BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
REFERAT & LAPORAN KASUS JULI 2018
REFERAT: HALUSINASI LAPORAN KASUS: PSIKOTIK AKUT DAN SEMENTARA (F.23)
Oleh: Maharani Ave Maria Br Purba
Residen Pembimbing: dr. Andiny Syamsinar
Pembimbing Supervisor: dr. Hawaidah, Sp.KJ (K)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018
1
HALAMAN PENGESAHAN Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa : Nama
: Maharani Ave Maria Purba
NIM
: C01417131
Judul Referat
: Halusinasi
Judul Laporan Kasus
: Psikotik Akut dan Sementara
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar,
Juli 2018
Mengetahui,
Pembimbing Supervisor
dr. Hawaidah, Sp. KJ (K)
Residen Pembimbing
dr. Andiny Syamsinar
2
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………… 2 DAFTAR ISI………………………………………………………………………… 3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………… 4
BAB II HALUSINASI……………………………………………………………… . 6
2.1 DEFINISI ……………………………………………………………………. 6 2.2 EPIDEMIOLOGI…………………………………………………………….. 6 2.3 ETIOLOGI…………………………………………………………………… 7 2.4 PATOMEKANISME………………………………………………………… 8 2.5 FAKTOR PREDISPOSISI............................................................................... 11 2.6 MANIFESTASI KLINIS……………………………………………………. 12 2.7 JENIS-JENIS HALUSINASI……………………………………………….. 14 2.8 PENATALAKSANAAN ................................................................................. 18 BAB III KESIMPULAN…………………………………………………………… 19
LAPORAN KASUS………………………………………………………………… 21 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….
42
3
BAB I PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO) merumuskan konsep sehat dalam cakupan yang sangat luas, yaitu suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat. Dalam definisi ini, sehat bukan sekedar terbebas dari penyakit atau cacat. Orang yang tidak berpenyakit pun tentunya belum tentu dikatakan sehat. Dia semestinya dalam keadaan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial. 1 Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku, atau psikologik seseorang yang secara klinik cukup bermakna dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan atau hendaya di dalam satu atau leih fungsi yang penting dari manusia. Sebagai tambahan disimpulkan bahwa disfungsi itu adalah disfungsi dari segi perilaku, psikologik, atau biologik dan gangguan itu tidak semata-mata terletak di dalam hubungan antara orang itu dengan masyarakat. Gangguan jiwa mencakup fungsi mental seperti emosi, pikiran, prilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tarik diri,
dan
persepsi
sehingga mengganggu dalam proses hidup di masyarakat. Salah satu gangguan fungsi mental yang terdapat pada gangguan jiwa adalah gangguan persepsi. 2 Persepsi merupakan suatu proses pemahaman lain
atau
oleh
seseorang
terhadap
orang
proses pemahaman seseorang terhadap suatu realitas sosial. Persepsi adalah
kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Beberapa syarat sebelum individu mengadakan peresepsi yang meliputi adanya objek (sasaran
yang
diamati), objek atau sasaran yang diamati akan menimbulkan stimulus atau rangsangan apabila mengenai alat indera atau reseptor, dan adanya indera yang cukup baik. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain keadaan stimulus, lingkungan, dan individu.3 Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Halusinasi adalah suatu pengalaman seperti persepsi yang terjadi tanpa stimulus eksternal. Halusinasi terasa hidup dan jelas, kuat dan tidak dapat dikendalikan secara sadar. Mereka dapat terjadi
4
