BAB I PENDAHULUAN
1.1. 1.1. Lata Latarr Be Bela laka kang ng
Distres respirasi atau gangguan nafas, merupakan masalah yang sering dijum dijumpai pai pada pada hari-h hari-hari ari pertam pertamaa BBL, BBL, ditand ditandai ai dengan dengan takipn takipneu, eu, nafas nafas cuping hidung, retraksi interkosta, sianosis dan apneu. Kumpulan gejala terse tersebu butt dike dikena nall deng dengan an isti istilah lah Sind Sindro rom m Gaa Gaatt !afas !afas "SG! "SG!#. #. SG! SG! ini ini melipu meliputi ti $espir $espirato atory ry Distre Distress ss Syndro Syndrom m "$DS# "$DS# akibat akibat paru paru yang yang belum belum matang, matang, %ransien %ransientt %achypnea %achypnea of %he !eborn !eborn "%%!#, "%%!#, &enyakit &enyakit 'embran 'embran (ialin "&'(# dan aspirasi mekonium. ) Sind Sindro rom m Gaa Gaatt !afas !afas pada pada !eon !eonat atus us "SG! "SG!!# !# meru merupa pakan kan suat suatu u sindrom yang sering kita temukan pada neonatus. ),* SG!! sesuai dengan namanya merupakan suatu kegaatan yang dapat berakibat kematian atau cacat fisik dan mental di masa depan. ) &re+alensi SG!! sangat ber+ariasi. ber+arias i. 'enurut arrel dan +ery +ery "dikutip u, )/01#, &enyakit 'embran (ialin "&'(# pre+alensinya adalah ) 2 dari semua semua kela kelahi hiran ran dan dan )3 2 pada pada Bayi Bayi Bera Beratt Lahi Lahirr $end $endah ah "BBL "BBL$# $#.. ) &re+al &re+alens ensiny inyaa akan akan mening meningkat kat bila bila pre+al pre+alens ensii BBL$ BBL$ mening meningkat kat karena karena sebagian besar SG!! itu disebabkan oleh &'(. ),*,4,3 Dengan melihat insidensi yang terjadi, sampai saat ini SG!! masih merupa merupakan kan salah salah satu faktor faktor penye penyebab bab mortal mortalita itass dan morbi morbidit ditas as yang yang tinggi. (al ini terutama disebabkan kompleknya faktor etiologi serta adanya keterbatasan dalam penatalaksanaan penderita.),5 kan tetapi dalam dekade akhir ini tampak kemajuan yang sangat berarti, baik dalam cara diagnostik dini maupun dalam penatalaksanaan penderita. 5 Sehingga angka kesakitan dan dan angk angkaa kema kematia tian n peny penyaki akitt terut terutam amaa di nega negara ra berk berkem emba bang ng telah telah memperlihatkan penurunan yang cukup bermakna. )
)
I.2.
Tujuan Tu juan Penulisan
%ujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah aasan ilmu pengetahuan bagi para dokter muda khususnya dan bagi pembaca pada umumn umumnya ya sehingg sehinggaa diharap diharapkan kan para para calon calon dokter dokter mampu mampu mengen mengenali ali,, menganalisa dan membuat diagnostik yang tepat pada kasus-kasus SG!!.
*
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Sindrom gaat nafas adalah suatu keadaan dimana al+eoli pada paru paru bayi tidak dapat tetap terbuka karena tingginya tegangan permukaan akibat kekurangan surfaktan, dimana terdapat kumpulan gejala yang terdiri atas dispnea, sianosis, takipnea, penggunaan otot-otot bantu nafas dan adanya merintih.)
2.2. Faktor isiko
SG!! bisa diramalkan dengan mengenali faktor-faktor risiko terjadinya SG!! pada kehamilan, kelahiran dan pada bayi. aktor risiko utama SG!! adalah prematuritas. Secara umum dapat kita ketahui baha faktor risiko SG!! adalah sebagai berikut6 * a. aktor pada kehamilan6 ). Kehamilan kurang bulan. *. Kehamilan dengan gaat janin. 4. Kehamilan dengan penyakit kronis ibu. 3. Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat. 5. Kehamilan lebih bulan. b. aktor pada partus6 ). &artus dengan infeksi intra partum. *. &artus dengan tindakan 4. &artus dengan penggunaan obat sedatif. c. aktor pada bayi6 ). Skor apgar yang rendah. *. Bayi berat lahir rendah. 4. Bayi kurang bulan. 3. Berat lahir lebih dari 3777 gram.
4
5. 8acad baaan. 1. rekuensi pernafasan dengan * kali obser+asi lebih dari 179menit.
