Sistemic Lupus Erythematosus (SLE) pada kehamilan Definisi
Sistemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit auto imun yang kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh. Tanda dan gejala penyakit ini dapat bermacammacam, dapat bersifat sementara, dan sulit untuk didiagnosis. arena itu angka yang pasti tentang jumlah orang yang terserang oleh penyakit ini sulit untuk diperoleh. Etiologi
Etiologi dari penyakit SLE belum diketahui dengan pasti. Selain factor keturunan (genetis) dan hormo hormon, n, diketah diketahui ui bah!a bah!a terdap terdapat at beberap beberapaa hal lain lain yang yang dapat dapat mengin mengindu duksi ksi SLE, SLE, diantaranya adalah "irus (Epstain #arr), obat (contoh $ %ydrala&in dan 'rocainamid), sinar , , dan bahan kimia seperti hidra&yn yang terkandung dalam rokok, mercuri dan silica. %ormon estrogen dapat meningkatkan ekspresi system imun, sedangkan androgen menekan ekspresi system imun. %al ini menjelaskan mengapa SLE cenderung lebih banyak terjadi pada !anita dibanding pria. "irus (Epstain #arr), obat obatan, dan dan bahan kimia dapat menyebabkan produksi antinuclear antibody (*+*) yang menjadi salah satu autoantibodi. #agaimana sinar matahari dapat menyebabkan SLE masih belum dapat dimengerti sepenuhnya. Salah satu penjelasan adalah +* yang tekena sinar secara normal akan bersifat antigenic, dan hal ini akan menimbulkan serangan setelah terkena paparan sinar. 'enyebab utama terjadinya SLE adalah karena produksi antibody dan pembentukan kompleks imun imun yang yang abno abnorm rmal al,, sehin sehingg ggaa dapa dapatt terb terben entu tuk k anti antibo body dy terha terhada dap p multi multipl plee nucl nuclear ear,, sitoplasmik, dan komponen permukaan sel dari berbagai tipe sel di berbagai system organ, dengan bantuan suatu penanda g dan factor koagulan. %al inilah yang dapat menjelaskan mengapa SLE dapat menyerang berbagai system s ystem organ. 'embentukan antibody yang berlebihan dapat dihasilkan oleh sel limfosit # yang hiperaktif. %al-hal yang dapat menyebabkan hiperaktifnya sel limfosit # diantaranya adalah hilanya tolera toleransi nsi sel imun imun terhada terhadap p tubuh, tubuh, bahan bahan atau cemara cemaran n dari dari lingku lingkunga ngan n yang yang bersifa bersifatt antigenic, adanya antigen terhadap sel # dari sel # lainnya atau dari antigen pesaing cells (*'/s), perubahan sel Th0 menjadi sel Th1 yang kemudian memicu produksi antibody sel #, dan supresi sel # yang tidak sempurna. *utoantibodi yang terbentuk umumnya menyerang bagian-bagian penyusun nucleus dalam sel yang sering disebut antinuclear antibody (*+*). 'ada pasien SLE dapat ditemukan lebih dari dari satu macam macam *+*, *+*, yang yang dapat dapat menye menyerang rang berbag berbagai ai system system organ. organ. *ntibod *ntibody y yang yang terbent terbentuk uk juga juga dapat dapat menye menyerang rang bagian bagian fosfol fosfolipi ipid d dari dari acti"at acti"ator or komple kompleks ks protro protromb mbin in (antikoagulan lupus) dan kardiolipin (antikardiolipin). *ntikoagulan *ntikoagulan lupus dan antikardiolipin merupakan dua antibody yang termasuk kedalam golongan antibody antifosfolipid. #eberapa antibody tersebut dapat muncul bertahun-tahun sebelum diagnosis dapat ditegakkan, namun ada juga beberapa antibody yang muncul dalam hitungan bulan sebelumnya. Serangkaian reaksi akibat kerusakan regulasi system imun yang kemudian memacu sel # untuk memproduksi autoantibodi, pembentukan kompleks imun yang diikuti oleh akti"asi komplemen, akan menyebabkan inflamasi dan kerusakan pada berbagai jaringan serta organ.
