Presentasi Kasus
SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 3 TAHUN 2 BULAN DENGAN DISENTRI, KEJANG DEMAM NORMOW WE I GHT , SEDERHANA, GIZI BAIK, NORMO NORMOHEIGHT
Oleh : Raden Roro Anindya P
G99152074/I5 G99152074/I5
Ni Nyoman Widyastuti L
G99152071/I6
Yolanda Ravenia Saraswati Naila Maje’dha D D
G991611105/K13 G991611105/K13 G99162118/K12
Pembimbing : dr. Argadia Yuniriadi, Sp. A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2017
BAB I PRESENTASI KASUS
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. HHA
Umur
: 3 tahun 2 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tanggal Lahir
: 21 Juni 2014
Agama
: Islam
Berat Badan
: 11 kg
Tinggi Badan
: 95 cm
Alamat
: Tulung, Klaten
Tanggal masuk
: 3 September 2017
No. RM
: 17549516
ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien. A. Keluhan Utama
BAB cair B. Riwayat Penyakit Sekarang
1 hari SMRS pasien mengalami demam tinggi, terus menerus, menurun dengan obat penurun panas namun setelah itu kembali tinggi. Pasien juga mengalami muntah. Muntah 1 kali, berisi makanan ± ½ gelas blimbing. Keesokkan harinya pasien BAB cair > 6x, konsistensi cair disertai ampas berwarna kecoklatan, volume ± ¼ gelas blimbing tiap kali BAB, lendir (-), darah (-). Demam tetap dirasakan tinggi. Muntah (-), batuk (-), pilek (-). BAK tak ada keluhan. Keluarga mengatakan pasien sempat mengalami
BAB I PRESENTASI KASUS
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. HHA
Umur
: 3 tahun 2 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tanggal Lahir
: 21 Juni 2014
Agama
: Islam
Berat Badan
: 11 kg
Tinggi Badan
: 95 cm
Alamat
: Tulung, Klaten
Tanggal masuk
: 3 September 2017
No. RM
: 17549516
ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien. A. Keluhan Utama
BAB cair B. Riwayat Penyakit Sekarang
1 hari SMRS pasien mengalami demam tinggi, terus menerus, menurun dengan obat penurun panas namun setelah itu kembali tinggi. Pasien juga mengalami muntah. Muntah 1 kali, berisi makanan ± ½ gelas blimbing. Keesokkan harinya pasien BAB cair > 6x, konsistensi cair disertai ampas berwarna kecoklatan, volume ± ¼ gelas blimbing tiap kali BAB, lendir (-), darah (-). Demam tetap dirasakan tinggi. Muntah (-), batuk (-), pilek (-). BAK tak ada keluhan. Keluarga mengatakan pasien sempat mengalami
kejang 1x. Kejang pada seluruh tubuh, durasi < 1 menit. Saat kejang mata pasien terbuka melirik ke atas. Setelah kejang pasien sadar dan tampak lemas. Oleh pihak keluarga pasien kemudian dibawa ke IGD RSPA. Saat tiba di IGD, pasien dalam keadaan sadar, sudah tidak kejang. Pasien tampak rewel. Demam masih tinggi. Minum (+), Makan (+) menurun. Muntah (-), BAB cair (+) berwarna kecoklatan disertai ampas, lendir (-), darah (-). Batuk (-), pilek (-), BAK terakhir 2 jam SMRS berwarna kuning jernih. Nyeri saat BAK (-). Ibu pasien mengatakan bahwa 1 hari sebelum keluhan muncul, pasien jajan syomay goreng dipinggir jalan bersama kakaknya, namun hanya pasien yang mengalami keluhan sedangkan kakak pasien tidak.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayat sakit saluran pencernaan
: disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayat sakit saluran pencernaan
: disangkal
E. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai karyawan swasta dan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Pasien berobat dengan dana pribadi.. Kondisi ekonomi pasien baik.
3
F. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Selama hamil, ibu pasien rajin melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan. Pada trimester I ibu pasien melakukan kontrol sebanyak 1x dalam 2 bulan. Pada trimester II ibu ibu pasien melakukan kontrol sebanyak sebanyak 1x/bulan dan pada trimester ke III juga melakukan kontrol 1x/minggu. Tidak ada keluhan selama kehamilan berupa mual, muntah pada p ada awal usia kehamilan. Obat-obatan yang diminum selama masa kehamilan meliputi vitamin dan tablet penambah darah. Pasien lahir saat ibu berusia 28 tahun dengan umur kehamilan 38 minggu secara normal di RS PKU Jatinom dengan berat badan lahir 3000 gram dan panjang 48 cm, langsung menangis kuat segera setelah lahir dan tidak ada kebiruan. Kesan kehamilan dan kelahiran dalam batas normal.
G. Imunisasi
Hep B
: 0 bulan
BCG
: 1 bulan
Polio
: 1,2,3,4 bulan
DPT- HB- Hib
: 2,3,4,18 bulan
Campak
: 9 bulan
Kesimpulan : imunisasi lengkap sesuai Kemenkes 2013. H. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
1) Pertumbuhan Pasien lahir dengan berat badan lahir 3000 gram, panjang badan 49 cm, dan lingkar kepala 33 cm. Pasien rutin diantar ke pos yandu. Saat ini, pasien berusia 1 tahun 1 bulan dengan berat badan 12 kg, panjang badan 75 cm, dan lingkar kepala 47 cm. Kesan : Pertumbuhan sesuai usia. 4
2) Perkembangan 3 bulan
: mengamati tangannya sendiri, mengikuti objek 180o,
berteriak, kepala terangkat 90o. 4 bulan
: melihat barang yang ditunjukkan, tengkurap sendiri.
