Shalat berjama'ah Shalat Berjama'ah merujuk pada aktivitas shalat yang dilakukan secara bersama-sama. Shalat ini dilakukan oleh minimal dua orang dengan salah seorang menjadi imam (pemimpin) dan yang lainnya menjadi makmum. Landasan Hukum
Berikut adalah landasan hukum yang terdapat dalam Al Qur'an maupun Hadits mengenai shalat berjama'ah: •
•
•
Dalam Al Qur'an Allah SWT berfirman: "Dan apabila kamu berada bersama mereka lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) bersamamu dan menyandang senjata,..." (QS. 4:102). Rasulullah SAW bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh aku bermaksud hendak menyuruh orang-orang mengumpulkan kayu bakar, kemudian menyuruh seseorang menyerukan adzan, lalu menyuruh seseorang pula untuk menjadi imam bagi orang banyak. Maka saya akan mendatangi orang-orang yang tidak ikut berjama'ah, lantas aku bakar rumah-rumah mereka." (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA). Dari Ibnu Abbas RA berkata: "Saya menginap di rumah bibiku Maimunah (isteri Rasulullah SAW). Nabi SAW bangun untuk shalat malam maka aku bangun untuk shalat bersama beliau. Aku berdiri di sisi kirinya dan dipeganglah kepalaku dan digeser posisiku ke sebelah kanan beliau." (HR. Jama'ah, hadits shahih).
Keutamaan Shalat Berjama’ah
Adapun keutamaan shalat berjama'ah dapat diuraikan sebagai berikut: •
•
Berjama'ah lebih utama dari pada shalat sendirian. Rasulullah SAW bersabda: "Shalat berjama'ah itu lebih utama dari pada shalat sendirian sebanyak dua puluh tujuh derajat." (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar RA) Dari setiap langkahnya diangkat kedudukannya satu derajat dan dihapuskan baginya satu dosa serta senantiasa dido'akan oleh para malaikat. Rasulullah SAW bersabda: "Shalat seseorang dengan berjama'ah itu melebihi shalatnya di rumah atau di pasar sebanyak dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila seseorang berwudhu' dan menyempurnakan wudhu'nya kemudian pergi ke masjid dengan tujuan semata-mata untuk shalat, maka setiap kali ia melangkahkan kaki diangkatlah kedudukannya satu derajat dan dihapuslah satu dosa. Dan apabila dia mengerjakan shalat, maka para Malaikat selalu memohonkan untuknya rahmat selama ia masih berada ditempat shalat selagi belum berhadats, mereka memohon: "Ya Allah limpahkanlah keselamatan atasnya, ya Allah limpahkanlah rahmat untuknya.' Dan dia telah dianggap sedang mengerjakan shalat
Shalat berjama'ah Shalat Berjama'ah merujuk pada aktivitas shalat yang dilakukan secara bersama-sama. Shalat ini dilakukan oleh minimal dua orang dengan salah seorang menjadi imam (pemimpin) dan yang lainnya menjadi makmum. Landasan Hukum
Berikut adalah landasan hukum yang terdapat dalam Al Qur'an maupun Hadits mengenai shalat berjama'ah: •
•
•
Dalam Al Qur'an Allah SWT berfirman: "Dan apabila kamu berada bersama mereka lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) bersamamu dan menyandang senjata,..." (QS. 4:102). Rasulullah SAW bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh aku bermaksud hendak menyuruh orang-orang mengumpulkan kayu bakar, kemudian menyuruh seseorang menyerukan adzan, lalu menyuruh seseorang pula untuk menjadi imam bagi orang banyak. Maka saya akan mendatangi orang-orang yang tidak ikut berjama'ah, lantas aku bakar rumah-rumah mereka." (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA). Dari Ibnu Abbas RA berkata: "Saya menginap di rumah bibiku Maimunah (isteri Rasulullah SAW). Nabi SAW bangun untuk shalat malam maka aku bangun untuk shalat bersama beliau. Aku berdiri di sisi kirinya dan dipeganglah kepalaku dan digeser posisiku ke sebelah kanan beliau." (HR. Jama'ah, hadits shahih).
Keutamaan Shalat Berjama’ah
Adapun keutamaan shalat berjama'ah dapat diuraikan sebagai berikut: •
•
Berjama'ah lebih utama dari pada shalat sendirian. Rasulullah SAW bersabda: "Shalat berjama'ah itu lebih utama dari pada shalat sendirian sebanyak dua puluh tujuh derajat." (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar RA) Dari setiap langkahnya diangkat kedudukannya satu derajat dan dihapuskan baginya satu dosa serta senantiasa dido'akan oleh para malaikat. Rasulullah SAW bersabda: "Shalat seseorang dengan berjama'ah itu melebihi shalatnya di rumah atau di pasar sebanyak dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila seseorang berwudhu' dan menyempurnakan wudhu'nya kemudian pergi ke masjid dengan tujuan semata-mata untuk shalat, maka setiap kali ia melangkahkan kaki diangkatlah kedudukannya satu derajat dan dihapuslah satu dosa. Dan apabila dia mengerjakan shalat, maka para Malaikat selalu memohonkan untuknya rahmat selama ia masih berada ditempat shalat selagi belum berhadats, mereka memohon: "Ya Allah limpahkanlah keselamatan atasnya, ya Allah limpahkanlah rahmat untuknya.' Dan dia telah dianggap sedang mengerjakan shalat
•
•
•
•
•
semenjak menantikan tiba waktu shalat." (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Huraira RA, dari terjemahan lafadz Bukhari). Terbebas dari pengaruh/penguasaan setan. Rasulullah SAW bersabda: "Tiada tiga orangpun di dalam sebuah desa atau lembah yang tidak diadakan di sana shalat berjama'ah, melainkan nyatalah bahwa mereka telah dipengaruhi oleh setan. Karena itu hendaklah kamu sekalian membiasakan shalat berjama'ah sebab serigala itu hanya menerkam kambing yang terpencil dari kawanannya." (HR. Abu Daud dengan isnad hasan dari Abu Darda' RA). Memancarkan cahaya yang sempurna di hari kiamat. Rasulullah SAW bersabda: "Berikanlah khabar gembira orang-orang yang rajin berjalan ke masjid dengan cahaya yang sempurna di hari kiamat." (HR. Abu Abu Daud, Turmudzi dan Hakim). Mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang shalat Isya dengan berjama'ah maka seakan-akan ia mengerjakan shalat setengah malam, dan barangsiapa yang mengerjakan shalat shubuh berjama'ah maka seolah-olah ia mengerjakan shalat semalam penuh. (HR. Muslim dan Turmudzi dari Utsman RA). Sarana penyatuan hati dan fisik, saling mengenal dan saling mendukung satu sama lain. Rasulullah SAW terbiasa menghadap ke ma'mum begitu selesai shalat dan menanyakan mereka-mereka yang tidak hadir dalam shalat berjama'ah, para sahabat juga terbiasa untuk sekedar berbicara setelah selesai shalat sebelum pulang kerumah. Dari Jabir bin Sumrah RA berkata: "Rasulullah SAW baru berdiri meninggalkan tempat shalatnya diwaktu shubuh ketika matahari telah terbit. Apabila matahari sudah terbit, barulah beliau berdiri untuk pulang. Sementara itu di dalam masjid orang-orang membincangkan peristiwa-peristiwa yang mereka kerjakan di masa jahiliyah. Kadang-kadang mereka tertawa bersama dan Nabi SAW pun ikut ik ut tersenyum." (HR. Muslim). Membiasakan kehidupan yang teratur dan disiplin. Pembiasaan ini dilatih dengan mematuhi tata tertib hubungan antara imam dan ma'mum, misalnya tidak boleh menyamai apalagi mendahului gerakan imam menjaga kesempurnaan shaf-shaf shalat. Rasulullah SAW bersabda: "Imam itu diadakan agar diikuti, maka jangan sekali-kali kamu menyalahinya! Jika ia takbir maka takbirlah kalian, jika ia ruku' maka ruku'lah kalian, jika ia mengucapkan 'sami'alLaahu liman hamidah' katakanlah 'Allahumma rabbana lakal Hamdu', Jika ia sujud maka sujud pulalah kalian. Bahkan apabila ia shalat sambil duduk, shalatlah kalian sambil duduk pula!" (HR. Bukhori dan Muslim, shahih). Dari Barra' bin Azib berkata: "Kami shalat bersama Nabi SAW. Maka diwaktu beliau membaca 'sami'alLaahu liman hamidah' tidak seorang pun dari kami yang berani membungkukkan punggungnya sebelum Nabi SAW meletakkan dahinya ke lantai. (Jama'ah)
•
Merupakan pantulan kebaikan dan ketaqwaan. Allah SWT berfiman: "Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap mendirikan shalat." (QS. 9:18).