Gejala dan tanda
SLE adalah salah satu kelompok penyakit jaringan ikat difus yang etiologinya tidak diketahui. elompok ini meliputi SLE, skleroderma, polimiositis, arthritis, rheumatoid, dan sindron Sjogren. angguan-gangguan ini seringkali tumpang tindih satu dengan yang lainnya dan dapat tampil sedara bersamaan sehingga diagnosis menjadi semakin sulit untuk ditegakkan. SLE dapat ber"ariasi dari suatu gangguan yang bersifat ringan sampai suatu gangguan yang bersifat fulminan dan mematikan. ambaran klinis SLE sering membingungkan terutama pada a!alnya. ejala yang paling sering muncul adalah arthritit simetris atau atralgia, yang muncul pada 234 dari !aktu perjalanan penyakit, seringkali sebagai manifestasi a!al. Sendi-sendi yang paling sring terserang adalah sendi proksimal tangan, pergelangan tangan, siku, bahu, lutut, dan pergelangan kaki. 'oliarthritis SLE berbeda dengan arthritis rheumatoid karena jarang bersifat erosi"e atau menimbulkan deformitas. +odul sub kutan juga jarang ditemukan pada penyakit SLE. ejala-gejala konstitusional adalah demam, rasa lelah, lemah, dan berkurangnya berat badan yang biasanya timbul pada a!al penyakit dan dapat berulang dalam perjalanan penyakit ini. eletihan dan rasa lemah dapat timbul sebagai gejala sekunder dari anemia ringan yang ditimbulkan oleh SLE. 5anifestasi kulit mencakup ruam eritematosa yangdapat timbul pada !ajah, leher, ekstrimitas, atau pada tubuh. 634 dari pasien SLE memiliki ruam khas berbentuk kupu-kupu. Sinar matahari dapat memperburuk ruam kulit ini. apat timbul rambut rontok yang kadangkadang menjadi berat. 7uga dapat terjadi ulserasi pada mukosa mulut dan nasofaring. 'leuritis (nyeri dada) dapat timbul akibat proses peradangan kronik dari SLE. SLE juga dapat menyebabkan karditis yang menyerang miokardium, endokardium, atau pericardium. urang lebih 894 dari pasien SLE akan mengalami gangguan pada ginjalnya, 194 menjadi gangguan ginjal yang berat. SLE juga dapat menyerang SS' maupun perifer. ejala-gejala yang ditimbulkan meliputi perubahan tingkah laku, kejang, gangguan saraf otak, dan neuropati perifer. Prognosis
'ada penyakit yang parah, resiko yang terbesar adalah iatrogenik obat, dimana akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Sur"i"al pasien SLE adalah sekitar : 4 dalam 03 tahun. Sur"i"al paling rendah terjadi pada pasien bukan kulit putih, pada kelompok dengan tingkat sosio-ekonomi rendah dan pada pasien dengan keterlibatan ginjal, otak, paru atau jantung yang parah. /*, gagal ginjal dan infeksi adalah penyebab utama kematian pada pasien SLE. Diagnosis
*danya empat atau lebih dari 00 kriteria baik secara serial maupun simultan cukup untuk menegakkan diagnosis. riteria diagnosis untuk SLE diantaranya adalah $ 0. ruam di daerah malar 1. ruam discoid
;. fotosensiti"itas 6. ulkus pada mulut 9. arthritis $ tidak erosi"e, pada dua atau lebih sendi-sendi perifer 8. serositis $ pleuritis atau perikarditis :. gangguan pada ginjal < proteinuria persisten yang lebih dari 3,9 g=hari >. gangguan neurulogik $ kejang atau psikosis 2. gangguan hematologik trombositopenia
$
anemia
hemolitik,
leukopenia,
limfopenia,
atau
03. gangguan imunologik $ sel-sel lupus eritematosus (LE) positif, anti +* 00. antibody antinuclear (*+*) Uji laboratorium
0. *+* positif pada lebih dari 294 pasien lupus. 'emeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya antibody yang mampu menghancurkan inti dari sel-sel tubuh sendiri. Selain mendeteksi adanya *+*, juga berguna untuk menge"aluasi pola dari *+* dan antibody spesifik. 'ola *+* diketahui dari pemeriksaan preparat diba!ah sinar . 'emeriksaan ini berguna untuk membedakan SLE dari tipe-tipe gangguan lainnya. 1. antibody terhadap ds+* merupakan uji spesifik untuk SLE. angguan reumatologik lain dapat menyebabkan *+* positif, tetapi antibody anti +* jarang ditemukan kecuali pada SLE. ;. laju enap darah pada pasien SLE biasanya meningkat. ni adalah uji nonspesifik untuk mengukur peradangan dan tidak berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit. 6. uji factor LE. Sel LE dibentuk dengan merusak beberapa leukosit pasien sehingga selsel tersebut mengeluarkan nukleoproteinnya. 'rotein ini bereaksi dengan g, dan kompleks ini difagositosis oleh leukosit normal yang masih ada. 9. urin diperiksa untuk mengetahui adanya protein, laukosit, dan eritrosit. ji ini dilakukan untuk mengetahui adanya komplikasi ginjal dan untuk memantau perkembangan penyakit. Tata Laksana terapi