6 bulan
: duduk bersandar, mengambil mainan, mengoceh.
12 bulan
: berdiri sendiri, berjalan, menyebutkan 1 kata
Saat ini pasien berusia 3 tahun 2 bulan, pasien sudah bisa berjalan mundur, bicara 4 kata, mengambil manik-manik, dan minum dengan cangkir. Kesan : Perkembangan sesuai usia.
I. Riwayat Nutrisi
Pasien tidak mendapatkan air susu ibu (ASI) sejak lahir. Saat ini pasien sehari-hari mengonsumsi susu sapi murni yang direbus dahulu sebelum diminum. Sejak usia 1 tahun pasien sudah dikenalkan makanan keluarga dengan sayur bervariasi dan lauk ikan, ayam atau tempe, porsi menysuaikan 3x sehari. Kesan kualitas dan kuantitas cukup.
5
J. Pohon Keluarga
I
II
III
An.HHA, perempuan 3 tahun 2 bulan, 11 kg
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
III.
PEMERIKSAAN FISIK (11/06/2017, Pukul 19.15) 1. Status Generalis
a. Keadaan Umum Tampak sakit sedang, apatis (GCS:E4V3M6), gizi kesan lebih b. Tanda vital Laju nadi : 120/menit, isi cukup, tegangan cukup Laju napas : 28x/menit, reguler, kedalaman cukup Suhu
: 37, 3° C (per axiller)
SiO2
: 98%
c. Status Gizi i.
Secara klinis: gizi baik
ii.
Secara Antropometri 1) BB / U : 12/9.8 X 100% = 122,44% 0SD < z-score < 2 SD overweight 2) TB / U : 75/77 x 100 % = 97,40% 6
-2SD < z-score < 0SD normoheight 3) BB/TB : 12/75 X 100% = 16,00% 2SD < z-score < 3SD = Gizi lebih (Kurva WHO, 2006) Interpretasi: gizi lebih, overweight, normoheight d. Kepala: lingkar kepala = 47 cm; normocephal . Ubun-ubun sudah menutup. (0 SD
: napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
g. Mulut
: mukosa bibir basah (+), sianosis (-)
h. Telinga
: sekret (-/-)
i.
Leher
: kelenjar getah bening membesar (-)
j.
Toraks
: simetris, retraksi (-)
k. Cor I : iktus cordis tidak tampak P : iktus cordis teraba di spatium intercosta 4 linea midklavikularis sinistra P : batas jantung kesan tidak melebar A : bunyi jantung I-II interval normal, reguler, bising (-) l.
Pulmo I : pengembangan dinding dada simetris P: fremitus raba simetris P: sonor / sonor di seluruh lapang pulmo A: suara dasar vesikuler (+/+) , suara tambahan (-/-)
m. Abdomen I : dinding perut sejajar dinding dada A : bising usus (+) meningkat P : timpani P : nyeri tekan (-), supel, turgor kembali agak lambat n. Ekstremitas : 7
Edema
Akral dingin
-
-
-
-
-
-
-
-
Arteri dorsalis pedis teraba kuat Capillary Refill Time kurang dari 2 detik o. Status Neurologis Reflek fisiologis: i. Achiles
: +2/+2
ii. Patella
: +2/+2
iii. Biceps
: +2/+2
iv. Triceps
: +2/+2
Refleks patologis: i.
Babinsky : -/-
ii.
Chaddock : -/-
iii.
Openheim : -/-
iv.
Gordon
v.
: -/-
Shcuffner : -/-
Meningeal sign: i. Kaku kuduk : ii. Kernig
:-
iii. Brudzinski I : iv. Brudzinski II : -
IV.
RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Pandan Arang Bo yolali dengan keluhan utama BAB cair sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. BAB cair sebanyak 8-12 kali sehari. BAB berwarna kuning dan lebih banyak mengandung air dari pada ampas. Adanya lendir dan darah disangkal oleh keluarga pasien. Keluarga
8
pasien belum memberikan tindakan atau obat apapun untuk mengurangi keluhan pasien. Keluarga pasien juga mengeluhkan pasien hari ini muntah 2 kali. Sekali muntah -+5 cc berisi susu. Pasien mengalami demam, batuk, dan pilek. Nafsu makan pasien masih baik. BAK tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum sakit sedang, pasien apatis dan gizi kesan lebih. Pemeriksaan tanda vital: N: 120 x/menit, RR: 28 x/menit, t: 37,3º C (per axiler), SiO2: 98%. Pemeriksaan regio abdomen didapatkan bising usus meningkat, supel, dan turgor kulit kembali lambat. Pemeriksaan neurologi dalam batas normal. Status gizi secara antropometris: gizi lebih.
V.
DAFTAR MASALAH
1. BAB cair dengan frekuensi 8-12 kali perhari 2. Demam 3. Batuk 4. Pilek 5. Kesadaran apatis 6. Bising usus meningkat 7. Turgor kulit kembali lambat 8. Gizi lebih
VI.
DIAGNOSIS BANDING
1. Gastroenteritis Akut ec. Rotavirus dd Bakteri 2. Dehidrasi ringan-sedang 3. Gizi lebih, overweight, normoheight .
VII.
DIAGNOSIS KERJA
1. Gastroenteritis Akut ec. Rotavirus 2. Dehidrasi ringan-sedang 9
3. ISPA 4. Gizi lebih, overweight, normoheight .
VIII. PENATALAKSANAAN
Terapi 1. Mondok bangsal Anak 2. IVFD Asering 75 cc/jam selama 24 jam 3. Anadeks sirup 1 sendok teh tip 8 jam 4. Zinc 20 mg tiap 24 jam 5. L. Bro 1 sachet tiap 12 jam Planning 1. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit Edukasi Mengedukasi tanda-tanda dehidrasi berat
IX.