Kriteria Imam
Kriteria pemilihan Imam shalat tergambar dalam hadits Nabi Muhammad SAW. yang diriwayatkan oleh Abu Mas'ud Al-Badri: "Yang boleh mengimami kaum itu adalah orang yang paling pandai di antara mereka dalam memahami kitab Allah (Al Qur'an) dan yang paling banyak bacaannya di antara mereka. Jika pemahaman mereka terhadap Al-Qur'an sama, maka yang paling dahulu di antara mereka hijrahnya ( yang paling dahulu taatnya kepada agama). Jika hijrah (ketaatan) mereka sama, maka yang paling tua umurnya di antara mereka". Kehadiran Jama'ah Wanita di dalam Masjid
Wanita diperbolehkan hadir berjama'ah di masjid dengan syarat harus menjauhi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya syahwat ataupun fitnah. Baik karena perhiasan atau harum-haruman yang dipakainya. •
•
•
•
Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kamu larang wanita-wanita itu pergi ke masjidmasjid Allah, tetapi hendaklah mereka itu keluar tanpa memakai harum-haruman." (HR. Ahmad dan Abu Daud dari Abu Huraira RA). "Siapa-siapa diantara wanita yang memakai harum-haruman, janganlah ia turut shalat Isya bersama kami." (HR. Muslim, Abu Daud dan Nasa'i dari Abu Huraira RA, isnad hasan). Bagi kaum wanita yang lebih utama adalah shalat di rumah, berdasarkan hadits dari Ummu Humaid As-Saayidiyyah RA bahwa Ia datang kepada Rasulullah SAW dan mengatakan: "Ya Rasulullah, saya senang sekali shalat dibelakang anda." Beliaupun menanggapi: "Saya tahu akan hal itu, tetapi shalatmu di rumahmu adalah lebih baik dari shalatmu di masjid kaummu, dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik dari shalatmu di masjid Umum." (HR. Ahmad dan Thabrani). Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kalian melarang para wanita untuk pergi ke masjid, tetapi (shalat) di rumah adalah lebih baik untuk mereka." (HR. Ahmad dan Abu Daud dari Ibnu Umar RA). SHOLAT BERJAMAAH
a. Hukum Shalat Berjama'ah
Shalat berjama'ah itu adalah wajib bagi tiap-tiap mukmin laki-laki, tidak ada keringanan untuk meninggalkannya terkecuali ada udzur (yang dibenarkan dalam agama). Hadits-hadits yang merupakan dalil tentang hukum ini sangat banyak, di antaranya:
Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu, ia berkata, Telah datang kepada Nabi shallallaahu alaihi wasallam seorang lelaki buta, kemudian ia berkata, 'Wahai Rasulullah, aku tidak punya orang yang bisa menuntunku ke masjid, lalu dia mohon kepada Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam agar diberi keringanan dan cukup shalat di rumahnya.' Maka Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam memberikan keringanan kepadanya. Ketika dia berpaling untuk pulang, beliau memanggilnya, seraya berkata, 'Apakah engkau mendengar suara adzan (panggilan) shalat?', ia menjawab, 'Ya.' Beliau bersabda, 'Maka hendaklah kau penuhi (panggilah itu)'. (HR. Muslim) Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu ia berkata: 'Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, Shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya' dan shalat Subuh. Seandainya mereka itu mengetahui pahala kedua shalat tersebut, pasti mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Aku pernah berniat memerintahkan shalat agar didirikan kemudian akan kuperintahkan salah seorang untuk mengimami shalat, lalu aku bersama beberapa orang sambil membawa beberapa ikat kayu bakar mendatangi orang-orang yang tidak hadir dalam shalat berjama'ah, dan aku akan bakar rumah-rumah mereka itu'. (Muttafaq 'alaih) Dari Abu Darda' radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, 'Tidaklah berkumpul tiga orang, baik di suatu desa maupun di dusun, kemudian di sana tidak dilaksanakan shalat berjama'ah, terkecuali syaitan telah menguasai mereka. Maka hendaklah kamu senan-tiasa bersama jama'ah (golongan yang banyak), karena sesungguhnya serigala hanya akan memangsa domba yang jauh terpisah (dari rombongannya)'. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai dan lainnya, haditshasan ) Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi shallallaahu alaihi wasallam bersabda, 'Barangsiapa mendengar panggilan adzan namun tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya, terkecuali karena udzur (yang dibenarkan dalam agama)'. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan lainnya, hadits shahih) Dari Ibnu Mas'ud radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam mengajari kami sunnah-sunnah (jalan-jalan petunjuk dan kebenaran) dan di antara sunnah-sunnah tersebut adalah shalat di masjid yang dikumandangkan adzan di dalamnya. (HR. Muslim) b. Keutamaan Shalat Berjama'ah
Shalat berjama'ah mempunyai keutamaan dan pahala yang sangat besar, banyak sekali haditshadits yang menerangkan hal tersebut di antaranya adalah: Dari Ibnu Umar radhiallaahu anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, Shalat berjama'ah dua puluh tujuh kali lebih utama
daripada shalat sendirian. (Muttafaq 'alaih) Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Bersabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, Shalat seseorang dengan berjama'ah lebih besar pahalanya sebanyak 25 atau 27 derajat daripada shalat di rumahnya atau di pasar (maksudnya shalat sendirian). Hal itu dikarenakan apabila salah seorang di antara kamu telah berwudhu dengan baik kemudian pergi ke masjid, tidak ada yang menggerakkan untuk itu kecuali karena dia ingin shalat, maka tidak satu langkah pun yang dilangkahkannya kecuali dengannya dinaikkan satu derajat baginya dan dihapuskan satu kesalahan darinya sampai dia memasuki masjid. Dan apabila dia masuk masjid, maka ia terhitung shalat selama shalat menjadi penyebab baginya untuk tetap berada di dalam masjid itu, dan malaikat pun mengu-capkan shalawat kepada salah seorang dari kamu selama dia duduk di tempat shalatnya. Para malaikat berkata, 'Ya Allah, berilah rahmat kepadanya, ampunilah dia dan terimalah taubatnya.' Selama ia tidak berbuat hal yang mengganggu dan tetap berada dalam keadaan suci'. (Muttafaq 'alaih) Berjama'ah dapat dilaksanakan sekalipun dengan seorang makmum dan seorang imam Shalat berjama'ah bias dilaksanakan dengan seorang makmum dan seorang imam, sekalipun salah seorang di antaranya adalah anak kecil atau perempuan. Dan semakin banyak jumlah jama'ah dalam shalat semakin disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dari Ibnu Abbas radhiallaahu anhuma, ia berkata, 'Aku pernah bermalam di rumah bibiku, Maimunah (salah satu istri Nabi shallallaahu alaihi wasallam), kemudian Nabi shallallaahu alaihi wasallam bangun untuk shalat malam, maka aku pun ikut bangun untuk shalat bersamanya, aku berdiri di samping kiri beliau, lalu beliau menarik kepalaku dan menempatkanku di samping kanannya'. (Muttafaq 'alaih) Dari Abu Sa'id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiallaahu anhuma, keduanya berkata, 'Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, 'Barangsiapa ba-ngun di waktu malam hari kemudian dia membangunkan isterinya, kemudian mereka berdua shalat berjama'ah, maka mereka berdua akan dicatat sebagai orang yang selalu berdzikir kepada Allah'. (HR. Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih) Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiallaahu anhu, 'Bahwasanya seorang laki-laki masuk masjid sedangkan Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam sudah shalat bersama para sahabatnya, maka beliau pun bersabda, 'Siapa yang mau bersedekah untuk orang ini, dan menemaninya shalat.' Lalu berdirilah salah seorang dari mereka kemudian dia shalat bersamanya'. (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, hadits shahih) Dari Ubay bin Ka'ab radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, Shalat seseorang bersama orang lain (berdua) lebih besar pahalanya dan lebih mensucikan daripada shalat sendirian, dan shalat seseorang ditemani oleh dua orang lain (bertiga) lebih besar pahalanya dan lebih menyucikan daripada shalat dengan ditemani satu
orang (berdua), dan semakin banyak (jumlah jama'ah) semakin disukai oleh Allah Ta'ala'. (HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai, hadits hasan) d. Hadirnya Wanita Di Masjid dan Keutamaan Shalat Wanita Di Rumahnya Para wanita boleh pergi ke masjid dan ikut melaksanakan shalat berjama'ah dengan syarat menghindarkan diri dari hal-hal yang membangkitkan syahwat dan menim-bulkan fitnah, seperti mengenakan perhiasan, bersolek dan menggunakan wangi-wangian. Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda: Janganlah kalian melarang para wanita (pergi) ke masjid dan hendaklah mereka keluar dengan tidak me-makai wangi-wangian. (HR. Ahmad dan Abu Daud, hadits shahih) Dan beliau juga bersabda: Perempuan yang mana saja yang memakai wangi-wangian, maka janganlah dia ikut shalat Isya' berjama'ah bersama kami. (HR. Muslim) Pada kesempatan lain, beliau juga bersabda: Perempuan yang mana saja yang memakai wangi-wangian, kemudian dia pergi ke masjid, maka shalatnya tidak diterima sehingga dia mandi. (HR. Ibnu Majah, hadits shahih) Jika salah seorang dari kalian (wanita) menghadiri mesjid maka janganlah menyentuh wangiwangian. (HR. Muslim) Beliau juga bersabda: Jangan kamu melarang istri-istrimu (shalat) di masjid, namun rumah mereka sebenarnya lebih baik untuk mereka. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih) Dalam sabdanya yang lain: Shalat seorang wanita di salah satu ruangan rumahnya lebih utama daripada di bagian tengah rumahnya dan shalatnya di kamar (pribadi)-nya lebih utama daripada (ruangan lain) di rumahnya. (HR. Abu Daud dan Al-Hakim) Definisi/Pengertian Shalat Berjamaah Dan Hukum Sholat Berjama'ah - Ilmu Agama Islam
A. Arti Definisi / Pengertian Shalat Jamaah Shalat berjamaah adalah salat yang dikerjakan oleh dua atau lebih orang secara bersama-sama dengan satu orang di depan sebagai imam dan yang lainnya di belakang sebagai makmum.
