3
BAB I PENDAHULUAN I.1
Latar Belakang
Dalam bidang industri farmasi, perkembangan teknologi farmasi sangat berperan aktif dalam peningkatan kualitas produksi obat-obatan. Hal ini banyak ditunjukan dengan banyaknya sediaan obat-obatan yang disesuaikan dengan karakteristik dari zat aktif obat, kondisi pasien dan pennigkatan kualitas obat dengan meminimalkan efek samping obat tanpa harus mengurangi atau mengganggu dari efek farmakologis zat aktif obat. Dalam sediaan farmasi juga terdapat beberapa bentuk obat yang umumnya untuk menentukan bentuk obat yang akan dibuat. Setiap bentuk sediaan memiliki fungsi dan kegunaan masing-masing sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pemakaian baik secara oral maupun parenteral. Apabila obat tidak dapat diminum melalui oral karena ketidak mampuan untuk menelan, menurunnya kesadaran, inaktifasi obat oleh cairan lambung atau ada tujuan untuk meningkatkan efektivitas obat, maka dapat dipilih rute parenteral. Sediaan
parenteral
merupakan
sediaan
steril.
Sediaan
ini
diberikanmelalui beberapa rute pemberian yaitu intravena, intraspinal, intramuskuler, subkutan dan intradermal. Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan unutk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntikkan. Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir, dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik. Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau dis untikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dala m. Sediaan parenteral memasuki pertahanan per tahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu
4
kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima. Sediaan injeksi sering dikemas dalam wadah ampul maupun vial. Ampul adalah wadah gelas yang tertutup rapatbiasanya dalam dosis tunggal padat atau larutan obat jernih atau suspensi halus yang ditujukan untuk penggunaan parenteral. Salah satu obat yang dimaksudkan untuk penggunaan parenteral adalah ranitidin. Ranitidin diberikan dalam bentuk injeksi intravena untuk pasien rawat inap di rumah sakit dengan keadaanhipersekresi patologis atau ulkus usus dua belas jari yang sulit diatasi,atau sebagai pengobatan alternatif jangka pendek pemberian oral padapasien yang tidak bisa diberi ranitidin oral. Seorang ahli farmasi harus dapat membuat formulasi yang baik dan benar dengan bahan tambahan yang sesuai dan tempat penyimpanan harus di perhatikan agar sediaan steril tidak cepat rusak dan tidak terkontaminasi dengan mikroba. Seorang farmasi juga harus dapat memahami sediaan steril itu sendiri. Oleh karena itu dilakukan praktikum teknologi sediaan steril. I.2
Maksud dan Tujuan
I.2.1 Maksud 1. Mampu memahami rancangan formula dari ranitidin injeksi 2. Mampu memahami cara sterilisasi sediaan ranitidin injeksi I.2.2 Tujuan 1. Mengetahui rancangan formula dari ranitidin injeksi 2. Mengetahui cara sterilisasi sediaan ranitidin injeksi
5
BAB II TINJUAN PUSTAKA II.1
Dasar Teori
Ranitidin adalah obat yang diindikasikan untuk sakit maag. Pada penderita sakit maag, terjadi peningkatan asam lambung dan luka pada lambung. Hal tersebut yang sering kali menyebabkan rasa nyeri ulu hati, rasa terbakan di dada, perut terasa penuh, mual, banyak bersendawa ataupun buang gas. Di dalam lambung, ranitidin akan menurunkan produksi asam lambung tersebut dengan cara memblok langsung sel penghasil asam lambung. Ranitidin sebaiknya diminum sebelum makan sehingga saat makan, keluhan mual penderita telah berkurang. Ranitidin dianggap lebih potensial dibandingkan antasida (obat maag yang sering ditemui dijual bebas di apotek ataupun warung).. Selain untuk sakit maag, ranitidin juga dapat digunakan untuk pengobatan radang saluranan pencernaan bagian atas (kerongkongan), dan luka lambung. Ranitidin termasuk kedalam obat maag yang aman. Dimana ranitidin merupakan salah satu obat yang sering digunakan diruang icu yang termasuk kedalam golongan gastiointestinal dengan mekanisme kerja untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya (Dollery , 1996). Ranitidin
merupakan
antagonis
reseptor
H2
yang
bekerja
mengurangi sekresi asam dengan cara memblok histamin dalam sel-sel pariental lambung. Ranitidin daat diberikan dalam bentuk injeksi intravena dan intramuskular khususnya untuk pasien rawat inap dirimah sakit dengan keadaan hipersekresi patologis atau ulkus usus dua belas jari yang sulit diatasi atau sebagai pengobatan alternatif jangka pendek pemberian oral pada pasien yang tidak dapat menelan obat-obat keadaan gawat dan memberikan efek kerja obat yang cepat (Ansel, 309). Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan
6
atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lender (FI.III.1979). Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya laruitan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler (FI.IV.1995). Terapi
parenteral
memiliki
beberapa
keuntungan
penting
dibandingkan enteral. Sejak pemilihan tempat pemakaiannya, dapat ditetapkan saat muncul dan lamanya efek. Jika dikehendaki kerja obat yang cepat, tersedia pemakaian intravenus. Melalui injeksi, beberapa bahan obat juga dapat memberikan efeknya, meskipun pemberiannya secara peroral dapat di inaktivasi atau kurang diresorpsi di dalam lambung atau dapat menyebabkan iritasi lambung. Pemakaiannya menjadi lebih menonjol pada saat pasien tidak sadar. Juga preparat injeksi memiliki kemungkinan, untuk menghasilkan suatu efek obat terkendali. Dengan menggunakan berbagai prinsip yang berbeda, dapatdihasilkan sediaan obat injeksi yang memiliki kerja depo. Dengan menggunakan larutan infusi dapat dicapai keseinbangan awal sebagai akibat kehilangan darah melalui pengisian plasma dan kepada pasien dapat disuplai bahan makanan secara parenteral dalam jangka waktu yang panjang. Keuntungan
pemakaian
parenteral
ternyata
disertai
denganbeberapa kerugian, namun terapi injeksi dibandingkan dengan bentuk sediaan yang lain, masih jauh lebih mahal. Demikian pula dengan pemakaiannya, pada umumnya dilakukan oleh dokter atau suster rumah sakit. Persyaratan sediaan parenteral: 1. Sesuai antara kandungan bahan obat yang ada didalam sediaan dengan pernyataan tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas
7
selama penyimpanan akibat kerusakan obat secara kimiawi dan sebagainya. 2. Penggunaan wadah yang cocok , sehingga tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril, tetapi juga mencegah terjadinya ineraksi antara bahn obat dengan material dinding wadah. 3. Tersatukan tanpa terjadi reaksi. 4. Bebas kuman. 5. Bebas Pirogen. 6. Isotonis. 7. Isohidris. 8. Bebas partikel melayang. Klasifikasi sediaan parenteral : 1. Larutan sejati dengan pembawa air, contohnya injeksi vitamin C 2. Larutan sejati dengan pembawa minyak, contohnya injeksi kamfer 3. Larutan
sejati
dengan
pembawa
campuran,
contohnya
injeksi
phenobarbital 4. Suspensi steril dengan pembawa air, contohnya injeksi calciferol 5. Suspensi
steril
dengan
pembawa
minyak,
contohnya
injeksi
Bismuthsubsalisilat 6. Emulsi steril, contohnya Infus Ivelip 20% 7. Serbuk kering dilarutkan dengan air, contohnya Injeksi Solumedrol Tonisitas larutan sediaan injeksi : 1. Isotonis Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah, sehingga tidak terjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan dikatakan isotoni (ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl) 2. Isoosmotik Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose dalam serum darah, maka larutan dikatakan isoosmotik (0,9% NaCl, 154 mmol Na+ dan 154 mmol Cl- per liter = 308 mmol per liter,
8
tekanan osmose 6,86). Pengukuran menggunakan alat osmometer dengan kadar mol zat per liter larutan). 3. Hipotonis Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum darah, sehingga menyebabkan air akan melintasi membran sel darah merah yang semipermeabel memperbesar volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel-sel darah merah. Disebut Hemolisa. 4. Hipertonis Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari serum darah merah, sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah
melintasi
membran
semipermeabel
dan
mengakibatkan
terjadinya penciutan sel-sel darah merah, disebut plasmolisa. Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keaadan sterill adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba ( Lachman.1994). Secara umum ada 2 prosedur pembuatan sediaan steril yaitu : 1. Cara sterilisasi akhir. Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan dalam pembuataan sediaan ste ril.Zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air dan suhu Sterilisasi.Dengan cara ini sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan.Semua alat setelah lubang – lubangnya ditutup dengan kertas perkamen ,dapat langsung digunakan tanpa perlu disterilkan terlebih dahulu.