X.
PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
FOLLOW UP 1. 12 Juni 2017; pukul 06:00 (dalam perawatan hari I) Subjektif:
BAB cair 4 kali, demam (+), batuk (+) pilek (+). Muntah berisi lendir 2 kali. Pasien tidak mau makan. Minum 2 botol susu. BAK tidak ada keluhan. Objektif:
a. Keadaan Umum: Tampak sakit sedang, kesadaran apatis, E4V3M6 b. Tanda Vital: 10
Suhu
: 38° C per axilla
Laju nadi
: 102 kali/menit, isi cukup, tegangan cukup
Laju nafas
: 24 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
SiO2
: 98%
c. Kepala: Normocephal d. Mata: Tidak didapatkan konjungtiva anemis, tidak didapatkan sklera ikterik, tidak didapatkan mata cekung, didapatkan reflek cahaya langsung dan tidak langsung mata kanan dan kiri, pupil isokor dengan diameter 2 mm/ 2 mm. e. Telinga: Tidak didapatkan sekret f.
Hidung: Tidak didapatkan napas cuping hidung, tidak didapatkan sekret
g. Mulut: Mukosa bibir basah, tidak didapatkan sianosis. h. Leher: Kelenjar getah bening tidak membesar i.
Thorax: Tidak didapatkan retraksi
j.
Cor: Inspeksi
: iktus kordis tidak tampak
Palpasi
: iktus kordis teraba di sela iga 4 linea midklavikularis sinistra
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: bunyi jantung I dan II interval normal, regular, tidak didapatkan bising k. Pulmo: Inspeksi
: pengembangan dinding dada kanan dan kiri simetris
Palpasi
: fremitus raba dinding dada kanan dan kiri simetris 11
Perkusi
: sonor di seluruh lapang pulmo
Auskultasi: suara dasar vesikuler, tidak didapatkan suara tambahan l.
Abdomen: Inspeksi
: dinding abdomen sejajar dengan dinding dada
Auskultasi: didapatkan bising usus meningkat Perkusi
: timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi
: supel, tidak didapatkan nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba,
turgor kulit kembali agak lama m. Extremitas: Tidak ditemukan edema dan akral dingin pada ektremitas atas dan bawah, arteria dorsalis pedis teraba kuat, Capillary refill time kurang dari 2 detik n. Status Neurologis Reflek fisiologis: i.
Biceps
: didapatkan +2 pada kanan dan kiri
ii.
Triceps
: didapatkan +2 pada kanan dan kiri
iii.
Patella
: didapatkan +2 pada kanan dan kiri
iv.
Achiles
: didapatkan +2 pada kanan dan kiri
Refleks patologis: i.
Babinsky
: tidak ditemukan
ii.
Chaddock
: tidak ditemukan
iii.
Openheim
: tidak ditemukan
iv.
Gordon
: tidak ditemukan
v.
Schafer
: tidak ditemukan
Meningeal sign: i.
Kaku kuduk : tidak ditemukan
ii.
Kernig
: tidak ditemukan
iii.
Brudzinski I : tidak ditemukan
iv.
Brudzinski II: tidak ditemukan
12
Assessment:
1. Gastroenteritis akut ec. Rotavirus 2. Dehidrasi ringan-sedang 3. ISPA 4. Gizi lebih, overweight, normoheight .
Penatalaksanaan
Terapi 1. Mondok bangsal Anak 2. IVFD Asering 75 cc/jam selama 24 jam 3. Anadeks sirup 1 sendok teh tip 8 jam 4. Zinc 20 mg tiap 24 jam 5. L. Bio 1 sachet tiap 12 jam Planning 1. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit Edukasi a. Mengedukasi tanda-tanda dehidrasi berat
2. 13 Juni 2017; pukul 06:00 (dalam perawatan hari II) Subjektif:
Pasien BAB cair 1 kali dalam sehari, lendir (-), darah (-). Pasien muntah satu kali 3 cc berisi makanan. Keluhan batuk berdahak dan pilek masih dirasakan sama dengan kemarin. Pasien bebas demam 1 hari. Objektif:
a. Keadaan Umum: Tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, E4V4M6 b. Tanda Vital: 13
Suhu
: 36,9° C per axilla
Laju nadi
: 136 kali/menit, isi cukup, tegangan cukup
Laju nafas
: 48 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
c. Kepala: Lingkar kepala 47 cm d. Mata: Tidak didapatkan konjungtiva anemis, tidak didapatkan sklera ikterik, didapatkan reflek cahaya langsung dan tidak langsung mata kanan dan kiri, pupil isokor dengan diameter 2 mm/ 2 mm. e. Telinga: Tidak didapatkan sekret f.
Hidung: Tidak didapatkan napas cuping hidung, tidak didapatkan sekret
g. Mulut: Mukosa bibir basah, tidak didapatkan sianosis. h. Leher: Kelenjar getah bening tidak membesar i.
Thorax: Tidak didapatkan retraksi
j.
Cor: Inspeksi
: iktus kordis tidak tampak
Palpasi
: iktus kordis teraba di sela iga 4 linea midklavikularis sinistra
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: bunyi jantung I dan II interval normal, regular, tidak didapatkan bising k. Pulmo: Inspeksi
: pengembangan dinding dada kanan dan kiri simetris
Palpasi
: fremitus raba dinding dada kanan dan kiri simetris
Perkusi
: sonor di seluruh lapang pulmo 14
Auskultasi: suara dasar vesikuler, tidak didapatkan suara tambahan l.