2.!. Pen"e#a# $angguan Na%as &a'a BBL. ),4,1
). spirasi mekonium spirasi mekonium merupakan terhisapnya cairan amnion yang tercemar mekonium kedalam paru pada bayi yang mengalami stres intrauterin, yang dapat terjadi pada saat intrauterin dan seaktu persalinan. danya cairan mekonium dalam mulut atau saluran nafas atas maupun baah. 8airan ini dapat menjadi hambatan bagi saluran nafas bagian atas "obstruksi# dan jika cairan ini telah sampai disaluran nafas baah atau jaringan paru, cairan yang berisi mekonium ini akan menginfeksi jaringan paru tersebut atau bronkioli yang akan membuat reaksi radang sehingga terjadi hambatan bagi saluran nafas bagian baah "infeksi#. Kehadiran mekonium dalam cairan ketuban menyebabkan sindrom aspirasi mekonium "'S# tetapi tidak semua neonatus dengan mekonium yang mengandung ketuban berkembang menjadi aspirasi mekonium. Kehadiran mekonium yang mengandung partikel kental dalam cairan amnion meningkatkan kemungkinan aspirasi pranatal. &embersihan mekonium dari jalan nafas sebelum nafas pertama dan penggunaan tekanan +entilasi positif "&&:# sebelum membersihkan saluran nafas meningkat kemungkinan mekonium berkembang menjadi sindrom aspirasi mekonium pada neonatus. 'anifestasi klinis dari aspirasi mekonium adalah6 a. %akipneu b. spirasi yang memanjang c. Sianosis d. $etraksi intercosta e. Barrel chest f. danya ronhki pada auskultasi g. Kuku, tali pusat dan kulit yang berarna kuning kehijauan 3
Dalam menegakkan diagnosa dari aspirasi mekonium yaitu6 a. namnesis6 adanya faktor resiko b. 8airan amnion tercemar mekonium c. Gaat janin d. Bayi mengalami asfiksia dan setelah lahir menunjukkan sindrom gaat nafas e. Biasanya disertai dengan bayi yang leat bulan f. nalisa
gas darah6
asidosis metabolik,
asidosis
respiratorik,
hipoksemia dan hiperkapnia g. oto thorak6 hiperinflasi, atelektasis, pneumonia
*. &enyakit 'embran (ialin "&'(# &enyakit 'embran (ialin merupakan penyebab terbanyak kesakitan dan kematian pada bayi prematur. %ak hanya bayi premature saja yang berisiko terkena sindrom ini, bayi cukup bulan pun berisiko. Sekitar ;52 untuk bayi baru lahir yang lahir kurang bulan sedangkan )7-572 biasanya pada bayi yang berat lahirnya kurang dari *577 gr. Sindrom ini lebih banyak ditemui pada bayi laki-laki dibanding bayi perempuan. Gejala aal sindrom ini berupa sesak nafas, bayi merintih, frekuensi pernafasan cepat <17 =9menit, terdapat tarikan dinding dada, dan kulit sianosis. Gejala ini timbul dalam *3 jam pertama setelah lahir dengan gradasi yang berbeda-beda.;
4. %ransient %achypneu of %he !eborn "%%!# Suatu penyakit ringan pada neonatus yang lahir mendekati cukup bulan atau cukup bulan namun mengalami gaat nafas segera setelah lahir dan hilang dengan sendirinya dalam aktu 4-5 hari. (al ini disebabkan adanya retensi atau keterlambatan dalam clearance paru janin.1,; %anda dari %%! adalah dengan melihat adanya tanda distres pernafasan yaitu, takipneu, nafas cuping hidung, mendengkur, retraksi dinding dada dan sianosis pada kasus ekstrim. %akipneu segera setelah
5
kelahiran nafas lebih dari <17=9menit. Dalam menegakkan diagnosis pada %%! dapat kita lihat pada pemeriksaan radiologi yaitu6 4 ). (iperekpansi paru, khas pada %%! *. Garis prominent di perihiler 4. &embesaran jantung ringan hingga sedang 3. Diafragma datar, dapat dilihat dari lateral 5. 8airan difisura minor dan perlahan akan terdapat diruang pleura 1. %emuan karakteristik termasuk perihiler menonjol ;. %erdapat sedikit efusi pleura 0. Gambaran infiltrat yang halus pada kedua lapang paru secara homogen dan tersebar merata
2.(. Pato%isiologi
Sampai saat ini teori terjadinya SG!! yang paling banyak diterima ialah karena kurangnya surfaktan pada paru. 1,;,0 Surfaktan diproduksi oleh sel epitel saluran nafas yang disebut pneumocyt tipe >>. ; ?nsur surfaktan yang terpenting adalah dipalmitil fosfatidilkolin "lesitin#, fosfatidilgliserol, dua apoprotein dan kolesterol. 3 Bahan-bahan aktif tersebut memegang peranan utama dalam stabilisasi pertukaran udara perifer dan berfungsi sebagai faktor antiatelektasis yang menolong pengendalian ekspansi al+eolus pada tekanan fisiologik, yaitu dengan merendahkan tegangan permukaan al+eolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada akhir ekspirasi. ; &neumocyt tipe >> ini mulai tumbuh pada gestasi **-*3 minggu dan mulai mengeluarkan surface acti+e lipids pada gestasi *3-*1 minggu dan mulai berfungsi pada masa gestasi 4*-41 minggu. Sel ini sangat peka dan berkurang dalam jumlah pada keadaan asfiksia selama masa perinatal. Kematangan sel ini terpengaruh oleh adanya keadaan fetal hiperinsulinemia, stress intra uteri yang kronik, seperti hipertensi pada kehamilan, >?G$ ">ntra ?terine Groth $etardation# dan kehamilan kembar.;
1
