dalam KUHAP dan hukum acara lainnya.
Dalam pelaksanaan kegiatan penangkapan melibatkan penyidik / petugas Kepolisian lainnya maupun pihak di luar institusi Kepolisian antara lain penyidik pegawai negeri sipil, saksi, Kepala Desa / Kepala Lingkungan, Penyedia Jasa Keuangan, Penyedia
Barang dan Jasa lainnya,
Pengadilan
Negeri,
pemilik
atau yang menguasai barang dan lain-lain. Penangkapan dalam rangkaian kegiatan penyidikan Syarat formal yang harus dipenuhi : 1)
Dalam Surat Perintah Penangkapan harus mencantumkan dasar dilakukan penangkapan yaitu : a)
Pasal 1 butir 2 KUHAP;
b)
Pasal 1 butir 20 KUHAP;
c)
Pasal 7 ayat (1) huruf d dan pasal 16 KUHAP;
d)
Pasal 17 KUHAP;
e)
Pasal 18 KUHAP;
f)
Pasal 19 KUHAP;
g)
UU RI No. 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia; h)
Undang-Undang
yang
dipersangkakan,
yang
sifatnya
LezSpecialist penyidik harus menyesuaikan dengan hukum acara
pada undang-undang tersebut. Contoh
28
yaitu Undang-Undang
Narkotika dan Teroris yang mengatur berbeda dalam hal masa penahanan, serta Undang-Undang ITE yang mengatur berbeda dalam hal mendapatkan penetapan penahanan dari pengadilan, pengadilan, dan harus dilakukan dalam waktu 1x24 jam. Untuk hal ini maka ijin penangkapan harus diminta kepada pihak Pengadilan sebelum penangkapan dilakukan; i) j)
2)
Undang-Undang lain yang terkait; Laporan Polisi;
k)
Surat Perintah Penyidikan;
l)
Surat Perintah Penggeledahan;
m)
Surat Perintah Penyitaan;
n)
Surat Perintah Tugas.
Penyidik membuat berita acara penangkapan dan surat pemberitahuan penangkapan dan dan disampaikan disampaikan kepada kepada keluarga tersangka;
3)
Petugas yang melaksanakan penangkapan adalah penyidik
yang
mendapat perintah dalam Surat Perintah Penyidikan.
Syarat materiil yang harus dipenuhi : Penangkapan dilakukan dilakukan dengan mempertimbangkan persesuaian persesuaian alat bukti, bukti, hasil penyelidikan yang dianalisis dan menyimpulkan bahwa seseorang adalah tersangkanya dan perlu dilakukan upaya paksa (penangkapan).
Langkah-langkah Penangkapan : 1)
Sebelum penangkapan dilakukan, penyidik wajib melakukan gelar perkara
dan
melaporkan
kepada
atasan
Penyidik
kegiatan
penangkapan yang akan dilakukan; 2)
Penyidik sebelum melakukan penangkapan agar melakukan briefing dan diskusi diskusi untuk membahas kegiatan penangkapan termasuk menilai resiko yang mungkin berdasarkan informasi, dan mendapatkan cara untuk meminimalisir meminimalisir resiko resiko yang mungkin terjadi;
3)
Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat
Perintah
Penangkapan yang sudah disiapkan terlebih dahulu kepada orang yang
29
akan ditangkap atau orang yang mempunyai
hubungan dengan
tersangka atau pihak lain yang berada di TKP; 4)
Penyidik, sedapat mungkin berkoordinasi dengan pihak terkait kepolisian setempat termasuk pejabat setingkat
RT/RW
baik untuk
menyampaikan kegiatan penangkapan yang akan dilakukan; 5)
Penyidik wajib memberikan peringatan agar tersangka bekerja sama untuk menyerahkan diri secara baik- baik;
6)
Penyidik setelah memberikan peringatan kepada tersangka untuk bekerjasama namun tidak mendapat respon, maka langkah paksa secara terukur dan melindungi melindungi penyidik untuk menangkap Tersangka Tersangka segera dilakukan. Upaya paksa yang dilakukan sifatnya melumpuhkan, dan dapat ditingkatkan dengan melihat penilaian resiko berkembang dilapangan;
7)
Penyidik melakukan identifikasi dan dokumentasi serta pemeriksaan kesehatan terhadap tersangka yang ditangkap;
8)
Setelah dilakukan penangkapan, Penyidik membuat Berita Penangkapan dan permohonan penetapan
penangkapan
Acara dari
Pengadilan Negeri; 9)
Setelah tersangka ditangkap, pada kesempatan pertama dilakukan
pemeriksaan dengan menggunakan
berita
segera acara
pemeriksaan tersangka. Terhadap penangkapan yang menemukan benda/barang bergerak maka dapat langsung dilakukan penyitaan, sedangkan terhadap benda yang tidak bergerak tidak dilakukan penyitaan, melainkan disegel/diblokir. Untuk penangkapan yang dilanjutkan dengan penyitaan
bukti
digital,
hal ini
diatur dalam SOP khusus Subdit Fismondev. Demikian juga bahwa dalam penyidikan cyber crime, metode penangkapan harus menghindarkan tersangka dari perangkat IT yang digunakan digunakan untuk menjamin keaslian keaslian data dan informasi yang didapatkan pada komputer dan menghindari terjadinya kerusakan barang bukti. Hal-hal khusus dalam Penangkapan Tersangka 1)
Setiap orang dapat yang menemukan tindak pidana dalam keadaan
30
tertangkap tangan, berhak menangkap tersangka,
untuk kemudian
segera melaporkan atau menyerahkan tersangka tersebut beserta barang bukti yang ada kepada juga, Anggota Polri atau dapat melakukan
kesatuan Polri terdekat. Demikian
Penyidik yang menemukan tindak pidana
penangkapan dan segara menyerahkan tersangka tersangka
dan barang bukti kepada kepada Perwira siaga atau Ka SPK dan diteruskan diteruskan kepada Penyidik. Hal penting dalam hal ini adalah barang bukti dari tindak pidana yang didapatkan tidak boleh tidak harus diserahkan kepada Penyidik untuk disita; 2)
Penangkapan
atas atas
dasar
permintaan
melalui
Interpol
dengan dengan
dilengkapi Surat permintaan penangkapan yang dikeluarkan negara peminta harus dikoordinasikan dengan pihak
oleh
terkait untuk
kepastian hukum yang menjadi dasar otoritas penangkapan; 3)
Penangkapan terhadap tersangka yang keberadaannya diluar yuridiksi Penyidik yang melakukan penyidikan, dapat dilakukan dilakukan oleh penyidik penyidik setempat dengan dilengkapi surat perintah
penangkapan
dengan
dasar surat perintah penangkapan yang diterbitkan oleh Penyidik atau dasar surat DPO. Hal ini dapat juga dilakukan oleh penyidik yang menangani dengan dibantu oleh penyidik setempat; 4)
Penangkapan terhadap pejabat dan penyelenggara negara mendapatkan ijin melalui permintaan yang diajukan
oleh
harus penyidik,
kepada Presiden untuk anggota DPR/MPR, DPD, BPK, Menteri, Gubernur dan Deputy Gubernur BI, Gubernur, Bupati, dan Walikota. Untuk anggota DPR tingkat provinsi harus seijin
Menteri Dalam
Negeri. Untuk anggota DPR setingkat kabupaten atas seijin Gubernur Kepala Daerah. Untuk Ketua dan Majelis Hakim, permohonan kepada Mahkamah Agung RI, melalui Kapolda yang akan ditujukan kepada Kabareskrim dan diteruskan oleh Jaksa Agung. F.
Penutup Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan
31
F.
Penutup Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan
Limboto,
Januari 2014
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP NRP 78061316
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
32
PENAHANAN PADA SAT RESRIM POLRES GORONTALO A.
Pendahuluan Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan penahanan. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam melaksanakan tugas yang wajib dilaksanakan.
B.
Tujuan Tindakan penahanan merupakan rangkaian atau bagian dari penyidikan. Penahanan dilakukan dengan mempertimbangkan alasan obyektif dan alasan subyektif, alasan obyektif adalah penahanan dilakukan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana yang diancam hukuman lebih dari 5 (lima) tahun sesuai pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP atau terhadap pasal pengecualian yang diatur dalam pasal pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP, sedangkan sedangkan alasan subyektif
adalah
adanya kekhawatiran tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi perbuatan pidana sesuai pasal 21 ayat (1) KUHAP. Penahanan adalah pengekangan kebebasan seseorang, sehingga harus dilakukan dengan proses yang benar, kesalahan terhadap proses dapat mengganggu proses penyidikan. Standar Operasional Prosedur penahanan ini dibuat sebagai standar bagi Penyidik dalam melakukan melakukan tindakan penahanan dan sebagai langkah langkah antisipasi terhadap adanya kesalahan prosedur yang mengakibatkan gugatan hukum. Standar Operasional Prosedur penahanan disusun untuk
mengefektifkan
koordinasi baik dalam lingkungan internal Polri (Penyidik, (Penyidik, Atasan penyidik dan pejabat rutan) maupun dalam lingkungan eksternal antara lain Jaksa Penuntut Umum ,Pengadilan dan instansi terkait lainnya.
C.
Ruang Lingkup Standar Operasional Prosedur Penahanan memuat petunjuk dan koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi dan dan langkah–langkah penahanan. Standar Operasional Prosedur Prosedur Penahanan ini berlaku bagi seluruh Penyidik Sat Reskrim 33
Polres Limboto.
D.
Definisi 1.
Penahanan adalah penempatan tertentu
oleh
penyidik
atau
tersangka Penuntut
atau terdakwa
Umum
atau
ditempat
Hakim
dengan
penetapannya, dalam hal serta menurut cara diatur dalam undang – undang. 2.
Penangguhan Penahanan adalah ditundanya atau tidak
dilanjutkannya
seorang tersangka/terdakwa baik dengan jaminan orang atau jaminan uang berdasarkan syarat – syarat lain yang ditentukan. 3.
Pengalihan Jenis Penahanan adalah mengalihkan status penahanan
dari
jenis penahanan yang satu kejenis penahanan yang lain oleh penyidik atau penuntut umum. 4.
Pembantaran
penahanan
terhadap tersangka
adalah
karena
penundaan
alasan
penahanan
kesehatan
sementara
(memerlukan rawat
jalan/rawat inap) yang dikuatkan dengan keterangan dokter sampai dengan yang bersangkutan dinyatakan sembuh kembali. 5.
Pemindahan tempat penahanan adalah memindahkan tersangka dari rutan yang satu
ke rutan yang lain dengan pertimbangan
–
pertimbangan
tertentu guna mempermudahkan penyelesaian perkara.
6.
Penahanan lanjutan adalah menempatkan kembali tersangka yang pernah ditangguhkan penahanannya dengan pertimbangan atau alasan tertentu kedalam Rumah Tahanan Negara guna kepentingan penyidikan.
E.
PetunJuk dan koordinasi Tindakan
penahanan
merupakan
salah
satu
bagian
dari
rangkaian
penyidikan yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam proses kegiatan penahanan, penyidik melakukan berdasarkan ketentuan hukum yang ada dalam KUHAP dan ketentuan hukum lainnya. Dalam melaksanakan kegiatan kegiatan penahanan akan melibatkan penyidik / petugas kepolisian lainnya maupun pihak di luar institusi kepolisian antara lain Jaksa Penuntut Umum, Pengadilan Negeri dan Pejabat Rutan.
34
1.
Penahanan di Rutan/Cabang Rutan a.
Syarat yang harus dipenuhi 1)
Dalam Surat Perintah Penahanan
harus mencantumkan dasar
dilakukan penahanan yaitu : a)
Pasal 1 butir 21 KUHAP
b)
Pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 11, pasal 20, pasal 21, pasal 22 a yat (1) KUHAP.
c)
UU R I No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2)
d)
Undang – Undang yang dipersangkakan.
e)
Undang – Undang lain yang terkait;
f)
Laporan Polisi;
g)
Surat perintah penyidikan;
h)
Surat Perintah Tugas;
Penyidik membuat surat pemberitahuan penahanan tersangka kepada keluarga tersangka/penasehat hukum;
3)
Petugas yang melaksanakan penahanan adalah penyidik yang mendapat perintah dalam surat perintah penahanan.
b.
Langkah – langkah penahanan di Rutan/Cabang Rutan : 1)
Membuat
Berita
Acara
penahanan
sesaat sesaat
segera
setelah
melakukan penahanan dan ditanda tangankan kepada tersangka. ters angka. 2)
Membuat
Berita
Acara
Penolakan
tanda
tangan,
apabila
tersangka menolak menanda tangani Berita Acara Penahanan. 3)
Menyerahkan Surat Perintah Penahanan disampaikan kepada tersangka untuk tanda tangan.
4)
Surat
perintah
Penahanan
disampaikan disampaikan
kepada
tersangka,
keluarga tersangka dan pejabat rutan. 5)
Meminta
Dokter
Tahanan
untuk
memeriksa
kesehatan
tersangka. 6)
Memfoto dan mengambik sidik jari tersangka.
7)
Menyerahkan tersangka kepada pejabat rutan untuk dimasukkan ke
dalam
rutan,
dengan
35
dituangkan
dalam
Berita
Acara
Penyerahan Tersangka. 8)
Memberitahukan kepada keluarga tersangka/ penasehat hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.
2.
Perpanjangan penahanan Surat perintah penahanan yang diterbitkan Kasatker selaku penyidik sebagaimana dimaksud pasal 20 KUHAP berlaku paling lama 20 (dua puluh) hari. Apabila selama 20
(dua
puluh) hari penyidikannya belum selesai
masih diperlukan penahanan tersangka maka penyidik dapat
dan
meminta
kepada JPU untuk menerbitkan Surat Perpanjangan Penahanan yang berlaku paling selesai dapat
dan
lama 40 (empat masih
meminta
puluh) hari dan
diperlukan penahanan
kepada
pengadilan
apabila masih belum
tersangka
maka
penyidik
Negeri untuk menerbitkan Surat
Perpanjangan Penahanan yang berlaku selama 30 (tiga puluh) hari dan perpanjangan
penahanan
dari
pengadilan
negeri
dapat
diperpanjangkembali apabila diperlukan.