9
2. Cara Aseptis Cara ini terbatas penggunaannya pada sediaan yang mengandung zat aktif peka suhu tinggi dan dapat mengakibatkan pengraian dan penurunan kerja farmakologinya.antibiotik dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptis.Cara aseptis bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan. Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali injeksi. Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua (Anonim.2009). II.2
Alasan Formulasi
Ranitidine
- Ranitidin adalah salah satu obat yang sering digunakan diruang ICU yang termasuk ke dalam golongan gastrointestinal dengan mekanisme kerja untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya (Dollery, 997).
- Ranitidin secara oral mengalami metabolisme lintas pertama dihati dalam jumlah cukup besar. Sekitar 70% ranitidin diberikan secara IV dan 30% diberikan secara oral (Fater ed.5, 282).
- Ranitidine merupakan antagonis reseptor H2 yang bekerja mengurangi sekresi asam dengan cara memblok reseptor histamine dalam sel-sel parietal lambung (Fate red.5, 282)
- Injeksi ranitidine tidak hanya diberikan pada pasien di ICU, tetapi juga diberikan pada pasien yng masuk pertama kali ke RS dan lewat UGD. Untuk penanganan awal tukak duodenum mencegah pasien menahan sakit lebih lam maka dapat segera diberikan injeksi ranitidine.
10
- Injeksi ranitidin juga dapat dan sering diberikan untuk pasien rawat inap dan jarang untuk pasien rawat jalan karena dengan pertimbangan penggunaan (Neal, 2005).
- Ranitidine dapat diberikan secara IM dan IV dengan dosis 50 mg yang diencerkan dengan larutan infuse/larutan injeksi yang compatible. Maksud dari kalimat ini adalah ranitidine yang diberikan kepada pasien dapat secara IM juga dapat dengan IV. Dosis yang sering digunakan untuk infuse adalah 50 mg. selain diberikan dengan infus dapat juga dengan injeksi yang menggunakan larutan pembawa yang cocok.
- Dibuat dalam bentuk ampul karena ampul merupakan wadah gelas yang disegel rapat sebagai dosis tunggal yang dimaksudkan untuk penggunaan parenteral baik IV maupun IM. Pemberian dengan wadah ampul dapat mengurangi kontaminasi mikroba karena pemberian dosis tunggal. II.3
Alasan Penambahan
Penggunaan dapar
- Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam-basa (dapar). Penambahan larutan dapar dapat dilakukan untuk larutan obat suntik dengan pH 5,5-9. pH stabilitas ranitidine adalah 6,5-7,3. Maka dapat ditambahkan pendapar. Ditambahkan larutan pendapar karena pada saat penyuntikan dapat menghindari rasa sakit pada jaringan dan mengurangi kerusakan jaringan serta meningkatkan stabilitas kimia dari obat (Lukas, 2006)
- Kapasitas dapar yang digunakan biasanya rendah (tidak mengubah pH dari cairan tubuh pada penyuntikan), tetapi cukup kuat untuk menahan perubahan pH selama penyimpanan dan penggunaan.
- Dapar yang digunakan dalam formulasi adalah dapar fosfat. - Dapar fosfat digunakan pada berbagai sediaan farmasi secara luas sebagai buffer dan sebagai savesting agent (Excipent, 496)
- Merupakan dapar isotonic yang sering digunakan sebagai buffer karena mempunyai range pH yang luas (Scoville’s, 223).
11
- Pendapar yang digunakan secara internasional adalah dapar fosfat dengan kapasitas daparnya tinggi di daerah alkalis dengan rentang pH 4,5-8,5 (Sediaan Farmasi Steril, 219). Hal ini cocok dengan ranitidine dengan rentang pH 6,5-7,3.
Natrium klorida
- Na. klorida digunakan sebagai pengatur tonisitas / pengisotonis, karena untuk penyuntikkan (secara perenteral) sebaiknya larutannya dalam keadaan isotonis yaitu jika suatu larutan konsentrasinya sama dengan konsentrasi dalam sel darah merah (Djide, 2009 ; Lukas, 2006).
- NaCl digunakan sebagai larutan pengisotonis agar sediaan setara dengan 0,9% larutan NaCl, dimana larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan cairan tubuh (Lawrens, 2006)
- NaCl dapat mengatur distribusi air, cairan dan keseimbangan elektrolit dan tekanan osmotic cairan tubuh (FI IV, 584).
- NaCl lebih stabil dibandingkan dekstrosa, karena dekstrosa mengalami karamelisasi dalam larutan dan pada pemanasan tinggi menyebabkan reduksi pH (Martindale, 1427).
Aqua Pro Injeksi
- Sejauh ini pembawa yang paling sering digunakan untuk produk steril adalah air karena air merupakan pembawa untuk semua cairan tubuh (The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 1294).
