1 . S o e d i r m a n K a r t o h a d i p r o j o Seorang ahli hukum khususnya hukum adat (Guru besar UniversitasParahyangan). Menurut Kartohadiprojo, intisari filsafat “kekeluargaan” yangdapat dijabarkan dalam pernyataan aksiomatik “kesatuan dalam perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan.” Guna memferivikasi apakah benar intisari filsafat pancasila adalah kekeluargaan, Kartohadiprojo menggunakan kriteria ji wa bangsa sebagaimana termaktub dalam azas-azas hukum adat. Ternyata azas-azas tersebut tidak lain adalah “kekeluargaan” itu sendiri. Misalnya, dalamkehidupan rakyat nusantara untuk pengelolaan tanah selama berabadabaddianut hak ulayat, yakni hak bersama atas tanah http://www.scribd.com/doc/98704216/Filsafat-pancasila-jadi
Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. Ungkapan ini sangat pas sekali didengungkan untuk menggambarkan peristiwa hari Sabtu 29 Nov 2008 kemarin. Hari itu alumnus FH Unpar meresmikan patung Prof. MR. Soediman Kartohadiprodjo. Sebuah patung memang hanya berupa benda mati, bahkan nilai sebuah patungpun jika diukur secara material dari bahan baku pembuatannya bisa bernilai bisa pula tidak. Akan tetapi dalam kaitannya dengan patung Prof. MR. Soediman Kartohadiprodjo, nilainya tidak terletak pada patung itu tetapi pada sosok Prof. MR. Soediman Kartohadiprodjo sendiri. Bukan tanpa alasan jika alumnus FH Unpar mengabadikan Pak Profesor dalam bentuk patung mengingat jasa-jasa beliau yang besar dalam memajukan pendidikan hukum di FH Unpar dan juga dalam penegakan hukum di Indonesia. Dalam paparannya saat peresmian patung, Prof. DR. B. Arief Sidharta, S.H., mantan Dekan FH Unpar menceritakan sebuah sejarah hidup Prof. MR. Soediman Kartohadiprodjo yang dapat kita teladani. Ada satu cuplikan paparan yang sangat berkesan yaitu episode ketika Prof. MR. Soediman Kartohadiprodjo menjabat Hakim di Garut. Ketika Prof. MR. Soediman Kartohadiprodjo menjabat hakim pada masa penjahahan Jepang, situasi ekonomi saat itu mirip kondisi Indonesia saat ini yaitu adanya kelangkaan minyak tanah. Bagi warga Garut, minyak tanah harus didatangkan dari kota tetangganya yaitu Tasikmalaya. Kondisi transportasi saat itu masih sederhana, tetapi sesederhana apapun, tetap saja membutuhkan biaya terlebih lagi dalam kondisi langkanya BBM, maka biaya transportasi juga ikut naik yang berakibat pada bertambahnya harga minyak tanah. Hukum positif pada saat itu melarang pedagang untuk menaikkan harga ketika terjadinya kelangkaan. Inilah masalah yang dihadapi pedagang minyak tanah saat itu, jika harga dinaikkan maka ia terkena ancaman pidana sedangkan jika tidak dinaikkan ia akan rugi. Sang pedagang akhirnya menjual minyak ke Garut dengan harga yang sudah naik dan hal ini yang membuat ia ditangkap aparat dan kemudian diadili. Prof. MR. Soediman Kartohadiprodjo sebagai hakim yang mengadili perkara tersebut membebaskan terdakwa dari ancaman hukuman dengan menggunakan prinsip keadilan meskipun hukum positif yang berlaku menyebutkan perbuatan menaikkan harga tersebut adalah terlarang. Prinsip keadilan yang digunakan dengan