Shalat berjamaah minimal atau paling sedikit dilakukan oleh dua orang, namun semakin banyak orang yang ikut solat berjama'ah tersebut jadi jauh lebih baik. Shalat berjama'ah memiliki nilai 27 derajat lebih baik daripada sholat sendiri. Oleh sebab itu kita diharapkan lebih mengutamakan shalat berjamaah daripada solat sendirian saja. B. Hukum Salat Berjamaah Shalat berjama'ah hukumnya adalah sunat muakkad, yakni sunah yang sangat penting untuk dikerjakan karena memiliki nilai yang jauh lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan solat munfarid / seorang diri. Sebelum memulai shalat bersama-sama hendaknya / sebaiknya dilakukan azan / adzan sebagai pemberitahuan yang mengajak orang-orang di sekitarnya untuk ikut sholat berjamaah bersama. Jika telah berkumpul di dalam masjid, mushalla, langgar, surau, ruangan, kamar, dan lain sebagainya maka salah satu hendaknya melakukan qamat / qomat sebagai ajakan untuk melakukan / memulai shalat. Berikut ini adalah halangan dalam melakukan sholat berjamaah : 1. Terjadi badai atau cuaca lain yang tidak memungkinkan. 2.Terjadi hujan sehingga sulit untuk ke masjid. 3. Ketika sakit 4. Merasa ingin buang air kecil atau air besar. 5. Ketika bahaya mengancam. 6. Datang bulan / haid dan nifas pada perempuan. 7. Ketika lapar dan ada hidangan telah siap tersedia, dan lain sebagainya. WAJIBNYA SHALAT BERJAMA’AH
Shalat berjama’ah adalah termasuk dari sunnah Rasulullah dan para shahabatnya. Rasulullah dan para shahabatnya selalu melaksanakannya, tidak pernah meninggalkannya kecuali jika ada ‘udzur yang syar’i. Bahkan ketika Rasulullah sakit pun beliau tetap melaksanakan shalat berjama’ah di masjid dan ketika sakitnya semakin parah beliau memerintahkan Abu Bakr untuk mengimami para shahabatnya. Para shahabat pun bahkan ada yang dipapah oleh dua orang (karena sakit) untuk melaksanakan shalat berjama’ah di masjid. Kalau kita membaca dan memperhatikan dengan sebaik-baiknya Al-Qur`an, As-Sunnah serta pendapat dan amalan salafush shalih maka kita akan mendapati bahwa dalil-dalil tersebut menjelaskan kepada kita akan wajibnya shalat berjama’ah di masjid. Di antara dalil-dalil tersebut adalah:
1. Perintah Allah Ta’ala untuk Ruku’ bersama Orang-orang yang Ruku’
Dari dalil yang menunjukkan wajibnya shalat berjama’ah adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya): "Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat serta ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’." (Al-Baqarah:43). Berkata Al-Imam Abu Bakr Al-Kasaniy Al-Hanafiy ketika menjelaskan wajibnya melaksanakan shalat berjama’ah: "Adapun (dalil) dari Al-Kitab adalah firman-Nya (yanga artinya): "Dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’." (Al-Baqarah:43), Allah Ta’ala memerintahkan ruku’ bersama-sama orang-orang yang ruku’, yang demikian itu dengan bergabung dalam ruku’ maka ini merupakan perintah menegakkan shalat berjama’ah. Muthlaqnya perintah menunjukkan wajibnya mengamalkannya." (Bada`i’ush-shana`i’ fi Tartibisy-Syara`i’ 1/155 dan KitabushShalah hal.66). 2. Perintah Melaksanakan Shalat Berjama’ah dalam Keadaan Takut
Tidaklah perintah melaksanakan shalat berjama’ah dalam keadaan biasa saja, bahkan Allah telah memerintahkannya hingga dalam keadaan takut. Allah berfirman (yang artinya): "Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata". (An-Nisa`:102). Maka apabila Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk melaksanakan shalat berjama’ah dalam keadaan takut maka dalam keadaan aman adalah lebih ditekankan lagi (kewajibannya). Dalam masalah ini berkata Al-Imam Ibnul Mundzir: "Ketika Allah memerintahkan shalat berjama’ah dalam keadaan takut menunjukkan dalam keadaan aman lebih wajib lagi." (Al-Ausath fis Sunan Wal Ijma’ Wal Ikhtilaf 4/135; Ma’alimus Sunan karya Al-Khithabiy 1/160 dan Al-Mughniy 3/5). 3. Perintah Nabi untuk Melaksanakan Shalat Berjama’ah
Al-Imam Al-Bukhariy telah meriwayatkan dari Malik bin Al-Huwairits: Saya mendatangi Nabi dalam suatu rombongan dari kaumku, maka kami tinggal bersamanya selama 20 hari, dan Nabi adalah seorang yang penyayang dan lemah lembut terhadap shahabatnya, maka ketika beliau melihat kerinduan kami kepada keluarga kami, beliau bersabda (yanga artinya): "Kembalilah kalian dan jadilah bersama mereka serta ajarilah mereka dan shalatlah kalian, apabila telah datang waktu shalat hendaklah salah seorang di antara kalian adzan dan hendaklah orang yang paling tua (berilmu tentang Al-Kitab & As-Sunnah dan paling banyak hafalan Al-Qur`annya) di antara kalian mengimami kalian." (Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 628, 2/110 dan Muslim semakna dengannya no. 674, 1/465-466).
Maka Nabi yang mulia memerintahkan adzan dan mengimami shalat ketika masuknya waktu shalat yakni beliau memerintahkan pelaksanakannya secara berjama’ah dan perintahnya terhadap sesuatu menunjukkan atas kewajibannya. 4. Larangan Keluar dari Masjid setelah Dikumandangkan Adzan
Sesungguhnya Rasulullah melarang keluar setelah dikumandangkannya adzan dari masjid sebelum melaksanakan shalat berjama’ah. Al-Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: "Rasulullah memerintahkan kami, apabila kalian di masjid lalu diseru shalat (dikumandangkan adzan-pent) maka janganlah keluar salah seorang di antara kalian sampai dia shalat (di masjid secara berjama’ah-pent) (Al-Fathur-Rabbani Li Tartib Musnad AlImam Ahmad no. 297, 3/43). 5. Tidak Ada Keringanan dari Nabi bagi Orang yang Meninggalkan Shalat Berjama’ah Sesungguhnya Nabi yang mulia tidak memberikan keringanan kepada ‘Abdullah Ibnu Ummi Maktum untuk meninggalkan shalat berjama’ah dan melaksanakannya di rumah, padahal Ibnu Ummi Maktum mempunyai beberapa ‘udzur sebagai berikut: a. keadaannya yang buta, b. tidak adanya penuntun yang mengantarkannya ke masjid, c. jauhnya rumahnya dari masjid, d. adanya pohon kurma dan pohon-pohon lainnya yang menghalanginya antara rumahnya dan masjid, e. adanya binatang buas yang banyak di Madinah dan f. umurnya yang sudah tua serta tulang-tulangnya sudah rapuh. Al-Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: Seorang laki-laki buta mendatangi Nabi lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya tidak mempunyai seorang penuntun yang mengantarkanku ke masjid". Lalu ia meminta Rasulullah untuk memberi keringanan baginya untuk shalat di rumahnya maka Rasulullah memberikannya keringanan. Ketika Ibnu Ummi Maktum hendak kembali, Rasulullah memanggilnya lalu berkata: "Apakah Engkau mendengar panggilan (adzan) untuk shalat?" ia menjawab "benar", maka Rasulullah bersabda: "Penuhilah panggilan tersebut." Dan juga banyak dalil-dalil lainnya yang menunjukkan akan wajibnya shalat berjama’ah di masjid bagi setiap muslim yang baligh, berakal dan tidak ada ‘udzur syar’i baginya. Kaum Muslimah Lebih Utama Shalat di Rumahnya
Adapun bagi kaum muslimah maka yang lebih utama baginya adalah shalat di rumahnya daripada di masjid, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur`an: "Wa buyuutuhunna khairullahunna" (dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka) dan juga hadits-hadits yang sangat banyak
yang menjelaskan keutamaan shalat di rumah bagi kaum muslimah. Tapi apabila kaum muslimah meminta idzin untuk shalat di masjid maka tidak boleh dilarang bahkan harus diidzinkan. Tetapi ketika dia keluar ke masjid harus memenuhi syarat-syaratnya yaitu menutupi aurotnya secara sempurna, tidak memakai wangi-wangian, tidak ditakutkan menimbulkan fitnah dan yang lainnya yang telah dijelaskan para ‘ulama. Syaikhul Islam menjelaskan bahwa dalam keadaan tertentu shalatnya muslimah di masjid lebih utama dari pada di rumah ketika di masjid terdapat pelajaran (ta’lim) yang disampaikan oleh ahlus sunnah, tetapi jika di masjid tidak ada kajian ‘ilmu maka shalat di rumah lebih baik daripada di masjid. Mengambil Ilmu Agama Harus dari Orang yang Benar Manhajnya
Dan perlu di ketahui bahwa kita tidak boleh mengambil ‘ilmu dari sembarang orang, tapi harus dari orang yang sudah jelas manhajnya dan terbukti berpegang teguh dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah dengan pemahaman para shahabat. Kalau ia belum jelas manhajnya dan bahkan dia menyelisihi sunnah (seperti merokok, memotong jenggot, menurunkan kain di bawah mata kaki, bercampur baur dengan orang yang bukan mahramnya dan lainnya dari perkara-perkara yang menyelisihi Sunnah Rasulullah) maka tidak sepantasnya kita mengambil ‘ilmu darinya. Hal ini telah dijelaskan oleh Al-Imam Ibnu Sirin, di mana dia berkata: "Sesungghunya ilmu ini adalah agama maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat dari mana ia mengambil agamanya.", dalam lafazh yang lain ia berkata: "Mereka (salafush-shalih) tidak menanyakan tentang isnad (suatu hadits) tetapi ketika terjadinya fitnah (setelah terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan-pent) maka mereka mengatakan: "sebutkan sanad kalian!" Maka ketika itu dilihat, apabila ‘ilmu (hadits) itu datang dari Ahlus Sunnah maka diambil haditsnya tetapi apabila datang dari Ahlul Bid’ah maka ditolak haditsnya." (Lihat Muqaddimah Shahih Muslim). AKIBAT YANG JELEK BAGI ORANG YANG TIDAK MEMENUHI PANGGILAN UNTUK SUJUD
Dari dalil-dalil yang menunjukkan atas wajibnya shalat berjama’ah adalah apa yang telah dijelaskan oleh Allah Ta’ala dari jeleknya akibat orang yang tidak memenuhi/menjawab panggilan untuk sujud. Allah berfirman (yanga artinya): "Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud maka mereka tidak mampu (untuk sujud). (Dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud dan mereka dalam keadaan sejahtera." (Al-Qalam:4243). Yang dimaksud dengan "seruan untuk sujud" adalah seruan untuk melaksanakan shalat berjama’ah. Berkata Turjumanul Qur`an ‘Abdullah bin ‘Abbas dalam menafsirkan ayat ini: "Mereka mendengar adzan dan panggilan untuk shalat tetapi mereka tidak menjawabnya" (Ruhul Ma’ani 29/36).
