Kelompok 2 Nindy Arum Ning Palupi (15020144006) Muhammad Islaqudin (15020144012) Izur Hasbullah (15020144018)
Apresiasi Prosa Fiksi Novel Siti Nurbaya (Kasih Tak Sampai) Karya Marah Rusli Analisis dengan Pendekatan Strukturalisme Strukturalisme Struktur karya satra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams, 1999:102 dalam Nurgiantoro hal 57). Dipihak lan, struktur karya sastra juga menunjuk pada pengertian adanya hubungan antar struktur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, secara bersama membentuk suatu kesatuan yang utuh (Nurgiyanto,1995:57).Teori Abrams dan Burhan Nurgiantoro tersebut bahwa pendekatan struktural merupakan analisis karya fiksi dengan mencari hubungan antar Unsur yang terkandung didalamnya. Dimana unsur yang terkandung dalam karya sastra biasa kita kenal sebagai unsur intrinsik. Diantaranya adalah Tema, Plot(Alur), Penokohan, Latar, Sudut Pandang, Stile(gaya bahasa), dan amanat. Berikut adalah apresiasi novel fiksi ‘Siti Nurbaya (Kasih Tak Sampai)’ Karya Marah Rusli.
1. Tema Dasar teori: menurut burhan Nurgiantoro, tema dibagi menjadi 2 yaitu tema manyor (Artinya: makna pokok cerita yang menjadi dasar umum karya itu) dan tema minor (artinya:makna cerita tersirat dalam sebagian besar cerita atau makna tambahan). Berikut analisis tema pada novel siti nurbaya: Tema Mayor: Adatistiadat dan kawin paksa Untuk tema adat istiadat minang dari bab awal hingga akhir selalu dibahas dalam novel ini. beberapa contoh yang membuktikan tema mayor tersebut adalah sebagai berikut. “Rupanya Kakanda lupa akan perkataan Kakanda tadi dan adat kita yang asli, yaitu laki-laki tak usah memberi belanja istrinya atau anaknya, karena anak istrinya itu tanggungan mamaknya. Laki-laki dipandang sebagai orang semenda, orang menumpang saja; jadi walaupun
istri dan anak banyak tiada menyusahkan.” Disini membahas adat minang yang mana seorang suami tidak memberi nafkah kepada istrinya dan tidak membiayai sekolah dan kebutuhan anaknya karena hal itu merupakan kewajiban paman/bibi dari anaknya.
Tema Minor: A. Bakti anak kepada orang tua. Bakti kepada orang tua ditunjukkan oleh perilaku tokoh samsul bahri “setelah dilihat Samsu ayahnya, lalu dihampirinya orang tuanya itu, seraya berkata, “Kalau Ayah izinkan hamba hendak pergi esok hari bermain-main ke gunung padang.” (Hal:12) dalam cuplikan novel tersebut rasa bakti samsul kepada ayahnya sangat besar. Apapun yang dia lakukan selalu meminta izin dari sang ayah. “Tatkala kulihat ayahku akan dibawa ke dalam penjara, sebagai seorang penjahat yang bersalah besar, gelaplah mataku dan hilanglah pikiranku, dan dengan tiada kuketahui, keluarlah aku, lalu berteriak, “ Jangan dipenjarakan ayahku! Biarkan aku jadi istri Datuk Meriggih!”(hal: 150) dari perkataan Nurbaya tersebut juga menjelaskan betapa baktinya dia kepada sang ayah. B. Keserakahan manusia “Aku sesungguhnya tiada senang melihat perniagaan Baginda Sulaiman, makin hari makin bertambah maju, sehingga ia berani bersaing dengan aku, sehingga berani ia bersaing dengan aku. Oleh sebab itu hendaklah ia dijatuhkan.” … “bukan aku suruh kau mencuri barang -barangnya, berapakah yang akan terbawa olehmu? Aku bukan bodoh. Aku tahu akal yang lebih baik, yaitu gudang-gudang dan toko-tokonya harus dibakar, perahu yang membawa barang-barangnya dari panian harus ditenggelamkan dan orang-orang yang ada di sana dibujuk, supaya jangan mau bekerja dengan dia lagi; sekalian pohon kelapanya di Ujung Karang , haruslah diobati, biar busuk dan tak berbuah,” kata Datuk Meringgih dengan suara keras, serta memukul-mukul telapak tangan kirinya dengan tangan kanannya, yang dikepalkan karena geram. (hal:115)
2. Plot (alur) Seperti yang kita tahu bahwa alur merupakan salah satu unsur pembangun cerita yang membahas tentang jalan cerita. Namun pemahaman tersebut dibantah oleh Burhan Nurgiantoro dalam bukunya sebagai berikut. Plot memang mengandung unsur jalan cerita atau tepatnya: peristiwa demi peristiwa yang susul-menyusul, namun lebih
dari jalan cerita itu sendiri (nurgiantoro: 165). Dalam gagasan tersebut dapat disimpulkan bahwa alur bukan hanya sekedar jalan cerita namun merupakan hubungan yang terdapat dalam cerita itu sendiri. Kejelasan kaitan antar peristiwa yang dikisahkan secara linier, akan mempermudah pemahaman pembaca akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang di tampilkan (Nurgiantoro: hal 164). Alur yang terdapat di novel ini adalah maju mundur. Karena dalam setiap babnya jika kita melihat jalan cerita yang dibangun tidak selalu menceritakan tahap yang maju. Ada beberapa bab yang menceritakan masa lalu dan masa depan.