pertimbangan jika pedagang yang membawa minyak dari Tasikmalaya tidak menaikkan harga maka pedagang tersebut menderita kerugian dan hal ini berarti ada ketidakadilan bagi sang pedagang. Akibat putusan tersebut Prof. MR. Soediman Kartohadiprodjo hampir ditangkap oleh tentara Jepang karena dianggap tidak berpihak pada kepentingan pemerintah. Akan tetapi Prof. MR. Soediman Kartohadiprodjo tidak jadi ditahan. Prof. MR. Soediman Kartohadiprodjo mengatakan bahwa putusan yang diambil justru untuk menyelamatkan pemerintahan saat itu yaitu pemerintahan penjajahan Jepang sebab jika sang pedagang dihukum maka rakyat tidak percaya lagi kepada pemerintahan penjajahan Jepang. Itulah sekilas sejarah Prof. MR. Soediman Kartohadiprodjo, pelajaran yang dapat saya ambil dari cerita tersebut adalah bahwa hukum positip bukanlah segalanya, hukum positif hanyalah satu dari bagian penegakan hukum. Dalam penegakan hukum kita juga dituntut untuk melihat sisi keadilan bagi pihak-pihak yang terkait di dalamnya. Walau bagaimanapun juga kemampuan hukum positif tidak mungkin dapat menjangkau semua hal karena akan ada saja hal-hal yang tidak tercakup dalam aturan tertulis yang bisa terjadi di dunia praktek. Disinilah letak kepekaan hakim dalam menilai suatu peristiwa atau perbuatan, yaitu kepekaan pada keadilan. Meskipun demikian bukan berarti kita harus mengabaikan hukum positif, hanya saja jangan terbelenggu olehnya. Aturan hukum dibuat untuk manusia, bukan untuk hukum itu sendiri. Kecuali hukum dari Allah, maka hukum buatan manusia masih mungkin terdapat ketidaksempurnaan dan tidak menjangkau rasa keadilan. Terima kasih Prof. MR. Soediman Kartohadiprodjo atas ilmu yang engkau ajarkan kepada kami mahasiswa dan alumni Fakutas Hukum Unpar Bandung.
http://ismailmarzuki.com/2008/11/30/mengenang-prof-mr-soediman-kartohadiprodjo/
Pikir dan Pikir Ulang Jumat, 09 Juli 2010 00:01 WIB 0 komentar 0
0
Dalam bulan Juni, bulan peringatan kelahiran Pancasila, diselenggarakan berbagai acara ritual maupun diskusi Pancasila di banyak tempat. Waktunya kebetulan tepat untuk merespons perkembangan sosial-politik belakangan ini, yang terkesan mengabaikan falsafah dasar negara. Pikiran itu tersirat dalam acara bedah buku pada 30 Juni di Jakarta, yang diselenggarakan Universitas Parahyangan. Diskusi sangat filosofis itu, yang membuat orang berpikir dan berpikir ulang, membedah buku Pancasila, karya Prof Mr Soediman Kartohadiprodjo (1908-1970), salah satu ahli hukum pertama di Indonesia, yang juga mantan hakim, pengacara, dan guru besar bidang hukum. Diskusi-diskusi mengenai Pancasila semacam itu bukan sekadar untuk bernostalgia. Banyak di antara generasi tua pun belum memahami, apalagi menghayati atau bahkan mengamalkannya. Kesemrawutan situasi sosial-politik pada waktu ini adalah bukti. Penataran intensif P-4 semasa Orde Baru rupanya belum memadai untuk bisa diresapi. Ketika dalam acara 30 Juni itu, seseorang dari generasi muda menyatakan ada gap antara yang tua dan yang muda karena kurangnya pembelajaran Pancasila untuk yang muda-muda, jawabannya sederhana: yang tua pun masih perlu pembelajaran. Prof Mr Soediman Kartohadiprodjo tergolong sedikit dari ahli-ahli hukum generasi pertama Indonesia yang memberikan perhatian khusus terhadap Pancasila. Konsensus demi cita-cita bangsa Dalam sejarahnya, Pancasila digali dari akar-akar sosio-kultural dan religio-kultural bangsa yang tertanam lama sebelum proklamasi kemerdekaan republik ini. Jika ditinjau dari sisi kebudayaan, titik awalnya bisa diperdebatkan, sesuai dengan penafsiran tentang awal tumbuhnya budaya bangsa. Seorang yang hadir dalam diskusi menyatakan unsur-unsur Pancasila bisa ditelusuri sejak zaman Mahabarata dan Ramayana. Kalau kita bicara tentang unsur-unsur Hinduisme dalam falsafah kita, tentu kedua karya besar itu ada pengaruhnya. Begitu pula pengislaman Indonesia, yang terjadi kemudian, berpengaruh besar. Semua budaya pendatang-pendatang dari luar memberikan pengaruh masing-masing. Itulah alasan