Dan sungguh tidak hanya seorang dari salafnya ummat ini yang menguatkan tafsiran ini, atas dasar inilah berkata Ka’ab Al-Ahbar: "Demi Allah tidaklah ayat ini diturunkan kecuali terhadap orang-orang yang menyelisihi dari (shalat) berjama’ah." (Tafsir Al-Baghawiy 4/283, Zadul Masir 8/342 dan Tafsir Al-Qurthubiy 18/251). Telah Berkata Sa’id bin Jubair: "Mereka mendengar (panggilan) ‘Hayya ‘alal falaah’ tetapi tidak memenuhi panggilan tersebut." (Tafsir Al-Qurthubiy 18/151 dan Ruhul Ma’ ani 29/36). Berkata Ibrahim An-Nakha’iy: "Yaitu mereka diseru dengan adzan dan iqamah tetapi mereka enggan (memenuhi seruan tersebut)." (Ibid). Berkata Ibrahim At-Taimiy: "Yakni (mereka diseru) kepada shalat yang wajib dengan adzan dan iqamah." (Tafsir Al-Baghawiy 4/283). Dan sejumlah ahli tafsir telah menjelaskan juga bahwasanya dalam ayat ini terdapat ancaman bagi orang yang meninggalkan shalat berjama’ah. Atas dasar/jalan ini berkata Al-Hafizh Ibnul Jauziy: "Dan dalam ayat ini terdapat ancaman bagi orang yang meninggalkan shalat berjama’ah." (Zadul Masir 8/342). Berkata Al-Imam Fakhrurraziy (tentang ayat): "Dan sungguh mereka pada waktu di dunia telah diseru untuk sujud sedang mereka dalam keadaan sejahtera." (Al-Qalam:43), yakni ketika mereka diseru kepada shalat-shalat (yang wajib) dengan adzan dan iqamah sedang mereka dalam keadaan sejahtera, mampu untuk melaksanakan shalat. Dalam ayat ini terdapat ancaman terhadap orang yang duduk (tidak menghadiri) dari shalat berjama’ah dan tidak memenuhi panggilan mu`adzdzin sampai ditegakkannya iqamah shalat berjama’ah." (At-Tafsirul-Kabir 30/96). Dan berkata Al-Imam Ibnul Qayyim: "Dan telah berkata lebih dari satu dari salafush shalih tentang firman Allah Ta’ala: "Dan sungguh mereka pada waktu di dunia telah diseru untuk sujud sedang mereka dalam keadaan sejahtera." (Al-Qalam:43), yaitu ucapan mu`adzdzin: "hayya ‘alash-shalaah hayya ‘alal-falaah". Dan ini merupakan dalil yang dibangun di atas dua perkara: Yang pertama: bahwasanya memenuhi panggilan itu adalah wajib Yang kedua: tidak bisa memenuhi panggilan tersebut kecuali dengan hadir dalam shalat berjama’ah.
Hal tersebut di atas (kewajiban shalat berjama’ah di masjid-pent) adalah yang telah difahami oleh golongan yang paling ‘alim dari ummat ini dan yang paling fahamnya yaitu dari kalangan para shahabat radhiyallahu ‘anhum. (Ibnul Qayyim, Kitabush shalah hal. 65).
Dan yang menguatkan akan wajibnya shalat berjama’ah juga adalah apa yang telah disebutkan oleh ‘Abdullah bin ‘Abbas dari jeleknya akibat orang yang meninggalkannya. Sungguh Al-Imam Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan dari Mujahid dari Ibnu ‘Abbas ia berkata: Telah berselisih atasnya seorang laki-laki yang berpuasa sepanjang siang dan shalat sepanjang malam tapi tidak menghadiri shalat jum’at dan tidak pula shalat berjama’ah, maka ia berkata: "Dia di neraka." (Al-Mushannaf 1/346 dan Jami’ut-Tirmidzi 1/188 dicetak dengan Tuhfatul Ahwadzi). Sebagai penutup kami bawakan ucapannya Ibrahim bin Yazid At-Taimiy, ia berkata: "Apabila Engkau melihat/mendapatkan orang yang mengenteng-entengkan (bermudah-mudahan) dalam masalah takbiratul ihram, maka bersihkanlah badanmu darinya." (Siyar A’lamin Nubala` 5/62, lihat Dharuratul Ihtimam hal. 83). Dari ucapan beliau ini, terdapat isyarat agar kita berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan takbiratul ihram dalam shalat berjama’ah. Maka seyogyanya bagi kita untuk memperhatikan aktivitasnya masing-masing. Hendaklah ketika keluar atau bepergian melihat waktu shalat. Ketika waktu adzan dikumandangkan sebentar lagi sekitar 5 atau 10 menit maka kita selayaknya memperhatikannya, apakah keluarnya kita bisa mengejar untuk mendapatkan takbiratul ihram atau tidak? Jika tidak, lebih baik kita menunggu sampai kita selesai melaksanakan shalat. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang mencintai Sunnah Rasulullah, mengamalkannya, menjaganya dengan sebaik-baiknya dan membelanya dari para penentangnya, Amin. Wallahu a’lamu bish-shawab.
Definisi/Pengertian Shalat Berjamaah Dan Hukum Sholat Berjama'ah - Ilmu Agama Islam A. Arti Definisi / Pengertian Shalat Jamaah
Shalat berjamaah adalah salat yang dikerjakan oleh dua atau lebih orang secara bersama-sama dengan satu orang di depan sebagai imam dan yang lainnya di belakang sebagai makmum. Shalat berjamaah minimal atau paling sedikit dilakukan oleh dua orang, namun semakin banyak orang yang ikut solat berjama'ah tersebut jadi jauh lebih baik. Shalat berjama'ah memiliki nilai 27 derajat lebih baik daripada sholat sendiri. Oleh sebab itu kita diharapkan lebih mengutamakan shalat berjamaah daripada solat sendirian saja. B. Hukum Salat Berjamaah Shalat berjama'ah hukumnya adalah sunat muakkad, yakni sunah yang sangat penting untuk dikerjakan karena memiliki nilai yang jauh lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan solat munfarid / seorang diri.
Sebelum memulai shalat bersama-sama hendaknya / sebaiknya dilakukan azan / adzan sebagai pemberitahuan yang mengajak orang-orang di sekitarnya untuk ikut sholat berjamaah bersama. Jika telah berkumpul di dalam masjid, mushalla, langgar, surau, ruangan, kamar, dan lain sebagainya maka salah satu hendaknya melakukan qamat / qomat sebagai ajakan untuk melakukan / memulai shalat. Berikut ini adalah halangan dalam melakukan sholat berjamaah : 1. Terjadi badai atau cuaca lain yang tidak memungkinkan. 2. Terjadi hujan sehingga sulit untuk ke masjid. 3. Ketika sakit 4. Merasa ingin buang air kecil atau air besar. 5. Ketika bahaya mengancam. 6. Datang bulan / haid dan nifas pada perempuan. 6. Ketika lapar dan ada hidangan telah siap tersedia, dan lain sebagainya. Kedahsyatan Sholat Berjamaah
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku (QS. AlBaqarah: 43). Hampir selama hidupnya, Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan sholat berjamaah. Bahkan dalam keadaan perang sekalipun, beliau bersama sahabatnya melaksanakan sholat dengan berjamaah. Padahal mereka sedang sibuk-sibuknya dengan tugas suci. Kalau dibanding dengan kita memang sangat jauh, padahal kita tidak segenting keadaan perang. Kita bahkan sedang istirhat kerja siang, atau sedang asik menyantap makanan, atau sedang bercumbu dengan keluarga. Namun saat sedang terdengar adzan, kita masih santai saja. Tidak segera berangkat ke masjid atau musholla untuk melaksanakan sholat berjamaah. Suatu hari datang seorang laki-laki buta kepada Rasulullah saw bermaksud ingin meminta keringanan dalam sholat berjamaah karena kondisinya yang buta. Orang buta itu berkata, "Wahai Rasulullah, saya tidak ada seorang penuntun yang menuntunku ke Masjid, bolehkah aku tidak sholat dengan berjamaah dan cukup sholat di rumah?" Lalu Nabi saw memberi keringanan tentang hal itu, namun tatkala orang itu mau beranjak, Rasulullah saw memanggilnya dan bertanya, "Apakah kamu mendengar adzan panggilan sholat?" Orang buta itu menjawab, "Ya". Rasulullah bersabda, "Kalau begitu, sambutlah (berangkatlah sholat berjamaah)" (HR: Muslim). Subhanallah..., sebegitu pentingnyanya sholat berjamaah hingga kepada orang buta yang tidak ada seorang yang menuntunnya saja Rasulullah masih memerintahkan untuk sholat berjamaah, apalagi dengan kita yang masih sehat bugar? Bahkan Rasulullah saw hampir-hampir akan membakar rumah orang muslim yang tidak berangkat sholat berjamaah. Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, "Demi
Allah yang jiwaku dalam genggamanNya, sungguh aku pernah akan menyuruh mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku perintahkan untuk shalat, lalu adzan pun dikumandangkan. setelah itu, aku menyuruh orang untuk menjadi imam shalat berjamaah. Lalu aku pergi ke rumah orangorang yang tidak memenuhi panggilan shalat, dan aku bakar rumah mereka saat mereka berada di dalamnya. " (HR: Bukhori Muslim). Mengapa sholat berjamaah begitu penting? Mengapa Rasulullah sangat menekankan sholat berjamaah? Rahasia apa yang ada dibalik sholat berjamaah? Beberapa keutamaan dan rahasia di balik shalat berjamaah antara lain: 1. Orang yang sholat berjamaah akan mendapat pahala 27 derajat dibanding sholat sendirian. Rasulullah saw bersabda, "Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian, dengan dua puluh tujuh derajat" (HR: Bukhori Muslim). Jadi, dengan sholat berjmaaah kualitas sholat kita 27 kali lipat dibanding sholat sendirian. Kalau dianalogikan dengan emas, sholat berjamaah itu 24 karat atau emas murni. 2. Setiap langkah kaki dalam perjalanan kita ke Masjid diangkatnya derajat kita dan dihapuskannya dosa kita. Rasulullah saw bersabda, "Apabila dia wudhu sempurna, kemudian keluar menuju ke masjid dengan niat hanya untuk shalat, maka setiap kali ia melangkah, derajatnya dinaikkan dan kesalahan dosanya dihapuskan" (HR: Bukhori Muslim). 3. Orang yang sholat berjamaah senantiasa didoakan oleh para malaikat. Rasulullah saw bersabda, "Malaikat akan senantiasa memohonkan ampun dan rahmat untuknya, selama ia masih tetap berada di tempat shalatnya dan tidak berhadast. Malaikat berkata,"Ya Allah, ampunilah dia, Ya Allah rahmatilah dia" (HR: Bukhori Muslim). 4. Orang yang rajin shalat berjamaah maka akan terhindar dari penguasaan syetan, seperti kesurupan atau kerasukan. Rasuluillah saw bersabda, "Tidaklah tiga orang berada di suatu desa atau kampung lalu mereka tidak melakukan shalat berjamaah, kecuali mereka telah dikuasai oleh syetan" (HR: Abu Daud). 5. Suatu penduduk apabila rajin melaksanakan sholat berjamaah, maka akan diberikan ketentraman, persatuan, persaudaraan dan tidak mudah diprofokasi. Rasulullah saw bersabda, "Karena itu shalatlah dengan berjamaah, karena srigala itu hanya menerkam kambing yang jauh terpencil dari kawan-kawannya (jamaahnya)" (HR: Abu Daud). RAHASIA SHALAT BERJAMA’AH