dalam modalitas indera apa pun, yaitu visual, penciuman, pengecap, taktil dan pendengaran. Halusinasi dapat bervariasi dari yang sederhana dan tidak berbentuk hingga sangat rumit dan terorganisasi, tergantung pada faktor etiologi dan lingkungan. Halusinasi harus dibedakan dari ilusi, di mana stimulus eksternal yang sebenarnya disalahartikan atau disalahtafsirkan. Keyakinan tentang halusinasi adalah sejauh manakah pasien itu yakin bahwa halusinasiny merupakan kejadian yang benar, misalnya mengetahui bahwa hal itu tidak benar, ragu-ragu, atau yakin sekali bahwa hal itu benar. 2,4 Pasien dapat mempunyai insight terhadap halusinasinya. Ada lima tahap insight pada halusinasi: 1) dahulu didapatkan halusinasi dan sekarang tidak pernah ada lagi. Pasien menglami kesadaran menyeluruh terhadap halusinasinya; 2) pernah mengalami halusinasi pada waktu lampau, tetapi tidak pada saat sekarang dan pasien mempersepsi dan mempercayai hal itu sebagai suatu kenyataan yang benar; 3)halusinasi dialami baru-baru ini tetapi pasien menolak untuk membicarakannya, tampaknya pasien menyadari kontradiksi antara persepsi psikotik dengan realitas; 4) pasien membicarakan halusinasinya, tetapi tidak mengikuti dengan perilaku tentang halusinanya; dan 5) pasien melaksanakan halusinasinya sebagai bentuk respons dan perintah. 5
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI DAN ETIOLOGI
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang salah yang terjadi tanpa adanya stimulasi eksternal yang relevan dari modalitas sensorik yang terlibat. Isi halusinasi itu merupakan tema halusinasi, termasuk interpretasi pasien tentang halusinasinya. Halusinasi pendengaran adalah halusinasi paling sering ditemui dalam gangguan kejiwaan, dengan suara-suara yang sering mengancam, cabul, menuduh, atau menghina. Halusinasi lainnya dapat termasuk visual, sentuhan, penciuman, dan gustatorik (rasa). Gangguan ini lebih jarang terjadi pada penyakit psikiatri dan mungkin menyarankan untuk pertimbangkan kemungkinan gangguan medis atau saraf yang mendasari. Halusinasi mungkin menjadi pengganti ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas objektif dan mungkin mewakili keinginan atau ketakutan batin.4 Adapun dasar dari halusinasi antara lain organik, fungsional, psikotik, ataupun histerik. Halusinasi dapat timbul pada skizofrenia dan pada psikosis bipolar, pada sindrom otak organik, epilepsi (sebagai aura), neurosis histerik, intoksikasi atropin atau kecubung, zat halusinogenik dan pada deprivasi sensorik. 6
6
2.2 EPIDEMIOLOGI
Menurut penelitian yang berjudul Prevalence of hallucinations and their pathological associations in the general population yang diterbitkan di Jurnal Psychiatry edisi 27 Desemember 2000, melakukan survei melalui telepon mengenai gangguan mental dan halusinasi (visual, auditori, penciuman, halusinasi haptic dan gustatory, out-of-body experiences, halusinasi hypnagogic dan hypnopompic). Penelitian ini dilakukan di United Kingdom, Jerman dan Italia dengan orang yang berusia 15 tahun atau lebih dewasa dengan jumlah sampel sebesar 13.057 orang. Secara keseluruhan angka prevalensi halusinasi adalah 38,7 % dari sampel melaporkan halusinasi (19,6 % kurang dari sekali dalam sebulan, 6,4 % setiap bulan, 2,7 % seminggu sekali, dan 2,4 % lebih dari sekali seminggu). Halusinasi ini terjadi pada onset tidur (halusinasi hypnagogic 24,8 %) dan atau saat bangun (halusinasi hypnopompic 6,6 %), tanpa hubungan dengan penyakit tertentu lebih dari setengah kasus, halusinasi ketakutan lebih sering pada ekspresi tidur atau gangguan mental seperti narkolepsi, obstructive sleep apnea syndrome atau gangguan cemas. Selama siang hari yang dilaporkan oleh 27 % sampel berupa halusinasi visual (3,2 %) dan pendengaran (0,6 %). Halusinasi haptic dilaporkan sebesar 3,1 % karena penggunaan obat-obatan yang digunakan, yang juga merupakan faktor risiko tertinggi untuk terjadinya halusinasi seseorang. Menurut buku A Dictionary of Hallucinations yang ditulis oleh Jan Dirk Blom pada anak dan remaja yang lebih dewasa, 11-21 tahun, 9% halusinasi kebanyakan berupa halusinasi pendengararan (auditory), 6% halusinasi melihat dan 7% berhalusinasi melihat dan mendengar sesuatu. Itu semua adalah prevalensi untuk populasi non-klinis, yang tidak ada hubungannya dengan suatu penyakit yang diderita. Prevalensi halusinasi pada anak dan remaja jauh lebih besar untuk populasi klinis. 7