5eski masih belum dapat disembuhkan, odapus (orang dengan penyakit lupus) tetap bisa mendapatkan pengobatan agar dapat hidup lebih lama seperti orang yang sehat. 'engibatan ditujukan untuk menghilangkan gejala lupus yang ada. 'engobatan juga perlu didukung perubahan pola hidup, pengendalian emosi, pemakaian obat secara tepat, dan pengaturan gi&i seimbang. 5anifestasi yang terjadi dapat ber"ariasi untuk tiap pasien sehingga terapi SLE dilakukan secara indi"idual. +utrisi, cairan, dan elektrolit yang adekuat merupakan pengobatan suportif :yang sangat dibutuhkan. #erikut *lgoritme terapi SLE. Terapi Non Farmakologis :
0. pengaturan istirahat dan olah raga ringan yang teratur da seombang. %al ini dalakukan untuk mengatasi fatigue yang umumnya dialami oleh pasien SLE. 1. hindari merokok, terkait dengan kandngan hydra&ine yang terkadung dalam rokok dan dapat menjadi factor pencetus SLE serta menambah resiko terjadinya /* ;. pemberian asupan minyak ikan, untuk menghindari terjadinya keguguran pada !anita hamil dengan antifosfolipid antibody. 6. menghindari paparan sinar matahari langsung. /ara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan paying, topi, hingga memakai sunscreen maupun sunblok 9. menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan stress karena dapat memicu terjadinya SLE. Terapi Farmakologi
Strategi terapi SLE adalah dengan menekan system imun dan dapat menghilangkan inflamasi. Terapi dengan obat bagi pasien meliputi pemberian ?*+S, kortikosteroid, antimalaria, dan agen penekan imun. 'emilihan obat bergantung pada organ-organ yang terkena oleh penyakit ini. 1. 1. !"N#
ipakai untuk mengatasi arthritis dan artralgia. 'enggunaan ?*+S pada pasien dengan gejala yang masih a!al merupakan pilihan yang logis. *spirin jarang digunakan karena memiliki insidensi hepatotoksik tertinggi, dan sebagian pasien SLE juga mengalami gangguan pada hepar. 'asien SLE juga memiliki resiko tinggi terhadap efek samping ?*+S pada kulit, hepar, dan ginjal, sehingga penggunaannya perlu dimonitoring. 1. $. bat !ntimalaria
Terapi antimalaria kadang-kadang dapat efektif apabila ?*+S tidak dapat mengendalikan gejala-gejala SLE. #iasanya anti malaria mula-mula diberikan dosis tinggi untuk memperoleh keadaan remisi. *ntimalaria dapat mengatasi beberapa manifestasi klinis, seperti arthalgia, pleuritis, inflamasi pericardial, fatigu, dan leukopenia. %idroksikloro@uin diketahui lebih aman dibandingkan dengan cloro@uine dan merupakan pilihan pertama dalam terapi SLE. 5ekanisme antimalaria belum jelas, namun telah diketahui bah!a obat antimalaria menggangu akti"itas limfosit T. dosis dan durasi penggunaan tergantung dari respon pasien, toleransi terhadap efek samping, dan potensi terjadinya toksisitas renal yang dapat terjadi pada penggunaan cloro@uin jangka panjang. osis yang direkomendasikan adalah 133-633 mg=hari untuk hidroksikloro@uin dan 193-933 mg=hari untuk cloro@uin. Efek samping pada system /+S diantaranya adalah sakit kepala, insomnia, kegugupan, dll. Selain itu rash, dermatitis, perubahan pigmen rambut dan kulit, mutah, dan toksisitas ocular re"ersible. arena kemungkinan adanya retinophati, e"aluasi ophtalmologik harus dilakukan dia!al terapi, minimal ; bulan untuk penggunaan cloro@uin, dan setiap 8-01 bulan untuk penggunaan hydroAicloro@uin. 7ika diketahui terjadi abnormalitas retina maka terapi antimalaria harus dihentikan atau dikurangi dosisnya. 1. %. &ortikosteroid