Bung Karno menolak disebut sebagai pencipta Pancasila. BK menyebut dirinya perumus. Perenungan untuk itu dimulai lama sebelumnya, sejak 1918, setelah tercetus gagasannya untuk membangun bangsa dan negara. Perumusan tentang dasar negara itu ada kaitannya dengan upaya Indonesia mempersiapkan kemerdekaan. Di antara 62 anggota Badan Penyelidik Usahausaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang dibentuk pada 28 Mei 1945, tiga tokoh menyampaikan rumusan, yakni: Muhamad Yamin, Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dasar Negara dianggap perlu untuk memberikan gambaran tentang hakikat, dasar, dan tujuan negara. Tanggal 1 Juni 1945, Ir Soekarno menyampaikan rumusannya tentang lima dasar/asas yang menjadi dasar negara Indonesia merdeka kepada BPUPKI, yang diberinya nama Pancasila. Untuk melanjutkan tugas BPUPKI, dibentuk Panitia Sembilan (orang) yang pada 22 Juni 1945 menyusun Piagam Jakarta, memuat rumusan Pancasila. Setelah BPUPKI selesai dengan tugasnya, dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 7 Agustus 1945, diketuai Ir Soekarno. Satu perubahan penting oleh sidang PPKI atas Piagam Jakarta adalah: kalimat dalam sila pertama yang berbunyi, 'Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' dihilangkan. Maka sila pertama kemudian berbunyi 'Ketuhanan Yang Maha Esa.' Perubahan diadakan demi menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah Indonesia. Jadilah Pancasila seperti yang kini kita kenal. Pendidikan yang merujuk ke Pancasila Pendapat Prof Soediman yang seyogianya mendapat perhatian, khususnya mengingat situasi sekarang: kita pertama kali belajar ilmu hukum dari Belanda. Hukum seharusnya mengawal dan melindungi keadilan, tetapi mengapa Belanda mengadakan penjajahan? Tentu tidak adil. Situasi
sekarang, yang marak dengan mafia hukum, bukankah juga kontradiktif dengan fungsi hukum sebagai pengawal keadilan? Dalam kaitan ini, penulis antara lain menyatakan dalam bab mengenai pendidikan (hal 190): pendidikan akan memegang peranan sangat penting dalam arti seluas-luasnya. Bukan hanya pendidikan di sekolah-sekolah, melainkan juga di masyarakat umum. Pendidikan akan menjadi alat sangat penting untuk membangun kembali, untuk menggali kembali, isi jiwa bangsa Indonesia yang terpendam bisu dalam jiwanya karena pengaruh Barat. Sambungnya, "Seorang filsuf pendidikan, Prof Robert Ulich, guru besar pada universitas Harvard (1960, emeritus) pernah mengatakan: '..Namun segenap berkah budaya dan ilmu pengetahuan modern, demokrasi, dan hak menentukan nasib sendiri, tidak mampu mencegah krisis luar biasa yang melanda sejarah umat manusia.' Kata Prof Soediman lebih lanjut, "Kiranya kesimpulan Prof Ulich ini patut kita beri perhatian sepenuhnya. Kata-kata tentang adanya krisis dalam kebudayaan Barat, diucapkan orang Barat sendiri, tampaknya mendorong kita, yang sedang membangun negara dan masyarakat, dan merasa kagum seolah-olah ada keagungan dan keunggulan Barat dalam sesuatu yang diperlukan oleh kehidupan manusia, untuk (mengutip BK) 'think and rethink' bagaimana sikap kita tentang semua ini... Apakah Pancasila tidak membawa perubahan fundamental pada pemikiran dalam bidang pendidikan?" Pancasila memang akan menimbulkan perubahan fundamental pada kepercayaan dan pikiran manusia. Dalam hal ini, demi kemaslahatan masyarakat dan bangsa, apakah falsafah Pancasila dapat diabaikan dalam pendidikan-pendidikan khusus, misalnya pendidikan ilmu sosial, seperti pendidikan hukum, ekonomi, sosiologi, dan semacamnya? Prof Dr Sri-Edi Swasono, guru