&erubahan atau tidak adanya surfaktan pulmonal akan menyebabkan serangkaian peristia yang ditunjukkan pada gambar berikut ini6 1 SURFAKTAN ↓↓
METABOLISME PARU ↓
COMPLIANCE PARU ↓
ALIRAN DARAH PULMONAL ↓↓
VENTILASI ALVEOLAR ↓
$a)#ar 1. Peristi*a &eru#a+an sur%aktan &ul)onal (
&eranan surfaktan adalah untuk merendahkan tegangan permukaan al+eolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsional pada akhir ekspirasi./ (al ini akan mengakibatkan berkurangnya daya kembang paru "paru-paru kaku#. 1 l+eolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat./ Kerja tambahan ini akan melelahkan bayi dan menimbulkan penurunan +entilasi al+eoler, atelektasis dan hipoperfusi al+eolar.1 sfiksia akan menimbulkan +asokonstriksi pulmonal, dimana darah akan meleati paru-paru melalui jalan pintas janin "&aten Ductus rteriosus atau oramen @+ale# sehingga mengurangi aliran darah pulmonal. 1,; %erjadinya iskemia merupakan suatu gangguan tambahan sehingga akan makin mengurangi metabolisme paru-paru dan produksi surfaktan.1
2.,. Patogenesis
Defisiensi
substansi
surfaktan
yang
ditemukan
pada
&'(
menyebabkan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya terganggu./ (al ini mengakibatkan terganggunya fungsi paru bayi setelah lahir. &ada keadaan defisiensi ini paru bayi akan gagal mempertahankan kestabilan al+eolus pada akhir ekspirasi, sehingga pada saat inspirasi
;
berikutnya dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk mengembangkan al+eolus yang mengalami kolaps.5 Dan pada setiap ekspirasi terjadinya atelektasis menjadi bertambah.; Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya +entilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi 8@* dan asidosis. (ipoksia akan menimbulkan6 ")# @ksigeniasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolisme anaerobik dengan penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi. "*# Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus al+eolaris yang akan menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam al+eoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. / aktor-faktor
yang
berperan
dalam
patogenesis
&'(
dapat
diterangkan dari gambar berikut ini6 3 Prematur$ta% Sek%$-C
Pre.$%&"%$%$ fam$#a$#
A%f$k%$a $ntra&artum
A%$."%$% Surfaktan yang menurun
angguan Meta!"#$%me %e#
Ate#ekta%$% &r"gre%$f
H$&"&erfu%$ a#'e"#ar
H$&"'ent$#a%$
↑ &CO)* ↓ &O)* ↓ &H
Penyem&$tan &em!u#u( Dara( &aru
Tak$&nea %ementara A%f$k%$a ne"nata# H$&"term$a A&nea
+Sy"k, ($&"ten%$
H$&"'"#em$a
$a)#ar 2. Faktor-%aktor "ang #er&eran 'ala) &at+ogenesis S$NN !
0
Defisiensi sintesis atau pengeluaran surfaktan, bersama-sama dengan unit pernafasan yang kecil dan dinding rongga dada yang lunak, mengakibatkan atelektasis, frekuensi pernafasan meningkat, compliance paru berkurang, kerja pernafasan semakin meningkat dan akhirnya +entilasi al+eolar tidak mencukupi. kibat yang ditimbulkan adalah terjadinya hiperkarbia,
hipoksia
dan
asidosis
yang
mengakibatkan
terjadinya
penyempitan pembuluh darah paru 3. :asokonstriksi pembuluh darah paru yang disebabkan oleh hipoksia menyebabkan terjadinya peninggian tahanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen o+ale. 5 %erjadinya hipoperfusi al+eolar akibat dari +asokonstriksi pembuluh darah paru akan menyebabkan terganggunya metabolisme sel-sel paru dan pada akhirnya akan menurunkan produksi surfaktan.1 Secara singkat dapat diterangkan baha dalam tubuh terjadi lingkaran setan yang terdiri dari6 atelektasis → hipoksia → asidosis → transudasi → penurunan aliran darah paru → hambatan pembentukan substansi surfaktan
→ atelektasis. (al ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi./
2.. /lasi%ikasi
Buku pedoman menajemen masalah BBL untuk dokter, peraat dan bidan di rumah sakit membagi klasifikasi gangguan nafas menjadi63,5 ). Gangguan nafas ringan. *. Gangguan nafas sedang. 4. Gangguan nafas berat. Secara rinci dapat dilihat pada tabel klasifikasi lain dapat menggunakan skor Dones seperti pada tabel dibaah.
/
Ta#el 1. /lasi%ikasi gangguan na%as 1
rekuensi nafas
Gejala tambahan
Klasifikasi
gangguan nafas <17 =9 menit
Dengan
Sianosis
sentral
dan $angguan
tarikan dinding dada atau
na%as #erat
merintih saat ekspirasi Sianosis tau 7 =9 menit
Dengan
sentral
atau
tarikan diding dada atau merintih saat ekspirasi
tau A 47=9 menit
17 /7 =9 menit
Dengan atau
Gejala lain dari gangguan
tanpa
nafas
Dengan
%arikan dinding dada atau
tetapi tanpa
merintih saat ekspirasi, na%as se'ang
$anguan
sianosis sentral tau < /7 = 9
%anpa
menit
%arikan dinding dada atau merintih
saat
ekspirasi
atau sianosis sentral
17 /7 =9 menit
%anpa
%arikan dinding dada atau merintih
saat
$angguan
ekspirasi na%as ringan
atau sianosis sentral
17 /7 =9 menit
Dengan
Sianosis sentral, tarikan /elainan
tetapi tanpa
dinding
dada
merintih
atau jantung kongenital
)
Sumber6 kosim 'S, suryono , setyoireni DS dkk.