- Aqua pro injeksi merupakan air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan sesuai dan tidak mengandung bahan antimikroba (RPS 18th, 13).
- Air yang digunakan untuk injeksi adalah air suling segar yang disulingkan kembali (FI IV, 96).
- Air ini dimurnikan dengan cara penyulingan atau osmosis terbalik dan memenuhi standar yang sama dengan purified water (Ansel, 406)
12
II.3
Uraian Bahan
1. Ranitidin Nama resmi
: Ranitidin
Sinonim
: Ranitidin hidroklorida
Rumus molekul
: C13H22 N4O3S
Stuktur kimia
:
Berat molekul
: 350,87
Pemerian
: Serbuk hablur, putih sampain kuning pucat, praktis tidak
berbau,
peka
terhadap
cahaya
dan
kelembaban melebur pada suhu lebih kurang 1900C disertai penguraian. Kelarutan
: sangat mudah larut air, cukup larut dalam etanol dan sukar larut dalam kloroform.
Stabilitas
: Stabil hingga 48 jam disuhu kamar untuk injeksi paparan
singkat
terhadap
suhu
40oC
tidak
mempengaruhi stabilitas. Inkompatibilitas
: Meningkatkan
toksisitas
siklosporin
(meningkatkan serum kreatinum). Penyimpanan
: Pada wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
PH
: 6,7-7,3
Dosis maksimum : IV 50 mg sekali/150 mg sehari 2. Monodisodium phospate Nama resmi
: Sodium phosphate, monobasis
Sinonim
: Acid sodium phosphate, monosodium phospate, phosperk
acid,
sodium
dihydrogen phospate,
monosodium artho posphat, monosodium salt. Rumus molekul
: NaH2PO4 H2O
Stuktur kimia
:
13
Berat molekul
: 138
Pemerian
: kristal putih, tidak berbau
Kelarutan
: Larut dalam air dengan pemanasan atau air mendidih, praktis tidak larut dalam etanol
Kegunaan
: Sebagai pendapar
Stabilitas
: Stabil secara kimia
Inkompatibilitas
: inkompatibel dengan alkohol, kalsium glukanat.
PH
: 4,1 - 4,5
3. Disodium phospate Nama resmi
: Sodium phosphate, dibasis
Sinonim
: Sodium anhydryeus,
phosphate, phosporic
dinafni acid,
phosphate
disodium
salt,
sodium orhophosphate Rumus molekul
: Na2HPO4
Stuktur kimia
:
Berat molekul
: 142
Pemerian
: serbuk putih atau kristal putih atau hampir putih, tidak berbau
Kelarutan
:Larut dalam air dengan pemanasan atau air mendidih, praktis tidak larut dalam etanol
Kegunaan
: Sebagai pendapar
Stabilitas
: Stabil secara kimia
Inkompatibilitas
: inkompatibel dengan alkohol, kalsium glukanat.
PH
: 4,1 - 4,5
4. Natrium klorida Nama resmi
: Natrii choridum, Sodium cholida
Sinonim
: Saline sea salt, takle sah, chorurese sodium cemmont salt.hopper salt. Natural balik
Rumus molekul
: NaCl
14
Stuktur kimia
: Na-Cl
Berat molekul
: 58,44
Pemerian
: hablur heksohedral, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau rasa asin
Kelarutan
:
larut dalam 2,8 bagian air, 2,7 bagian air
mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol, suka larut dalam etanol 95%. Keguaan
: pengisotonis
Stabilitas
: Natrium klorida stabil dalam larutan
Inkompatibilitas
:
Natrium klorida bersifat korost terhadap besi
dan bereaksi dengan perak dan garam merkuri kelarutan dari pengawet metil paraben akan menurun
pada
penambahan
larutan
natrium
klorida Konsentrasi
: pengisotonis < 0,9%
5. Aqua pro injeksi Nama resmi
: Aqua pro injeksi
Sinonim
: Aqua pro injeksi (water for injection)
Rumus molekul
: H2O
Stuktur kimia
:H
H O
Berat molekul
: 18,02
Pemerian
: Cairan jernih, tidak berbau dan tidak berwarna
Kegunaan
: pembawa
Penyimpanan
: dalam wadah dosis tungga dari kaca atau praktis tidak lebih besar dari 1L
15
BAB III METODE KERJA III.1
Alat
1. Alu 2. Ayakan 3. Batang pengaduk 4. Botol semprot 5. Gelas kimia 6. Gelas ukur 7. Lumpang 8. Neraca analitik 9. Pipet tetes 10. Sendok tanduk 11. Wadah ampul III.2
