OKSIDASI SIKLOHEKSANOL ( K2.08-10 ) I. TUJU TUJUAN AN Tujuan Tujuan dari dari percob percobaan aan ini yaitu yaitu memaha memahami mi reaksi reaksi oksida oksidasi si pada pada senyaw senyawaa organic dan menguasai tehnik sintesis sikloheksanon melalui reaksi oksidasi sikloheksanol.
II. LATAR BELAKANG
Oksidasi Alkohol
Dalam kimia organik oksidasi di definisikan sebagai dilepaskannya electron oleh suatu atom, sedangkan reduksi adalah diperolehnya electron oleh suatu atom. Na0 Na+ Mg0
Mg2+
Dalam reaksi organic, tidaklah selalu mudah untuk menentukan apakah sebuah atom karbon “memperoleh” atau “kehilangan” electron. Namun oksidasi atau reduksi senyawa organic adalah reaksi-reaksi biasa. Jika sebuah molekul memperoleh oksigen atau kehilangan hydrogen, maka molekul itu teroksidasi.
OH
O
Berikut ini sederetan senyawa menurut meningkatnya keadaan oksidasi karbon: H2C CH3CH3
CH2
CH3CH2OH CH3CHCl2
H3C
COH O
Meningkatnya keadaan oksidasi C
CO2
Perhatikan bahwa etilena dan etanol mempunyai tingkat oksidasi yang sama. Hal ini tidak mengherankan karena selisih antara kedua molekul itu adalah sebuah molekul air. Interkonversi antara etilena dan etanol tidak melibatkan reaksi oksidasireduksi. Alkohol dapat menjadi keton, aldehida atau asam karboksilat. O
[O]
HC
R
aldehid
RCH2OH [O]
RCO2H
alcohol primer alcohol primer asam karboksilat
alcohol sekunder
keton
Beberapa zat pengoksidasi yang khas untuk oksidasi ini ialah: 1. Kalium permanganat basa: KMnO4 + -OH 2. HNO3 pekat dan panas 3. Asam kromat: H2CrO4 ( dibuat insitu dari CrO 3 atau Cr 2O7 dengan H2SO4 dalam air)
(reagensia jones) 4. Kromium trioksida (CrO3) yang dikomplekskan dengan piridina atau dengan HCl
Alkohol sekunder dioksidasi menjadi menjadi keton dengan hasil sangat bagus oleh zat pengoksidasi standar (biasanya digunakan kondisi asam karena keton dapat teroksidasi lebih lanjut dalam suasana basa) ( Fessenden and Fessenden., 1986 ). Alkohol
Sikloheksanol memiliki gugus hidroksil dan merupakan suatu alkohol. Alkohol dapat membentuk ikatan hydrogen antara molekul-molekulnya, maka titik didih alcohol lebih tinggi daripada titik didih alkil halida atau eter, yang bobot molekulnya sebanding. Alkohol berbobot rendah, larut dalam air, sedangkan alkil halide padanannya tidak larut. Kelarutan dalam air sangat bergantung oleh ikatan hydrogen antara alcohol dan air. Bagian hidrokarbon suatu alcohol bersifat hidrofob yakni menolak molekul-
molekul air. Makin panjang bagian hidrokarbon ini akan makin rendah kelarutannya dalam air. Bila rantai hidrokarbon cukup panjang, sifat hidrofob ini dapat mengalahkan sifat hidrofil (menyukai air) gugus hidroksil. Bertambahnya gugus OH juga menaikkan hidrofilisitas dan kelarutan ( Fessenden and Fessenden., 1986 ).