Ta#el 2. E0aluasi $a*at Na%as Dengan Skor Do*nes 1
)7
rekuensi nafas
7 A 179menit
Skor ) 17-079menit
* <079menit
$etraksi
%idak ada retraksi
$etraksi ringan
$etraksi berat
Sianosis
%idak ada sianosis
Sianosis hilang
Sianosis menetap
dengan @*,
alaupun diberi
penurunan ringan
@*
?dara masuk
%idak ada udara
dapat didengar
masuk
Dapat didengar
Dapat didengar
dengan stetoskop
tanpa alat bantu
&emeriksaan
ir entry
'erintih
?dah masuk
%idak merintih
C+aluasi %otal
Diagnosis
)-4
Sesak nafas ringan
3-5
Sesak nafas sedang
1
Sesak nafas berat
Sumber 6 Eood DE, DoneFs , Locks (> )
2.. $ejala /linis
Bayi penderita &'( biasanya bayi kurang bulan yang lahir dengan berat badan antara )*77-*777 gram dengan masa gestasi antara 47-41 minggu. arang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih *577 gram dan masa gestasi lebih 40 minggu. 5 Gejala klinis biasanya mulai terlihat pada beberapa jam pertama setelah lahir terutama pada umur 1-0 jam. 5,; Gejala karakteristik mulai timbul pada usia *3-;* jam dan setelah itu keadaan bayi mungkin memburuk atau mengalami perbaikan.5 Bila keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama./ Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru yang menurun.3,/ Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis seperti6),4,3,5,1
-
Dispnea.
-
'erintih saat ekspirasi "grunting#.
-
%akipnea "frekensi pernafasan < 179menit#.
))
-
&ernafasan cuping hidung.
-
$etraksi dinding thoraks "suprasternal, epigastrium atau interkostal# pada saat inspirasi.
-
Sianosis.
Gejala-gejala ini timbul dalam *3 jam pertama sesudah bayi lahir dengan gradasi yang berbeda-beda. !amun yang selalu ada ialah dispnea, sehingga dapat kita katakan baha kita menghadapi sindrom gaat nafas bila kita menemukan adanya dispnea. Dispnea adalah kesulitan +entilasi paru. &ada +entilasi paru yang normal tidak dibutuhkan frekuensi +entilasi ekstra atau bantuan otot pernafasan tambahan. Sehingga kalau telah ada dispnea maka akan terjadi takipne, pernafasan cuping hidung, retraksi dinding toraks dan sianosis. adi praktisnya bila kita melihat adanya dispne pada neonatus pada dasarnya kita berhadapan dengan SG!!. ) Selain tanda gangguan pernafasan, ditemukan gejala lain misalnya brakikardia, hipotensi, kardiomegali, pitting oedema terutama di dorsal tangan9kaki, hipotermia, tonus otot menurun dan terdapatnya gejala sentral. Semua gejala tambahan ini sering ditemukan pada &'( yang berat atau yang sudah mengalami komplikasi. / Gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit ini dapat mencapai puncaknya dalam aktu 4 hari, kemudian akan mulai terjadi perbaikan yang berangsurangsur. Kematian jarang terjadi setelah 4 hari, kecuali pada bayi yang perjalanan penyakitnya fatal.3
2.. Pe)eriksaan a'iologi
&emeriksaan foto rontgen paru memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan diagnosis yang tepat. 5 &emeriksaan ini juga untuk menyingkirkan penyakit lain dengan gejala yang sama dengan &'( seperti pneumothora=, hernia diafragmatika, dan lain-lain. 5,; Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrat retrikulo granular pada parenkim disertai adanya tabung-tabung udara bronkus "air bronchogram#.4,5,1,0 Gambaran )*
retikulo granular ini merupakan manifestasi adanya kolaps al+eolus sehingga apabila penyakit semakin berat gambaran ini akan semakin jelas. 5
$a)#ar !. $a)#ar 'iatas )eru&akan sala+ satu %oto t+orak antero&osterior terlentang #a"i #aru la+ir 'engan PMH. 3
2.3. Pe)eriksaan La#oratoriu)
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksan laboratorium diantaranya ialah pemeriksaan darah6/
-
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 35 mg2, prognosis lebih buruk.
-
Kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan sama.
-
Kadar &a@* menurun disebabkan berkurangnya dioksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau arteri +ena.
-
Kadar &a@* meninggi, karena gangguan +entilasi dan pengeluaran 8@ * sebagai akibat atelektasis paru.
-
&( darah menurun dan defisit basa meningkat akibat adanya asiodosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.
)4
uga diperlukan pemeriksaan6;
-
(b dan hematokrit untuk petunjuk perlu tidaknya plasma espander bila bayi jatuh dalam syok.
-
&encarian ke arah sepsis, termasuk darah tepi lengkap, termasuk trombosit, kultur darah, cairan amnion dan urin.
-
Clektrolit.
-
Golongan darah.
-
Serum glukosa "dapat rendah atau tinggi#.
2.14. Diagnosis
Diagnosis klinis SG!! kita tegakkan kalau kita tegakkan kalau kita telah menemukan sindrom sebagai berikut6 4,5,;
-
Dispnea.
-
'erintih "grunting#.
-
%akipne.
-
&ernafsan cuping hidung.
-
$etraksi dinding toraks.