3. Penokohan Pada penokohan dibedakan menjadi dua yaitu yang pertama adalah tokoh protagonis, dan yang kedua adalah tokoh antagonis. Pengertian tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma nilai-nilai yang ideal pada bagi kita. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang menjadi penyebab terjadinya konflik (Nurgiantoro, 1995:261). Penokohan pada novel siti nurbaya: a. Tokoh Protagonis:
Siti Nurbaya, Dikatakan sebagai tokoh protagonis karena siti nurbaya muncul di semua bab yang ada dalam novel tersebut “ah, jangan , Sam. Kasihanilah orang tua itu! karena ia bukan baru sehari dua hari dua bekerja pada ayahmu, melainkan telah bertahuntahun. Dan di dalam waktu yang sekian lamanya itu, belum ada ia berbuat kesalahan apa-apa. Bagaimanakah rasanya, kalau kita sendiri sudah setua itu, masih dimarahi juga? Pada sangkaku, tentulah ada alangan apa-apa padanya. Jangan-jangan ia mendapat kecelakaan di tengah jalan. Kasihan orang tua itu! lebih baik kita berjalan kaki saja perlahan-lahan, ….” Samsul Bahri, Samsu juga dikategorikan sebagai tokoh protagonis karena kemunculannya yang dianggap sebagai superhero yang mengeksekusi kejahatan datuk meringgih. “Ia bukannya orang yang pandai sahaja, tingkah lakunya pun baik; tertib, sopan santun, serta halus budi bahasanya. Lagipula ia lurus hati dan boleh dipercayai. …” (hal 8) b. Tokoh Antagonis: Datuk Meringgih,
Datuk Meringgih dikategorikan sebagai tokoh antagonis karena kemunculannya yang mengakibatkan konflik terjadi. “Saudagar ini adalah seorang yang bakhil, loba, dan tamak, tiada pengasih dan penyayang, serta bengis dan kasar budi pekertinya. Asal ia akan beroleh uang, asal akan sampai maksudnya, tiadalah diindahkannya barang sesuatu, tiadalah ditakutinya barang apapun dan tiadalah ia pandang-memandang. Terbujur lalu, terbelintang patah, katanya. …” (hal 103) Nb: Ada juga penokohan yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah Siti Nurbaya, Samsul bahri, dan datuk Meringgih. Lalu ada juga yang merupakan tokoh tambahan yaitu, Sutan Mahmud Syah, Baginda Sulaeman, Rukiah, Rubiah, pak.Ali, dll.
4. Setting/Latar Latar dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial-budaya. Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiantoro, 1995:341). Latar waktu adalah latar yang berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiantoro, 1995:318). Latar sosial-budaya menunjuk pada hal-halyang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakatdi suatu tempat yang menceritakan dalam karya fiksi(Nurgiantoro, 1995:322). Latar tempat: “… di muka sekolah Belanda Pasar Ambacang di Padang, …”(hal. 1) “… kelihatan bendi Sutan Mahmud masuk ke dalam pekarangan sebuah rumah gedung di Kampung Alang Lawas” (hal. 13) “… tempat orang naik mendaki gunung Padang.” (hal. 3 3) Latar Waktu: “kira-kira pukul satu siang, kelihatan dua orang a nak muda…” (hal.1) “…tadi malam dia minta izin kepada ayahku…”(hal. 3) “pada ke esokan harinya, pukul 5 pagi…” (hal 26) “hari kira-kira pukul setengah tujuh, petang berebut dengan senja, siang hampir akan hilang, malam hamir akan datang.” (hal. 203) “tadi pagi kemana engkau…”(hal. 303) “Pada keesokan harinya diusunglah sebuah jenazah dari rumah Sutan Mahmud…” ( hal. 345) Latar Sosial: “ Baginda Sulaiman seorang sudagar kaya di Padang, yang mempunyai beberapa toko yang besar-bersar, kebun yang lebar-lebar dan beberapa perahu di laut.” (hal. 8) “Sutan Mahmud Syah, penghulu di padang; seorang yang berpangkat dan berbangsa tinggi.” (hal. 8)
“Datuk Meringgih seorang yang kaya raya, tetapi tiadalah ia berbangsa tinggi. Konon kabarnya, tatkala mudanya, ia sangat miskin.” (hal. 10)
5. Sudut pandang sudut pandang haruslah dipertimbangkan kehadirannya, benteknya sebab pemilihan sudut pandang, akan berpengaruh pada penyajian cerita (Nurgiantoro, 1995:336). Pada novel Siti Nurbaya adalah sudut pandang Orang ke-3 pencerita. Disini pengarang menjadi dalang dalam cerita. “sebelum diteruskan cerita ini, baiklah diterangkan terlebih dahulu, siapakah kedua anak muda yang telah kita ceritakan tadi, karena merekaalah kelak yang acap kali akan bertemu dengan kita, di dalam hikayat ini.” (hal. 8) 6. Gaya Bahasa Gaya bahasa yang disajikan pengarang dalam novelnya adalah bahasa kedaerahan, dipengaruhi pula dari latar dan pengarang sendiri yang berasal dari ranah minang yang menggunakan bahasa melayu, bahasa yang digunakan juga bahasa melayu. Mengingat bahasa indonesia juga berakar dari bahasa melayu jadi walaupun ada beberapa kata yang sulit dimengerti. “orang ini masuk bilangan sahabat penghulu itu juga, …” (10) 7. Moral atau Amanat Moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam karya sastra, makna yang disarankan lewat cerita (Nurgiantoto, 1995:429) a. Siapa yang berbuat jahat tentu akan mendapat balasan sebagai akibat dari perbuatan itu. Seperti Datuk Meringgih yang berhasil dibunuh oleh Samsul Bahri. b. Bagaimanapun juga keserakahan merupakan sumber malapetaka dalam keluarga. c. Menjadi orang tua hendaklah lebih bijaksana, memutuskan persoalan hanya untuk menutupi perasaan malu belaka.