besar FEUI yang hadir dalam diskusi 30 Juni sebagai panelis, mengatakan beruntung dengan terbitnya buku Prof Soediman. Menurutnya, "Saya memperoleh landasan dan penegasan yang solid dalam menjabarkan ekonomi Pancasila dan sistem ekonomi Pasal 33 UUD 1945 yang selama ini saya lakukan dan sebar luaskan, dengan paham kekeluargaan (brotherhood) menjadi sukma bagi kehidupan bangsa Indonesia." Dia menambahkan bahwa kekitaan dalam berekonomi adalah jalan mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/07/07/154364/68/11/Pikir-dan-Pikir-Ulang
About Riwayat Alm. Soediman Kartohadiprodjo Description A. PERGERAKAN KEMERDEKAAN: 1. Ketua Perkumpulan Murid Indonesia HBS Semarang "Among Pamitran" 1924-1925; 2. Pengurus Jong Java, Cabang Semarang 1926-2927; 3. Pengurus Jong Java, Cabang Jakarta 1927-1928; 4. Pengurus Perkumpulan Mahasiswa Indonesia PPPI, Jakarta 1927-1928; 5. Kepanduan Indonesia INPO, Jakarta 1927- 1928; 6. Mengikuti Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928; 7. Sekretaris II, Pengurus Besar Jong Java 1929; 8. Sekretaris II, Komisi Besar Indonesia Muda 1929; 9. Ketua Utusan Jakarta untuk Kongres Indonesia Muda 1931; 10.Ketua Studenten Islam Studie Cub (SIS) 1935-1936; 11.Mengikuti beberapa kepanitiaan dalam perundingan menghadapi Belanda dalam masa revolusi, termasuk diantaranya Panitia Tahanan Perang; 12.Bertindak sebagai pembela untuk kawan seperjuangan yang diajukan oleh Pemerintah Belanda di Pengadilan Kiriminil pada masa revolusi 1947-1949. B. PROFESI: 1. 1937 - 1942 Pengadilan Negeri Garut; 2. 1942 -1944 Ketua Pengadilan Negeri Garut/Tasikmalaya/Ciamis; 3. 1944- 1945 Hakim Pengadilan Negeri Jakarta/Tangerang; 4. 1947 Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta/Tangerang; 5. 1947 Sekretaris Menteri PPK RI; 6. 1946 - 1947 Memimpin Perguruan Tinggi Darurat Republik Indonesia di Jakarta; 7. 1949, mengurus Universiteit Indonesia bersama Ir. Soerachman; 8. 1951 Guru Besar Luar Biasa Fakultas Hukum Universiteit Indonesia (tanpa kertas kerja); 9 1952 Guru Besar Biasa Fakultas Hukum Unversitas Indonesia; 10.1957-1958 pengajar tamu pada University of California, Berkeley; 11. 1961 - 1970 Guru Besar Universitas Parahyangan, Universitas Padjajaran, Sekolah Tinggi Hukum Militer, Seskoau, Sespuko dan Sespukad, di Bandung. C. KEGIATAN SOSIAL: 1. Pengurus Geduang Pertemuan (Societeit) Indonesia, di Tanjung Karang, Lampung 1936-1937; 2. Panitia Persiapan Setempat Transmigrasi Kaum Intelektuil Indonesia di Tanjungkarang, 1937; 3. Studie Club Semaranng 1938-1939; 4. Pengurus RS Bersalin Budi Kemuliaan, Jakarta 1948-1958; 5. Pengurus Palang Merah Indonesia 1950-1961; 6. Pengurus Yayasan Perguruan Cikini Jakarta 1950-1961; 7. Pengurusn Yayasan Perguruan Budi Asih Jakarta 1956-1961. D. KEGIATAN ILMU PENGETAHUAN: 1. Ned. Ind. Juristen Vereniging 1936-1942; 2. Pengurus Perkumpulan Ahli Hukum Indonesia (PAHI) 1946-1959; 3. Ikatan Sarjana Hukum Indonesia (ISHI) 1956-1959; 4. Wakil Ketua Perkumpulan Sarjana Hukum Indonesia (Persahi) 1959-1961; 5. Sekretaris Panitia Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) 1953-1956; 6. Sekrtaris Pengurus MIPU 1956-1957; 7. Sekretaris Umum (Executive Director) MIPI 1958-1961; 8. Diskusi ilmiah di Columbia University, John Hopkin University,Cornell University, Yale University, Harvard University, Sorbone University da Leiden University. E. KEGIATAN POLITIK: 1. Anggota Konstituante 1956 - 1957. Alm Soediman Kartohadiprodjo meninggal pada tanggal 26 Januari 1970 dan dimakamkan di Taman Pahlawan Cikutra, Bandung.