-
Sianosis. !amun bila pada bayi terdapat faktor risiko terjadinya &'( maka bila
dalam * kali obser+asi frekuensi pernafasan selalu di atas 17 per menit dalam keadaan bayi tidak menangis maka harus dibuat foto polos. %oraks anteriposterior untuk menegakkan diagnostik dan untuk menentukan sikap selanjutnya.),5 Diagnosis gangguan nafas ditegakkan secara klinis maupun dengan analisa gas darah "blok gas analisis#. &erhitungan indeks oksigenasi akan menggambarkan beratnya hipoksemia. Bila menge+aluasi bayi dengan gangguan nafas harus hati-hati atau apada karena dapat terjadi bayi dengan gejala pernafasan yang menonjol, tetapi tidak menderita gangguan nafas. &enilaian yang hati-hati berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik yang lengkap dan pemeriksaan penunjang dapat menjelaskan tentang diagnosis.
)3
&enilaian secara serialtentang kesadaran, gejala respirasi, analisis gas darah dan respon terhadap terapi. ). namnesis namnesis tentang riayat keluarga, maternal, prenatal dan intrapartum dan sangat diperlukan antara lain tentang hal-hal dibaah ini6 a. &rematuritas, sindrom gangguan nafas, sindrom aspirasi mekonium, inspeksi, bayi lebih bulan. b. Gangguan SS&6 tangis melengking, hipertoni, flasiditas, antonia, miastenia. c. Kelainan kongenital6 arteri umbilikalis tunggal, anomali kongenital lain d. Diabetes pada ibu, perdarahan antepartum pada persalinan kurang bulan, partus lama, kulit ketuban pecah dini, oligohidromion, penggunaan obat yang berlebihan. *. &emeriksaan isik &ada pemeriksaan fisik dapat dijumpai gejala klinik gangguan nafas, berupa beberapa tanda dibaah ini6 ). 'erintih atau grunting tetapi arna kulit masih kemerahan, merupakan gejala yang menonjol *. Sianosis. 4. $etraksi. 3. %anda obstrukis saluran napas mulai dari hidung6 atresia koanae, ditandai dengan kesulitan memasukkan pipa nasogastrik melalui hidung. 5. ir ketuban bercampur mekonium atau pearnaan hijau kekuningan pada tali pusat. 1. bdomen mengempis "scaphoid abdomen# Di rumah sakit rujukan tindakan diagnostik dikerjakan untuk mengetahui diagnosis anatomik dan fungsional pada suatu saat. &rosedur diagnostik yang dilakukan tergantung pada keadaan penderita kemampuan penderita dan fasilitas yang tersedia.) %indakan diagnostik yang disebut di baah ini disusun menurut prioritas berdasarkan keadaan penderita6)
)5
). $adiologi toraks. *. nalisa gas darah. 4. Glukosa darah. 3. Clektrolit darah. 5. Darah tepi lengkap. 1. CKG. ;. ?SG otak. Khusus untuk &'( suatu cara yang sederhana yang dapat meramalkan terjadinya penyakit ini dan untuk membantu penegakkan diagnosis adalah dengan Shake test, caranya adalah sebagai berikut6 ),0 ). mbil 7,5 ml aspirat lambung yang bersih, masukkan ke dalam tabung reaksi. *. Ke dalam cairan ini dituangkan 7,5 garam fisiologi. 4. Kemudian tambahkan ) ml larutan etanol /5 2. 3. Dikocok selama )5 detik dan dibiarkan diam dalam rak dalam posisi tegak lurus selama )5 menit. >nterpretasi6 &ositif
6 Bila terdapat gelembung-gelembung yang membentuk cincin. rtinya surfaktan terdapat pada paru dalam jumlah yang cukup "gelembung < *94 permukaan#.
!egatif
6 Bila tidak terdapat gelembung. rtinya tidak ada surfaktan dan kemungkinan
akan
terjadi
&'(
besar
"gelembung
H
permukaan. $isiko &'( adalah 17 2. $agu
6 Bila terdapat gelembung tetapi tidak membentuk cincin. rtinya aspada terhadap kemungkinan terjadinya &'( "gelembung )94-*94 permukaan. $isiko &'( *7-57 2. Deteksi dini yang lain ialah melakukan pemeriksaan rasio L9S
"Lecithin Sphingomyelin $atio#, pada air ketuban yang diperoleh dengan amniosentesis, atau dari aspirasi trakea dan lambung. $asio L9S kurang dari * biasanya berasosiasi dengan &'( "Bluck dan Kulo+ich, )/;4#. Deteksi adanya &hosphatidyl glycerol "&G# menunjukkan kematangan paru sehingga bila &G positif, &'( kejadiannya rendah sedang bila &G negatif kejadiannya tinggi "(alliday dkk, )/05#. )
)1
2.11. Diagnosis Ban'ing
Sebagai pemikiran diagnosis banding yang lain dapat dipikirkan hal hal sebagai berikut6) ). Kelainan sistem respirasi 6 a. @bstruksi saluran napas atas6 atresia koanae, gondok, trakheomalasia b. $espiratory distress syndrom I penyakit membran hialin c. %ransient %achypnea of %he !eborn d. &neumoni e. Sindrom aspirasi mekonium *. Sepsis 4. Sistem kardio+askular 3. 'etabolik 6 keadaan yang dapat menyebabkan asidosis, gangguan keseimbangan elektrolit, hipoglikemia 5. Sistem hemopoetik 6 anemia 1. SS& 6 asfiksia saat lahir atau depresi pernapasan
2.12. Penatalaksanaan
Dasar tindakan pada penderita adalah mempertahankan penderita dalam
suasana
fisiologik yang
sebaik-baiknya,
agar bayi
mampu
melanjutkan perkembangan paru dan organ lain, sehingga ia dapat mengadakan
adaptasi
sendiri
terhadap
sekitarnya.5 &enatalaksanaan
penderita &'( tergantung dari berat ringannya penyakit, sehingga
);
penatalaksanaan yang dapat dilakukan terdiri dari tindakan umum dan tindakan khusus. 5 %ujuan penatalaksanaan umum ini ialah mengusahakan agar6)
-
Kebutuhan konsumsi @ * dapat diusahakan seminimal mungkin sehingga fungsi pernafasan dapat berlangsung optimal.