Satu pemandangan yang kini tengah menjadi sebuah ironi di dalam perjalanan Islam adalah semakin banyak dan bertaburannya masjid dan musholla di mana-mana, sedangkan penghuninya hilang entah kemana. Satu ironi yang tampaknya sangat tidak masuk akal. Betapa tidak, masjid
dan musholla selalu sepi di lima waktu sholat fardhu, padahal tempat ibadah tersebut berdiri di tengah-tengah padatnya rumah penduduk yang mengaku beragama Islam. Kekuatan jamaah sudah tidak dapat dilihat lagi dihampir seluruh masjid dan musholla. Dunia telah banyak melenakan umat Islam dari sholat berjamaah. Padahal, sosok mulia Rasulullah Muhammad saw yang merupakan satu-satunya uswah sentral kaum muslimin saja hampir tidak pernah melewatkansholat fardhu berjamaah di masjid sepanjang hidupnya. Bahkan, ketika beliau dan para sahabat serta para pengikutnya tengah berada dalam peperangan, beliau masih istiqomah untuk menjalankan sholat berjamaah bersama dengan para sahabat beliau. Kebanyakan umat muslim pada saat ini seperti telah kehilangan pedoman dan panutan. Seakan, mereka telah memiliki panutan lain selain Rasulullah saw. Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan sholat berjamaah meskipun dalam keadaan genting seklipun. Seberapapun hebatnya perang yang tengah dihadapi oleh Rasulullah saw dan para sahabat, namun sholat berjamaah tetap beliau tegakkan bersama dengan para sahabat. Cobalah sejenak kita renungkan kisah yang terdapat di dalam hadits riwayat Imam Muslim berikut: “Suatu ketika datanglah seorang laki-laki buta kepada Rasulullah saw dengan tujuan untuk meminta keringanan dalam sholat berjamaah karena kebutaan yang ada pada dirinya. Lelaki yang buta tersebut berkata kepada Rasulullah saw, "Wahai Rasulullah, aku adalah seorang yang buta, tidak ada seorang penuntun yang dapat menuntunku ke Masjid, maka bolehkah aku tidak sholat dengan berjamaah dan cukup bagiku sholat di rumah saja?" Seketika Rasulullah saw memberi keringanan kepada lelaki tersebut sebagaimana yang ia pinta, namun ketika lelaki itu hendak beranjak, Rasulullah saw memanggilnya kembali dan bertanya kepadanya, "Apakah kamu mendengar adzan panggilan sholat?" Orang buta itu menjawab, "Ya" . Maka Rasulullah saw pun bersabda, "Kalau begitu, sambutlah (berangkatlah sholat berjamaah)" ". (HR. Muslim). Dari hadits di atas dapat kita lihat betapa Rasulullah saw sangat menekankan umatnya untuk senantiasa mengistiqomahkan sholat fardhu berjamaah di dalam masjid (musholla). Bahkan tidak ada keringanan bagi seorang buta yang tidak ada penuntunnya sekalipun untuk meninggalkan sholat fardhu berjamaah, selama ia masih dapat mendengar suara adzan dan masih mampu untuk bergerak ke tempat dimana adzan tersebut berkumandang. Namun, betapa ironisnya keadaan sebagian umat muslim saat ini. Mereka tidak buta dan mereka dapat mendengarkan adzan dengan baik, bahkan masjid itu bersebelahan dengan dinding rumahnya, tapi mereka masih lebih memilih menonton tayangan televise daripada memenuhi panggilan untuk sholat berjamaah. Mereka tidak dalam keadaan perang sebagaimana telah dialami Rasulullah saw dan para sahabat terdahulu, namun mereka membiarkan masjid dan musholla sepi, seperti sepinya kuburan. Sebagian besar umat muslim saat ini bersikap seolah-olah mereka adalah umat yang keadaannya lebih buruk dan lebih menderita dari seorang buta yang tidak memiliki seorang penuntunpun.
Tekanan Rasulullah saw terhadap umat Islam berkenaan dengan sholat berjamaah ini juga terdapat di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim sebagai berikut: Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, "Demi Allah yang jiwaku dalam genggamanNya, sungguh aku pernah akan menyuruh mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku perintahkan untuk shalat, lalu adzan pun dikumandangkan. setelah itu, aku menyuruh orang untuk menjadi imam shalat berjamaah. Lalu aku pergi ke rumah orang-orang yang tidak memenuhi panggilan shalat, dan aku bakar rumah mereka saat mereka berada di dalamnya. " (HR: Bukhori Muslim). Lihatlah, betapa Rasulullah saw sangat geram dan tegas dalam menyikapi orang-orang muslim yang enggan meninggalkan rumahnya untuk menuju masjid (musholla) guna melaksanakan sholat fardhu berjamaah. Hal ini karena tentunya beliau mengerti betapa hebatnya keutamaan yang terdapat di dalam sholat berjamaah tersebut. Allah swt telah berfirman di dalam Al Quran, yang artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang-orang yang ruku” (QS. AlBaqarah: 43). “…rukulah bersama orang-orang yang ruku” , kalimat ini jelas merupakan satu perintah untuk mendirikan sholat secara berjamaah. Wahai saudaraku di dalam Islam, tidaklah Allah swt dan Rasulullah saw menetapkan satu aturan (perintah atau larangan), melainkan di dalamnya tersimpan keutamaan yang sangat besar bagi umat manusia, khususnya umat Islam itu sendiri. Maka, ketika Allah swt dan Rasulullah saw telah memerintahkan kita untuk senantiasa mendirikan sholat berjamaah, yakinlah bahwa perintah tersebut tidak akan merugikan kita. Justru perintah itulah yang akan memberikan keuntungan yang tidak terhitung jumlahnya dan tidak terukur besarnya bagi kita. Sholat berjamaah merupakan salah satu bentuk ibadah yang tentunya memiliki begitu besar dan banyak keutamaan bagi umat muslim. Rasulullah saw, melalui beberapa sabdanya telah memberikan rahasia seputar keutamaan yang terdapat di dalam sholat berjamaah kepada umatnya, yang diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pahala berlipat ganda
Mungkin, kita tidak mengerti dengan pasti mengenai apa dan bagaimanakah yang dimaksud dengan pahala itu. Namun, tentunya tidak akan ada yang menolak jika ditawarkan pahala oleh Allah swt dengan mudah, bahkan setiap manusia normal pasti menginginkan pahala yang berlipat-lipat. Inilah salah satu keutamaan yang terdapat di dalam sholat berjamaah, yaitu mendapatkan pahal yang berlipat-lipat.
Orang yang sholat berjamaah akan mendapat pahala 27 derajat dibanding sholat sendirian. Rasulullah saw bersabda, "Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian, dengan dua puluh tujuh derajat" (HR: Bukhori Muslim). Hadits tersebut menjelaskan bahwa dengan sholat berjamaah akan meningkatkan kualitas sholat kita menjadi 27 kali lipat dibandingkan dengan sholat sendirian (munfarid).
2. Menghapus dosa dan Mengangkat derajat
Subhanallah! Betapa dahsyat keutamaan yang terdapat di dalam sholat berjamaah, sehingga dapat menghapuskan dosa dan mengangkat derajat orang-orang yang mengistiqomahkannya. Rasulullah saw bersabda, "Apabila dia wudhu sempurna, kemudian keluar menuju ke masjid dengan niat hanya untuk shalat, maka setiap kali ia melangkah, derajatnya dinaikkan dan kesalahan dosanya dihapuskan" (HR: Bukhori Muslim).
3. Didoakan malaikat
Keutamaan sholat berjamaah yang selanjutnya adalah mendapatkan doa dari para malaikat. Betapa tidak meragukannya jika para malaikat yang merupakan makhluk ciptaan Allah swt yang selalu taat kepada-Nya, memohonkan ampun bagi kita. Secara logika, bagaimana mungkin Allah swt akan menolak doa hamba-Nya yang selalu taat kepada-Nya dan tidak pernah menyekutukan-Nya walau sedikitpun. Rasulullah saw bersabda, "Malaikat akan senantiasa memohonkan ampun dan rahmat untuknya, selama ia masih tetap berada di tempat shalatnya dan tidak berhadast. Malaikat berkata,"Ya Allah, ampunilah dia, Ya Allah rahmatilah dia"" (HR: Bukhori Muslim).
4. Terhindar dari penguasaan syaithon
Sholat berjamaah akan menghindarkan seseorang bahkan sekelompok orang dari pengaruhpengaruh jahat syaithon yang terkutuk. Syaithon tidak akan pernah mampu mengalahkan dan mempengaruhi orang-orang yang senantiasa mengistiqomahkan sholat berjamaah. Rasulullah saw bersabda, "Tidaklah tiga orang berada di suatu desa atau kampung lalu mereka tidak melakukan shalat berjamaah, kecuali mereka telah dikuasai oleh syetan" (HR: Abu Daud).