Bahan
1. Alkohol 70% 2. Aqua pro injeksi 3. Brosur 4. Etiket 5. Kertas perkamen 6. Kertas saring 7. Lap halus 8. Lap kasar 9. NaCl 10. Ranitidin tablet 11. Selotip 12. Sudip 13. Tissue
16
III.3
Cara Kerja
1. Ditimbang semua bahan ranitidin 0,5 gram, NaCl 0,1 gram, 2. Dibuat aqua pro injeksi steril sebanyak 100 mL yang disterilkan dengan autoclave 121 0C selama 15 menit. Diukur untuk formula sebanyak 19,273 mL 3. Dilarutkan masing-masing bahan dengan aqua pro injeksi pada gelas kimia yang berbeda (sebelumnya semua alat telah disterilkan dan dibilas sebanyak 2 kali dengan aqua pro injeksi) 4. Dicampurkan semua larutan bahan dan dicukupkan dengan aqua pro injeksi hingga batas kalibrasi 5. Cek pH (6,5) 6. Dihangatkan larutan pada suhu 50 0C selama 10 menit sambil terus diaduk 7. Dibuat kertas saring steril dengan cara membasahi kertas saring dengan aqua pro injeksi 8. Disaring campuran larutan yang hangat ke dalam erlenmeyer 9. Di uji kejernihan 10. Disterilisasi 11. Dievaluasi 12. Dimasukkan ke dalam ampul 13. Dimasukkan ke dalam kemasan sekunder 14. Diberi brosur
17
BAB IV HASIL PERHITUNGAN IV.1
Perhitungan Dapar
pH stabilitas ranitidine
= 6,5-7,3
pKa1 = 2,5
rentang pH dapar
= 4,5-8,5
pKa2 = 7,2
pH stabil yang dipilih
= 6,5
pKa3 = 12,38
BM monosodium fosfat
= 138
BM disodium fosfat
= 142
= -log [Ka]
- pH = -log [H+]
7,2
= -log [Ka]
6,5 = -log [H +]
Ka
= 10 -7,2 = 6,3 x 10 -8
[H+] = 10-6,5 = 3,16 x 10 -7
β
= 2, 303 x C
- pKa
-
0,01 0,01
= 2,303 x C
[Ka] + [H+] [6,3x10-8] [3,16x10-7]
[0,63x10-7] + [3,16x10-7]2 19,908x10-15
(3,79x10-7)2 19,908x10-15
0,01
= 2,303 x C
0,01
= 2,303 x C x 1,3859x10 -1
0,01
= 0,319 C
C -
= 2,303 x C
[Ka] [H +]
=
0,01
= 0,0313 mol/L
0,319
pH
= pKa + log
6,5
= 7,2 + log
6,5-7,2 = log
[garam] [asam]
[garam]
[garam]
= 10-0,7
[asam]
[asam]
[asam]
= log
[garam]
[garam]
[garam]
0,7 [asam]
14,3641x10-14
[asam]
= 0,1995
[garam]= 0,1995 [asam] -
C
= [garam] + [asam]
18
0,0313 = 0,1995 [asam] + [asam] 0,0313 = 1,1995 [asam] [asam] =
0,0313
= 0,026 M
1,1995
[garam]= 0,1995 [asam] = 0,1995 x 0,026 = 0,005187 M = 0,0052 M -
Untuk 1 ampul = 2 ml = 0,002 L o
Massa disodium fosfat
= BM x [garam] x V = 142 x 0,0052 x 0,002 = 0,0014768 = 0,0015 g =
o
0,0015 2 ml
x 100% = 0,075%
Massa monosodium fosfat = BM x [asam] x V = 138 x 0,026 x 0,002 = 0,007176 = 0,0072 g =
IV.2
0,0072 2 ml
x 100% = 0,036%
Perhitungan Tonisitas
-
PTB (Penurunan Titik Beku) % b/v ranitidin
: 50 mg =2,5%
PTB : 0,1
0,576 % monosodium fosfat : 0,036%
PTB : 0,25
% disodium fosfat
PTB : 0,24
W
= = = = =
: 0,075%
0,52 - ac b 0,52 – (0,1x2,5) + (0,25x0,036) + (0,24x0,075) 0,576 0,52 – (0,25) + (0,009) + (0,018) 0,576 0,52 – 0,277 0,576 0,243 0,576
= 0,422
Syarat: >350
: hipertonis
Hipotonis
PTB NaCl :
19
IV.3
329-350
: sedikit hipertonis
270-328
: isotonis
250-269
: sedikit hipotonis
0-249
: hipotonis
Perhitungan Bahan
Ranitidin
: 50 mg
Monosodium fosfat
: 0,0072 g
Disodium fosfat
: 0,0015 g
NaCl
: W ranitidine
: 50 mg : 0,05 g
Ekuivalen ranitidin : 0,18 V=WxE
= 0,05 x 0,18 = 0,009
NaCl fisiologis
= 0,9% x 2 ml
g
0,9 100
x 2 ml = 0,018 g
NaCl yang ditambahkan= 0,018 – 0,009 = 0,01 g = 0,5% A.P.I
: 2 ml – (0,05+0,072+0,0015+0,01) 2 ml – 0,0727 = 1,9273 ml
Untuk 1 batch: 10 ampul
Ranitidin
: 0,05 x 10
= 0,5 g
Monosodium fosfat
: 0,0072 x 10 = 0,072 g
Disodium fosfat
: 0,0015 x 10 = 0,015 g
NaCl
: 0,01 x 10
A.P.I
: 1,9273 x 10 = 19,273 ml
= 0,1 g
20
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1