http://www.facebook.com/pages/Kartohadiprodjo/181467168577304?sk=info
http://books.google.co.id/books?id=EqPlqlSQ10QC&pg=PA8&lpg=PA8&dq=riwayat+soediman+karto hadiprodjo&source=bl&ots=CI9X9j5qIZ&sig=HoBn0hCPBKYJP6zEo9dHI6nKcuE&hl=id#v=onepage&q= riwayat%20soediman%20kartohadiprodjo&f=false
CERITA RUMIT DI BALIK PROSES PEMINDAHAN PERPUSTAKAAN SOEDIMAN KARTOHADIPROJO Proses pemindahan Perpustakaan Soediman Kartohadiprodjo sudah berlangsung sejak dua minggu yang lalu tepatnya sejak kamis tanggal 13 april 2011 lalu. Terdapat cerita rumit dan perdebatan panjang antara mahasiswa dengan pihak Dekanat FHUI dan Kepala Perpustakaan Pusat selama proses pemindahan tersebut. Berawal dari isu intergrasi perpustakaan seluruh fakultas di Universitas Indonesia (UI) yang akan dipusatkan di perpustakaan pusat UI yang baru menghentakkan seluruh kalangan Civitas Akademika seantero UI. Tidak terkecuali di FHUI, isu ini menjadi pembicaraan hangat mengingat buku adalah kebutuhan paling pokok bagi mahasiswa. Oleh karena itu, beberapa mahasiswa yang tergabung dalam BEM FHUI 2011 pada Rabu, 23 Maret 2011, menyambangi Dekan FHUI, Prof. Safri Nugraha, S.H., LL.M., PhD, untuk mendapatkan penjelasan terhadap sikap dari FHUI terkait isu integrasi perpustakaan tersebut. Pada intinya ada beberapa informasi terkait proses pemindahan perpustakaan ini, yakni: (1) Bahwa Perpustakaan Soediman Kartohadiprodjo akan dipindahkan secara keseluruhan dengan pertimbangan perpustakaan pusat nantinya akan beroperasi 24 jam dan jaraknya yang dekat dengan FHUI sendiri; (2) Proses pemindahan akan diselenggarakan pada tanggal 25-29 April 2011 dan proses peminjaman tetap diperbolehkan sampai tanggal 23 April 2011; (3) Perpustakaan Pusat yang baru akan diresmikan oleh Presiden SBY pada tanggal 2 Mei 2011 dan sejak diresmikan perpustakaan pusat sudah dapat diakses; dan (4) Bekas ruangan Perpustakaan Soediman Kartohadiprodjo akan dilakukan renovasi untuk menjadi ruang Guru Besar FHUI. Berselang dua hari yakni pada tanggal 25 Maret 2011, civitas FHUI dikagetkan dengan ditempelnya sebuah kertas pengumuman bahwa Perpustakaan Soediman Kartohadiprodjo mulai akan ditutup sejak tanggal 1 April 2011. Menanggapi berita ini, tanggal 29 Maret 2011 beberapa mahasiswa dari Departemen Advokasi BEM FHUI 2011 menggandeng BPM FHUI 2011 mendatangi Kepala