5. Ketentraman dan persatuan
Tidak ada seorang pun yang tidak menginginkan kehidupan yang penuh dengan kedamaian,ketentraman, dan penuh dengan ukhuwah . Ketenangan dalam hidup yang heterogen
terkadang satu hal yang sulit untuk didapatkan. Ketentraman dalam kehidupan yang penuh dengan keragaman merupakan satu harapan yang selalu ada, namun terkadang berat untuk mewujudkannya. Di sinilah Rasulullah saw kembali menyampaikan salah satu rahasia keutamaan dari sholat berjamaah. Jika satu penduduk atau kelompok dapat mengistiqomahkan sholat berjamaah, maka Allah swt akan memberikan ketentraman dalam kehidupan mereka. Persatuan dan ikatan persaudaraan akan terus menguat dan tidak akan mudah terpecah belah. Rasulullah saw bersabda, "Karena itu shalatlah dengan berjamaah, karena srigala itu hanya menerkam kambing yang jauh terpencil dari kawan-kawannya (jamaahnya)" (HR: Abu Daud). Subhanallah! Indah nian rahasia yang tersimpan dibalik perintah sholat berjamaah. Luar biasa Allah swt dalam memberikan balasan bagi setiap manusia yang senantiasa mengikuti segala ketetapan-Nya. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa mengistiqomahkan sholat berjamaah dan taat atas segala ketetapannya. Amin. Larangan Mengimami Kaum yang tidak Suka Diimami Olehnya
Diriwayatkan dari Abu Umamah r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Tiga orang yang shalat mereka tidak melewati telinga-telinga mereka (yakni tidak diterima); hamba yang melarikan diri hingga ia kembali, wanita yang bermalam sementara suaminya marah kepadanya, seseorang yang mengimami suatu kaum yang mereka benci kepadanya’," (Hasan, HR Tirmidzi [360]). Diriwayatkan dari Thalhah bin Ubaidillah r.a, bahwasanya ia mengimami shalat di satu tempat. Selesai shalat ia berkata, "Aku lupa bertanya kepada kalian sebelum maju menjadi imam, apakah kalian ridha aku menjadi imam?" Mereka menjawab, "Kami ridha, siapakah yang tidak ridha wahai hawari Rasulullah saw?" Thalhah kemudian berkata, "Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Barangsiapa mengimami suatu kaum sementara mereka membencinya, maka shalatnya tidak akan melewati kedua telinganya (tidak diterima)’," (Shahih, Disebutkan dalam kitab Shabiihut Targhiib wat Tarbiib [480]). Diriwayatkan dari 'Atha' bin Dinar al-Hudzali, bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tiga macam orang yang shalat mereka tidak akan diterima dan tidak akan terangkat ke langit serta tidak akan melewati kepala mereka; seseorang yang mengimami suatu kaum sementara mereka benci kepadanya, seseorang maju mengimami shalat jenazah sementara tidak ada yang menyuruhnya, seorang isteri yang diajak berhubungan intim oleh suaminya pada malam hari namun ia menolaknya," (Shahih, HR Ibnu Khuzaimah [1518]).
Diriwayatkan dari 'Amr bin al-Harits bin al-Mushthaliq, ia berkata, "Dahulu pernah dikatakan, ‘Ada dua macam orang yang paling keras siksanya pada hari Kiamat; isteri yang durhaka kepada suaminya, imam suatu kaum sementara mereka benci terhadapnya’," (HR Tirmidzi [359]). Hadits yang sama diriwayatkan juga dari 'Abdullah bin 'Amrbin al-'Ash, 'Abdullah bin ‘Abbas, Abu Sa'id al-Khudri dan Salman al-Farisi namun sanad-sanadnya tidak lepas dari komentar. Kandungan Bab:
1. Imam at-Tirmidzi berkata dalam Sunan nya (1/192), "Sejumlah ahli ilmu menganggap makruh seseorang yang mengimami suatu kaum sementara mereka membencinya. Meskipun ia bukanlah seorang yang zhalim, hanya saja dosa dijatuhkan atas orang yang membencinya.” Berkaitan dengan masalah ini, Imam Ahmad dan Ishaq berkata, "Jika yang membencinya hanya satu, dua atau tiga orang saja tidaklah mengapa mengimami mereka shalat, lain halnya jika yang membencinya adalah mayoritas mereka?” Saya katakan, "Namun harus memperhatikan beberapa hal berikut ini: a. Makruh yang dimaksud di sini adalah haram (makruh tahrim), dalil-nya adalah tidak diterimanya shalat bahkan tidak melewati telinga-nya dan tidak naik ke langit, dan hal itu menyebabkan ia berhak mendapat siksa pada hari kiamat. b. Banyak sedikitnya yang membenci tergantung jumlah makmum. Jika jumlah makmum hanya dua atau tiga orang, maka kebencian mereka dipandang sah." 2. Kebencian yang dimaksud di sini adalah kebencian dalam hal agama karena sebab-sebab syar'i, bukan kebencian karena kepentingan atau karena urusan dunia seperti keadaan kebanyakan orang sekarang ini, semoga Allah menyelamatkan kita dari bala yang menimpa mereka. Kebencian bukan atas dasar agama seperti ini tidak dipandang sah.
3. Orang-orang yang kebenciannya menjadi tolok ukur dalam masalah ini adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, bukan ahli bid'ah dan pengikut hawa nafsu. Karena mereka jelas membenci Ahlus Sunnah. Oleh sebab itu asy-Syaukani berkata dalam kitab Nailul Authaar (111/218), "Kebencian yang menjadi tolok ukur dalam masalah ini adalah kebencian orang-orang yang benar agamanya, bukan selain mereka. Sampai-sampai alGhazali berkata dalam kitab al-Ihyaa' , 'Sekiranya segelintir dari orang-orang yang lurus agamanya membencinya, maka kebencian mereka itu harus diperhitungkan’."
4. Sejumlah ahli ilmu membedakan antara kepemimpinan seorang wali (amir) dengan selainnya. Mereka membawakan hadits-hadits di atas kepada kepemimpinan selain wali (amir). Sebab orang-orang biasanya membenci waliyyulamri (amir)
Namun pendapat ini perlu ditinjau kembali, karena hadits tidak membedakan antara wali dan selainnya. Sekiranya perkataan di atas di balik tentu lebih dekat kepada kebenaran. Karena para imam di kurun yang pertama adalah para waliyyul amri. Jadi, pendapat yang benar adalah tidak adanya perbedaan antara wali dan selainnya dalam ancaman ini, wall
SEJARAH SHALAT BERJAMA’AH
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Shalat seseorang dengan berjama’ah lebih tinggi nilainya dua puluh tujuh kali lipat daripada shalatnya sendirian.” (HR. Muslim) Sejarah
Mengerjakan shalat lima waktu berjama’ah mulai disyari’atkan di kota Mekkah setelah turunnya perintah mengerjakannya. Pada mulanya, shalat berjama’ah bukanlah perkara yang sangat ditekankan, hanya sebatas disyari’atkan, dan belum diwajibkan. Setelah Allah Ta’ala mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam, Allah mengutus malaikat Jibril pada hari itu juga untuk mengajari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam waktu-waktu shalat dan tata cara pelaksanaannya. Malaikat Jibril langsung mengimami Rasulullah di Baitul Al-Haram sebanyak dua kali. Abdurrazaq meriwayatkan dalam Mushannaf -nya, dari Ibnu Jureij bahwa ia berkata, “Nafi’ bin Jubair dan yang lainnya berkata, ‘Pada pagi hari sepulang dari Isra’ Mi’raj, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dikejutkan dengan kedatangan malaikat Jibril ketika matahari mulai tergelincir. Oleh sebab itu, disebut sebagai shalat al-uulaa . Jibril memerintahkan agar shalat ditegakkan dan dikumandangkan pada manusia “Ash-Shalaatu Jaami’atan ”. Para sahabat pun berkumpul. Malaikat Jibril mengimami Rasulullah, sementara Rasulullah mengimami para sahabat dengan memanjangkan dua rakaat pertama dan memendekkan dua rakaat terakhir. Kemudian Jibril mengucapkan salam sebagai pertanda shalat selesai diikuti oleh Rasulullah yang juga mengucapkan salam pertanda shalat selesai. Begitu pulalah ketika mengerjakan shalat ashar, mereka melakukannya seperti yang dilakukan pada saat mengerjakan shalat dzuhur. Kemudian malaikat Jibril turun di awal malam, dan memerintahkan agar menyerukan “Ash-Shalatu Jaami’atan ”. Malaikat Jibril mengimami Rasulullah shalat. Jibril membaca surat yang panjang dan memanjangkan dua rakaat pertama serta mengeraskan bacaan dan memendekkan dua rakaat terakhir. Kemudian Jibril mengucapkan salam pertanda shalat selesai
diikuti oleh Rasulullah yang juga mengucapkan salam pertanda shalat selesai.’” As-Suheili berkata dalam kitab Ar-Raudhul Anif , “Para penulis kitab Shahih sepakat bahwa kisah ini, yakni kisah Jibril mengimami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terjadi pada pagi hari sepulang beliau dari Isra’ Mi’raj, yaitu lima tahun setelah diangkat menjadi nabi.” Rasulullah mengerjakan shalat bersama sejumlah sahabat dalam beberapa kesempatan namun balun lakukan setiap waktu. Beliau pernah mengerjakan bersama Ali bin Abi Thalib di rumah Al-Arqaam, shalat bersama Ummul Mukminin Khadijah, yakni setelah malaikat Jibril mengimami beliau shalat. Akan tetapi, kala itu shalat jama’ah belumlah ditekankan. Shalat jama’ah baru disyari’atkan di Madinah setelah hijrah. Kemudian, shalat jama’ah menjadi syi’ar agama Islam. Imam AlBukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa ia berkata, ”Ketika kaum muslimin tiba di Madinah, mereka berkumpul untuk menunggu waktu shalat tanpa ada seruan ataupun panggilan. Pada suatu hari mereka berbincang-bincang tentang masalah tersebut. Sebagian mereka mengusulkan agar membuat lonceng seperti lonceng yang digunakan kaum Nasrani. Sebagian lagi mengusulkan agar membuat terompet sebagaimana yang digunakan kaum Yahudi. Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Mengapa kalian tidak memerintahkan saja seseorang untuk menyerukan shalat.’ Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, ‘Wahai Bilal, bangkit dan kumandangkan azan shalat.’” Abu Daud meriwayatkan dalam Sunan-nya dari jalur Abu Umeir bin Anas dari salah seorang bibinya dari kalangan Anshar bahwa ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang memikirkan bagaimana caranya mengumpulkan manusia untuk mengerjakan shalat. Ada yang mengusulkan kepada beliau, ‘Tancapkan saja bendera setiap waktu tiba shalat. Apabila manusia melihatnya, mereka saling memberitahu satu sama lainnya.’ Namun Rasulullah tidak tertarik dengan usul tersebut. Lalu ada yang menyebut-nyebut al-quna’ atau syabbuur , yakni terompet yang biasa digunakan oleh orang Yahudi. Ziyad berkata, ‘Yakni syabburu Yahudi.’ Namun beliau