Langkah – Langkah perpanjangan penahanan : a.
Penyidik mengirimkan surat permintaan perpanjangan tersangka
penahanan
kepada Kejaksaan Negeri/Pengadilan Negeri dengan
mencantumkan rujukan : 1)
Pasal 24 ayat (2) KUHAP
2)
UU RI No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Indonesia;
3)
Laporan Polisi;
4)
SPDP;
5)
Surat Perintah penahanan;
Dan melapirkan : 1)
Resume singkat;
2)
Laporan Polisi;
3)
Surat Perintah penyidikan;
4)
SPDP;
36
Republik
5)
Surat Perintah Penahanan;
6)
Perpanjangan penahanan dari JPU ( untuk meminta penetapan dari Pengadilan Negeri)
b.
Dengan dasar surat perintah
perpanjangan dari
JPU/penetapan
penahanan dari Pengadilan Negeri tersebut, maka penyidik dapat melakukan perpanjangan penahanan tersangka. c.
Penyidik membuat surat pemberitahuan perpanjangan
penahanan
kepada keluarga tersangka atau penasehat hukum. d.
Penyidik membuat berita acara perpanjangan penahanan dan ditanda tangankan kepada tersangka.
e.
Membuat Berita Acara penolakan tanda tangan, apabila tersangka menolak menanda tangani Berita Acara Perpanjangan penahanan.
f.
Menyerahkan surat perpanjangan penahanan kepada
tersangka,
keluarga tersangka / Penasehat hukum dan pejabat rutan. g.
Memberitahukan
kepada keluarga
tersangka/penasehat
hukum
dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.
3.
Pengalihan Jenis Penahanan Dalam hal pemeriksaan terhadap tersangka telah selesai dan tidak dikhawatirkan
akan
melarikan
diri
serta
tidak
menyulitkan
pengawasannya, atau dalam hal kehadiran tersangka sangat
dalam
diperlukan
oleh masyarakat karena profesi / keahliannya, maka terhadap tersangka dapat dilakukan pengalihan penahanan. Jenis penahanan dapat berupa : penahanan rutan, penahanan rumah, penahan kota. a.
Persyaratan 1)
Adanya pengajuan permohonan pengalihan jenis penahanan dari tersangka / keluarganya / penasehat hukumnya yang yang diketahui oleh RT/RW/Kepala desa.
2)
Wajib untuk melapor diri kepada penyidik selama menjalani penahanan.
b.
Langkah – langkah pengalihan jenis penahanan : 1)
Apabila
kasatker
mengabulkan
37
permohonan
tersangka/
keluarganya/penasehat hukumnya, maka penyidik membuat :
2)
a)
Surat Perintah Pengalihan je nis pena hanan
b)
Berita Acara pengalihan jenis Penahanan
c)
Surat Keterangan Wajib lapor
d)
Resume Singkat
Penyidik
menyerahkan
surat
perintah
pengalihan
jenis
penahanan kepada tersangka untuk ditanda tangani oleh tersangka dan penyidik.
3)
Penyidik
menyerahkan
surat
perintah
pengalihan
jenis
penahanan kepada tersangka, keluarga tersangka dan pejabat rutan. 4)
Kasatker menugaskan anggota untuk melakukan
pengawasan
terhadap tersangka
4.
Pemindahan tempat penahanan Dalam hal penyidikan berlangsung dan dibutuhkan tindakan untuk memindahkan penahanan tersangka dari satu satu rutan ke rutan lain melancarkan penyidikan, maka
penyidik dapat melakukan
guna
pemindahan
tempat penahanan, dengan langkah – langkah sebagai berikut : a.
Penyidik mempertimbangkan alasan pemindahan tempat penahanan.
b.
Pemindahanan tempat penahanan hanya dilakukan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan yang cepat, mudah dan murah.
c.
Penyidik menempatkan keamanan dan keselamatan tersangka yang ditahan sebagai prioritas utama
d.
Melakukan koordinasi dengan penyidik dari kesatuan lain yang mempunyai kaitan dengan kasus tersebut.
e.
Menentukan waktu pemindahan tahanan.
f.
Menyerahkan tersangka dan menyelesaikan administrasi pemindahan tempat penahanan : -
Surat perintah tugas
-
Surat Perintah penyerahan tersangka
-
Berita acara penyerahan tersangka
38
g.
5.
-
Surat Perintah Pemindahan tempat penahanan
-
Berita Acara pemindahan tempat penahanan
Membuat laporan pelaksanaan tugas pemindahan tempat penahanan.
Pembantaran Penahanan a.
Meminta
Dokter
untuk
memeriksa
kesehatan kesehatan
tersangka tersangka
untuk
memastikan tersangka masih bisa ditahan atau tidak. b.
Apabila kondisi tersangka tidak memungkinkan untuk
dilakukan
penahanan, maka penyidik melakukan pembantaran agar tersangka dirawat/opname. c.
Membuat surat perintah pembantaran dan berita acara pembantaran
d.
Selama masa perawatan/opname, penyidik melakukan
pengawasan
dan pengamanan terhadap tersangka.
6.
Penangguhan penahanan Penangguhan penahanan dapat dilakukan atas jaminan uang atau orang Jaminan Uang a.
Membuat perjanjian antara penyidik dengan tersangka atau penasehat hukum dengan mencantumkan uang jaminan dan syarat – syarat lainnya.
b.
Pemohonan menyetorkan uang jaminan kepanitera Pengadilan Negeri dengan formulir penyetoran yang dilakukan oleh penyidik
c.
Berdasarkan bukti setor uang, maka penyidik mengeluarkan surat perintah penangguhan penahanan.
Jaminan Orang a.
Membuat perjanjian antara penyidik dengan tersangka atau penasehat hukum dengan mencantumkan identitas penjamin, besarnya uang yang harus dijamin oleh penjamin syarat – syarat lainnya.
b.
Berdasarkan surat jaminan, maka penyidik mengeluarkan perintah penangguhan penahanan.
39
surat
7.
Penahanan Lanjutan a. Membuat surat perintah penahanan lanjutan dan surat pemberitahuan penahanan lanjutan kepada keluarga tersangka. b.
Mengajukan
surat
perintah perintah
penahanan
lanjutan
dan
surat
pemberitahuan lanjutan kepada keluarga tersangka c.
Mencatat dalam dalam register surat perintah penahanan lanjutan dan surat pemberitahuan penahanan lanjutan kepada keluarga tersangka
d.
Melaksana kan penahanan lanjutan
e.
Membuat berita acara penahanan lanjutan ditanda tangankan kepada tersangka
f.
Membuat berita acara penolakan
tanda tangan, apabila tersangaka
menolak menanda tangani berita acara penahanan lanjutan g.
Menyerahakan surat perintah penahanan lanjutan kepada tersangka untuk ditanda tangani
h.
Surat Perintah penahanan lanjutan disampaikan kepada
tersangka,
keluarga tersangka dan pejabat rutan i. j.
Meminta Dokter untuk memeriksa tersangka Menyerahkan tersangka kepada pajabat rutan untuk
dimasukkan
kedalam rutan, dengan dituangkan dalam berita acara penyerahan tersangka. k.
Memberitahukan kepada keluarga tersangka / Penasehat
hukum
dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.
8.
Pengeluaran Tahanan a.
Membuat
Surat
Perintah
pengeluaran
tahanan
dan
surat
pemberitahuan pengeluaran tahanan kepada keluarga tersangka b.
Mengajukan
surat
perintah
pengeluaran
tahanan
dan
surat
pemberitahuan pengeluaran tahanan kepada keluarga tersangka c.
Mencatat dalam register surat
perintah pengeluaran tahanan dan
surat pemberitahuan pengeluaran tahanan kepada keluarga tersangka d.
Melaksanakan pengeluaran tahanan
e.
Membuat Berita Acara pengeluaran tahanan dan ditanda tangankan kepada tersangka
40
f.
Membuat berita acara penolakan tanda
tangan, apabila
tersangka
menolak menanda tangani. g.
Menyerahkan surat perintah pengeluaran tahanan kepada tersangka untuk ditanda tangani
h.
Surat Perintah pengeluaran tahanan disampaikan kepada terangka, keluarga tersangka dan pejabat rutan
i. j. k.
Meminta Dokter untuk memeriksa tersangka Mengeluarkan tersangka dari Rutan Memberitahukan kepada keluarga tersangka / Penasehat hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan Surat.
F.
Penutup Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan
Limboto,
Januari 2014
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYITAAN 41
PADA SAT RESRIM POLRES GORONTALO A.
Pendahuluan Guna menjamin pelaksanaan tugas tugas penyidikan yang yang benar, perlu disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan penyitaan barang bukti. SOP ini merupakan pedoman
bagi
penyidik dalam
melaksanakan tugas. B.
Tujuan Tindakan
penyitaan
merupakan
rangkaian
atau
bagian
penyidikan.
Penyitaan dilakukan pertimbangan diperlukannya barang bukti terkait dengan tindak pidana yang terjadi untuk pembuktian kasus dan sebagai
persyaratan
kelengkapan berkas perkara guna pembuktian
penyidikan,
dalam
proses
penuntutan dan peradilan. Pembuktian Pembuktian terhadap tindak pidana harus dilakukan dengan proses yang benar, kesalahan terhadap proses dapat meruntuhkan pembuktian. Standar operasional prosedur penyitaan ini dibuat sebagai standar bagi penyidik dalam melakukan tindakan penyitaan terhadap barang bukti dan sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkianan adanya kesalahan proses yang dapat mengakibatkan gugatan hukum. Standar operasional
prosedur penyitaan
didesain untuk mengefektifkan koordinasi baik didalam lingkungan internal polri (Penyidik, atasan
penyidik
dan petugas
penyimpan barang bukti) maupun
dalam lingkungan eksternal antara lain Pengadilan Negeri, penyedia jasa keuangan, penyedia barang dan jasa lainya serta instansi lain yang terkait.
C.
Ruang lingkup Standar operasional prosedur penyitaan penyitaan memuat petunjuk petunjuk dan dan koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah penyitaan dalam rangkaian penggeledahan, penangkapan tertangkap tangan telah ditentukan oleh penyidik dalam rangkaian pemblokiran harta kekayaan ,terhadap benda tidak bergerak dan penyimpanan penyimpanan benda sitaan, standar standar operasional penyitaan ini berlaku berlaku bagi penyidik polri di seluruh wilayah Polres Limboto.
42
D.
Definisi 1.
Pengertian penyitaan dalam standar prosedur ini adalah pengertian penyitaan dalam KUHAP.
2.
Penggeledahan dalam standar prosedur ini adalah penggeledahan rumah, maupun penggeledahan badan serta pakaian.
3.
Pengertian penangkapan dalam standar operasional ini adalah penangkapan dalam KUHAP.
4.
Pengertian tertangkap tangan dalam standar operasional prosedur
ini
adalah tertangkap tangan dalam KUHAP. 5.
Penyedia jasa keuangan adalah setiap orang yang menyediakan jasa dibidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk
tetapi
tidak
terbatas
pada
Bank,
lembaga
Pembiayaan,
perusahaan efek, pengelola reksa dana, kostodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang Valuta asing, dana pension, perusahaan asuransi, dan kantor pos. 6.
Penyegelan adalah suatu tindakan guna mempertahankan suatu
barang
atau benda sitaan dengan menggunakan garis polisi atau segel. 7.
Pemblokiran adalah suatu tindakan dimana suatu rekening, sertipikat, situs dan lain-lain untuk dicegah melakukan kegiatan.
8.
Benda yang dapat dilakukan penyitaan meliputi
benda
atau
tagihan
tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana, benda benda yang digunakan secara
langsung untuk melakukan
tindak pidana atau untuk mempersiapkannya, benda yang dipergunakan untuk menghalang halangi penyidikan tindak pidana, benda yang khusus atau
diperuntukan melakukan tindak pidana dan benda lain yang
mempuanyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. 9.
Benda bergerak adalah kebendaan yang karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan atau oleh Undang-undang dianggap
sebagai
benda
bergerak. 10. Benda tidak bergerak adalah kebendaan yang karena sifatnya tidak dapat berpindah atau atau dipindahkan atau karena karena undang-undang dianggap sebagai benda tidak bergerak.
43
E.
Petunjuk dan koordinasi. koordinasi. Tindakan penyitaan merupakan rangkaian proses pembuktian perkara termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik.
Dalam proses
yang
kegiatan
penyitaan, penyidik penyidik melakukan berdasarkan ketentuan hukum yang ada ada dalam KUHAP dan hukum lainnya. Dalam pelaksanaan kegiatan penyitaan akan melibatkan
penyidik/petugas
kepolisian lainnya maupun maupun pihak luar institusi institusi Kepolisian antara lain saksi, Kepala Kepala desa/Kepala lingkungan, Penyedia jasa keuangan, keuangan, Penyedia Penyedia
barang dan dan jasa
lainnya, Pengadilan Negeri, Pemilik atau yang menguasai barang. 1.
Penyitan dalam rangkaian kegiatan penggeledahan a.
Syarat yang harus dipenuhi: 1)
Syarat formil: (a)
Dalam surat perintah penyitaan harus mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu : (1)
Pasal 1 butir 16 KUHAP;
(2)
Pasal 5 ayat (1) huruf B angka 1, pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan pasal 42 KUHAP;
(3)
UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
(b) 2)
(4)
Undang-Undang yang di persangkakan;
(5)
Undang-Undang lain yang terkait;
(6)
Laporan Polisi;
(7)
Surat perintah penyidikan;
(8)
Surat perintah tugas.