Abdomen: Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada Auskltasi : bising usus (+) meningkat Perkusi : timpani Palpasi : nyeri tekan (-), supel, turgor kembali agak lambat
m. Extremitas: Tidak ditemukan edema dan akral dingin pada ektremitas atas dan bawah, arteria dorsalis pedis teraba kuat, Capillary refill time kurang dari 2 detik n. Status Neurologis Reflek fisiologis: i.
Biceps
: didapatkan +2 pada kanan dan kiri
ii.
Triceps
: didapatkan +2 pada kanan dan kiri
iii.
Patella
: didapatkan +2 pada kanan dan kiri
iv.
Achiles
: didapatkan +2 pada kanan dan kiri
Refleks patologis: i.
Babinsky
: tidak ditemukan
ii.
Chaddock
: tidak ditemukan
iii.
Openheim
: tidak ditemukan
iv.
Gordon
: tidak ditemukan
v.
Schafer
: tidak ditemukan
Meningeal sign: i.
Kaku kuduk : tidak ditemukan
ii.
Kernig
: tidak ditemukan
iii.
Brudzinski I : tidak ditemukan
iv.
Brudzinski II: tidak ditemukan
Assessment:
1. Gastroenteritis Akut ec. rotavirus 15
2. Dehidrasi ringan-sedang 3. Gizi lebih, overweight, normoheight
Tatalaksana
Terapi a. IVFD Asering 75 cc/jam selama 24 jam b. Anadeks sirup 1 sendok teh tip 8 jam c. Zinc 20 mg tiap 24 jam d. L. Bio 1 sachet tiap 12 jam Edukasi Mengedukasi tanda-tanda dehidrasi berat
3. 14 Juni 2017; pukul 06:00 (dalam perawatan hari III) Subjektif:
Pasien BAB cair 8 kali dalam sehari, lendir (-), darah (-). Pasien muntah dua kali 3 cc berisi makanan. Keluhan batuk berdahak dan pilek dirasakan lebih baik dari kemarin. Objektif:
a. Keadaan Umum: Tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, E4V4M6 b. Tanda Vital: Suhu
: 36,7° C per axilla
Laju nadi
: 123 kali/menit, isi cukup, tegangan cukup
Laju nafas
: 40 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
c. Kepala: Lingkar kepala 47 cm d. Mata:
16
Tidak didapatkan konjungtiva anemis, tidak didapatkan sklera ikterik, didapatkan reflek cahaya langsung dan tidak langsung mata kanan dan kiri, pupil isokor dengan diameter 2 mm/ 2 mm. e. Telinga: Tidak didapatkan sekret f.
Hidung: Tidak didapatkan napas cuping hidung, tidak didapatkan sekret
g. Mulut: Mukosa bibir basah, tidak didapatkan sianosis. h. Leher: Kelenjar getah bening tidak membesar i.
Thorax: Tidak didapatkan retraksi
j.
Cor: Inspeksi
: iktus kordis tidak tampak
Palpasi
: iktus kordis teraba di sela iga 4 linea midklavikularis sinistra
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: bunyi jantung I dan II interval normal, regular, tidak didapatkan bising k. Pulmo: Inspeksi
: pengembangan dinding dada kanan dan kiri simetris
Palpasi
: fremitus raba dinding dada kanan dan kiri simetris
Perkusi
: sonor di seluruh lapang pulmo
Auskultasi: suara dasar vesikuler, tidak didapatkan suara tambahan l.
Abdomen: Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada Auskltasi : bising usus (+) meningkat Perkusi : timpani Palpasi : nyeri tekan (-), supel, turgor kembali agak lambat 17
m. Extremitas: Tidak ditemukan edema dan akral dingin pada ektremitas atas dan bawah, arteria dorsalis pedis teraba kuat, Capillary refill time kurang dari 2 detik n. Status Neurologis Reflek fisiologis: i.
Biceps
: didapatkan +2 pada kanan dan kiri
ii.
Triceps
: didapatkan +2 pada kanan dan kiri
iii.
Patella
: didapatkan +2 pada kanan dan kiri
iv.
Achiles
: didapatkan +2 pada kanan dan kiri
Refleks patologis: i.
Babinsky
: tidak ditemukan
ii.
Chaddock
: tidak ditemukan
iii.
Openheim
: tidak ditemukan
iv.
Gordon
: tidak ditemukan
v.
Schafer
: tidak ditemukan
Meningeal sign: i.
Kaku kuduk : tidak ditemukan
ii.
Kernig
: tidak ditemukan
iii.
Brudzinski I : tidak ditemukan
iv.
Brudzinski II: tidak ditemukan
18
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Urinalisa tanggal 12/06/2017
Parameter
Hasil
Warna
Kuning
Kejernihan
Jernih
Bau
Khas
Blood
Negatif
Bilirubin
Negatif
Urobilinogen
Normal
Benda keton
Negatif
Reduksi
Negatif
Protein
Negatif
Nitrit
Negatif
Leukosit
Negatif
Reaksi/pH
7,0
Berat Jenis
1.015
Epitel
1(+)
Leukosit sedimen
1(+)
Eritrosit
1(+)
Silinder
Negatif
Kristal
Negatif
Lain-lain
Negatif
19
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Faeces Rutin tanggal 12/06/2017
Parameter
Hasil
Warna
Kuning muda
Konsistensi
Lembek
Eritrosit
Negatif
Leukosit
Negatif
Telur cacing Ascaris L
Negatif
Telur cacing tambang
Negatif
Telur cacing Oyuris vermicularis Negatif Telur cacing Tricuris trichura
Negatif
Amoeba Vegetatif
Negatif
Amoeba Kista
Negatif
Bakteri
Positif
Lemak Sisa-sisa makanan
Positif
Assessment:
1. Gastroenteritis Akut ec. bakteri 2. Dehidrasi ringan-sedang 3. ISPA 4. Gizi lebih, overweight, normoheight
Tatalaksana
Terapi a.