-
Kebutuhan makanan bayi dapat terpenuhi.
-
Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan dengan baik.
-
&erjalanan penyakit dapat dipantau dengan baik dan kalau perlu inter+ensi dapat dilakukan sedini mungkin "?sha $aj, )/00#.
%indakan umum terutama dilakukan pada penderita ringan atau sebagai tindakan penunjang pada penderita berat.5 %indakan umum yang perlu dikerjakan ialah6 ).
'emberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal "41,5° 8-4;° 8# dengan meletakan bayi dalam inkubator. (umiditas ruangan juga harus adekuat ";7-07 2#.),/
*.
'akan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberi cairan intra+ena yang disesuaikan dengan kebutuhan kalorinya. dapun pemberian cairan ini bertujuan untuk memberikan kalori yang cukup, menjaga agar bayi tidak mengalami dehidrasi, mempertahankan pengeluaran cairan melalui ginjal dan mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh. Dalam 30 jam pertama biasanya cairan yang diberikan terdiri dari glukosa9dekstrose )72 dalam jumlah )77 ml9KgBB9hr. Dengan pemberian secara ini diharapkan kalori yang dibutuhkan "37 kkal9KgBB9hr# untuk mencegah katabolisme tubuh dapat dipenuhi. 5 %indakan khusus meliputi6
).
&emberian @* Setiap penderita SG! hampir selalu membutuhkan @* tambahan. &emberian @* ini perlu dilakukan secara hati-hati, karena @ * punya pengaruh yang kompleks terhadap bayi baru lahir.5
)0
&emberian @* yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diinginkan seperti fibrosis paru, kerusakan retina "fibroplasi retrolental# dan lain-lain. ?ntuk mencegah komplikasi ini, pemberian @* sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan tekanan @ * arterial "&a@*# secara teratur. Konsentrasi @* yang diberikan harus dijaga agar cukup untuk mempertahankan &a@ * antara 07-)77 mg(g. Bila fasilitas untuk pemeriksaan tekanan gas arterial tidak ada, @* dapat diberikan sampai gejala sianosis hilang./ ?ntuk mencapai tekanan, @ * ini kadang-kadang diperlukan konsentrasi @* sampai )772. Konsentrasi demikian biasanya hanya dapat dicapai apabila @* diberikan dengan sungkup dan tidak mungkin dicapai dengan cara pemberian @ * melalui kateter hidung biasa. &ada penderita yang sangat berat kadang-kadang diperlukan +entilasi mekanis dimana @ * diberikan dengan respirator.) %indakan ini dilakukan apabila bayi yang telah mendapatkan @ * dengan konsentrasi )772 masih memperlihatkan &a@ * kurang dari 37 mm(g, &8@* <;7 mm(g, &( darah A ;,* atau masih adanya serangan apneu berulang.5 Dasar +entilasi mekanis adalah mengusahakan agar @* yang diberikan dapat memperbaiki pertukaran gas tubuh. Beberapa cara pemberian +entilasi mekanis ini adalah65 a. &emberian @* dengan secara tekanan positif yang konstan "8onstant &ositi+e iray &ressure I 8&. 8ara ini dapat dicapai dengan memberikan tekanan positif terhadap udara yang masuk atau mengadakan tekanan negatif yang konstan terhadap dinding toraks. &emberian secara ini akan mengurangi terjadinya atelektasis al+eolus disertai perbaikan &a@* darah. b. &emberian @* dengan +entilasi tekanan positif yang intermiten ">ntermittent &ositi+e &ressure :entilation I >&&:#. Dengan cara ini keseimbangan pertukaran gas tubuh dapat diatur. c. &emberian @* dengan +entilasi aktif ini dapat dilakukan pula dengan bermacam cara,
misalnya pemberian @* secara hiperbasik,
intermittent negati+e pressure +entilation, dan lain-lain.
)/
*.
&emberian ntibiotika Setiap penderita perlu mendapat antibiotika untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder yang dapat memperberat penyakit./ ntibiotik diberikan selama bayi mendapat cairan intra+ena sampai gejala gangguan nafas tidak ditemukan lagi. Sebaiknya antibiotik yang dipilih adalah yang mempunyai spektrum luas. "5# ntibiotik yang biasa diberikan adalah penisilin "57.777 ?-)77.777 ?9KgBB9hr# atau ampicillin ")77 mg9KgBB9hr# dengan gentamicin "4-5 mg9KgBB9hr. "/# Bila pemeriksaan kultur tidak memungkinkan, antibiotik dapat diberikan 5-; hari. ntibiotik yang dipilih bisa juga kombinasi ampisilin9sefalosporin dengan aminoglikosid9kemisitin. )
4.