Penyidik membuat surat tanda penerimaan;
Syarat materill : (a)
Petugas yang melaksakan penyitaan adalah penyidik yang mendapat perintah dalam surat Perintah Penyidik.
(b)
Barang bukti yang disita adalah adalah diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana, benda yang telah digunakan secara
44
langsung untuk
melakukan tindak pidana atau untuk benda yang dipergunakan penyidikan tindak
mempersiapkannya,
untuk menghalang - halangi
pidana, benda yang khusus atau
diperuntukan melakukan tindak pidana, dan benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak tindak pidana yang dilakukan, yang bersesuaian dengan keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain. b.
Langkah-langkah penyitaan : 1)
Penyidik
menunjukan
surat
perintah
tugas
dan
surat
penggeledahan kepada orang yang akan digeledah atau orang yang menguasai tempat tertutup; 2)
Penyidik
menghadirkan
2
(dua)
orang
saksi
selama
penggeladahan, terhadap penggeledahan yang tidak disetujui oleh tersangka atau penghuni penghuni menghadirkan kepala desa atau atau kepala lingkungan; 3)
Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta
jenis
benda/barang yang akan disita disita dengan di saksikan oleh 2 (dua) orang saksi; 4)
Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam surat Tanda Penerimaan (STP);
5)
Penyidik mendokumentasikan benda/barang yang di sita;
6)
Penyidik memasukan barang yang disita ke dalam kantong barang bukti yang disegel, terhadap barang/benda barang/benda
yang tidak
dimasukan dalam kantong di segel; 7)
Peyidik
memberikan
Surat
Tanda
Penerimaan
kepada
pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan; 8)
Setelah dilakukan penyitaan membuat Berita acara Penyitaan dan permohonan penetapan penyitaan Terhadap
penggeledahan
yang
dari Pengadilan Negeri. menemukan
benda/barang
bergerak maka dapat langsung dilakukan penyitaan, sedang terhadap benda tidak melainkan di segel/blokir.
45
bergerak tidak dilakukan penyitaan,
c.
Langkah penyimpanan benda sitaan : 1)
Penyidik berkoordinasi dengan petugas penyimpanan barang bukti (Sat tahti);
2)
Penyidik melakukan serah terima benda/barang sitaan dengan petugas penyimpanan barang bukti dan di buatkan Berita acara serah terima.
2.
Penyitaan dalam rangkaian kegiatan penangkapan a.
Syarat yang harus dipenuhi : 1)
Syarat formil : (a)
Dalam Surat Perintah Penyitaan harus mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu : (1)
Pasal 1 butir 16 KUHAP;
(2)
Pasal 5 ayat (1) huruf b angka angka 1, pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan pasal 42 KUHAP;
(3)
UU RI No. 2 Tahun Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
(b) 2)
(4)
Undang-Undang yang dipersangkakan;
(5)
Undang-Undang lain yang terkait;
(6)
Laporan Polisi;
(7)
Surat Perintah Penyidikan;
(8)
Surat Perintah Tugas.
Penyidik membuat Surat Tanda Terima.
Syarat Materil : (a) Petugas yang melakukan penyitaan adalah penyidik yang mendapat surat Perintah penyidikan. (b)
Barang bukti yang disita adalah adalah diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana, benda yang telah digunakan secara melakukan tindak pidana atau
46
langsung untuk
untuk mempersiapkannya,
benda yang dipergunakan penyelidikan tindak diperuntukan yang pidana
untuk menghalang-halangi
pidana, benda yang khusus atau
melakukan tindak pidana, dan benda lain
mempunyai hubungan langsung dengan tindak yang
dilakukan
yang
bersesuaian
dengan
keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain. b. Langkah-Langkah Penyitaan : (1)
Penyidik menunjukan Surat Perintah Tugas Tugas dan Surat Perintah Penangkapan kepada tersangka;
(2)
Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta
jenis
benda/barang yang akan disita dengan dengan disaksikan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi;
(3)
Penyidik mencatat benda/barang benda/barang yang disita dalam Surat Tanda Penerimaan (STP);
(4)
Penyidik mendokumentasikan benda/barang yang disita. Penyidik memasukkan benda sitaan kedalam kantong barang bukti dan disegel;
(5)
Penyidik memasukkan barang yang disita kedalam barang bukti yang disegel, terhadap
kantong
barang/benda yang tidak
dapat dimasukkan dalam kantong disegel; (6)
Penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada tersangka yang memiliki atau menguasai benda/barang sitaan;
(7)
Setelah dilakukan penyitaan membuat Berita Acara Penyitaan dan permohonan penetapan penyitaan dari Pengadilan Negeri.
c. Penyimpanan benda sitaan : 1)
Penyidik berkoordinasi dengan petugas penyimpan barang bukti (Kasat Tahti)
2)
Penyidik melakukan serah terima benda/barang sitaan dengan petugas penyimpan barang bukti dan dibuatkan Berita Acara Serah Terima
47
3.
Penyitaan dalam rangkaian kegiatan tertangkap tangan a.
b.
Syarat yang harus dipenuhi : 1)
Penyidik membuat Surat Tanda Penerimaan;
2)
Penyidik membuat Berita Acara Serah Terima Barang Bukti.
Langkah-langkah penyitaan : 1)
Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta jenis benda/barang yang akan disita dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi;
2)
Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat Tanda Penerimaan (STP);
3)
Penyidik mendokumentasikan benda /barang yang disita;
4)
Penyidik memasukkan barang yang disita dalam kantong barang bukti yang disegel, terhadap barang/benda yang tidak dapat dimasukkan dalam kantong disegel;
5)
Penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada tersangka selaku pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan;
6)
Penyidik menyerahkan Berita Acara Serah Terima Barang Bukti apabila yang menangkap tangan bukan Penyidik;
7)
Setelah dilakukan penyitaan membuat Berita Acara Penyitaan dan permohonan penetapan penyitaan dari Pengadilan Negeri.
c.
Langkah Penyimpanan benda sitaan : 1)
Penyidik berkoordinasi dengan petugas penyimpan barang bukti (Kasat Tahti);
2)
Penyidik melakukan serah terima benda/barang sitaan dengan petugas penyimpan barang bukti dan dibuatkan Berita Acara Serah Terima.
4.
Penyitaan terhadap barang bukti yang sudah diketahui/ditentukan oleh penyidik a.
Syarat yang harus dipenuhi : 1)
Syarat Formil : (a)
Terhadap barang bukti benda tidak bergerak memerlukan Surat
Izin/Surat
48
Izin
Khusus
Penyitaan
dari
Ketua
Pengadilan Negeri setempat. (b)
Membuat Surat Perintah Penyitaan harus mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu : (1)
Pasal 1 butir 16 KUHAP;
(2)
Pasal 5 ayat (1) huruf b angka angka 1, pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan pasal 42 KUHAP;
(3)
UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
(4)
Undang-Undang yang dipersangkakan;
(5)
Undang-Undang lain yang terkait;
(6)
Laporan Polisi;
(7)
Surat Perintah Penyidikan;
(8)
Surat Perintah Tugas;
(9)
Surat izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.
(c) 2)
Penyidik membuat Surat Tanda Penerimaan ;
Syarat Materil : (a)
Petugas yang yang melaksanakan penyitaan penyitaan adalah penyidik yang mendapat perintah dalam Surat Perintah penyidikan.
(b)
Barang bukti yang disita adalah adalah diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana, benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya, benda
yang
dipergunakan
penyelidikan tindak
untuk
menghalang-halangi
pidana, benda yang khusus atau
diperuntukan melakukan tindak pidana, dan benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan dengan tindak pidana yang dilakukan yang bersesuaian dengan
keterangan
tersangka, saksi atau alat bukti lain. b.
Langkah-langkah Penyitaan : 1)
Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah
49
Penyitaan kepada orang yang memiliki atau
orang yang
menguasai barang bukti yang akan disita; 2)
Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta
jenis
benda/barang yang akan disita dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi; 3)
Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat Tanda Penerimaan (STP);
4)
Penyidik mendokumentasikan benda/barang yang disita;
5)
Penyidik memasukkan barang yang disita dalam kantong barang bukti yang disegel, terhadap barang/benda yang tidak dapat dimasukkan dalam kantong disegel;
6)
Penyidik
memberikan
Surat
Tanda
Penerimaan
kepada
Pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan; 7) c.
Penyidik membuat Berita Acara Penyitaan.
Penyimpanan benda sitaan 1)
Penyidik berkoordinasi dengan petugas penyimpan barang bukti (Kasat Tahti);
2)
Penyidik melakukan serah terima benda/barang sitaan dengan petugas penyimpan barang bukti dan dibuatkan Berita Acara Serah Terima.
5.
Penyitaan yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari pemblokiran harta kekayaan a.
Syarat yang harus dipenuhi : 1)
Syarat Formil : (a)
Memerlukan Surat Izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.
(b)
Membuat surat perintah penyitaan harus mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu : (1)
Pasal 1 butir 16 KUHAP;
(2)
Pasal 5 ayat (1) huruf b angka angka 1, pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan pasal 42 KUHAP;
50
(3)
UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
(4)
Undang-Undang yang dipersangkakan;
(5)
Undang-Undang lain yang terkait;
(6)
Laporan Polisi;
(7)
Surat Perintah Penyidikan;
(8)
Surat Perintah Tugas;
(9)
Surat izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.
(10) Penyidik
membuat
Berita
Acara
Penitipan
dan
Perawatan Barang Bukti 2)
Syarat Materil : (a)
Petugas yang melaksanakan penyitaan adalah penyidik yang mendapat perintah dalam Surat Perintah penyidikan.
(b)
Barang bukti yang disita adalah adalah diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak benda yang telah dipergunakan secara
pidana,
langsung
untuk
melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya, benda yang dipergunakan penyelidikan tindak diperuntukan
untuk menghalang-halangi
pidana, benda yang khusus atau
melakukan tindak
pidana, dan benda lain
yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan yang bersesuaian dengan keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain. b.
Langkah-langkah penyitaan : 1)
Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penyitaan kepada pihak Penyedia Jasa Keuangan tempat tempat harta kekayaan berada;
2)
Penyidik
mengkoordinasikan
dengan dengan
pihak
penyedia
jasa
keuangan bahwa setelah dilakukan penyitaan, harta kekayaan yang telah disita akan dititipkan atau tetap berada dipihak Penyedia Jasa Keuangan; 3)
Setelah dilakukan penyitaan membuat Berita Acara;
51
4)
Penyidik memberikan salinan Berita
Acara Penitipan dan
Perawatan Barang Bukti kepada pihak Penyedia Jasa Keuangan. 6.
Langkah penyitaan terhadap benda tidak bergerak a.
Syarat yang harus dipenuhi 1)
Syarat Formil : (a)
Surat Izin/Surat
Izin Khusus
Penyitaan
dari Ketua
Pengadilan Negeri setempat. (b)
Membuat surat perintah penyitaan harus mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu : (1)
Pasal 1 butir 16 KUHAP;
(2)
Pasal 5 ayat (1) huruf b angka angka 1, pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan pasal 42 KUHAP;
(3)
UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
(4)
Undang-Undang yang dipersangkakan;
(5)
Undang-Undang lain yang terkait;
(6)
Laporan Polisi;
(7)
Surat Perintah Penyidikan;
(8)
Surat Perintah Tugas;
(9)
Surat izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat;
(10) Penyidik membuat membuat Surat Tanda Penerimaan; 2)
Syarat Materil : (a)
Petugas yang yang melaksanakan penyitaan penyitaan adalah penyidik yang mendapat perintah dalam Surat Perintah Penyidikan;
(b)
Memasang plang penyitaan sesuai Surat Izin/Surat Izin Khusus dari Pengadilan Negeri setempat;
(c)
Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari tindakan pidana pidana atau sebagai hasil dari dari tindak pidana, dan benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan yang bersesuaian dengan keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain.
52
b.
Langkah-langkah penyitaan 1)
Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penyitaan kepada orang yang memiliki atau menguasai barang bukti yang akan disita;
2)
Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat Tanda Penerimaan (STP);
3)
Penyidik menyegel benda yang disita dan memasang
Plang
penyitaan dengan posisi yang mudah terlihat; 4)
Penyidik
memberikan
Surat
Tanda
Penerimaan
kepada
pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan;
F.
5)
Penyidik mendokumentasikan benda yang disita;
6)
Penyidik membuat Berita Acara Penyitaan
Penutup Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan Limboto,
Januari 2014
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
53
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENGGELEDAHAN PADA SAT RESRIM POLRES GORONTALO
A.
Pendahuluan Guna menjamin pelaksanaan tugas tugas penyidikan yang yang benar, perlu disusun disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan Penggeledahan. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam melaksanakan tugas penggeledahan yang wajib untuk dilaksanakan. Standar operasional operasional ini merupakan panduan untuk menghindarkan penyidik terhadap hal-hal yang kontra produktif yang dapat
menghalangi
kelancaran
proses penyidikan. Dalam pelaksanaan upaya paksa melalui penggeledahan ini, ketentuan hukum acara
yang ada dalam KUHAP
maupun hukum
acara
Undang-Undang lainnya , menjadi dasar SOP ini sebagai otorisasi operasional penyidik B.