IVFD D5 1/4NS 12 tpm makro
b.
Cotrimoazol 1 sendok teh tiap 12 jam
c.
Anadeks sirup 1 sendok teh tiap 8 jam
d.
Zinc 20 mg tiap 24 jam
20
e.
L. Bio 1 sachet tiap 12 jam
Edukasi Mengedukasi tanda-tanda dehidrasi berat
4. 15 Juni 2017; pukul 06:00 (dalam perawatan hari IV) Subjektif:
Pasien BAB cair 1 kali dalam sehari, lendir (-), darah (-). Pasien muntah satu kali 3 cc berisi makanan. Keluhan batuk berdahak dan pilek masih dirasakan sama dengan kemarin. Pasien bebas demam 1 hari. Objektif:
a. Keadaan Umum: Tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, E4V4M6 b. Tanda Vital: Suhu
: 36,9° C per axilla
Laju nadi
: 136 kali/menit, isi cukup, tegangan cukup
Laju nafas
: 48 kali/menit, reguler, kedalaman cukup
c. Kepala: Lingkar kepala 47 cm d. Mata: Tidak didapatkan konjungtiva anemis, tidak didapatkan sklera ikterik, didapatkan reflek cahaya langsung dan tidak langsung mata kanan dan kiri, pupil isokor dengan diameter 2 mm/ 2 mm. e. Telinga: Tidak didapatkan sekret f.
Hidung: Tidak didapatkan napas cuping hidung, tidak didapatkan sekret
g. Mulut: Mukosa bibir basah, tidak didapatkan sianosis. 21
h. Leher: Kelenjar getah bening tidak membesar i.
Thorax: Tidak didapatkan retraksi
j.
Cor: Inspeksi
: iktus kordis tidak tampak
Palpasi
: iktus kordis teraba di sela iga 4 linea midklavikularis sinistra
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: bunyi jantung I dan II interval normal, regular, tidak didapatkan bising k. Pulmo: Inspeksi
: pengembangan dinding dada kanan dan kiri simetris
Palpasi
: fremitus raba dinding dada kanan dan kiri simetris
Perkusi
: sonor di seluruh lapang pulmo
Auskultasi: suara dasar vesikuler, tidak didapatkan suara tambahan l.
Abdomen: Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada Auskltasi : bising usus (+) meningkat Perkusi : timpani Palpasi : nyeri tekan (-), supel, turgor kembali agak lambat
m. Extremitas: Tidak ditemukan edema dan akral dingin pada ektremitas atas dan bawah, arteria dorsalis pedis teraba kuat, Capillary refill time kurang dari 2 detik n. Status Neurologis Reflek fisiologis: i.
Biceps
: didapatkan +2 pada kanan dan kiri
ii.
Triceps
: didapatkan +2 pada kanan dan kiri
iii.
Patella
: didapatkan +2 pada kanan dan kiri
iv.
Achiles
: didapatkan +2 pada kanan dan kiri 22
Refleks patologis: i.
Babinsky
: tidak ditemukan
ii.
Chaddock
: tidak ditemukan
iii.
Openheim
: tidak ditemukan
iv.
Gordon
: tidak ditemukan
v.
Schafer
: tidak ditemukan
Meningeal sign: i.
Kaku kuduk : tidak ditemukan
ii.
Kernig
: tidak ditemukan
iii.
Brudzinski I : tidak ditemukan
iv.
Brudzinski II: tidak ditemukan
Assessment:
1. Gastroenteritis Akut ec. rotavirus 2. Dehidrasi ringan-sedang 3. Gizi lebih, overweight, normoheight
Tatalaksana
Terapi f.
IVFD Asering 75 cc/jam selama 24 jam
g. Anadeks sirup 1 sendok teh tip 8 jam h. Zinc 20 mg tiap 24 jam i. L. Bro 1 sachet tiap 12 jam
Edukasi Mengedukasi tanda-tanda dehidrasi berat
23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
I.
DIARE AKUT A. DEFINISI
Definisi diare adalah buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi lembek atau cair. WHO/UNICEF (1987) mendefinisikan diare akut sebagai kejadian akut dari diare yang biasanya berlangsung selama 3 – 7 hari tetapi dapat pula berlangsung sampai 14 hari (IDAI, 2010).
B. EPIDEMIOLOGI
Diare merupakan salah satu penyebab angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada anak di bawah umur lima tahun di seluruh dunia, yaitu mencapai 1 milyar kesakitan dan 3 juta kematian per tahun. Terdapat 60 juta episode diare akut setiap tahunnya di Indonesia dimana 1-5% diantaranya akan menjadi diare kronik dan bila sampai terjadi dehidrasi berat yang tidak segera ditolong, 50-60% diantaranya dapat meninggal dunia. Berbagai factor yang mempengaruhi kejadian diare menurut Irwanto, dkk (2002) antara lain: 1. Factor lingkungan 2. Gizi 3. Kependudukan 4. Pendidikan 5. Keadaan social ekonomi 6. Perilaku masyarakat
C. ETIOLOGI
Penyebab diare akut antara lain yaitu virus, bakteri, parasit, alergi susu sapi, laktose defisiensi primer, dan obat-obatan tertentu. Penyebab utama oleh 24
virus adalah rotavirus (40-60%) sedangkan virus lainnya yaitu virus Norwalk, Astrovirus, Calcivirus, Coronavirus, Minirotavirus, dan virus bulat kecil. Bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan diareadalah Aeromonas hydrophyla, Escherichia coli coli enteroaggregatife, Vibrio cholera non-01, V. Parahaemoliyticus, Yersina enterocolatica. Sedangkan penyebab diare oleh parasit adalah Giardia lamblia, Entamoeba hystolitica, Isopropa belli, Balantidium coli, Cryptosporodium, Capillaria
philipinensis,
Fasiolopsis
buski,
Sarcocystis
sunhonimis,
Strongiloides strecoralis, dan Trichuris trichiura (Irwanto, dkk, 2 002).