Perpustakaan Soediman Kartohadiprodjo, Ibu Meliyana Yustikarini S.H., M.H., untuk mendapatkan alasan pemercepatan penutupan Perpustakaan Soediman Kartohadiprodjo tersebut. Dari hasil pertemuan tersebut dikatakan bahwa pemercepatan ini perlu dilakukan mengingat proses pendataan, penempelan label, dan pengepakan yang membutuhkan waktu lama karena sumber daya manusia Perpustakaan Soediman Kartohadiprodjo yang sangat sedikit. Selain itu, jadwal pemindahan pada tanggal 25-29 April 2011 tidak dapat dimundurkan karena hal tersebut merupakan jadwal yang sudah ditentukan dari Perpustakaan Pusat. Keesokan harinya, tanggal 30 Maret 2011 pukul 14.00 WIB beberapa perwakilan BEM FHUI 2011 yang dipimpin langsung oleh wakil ketua BEM FHUI 2011, Muhammad Rizaldi, mendatangi Ketua Perpustakaan Pusat Ibu Luki Wijayanti. Dari pertemuan tersebut didapatkan keterangan bahwa jadwal pemindahan perpustakaan Pada tanggal 1 April 2011, BEM FHUI 2011 mendatangi Ibu Meli dan Bapak Dian Puji N. Simatupang di ruangannya. Pada pertemuan hari ini terjadi negosiasi dan perdebatan antara mahasiswa dengan pihak perpustakaan. Negosiasi berakhir dengan kesepakatan bahwa: 1. Skripsi dan Tesis dapat tetap dapat diakses selama proses pemindahan. 2. Buku-buku yang berkaitan dengan mata kuliah tertentu yang memberikan tugas akhir berupa makalah dan tugas lainnya yang membutuhkan referensi buku perpustakaan pemindahannya ditunda hingga akhir UAS. Atas kesepakatan ini, mahasiswa sepakat untuk bertemu kembali Ibu Meli pada tanggal 6 April 2011 untuk membicarakan buku mata saja yang perlu di tunda pemindahannya. Oleh karena itu, pada tanggal 3-5 April 2011 Departemen Advokasi BEM FHUI 2011 kembali melakukan riset kecil dengan menyebarkan 100 kuisioner kepada seluruh mahasiswa FHUI dari berbagai angkatan. Dari hasil kuisioner ini ditemukan bahwa terdapat 11 mata kuliah yang memberikan tugas akhir yakni Hukum Pidana, Hukum dan Ham, Koperasi, Hukum Perburuhan, Perlindungan Konsumen, Hukum Perbankan, Hukum Islam, Kapsel Perdata, MPPH, Tanggung Jawab Profesi, dan Hukum Tata Negara. Buku-buku yang tersebut dapat diakses hingga akhir UAS Semester Genap namun tidak dapat dibawa pulang oleh mahasiswa. Akan tetapi terdapat berita mengagetkan bahwa terjadi pemercepatan proses pemindahan yakni sejak tanggal 13-15 April 2011 dari semula tanggal 25-29 April 2011. Selain itu, Perpustakaan Pusat yang baru tidak jadi diresmikan oleh Presiden SBY tanggal 2 Mei 2011. Peresmian akan dimundurkan sesuai dengan jadwal presiden sebagaimana standar protokoler kepresidenan. Perjuangan mengawal proses pemindahan perpustakaan masih belum selesai. Departemen Advokasi BEM FHUI 2011 merangkul BPM FHUI 2011 akan terus mengawal proses pemindahan perpustakaan ini dan memastikan agar tidak ada hak-hak mahasiswa yang akan terlanggar akibat ketidakjelasan proses pemindahan perpustakaan ini.