Tujuan Tindakan penggeledahan merupakan rangkaian atau bagian dari penyidikan. Penggeledahan dilakukan dengan pertimbangan untuk
mencari barang bukti
yang terkait dengan tindak pidana pidana yang terjadi untuk pembuktian dalam proses penyidikan,
penuntutan,
penyidik/penyidik
dan peradilan. Penggeledahan dilaksanakan oleh
pembantu/penyelidik
dengan berawal dari praduga bahwa
pada tempat tinggal, tempat tertutup lainnya, pakaian, badan, atau tempat lain yang ada
hubungannya
dengan
tersangka
guna mencari dan menemukan
barang bukti yang berkaitan dengan tindak pidana yang terjadi. Pembuktian terhadap tindak pidana harus dilakukan dengan proses yang benar, kesalahan terhadap proses dapat meruntuhkan pembuktian.
54
Standar Operasional Prosedur penggeledahan penggeledahan ini dibuat sebagai sebagai penyidik/penyidik
pembantu/penyelidik
dalam
standar bagi bagi
melakukan
penggeledahan untuk mencari barang bukti dan sebagai
tindakan
langkah
antisipasi
terhadap kemungkinan adanya kesalahan Proses yang dapat mengakibatkan gugatan hukum. Standar
Operasional
Prosedur
penggeledahan
didesain
untuk
mengefektifkan koordinasi baik dalam lingkungan Polri (penyidik/penyidik pembantu/penyelidik dan atasan penyidik) maupun dalam lingkungan eksternal antara lain Kejaksaan Negeri dan Pengadilan Negeri.
C.
Ruang Lingkup Standar Operasional Prosedur Penggeledahan membuat
petunjuk
dan
koordinasi meliputi syarat syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah penggeledahan dalam rangkaian tindakan penyidik untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal yang diatur dalam KUHAP. Standar Operasional Prosedur
penggeledahan
ini
berlaku
bagi
seluruh
penyidik Polri di wilayah Polres Limboto.
D.
Definisi 1.
Pengertian penggeladahan dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah pengertian penggeledahan dalam KUHAP.
2.
Penggeledahan
dalam
Standar
Operasional Operasional
Prosedur
penggeledahan rumah, penggeledahan pakaian maupun
ini
adalah adalah
penggeledahan
badan menurut tata cara yang ditentukan dalam KUHAP. 3.
Pengertian penggeledahan rumah dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah pengertian penggeledahan rumah dalam KUHAP.
4.
Pengertian penggeledahan pakaian maupun penggeledahan badan dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah pengertian penggeledahan badan dalam KUHAP.
55
E.
Petunjuk dan Koordinasi
Tindakan penggeledahan penggeledahan merupakan rangkaian proses pembuktian perkara yang termasuk dalam kategori upaya upaya paksa penyidik. Dalam Dalam
proses kegiatan kegiatan
penggeledahan, penyidik melakukan berdasarkan ketentuan hukum yang ada di dalam KUHAP dan hukum lainnya. Dalam pelaksanaan kegiatan penggeledahan akan melibatkan penyidik/penyidik pembantu dan petugas Kepolisian lainnya maupun pihak diluar institusi Kepolisian antara lain saksi, Kepala Desa / Kepala Lingkungan, penghuni rumah dan Pengadilan Negeri. 1.
Penggeledahan rumah, halaman rumah dan tempat tertutup lainnya, pakaian dan badan a.
Syarat formal yang harus dipenuhi : 1)
Dalam Surat Perintah Penggeledahan harus
mencantumkan
dasar dilakukan penggeledahan yaitu : a)
Pasal 1 butir 17 dan 18 KUHAP merupakan penjelasan tentang apa yang dimaksud penggeledahan;
b)
Pasal 5 (1) huruf b pa sal 7 (1) huruf d pasal 11, pasal 32 dan
pasal 37
KUHAP
mengatur
tentang kewenangan
penyidik/penyidik pembantu dalam hal penggeledahan. c)
Pasal 33 KUHAP mengatur tentang syarat dan tata cara penggeledahan.
d)
Pasal 34 KUHAP mengatur tentang alasan penggeledahan tanpa izin dari Ketua PN serta
tindakan yang tidak
diperkenankan. e)
Pasal
36
KUHAP
penggeledahan
mengatur
rumah
tentang
diluar
pelaksanaan
daerah
hukum
penyidik/penyidik pembantu. f)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
g)
Undang-Undang yang dipersangkakan;
h)
Undang-Undang lain yang terkait;
56
i) j) k) 2)
Laporan Polisi; Surat Perintah Penyidikan; Surat Perintah Tugas.
Petugas yang melaksanakan penggeledahan adalah penyidik yang mendapat perintah dalam surat perintah penyidikan;
3)
Ijin penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri;
4)
Dalam keadaan luar biasa dan mendesak,
penyidik
dapat
melakukan penggeledahan tanpa lebih dulu mendapat surat izin dari
Ketua
Pengadilan
Negeri, namun segera
penggeledahan, penyidik wajib meminta
sesudah
persetujuan
Ketua
Pengdilan Negeri yang bersangkutan; 5)
Penggeledahan yang secara khusus diatur oleh Undang-Undang yang mengharuskan dimintakan izin lebih dulu kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat, maka peyidik/penyidik terlabih
dahulu
Undang-Undang RI
pembantu
memenuhi ketentuan dimaksud misalnya Nomor
11 Tahun 2008 tentang informasi
dan teknologi elektrik.
b.
Syarat materiil yang harus dipenuhi Penggeledahan dilakukan dengan mempertimbangkan persesuaian alat bukti yang telah ditemukan penyidik/penyidik pembantu meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, keterangan
tersangka dengan hasil hasil olah TKP. Adapun bentuk-bentuk bentuk-bentuk alat alat bukti bukti dimaksud meliputi keterangan-keterangan yang yang diberikan saksi-saksi yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan saksi, berita acara pemeriksaan ahli (pemeriksaan forensik), petunjuk, berita acara pemeriksaan dan pengolahan TKP serta berita acara
pemeriksaan
tersangka.
c.
Langkah-langkah penggeledahan 1)
Penyidik menunjukan Surat Perintah Tugas, Surat
Perintah
Penggeledahan dan Surat Izin Pengeledahan Rumah dari Ketentuan Pengadilan Negeri setempat kepada orang yang akan
57
digeledah atau orang yang
menguasai tempat tertutup serta
penyampaian maksud bahwa akan dilakukan penggeledahan; 2)
Penyidik
menghadirkan
2
(dua)
orang
saksi
selama
penggeledahan, terhadap penggeledahan yang tidak disetujui oleh tersangka tersangka atau penghuni penghuni menghadirkan Kepala Desa Desa atau Ketua Lingkungan. 3)
Bila menemukan barang bukti yang terkait tindak pidana disita, langsung diberikan Surat Tanda Penerimaan (STP) dan dibuatkan berita
acara
penggeledahan
dengan
blangko
yang
telah
disiapkan. 4)
Melaporkan hasil pelaksanaan kepada atasan penyidik dan dibuatkan berita acara penggeledahan.
5)
Dalam penggeledahan hal tertangkap tangan tidak perlu Surat Perintah Penggeledahan dan surat izin Ketentuan Pengadilan Negeri penggeledahan membuat
segera
surat
penggeledahan dari
setempat, dua hari setelah
dibuatkan
persetujuan
BA
penggeledahan
tentang
telah
dan
dilakukan
penggeledahan kepada ketua Pengadilan Negeri. F. 1.
Penutup Standar Operasional Prosedur tentang penggeledahan ini dikeluarkan untuk dijadikan pedoman didalam pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana.
2.
Format administrasi penyidikan berpedoman kepada Buku Petunjuk Administrasi yang berlaku.
Limboto,
JANUARI 2014
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
58
59
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELESAIAN DAN PENYERAHAN BERKAS PERKARA PADA SAT RESRIM POLRES GORONTALO
I.
Umum a.
Kegiatan penyelesaian dan penyerahan berkas perkara merupakan kegiatan akhir dalam dalam proses penyidikan tindak pidana pidana yang
dilakukan
oleh penyidik/penyidik pembantu. b.
Proses yang meliputi pembuatan resume, penyusunan isi berkas perkara dan penyerahan berkas perkara haruslah dilakukan secara cermat dan teliti agar berkas perkara memenuhi syarat, tersusun rapih dan sistimatis. sistimatis.
c.
Untuk dapat melaksanakan pembuatan resume, penyusunan isi
berkas
perkara dan penyerahan berkas perkara yang optimal, perlu
dibuat
standarisasi. d.
Untuk kepentingan tersebut dikeluarkan
ketentuan berupa Standar
Operasional Prosedur ini.
II.
Maksud dan Tujuan a.
Maksud Penyusunan buku ini adalah untuk dijadikan standar bagi para penyidik dalam melakukan penyelesaian akhir dan proses
penyidikan
tindak pidana yang ditangani. b.
Untuk memperoleh keseragaman dalam melaksanakan
pemberkasan
sampai dengan penyerahan berkas perkaranya.
III.
Ruang Lingkup Ruang Lingkup Standar Operasional Prosedur ini meliputi tatacara standar
60
dalam proses pembuatan resume, penyusunan berkas dan
pelaksanaan
penyerahan berkas perkara, serta penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti.
IV.
Pengertian. a.
Berkas perkara adalah kumpulan
dari dari seluruh
kegiatan kegiatan
dan dan atau
keterangan yang berkaitan dengan tindakan penyidikan tindak dalam bentuk produk tertulis yang dilakukan oleh
pidana
penyidik/penyidik
pembantu. b.
Resume adalah ikhtisar dan kesimpulan dari hasil penyidikan tindak pidana yang terjadi yang dituangkan dalam bentuk dan tertentu penulisan tertentu
c.
Berita Acara adalah Catatan atau tulisan yang bersifat otentik yang memuat kegiatan tertentu dalam penyidikan dibuat dalam bentuk tertentu oleh oleh Penyidik atau Penyidik Pembantu atas atas kekuatan kekuatan
sumpah
jabatan, diberi tanggal dan ditanda tangani oleh Penyidik atau Penyidik Pembantu dan orang yang diperiksa. d.
Penyusunan
berkas
perkara
adalah
kegiatan
penempatan
urutan
lembar kelengkapan administrasi penyidikan yang merupakan isi berkas perkara yang disusun dalam satu berkas perkara. e.
Pemberkasan adalah kegiatan memberkas isi berkas perkara
dengan
susunan, syarat penyampulan, pengikatan dan penyegelan yang telah ditentukan serta pemberian nomor berkas perkara. f.
Penyerahan berkas perkara, adalah tindakan penyidik untuk menyerahkan berkas perkara dan menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum atau ke Pengadilan dalam hal acara pemeriksaan cepat sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangundangan yang berlaku.
g.
Pengembalian Berkas Perkara adalah dikembalikannya Berkas dari Penuntut Umum kepada Penyidik karena adanya isi/materi Berkas Perkara yang perlu perlu dilengkapi sesuai
61
Perkara
kekurangan petunjuk yang
diberikan.
V.
Dasar a.
Pasal 8 Ayat Ayat (2) dan (3) dan dan Pasal 110 Ayat Ayat (1), Undang-Undang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
b.
Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI.
c.
Peraturan pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Acara Pidana.
d.
Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 27 tahun
1983 tentang
pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. e.
Keputusan Menteri
Kehakiman Nomor:
M.01.PW.07/1982
tentang
pedoman pelaksanaan KUHAP. f.
Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Jaksa Agung
dan
Kepala
Kepolisian
Nomor
KMA/003/SKB/II/1998,
M.02.PW.07.03.Th-1998, Kep/007/JA/2/1998 Dan Pol Kep / 02 / B / 1998 Tahun 1998 tentang pemantapan keterpaduan dalam penanganan dan penyelesaian perkara-perkara pidana. g.
Buku Petunjuk Pelaksanaan, Buku Petunjuk Lapangan, dan Buku Petunjuk Administrasi
proses
penyidikan
Tindak
Pidana,
No.
Pol.
:
Skep/1205/1X/2000, tanggal 11 September 2000. h.
Peraturan Kapolri Nomor 12 tahun 2009 tentang pengawasan dan pengendalian penanganan perkara pidana di lingkungan
Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
VI.
Penyelesaian dan penyerahan berkas perkara dapat digolongkan sebagai berikut : berikut : a.
Penyelesaian Berkas Perkara
b.
Penyerahan Berkas perkara
c.
Penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti
Penyelesaian Berkas Perkara a.
Pembuatan Berita Acara Pendapat / Resume
62
1)
Persyaratan a)
Syarat formal (1)
Pasal 8 Ayat (2) dan (3) dan dan Pasal Pasal 110 Ayat (1), UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP;
(2)
Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b)
(3)
Undang-Undang yang dipersangkakan;
(4)
Undang-Undang lain yang terkait;
(5)
Laporan Polisi;
(6)
Surat Perintah Penyidikan;
(7)
Surat Perintah Tugas.
Syarat materiil (1)
Dasar : Laporan Polisi
(2)
Fakta-fakta
(3)
(a)
Memuat tindakan yang telah dilakukan
(b)
Barang bukti yang disita
(c)
Keterangan-keterangan saksi dan/atau Ahli.
Pembahasan
:
Memuat
gambaran
kostruksi
tindak
pidananya didasarkan pada hubungan yang yang logis antara fakta-fakta
dengan
keterangan-keterangan
diperoleh,untuk dilakukan analisa meliputi : (a)
Analisa kasus: -
Hubungan yang logis antara fakta-fakta
yang
ada dengan keterangan yang diperoleh baik dari tersangka maupun saksi/ahli -
Hubungan
keterangan
yang
satu
dengan
keterangan lainnya - Hubungan yang logis antara barang bukti yang ada
dengan
fakta
maupun
keterangan-
keterangan yang diperoleh - Terjadinya
63
hubungan/persentuhan
antara
tersangka, korban, barang bukti dan saksi-saksi di TKP. - Atas
dasar
konstruksi
unsur-unsur
pasal
dipersangkakan berdasarkan fakta-fakta
yang
dibahas dalam analisa kasus.