7
2.3 PATOMEKANISME
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologis, fisiologi dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang datang dari dalam tubuh maupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar, bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau patologis maka materi-materi yang ada dalam unconsicious atau preconsicious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.5 Para peneliti mempelajari sekelompok pasien dengan skizofrenia yang mengalami halusinasi pendengaran aktif. Selama halusinasi, struktur kortikal dan subkortikal yang sama juga diaktifkan oleh suara yang sebenarnya, termasuk korteks pendengaran primer. Pada waktu bersamaan, penurunan aktivasi terlihat dari area yang memantau pembicaraan, termasuk gyrus temporal kiri tengah dan area motor tambahan. Studi ini menimbulkan pertanyaan tentang struktur otak apa yang mengaktifkan halusinasi dan oleh apa mekanisme melakukan obat neuroleptik menekan halusinasi. Jelas, pencitraan fungsional menceritakan banyak tentang dasar neuroanatomi skizofrenia. Data dari studi pencitraan fungsional dan struktural pada manusia menunjukkan bahwa disfungsi anterior cingulate basal ganglia thalamokortikal sirkuit mendasari produksi gejala psikotik positif seperti halusinasi, disfungsi sirkuit prefrontal dorsolateral mendasari produksi primer, abadi, negatif atau meredakan gejala. Keterlibatan sirkuit ini, setidaknya untuk pendengaranhalusinasi, telah didokumentasikan dalam sejumlah studi pencitraan fungsional itu kontras pasien yang berhalusinasi dan tidak berhalusinasi. Proyeksi mesolimbic diyakini menjadi target utama untuk antipsikotik dengan sifat obat antagonis reseptor dopamin dalam mengendalikan gejala positif skizofrenia, seperti halusinasi dan delusi. Halusinasi pendengaran adalah karena kelainan lobus temporal. Memang, aura pendengaran yang mendahului kejang menunjukkan lobus temporal sebagai nidus aktivitas listrik. Demikian juga, halusinasi dapat hasil dari stroke yang melibatkan lobus temporal. Jadi penyebab neurologis halusinasi pendengaran mengarah ke lobus temporal. Sampai saat ini, itu hanya spekulasi tentang korelasi neuronal halusinasi pendengaran dengan skizofrenia. Persepsi suara dimulai di telinga, kemudian berlanjut melalui batang otak dan talamus sebelum mencapai korteks auditor pada aspek superior dari lobus
8
temporal. Materi putih yang disebut fasciculus arkuata menghubungkan korteks pendengaran dengan korteks frontal.
Gambar 1
A: Jalur dari telinga ke korteks. B: Sinyal auditori bersinaps di talamus sebelum mencapai korteks pendengaran. C: Arcuate fasciculus terdiri dari materi putih yang menghubungkan korteks pendengaran dengan korteks frontal. Sebuah kelompok di Swiss telah melakukan studi pencitraan ekstensif pasien skizofrenia ketika mereka berhalusinasi. Di masa lalu, waktu yang dibutuhkan untuk memindai seseorang begitu lama itu mengaburkan perbedaan antara keadaan berhalusinasi dan keadaan tidak halusinasi. Sekarang dengan fMRI cepat scan perbedaan dapat dideteksi. Pasien diminta untuk menekan tombol dengan timbulnya halusinasi dan tetap menekannya selama mereka bertahan. Gambar selama halusinasi dibandingkan dengan gambar ketika suara-suara itu diam. Gambar 20.14A menunjukkan aktivitas dalam materi abu-abu dari korteks pendengaran selama halusinasi untuk satu pasien.