tidak tertarik dengan gagasan tersebut. Beliau mengatakan bahwa itu adalah ciri khas orang Yahudi. Lalu ada yang mengusulkan (dengan) membunyikan lonceng. Beliau berkata, ‘Itu merupakan ciri khas kaum Nasrani.’” Melihat tidak satu pun usul diterima oleh Rasulullah, maka kembalilah Abdullah bin Zaid sambil memikirkan apa yang sedang dipikirkan oleh Rasulullah. Ia pun bercerita, “Wahai Rasulullah, saat itu aku antara sadar dan tidak, tiba-tiba datanglah seseorang menemuiku dan memperlihatkan kepadaku seruan azan.” Dua puluh hari sebelumnya, Umar bin Khattab juga telah melihat mimpi yang sama, namun beliau tidak menceritakannya. Lalu ia menceritakan kepada Rasulullah mimpinya itu. Rasulullah berkata kepadanya, “Apa yang menghalangimu untuk menceritakannya kepadaku?” Umar menjawab, “Abdullah bin Zaid telah mendahuluiku, aku pun malu menceritakannya.” Maka Rasulullah pun berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, bangkitlah dan ikutilah apa yang didektekan Abdullah bin Zaid, lalu kumandangkanlah.” Abu Bysr berkata, “Abu Umeir menceritakan kepadaku bahwa kaum Anshar yang menceritakan kepadaku bahwa kaum Anshar menduga bahwa sekiranya saat itu Abdullah bin Zaid tidak sedang sakit, niscaya Rasulullah mengangkatnya sebagai mua’adzin.” Demikianlah azan disyari’atkan untuk pelaksanaan shalat lima waktu berjama’ah. Sudah selayaknya kapan saja seorang muslim jika mendengar azan supaya segera mendatanginya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah berkata, “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sekiranya orang-orang tahu keutamaan menyambut seruan azan dan berada di shaf pertama, kemudian hal tersebut hanya dapat diraih (dengan) mengundi, niscaya mereka akan mengundi demi mendapatkannya.’” (HR. Bukhari). Hikmah Disyari’atkannya Shalat Jama’ah
Kedudukan shalat dalam Islam merupakan wasilah yang paling ampuh dalam menghapus
perbedaan status sosial antara kaum muslimin, menghilangkan sikap fanatik terhadap warna kulit, suku bangsa, dan nasab. Shalat berjama’ah mendorong seseorang untuk meninggalkan kebiasaannya yang suka menyendiri sehingga kaum muslimin dapat saling bergaul dan mengenal di antara mereka. Dengan demikian, akan tercipta rasa saling menyayangi dan persaudaraan yang mengakar kuat. Selain itu, shalat berjama’ah juga akan membimbing seseorang untuk hidup teratur dan disiplin. Hukum Shalat Fardhu Berjama’ah dan Ancaman Meninggalkan Shalat Berjama’ah Tanpa Udzur
Shalat fardhu berjama’ah hukumnya fardhu ‘ain (bagi laki-laki). Ini merupakan pendapat dari Abdullah bin Mas’ud, Abu Musa Al-Asy’ari, Atha bin Abi Rabbah, Ibnu Khuzaimah, Al-Auza’I, dan merupakan pendapat mayoritas ulama Hanafiyah dan Hambaliyah. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Barangsiapa mendengarkan seruan azan, sedang tidak ada udzur yang menghalanginya (untuk) mengikuti shalat berjama’ah, maka tidak sah shalat yang dilakukannya sendirian.” Mereka berkata, “Apa itu udzur?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Rasa takut (tidak aman) atau sakit.” (HR. Abu Daud) Diriwayatkan dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bilamana tiga orang yang tinggal di satu kota atau desa tidak menegakkan shalat berjama’ah, maka setan akan mempecundangi mereka. Hendaklah kalian selalu menegakkan shalat berjama’ah.” ( HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak) Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya shalat yang paling berat atas kaum munafiqin adalah shalat isya’ dan fajar. Sekiranya mereka mengetahui keutamaannya, niscaya mereka akan menghadirinya meskipun dengan merangkak. Sungguh betapa ingin rasanya aku memerintahkan orang-orang untuk shalat kemudian aku memerintahkan seseorang untuk mengimami mereka. Lalu aku pergi bersama beberapa orang
laki-laki dengan membawa kayu bakar menjumpai orang-orang yang tidak menghadiri shalat berjama’ah, lalu aku bakar rumah-rumah mereka dengan api.” (HR. Muslim) ADA 40 MANFAAT SHALAT BERJAMA’AH 1. Mematuhi perintah Allah 2. Sebagai saksi keimanan 3. Mendapat tajkiah (Pernyataan Kesucian) dan Anugerah Besar dari Allah 4. Mengagungkan dan menekankan apa yang diagungkan dan ditekankan oleh Rasul SAW 5. Mematuhi perintah Rasul SAW 6. Selamat karena mengikuti Rasul 7. Sholat berjamaah termasuk sasaran Islam yang Agung 8. Mengagungkan dan menampakkan syi'ar Allah 9. Termasuk sunnah2 petunjuk 10. Lebih utama dari shalat sendirian 11. Lebih suci di sisi Allah SWT daripada shalat sendiri2 12. Menjaga diri dari setan 13. Jauh dari menyerupai orang2 munafik 14. Diantara sebab 15. Ta'ajub Allah 16. Berpahala besar karena berjalan untuk menunaikannya 17. Berkumpulnya para Malaikat pada waktu shalat shubuh dan ashar serta permohonan ampun mereka bagi yang hadir 18. Menyamai shalat separuh malam atau sepanjang malam 19. Berada dalam jaminan Allah 20. Berada dalam naungan Allah pada Hari kiamat 21. Bebas dari Neraka dan bebas dari sifat nifak 22. Mendapatkan shalawat dari Allah dan para Malaikat 23. Mendapatkan Rumah di Surga 24. Mendapatkan pahala berjamaah meskipun telah selesai dikerjakan 25. Sempurnanya shalat 26. Amal paling utama 27. Selamat dari neraka Wail 28. Selamat dari kelalaian 29. Doanya tidak ditolak 30. Persaudaraan, kasih sayang dan persamaan 31. Menjaga shalat2 sunnah Rawatib dan Dzikir 32. Memahami hukum2 shalat 33. Membiasakan disiplin dan menguasai diri 34. Menampakkan kekuatan umat Islam dan membuat kesal orang2 kafir dan munafik
35. Memperbaiki penampilan dan jati diri 36. Saling mengenal dan memperkenalkan diri 37. Berlomba-lomba dalam ketaatan kepada Allah SWT 38. Terjaganya kepribadian yang baik 39. Adanya perasaan berdiri dalam suatu barisan Jihad 40. Menghadirkan perasaan apa yang terjadi pada Zaman Nabi Muhammad SAW dan para Sahabatnya MELURUSKAN DAN MERAPATKAN SHAF DALAM SHOLAT BERJAMAAH MELURUSKAN DAN MERAPATKAN SHAF DALAM SHOLAT BERJAMAAH
Di antara syari'at yang diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada umatnya adalah meluruskan dan merapatkan shaf dalam shalat berjamaah. Barangsiapa yang melaksanakan syari'at, petunjuk dan ajaran-ajarannya dalam meluruskan dan merapatkan shaf, sungguh dia telah menunjukkan ittiba' nya [mengikuti] dan kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Adapun hadits-hadits yang memerintahkan untuk meluruskan dan merapatkan shaf diantaranya sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: Artinya: "Apakah kalian tidak berbaris sebagaimana berbarisnya para malaikat di sisi Rabb mereka ?" Maka kami berkata: "Wahai Rasulullah , bagaimana berbarisnya malaikat di sisi Rabb mereka ?" Beliau menjawab : "Mereka menyempurnakan barisan-barisan [shaf-shaf], yang pertama kemudian [shaf] yang berikutnya, dan mereka merapatkan barisan" [HR. Muslim, An Nasa'i dan Ibnu Khuzaimah]. Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari An Nu'man bin Basyir, Beliau shallallahu 'alaihi wasallam berkata: Artinya: Dahulu Rasullullah meluruskan shaf kami sampai seperti meluruskan anak panah hingga beliau memandang kami telah paham apa yang beliau perintahkan kepada kami (sampai shof kami telah rapi-pent), kemudian suatu hari beliau keluar (untuk shalat) kemudian beliau berdiri, hingga ketika beliau akan bertakbir, beliau melihat seseorang yang membusungkan dadanya, maka beliau bersabda: "Wahai para hamba Allah, sungguh kalian benar-benar meluruskan shaf atau Allah akan memperselisihkan wajah-wajah kalian". [HR. Muslim] Sedangkan hadits yang diriwayatkan dari Anas ra., Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Artinya: "Tegakkan [luruskan dan rapatkan, pent-] shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya aku melihat kalian dari balik punggungku" [HR. Al Bukhari dan Muslim],
dan pada riwayat Al Bukhari, Anas r.a. berkata: "Dan salah satu dari kami menempelkan bahunya pada bahu temannya dan kakinya pada kaki temannya" sedangkan pada riwayat Abu Ya'la, berkata Anas: "Dan jika engkau melakukan yang demikian itu pada hari ini, sungguh engkau akan melihat salah satu dari mereka seolah-olah seperti keledai liar yaitu dia akan lari darimu." Dari hadits-hadits di atas menunjukkan betapa pentingnya meluruskan dan merapatkan shaf pada waktu shalat berjamaah karena hal tersebut termasuk kesempurnaan shalat sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Luruskan shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf termasuk kesempurnaan shalat". Bahkan sampai ada sebagian ulama yang mewajibkan hal itu, sebagaimana perkataan Syeikh AlAlbani rahimahullah dalam mengomentari sabda nabi shallallahu 'alaihi wasallam : '... atau Allah akan memperselisihkan wajah-wajah kalian': "Sesungguhnya ancaman semacam ini tidak dikatakan didalam perkara yang tidak diwajibkan, sebagaimana tidak samar lagi [pengertian seperti itu dikalangan ahli ilmu, pent-]". Akan tetapi sungguh amat sangat disayangkan, sunnah meluruskan dan merapatkan shaf ini telah diremehkan bahkan dilupakan kecuali oleh segelintir kaum muslimin. Berkata Syeikh Masyhur Hasan Salman: "Apabila jamaah shalat tidak melaksanakan sebagaimana yang dilakukan oleh Anas dan An Nu'man maka akan selalu ada celah dan ketidaksempurnaan dalam shaf. Dan pada kenyataannya -kebanyakan- para jamaah shalat apabila mereka merapatkan shaf maka akan luaslah shaf [menampung banyak jamaah, pent-] khususnya shaf pertama kemudian yang kedua dan yang ketiga. Apabila mereka tidak melakukannya, maka: Pertama: Mereka terjerumus dalam larangan syar'i, yaitu tidak meluruskan dan merapatkan shaf. Kedua: Mereka meninggalkan celah untuk syaithan dan Allah akan memutuskan mereka, sebagaimana hadits dari Umar bin Al Khaththab bahwasanya Nabi bersabda: "Tegakkan shaf-shaf kalian dan rapatkan bahu-bahu kalian dan tutuplah celah-celah dan jangan kalian tinggalkan celah untuk syaithan, barangsiapa yang menyambung shaf niscaya Allah akan menyambungnya dan barangsiapa memutus shaf niscaya Allah akan memutuskannya". [HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim ] Ketiga: Terjadi perselisihan dalam hati-hati mereka dan timbul banyak pertentangan di antara mereka, sebagaimana dalam hadits An Nu'man terdapat faedah yang menjadi terkenal dalam ilmu jiwa, yaitu: sesungguhnya rusaknya dhahir mempengaruhi rusaknya batin dan kebalikannya.