Hasil
Gambar V.1 Ranitidin Injeksi IV.2
Pembahasan
Ranitidin adalah salah satu obat yang sering digunakan di ruang ICU yang termasuk ke dalam golongan gastrointestinal yang dapat mengobati serta mengatasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya (Dollery, 997). Ranitidin merupakan antagonis reseptor H2 yang bekerja mengurangi sekresi asam lambung secara selektif dan reversible. Ranitidin dapat menghambat sekresi asam lambung akibat rangsangan obat muskarinik, stimulasi vagus atau gastrin (Fater ed 5, 282). Namun ranitidin oral, mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar. Selain itu ranitidin oral mudah terdegradasi dan tidak memberikan efek yang cepat khususnya bagi pasien yang sedang dalam keadaan darurat serta untuk penanganan awal pada pasien yang masuk pertama kali ke rumah sakit akibat tukak duodenum (Neal, 2005). Untuk mengatasi kekurangan dari ranitidin oral ini maka ranitidin dibuat dalam bentuk injeksi. Dimana sediaan injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
21
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir (Dirjen POM, 1979). Berdasarkan survey, sekitar 70% ranitidin diberikan secara IV dan 30% diberikan secara oral (Fater ed 5, 282). Menurut (Ansel, 399), ranitidin diberikan dalam bentuk injeksi intravena dan intramuscular khusus untuk pasien rawat inap di rumah sakit maupun ICU dengan keadaan hipersekresi patologis atau ulkus dua belas jari yang sulit diatasi dan harus segera diatasi dan sebagai pengobatan alternatif pada pasien yang tidak dapat menelan obat, pada keadaan gawat, dan memberikan efek kerja yang cepat. Dalam membuat ranitidin injeksi ini sebelumnya telah dilakukan studi farmasetik mulai dari pemerian hingga kelarutan dari ranitidin serta bahan-bahan yang akan digunakan dalam meningkatkan stabilitas serta efek kerja dari ranitidin injeksi tersebut. Berdasarkan Farmakope Indonesia, pemerian dari ranitidin yaitu berupa serbuk hablur, putih sampai kuning pucat, praktis tidak berbau, peka terhadap cahaya dan kelembaban, melebur pada suhu lebih kurang 140 0 C disertai peruraian Sedangkan kelarutan dari ranitidin yaitu sangat mudah larut air, cukup larut etanol, dan sukar larut kloroform (Dirjen POM, 456). Karena berdasarkan kelarutannya ranitidin sangat larut air maka tidak dibutuhkan co-solvent untuk melarutkannya menjadi larutan jernih. Cukup dengan menggunakan aqua pro injeksi yaitu air untuk injeksi yang segar dan steril serta
tidak
mengandung
bahan
antimikroba
yang
telah
melalui
penyulingan berulang yang cocok dengan cairan tubuh (RPS 18th, 13). Selain aqua pro injeksi, bahan lain yang digunakan yaitu dapar. Dibutuhkan pendapar karena untuk larutan injeksi syaratnya harus isohidris dimana pH larutan obat harus seimbang dengan cairan tubuh sehingga tidak mengakibatkan iritasi. Penambahan larutan dapar dapat dilakukan untuk larutan obat suntik dengan pH 5,5-9 sedangkan pH stabilitas ranitidin yaitu 6,5-7,3. Penambahan dapar juga dilakukan untuk
22