D. PATOGENESIS
1. Virus Beberapa jenis virus seperti rotacirus, berkembang biak dalam epitel vili usu halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya sel-sel vili yang secara normal mempunyai fungsi ansorbsi dan penggantian sementara oleh epitel vili berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus mensekresi air dan elektrolit. Kerusakan vili dapat juga dihubungkan dengan hilangnya enzim disakaridase terutama laktase. Penyembuhan terjadi bila vili mengalami regenerasi dan epitel vilinya menjadi matang. 2. Bakteri a. Penempelan di mukosa. Bakteri yang berkembang biak di mukosa usus halus pertama-tama harus menempel mukosa untuk menghindarkan diri dari penyapuan. Penempelan terjadi melaui antigen yang menyerupai rambut getar, disebut pili ayau fimbria yang melekat pada reseptor di permukaan usus. Hal ini terjadi misalnya pada E. Coli enterotoksigenik dan V. Cholera. Pada beberapa keadaan, penempelan di mukosa dihubungkan dengan perubahan epitel usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas penyerapan atau menyebabkan ekskresi cairan. 25
b. Toksin yang menyebabkan sekresi E. Coli enterotoksigenik, V. Cholerae dan bebrapa bakteri lain mengeluarkan toksin yang menghambat fungsi sel epitel. Toksin ini mengurangi absorbsi natrium melalui vili dan mungkin meningkatkan sekresi chlorida dari kripta, yang menyebabkan sekresi air dan elektrolit. Penyembuhan terjadi bila sel yang sakit diganti dengan sel yang sehat setelah 2-4 hari. c. Invasi mukosa. Shigella, C. Jejuni, E. Coli enteroinvasife, Salmoella dapat menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan sel epitelmukosa. Ini terjadi sebagian besar di colon dan dibagian distal ileum. Invasi mungkin diikuti dengan pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial yang menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah putih atau terlihat adanya darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini menyebabkan kerusakan jaringan dan mungkin juga sekresi air dan elektrolit dari mukosa. 2. Parasit a. Penempelan mukosa. G. Lamblia dan Cryptosporodium menempel pada epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan vi li yang kemungkinan menyebabkan diare. b. Invasi mukosa. E. Hystolitica menyebabkan diare dengan cara menginvasi epitel mukosa di kolon atau ileum yang menyebabkan mikroabses dan ulkus. Namun hal ini baru terjadi bila strainnya sangan ganas. 3. Obat-obatan Beberapa macam obat terutama antibiotika dapat juga menyebabkna diare. Antibiotika agaknya membunuh flora normal usus sehingga organisme yang tidak biasa atau kebal terhadap antibiotik itu sendiri akan berkembang bebas. Disamping itu sifat farmakokinetika dari an tibiotika itu sendiri juga memegang peranan penting. Sebagai contoh ampisilin dan klindamisin adalah antibiotik yang dikeluarkan di dalam empedu yang merubah flora 26
tinja secara intensifwalaupun diberikan secara parental. Antibiotik juga bisa menyebabkan malabsorbsi, misalnya tetrasiklin, kanamisin, polimiksin, dan neomisin (Irwanto, dkk, 2002).
E. PATOFISIOLOGI
1. Diare sekretorik Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air da n elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini terjadi bila absorbsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi chlorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasilnya adalah sekresi cairan yang menyebabkan kehilangan air dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair yang dapat menyebabkan dehidrasi. Pada diare infeksi perubahan ini terjadi karena adanya rangasangan pada mukosa usus oleh toksin bakteri seperti toksin E. Coli atau virus (Rotavirus). 2. Diare osmotik Diare osmotik terjadi bila suatu bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap. Jika bahan semacam itu berupa larutan isotonik, air dan bahan yang larut di dalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare. Bila substansi berupa larutan hipotonik, air dan beberapa larutan elektrolit akan pindah dari cairan ekstraseluler ke dalam lumen usus sampai osmolaritas dari isi usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah. Hal ini meningkatkan volume tinja dan menyebabkan dehidrasi karena kehilangan cairan tubuh (Ditjen PPM & PLP, 1999). Pada diare kan terjadi kekurangan air (dehidrasi), gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik), yang secara klinis berupa pernapasan kusmaull, hipoglikemia, gangguan gizi, dan gangguan sirkulasi (Aswitha, dkk, 2000).
F. MANIFESTASI KLINIS
27
Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan atau sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah dehidrasi. Berat badan turun. Pada bayi, ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput bibir dan lendir kering (Aswitha, dkk, 2000). Cara praktis penatalaksanaan diare yaitu berdasarkan tipe klinis diare itu sendiri. Terdapat 4 mcam ipe klinis diare, dimana tiap macam menggambarkan kelainan yang mendasari dan perubahan fisiologis yang berbeda-beda. 1. Diare cair akut (termasuk kolera) yang berlangsung beberapa jam sampai dengan beberapa hari. Pada diare ini perlu diwaspadai bahaya terjadinya dehidrasi, juga dapat terjadi penurnan berat badan apabila intake makanan kurang. 2. Diare akut dengan perdarahan (disentri), dimana pada diare ini bahaya utamanya adalah kerusakan usus, sepsis, dan malnutrisi serta dehidrasi. 3. Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih), dimana bahaya utamanya adalah malnutrisi dan infeksi non intestinal berat serta dehidrasi. 4. Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor) dengan bahaya utamanya antara lain infeksi sistemik berat, dehidrasi, gagal jantung, dan defisiensi mineral dan vitamin (WHO, 2004).