(b)
Analisa yuridis : Memuat gambaran konstruksi unsur-unsur yang dipersangkakan berdasarkan
pasal
fakta yang
dibahas dalam analisa kasus.
(c)
Kesimpulan: Memuat pendapat penyidik berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan tentang sangkaan perbuatan pidana yang dilakukan oleh tersangka dan apakah perbuatan
yang
dilakukan
tersangka
telah
memenuhi unsur unsur pasal dalam undang-undang atau tidak. 2)
Langkah-langkah a)
Pembuatan Berita Acara Pendapat/Resume dilakukan
oleh
Kanit atau Penyidik dibawah pengawasan Kanit. Resume berisi tentang: Dasar Laporan Laporan Polisi, Uraian perkara dan pasal yang disangkakan, tempus dan locus
delicty,
fakta-fakta, Analisa
Fakta, Analisa Yuridis, serta Kesimpulan. b)
Berita Acara Pendapat/Resume adalah merupakan seluruh tindakan penyidik yang telah melakukan penanganan terhadap
perkara.
ringkasan
dilakukan dalam Oleh karena itu
dalam fakta-fakta keterangan saksi-saksi maupun tersangka bukan memindahkan / menyalin isi isi Berita Acara Pemeriksaan, akan tetapi
berisi
tentang ringkasan keterangan dari saksi
maupun tersangka. c) Setelah Resume selesai dibuat, Penyidik menyerahkan kepada
64
Kanit. Kanit melakukan penelitian terhadap Resume berkaitan dengan syarat formilnya yaitu: Dasar Laporan Polisi, Uraian perkara dan pasal yang disangkakan, tempus dan locus delicty, fakta-fakta serta syarat penulisan Resume itu sendiri. sendiri. Selain itu Kanit melakukan pengecekan terhadap syarat materiilnya yaitu korelasi antara analisa analisa fakta dengan analisa yuridisnya terkait dengan pemenuhan unsur pasal. d)
Selesai melakukan pengecekan terhadap syarat formil materiil Resume, Penyidik dan Kanit
membubuhkan
dan tanda
tangannya pada Resume yang telah dibuat. b.
Penyusunan Berkas Perkara Penyusunan Berkas Perkara dilakukan dengan mempedomani
Naskah
Sementara Pedoman Penyidikan Tindak Tindak Pidana Pidana sesuai Skep Kabareskrim Polri No. Pol : Skep/82/XII/2006/Bareskrim tanggal 15 Desember 2006, meliputi : 1)
Penyidik melakukan penyusunan Berkas Perkara dengan urut-urutan :
a)
Sampul Berkas Perkara.
b)
Daftar Isi Berkas Perkara.
c)
Resume.
d)
Laporan Polisi
e)
Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan
f)
Surat Perintah Penyidikan.
g)
Surat Perintah Tugas
h)
Pencegahan/Penangkalan dari Imigrasi
i)
Pencegahan/Penangkalan dari Jaksa Agung RI
j)
Daftar Pencarian Orang.
k)
Surat Perintah Penangkapan
l)
Berita Acara Penangkapan
m)
Surat Perintah Penahanan
n)
Berita Acara Penahanan
o)
Surat Pemberitahuan Kepada Keluarga Tersangka. 65
p)
Surat Perintah Penangguan penahanan
q)
Berita Acara Penangguhan Penahanan
r)
Surat Perintah Pengalihan Jenis Penahanan
s)
Berita Acara Pengalihan Jenis Penahanan
t)
Surat Perintah Pembantaran Penahanan.
u)
Berita Acara Pembantaran Penahanan.
v)
Surat Perintah perpanjangan penahanan dari Kejaksaan
w)
Surat Perintah perpanjangan penahanan dari Pengadilan
x)
Surat Perintah perpanjangan penahanan
y)
Berita Acara Perpanjangan Penahanan
z)
Surat Perintah Pengeluaran Penahanan
aa) Berita Acara Penggeluaran Penahanan bb) Surat Perintah Pengge ledahan cc)
Berita Acara Penggeledahan
dd) Surat Persetujuan Penggeledahan dari Ketua PN ee) Surat Perintah Penyitaan ff)
Surat Persetujuan Penyitaan/ Ijin Khusus Penyitaan dari Ketua PN
gg) Surat Tanda Penerimaan (STP) Barang-Bukti. hh) Berita Acara Penyitaan ii) jj)
Surat Panggilan Surat Perintah membawa tersangka /saksi
kk) Berita Acara Saksi-Saksi ll)
Berita Acara Keterangan Ahli
mm) Foto Copy Identitas (KTP/SIM/Pasport) Tersangka nn) Berita Acara Tersangka oo) Dokumen-Dokumen Barang Bukti pp) Daftar Saksi. qq) Daftar Tersangka rr)
Daftar Barang-Bukti.
ss) Dokumen lainnya yang perlu dilampirkan. 2)
Setelah selesai dilakukan penyusunan berkas perkara,
66
penyidik
melakukan penelitian penelitian terhadap isi berkas perkara perkara berkaitan dengan kelengkapan formil seperti tanda tangan dan cap/stempel kesatuan pada setiap lembar administrasi administrasi
penyidikan maupun, berita acara
yang telah dibuat, serta kelengkapan materiilnya. 3)
Setelah diteliti, penyidik mengajukan berkas perkara yang disusun namun belum dijilid kepada Kanit untuk diteliti berkaitan dengan kelengkapan formil, materiil
telah
kembali
maupun syarat
penyusunan berkas perkara (vide Petunjuk Teknis Penyidikan Tindak Pidana). Selain itu penyidik mengajukan Surat Pengantar Pengiriman Berkas Perkara ke Penuntut Umum kepada Kanit untuk otentikasi otentikasi paraf di kolom konseptor 4)
Selanjutnya Kanit membubuhkan tanda tangan pada Sampul Berkas Perkara (bagian dalam) dan kemudian mengajukan mengajukan berkas perkara yang belum dijilid dengan Surat Pengantar Pengiriman Berkas Perkara kepada Penuntut Umum secara berjenjang kepada : a)
Urmin, untuk melakukan penelitan terhadap Surat Pengantar Pengiriman Berkas Perkara ke Penuntut
Umum dan untuk
otentikasi membubuhkan paraf pada kolom Urmin. b)
Kaur Bin Ops, untuk melakukan penelitan terhadap Pengantar Pengiriman Berkas Perkara ke
Penuntut
Surat Umum
dan untuk otentikasi membubuhkan paraf pada kolom Kaur Bin Ops. c)
Kasat Reskrim, wajib membaca Resume yang memuat faktafakta penyidikan, Pembahasan mengenai Pidana yang
dipersangkakan
konstruksi hukum
dan
pembuktian Tindak
Analisis Yuridis
penerapan pasal
dan
yang dipersangkakan,
kemudian bila telah disetujui maka untuk otentikasi Kasat membubuhkan paraf pada
arsip Surat serta membubuhkan
tanda tangan pada
Pengiriman
Surat
Berkas Perkara ke
Penuntut Umum. d)
Apabila dalam proses
penelitian penelitian
kembali Berkas
Perkara
ditemukan adanya koreksi yang diperlukan dalam setiap 67
tahapan yang dilalui, maka Berkas Perkara dikembalikan lagi kepada penyidik untuk diperbaiki. 5)
Setelah Kasat menandatangani Surat Pengiriman Berkas Perkara ke Penuntut Umum, penyidik menggandakan Berkas Perkara menjadi 4 (empat) rangkap kemudian menjilid dan
me-lak Berkas Perkara
serta memberikan nomor register Berkas. Penyerahan Berkas Perkara Kepada Penuntut Umum Penyerahan Berkas Perkara kepada Penuntut Umum dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut : a.
Membuat
surat pengantar pengiriman berkas perkara ke Penuntut
Umum (sesuaikan levelering) dengan melampirkan Berkas perkaranya. b.
Mengirim berkas perkara kepada JPU dengan menggunakan surat pengantar dan buku Register Pengiriman Berkas Perkara.
c.
Bukti Pengiriman/Tanda Terima dari TU atas pengiriman berkas perkara.
d.
Koordinasi dengan JPU.
e.
Penelitian Berkas Perkara oleh JPU.
f.
Pengembalian Berkas Perkara dari JPU kepada Penyidik (P.18 dan P.19).
g.
Pemenuhan petunjuk JPU.
h.
Buat surat pengantar pengiriman kembali berkas perkara kepada JPU.
i.
Pengiriman Kembali Berkas perkara kepada JPU dengan
menggunakan
surat pengantar dan buku register pengiriman berkas perkara. j.
Bukti pengiriman/ tanda terima pengiriman kembali berkas perkara.
Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum (P.21) dilanjutkan dengan penyerahan tersangka dan dan barang bukti kepada kepada Penuntut Umum, yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a.
Membuat surat pengantar pengiriman tersangka dan barang bukti.
b.
Meneliti kembali/mempersiapkan tersangka dan barang-bukti yang akan diserahkan tanggung jawabnya kepada JPU.
c.
Koordinasi dengan JPU untuk menentukan waktu penyerahan Tersangka
68
dan Barang bukti. d.
Mempersiapkan transportasi dan akomodasi untuk penyerahan tersangka dan barang bukti kepada JPU.
e.
Menyerahkan tersangka dan barang bukti dilengkapi dengan surat pengantar pengiriman tersangka dan barang bukti.
f.
Membuat berita acara serah terima tersangka dan barang bukti yang ditandatangani oleh penyidik dan JPU.
g.
Membuat laporan hasil pelaksanaan tugas penyerahan tersangka
dan
barang bukti kepada pimpinan.
VII.
Penyelenggaraan Administrasi Umum mempedomani Jukmin yang berlaku di lingkungan Poiri.
VIII. Penyelenggaraan Administrasi Penyidikan mempedomani Naskah Sementara
Pedoman
Penyelenggaraan
Administrasi
Penyidikan
Tindak Pidana. XIV.
Penutup Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan
Limboto,
JANUARI 2014
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
69
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENERIMAAN DAN PENANGANAN PENGADUAN KOMPLAIN MASYARAKAT/PUBLIC COMPLAIN PADA SAT RESRIM POLRES GORONTALO
I.
Pendahuluan 1.
Umum a.
Dalam
rangka
menampung,
melayani melayani
dan
menangani
keluhan keluhan
masyarakat, dengan meningkatkan citra pelayanan cepat, tepat, profesional, akuntabel, selaras dengan Transparansi penyidikan; b.
Sebagai
langkah
penjabaran
transparansi
penyidikan,
guna
meningkatkan kepercayaan masyarakat pada Kesatuan Reskrim Polri semua tingkat, perlu menampung keluhan masyarakat dengan membentuk
wadah
penerimaan
komplain
masyarakat
(Public
Complain); c.
Agar pengaduan komplain masyarakat mendapatkan pelayanan yang cepat, tuntas dan memberikan kepastian dibuat Standard Operasional Operasional Prosedur (SOP) Penerimaan dan Penanganan Pengaduan Komplain Masyarakat (Public Complain) guna dipedomani oleh Penyidik Polri.
2.
Dasar a.
Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
b.
Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI;
c.
Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/22/VI/2004 tentang Perubahan atas Keputusan Kapolri No. Kep/30/VI/2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan organisasi pada tingkat Mabes Polri;
70
d.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol.: 15 tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Penyidik
Kepolisian Republik
Indonesia tanggal 6 November 2006; e.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
tentang
Pedoman Penyidikan Tindak Pidana; f.
Pedoman pengawas penyidikan (naskah sementara) tanggal 1 Januari 2008.
3.
Maksud dan Tujuan a.
Maksud SOP ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman terhadap penerimaan dan penanganan pengaduan komplain masyarakat / Public complain di Satuan Reserse Kriminal Polres Limboto.
b.
Tujuan SOP ini bertujuan agar setiap penerimaan dan pengaduan komplain masyarakat/Public complain dapat ditangani secara cepat, tuntas dan memberikan kepastian.
4.
Ruang Lingkup Ruang lingkup SOP ini meliputi penerimaan dan penanganan pengaduan komplain masyarakat/Pubilc complain dari berbagai
sumber yang masuk
pada Sat Reskrim Polres Limboto, yang sudah
diterima laporannya,
dituangkan dalam Laporan Polisi, ditangani oleh
Penyidik
Polri,
(tidak
termasuk perkara SP3, dalam persidangan pidana dan yang sudah mendapat keputusan/memperoleh kekuatan hukum yang yang tetap/incrach).
5.
Pengertian a.
Pengaduan komplain masyarakat adalah pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat yang datang langsung atau atau melalui surat, SMS, eMail atau telepon diterima Sat Reskrim Polres Limboto, yang sudah diterima laporannya tertuang dalam Laporan Polisi dan ditangani oleh penyidik Sat Reskrim (tidak termasuk perkara yang sudah dihentikan
71
penyidikannya, dalam proses sidang pengadilan pidana, atau perkara yang sudah mendapat keputusan / memperoleh kekuatan hukum yang tetap/Incrach); b.
Petugas penerima disebut
Petugas
pengaduan komplain masyarakat selanjutnya adalah
Personil
Sat
Reskrim
yang
ditunjuk
berdasarkan Skep/Sprin Kasat Reskrim ditugaskan untuk menerima, merespon pengaduan komplain masyarakat; c.
Pengawas Penyidik adalah Personil Sat Reskrim Polres Limboto yang ditunjuk berdasarkan Skep/Sprin Kasat Reskrim, ditugaskan untuk menindaklanjuti, menangani pengaduan komplain masyarakat;
d.
Atasan penyidik adalah atasan penyidik secara hirarkhi pada pada Sat Reskrim.
II.
Mekanisme Penerimaan Dan Penanganan 1.