Keton
Sikloheksanon memiliki gugus karbonil dan merupakan suatu keton. Dalam laboratorium, cara paling lazim untum mensintesis keton sederhana ialah dengan
oksidasi suatu alkohol .
mentol
menton (84 %)
Keton merupakan gugus karbonil. Gugus karbonil bersifat polar, dengan ekeltron-elektron dalam ikatan sigma dan terutama electron-elektron dalam ikatan phi, tertarik ke oksigen yang lebih elektronegatif. Oksigen gugus karbonil mempunyai dua pasang electron menyendiri. Semua sifat-sifat structural, ikatan phi, polaritas dan adanya electron menyendiri, mempengaruhi sifat dan kereaktivan gugus karbonil. δ-
electron menyendiri
C
δ+ 3
CH3
CH3
Karena senyawa ini polar, dan karena itu melakukan tarik menarik dipoledipol antara molekul, keton mendidih pada temperature lebih tinggi daripada senyawa nonpolar yang bobot molekulnya bersamaa. Secara terbatas, keton mensolvasi ion (misalnya, NaI dapat larut dalam aseton). Dengan adanya electron menyendiri pada oksigen, suatu senyawa karbonil dapat memngadakan ikatan hidogen (tetapi tidak dengan senyawa karbonil lain, keculi jika senyawa ini mempunyai suatu hydrogen asam untuk ikatan hydrogen).
t.d -12 C
t.d 56 C
t.d. 82,5 C
Akibat kemampuan membentuk ikatan hydrogen ini adalah dapat larutnya keton yang berbobot molekul rendah, dalam air,. Tetapi karena keton tidak dapat membentuk ikatan hidrogen dengan yang lainnya, titik didihnya cukup lebih rendah daripada alcohol padanannya.
( Fessenden and Fessenden., 1986 ) Ekstraksi
Selain untiuk pemisahan dan pemurnian, cara ekstraksi pelarut dapat digunakan untuk analisis suatu zat. Ekstraksi pelarut terdiri dari sekurang-kurangnya dua macam pelarut yang tidak saling campur, dan pelarut ini memiliki daya melarutkan suatu zat yang berbeda. Pelarut yang baik untuk ekstraksi harus memilikidaya melarutkan zat terlarut , yang lebih besar daripada pelarut semula. Biasanya dengan hanya satu kali ekstraksi adalah tidak cukup. Sisa ekstraksi pertama diekstraksi lagi dengan pelarut yang baru, dan seterusnya (Achmad, Hiskia., 1993). Proses ekstraksi pelarut betlangsung tiga tahap, yaitu: a. Pembentukan kompleks tidak bermuatan yang merupakan golongan ekstraksi b. Distribusi dari kompleks yang tereksitasi c. Interaksinya yang mungkin dalam fasa organik. Teknik ekstraksi terdiri dari tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah: ekstraksi bertahap (batch), ekstraksi kontinyu, dan ekstraksi counter current. Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang kaan diekstraksi pada
kedua lapisan, setelah ini tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan. Kesempurnaan ekstraksi bergantung padabanyaknya ekstraksi yang dilakukan. Hasil yangbaik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang-ulang dengan jumlah pelarut sedikitsedikit (Khopkar, 1990). Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi, diantaranya: _
Tipe persiapan sampel
_
Waktu ekstraksi
_
Kuantitas pelarut
_
Suhu pelarut
_
Tipe pelarut (Utami, 2009).
Distilasi
Distilasi adalah unit operasi yang sudah ratusan tahun diaplikasikan secara luas. Di sperempat abad pertama dari abad ke-20 ini, aplikasi unit distilasi berkembang pesat dari yang hanya terbatas pada upaya pemekatan alcohol kepada berbagai aplikasi di hampir seluruh industri kimia. Distilasi pada dasarnya adalah proses pemisahan suatu campuran menjadi dua atau lebih produk lewat eksploitasi perbedaan kemampuan menguap komponen-komponen dalam campuran. Operasi ini biasanya dilaksanakan dalam suatu klom baki (tray column) atau kolom dengan isian (packing column) untuk mendapatkan kontak antar fasa seintim mungkin sehingga diperoleh unjuk kerja pemisahan yang lebih baik. Distilasi digunakan untuk memurnikan zat cair, yang didasarkan atas perbedaan titik didih cairan. Pada proses ini cairan diubah menjadi uap. Uap ini adalah zat murni. Kemudian uap ini didinginkan. Pada pendinginan ini, uap mengembun menjadi cairan murni yang disebut destilat. Destilasi dapat digunakan untuk memperoleh pelarut murni dari larutan yang mengandung zat terlarut. Perlengkapan alat distilasi diantaranya labu distilasi, pendingin (kondensor) Liebig, gabus berlubang, termometer, kaki tiga dan kasa asbes, alat pembakar, statif, klem, labu erlemenyer, labu alas bulat (Achmad, Hiskia., 1993).