http://bemfhui2011.tumblr.com/post/5308994128/cerita-rumit-di-balik-proses-pemindahanperpustakaan
SOEDIMAN KARTOHADIPRODJO (PROF.MR. SOEDIMAN KARTOHADIPRODJO) 1908-1970
Riwayat Singkat
Kegiatan
Tanda Penghargaan
In Memoriam
Riwayat Singkat Lahir di Jatirogo, Tuban, Jawa Timur pada tanggal 3 September 1908. Ayahnya Bupati Pasuruan Raden Toemenggoeng Bawadiman Kartohadiprodjo. Ibunya Raden Ayu Oemi Kartohadiprodjo. Mulai masuk sekolah tahun 1915 di Openbare Eropeesch Lagere School (ELS) di Bojonegoro. Dari ELS meneruskan pendidikan di Hoogere Burgerschool (HBS) di Semarang hingga tamat tahun 1927. Kemudian melanjutkan pada Sekolah Tinggi Kedokteran (GP) di Jakarta. Karena dirasa tidak sesuai dengan jiwa, kemudian pindah ke Sekolah Hukum Tinggi di Jakarta tamat tahun 1936, dengan gelar Meester in de rechten (Mr.). Tamat dari Sekolah Hukum Tinggi, bekerja sebagai volunter pada Kantor Gubernur Bagian Perundangundangan Provinsi Jawa Timur. Pada tanggal 19 November 1936, menjadi pegawai volunter di Pengadilan Tanjungkarang, Lampung.
26 Desember 1936 melangsungkan perkawinan dengan R. Ajeng Oetariah Koesoemo Oetojo, putri R.M. A.A. Koesoemo Oetojo, pensiunan Bupati Jepara. Perkawinan ini dianugerahi sembilan anak: tujuh putra, dan dua putri. (Achmad Soehardi, Mohamad Harijono, Bambang Oetojo, Indrarto, Indrarti, Budiono, Pramono, Indun Lestari, Pamoedjo Rahardjo). 1937-1938, volunter Pengadilan Negeri Garut.
1938, pegawai bulanan Pengadilan Negeri Garut. 1938-1939 pegawai diperbantukan pada Presiden R.V.J. (Pengadilan Tinggi) semarang, dipekerjakan sebagai pemimpin kepaniteraan bagian kriminil. 1939-1942, pegawai diperbantukan pada Ketua Pengadilan Negeri Garut, merangkap hakim pengadilan luar biasa. 1942-1944, Ketua Pengadilan Kepolisian Garut/Tasikmalaya/Ciamis 1944-1945, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta/Tanggerang 1947 Hakim Pengadilan Tinggi Republik Indonesia 1946-1947, memimpin Perguruan Tinggi Darurat Republik Indonesia di Jakarta 1949, saat pemulihan kedaulatan, bersama-sama Ir Soerachman membina Universiteit Indonesia. 1951-1952, guru besar luar biasa pada Fakultas Hukum Univesiteit Indonesia (tanpa kertas kerja) 1952-1958, guru besar biasa pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan kertas kerja berjudul "Negara Republik Indonesia sebagai Negara Hukum" 1957, ke Amerika Serikat dalam rangka kunjungan ke Universitas Berkeley, California. 1958, kembali dari Amerika Serikat, bekerja di MIPI sebagai sekretaris umum. 1961, pensiun 1961-1970, mengajar pada Fakultas Hukum Universitas Parahyangan dan guru besar luar biasa di Unversitas Padjadjaran, Bandung. Di samping itu sempat pula mengajar pada Akademi Hukum Militer di Jakarta, Sekau, Sespuko, dan Sespukad di Bandung. 26 Januari 1970, meninggal dunia dan dimakamkan di Taman Pahlawan Cikutra Bandung. Kegiatan
1. Pergerakan Kemerdekaan