G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis a. Riwayat diare sekarang i. Sudah berapa lama diare berlangsung ii. Total diare dalam 24 jam, diperkirakan dari frekuensi diare dan jumlah tinja iii. Keadaan klinis tinja (warna, konsistensi, ada lendir atau darah tidak) iv. Muntah (frekuensi dan jumlah) 28
v. Demam vi. Buang air kecil terakhir vii. Anak lemah, rewel, rasa haus, kesadaran menurun viii. Jumlah cairan yang masuk selama diare ix. Tindakan yang telah diberikan (diberi cairan, ASI, makanan, obat, oralit) x. Apakah ada yang menderita diare disekitarnya xi. Riwayat bepergian ke daerah yang sedang terkena wabah diare xii. Penggunaan antibiotic b. Riwayat diare sebelumnya c. Riwayat penyakit penyerta saat ini d. Riwayat imunisasi e. Riwayat makanan sebelum diare: ASI, susu formula, makan makanan yang tidak biasa (Subagyo, 2004) 2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama yaitu kesadaran, rasa haus, turgor kulit abdomen. Perhatikan juga tanda tambahan yaitu ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung atau tidak, ada atau tidaknya air mata, kering atau tidaknya mukosa mulut, bibir dan lidah. Jangan lupa menimbang berat badan. Perhatikan pula ada tidaknya napas cuping hidung, retraksi dinding dada, akral dingin, perfusi jaringan serta derajat dehidrasinya. Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut: a. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan) i. Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan ii. Keadaan umum baik dan sadar iii. Tanda vital dalam batas normal iv. Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa mulut dan bibir basah 29
v. Turgor abdomen baik, bising usus normal vi. Akral hangat Pasien dapat dirawat dirumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain (tidak mau minum, muntah terus-menerus, diare yang frekuen). b. Dehidrasi ringan-sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan) i. Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda tambahan ii. Keadaan umum gelisah dan cengeng iii. Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering iv. Turgor kurang v. Akral hangat vi. Pasien harus rawat inap c. Dehidrasi berat (kehilangan cairan >10% berat badan) i. Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda tambahan ii. Keadaan utama lemah, letargi, atau koma iii. Ubun-ubun besar sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering iv. Turgor buruk v. Akral dingin vi. Pasien harus rawat inap (IDAI, 2010)
Penilaian dehidrasi menurut MTBS Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut ini: Dehidrasi berat a. Letrargis atau tidak sadar b. Mata cekung c. Tidak bisa minum atau malas minum
30
d. Cubitan di perut kembalinya sangan lambat Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut ini: Dehidrasi ringan-sedang a. Gelisah, rewel b. Mata cekung c. Haus, minum dengan lahap d. Cubitan di perut kembalinya lambat Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan Tanpa dehidrasi dehidrasi berat atau dehidrasi ringan-sedang
3. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan tinja i. Makroskopis: bau, warna, lendir, darah, konsistensi ii. Mikroskopis: eritrosit, lekosit, bakteri, parasite iii. Kimia: pH, elektrolit (Na, K, HCO3) iv. Biakan dan uji sensitivitas b. Pemeriksaan darah Darah lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang), kadar ureum, dan kretinin darah. c. Pemeriksaan urin Urin rutin (Aswitha, dkk, 2001)
H. PENATALAKSANAAN
1. Atasi dehidrasi a. Tanpa dehidrasi Cairan rumah tangga atau ASI diberikan semaunya, oralit diberikan sesuai usia setiap kali buang air besar atau munta h dengan dosis: i. <1 tahun
: 50-100 cc
31
ii. 1-5 tahun
: 100-200 cc
iii. 5 tahun
: semaunya
b. Dehidrasi ringan-sedang Rehidrasi dengan oralit 75 cc/kgBB dalam 3 jam pertama dilanjutkan pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsing sesuai umur seperti di atas setiap kali buang air besar, c. Dehidrasi berat Rehidrasi parenteral dengan cairan ringer laktat atau ringer asetat 100 cc/kgBB. Cara pemberian: i. <1 tahun : 30 cc/kgBB dalam 1 jam pertama dilanjutkan 70 cc/kgBB dalam 5 jam berikutnya ii. 1 tahun
: 30 cc/kgBB dalam ½ jam pertama dilanjutkan
70 cc/kgBB dalam 2 ½ jam berikutnya Minum diberikan jika pasien mau minum 5 cc/kgBB selama proses rehidrasi. 2. Pemakaian antibiotik Bila ada indikasi seperti pada Shigella dan Cholera. Antibiotik sesuai dengan
hasil
pemeriksaan
penunjang.
Sebagai
pilihan
adalah
kotrimoksazol, amoksisilin, atau sesuai hasil uji sensitivitas. 3. Diet Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering, rendah serat, buah-buahan. 4. Jangan menggunakan spasmolitika 5. Koreksi elektrolit Koreksi bila tejadi hipernatremia, hiponatremia, hiperkalemia, dan hipokalemia. 6. Vitamin A i. 6 bulan-1 tahun ii. >1 tahun
: 100.000 IU : 200.000 IU 32
7. Pendidikan orang tua Penyuluhan tentang penanganan diare dan cara-cara pencegahan diare (IDAI, 2004)
Indikasi rawat inap: 1. Diare akut dengan dehidrasi berat 2. Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang dan komplikasi 3. Usia <6 buan (usia yang mempunyai risiko tinggi mengalami dehidrasi), buang air besar cair >8 kali dalam 24 jam dan muntah >4 kali dalam sehari (Armon, 2001)
I. PENCEGAHAN
Diare dapat dicegah dengan memperbaiki usaha multisektoral antara lain sebagai berikut: 1. Meningkatkan sarana air bersih dan sanitasi umum 2. Promosi pendidikan hygiene 3. Pemberian ASI eksklusif 4. Meningkatkan keterampilan mengasuh anak 5. Imunisasi pada anak 6. Menggunakan jamban/ wc 7. Menjaga kebersihan makanan dan minuman 8. Mencuci tangan dengan sabun sebelum menyentuh makanan 9. Mencuci peralatan makan (WHO, 2004)
II.