Gambar 2
A. Pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) yang menunjukkan daerah abuabu diaktifkan ketika mereka mengalami halusinasi pendengaran. B: Difusi tensor pencitraan menunjukkan bidang-bidang saluran materi putih yang diubah untuk
9
pasien yang mendengar halusinasi pendengaran dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Secara
bersama-sama,
penelitian
ini
menunjukkan
bahwa
halusinasi
pendengaran berasal dari kelainan di daerah yang mendaftar suara eksternal. Pasien dengan halusinasi pendengaran mungkin salah mengidentifikasi pembicaraan batin sebagai berasal dari sumber eksternal karena kurangnya integritas sistem. Ini mengingatkan pada telepon atau televisi mengambil sinyal lain dan memainkan lebih dari satu sound track pada satu waktu. Halusinasi pendengaran ditemukan terkait dengan peningkatan area Broca, sebagian korteks frontal yang bertanggung jawab untuk produksi bahasa. Penemuan ini itu menarik karena mendukung hipotesis yang pendengaran halusinasi adalah bentuk “ucapan batin” abnormal. Gyrus temporal superior terlibat dalam proses pendengaran dan, dengan bagian-bagian korteks parietal inferior, adalah heteromodal area asosiasi yang mencakup area Wernicke, pusat bahasa. Karena peran penting yang dimainkannya dalam audisi, ia dihipotesiskan untuk terlibat dalam halusinasi pendengaran. Memang, MRI studi telah menemukan gyrus temporal superior untuk dikurangi dalam ukuran di skizofrenia dan telah menemukan hubungan yang signifikan antara pengurangan ini dan kehadiran halusinasi pendengaran. Glutamat adalah neurotransmitter asam amino eksitatori otak utama dan secara kritis terlibat dalam pembelajaran, ingatan dan pengembangan otak. Glutamat dan reseptor NMDA di skizofrenia muncul karena kesamaan antara phencyclidine (PCP) psikosis dan psikosis skizofrenia. PCP adalah antagonis tidak kompetitif dari reseptor NMDA dan menghasilkan keadaan psikotik yang mencakup disorganisasi konsep, pendengaran halusinasi, delusi, dan gejala negatif.8
10
2.5 FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah: 1.
Biologis
Abnormalitas perkembangan system saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptifnbaru mulai dipahami. Ini ditujukan oleh penelitian penelitian sebagai berikut: a. Penelitian pencitraan otak sudah menunujukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamine neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia. c. Pembesaran ventrikel dan penurunan masa kortikal menunjukan terjadinya atrofi yang signifikan pada otak manusia. Pada anotomi otak pasien dengan skizofrenia kronis ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem). 2.
Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan pasien sangat mempengaruhi respond dan kondisi psikologis pasien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup pasien. 3.
Sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.9
11
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Adapun manifestasi klinis yang dapat terjadi pada orang-orang dengan halusinasi, yaitu: 1. Fase pertama/comforting/menyenangkan Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Pasien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara. Pasien masih mampu mengontrol kesadarannya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat. Perilaku pasien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri. 2. Fase kedua/comdemning Kecemasan meningkat dan berhubngan dengan pengalaman internal dan eksternal. Pasien berada pada tingkat listening pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas pasien takut apabila orang lain mendengar dan pasien merasa tidak mampu mengontrolnya. Pasien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain. Perilaku pasien meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Pasien asik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas. 3. Fase ketiga/controlling Halusinasi lebih menonjol menguasai dan mengontrol. Pasien menjadi terbiasa dan tidak berdaya pada halusinasinya. Perilaku pasien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya bebarapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa berkeringat, tremor dan tidak mematuhi perintah. 4. Fase keempat/conquering Pasien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari control halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi. Pasien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya pasien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi. Perilaku pasien : perilaku terror akibat panik,
12
potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik. Tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang6 Gangguan mood sering hadir dengan fitur psikotik yang menyertainya, termasuk halusinasi. Tingkat kejadian halusinasi yang signifikan (sampai 37% patologis bila dikombinasikan dengan delusi) telah diamati pada gangguan tipe bipolar tipe-I. Penelitian juga telah mendokumentasikan kasus anak-anak nonpsikotik yang berhalusinasi dan memiliki diagnosis gangguan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) (22%), gangguan depresi mayor (MDD, 34%), gangguan perilaku yang mengganggu (21%), dan diagnosis lainnya (23% ). Selanjutnya, penelitian telah melaporkan bahwa pasien anakanak dengan sindrom Tourette yang terkait dengan gangguan obsesif-kompulsif atau ADHD juga melaporkan tingkat halusinasi pendengaran dan visual yang lebih tinggi. Sebuah studi multicenter baru-baru ini berusia 11-16 tahun. Remaja menemukan bahwa mayoritas anak muda dalam populasi yang melaporkan halusinasi memiliki setidaknya satu gangguan jiwa seumur hidup. Halusinasi dikaitkan dengan berbagai gangguan namun secara khusus merupakan indikator kuat untuk multimorbid psikopatologi, yaitu adanya lebih dari satu diagnosis kejiwaan. Prevalensi pengalaman psikotik meningkat dengan cara respons dosis seiring dengan jumlah gangguan kejiwaan yang dapat didiagnosis. Ini juga telah ditunjukkan pada populasi klinis, dengan 11-15 tahun. Pasien yang melaporkan pengalaman psikotik ditemukan memiliki rata-rata, 3 kelainan Axis-1 didiagnosis DSM IV (Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders, 4th edition). Selain itu, gejala psikotik memprediksi psikopatologi yang lebih parah dari sejumlah perspektif di samping multimorbiditas, baik dari segi fungsi global maupun kognitif. 7 Intuisi klinis Moratti bahwa halusinasi visual terkait dengan aktivitas menyimpang dalam jaringan visual tampaknya benar. Bukti yang diulas di sini menunjuk pada atrofi atipik oksipital dan parietal pada pasien yang rentan terhadap halusinasi visual, terlepas dari konteks klinisnya. Apakah daerah frontal dan hippocampal juga termasuk dalam jaringan ini atau spesifik ke subset kondisi masih belum jelas. Seperti Morsier, kita terus kekurangan teknik untuk menentukan apakah semua halusinasi visual memiliki neurofisiologi yang sama. Namun, bukti tidak langsung dari perubahan kortikal yang menjadi predisposisi halusinasi visual menunjukkan ciri umum pada semua kondisi yang membantu menginformasikan pencarian pengobatan yang efektif secara terus-menerus. 10
13
2.7 JENIS-JENIS HALUSINASI
1. Halusinasi Auditorik Halusinasi auditorik/akustik/pendengaran dapat berupa suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah, atau musik. Biasanya dikaitkan dengan psikoaktif penyalahgunaan zat, withdrawal , skizofrenia, pada orang yang tuli, dan gangguan afektif. Suara-suara itu dapat berupa komentar mengkritik yang terus menerus atau intruksi untuk menyakiti, bunuh diri atau membunuh orang lain. Beberapa pasien psikotik tahap awal mendengar “pikiran mereka diucapkan sendiri” (echo); pada tahap selanjutnya, suara kehilangan koneksi mereka dengan orang itu dan sepertinya datang dari luar, membuat "komentar terus-menerus" tentang perilaku pasien atau berdebat tentang dia sebagai orang ketiga. Ini semua adalah kategori khusus fenomena halusinasi yang termasuk dalam daftar Schneider gejala peringkat pertama. Halusinasi dapat terjadi pada berbagai gangguan psikotik tetapi jika sangat menonjol atau terus menerus, ini akan mengarahkan ke diagnosis skizofrenia. Biasanya, halusinasi Schneiderian dianggap "mood-incongruent " dimana halusinasi ini tidak memiliki hubungan yang masuk akal dengan keadaan mood pasien. Halusinasi lainnya juga bisa "mood-congruent " diamati pada psikosis afektif, di mana suara tersebut membuat pernyataan yang menghina pasien atau memberi perintah merusak diri sendiri. 6 Suara halusinasi mungkin terdengar seperti manusia atau hewan, atau "aneh," misalnya, diidentifikasi sebagai "komputer di kepala saya," orang-orang Mars, atausuara seseorang yang akrab, seperti kerabat. Halusinasi pendengaran bisa menyerupai suara, latar belakang suara, atau suara manusia. Halusinasi pendengaran yang terdiri dialog berjalan antara dua atau lebih suara atau komentar pada perilaku pasien adalah tipikal skizofrenia. Halusinasi ini berbeda dari pikiran yang diucapkan secara verbal kebanyakan manusia alami. Mereka sering digambarkan sebagai berasal dari luar kepala pasien, seolah-olah mereka berasal dari dinding atau radiator di ruangan.4 Jika seorang pasien mendengar suara, kita harus menanyakan apa yang dikatakan suara-suara itu, dalam situasi apa mereka berbicara, terdengar seperti apa, dan apa arti suara bagi pasien. Sebagai contoh seorang pasien skizofrenia paranoid selalu mendengar ayahnya memberitahunya bahwa dia tidak akan pernah berarti apa-apa. Halusinasinya berkorelasi dengan pengalaman masa kecilnya yang tidak pernah bisa dilakukan cukup untuk menyenangkan ayahnya. 11