Pada prinsipnya pengaduan komplain masyarakat yang diterima
dari
masyarakat yang datang langsung dan atau melalui Instansi, Badan, Lembaga diluar Polri, disalurkan dari dari Kapolres, Wakapolres, guna dilakukan tindaklanjut penanganan komplain masyarakat yang dikoordinasi oleh oleh Kaur Bin Ops; 2.
Pengaduan Komplain Masyarakat meliputi 2 jenis yaitu: datang langsung ke Sat Reskrim Polres Limboto dan atau melalui surat dari dari berbagai sumber atau melalui SMS atau e-Mail, atau telepon.
a.
Datang langsung ke Sat Reskrim Polres Limboto. 1)
Pengaduan Komplain Masyarakat yang datang langsung ke Sat Reskrim penerima
Polres
Limboto,
pengaduan
diterima
masyarakat
langsung dan
oleh
segera
Petugas
diklarifikasi
kepada/dengan penyidik yang menangani perkaranya atau Pengawas Penyidik, dengan hasil klarifikasi dapat berupa : a)
Kepada pengadu disampaikan rekomendasi/saran : (1)
Dipertemukan
langsung
dengan
Penyidik
yang
menangani, bila perkaranya ditangani oleh Sat Reskrim
72
Polres Limboto;
b)
(2)
Perlu waktu untuk dilaksanakan gelar perkara;
(3)
Perlu supervisi atau diminta laporan kemajuan;
(4)
Dapat diketahui langsung melalui sarana SPPKP.
Dibuat rekomendasi kepada Kasat Reskrim melalui Kaur Bin Ops, dapat berupa : (1) Perlu klarifikasi, pendalaman, mengecek langsung kepada Penyidik yang menangani perkara dijembatani oleh Pengawas Penyidik;
2)
(2)
Dimintakan laporan kemajuan perkembangan perkara;
(3)
Perlu dilakukan gelar perkara;
(4)
Perlu dilakukan supervisi.
Hasil tindak lanjut : a)
Dilaporkan kepada Kasat Reskrim melalui Kaur Bin Ops ;
b)
Dibuat arahan Kasat Reskrim kepada Kanit langkah tindak lanjut penanganan perkara yang diadukan complain;
c)
Dibuat surat balasan atau jawaban
kepada
Instansi,
Badan, Lembaga , sesuai masalah yang diadukan; d)
Disampaikan SP2HP dari penyidik kepada
pengadu /
pelapor, (SP2HP ditanda tangani oleh Kasat).
3)
Apabila
pengadu
komplain,
mengadukan
perkara
yang
penanganannya oleh Satuan Kewilayahan, akan direspon dengan meminta laporan kemajuan penanganan perkara, atau diundang gelar perkara di Sat Reskrim Polres Limboto atau dilakukan supervisi dan atau atau gelar perkara di di akan ditindak lanjuti, disampaikan
Kewilayahan (Polsek), (Polsek), dan jawaban kepada
pengadu
komplain.
b.
Pengaduan Komplain melalui surat dari berbagai sumber (Masyarakat, Lembaga/Instansi/Departemen dan Satuan Kerja Lingkup Polda).
73
1)
Komplain surat dari berbagai Sumber diteruskan kepada Sat Reskrim : a)
Dari
Masyarakat
(Perorangan,
Perseroan,
Kuasa Ku asa
Hukum/Advokat, LSM); b)
Dari
Masyarakat
kepada
Presiden,
Departemen
/
Kementerian (Setneg RI, Seskab, Polhukam, Depdagri, Depkumham, dst); c)
Dari Masyarakat kepada Institusi/Badan/Lembaga Departemen (DPR-RI, KOMNAS HAM,
Non
OMBUDSMAN, MK,
KOMPOLNAS, dst); d)
Dari Masyarakat kepada Satuan Kerja lingkup Mabes Polri (Irwasum Polri, Divisi Binkum Polri, Divisi Propam Pro pam Polri, dst).
e)
Dari Masyarakat kepada Satuan
Kerja lingkup Polda
Gorontalo.
2)
Diterima dari Direktorat Reserse Kriminal Polda Gorontalo. a)
Surat pengaduan komplain yang diterima dan sudah ada petunjuk/arahan dalam disposisi dari Kapolres, Wakapolres, dilakukan tindaklanjut sesuai prosedur sebagai berikut : (1)
Ditunjuk
Pengawas
Penyidik
untuk
mempelajari,
menganalisis, menangani dan mengkordina- sikan dengan penyidik ; (2)
Dilakukan
gelar
perkara
di
Dit
Reskrim
Polda
Gorontalo; (3)
Dilakukan supervisi dan atau gelar gelar perkara di Satuan Kewilayahan;
(4)
Diminta laporan perkembangan penanganan perkara;
(5) Menanggapi komplain dengan membuat surat sebagai jawaban; (6)
Bila
bobot perkara yang diadukan komplain cukup
untuk direspon oleh Satuan Kewilayahan, maka surat pengaduan
74
komplain
dilimpahkan
ke
Satuan
Kewilayahan untuk direspon dan ditindak lanjuti. b)
Hasil tindak lanjut. (1)
Dilaporkan kepada Direktur Reserse Kriminal Polda Polda Gorontalo;
(2)
Dilaporkan kepada Kapolda/Wakapolda (bila dianggap perlu diketahui dan diambil kebijakan);
(3)
Disampaikan penjelasan kepada Instansi/ Lembaga / Badan / Departemen yang mengaharapkan informasi sebagai jawaban;
(4)
Disampaikan SP2HP SP2HP dari dari penyidik kepada pelapor / pengadu.
(5) Disampaikan penjelasan kepada Pengadu sebagai jawaban.
c.
Pengaduan Komplain melalui SMS, E-MAIL dan Telepon. a)
Penerimaan pengaduan komplain melalui SMS dan E-Mail. (1)
Petugas
menerima dan membuka SMS, E-Mail, serta
diprint (print out), dibuatkan pengantar dalam bentuk Nota Dinas; (2)
Ajukan kepada Kaur Bin Ops atau dapat diajukan kepada Kasat Reskrim untuk mendapatkan petunjuk / disposisi;
(3)
Ditugaskan Komplain
kepada untuk
Petugas
klarifikasi
Penerima
kepada
Pengaduan
penyidik
(apabila
perkaranya ditangani di Sat Reskrim); (4)
Ditunjuk Pengawas Penyidik untuk cross cek/klarifikasi dengan penyidik, atau kemajuan penanganan
klarifikasi, minta
laporan
perkara, apabila perkaranya
ditangani oleh Kewilayahan; (5)
Dapat dilakukan gelar perkara dalam kurun waktu 1 – 2 minggu.
b)
Penerimaan pengaduan komplain melalui Telepon.
75
(1)
Petugas menerima telepon, dicatat kemudian dituangkan dalam Nota Dinas diajukan kepada Kasat Reskrim untuk mendapatkan petunjuk / disposisi;
(2)
Pengaduan Komplain memuat : (a)
Identitas
pengadu
komplain
(nama
lengkap,
pekerjaan dan alamat); (b)
Komplain berhubungan dengan perkara apa, No LP/Bukti
Laporan/STPL,
ditangani
Kesatuan
Kepolisian mana, serta Tim Penyidik atau Penyidik; (c)
Yang dikomplain permasalahan apa, hubungannya dengan penanganan perkara.
(3)
Ditugaskan
kepada
Petugas
Penerima
Pengaduan
Komplain untuk klarifikasi kepada penyidik Sat Reskrim Polres Limboto (apabila perkaranya ditangani di Sat Reskrim Polres Limboto); (4)
Ditunjuk Pengawas Penyidik untuk cross cek / klarifikasi dengan
penyidik
klarifikasi/minta
Sat
Reskrim
laporan
Polres
perkembangan
Limboto
atau
penanganan
perkara, apabila perkaranya ditangani oleh Kewilayahan; (5)
Dapat dilakukan gelar perkara dalam kurun waktu 1 – 2 minggu.
c)
Hasil tindak lanjut. (1)
Petugas penerima komplain melaporkan tertulis kepada Kaur Bin Ops dan diteruskan kepada Kasat Reskrim;
(2)
Diteruskan Laporan kepada Kapolres, Wakapolres (bila perlu diketahui untuk mendapatkan arahan / kebijakan);
(3)
Disampaikan
penjelasan
kepada
pengadu
komplain
sebagai jawaban jawaban melalui surat atau melalui melalui SMS, atau EEmail; (4)
Surat Jawaban harus dicatat dalam Register dan diberi Nomor, tanggal, tertanda/ditanda tangani dan stempel kesatuan kepolisian.
III. Tempat, Ruang Dan Sarana, Personil / Petugas Penerima Pengaduan
76
Komplain Masyarakat. Masyarakat. 1.
Tempat dan Ruang Penerimaan Pengaduan Komplain Masyarakat; a.
Di Satuan Reskrim Tempat kedudukan Penerimaan pengaduan komplain
Masyarakat
berada di Ruang Piket Sat Reskrim Polres Limboto dan ruangan penerimaan Ruangan
bergabung dengan Ruang Pengawas Penyidikan atau lain yang sudah ditentukan, didukung dengan sarana
pendukung operasionalnya. b. Di Kesatuan Kewilayahan. 1)
Tempat kedudukan Penerimaan pengaduan komplain Masyarakat berada di Polsek;
2)
Ruang Penerimaan pengaduan komplain masyarakat yang telah ditentukan berada pada Unit Reskrim Polsek, didukung dengan sarana pendukung operasionalnya.
2.
Untuk keseragaman penyebutan, pertama kali ditetapkan nama :
Ruang
“PENGADUAN KOMPLAIN MASYARAKAT MASYARAKAT (PUBLIC COMPLAIN)”
3.
Personil/Petugas Penerima Pengaduan Komplain Masyarakat. a.
Pada Sat Reskrim Polres Limboto ; 1)
Petugas adalah personil Sat Reskrim Polres Limboto ditunjuk berdasarkan Surat Perintah Kasat Reskrim terdiri 2 (dua) orang berpangkat Brigadir Polisi/PNS golongan II;
2)
Petugas penerima pengaduan komplain masyarakat pada poin 1), melaksanakan tugas dari jam 08.00 – 15.00 Wita.
b.
Tingkat Polsek a)
Petugas
adalah
personil
Unit
Reskrim
Polsek
ditunjuk
berdasarkan Surat Perintah Kapolsek; b)
Petugas
penerima
pengaduan
komplain
melaksanakan tugas dari 08.00 – 15.00 Wita.
IV. Pengawasan Dan Pengendalian
77
masyarakat,
1. Setiap memberikan respon / menindaklanjuti atau selesai menindaklanjuti pengaduan komplain masyarakat, Petugas dan atau Pengawas penyidik yang ditunjuk bertanggung jawab melaporkan secara tertulis kepada Kasat Reskrim; 2.
Setiap memberikan respon / menindaklanjuti atau selesai menindaklanjuti pengaduan komplain masyarakat, Petugas dan atau yang
ditunjuk
pada
Kesatuan
Kewilayahan,
Pengawas
penyidik
bertanggung
jawab
melaporkan secara tertulis :
3.
a.
Kepada Kapolda melalui Direktur Reserse Kriminal Polda Gorontalo;
b.
Kepada Kapolres melalui Kasat Reskrim dan.
Petugas dan pengawas penyidik membuat rekap setiap bulan
sebagai
pertanggungjawaban atas pelayanan kepada masyarakat berkaitan dengan penerimaan dan penanganan pengaduan komplain
masyarakat, serta
tindak lanjutnya.
V.
Administrasi 1.
Administrasi
berkaitan
dengan
penerimaan
masyarakat, penanganan dan tindak lanjut
pengaduan
atau Surat Jawaban
pengadu komplain, mempedonani dan menyesuaikan Administrasi
umum
complain
Polri dan atau Administrasi
kepada
dengan petunjuk
penyidikan Polri, serta
dicatat dalam register; 2.
Kebutuhan sarana prasarana, ATK dan dukungan Anggaran
kesatuan-
kesatuan Reskrim sesuai tingkatan.
VI. Penutup Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan
78
bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan
Limboto,
JANUARI 2014
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR GORONTALO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
79
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GORONTALO
PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENERIMAAN DAN PELAYANAN PENGADUAN PADA SENTRA PELAYANAN KEPOLISIAN TERPADU
I.
Pendahuluan 1.
Umum a.
Harus disadari bahwa proses penyidikan yang dilaksanakan oleh penyidik Polri selama
ini dirasakan
masih
jauh
dari harapan
masyarakat, hal ini ditandai dengan masih adanya komplain atau pengaduan terhadap terjadinya penyalah- gunaan
wewenang,
keterlambatan penyelesaian perkara dan sebagainya. sebagainya. Kondisi Kondisi seperti ini merupakan salah satu indikator belum dapat diwujudkannya kepastian hukum dan
pelayanan
Polri
yang belum
memenuhi
harapan masyarakat; b.
Sejalan dengan era globalisasi dan transparansi (keterbukaan informasi publik), kecendrungan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap kinerja Polri, maka Polri dalam hal ini penyidik dituntut untuk terus meningkatkan kemampuan dan
mereformasi
birokrasi dalam
proses
(profesionalisme) penyidikan
untuk
membangun kepercayaan masyarakat (trust building); c.
Untuk mengimplementasikan Program Kerja Akselerasi Tranformasi Polri
menuju
Polri
yang
mandiri,
profesional
dan
dipercaya
masyarakat, maka Sat Reskrim Polres Limboto dan jajarannya dituntut untuk segera merubah mindset dan perilaku dalam
80
memberikan pelayanan kepada
masyarakat pencari keadilan dari
yang selama ini terkesan dilakukan dengan cara pendekatan kekuasaan (minta dilayani) menjadi pendekatan yang sifatnya proaktif
(melayani)
sehingga
pada
gilirannya
akan
terbangun
kepercayaan ( trust building ) masyarakat terhadap kinerja Polri khususnya Reserse; d.