&emberian !a(8@* sidosis metabolik yang selalu terdapat pada penderita, harus segera diperbaiki dengan pemberian !a(8@ 4 secara intra+ena./ &emeriksaan keseimbangan asam basa tubuh harus diperiksa secara teratur agar !a(8@4 dapat disesuaikan dengan rumus6 5,/ Kebutuhan !a(8@ 4 I Defisit basa = 7,4 = BB"Kg# Konsentrasi !a(8@4 yang diberikan biasanya antara ;,5-0,3 2 dan kebutuhan yang diperlukan sebagian dapat diberikan langsung intra+ena dan sisanya diberikan secara tetesan.5 %ujuan pemberian !a(8@ 4 adalah untuk mempertahankan &( darah antara ;,45-;,35. Bila fasilitas untuk pemeriksaan keseimbangan asam basa tidak ada, !a(8@ 4 dapat diberikan dengan tetesan. 8airan yang digunakan berupa campuran larutan glukosa 5-)7 2 dengan !a(8@ 4 ),5 2 dalam perbandingan. 36). &ada asidosis yang berat penilaian klinis yang teliti harus dikerjakan untuk menilai apakah basa yang diberikan sudah cukup adekuat./
3.
&emberian Surfaktan Buatan
*7
&enemuan surfaktan buatan untuk terapi SG! termasuk salah satu kemajuan di bidang kedokteran. Dengan demikian dapat mengurangi kebutuhan tekanan tinggi dari +entilator dan konsentrasi @ * yang tinggi.; Surfaktan artifisial yang dibuat dari dipalmitoil fosfatidilkolin dan fosfatidil gliserol dengan perbandingan ;64 telah dapat mengobati penderita penyakit tersebut. Bayi tersebut diberi surfaktan artifisial sebanyak *5 mg dosis tunggal dengan menyemprotkan ke dalam trakea penderita. khir-akhir ini telah dapat dibuat surfaktan endogen yang berasal dari cairan amnion manusia. Surfaktan ini disemprotkan ke dalam trakea dengan dosis 17 mg9KgBB. Ealaupun cara pengobatan ini masih dalam taraf penelitian, tetapi hasilnya telah memberikan harapan baru.5
2.1!. Pen5ega+an
?saha pokok penanganan SG! ini harus dipusatkan pada usaha pencegahan.1 ang paling penting adalah mencegah terjadinya prematuritas, termasuk menghindari faktor risiko untuk terjadinya &'(. ) &encegahan yang bisa dilakukan diantaranya6 0,/,)7 ). 'encegah kelahiran prematur. *. 'encegah kelahiran bayi dengan >?G$ ">ntra Groth $etardation#. 4. ntenatal ultrasound untuk lebih dapat menentukan gestasi secara akurat dan mendeteksi keadaan fetus. 3. etal monitoring yang berkelanjutan untuk mendeteksi keadaan fetus dan mengetahui perlunya inter+ensi segera bila terjadi fetal distress. 5. 'enentukan pematangan paru sebelum persalinan dengan pemeriksaan L9S rasio. 1. &engendalian kadar gula ibu hamil yang menderita D'. ;. @ptimalisasi kesehatan ibu hamil. 0. 'enghindari S8 yang sebenarnya tidak diperlukan. /. &re+ensi dan inter+ensi persalinan prematur dengan tokolitik dan glukokortikoid untuk merangsang pematangan paru.
*)
&emberian kortikosteroid pada anita hamil 30-;* jam sebelum persalinan dengan janin masa gestasi ≤ 43 minggu menurunkan insidens dan mortalitas akibat &'(.;,0 Dengan demikian layak memberikan )-* dosis betametason atau deksametason secara >' kepada anita hamil yang lesitinnya dalam cairan ketuban memberi petunjuk adanya imaturitas paru janin dan yang kemungkinan besar akan melahirkan bayi antara 30-;* jam atau yang persalinannya dapat ditunda selama 30 jam atau lebih. 3 Di samping kortikosteroid telah banyak dilaporkan beberapa obat yang dinyatakan dapat merangsang maturitas paru. Salah satu obat yang dianggap lebih baik dari kortikosteroid adalah ambro=ol. &emberian sebanyak )777 mg9hr selama 5 hari berturut-turut pada persalinan prematur yang mempunyai risiko menderita &'(, dapat menurunkan angka kematian bayi. Selanjutnya terdapat obat lain seperti aminofilin, tiroksin, iso=suprine, dan lain-lain.5
2.1(. /o)&likasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat SG! adalah6 ).
&erdarahan intrakranial oleh karena belum berkembangnya sistem saraf pusat terutama sistem +askularisasinya, adanya hipoksia dan hipotensi yang kadang-kadang disertai renjatan. aktor tersebut dapat membuka nekrosis iskemik, terutama pada pembuluh darah kapiler di daerah peri+entrikular dan dapat juga di ganglia ba+alis dan jaringan otak lainnya.5
*.
&ada intubasi trakea bisa terjadi asfiksasi akibat obstruksi pipa, penghentian jantung "cardiac arrest# selama intubasi atau penyedotan dan timbulnya stenosis subglotis di kemudian hari. 3
4.
Gejala neurologik yang tampak berupa kesadaran yang menurun, apreu, gerakan bola mata yang aneh, kekakuan e=tremitas dan bentuk kejang neonatus lainnya. 4
3.