14
2. Halusinasi Visual Halusinasi visual/optik/penglihatan dapat tak berbentuk seperti sinar, kilapan, atau cahaya atau berbentuk seperti orang, binatang, atau barang lain yang dikenalnya, berwarna dan bisa juga tidak. Halusinasi ini merupakan yang paling khas dari gangguan mental organik, terutama keadaan delirium akut. Halusinasi visual sering mengambil bentuk adegan yang melibatkan manusia kecil atau binatang kecil seperti "lilliputian" (ukuran lebih kecil dari sesungguhnya), bisa juga bersama-sama dengan halusinasi pendengaran. Halusinasi visual, kadang-kadang timbul dari pasien manik, yang bukan karakteristik skizofrenia, namun dapat terjadi pada kesedihan normal atau berduka seperti melihat kerabat yang mati, pada psikosis depresi misalnya, melihat diri sendiri dalam peti mati seseorang, dan psikosis reaktif singkat diamati pada kepribadian abnormal. Halusinasi hipnagogis dan hipnopompik adalah pengalaman visual yang terjadi dalam keadaan senja antara tidur dan terjaga, terjadi, saat jatuh tertidur dan terbangun. Meskipun kejadian sesekali masih normal, pengalaman berulang, terutama bila dikaitkan dengan kelumpuhan tidur dan kehilangan otot secara tiba-tiba di bawah gairah emosional (katapleksi) adalah manifestasi kardinal dari narkolepsi, yang merupakan gangguan gerakan mata yang cepat ke dalam kesadaran. Keadaan lain yang dapat memicu halusinasi visual termasuk kekurangan sensorik misalnya setelah operasi katarak, delirium, dan gangguan mental organik lainnya. Kepribadian histrionik dapat membingungkan tentang "memahami" benda atau peristiwa yang sesungguhnya atau itu merupakan fantasinya. Semua manifestasi ini harus dibedakan dari gangguan persepsi, di mana benda tampak lebih besar atau mendekati (makropsia) atau lebih kecil dan surut ke angkasa (mikropsia), yang merupakan bentuk khusus dari fenomena ilusi yang terjadi pada detasemen retina, gangguan akomodasi, lesi temporal posterior, dan keracunan obat psychedelic. Akhirnya, obat psikedelik dapat menghasilkan kesan warna yang sangat jelas dengan pola geometris yang dikenal sebagai halusinasi kaleidoskopik. 6 Halusinasi visual terkait dengan IQ rendah dan usia lebih dini saat onset penyakit. Halusinasi visual sering menakutkan; anak-anak yang terpilih dapat "melihat" gambar setan, kerangka, wajah menakutkan, atau makhluk ruang angkasa. Halusinasi fobia visual yang berlangsung terjadi sangat cemas atau anak-anak trauma yang tidak mengembangkan gangguan psikotik utama. Halusinasi pendengaran dan
15
visual bisa muncul sebagai kejadian yang terbatas pada diri anak-anak nonpsikotik yang sedang mengalami stres atau kecemasan ekstrem yang berhubungan dengan kehidupan rumah yang tidak stabil, pelecehan, atau kelalaian atau pada anak-anak yang merasakan kedukaan mendalam. 4
3. Halusinasi Olfaktorik Halusinasi olfaktorik/penciuman dapat terjadi karena dari epilepsi lobus temporal. Halusinasi penciuman mungkin sulit dibedakan dari ilusi. Misalnya, wanita dengan harga diri rendah mungkin kepikiran dengan bau vagina dan mungkin salah menafsirkan isyarat yang dilakukan oleh orang lain sebagai indikasi penciuman. Pada seizure parsial kompleks dari lobus temporal, halusinasi rasa terbakar bisa hadir sebagai aura.6
4. Halusinasi Taktil Halusinasi taktil/perabaan terasa seperti diraba, disentuh, ditiup, disinari, atau seperti ada ulat bergerak di bawah kulitnya. Biasanya
juga terasa seperti serangga
merangkak di kulit seseorang (dikenal sebagai fornikasi) dan secara khas terjadi pada intoksikasi kokain, psikosis amfetamin, dan tremor delirium karena penarikan alkohol atau penarikan sedatif-hipnosis. Pada gangguan skizofrenia, mereka mungkin mengambil bentuk aneh seperti orgasme yang dihasilkan oleh benda atau makhluk yang tidak terlihat. Halusinasi taktil harus dibedakan dari sensitivitas taktil yang ekstrem (hiperestesi) dan sensitivitas yang berkurang (hypesthesia), keduanya dapat terjadi pada penyakit saraf perifer maupun pada gangguan konversi. 6
5. Halusinasi Gustatorik Halusinasi gustatorik/pengecapan terasa seperti mengecap sesuatu, umumnya gangguan mental organik.