1924-1925 Ketua Perkumpulan Murid-Murid Indonesia HBS Semarang "Among Pamitran" o 1926-1927 Anggota Pengurus Cabang Jong Java Semarang o 1927-1928 Anggota Pengurus Cabang Jong Java Jakarta o 1927-1928 Anggota Pengurus Perkumpulan Mahasiswa Indonesia PPPI di Jakarta o 1927-1928 Anggota Kepanduan Indonesia INPO di Jakarta o 28 Oktober 1928 Ikut Sumpah Pemuda o 1929 Sekretaris II Pengurus Besar Jong Java o 1929 Anggota/Sekretaris II Komisi Besar Indonesia Muda o 1930-1931 Anggota Pengurus Cabang Indonesia Muda o 1931 Ketua Utusan Cabang Jakarta ke Kongres Indonesia Muda di Yogyakarta o 1935-1936 Ketua Studenten Islam Studie Club (SIS) o Duduk dalam beberapa panitia untuk menghadapi Belanda dalam perundingan-perundingan selama revolusi, di antaranya panitia tahanan perang. o 1947-1949 Membela sebagai pengacara para kawan seperjuangan yang diajukan pemerintan pendudukan Belanda di depan Pengadilan Kriminil. 2. Kegiatan Sosial o 1936-1937 Anggota Pengurus Gedung Pertemuan (Societeit) Indonesia di Tanjungkarang, Lampung o 1937 Anggota Panitia Persiapan Setempat Transmigrasi Kaum Intelektuil Indonesia di Tanjungkarang,Lampung o 1938-1939 Anggota Studi Club Semarang o 1939-1943 Ketua Centrale Crediet Cooperati Garut o 1948-1958 Anggota Pengurus RS Bersalin Budi Kemuliaan di Jakarta o 1950-1961 Anggota Pengurus Besar Palang Merah Indonesia o 1950-1961 Anggota Pengurus Yayasan Perguruan cikini di Jakarta o 1956-1961 Anggota Pengurus Perguruan Budi Asih di Jakarta 3. Kegiatan Politik o 1950-1959 Anggota Biasa Partai Sosialis Indonesia (PSI) o 1956-1957 Anggota Konstituante wakil PS) 4. Kegiatan Ilmu Pengetahuan o 1936-1942 Anggota Ned Ind. Juristen Vereniging o 1946-1959 Anggota Pengurus Perkumpulan Ahli Hukum Indonesia (PAHI) o 1956-1959 Anggota Ikatan Sarjana Hukum Indonesia (ISHI) o 1959-1961 Wakil Ketua Perkumpulan Ahli Hukum Indonesia (PERSAHI), Pengurus Besar o 1953-1956 Sekretaris Panitia Persiapan MIPI o
o o o o
1956-1957 Sekretaris Pengurus MIPI 1958-1961 Sekretaris Umum (Executive Director) MIPI 1957-1958 Tamu sarjana pada Universitas Berkeley, Amerika Serikat 1958 Mengunjungi dan bertukar pikiran ilmiah dengan sarjanasarjana di Unicago University, Chicago, Columbia University, John Hopkin UN. Extenstion, Washington D.C., Cornell Un. Ithaca, N.Y., Yale Un,. Harvard Un., di Amerika Serikat, Un de Paris, Sorbonne, Paris, Prancis, dan Un. V. Leiden, Nerderland.
Tanda Penghargaan
1. 1969 Bintang Kartika Eka Paksi III, berdasarkan Keputusan Presiden RI No.05/TK/Th.1969. 2. 1968 Surat Tanda Penghargaan Menteri Utama Bidang Pertahanan Keamanan, 5 April 1968. 3. 1970 Piagam Penghargaan Rektor Universitas Padjadjaran, 24 September 1970 4. Piagam Anugerah Pendidikan Pengabdian dan Ilmu Pengetahuan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 5. Surat ucapan selamat dari Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, berkenaan dengan penganugerahan penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. In Memoriam Soediman Kartohadiprodjo Komentar RRI, 27 Januari 1970, Edisi 277, Tahun III
"Saudara-saudara, marilah kita bekerja bersama-sama dengan penuh tenaga yang ada pada kita, dan berusaha menebus hutang kita pada kawan-kawan kita yang gugur dalam memperjuangkan cita-cita mencapai suatu negara yang merdeka, berdaulat, dan berbentuk suatu negara hukum. Saudara-saudara, tanah air memanggil dan menunggu"
http://home.indo.net.id/~daly97/soediman.htm