Dalam upaya percepatan membangun dan dan meraih kepercayaan masyarakat
tersebut,
perkembangan
serta
lingkungan
dalam
strategis,
rangka mengantisipasi Kapolri telah merumuskan
kebijakan dalam bentuk Reformasi Birokrasi dengan me-launching Program Quick Wins
Fungsi Reskrim
PELAYANAN
PIHAK YANG SEDANG MEMPERJUANGKAN
KEPADA
KEADILAN
DALAM
BERKESINAMBUNGAN
yaitu
:
“PEMBERIAN
PROSES
PENYIDIKAN
SECARA
MELALUI
PEMBERIAN
SURAT
PEMBERITAHUAN PERKEMBANGAN HASIL PENYIDIKAN (SP2HP)”. Sebagai
konsekwensi
dari
ditetapkannya
Program
Unggulan
Quick Wins tersebut, maka setiap proses penyidikan dimulai sejak diterimanya Laporan Polisi sampai dengan Pelimpahan Berkas Perkara
ke
JPU
harus dilaksanakan secara profesional,
proporsional, obyektif dan transparan yang kesemua tergambar dalam
“strive
for excellence”
kegiatannya
(pelayanan
kepada
masyarakat yang unggul / prima); e.
Guna kelancaran kelancaran pelaksanaan pelaksanaan dari Program Quick Wins melalui melalui penerbitan
SP2HP,
Olah TKP dan Penanggulangan Teror oleh
Fungsi Reskrim dalam setiap proses penyidikan diperlukan pedoman bagi
para penyidik/penyidik
pembantu di seluruh jajaran Sat
Reskrim Polres Limboto.
2.
Dasar a.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
b.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian R.I;
81
c.
Keputusan Kapolri No.Pol.: Kep / 37 / X / 2008 tanggal 27 Oktober 2008 tentang Program Kerja Akselerasi Transformasi Polri Menuju Polri yang Mandiri, Profesional dan Dipercaya Masyarakat;
d.
Surat Telegram Kabareskrim Polri No. Pol.: STR/33/RA/I/2009 tanggal 14 Januari 2009 tentang Mekanisme dan Tahapan Pemberian Pelayanan kepada pihak yang sedang
memperjuangkan Keadilan
dalam Proses Penyidikan melalui SP2HP.
3.
Maksud dan Tujuan
a.
Maksud Maksud penyusunan buku ini adalah sebagai pedoman bagi para penyidik/penyidik
pembantu
dalam
mememberikan
pelayanan
kepada masyarakat pencari keadilan selama proses penyidikan atas perkara yang dilaporkan dengan menginformasikan setiap tahap perkembangan hasil penyidikan yang telah dilakukan melalui pengiriman SP2HP.
b. Tujuan Terwujudnya mekanisme penyidikan yang profesional, proporsional, obyektif,
transparan
dan akuntabel serta tidak diskriminatif
sehingga dapat memberikan
jaminan adanya kejelasan dan
kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berperkara.
4.
Ruang Lingkup Pedoman pelaksanaan program
quick
wins
ini
meliputi
petunjuk
tentang tata cara pemberian surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) kepada pelapor/korban yang harus dilakukan oleh para penyidik/penyidik pembantu sesuai tahapan-tahapan dan waktu yang telah ditetapkan.
5.
Asas-asas dan pengertian-pengertian a.
Asas- asas
82
1)
Legalitas,
yaitu
setiap
tindakan
penyidikan
senantiasa
berdasarkan peraturan perundang-undangan; 2)
Proporsional, yaitu
setiap
penyidik melaksanakan tugasnya
sesuai legalitas kewenangannya masing-masing; 3)
Kepastian hukum, yaitu setiap tindakan penyidik dilakukan untuk menjamin tegaknya hukum dan keadilan;
4)
Kepentingan
umum,
yaitu
setiap setiap
penyidik
Polri
lebih
mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi dan/atau golongan; 5)
Efektifitas dan efisiensi waktu penyidikan, yaitu dalam proses penyidikan, setiap penyidik penyidik wajib menjunjung tinggi efektivitas dan efisiensi waktu penyidikan sebagaimana diatur dalam peraturan-pratuaran / perkap Kapolri yang berlaku;
6)
Kredibilitas, yaitu setiap penyidik memiliki kemampuan dan ketrampilan
yang
prima
dalam
melaksanakan
tugas
penyidikan; 7)
Transparan yaitu, setiap tindakan penyidik memperhatikan asas
keterbukaan
dan
bersifat informatif bagi pihak-pihak
terkait;
8)
Akuntabilitas yaitu, setiap penyidik dapat memper tanggung jawabkan
tindakannya
secara yuridis, administrasi dan
tehknis. b.
Pengertian-pengertian 1)
Cepat yaitu pelapor/pengadu
terlayani dengan segera dan
profesional sesaat setelah menyampaikan laporannya dengan kretaria sebagai berikut : a)
Adanya kesigapan, kesiapan, dan sikap proaktif dalam melakukan
pelayanan
kepada
masyarakat
yang
menyampaikan laporan/pengaduan; b)
Penyidik
segera
memberikan
83
membuatkan
surat
tanda
laporan
bukti
polisi
laporan
dan
(STBL)
kepada pelapor; c)
Penyidik segera mendatangi TKP untuk laporan kasus yang memerlukan olah TKP;
d)
Penyidik segera memeriksa pelapor/saksi yang ada dan dituangkan kedalam BAP;
e)
Penyidik melakukan penelitian terhadap laporan yang diterima untuk menentukan status laporan tersebut;
f)
Atasan penyidik segera mengirimkan SP2HP kepada pelapor mengenai status laporan, identitas penyidik yang menangani dan rencana tindak lanjut proses laporan tersebut.
2)
Tepat yaitu segala upaya/tindakan yang dilakukan penyidikan didasari profesional, proporsional, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dengan kreteria sebagai berikut : a)
Tindakan penyidikan yang terarah dan terukur didasari 3T
(tepat sasaran, tepat alasan dan tepat dasar
hukumnya); b)
Setiap tindakan penyidikan didukung oleh administrasi penyidikan;
c)
Tindakan upaya paksa oleh penyidik dilakukan sesuai urutan tindakan-tindakan yang telah diatur dalam juklak/juknis yaitu dimulai dari tindakan
persuasif
sampai dengan tindakan represif.
3)
Transparan yaitu
adanya
keterbukaan
dalam
proses
penyidikan melalui penyampaian pemberitahuan perkembangan hasil
penyidikan
(SP2HP)
dan
pelaksanaan
pengawasan
penyidikan dari seluruh tahapan tahapan penindakan yang dilakukan oleh penyidikan baik melalui surat maupun gelar perkara, kegiatan yang dilakukan : a)
Dalam
penerimaan
laporan
petugas
membacakan
kembali isi laporan yang diterima dan dipahami oleh
84
pelapor kemudian ditanda tangani bersama; b)
Selama dalam proses penelitian laporan, penyelidikan dan
penyidikan
pelapor
mendapatkan
informasi
perkembangan penyidikan melalui SP2HP; c)
Sejak proses kepenyidikan sudah diawasi oleh Pengawas Penyidik.
4)
Akuntabel yaitu segala tindakan yang telah dilakukan sesuai dengan prosedur, terukur, tindakan tidak bertentangan dengan hukum
dan
dapat
dipertanggung
jawabkan
kepada
publik/umum; 5)
Perkara mudah yaitu apabila : a)
Saksi-saksi ada dan tempat tinggalnya masih dalam wilayah satu Kecamatan dengan kantor penyidik;
b)
Barang buktinya mudah didapat;
c)
Petunjuk
yang
ada
terdapat
kesesuaian
antara
keterangan para saksi, tersangka dan barang bukti yang ditemukan; d)
Tidak memerlukan keterangan ahli, namun apabila diperlukan ahli tersedia di wilayah hokum penyidik;
e)
Tersangkanya tertangkap tangan/menyerahkan diri / keberadaan dan identitasnya diketahui serta mudah ditangkap;
f)
TKP mudah dijangkau dan masih dalam keadaan utuh serta tidak diperlukan olah TKP atau tidak diperlukan juga bantuan tehnis dalam olah TKP;
g)
Tidak diperlukan peranan lembaga lain dalam proses penyidikan/kalau diperlukan tersedia dalam wilayah hukum penyidik.
6)
Perkara sedang yaitu apabila : a)
Saksi-saksi ada dan tempat tinggalnya masih dalam
85
wilayah satu Kabupaten dengan kantor penyidik; b)
Barang buktinya mudah didapat dan ada petunjuk yang berkaitan dengan keterangan saksi, barang bukti dan tersangka;
c)
Tidak
diperlukan
keterangan
ahli,
namun
apabila
diperlukan ahli tersedia di wilayah hukum penyidik; d)
Tersangka tidak terganggu kesehatannya, keberadaan dan
identitasnya
sudah
diketahui
ditangkap, tidak merupakan bagian
serta dari
mudah kejahatan
terorganisir, jumlahnya tidak tidak lebih lebih dari 3 orang; e)
TKP mudah dijangkau dan masih utuh serta diperlukan olah TKP dan bantuan tehnis dalam olah TKP;
f)
Diperlukan peralatan khusus Kepolisian dalam proses penyidikan dan peran lembaga lain.
7)
Perkara sulit yaitu apabila : a)
Tempat tinggal saksi berada dalam satu Provinsi dengan kantor penyidik, jumlahnya kurang dari 2 orang, saksi bukan merupakan sumber pertama, saksi berhubungan dengan
lembaga
lain
dan
untuk
melakukan
pemeriksaan saksi diperlukan prosedur birokrasi khusus; b)
Sangat
diperlukan
bukti
surat
dan
untuk
mendapatkannya diperlukan izin khusus; c)
Terdapat sebagian petunjuk yang berkaitan dengan keterangan para saksi dengan barang bukti namun belum mengarah pada tersangka atau sebaliknya;
d)
Diperlukan beberapa keterangan ahli, sedangkan
ahli
tersebut belum tersedia diwilayah penyidik; e)
Tersangka belum diketahui identitasnya atau tersangka terganggu
kesehatannya
atau
tersangka
dilindungi
kelompok tertentu atau tersangka memiliki jabatan tertentu yang dalam pemeriksaan diatur oleh UndangUndang atau jumlah tersangkanya lebih dari 4 orang;
86
f)
TKP sukar dijangkau, jauh dari kantor penyidik dan TKP sudah dalam keadaan tidak utuh, diperlukan pengolahan TKP, diperlukan bantuan tehnis untuk
olah TKP,
diperlukan pengamanan khusus terhadap TKP dan TKP lebih dari satu lokasi dalam dalam wilayah hukum penyidik; g)
Barang bukti sulit didapat, barang bukti memerlukan pemeriksaan
secara
forensik/ahli,
memerlukan
pengamanan
khusus,
memerlukan
pengangkutan
dan
barang
bukti
barang
bukti
atau
memerlukan
tempat penyimpanan khusus; h)
Diperlukan peralatan khusus Kepolisian dan peran dari lembaga lain.
8)
Perkara sangat sulit yaitu apabila : a)
Tempat tinggal saksi berada di luar provinsi atau luar negeri, atau alamatnya tidak jelas (daerah jumlah
saksi
kurang
dari
2
orang
terpencil), atau
saksi
berhubungan dengan lembaga lain; b)
Adanya birokrasi perizinan dalam menghadirkan saksi atau saksi diperlukan pengamanan khusus atau saksi dalam keadaan sakit-sakitan;
c)
Bukti-bukti berupa surat atau dokumen sulit ditemukan atau untuk mendapatkan bukti diperlukan izin khusus atau bukti perlu diperiksa secara forensik;
d)
Petunjuk yang ada belum memperlihatkan keterkaitan antara keterangan para saksi, tersangka dan barang bukti;
e)
Sangat diperlukan keterangan ahli dimana ahli tersebut harus didatangkan dari luar provinsi atau luar negeri;
f)
Tersangka belum diketahui identitasnya, atau tersangka terganggu kesehatannya atau dilindungi oleh kelompok tertentu,
jumlah
tersangka
lebih
dari
4
orang,
memerlukan izin khusus untuk memeriksa tersangka
87
atau
tersangka
merupakan
bagian
dari
sindikat
kejahatan atau warga negara asing atau tersangka melarikan diri; g)
TKP sukar dijangkau, jauh dari kantor penyidik atau tidak utuh diperlukan pengolah TKP, diperlukan bantuan tehnis olah TKP, diperlukan pengamanan khusus TKP atau TKP lebih dari 1 yuridiksi (wilayah hukum penyidik);
h)
Barang
bukti
pemeriksaan
sulit
didapat
atau
memerlukan
secara
forensik
atau
memerlukan
pengamanan khusus atau memerlukan pengangkutan alat angkut khusus atau barang bukti mudah rusak; i)
Untuk
mengungkap
kasusnya
diperlukan
peralatan
khusus dan peran dari lembaga lain. 6.