Disamping itu bahwa sunnah meluruskan dan merapatkan shaf menunjukkan rasa persaudaraan dan saling tolong-menolong, sehingga bahu si miskin menempel dengan bahu si kaya dan kaki orang lemah merapat dengan kaki orang kuat, semuanya dalam satu barisan seperti bangunan yang kuat, saling menopang satu sama lainnya. Keempat: Mereka kehilangan pahala yang besar yang dikhabarkan dalam hadits-hadits yang shahih, di antaranya sabda Nabi: Artinya: "Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya bershalawat kepada orang yang menyambung shaf".[HR. Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hiban & Ibnu Khuzaimah]. Dan sabda Nabi yang shahih: "Barangsiapa menyambung shaf niscaya Allah akan menyambungnya". [HR.Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah] Dan sabda Nabi yang lain:Artinya: "Sebaik-baik kalian adalah yang paling lembut bahunya (mau untuk ditempeli bahu saudaranya pent) ketika shalat, dan tidak ada langkah yang lebih besar pahalanya daripada langkah yang dilakukan seseorang menuju celah pada shaf dan menutupinya". [HR. Ath Thabrani, Al Bazzar dan Ibnu Hiban].
Keutamaan shaf pertama bagi laki-laki.
Diantara haditsnya adalah : Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang paling depan, dan sejelek-jelek shaf laki-laki adalah yang laing belakang, sebaik-baik shaf perempuan adalah yang paling belakang, dan sejelek-jelek shaf perempuan adlaah yang paling depan. (H.R. Muslim). Kalaulah manusia mengetahui apa yang terdapat di azan dan shaf pertama (dari besarnya pahala-pent) kemudian mereka tidak mendapatkan kecuali dengan diundi, maka pastilah mereka telah mengadakan undian, dan kalaulah mereka mengetahui apa yang terdapat di sikap selalu didepan, pastilah mereka telah mendahuluinya, dan kalaulah mereka mereka mengetahui apa yang terdapat di shalat isya dan shalat subuh (dari keuntungan) maka pastilah mereka mendatangi keduanya walaupun dengan merayab. (Bukhari dan Muslim.) Keutamaan mendapat takbiratul ihram bersama imam
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
Barangsiapa talah melakukan shalat karena Allah selama 40 hari berjama’ah, ia mendapatkan takbir pertama (takbiratul ihram dengan imam –pent), maka dicatatlah baginya dua kebebasan ; kebebasan dari api neraka dan kebebasan dari kemunafikan. (H.R. Tirmidzi dari Anas, dihasankan oleh Syeikh Al Albani di kitab shahih Al Jami’ II/1089). Cara/Syarat Menjadi Imam & Makmum Sholat Berjamaah, Posisi & Ketentuan Shalat Jamaah A. Syarat Sah Manjadi Imam Dalam Shalat Berjama'ah
Sebelum memulai shalat dengan makmumnya, seorang imam setelah muazin selesai mengumandangkan azan dan komat, maka imam berdiri paling depan dan menghadap makmum untuk mengatur barisan terlebih dahulu. Jika sudah lurus, rapat dan rapi imam menghadap kiblat untuk mulai ibadah sholat berjamaah dengan khusyuk. Syarat Untuk Menjadi Imam Sholat Berjama'ah : 1. Lebih banyak mengerti dan paham masalah ibadah solat. 2. Lebih banyak hapal surat-surat Alquran. 3. Lebih fasih dan baik dalam membaca bacaan-baca'an salat. 4. Lebih senior / tua daripada jama'ah lainnya. 5. Tidak mengikuti gerakan shalat orang lain. 6. Laki-laki. Tetapi jika semua makmum adalah wanita, maka imam boleh perempuan. Bacaan dua rokaat awal untuk sholat zuhur dan ashar pada surat Al-fatihah dan bacaan surat pengiringnya dibaca secara sirran atau lirih yang hanya bisa didengar sendiri, orang lain tidak jelas mendengarnya. Sedangkan pada solat maghrib, isya dan subuh dibaca secara jahran atau nyaring yang dapat didengar makmum. Untuk shalat sunah jumat, idul fitri, idul adha, gerhana, istiqo, tarawih dan witir dibaca nyaring, sedangkan untuk sholat malam dibaca sedang, tidak nyaring dan tidak lirih.
B. Syarat Sah Manjadi Ma'mum Dalam Shalat Berjama'ah
Syarat Untuk Menjadi Makmum Sholat Berjama'ah : 1. Niat untuk mengikuti imam dan mengikuti gerakan imam. 2. Berada satu tempat dengan imam. 3. Laki-laki dewasa tidak syah jika menjadi makmum imam perempuan. 4. Jika imam batal, maka seorang makmum maju ke depan menggantikan imam. 5. Jika imam lupa jumlah roka'at atau salah gerakan sholat, makmum mengingatkan dengan membaca Subhanallah dengan suara yang dapat didengar imam. Untuk ma'mum perempuan dengan cara bertepuk tangan. 6. Makmum dapat melihat atau mendengar imam.
7. Makmum berada di belakang imam. 8. Mengerjakan ibadah sholat yang sama dengan imam. 9. Jika datang terlambat, maka makmum akan menjadi masbuk yang boleh mengikuti imam sama sepertimakmum lainnya, namun setelah imam salam masbuk menambah jumlah rakaat yang tertinggal. Jika berhasil mulai dengan mendapatkan ruku' bersama imam walaupun sebentar maka masbuk mendapatkan satu raka'at. Jika masbuk adalah makmum pertama, maka masbuk menepuk pundak imam untuk mengajak sholat berjama'ah. C. Posisi Imam Dan Makmum Sholat Jama'ah / Besama-Sama
1. Jika terdiri dari dua pria atau dua wanita saja, maka yang satu menjadi imam dan yang satu menjadi makmum berada di sebelah kanan imam agak ke belakang sedikit. 2. Jika makmum terdiri dari dua orang atau lebih maka posisi makmum adalah membuat barisan sendiri di belakang imam. Jika makmum yang kedua adalah masbuk, maka masbuh menepuk pundak mamum pertama untuk melangkah mundur membuat barisan tanpa membatalkan sholat. 3. Jika terdiri dari makmum pria dan makmum wanita, maka makmum laki-laki berada dibelakang imam, dan wanita dibalakang makmum lakilaki. 4. Jika ada anak-anak maka anak lelaki berada di belakang makmum laki-laki dewasa dan disusul dengan makmum anak-anak perempuan dan kemudian yang terakhir adalah makmum perempuan dewasa. 5. Makmum bencong atau transeksual tetap tidak diakui dan kalau ingin sholat berjama'ah mengikuti jenis kelamin awal beserta perangkat sholat yang dikenakan POSISI IMAM & MAKMUN DALAM SHALAT BERJAMA’AH 1. Dua Orang Laki-laki
Hadits Ibnu Abbas: Aku shalat bersama Nabi SAW di suatu malam, aku ber diri di samping kirinya, lalu Nabi memegang bagian belakang kepalaku dan menempatkan aku di sebelah kanannya (HR Bukhari )
2. Dua Orang Laki-laki atau Lebih
Hadits Jabir: Nabi SAW berdiri shalat maghrib, lalu aku datang dan berdiri di samping kirinya. Maka beliau SAW menarik diriku dan dijadikan di samping kanannya. Tiba-tiba sahabatku datang (untuk shalat), lalu kami berbaris di belakang beliau dan shalat bersama Rasulullah SAW. (HR Ahmad)
3. Satu Laki-laki dan Satu Wanita
Hadits Anas: Bahwa beliau shalat di belakang Rasulullah SAW bersama seorang yatim sedangkan Ummu Sulaim berada di belakang mereka (HR Bukhari dan Muslim) 4. Dua Orang Laki-laki dan Satu Wanita atau lebih
Perpaduan antara hadits Ibnu Abbas: “.. dan menempatkan aku di sebelah kanannya”dan hadits Anas bin Malik: “Sedangkan Ummu Sulaim berada di belakang mereka” (HR Bukhari dan Muslim)
5. Dua Orang Wanita
Keumuman Hadits Ibnu Abbas: “.. dan menempatkan aku di sebelah kanannya” (HR Bukhari)
6. Tiga Orang Wanita atau Lebih
Hadits Aisya RA: Bahwa Aisyah shalat menjadi imam bagi kaum wanita dan beliau berdiri di tengah shaf (HR Bukhari, Hakim, Daruquthni dan Ibnu abi Syaibah)
7. Beberapa Laki-laki dan Wanita
Hadits Abu Hurairah: Sebaik-baiknya shaf laki-laki adalah yang paling ertama, dan seburuk-buruknya adalah yang terakhir. Dan sebaik-baiknya shaf wanita adalah yang paling terakhir, dan seburuk-buruknya adalah yang paling ertama. (HR Muslim)