III.ALAT DAN BAHAN Bahan yang digunakan dalam percobaan ini diantaranya: sikloheksanol, cairan pemutih, asam asetat, natrium bisulfit, natrium hidroksida, NaCl, diklorometana, natrium sulfat anhydrous dan timol biru. Alat yang digunakan dalam percobaan ini diantaranya: erlemenyer, pengaduk magnet, penangas air atau es, corong pisah, evaporator, pengukur indeks bias dan alat distilasi. Skema alat dalam percobaan ini diantaranya:
Gambar 1. Alat Distilasi
IV.
Gambar 2. Corong pisah untuk ekstraksi
CARA KERJA Dimasukkan 5 gram sikloheksanol ke dalam erlemyer yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnet. Selanjutnya ditambahkan 12,5 ml asam asetat glacial secara bertetes-tetes. Disiapkan 75 ml cairan pemutih didalam corong pisah kemudian corong pisah tersebut diletakkan di atas erlemenyer dan dilakukan penambahan cairan pemutih ke dalam campuran sikloheksanol atau asam asetat secara bertetes-tetes. Penambahan kaporit selama 30 menit. JIka erlemyer menjadi panas selama penambahan cairan pemutih ( jangan sampai suhu melebihi 40 C ), penangas es dapat digunakan untuk mendinginkan system reaksi. Selanjutnya campuran reaksi di aduk selama 15 menit pada
suhu kamar, dan ditambahkan 2,5 ml larutan natrium bisuilfit jenuh. Kelebihan asam hipoklorous diuji dan bila perlu natrium bisulfit dapat ditambahkan. Kemudian secara berturut-turut ditambahkan 2 tetes timol biru, larutan NaOH 6 N sampai larutan cukup bersifat basa, dan NaCL sampai larutan jenuh dengan garam tersebut.
Cairan yang dihasilkan didekantir ke dalam corong pisah. selanjutnya di lakukan ekstraksi dengan 12,5 ml diklorometana dan lapisan air diekstrak kembali dengan 12,5 ml diklorometana. Lapisan organic digabung, pelarut diuapkan dengan evaporator, dikeringkan dengan natrium sulfat anhydrous, dan disaring. Residu didistilasi pada tekanan atmosfer dan destilat pada suhu 156-157 C ditampung dan selanjutnya ditentukan indeks biasnya.
V.
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan
Indeks bias sikloheksanon
: 1,4499
Temperatur
: 20,2 C
Volume sikloheksanon
: 3,8 ml
Massa sikloheksanon
: 2,9 gram
Massa jenis sikloheksanon
: m/v = 2,9 / 3,8 = 0,763
Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk memahami reaksi oksidasi pada senyawa organic
dan
menguasai
tehnik
sintesis
sikloheksanon
melalui
reaksi
oksidasi
sikloheksanol. Pertama-tama dimasukkan 5 gram (0,05 mol) sikloheksanol ke dalam erlemenyer yang dilengkapi dengan pengaduk magnet. Sikloheksanol memiliki gugus alcohol dan memiliki ikatan hydrogen antara molekul-molekulnya. Merupakan cairan tidak berwarna ( baunya dapat dikenali pada 0,09 ppm ), memiliki titik lebur -52 C dan
titik didih 156,5 C. Sikloheksanol bersifat stabil dan harus dihindari dari asam kuat, agen pengoksidasi kuat dan pembakaran. Pembentukan sikloheksanon (memiliki gugus karbonil) di lakukan dengan oksidasi sikloheksanol. Oksidasi merupakan proses pelepasan electron. Jika sebuah molekul memperoleh oksigen atau kehilangan hydrogen, maka molekul itu teroksidasi. Oksidasi yang terjadi dalam pembentukan sikloheksanon ini merupakan reaksi oksidasi sekunder dari alcohol. H
O