Kegiatan a. Tahap penerimaan/penelitian laporan 1)
Sentra
Pelayanan
Kepolisian
(SPK)
menerima
laporan/pengaduan dari masyarakat; 2)
Untuk kasus-kasus tertentu dimana diperlukan bukti surat / dokumen, pelapor pelapor membawa bukti foto copy / dokumen dokumen yang berkaitan dengan tindak pidana / kasus yang dilaporkan / diadukan;
3)
Pelapor membuat surat penyataan yang menyatakan bahwa laporan tersebut belum pernah dilaporkan atau ditangani oleh polisi;
4)
Laporan/pengaduan diserahkan dari SPK kepada Piket Sat Reskrim;
5)
Saksi/pelapor dimintai keterangan sementara oleh Piket Sat Reskrim dan dituangkan ke dalam BAP;
6)
Piket Reskrim membawa laporan/pengaduan ke Urmintu untuk diregister dan oleh Urmintu menelaah serta mempelajari untuk selanjutnya didistribusikan ke Kasat Reskrim;
7)
Kemudian Kasat mendisposisikan meneruskan ke salah satu unit dalam lingkungan kerja satuan
88
fungsinya
untuk
menangani / proses laporan tersebut; 8)
Selambat-lambatnya 3 hari setelah laporan diterima oleh Kanit atau tim penyidik yang di tugaskan untuk menangani laporan tersebut,
pelapor
diberi
tahu
dengan
mengirim
surat
pemberitahuan perkembangan penelitian laporan (format A1) yang isinya menjelaskan bahwa : a)
laporan pengaduan saudara telah kami terima dan akan segera kami tindak lanjuti dengan penyelidikan oleh (disebutkan nama dan identitas nama penyidik) yang menangani serta nomor teleponnya atau atau HP yang dapat dihubungi sewaktu-waktu diperlukan;
b)
pada
akhir
kalimat
format
A1
dibuat
catatan
memuat motto Polri : “KAMI SIAP MELAYANI ANDA DENGAN
CEPAT,
TEPAT,
TRANSPARAN
DAN
AKUNTABEL DAN TANPA IMBALAN“ b.
Tahap penyelidikan 1)
Seterimanya laporan polisi penyidik melakukan penyelidikan dan melaporkan hasilnya kepada atasan penyidik, selanjutnya atasan penyidik memimpin gelar hasil
penyelidikan guna
menentukan dapat tidaknya hasil penyelidikan ditingkatkan ke proses penyidikan; 2)
Dalam hal disimpulkan bahwa telah terjadi tindak pidana, selanjutnya atasan penyidik menentukan klasifikasi ke sulitan perkara (ringan, sedang, sulit dan sangat sulit)
3)
Kasus ringan dan kasus sedang waktu penyelidikan 14 hari bila waktu penyelidikan masih kurang dapat diperpanjang lagi penyidik mengirimkan SP2HP kepada pelapor;
4)
Kasus sulit dan sangat sulit dengan waktu penyelidikan 30 hari dan
dapat
diperpanjang
lagi
penyelidikan
mengirimankan SP2HP kepada pelapor.
c.
Tahap penindakan dan pemeriksaan
89
penyidik
1)
Kasus ringan dengan waktu penyidikan paling lama 30 hari, pengiriman SP2HP yang diberikan kepada pelapor sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada hari ke 15 dan hari ke 30;
2)
Kasus sedang dengan waktu penyidikan dilakukan paling lama 60 hari, pengiriman SP2HP diberikan kepada kepada pelapor sebanyak 4 (empat) kali yaitu pada hari ke 15, 30, 45, dan hari ke 60;
3)
Kasus sulit dengan waktu penyidikan dilakukan paling lama 90 hari, Pengiriman SP2HP diberikan kepada kepada pelapor sebanyak sebanyak 6 (enam) kali yaitu pada hari ke 15, 30, 45, 60, 75, dan hari ke 90;
4)
Kasus sangat sulit dengan waktu penyidikan dilakukan paling lama 120 hari, pengiriman SP2HP diberikan kepada pelapor sebanyak 5 (lima) kali yaitu pada hari ke 20, 40, 60, 80, dan hari ke 100;
5)
Dalam hal batas waktu penyidikan belum dapat diselesaikan oleh
penyidik
dapat
mengajukan
perpanjangan
waktu
penyidikan melalui pengawas penyidikan kepada yang memberi perintah penyidikan.
d.
Tahap penyelesaian dan penyerahan berkas perkara 1)
Pada saat penyelesaian dan pelimpahan berkas perkara tahap pertama penyidik memberikan SP2HP kepada Pelapor;
2)
Apabila dalam penelitian berkas perkara penuntut umum (JPU) mengembalikan
berkas
perkara
(P.19)
memberitahukan kepada pelapor melalui
maka
penyidik
SP2HP dan setelah
dilakukan pelimpahan kembali diikuti pemberitahuan kepada pelapor dalam bentuk SP2HP; 3)
Pada saat penyerahan berkas perkara tahap kedua penyidik menyampaikan SP2HP kepada pelapor;
4)
Data penyampaian/pemberitahuan SP2HP mulai dari tahap penilaian laporan/pengaduan, penyidikan, penindakan dan pemeriksaan
sampai
dengan
(tahap I dan tahap II) teregister.
90
pelimpahan
berkas
perkara
e.
Pengiriman SP2HP kepada pelapor kedua, ketiga dan seterusnya berisi tentang perkembangan hasil penyidikan, namun setiap SP2HP isinya
tidak sama sama dengan SP2HP yang telah dikirim dikirim sebelumnya sebelumnya
(ada perkembangan hasil lidik/sidik yang telah dilakukan);
f.
Disamping masyarakat pelapor mendapatkan SP2HP juga dapat mengakses setiap perkembangan kasus yang dilaporkan melalui website bareskrim polri dan sms 1112.
II.
Pengawasan Dan Pengendalian
1.
Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan quick wins fungsi Reskrim dilakukan secara berjenjang dari mulai tingkat Kanit, Kaur bin ops sampai dengan Kasat;
2.
Kewenangan penandatanganan SP2HP diatur sebagai berikut : a.
Untuk
tingkat
Polres
Reskrim/Kaurbinops
ditandatangani
dengan
tembusan
oleh kepada
Kasat/Wakasat Kapolres
/
WakaPolres; c. 3.
Untuk tingkat Polsek ditandatangani oleh Kapolsek/Waka Polsek.
Untuk memonitor setiap perkembangan hasil penyidikan, dilakukan melalui
sistem
penilaian
dan
pengawasan
kinerja
penyidik
yang
dituangkan dalam map kontrol.
III. Penutup Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan
Limboto,
JANUARI 2014
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR GORONTALO KA. SPKT
91
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
92
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR GOORNTALO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR GELAR PERKARA PADA SAT RESRIM POLRES GORONTALO
I.
Pendahuluan 1.
Umum. a.
Penyidikan
tindak
pidana
sebagai
salah
satu
tahap
dari
penegakan hukum harus dilakukan berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b.
Merupakan sarana pengawasan dan pengendalian, gelar perkara mempunyai fungsi untuk kepentingan
pertanggung jawaban
managemen bagi Kepala Kesatuan di satu sisi dan kepentingan pertanggungjawaban teknis / taktis serta juridis
bagi atasan
Penyidik dan Penyidik Pembantu. c.
Penyidikan mengalami hambatan dalam proses penyidikan maka dilakukan
gelar
perkara
untuk
membedah
perkara
guna
menentukan langkah-langkah penyidikan selanjutnya.
2.
Dasar. a.
Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara
Republik Indonesia.
b.
Perkap
No.
12
Tahun
2009
tentang
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana
93
Pengawasan Di
dan
Lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3.
Maksud dan tujuan a.
Maksud Maksud pembuatan Standar Operasional Prosedural (SOP) Gelar Gelar Perkara ini sebagai pedoman dan petunjuk untuk para para Penyidik dan Penyidik Pembantu dalam melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana sehingga
diperoleh
keseragaman
tentang
kegiatan-kegiatan pokok yang harus dilaksanakan. b.
Tujuan 1)
Untuk mewujudkan keterpaduan intern dan ekstern
dan
menuntaskan penanganan perkara yang terjadi. 2)
Merupakan alat kontrol terhadap Para Penyidik / Penyidik Pembantu agar tetap dinamis dan koridor batas kewenangan sesuai
seimbang
dalam
aturan perundang-
undangan yang ada.
4.
Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam Gelar Perkara meliputi Persyaratan-persyaratan dalam
Gelar Perkara, Jenis
perkara, Pejabat
yang berwewenang
menyelenggarakan gelar, Peserta gelar, Pelaksanaan gelar dan laporan setelah gelar.
5.
Pengertian Gelar Perkara Gelar Perkara adalah upaya Penyidik/Penyidik Pembantu berupa bedah perkara dan tindakan Penyidik/Penyidik rangka percepatan penyelesaian proses penyidikan.
II.
Persyaratan 1.
Jenis Perkara. Jenis perkara yang digelar adalah :
94
Pembantu
dalam
a.
Ada masalah yang dihadapi oleh ol eh penyidik : 1)
Penyidik / Penyidik Pembantu menghadapi kesulitan
atau
ragu dalam : a)
Menentukan apakah perkara merupakan tindak pidana atau bukan (twilight).
b)
Menentukan pasal, UU yang dipersangkakan.
c)
Melakukan tindakan/upaya paksa terhadap
tersangka
atau
penyitaan,
barang
bukti
(penggeledahan,
penangkapan, penahanan dan peningkatan status saksi menjadi tersangka). 2)
Proses penyidikan telah berlangsung lama/waktunya berlarutlarut (lebih (lebih dari 3 bulan) tanpa kemajuan.
3)
Proses penyidikan memasuki tahapan penting atau kritis dari tahap penyelidikan ke tahap penindakan pemeriksaan atau tahap penyelesaian dan Berkas
Perkara
atau
dan
penyerahan
Penyidikan
akan
dihentikan/dilanjutkan kembali. 4)
Perkara yang disidik juga disidik oleh Penyidik dari Kesatuan / Instansi lain yang juga memiliki kewenangan.
5)
Gelar Perkara dilaksanakan terhadap semua berkas perkara yang ditangani yakni pada saat awal Polisi,
sebelum
dilakukan
upaya
menerima paksa
dan
Laporan sebelum
menaikan status saksi menjadi tersangka. b.
Perkara yang berbobot 1)
Pembuktian perkara cukup sulit dan rumit
2)
Perkara terkait berbagai Aspek / kebijakan atau kepentingan Negara / Instansi, hubungan antar
Negara / Dunia
Internasional,
tertentu
kepentingan
lembaga
(Politik,
Ekonomi, Sosial, Agama, Pertanahan). 3)
Perkara melibatkan tokoh penting / mempunyai pengaruh luas di masyarakat.
4)
Tersangka merupakan Warga Negara Asing atau
95
tunduk
pada Undang-undang Hukum acara di luar Peradilan Umum. c.
Komplain masyarakat Adanya Komplain masyarakat terhadap tindakan Penyidik / Penyidik
Pembantu yang menangani perkara dan kuat dugaan
terjadi penyimpangan teknis / taktis dan atau
kekeliruan
penerapan pasal Undang-undang dalam penyidikan. d.
Putusan Pengadilan Adanya Putusan Pengadilan yang menyatakan m enyatakan tindakan penyidik / Penyidik Pembantu tidak syah.
2.
Penggelar a.
Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara.
b.
Atasan Penyidik/Penyidik Pembantu.
c.
Kepala Kesatuan yang sekarang secara Struktural membawahi Penyidik / Penyidik Pembantu.
3.
Peserta Gelar Perkara. Peserta gelar yang berhak menghadiri Gelar Perkara disesuaikan dengan kepentingan dan kebutuhan. a.
Polri (Intern). 1)
Kepala Kesatuan atau pejabat yang mewakili/ditunjuk.
2)
Atasan Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara bertindak selaku pimpinan Gelar Perkara.
3)
Penyidik/Penyidik Pembantu yang
menangani
perkara
sebagai pemapar. 4)
Irwasda
5)
Propam
6)
Bidkum
7)
Notulen yang bertugas mencatat semua kegiatan dan tanya jawab Gelar Perkara.
b.
Instansi di luar Polri (Ekstern). 1)
Pimpinan dan pejabat-pejabat tertentu dalam rangka Criminal
96
Justice System (CJS). 2)
Pejabat-pejabat tertentu lainnya yang ada
hubungannya
dengan pemeliharaan keamanan. Peserta Gelar Perkara Perkara harus terpilih terpilih dan dan dapat dipercaya
tidak
mempunyai hubungan kepentingan dengan pihak-pihak yang terlibat di dalam perkara. 4.
Pimpinan dan Penanggung jawab. Penyelenggaraan Gelar Perkara dipimpin oleh Kepala Kesatuan, sedang tanggung jawab penyelenggaraan Gelar Perkara secara fungsional berada pada Kasat Reskrim/Pawasdik.
III.
PELAKSANAAN GELAR PERKARA. 1.
Sebelum pelaksanaan. a.
Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara menyusun dan mengajukan rencana gelar perkara kepada yang bertugas mengatur Gelar Perkara (Pawasdik).
b.
Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara menyiapkan bahan/materi paparan Gelar Perkara.
c.
3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan, para Peserta telah menerima undangan Gelar Perkara.
d.
Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara menentukan Notulen
yang
bertugas
mencatat
lengkap
semua
kegiatan
Gelar Perkara. 2.
Saat pelaksanaan. a.
Pembukaan.
b.
Paparan Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara.
c.
Pembahasan / Diskusi.
d.
Kesimpulan dan Penutup.
Gelar
perkara yang diminta oleh oleh Satuan lain (Mabes Polri, Polda,
Propam, Binkum dan Irwasda)pelaksanaannya atas permintaan secara tertulis dan harus didampingi oleh Atasan Penyidik atau Pawasdik. P awasdik. 3.
Laporan Setelah Gelar Perkara. a.
Notulen menyusun laporan pelaksanaan Gelar Perkara dengan 97
melampirkan
catatan
notulen,
copy/materi
paparan
Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara, kesimpulan dan rekomendasi hasil Gelar Perkara serta daftar hadir peserta. b.
Laporan Gelar Perkara setelah ditanda tangani oleh Pimpinan Gelar, Notulen dan Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara
kemudian
disampaikan
kepada
Penyidik/Penyidik
Pembantu yang menangani perkara untuk dilaksanakan. IV.
Penutup Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan Limboto,
JANUARI 2014
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
98