Komplikasi pneumotoraks atau pneuma mediastinum mungkin timbul pada bayi yang mendapatkan bantuan +entilasi mekanis. &emberian @ * dengan tekanan yang tidak terkontrol baik, mungkin menyebabkan
**
pecahnya al+eolus sehingga udara pernafasan yang memasuki ronggaronga toraks atau rongga mediastinum. 5 5.
&ada &'( yang berat sering ditemukan koagulasi intra+askular diseminata. Beberapa penderita juga memperlihatkan gangguan faktor koagulasi "&% dan &%% memanjang# dan trombositopenia yang merupakan ciri karakteristik penyakit tersebut. Komplikasi ini terutama ditemukan pada penderita &'( yang disertai dengan sepsis oleh kuman gram negatif atau didahului oleh asfiksia berat. 5
1.
&aten ductus arteriolus pada penderita &'( sering menimbulkan keadaan payah jantung yang sulit untuk ditanggulangi. 5
2.1,. Prognosis
&rognosis SG! tergantung dari tingkat prematuritas dan beratnya penyakit./ &ada penderita yang ringan penyembuhan dapat terjadi pada hari ke-4 atau ke-3 dan pada hari ke-; terjadi penyembuhan sempurna. 5 &ada penderita yang lanjut mortalitas diperkirakan *7-37 2.5,/ Dengan peraatan yang intensif dan cara pengobatan terbaru mortalitas ini dapat menurun. 5 &rognosis jangka panjang sulit diramalkan.
Kelainan yang
timbul
dikemudian hari lebih cenderung disebabkan komplikasi pengobatan yang diberikan dan bukan akibat penyakitnya sendiri. 5 &ada fungsi paru yang normal pada kebanyakan bayi yang dapat hidup dari &'(, prognosisnya sangat baik.3
*4
BAB III /ESIMPULAN
Sindrom gaat nafas pada neonatus, khususnya &'( adalah keadaan dimana terdapat kumpulan gejala yang terdiri atas Dispne, merintih "grunting#, takipne, pernafasan cuping hidung, retraksi dinding toraks dan sianosis. aktor risiko utama @'( adalah prematuritas. &'( masih merupakan salah satu faktor yang memegang peranan dalam tingginya angka kematian perinatal. %eori terjadinya &'( yang paling banyak diterima adalah karena kurangnya surfaktan pada paru. &emeriksaan foto rontgen paru memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan diagnosis yang tepat. 8ara sederhana yang dapat meramalkan terjadinya penyakit ini dan untuk membantu penegakkan diagnosis adalah6 shake test, pemeriksaan rasio L9S "lechitin9spingomelin ratio# dan deteksi adanya phosphatidyl glycerol. &enatalaksanaan &'( terdiri dari tindakan umum dan tindakan khusus. %indakan umum meliputi pemberian lingkungan yang optimal dan pemberian diet. Sementara tindakan khusus meliputi pemberian @ *, antibiotika, !a(8@ 4, dan surfaktan buatan. &encegahan yang paling penting adalah menghindari terjadinya prematuritas termasuk menghindari faktor risiko terjadinya &'(. Komplikasi &'( dapat disebabkan oleh penyakitnya sendiri atau akibat efek samping dari pengobatan9penatalaksanaan &'(. &rognosis &'( tergantung dari tingkat prematuritas dan berat ringannya penyakit.
*3
DAFTA PUSTA/A
). Kosim soleh. Gangguan !apas &ada Bayi Baru Lahir. Dalam6 unanto ari, Dei riJalya, dkk. Buku jar !eonatologi. akarta6 badan penerbit >D>, *7)76 )*1-31. *. 'onintja, (.C, $ulina Suradi, sril minullah, Sindrom Gaat !afas &ada !eonatus, &endidikan Kedokteran Berkelanjutan >K >>>, K?>, akarta, )//), hal. )-;. 55. 15-11. 4. &incus 8atJel Lan $oberts, Kapita Selekta &ediatri, Cdisi >>, Cditor, Dr. &etrus ndrianto, CG8, akarta, )//), hal. 35-31. 3. !elson, >lmu Kesehatan nak, Bagian >, Cdisi )*, lih Bahasa 6 Siregar, '.$, &enerbit Buku Kedokteran CG8, akarta, )/00, hal. 1**-1*;. 5. 'arkum, .(, Buku jar >lmu Kesehatan nak, ilid >, Bagian >lmu Kesehatan nak K?>, akarta, )//), hal. 474-471. 1. Klaus anaroff, &enatalaksanaan !eonatus $isiko %inggi, Cdisi 3, Cditor 6 chmad Surjono, CG8, akarta, )//0, hal. *01-*0/. ;. Einarno, dkk, &enatalaksanaan Kegaatan !eonatus, dalam Simposium Gaat Darurat !eonatus, ?nit Kerja Koordinasi &ediatri Darurat >D>, Badan &enerbit ?!D>&, Semarang, )//), hal. )5)-)54. 0. rif 'asjoer, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, ilid *, Cdisi 4, 'edia esculapius K?>, akarta, *777, hal. 57;-570. /. Staf &engajar >lmu Kesehatan nak K?>, >lmu Kesehatan nak, ilid >, Cditor 6 $usepno (assan (usein latas, Bagian >K K?>, akarta )/05, hal *74 )7. %obing,ramona. Sindrom gaat nafas pada neonatus. Di unduh dari 6 http699saripediatri.idai.or.id99abstrak.aspMNI*;3 februari *7)*.
*5