6. Halusinasi Vestibula Halusinasi vestibula paling sering terlihat pada keadaan organik, seperti delirium tremens dan psikosis LSD, dan dapat menyebabkan luka serius ketika, misalnya pasien loncat dari atap. Paling sering dilaporkan oleh penderita skizofrenia, histrionik, atau pasien yang mengigau, subjek merasakan kehadiran orang lain atau makhluk yang tetap tak terlihat. Dalam halusinasi ekstrakampin, pasien melihat benda-benda di
16
luar bidang sensorik (misalnya, belakangnya), sedangkan pada autoskopi, pasien memvisualisasikan dirinya diproyeksikan ke luar angkasa. Fenomena terakhir, yang dapat terjadi pada gangguan organik, konversi, depresi, dan skizofrenia, juga dikenal sebagai doppelganger , atau melihat ganda seseorang, dan digambarkan dalam novel Dostoevski, The Double. 6
7. Halusinasi Kinestetik Pasien merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau anggota badannya bergerak (misalnya, anggota badan bayangan atau phantom limb).
8. Halusinasi Viseral Pasien mempunyai perasaan tertentu timbul di dalam tubuhnya.
9. Halusinasi Hipnagogik Ada kalanya pada seorang yang normal, tepat sebelum tertidur persepsi sensorik tidak bekerja dengan baik.
10. Halusinasi hipnopompik Halusinasi ini eperti halusinasi hipnagogik, terjadi tepat sebelum terbangun penuh dari tidurnya. Di samping ini ada pula pengalaman halusinatorik dalam impian yang normal.
11. Halusinasi histerik Halusinasi ini imbul pada neurosis histerik karena konflik emosional.
17
2.8 PENATALAKSANAAN
1.
Farmakoterapi Obat-obat yang sering digunakan pada halusinasi pendengaran yang merupakan merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat-obat anti psikosis.4 Ada bukti terbatas untuk perawatan farmakologis spesifik untuk Halusinasi Visual (VH) dalam psikosis. Antipsikotik biasanya digunakan, namun beberapa penelitian telah melaporkan bahwa VH tidak terkait dengan efek pengobatan, atau bahkan VH itu mungkin merupakan tanda resistensi neuroleptik. Clozapine telah dilaporkan efektif untuk VH di Parkinson Disease (PD), namun penelitian pada skizofrenia kurang. Literatur yang diambil dari penyakit organik menunjukkan pendekatan yang berbeda yang mungkin dipertimbangkan. Misalnya, untuk individu dengan gangguan penglihatan, perawatan kondisi mata bisa mengurangi risiko VH. Literatur laporan kasus telah menyoroti berbagai obat yang dapat membantu mengurangi VH, namun saat ini kurangnya data percobaan klinis. Misalnya, obat yang meningkatkan aktivitas kolinergik diperkirakan bisa mengurangi risiko VH. AchE-I (rivastigmine, donepezil, dan galantamine) bermanfaat saat mengobati gejala perilaku dan psikologis demensia dan PD dan telah dilaporkan membantu skizofrenia. Obat lain telah digunakan dalam kondisi organik (antidepresan, memantine, atau antikonvulsan) namun belum diperiksa dalam psikosis. Singkatnya, ada kekurangan studi sistematis, namun gambaran ini menunjukkan kemungkinan baru untuk mengobati VH dalam psikosis. 12 . Adapun kelompok yang umum digunakan adalah: Kelas kimia Fenotiazin
Nama generik (Dagang)
Dosis Harian
Asetofenazin (Tindal)
60-120 mg
Klorpromazin (Thorazine)
30-800 mg
Flufenazine (Prolixine)
1-40 mg
Mesorisazin (Serentil)
30-400 mg
Perfenazin (Trilafon)
12-64 mg
Proklorperazin (Compazine)
15-150 mg
Promazin (Sparine)
40-1200 mg
Tioridazin (Mellaril)
150-800 mg
Trifluoperazin (Stelazine)
2-40 mg
18
Trifluopromazin (Vesparin)
60-150 mg
Klorprotiksen (Taractan)
75-600 mg
Tioteksin (Navane)
8-30 mg
Haloperidol (Haldol)
1-100 mg
Dibenzodiazepin
Klozapin (Clorazil)
300-900 mg
Dibenzokasazepin
Loksapin (Loxitane)
20-150 mg
Dihidroindolon
Molindone (Moban)
15-225
Tioksanten
Butirofenon
2.Terapi kejang listrik (ECT) Terapi kejang listrik adalah terapi untuk menimbulkan kejang grandmall secaravartificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. 4
3
Terapi aktivitas kelompok Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas yang menggunakan aktivitas mempersepsikan berbagai stimulasi yang terkait dengan pengalaman dengan kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah. Dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi dibagi dalam 5 sesi: 1.