Pengaduk magnet disiapkan karena reaksi selanjutnya berjalan dalam keadaan tetap teraduk, agar larutan bersifat homogen setelah dicampur. Selanjutnya ditambahkan asam asetat glacial 12,5 ml. Massa jenis asam asetat adalah 1,05 gr/mol. Asam asetat merupakan cairan yang tak berwarna dengan bau menusuk, dengan titik didih 117 C, titik lebur 17 C dan dapat bercampur dengan air dalam semua perbandingan. Zat ini juga bersifat korosif terhadap kulit manusia. Disiapkan cairan pemutih dalam corong pisah, proses penambahan ini dilakukan bertetes-tetes, agar cairan pemutih dalam campuran dapat bereaksi dengan sempurna/merata dan agar terbentuk zat pengoksidasi yang optimal. Penambahan ini berlangsung selama 30 menit. Cairan pemutih mengandung natrium hipoklorit ( NaOCl, Mr: 74,44 gr/mol ), yang memiliki massa jenis 1,21 gr/mol, kandungan NaOCL adalah sebesar 5,25 %. NaOCl dapat direaksikan dengan asam asetat untuk menghasilkan zat pengoksidasi yang kuat, yaitu HOCl, asam hipoklorit. Semua asam hipoklorit larut dalam air. Jika selama penambahan erlemenyer menjadi panas ( suhu tidak boleh melebihi 40 C ) penangas es dapat digunakan untuk mendinginkan reaksi. Dalam larutan, hipoklorit mengalami reaksi disproporsionasi yang lambat pada larutan dingin, tetapi cepat dalam larutan panas, yang mana terbentuk ion-ion klorat dan klorida: 3OCl-
ClO3- + 2 Cl-
Selanjutnya campuran reaksi diaduk selama 15 menit hingga homogen pada suhu kamar. 5 menit terakhir dari waktu di atas, ditambahkan 2.5 ml natrium bisulfit jenuh. Penambahan natrium bisulfit bertujuan untuk menguji kelebihan asam hipoklorous, bila perlu natrium bisulfit bisa ditambahkan lagi. kemudian secara berturut-turut ditambahkan 2 tetes timol biru, larutan NaOH 6 N sampai larutan cukup bersifat basa dan
larutan NaCl sampai larutan jenuh dengan garam tersebut. Timol biru berfungsi sebagai indicator, yang mana menandakan dicapainya titik ekivalen dengan mengubah warna larutan menjadi biru laut. Timol biru merupakan indicator asam basa yaitu zat yang berubah warnanya atau membentuk flouresen atau kekeruhan dari suatu range (trayek) PH tertentu. Indikator asam basa terletak pada titik ekivalen dan ukuran pH. Perubahan warna terjadi karena resonansi isomer elektron. Berbagai indicator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda pula. Timol biru termasuk indikator sulfoftalein yang dibuat dari kondensasi anhidrida ftalein biru dan sulfonat. Penambahan NaOH disebabkan karena asam hipoklorous bereaksi pada keadaan basa. Cairan yang dihasilkan didekantir ke dalam corong pisah. Hal ini bermaksud agar hanya larutan saja yang masuk ke corong pisah, tidak ada padatan yang masuk dan untuk mengambil stirrer kembali agar tidak jatuh/hilang. Selanjutnya diekstraksi dengan penambahan 12,5 ml diklorometana dan lapisan air diekstraksi lagi dengan 12,5 ml diklorometana. Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Prinsip metode ini didasarkan padandistribusi za terlarut dengan perbandingan tertentu antra dua pelarut yang tidak saling bercampur. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi (dalam hal ini diklorometana) yang tidak bercampur dengan pelarut semula (campuran reaksi tadi) kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan, setelah itu tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan. Terdapat 2 lapisan, lapisan biru diatas dan lapisan berwarna putih dibawah. Lapisan organic, lapisan yang bawah (berwarna putih), diambil, digabung dari kedua hasil ekstrasi tadi, kemudian pelarut (diklometana yang masih terkandung) diuapkan dengan evaporator. Saat menggunakan evaporator temperature di set sedemikian rupa di atas titik didih pelarut, yaitu diklorometana sekitar 50 C. Perlakuan ini bertujuan agar pelarut benar-benar hilang ( tidak ada diklorometana lagi dalam campuran tersebut ) maka dari itu di vaccum dalam evaporator. Kemudian dikeringkan dengan natrium sulfat anhydrous, dan disaring. Natrium sulfat anhydrous itu bertujuan untuk mengikat sisa-sisa air yang masih ada dalam larutan. Residu di destilasi ( dalam hal ini residu dari tiap kelompok digabung jadi satu ) pada tekanan atmosfer. Distilasi pada dasarnya adalah proses pemisahan suatu campuran menjadi dua atau lebih produk lewat eksploitasi perbedaan kemampuan menguap komponen-komponen dalam campuran. Distilasi digunakan untuk memurnikan zat cair, yang didasarkan atas
perbedaan titik didih cairan. Pada proses ini cairan diubah menjadi uap. Uap ini adalah zat murni. Kemudian uap ini didinginkan. Pada pendinginan ini, uap mengembun menjadi cairan murni yang disebut destilat. Destilat pada suhu 156-157 C ditampung dan selanjutnya ditentukan indeks biasnya dengan alat pengukur indeks bias. Dari percobaan di atas adapun persamaan reaksinya adalah: OH
+ HOCl
O
+ H2O + Cl
+
H2O +
H
siklo heksanol
asam hipoklorit
sikloheksanon
Dan mekanisme dari persamaan reaksi di atas yaitu: Na+ +
NaOCl -
OCl + CH3COOH
OH
-
OCl CH3COO-
OCL +
H
+
H+
OH2 -
+ H
H
H
O
OCl
Cl
Na
O
OH
Cl
O H
-
Cl
+
OH2
Dari pengamatan diperoleh indeks bias sikloheksanon yaitu 1,4499 dengan temperature 20,2 C. Massa sikloheksanon yang diperoleh yaitu 2,9 gram dan volumenya yaitu 3,8 ml. Maka sesuai perhitungan didapat massa jenis sikloheksanol 0,763 gr/mol. Sedangkan berat teoritis sikloheksanon yaitu 14,721 gram. Jadi didapat rendemen percobaan sekitar 19,69 %. Penyimpangan dalam percobaan ini bisa terjadi karena diantaranya; kekurang telitian saat menentukan titik ekivalen campuran, penakaran yang kurang tepat, tehnik ekstraksi atau distilasi yang kurang tepat dan kesalahan dalam melakukan perlakuan yang memerlukan kecermatan.
VI.
KESIMPULAN
a. Reaksi Oksidasi sikloheksanol menghasilkan sikloheksanon, disebut reaksi oksidasi sekunder alcohol. b. Massa jenis sikloheksanon adalah 0,763 gr/mol c. Rendemen percobaan yaitu 19,69 % d. Indeks bias sikloheksanon yaitu 1,4499 e. Prinsip dasar ekstraksi adalah pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan, sedangkan prinsip dasar distilasi yaitu pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih.
VII.
DAFTAR PUSTAKA Achmad, Hiskia. 1993. Penuntun Dasar-Dasar Praktikum Kimia. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendiidkan Tinggi: Jakarta. Fessenden and Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 1. Penerbit Erlangga: Jakarta. Fessenden and Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2. Penerbit Erlangga: Jakarta. Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press: Jakarta. Utami, Nandya Devi. 2009. Ekstraksi. http://www.majarimagazine.com. diakses 26 April 2009. Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif M akro dan Semimikro. PT. Kalman Media Pusaka: Jakarta.
VIII. LEMBAR PENGESAHAN
Yogyakarta, 28 April 2009 Asisten
(Gian Primahana)
Praktikan
(Adhani Fajar Sari)