menghindari rasa sakit/nyeri dan menghindari kerusakan jaringan serta meningkatkan sabilitas kimia bahan obat (Lukas, 2006). Dapar yang digunakan dalam formula yaitu dapar fosfat (monosodium phospat dan disodium phospat) karena bahan ini merupakan dapar isotonis dengan range pH yang luas dengan kapasitas dapar yang tinggi di daerah alkalis yaitu 4,5 – 8,5 sehingga cocok untuk stabilitas pH ranitidin (Scoville’s, 223 ; Sediaan Farmasi Steril, 219). Dapar yang ditambahkan dalam formula harus dihitung terlebih dahulu untuk mendapatkan larutan dengan pH yang seimbang. Dimana ditentukan terlebih dahulu pH stabilitas larutan ditahan pada pH 6,5 yang sesuai dengan pH darah dan merupakan range pH bawah dari ranitidin. Setelah dilakukan perhitungan didapatkan bahwa jumlah monosodium phospat yang ditimbang untuk 1 ampul yaitu 0,0072 gram dan untuk disodium phospat 0,0015 gram. Namun karena dalam 1 batch dibuat 10 ampul maka dikalikan 10 masing-masing menjadi 0,072 dan 0,015 gram. Monosodium dan disodium phospat yang telah ditimbang masing-masing dilarutkan dengan aqua pro injeksi secukupnya hingga larut. Selain harus isohidris, injeksi harus isotonis, dimana yang dimaksud dengan isotonis yaitu keadaan keseimbangan osmotik antara larutan obat dan cairan fisiologi tubuh (darah). Untuk mengetahui apakah injeksi
ranitidin
harus
ditambahkan
pengisotonis
maka
dihitung
osmolalitasnya dengan menggunakan rumus penurunan titik beku sehingga didapatkan hasilnya 0,422 dimana hasil ini menunjukkan bahwa larutan dalam grade hipotonis (0 – 249). Larutan hipotonis adalah larutan yang konsentrasi zat terlarutnya lebih kecil dibandingkan konsentrasi cairan sel (cairan dalam sel konsentrasinya tinggi) sehingga cairan di luar sel akan tertarik di dalam sel yang mengakibatkan sel mengembang hingga akhirnya pecah. Untuk itu perlu penambahan pengisotonis. Sedangkan larutan hipertonis adalah larutan yang konsentrasi zat terlarutnya lebih besar dibandingkan konsentrasi cairan sel (cairan dalam sel konsentrasinya rendah) sehingga
23
cairan di dalam sel akan tertarik keluar yang mengakibatkan sel menyusut. Keadaan ini hanya sementara dan tidak berbahaya maka penambahan pengisotonis tidak dibutuhkan (Voight, 1995). Pengisotonis yang digunakan pada formula ranitidin injeksi adalah natrium klorida. Natrium klorida adalah pengisotonis yang dapat mengatur distribusi air, cairan dan keseimbangan elektrolit dan tekanan osmotik dalam tubuh (FI IV, 584). NaCl lebih stabil dibandingkan dekstrosa, karena dekstrosa mengalami karamelisasi dalam larutan dan pada pemanasan tinggi menyebabkan reduksi pH (Martindale, 1427). NaCl yang ditambahkan yaitu sebanyak 0,05 gram sesuai dengan perhitungan. NaCl kemudian dilarutkan juga dengan aqua pro injeksi. Semua bahan yang telah ditimbang dilarutkan dengan aqua pro injeksi secukupnya termasuk ranitidin. Semua larutan bahan dicampurkan dan dilakukan pengecekan pH. Namun hal ini tidak dilakukan karena tidak adanya alat pengecek pH sediaan. Selain pengecekan pH, yang terpenting dari proses pembuatan yaitu penyaringan dengan kertas saring steril (dijenuhkan dengan aqua pro injeksi). Penyaringan dilakukan 2 kali agar larutan benar-benar bebas dari partikulat. Langkah terakhir proses pembuatan yaitu sterilisasi. Sterilisasi adalah proses pembebasan dari mikroorganisme hidup (Ansel, 410). Sterilisasi harus dilakukan sebelum, selama,
dan
sesudah
proses
pembuatan
dan
pengemasan
untuk
memastikan bahwa produk tidak terkontaminasi bakteri. Untuk sterilisasi akhir dilakukan dengan cara fisika yaitu panas lembab dengan pemaparan uap air menggunakan autoklaf pada suhu 121 0 C selama 15 menit. Kemudian dilakukan juga sterilisasi A dimana jika volume tiap wadah tidak lebih dari 100 mL maka dipanaskan pada suhu 115 – 116 0 C selama 30 menit. Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial organisme tersebut. Adanya uap air yang panas dalam sel mikroba, menimbulkan kerusakan pada temperatur yang relatif rendah (Ansel, 1989).