Sesi I
: Pasien mengenal halusinasi
2.
Sesi II : Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
3.
Sesi III : Mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
4.
Sesi IV : Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal
5.
Sesi V : Mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat 4
19
BAB III KESIMPULAN
Sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat. Gangguan mental atau gangguan jiwa mencakup fungsi mental seperti emosi, pikiran, prilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tarik diri, dan persepsi sehingga mengganggu dalam proses
hidup
seseorang
di masyarakat. Persepsi merupakan suatu proses pemahaman
terhadap
orang
lain
atau
oleh
proses pemahaman seseorang terhadap suatu
realitas sosial. Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Halusinasi adalah suatu pengalaman seperti persepsi yang terjadi tanpa stimulus eksternal. Halusinasi dapat terjadi pada modalitas indera apa pun, yaitu visual, penciuman, pengecap, taktil dan pendengaran. Adapun dasar dari halusinasi antara lain organik, fungsional, psikotik, ataupun histerik. Halusinasi dapat timbul pada skizofrenia dan pada psikosis bipolar, pada sindrom otak organik, epilepsi (sebagai aura), neurosis histerik, intoksikasi atropin atau kecubung, zat halusinogenik dan pada deprivasi sensorik. Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologis, fisiologi dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang datang dari dalam tubuh maupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhigisi persepsi yang lebih dari munculnya kea lam sadar, bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau patologis maka materi-materi yang ada dalam unconsicious atau preconsicious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada orang-orang dengan halusinasi terdiri dari fase pertama, dimana pasien masih mampu mengontrol kesadaran; fase kedua dimana pasien mulai tidak bisa membedakan realitas; fase ketiga, dimana halusinasi menonjol, menguasai, mengontrol, dan fase keempat dimana pasien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Obat-obat yang sering digunakan pada halusinasi pendengaran yang merupakan merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat-obat anti psikosis. Selain itu dapat pula diterapi dengan terapi kejang listrik (ECT) dan terapi aktivitas kelompok.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Chandra, Budiman. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan Komunitas. Jakarta: EGC. 2. Kupfer David J. at al. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5. New School Library. 3. Hanurawan, Fatah. 2010. Psikologi Sosial Suatu Pengantar . Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. 4. Sadock, B. J dan Alcot, V. 2007. Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioural Sciences/Clinical Psychiatry. 11th Edition. University School of Medicine New York. 5. Maddux James E., Winstead Barbara A., 2005. Psychopathology: Foundations for a Contemporary Understanding. Lawrence Erlbaum Associates, Publisher : London. 6. Fatemi S. Hossein, Clayton Paula J. 2008. The Medical Basis of Psychiatry. Humana Press:Third Edition. 7. Jardri
Renaud
et
al.
2014. From
Phenomenology
to
Neurophysiological
Understanding of Hallucinations in Children and Adolescents . Schizophrenia Bulletin vol. 40(4) 8. Higgins et al. 2007. Neuroscience of Clinical Psychiatry, The Pathophysiology of Behavior and Mental Illness 1 st Edition. Lippincott William & Wilkins. 9. Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta. EGC. 10. Carter Rowena, H. ffytche Dominic. 2015. On Visual Hallucinations and Cortical Networks: A Trans-Diagnostic Review. J Neurol 262:1780 – 1790. 11. Gabbard, Glen O. 2014. Psychodynamic Psychiatry in Clinical Practice. Washington. DC: American Psychiatric Publishing. 12. Waters Flavie et al. 2014. Visual Hallucinations in the Psychosis Spectrum and Comparative Information from Neurodegenerative Disorders and Eye Disease . Schizophrenia Bulletin vol. 40(4).
13. Maslim R. 2013. Buku Saku Diganosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 14. Ciornei A, Bumbu C, Spinu R. 2011. Stress and Brief Psychotic Disorder . Romanian Journal of Psychiatry.
21