5erupakan obat yang paling sering digunakan dalam terapi SLE. #eberapa pertimbangan yang matang harus dilakukan sebelum memutuskan menggunakannya terkait dengan resiko yang ditimbulkan, seperti kemungkinan terjadinya infeksi, hipertensi, diabetes, obesitas, osteoporosis, dan beberapa penyakit psikiatris. 'rednison dosis rendah (03-13 mg=hari) digunakan untuk mengatasi gejala ringan SLE tetapi apabila gejala yang terjadi termasuk gejala yang berat maka penggunaan dosis yang lebih tinggi (03-13 mg=kg=hari) dapat diberikan. etika gejala telah teratasi maka dosis harus ditapering dan dipertahankan pada dosis terendah yang dapat memberikan efek. Terapi steroid jangka pendek dengan dosis tinggi dapat diberikan bagi pasien dengan gejala nefritis parah, gejala pada system /+S, dan manifestasi hemolitik. osis yang digunakan biasanya adalah 933-0333 mg metilprednisolon i." berurutan selama ;-8 hari, dan diikuti dengan 0-0,9 mg=kg=hari prednison, yang kemudian ditapering sampai dosis terendah yang masih dapat memberikan efek. Pen'api(an
#ila keadaan klinis baik dan gambaran laboratorium dalam batas normal maka mulai dilakukan penyapihan bertahap. 'emeriksaan kon"ersi negatif sel LE dan titer *+* dapat dipakai sebagai pegangan untuk memulai penyapihan kortikosteroid. Setiap dosis inisial harus diberikan dalam dosis terbagi ;-6 kali sehari, setelah itu dapat dipertimbangkan pemberian dosis tunggal pada pagi hari. #ila terdapat stress (infeksi, trauma, luka, kelelahan, tekanan keji!aan) pengobatan diberikan dalam dosis terbagi. #ila pada saat penyapihan gejala kambuh kembali, dosis dinaikkan dengan 19-934 terapi saat itu dalam dosis terbagi yang dipertahankan dalam beberapa lama sebelum diputuskan untuk meneruskan penyapihan, atau menaikan dosis kembali. 'atokan penyapihan $ 03 mg=hari $ turunkan 3,9-0,3 mg setiap 1-6 minggu, 03-13 mg=hari $ turunkan 0,3-1,9 mg setiap minggu, 13-83 mg=hari $ turunkan 1,9-9,3 mg setiap minggu 1. ). bat #itotoksik
Terapi penekan imun (siklofosfamid, a&atioprin) dapat dilakukan untuk menekan akti"itas autoimun SLE. ?bat-obatan ini biasanya dipakai ketika $ 0. diagnosis pasti sudah ditegakkan 1. adanya gejala-gejala berat yang dapat mengancam ji!a gangguan neurologik SS', anemia hemolitik akut. ;. kegagalan tindakan-tindakan pengobatan lainnya, misalnya bila pemberian steroid tidak memberikan respon atau bila dosis steroid harus diturunkan karena adanya efek samping. 0. Tidak adanya kehamilan, infeksi, dan neoplasia. osis siklofosfamid yang digunakan untuk terapi kombinasi adalah 0-; mg=kg ## per oral dan 3,9-0,3 g=mB #S* secara intra "ena. Efek samping yang ditimbulkan adalah infeksi oportunistik, komplikasi kandung kemih, kemandulan, dan efek teratogenesis. *&atioprin dapat jugs digunakan sebagai kombinasi dengan kortikosteroid, namum belum ada bukti yang
memastikan bah!a penggunaan a&atioprin lebih baik dibanding siklofosfamid. *gen sitotoksik baru yang mulai banyak digunakan saat ini adalah mycofenolat mofenil. 'ada beberapa studi secara random menunjukkan mycofenolat mofenil memberikan efek yang lebih baik dibanding a&atioprin dan siklofosfamid. Penanganan #LE Pada &e(amilan
SLE memperburuk kehamilan , keadaan postpartum, aborsi, dan preekalampsia. 'ada pasien hamil, SLE berkembang terutama trimester ketiga kehamilan, sehingga penanganannya berbeda pada orang normal. ortikosteroid adalah drug of choice, !alaupun menembus plasenta kortikosteroid dimetabolisme oleh plasenta hidroksigenase sebelum mencapai fetus. +S* dan aspirin aman pada trimester pertama dan kedua. osis rendah aspirin (>0mg=hari) dengan atau tanpa heparin dapat digunakan pada kehamilan dengan lupus yang terkomplikasi antiphospolipid antibodi (lupus antikoagulan, antikardiolipin antibodi) mengurangi komplikasi fetal. 'enggunaan +S* dan aspirin harus dibatasi pada trimester pertama. D!FT!* PU#T!&!
ipiro, 7T., et.al, 1339, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, Edisi 8th, 5c. ra!%ill. %arrison, et.al., 1333, Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit-Penyakit diterjemahkan *sdie *%., 'enerbit buku kedokteran E, 7akarta.
Dalam,
Edisi
0;th,
'rice *. Syl"ia, 1338, Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 8, 'enerbit buku edokteran E/, 7akarta. Available at $ %ttp$==tutor.lscf.ucsb.edu=instde"=sears=immunology=fig13-8-003.gif . iakses tanggal 0: 7uli 133>.