24
Kemudian dilakukan evaluasi terhadap larutan injeksi baik evaluasi fisik, evaluasi biologi (mikroba) dan evaluasi efektifitas. Namun dalam praktikum evaluasi tidak dilakukan karena keterbatasan waktu dan alat. Injeksi ranitidin ini di kemas dalam wadah dosis tunggal, yakni suatu wadah kedap udara yang mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal dan yang bila dibuka tidak ditutup rapat kembali dengan jaminan tetap steril. Sehingga tidak dibutuhkan penambahan pengawet. Wadah dosis tunggal yang digunakan adalah ampul karena ranitidin merupakan dosis tunggal yang cocok untuk wadah ampul. Dimana yang dimaksud dengan ampul adalah wadah gelas bersegel rapat untuk dosis tunggal yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intramuscular (Neal, 621). Ampul yang telah disegel kemudian dimasukkan ke dalam kemasan yang telah berisi brosur.
25
BAB VI PENUTUP V.1
Kesimpulan
1. Dalam praktikum kali ini memformulasikan salah satu sediaan steril dalam bentuk injeksi yaitu ranitidin injeksi (intradin). 2. Pada
percobaan
kali
ini
pembuatan
injeksi
ranitidin
dikemas
menggunakan wadah ampul karena ampul merupakan wadah gelas yang bersegel rapat sebagai dosis tunggal yang dimaksudkan untuk penggunaan parenteral baik secara IV maupun IM. V.2
Saran
Diharapkan dalam penimbangan, pencampuran bahan, ruangan maupun pakaian harus sesuai dengan standar steril yang telah ditentukan, sehingga dapat menghasilkan sediaan yang benar-benar steril. Dan untuk kedepannya, perlu dilakukan uji sterilisasi maupun evaluasi dari sediaan steril.
26
LAMPIRAN 1.
Etiket
Intradine
R
K
Ranitidin Injeksi Komposisi Tiap 2 ml ampul mengandung: Ranitidin 50 mg Zat tambahan q.s Indikasi Efektif untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan dengan dosis lebih kecil dapat mencegah kambuhnya tukak duodenum. Kontra Indikasi Ranitidin injeksi kontra indikasi terhadap pasien yang hipersensitivitas terhadap obat-obatan. Efek Samping Nyeri kepala, pusing, mual, ruam kulit dan pruritus. Dosis IV/IM 50 mg/ 2 ml 2 x sehari Penyimpanan Simpan ditempat sejuk dan terlindungi dari cahaya matahari (15-200C).
No Reg : DKL 150010043 A1 No Batch : F 500101 Dibuat oleh: PT. KFC FARMA Gorontalo-Indonesia
27
2.
Brosur
Intradine
R
Ranitidin Injeksi Komposisi Tiap 2 ml ampul mengandung: Ranitidin 50 mg Zat tambahan q.s Indikasi Efektif untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan dengan dosis lebih kecil dapat mencegah kambuhnya tukak duodenum. Mekanisme Kerja Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung secara selektif dan reversibel. Ranitidin menghambat sekresi asam lambung akibat perangsangan obat-obat muskarinik, stimulus vagus atau gastrin dengan kerja memblok reseptor histamin dalam sel-sel parietal lambung. Dosis IV/IM 50 mg/ 2 ml 2 x sehari Kontra Indikasi Ranitidin injeksi kontra indikasi terhadap pasien yang hipersensitivitas terhadap obat-obatan. Efek Samping Nyeri kepala, pusing, mual, ruam kulit dan pruritus. Penyimpanan Simpan ditempat sejuk dan terlindungi dari cahaya matahari (15-200C).
No Reg : DKL 150010043 A1 No Batch : F 500101
Dibuat oleh: PT. KFC FARMA Gorontalo-Indonesia
28
4. Skema Kerja
Ranitidin, monosodium fosfat, disodium fosfat dan NaCl
Aqua Pro Injeksi
- Ditimbang masingmasing bahan sesuai perhitungan bahan
- Diukur 100 ml - Disterilkan dalam autoclaf 121oC
- Dilarutkan masing-masing bahan - Dicampurkan semua larutan bahan - Ditambahkan larutan NaCl (Pengisotonis) - Dicek ph (6,5) - Dihangatkan - Diaduk - Dibuat kertas saring steril - Disaring - Diuji kejernihan - Disterilkan - Di evaluasi - Dimasukkan dalam ampul - Dimasukkan dalam kemasan sekunder - Diberi brosur dan etiket Ranitidin Injeksi (Intradine)