ISPA A. DEFINISI
ISPA adalah suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai dengan gejala batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau lendir yang berlangsung sampai dengan 14 hari (Depkes RI, 2000). ISPA adalah penyakit 33
infeksi yang menyerang salah satu dan atau lebih bagian dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran pernapasan atas) hingga alveoli (saluran pernapasan bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura yang disebabkan oleh masuknya kuman (bakteri, virus atau riketsia) ke dalam organ saluran pernapasan yang berlangsung selama 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut dari suatu penyakit, meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu ISPA ringan, ISPA sedang, dan ISPA berat. Pembagian menurut deajat keparahan tersebut didasarkan pada gejala-gejala dan tanda-tandanya. ISPA ringan dapat berkembang menjadi ISPA sedang atau ISPA berat jika keadaan memungkinkan, misalnya penderita kurang mendapat perawatan atau saat penderita dalam keadaan lemah hingga daya tahan tubuhnya rendah. Gejala ISPA ringan dapat dengan mudah diketahui oleh orang awam, sedangkan gejala ISPA sedang dan berat memerlukan beberapa pengamatan sederhana.4
B. KLASIFIKASI
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988. Adapun pembagiannya sebagai berikut :5 Secara anatomis yang termasuk Infeksi saluran pernapasan akut : a. ISPA ringan Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : i. ii.
Batuk Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis). 34
iii.
Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung
iv.
Panas atau demam, suhu tubuh lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba dengan penggung tangan terasa panas.
b. ISPA sedang Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejalagejala ISPA ringan disertai gejala-gejala berikut : i.
Pernapasan >50 kali per menit pada anak yang berumur >1 tahun atau > 40kali per menit pada anak yang berumur 1 tahun atau lebih.
ii.
Suhu tubuh lebih dari 390C.
iii.
Tenggorokan berwarna merah.
iv.
Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak.
v. vi.
Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga. Pernapasan berbunyi seperti mendengkur atau mencuit-cuit. Dari gejala-gejala ISPA sedang, perlu berhati-hati jika anak menderita ISPA ringan sedangkan suhu tubuhnya lebih dari 390C atau gizinya kurang baik,atau umurnya ≤4 bulan, maka anak tersebut menderita ISPA sedang dan harus mendapat pertolongan dari petugas kesehatan.
c.
ISPA berat Seorang anak dinyatakan menderita ispa berat jika dijumpai gejala-gejala ISPAringan atau ISPA sedang disertai gejala berikut : i. ii.
Bibir atau kulit membiru. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas.
iii.
Kesadaran menurun.
iv.
Pernapasan berbunyi berciut-ciut dan anak tampak gelisah.
v.
Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas.
vi.
Nadi cepat, lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
vii.
Tenggorokan berwarna merah. 35
Penderita ini harus dirawat di puskesmas atau rumah sakit, karena perlu mendapat perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen dan atau cairan infus.
Menurut Depkes RI (1991), Pembagian ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-tanda klinis yang didapat yaitu :4 1. Untuk anak umur 2 bulan-5 tahun Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA diklasifikasikan menjadi 3 yaitu : a. Pneumonia berat Tanda utama : i.
Adanya tanda bahaya yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, serta gizi buruk.
ii.
Adanya tarikan dinding dada kebelakang. Hal ini terjadi bila paru-paru menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik nafas.
iii.
Tanda lain yang mungkin ada : 1) Nafas cuping hidung. 2) Suara rintihan. 3) Sianosis (pucat).
b. Pneumonia tidak berat Tanda Utama : i. ii.
Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam. Di sertai nafas cepat : 1) Lebih dari 50 kali/menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun. 2) Lebih dari 40 kali/menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun.
c. Bukan pneumonia Tanda utama : i.
Tidak ada tarikan dinding dada kedalam. 36
ii.
Tidak ada nafas cepat : 1) Kurang dari 50 kali/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun. 2) Kurang dari 40 kali/menit untuka anak usia 1 tahun – 5 tahun.
2. Anak umur kurang dari 2 bulan Untuk anak dalam golongan umur ini, di klasifikasikan menjadi 2 yaitu : a. Pneumonia berat Tanda utama : i.
Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, demm atau dingin.
ii.
Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali/menit atau lebih.
iii.
Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.
b. Bukan pneumonia Tanda utama : i. ii.
Tidak ada nafas cepat. Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.
C. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia perkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun), artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3-6 kali setahun. Dari hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan dikota cenderung lebih besar dari pada di desa. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih tinggi daripada di desa.1 ISPA merupakan penyakit yang sering kali dilaporkan sebagai 10 penyakit utama di Negara berkembang. Di Negara berkembang, penyakit 37
pneumonia merupakan 25% penyumbang kematian pada anak, terutama pada bayi berusia kurang dari 2 bulan. Dari Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 diketahui bahwa morbiditas pada bayi akibat pneumonia sebesar 42,2% dan pada balita 40,6%, sedangkan angka mortalitas 36%. Di Indonesia angka ini dilaporkan sekitar 3-6 kali per tahun per anak, sekitar 40-60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15-30% kunjungan berobat jalan dan rawat inap di rumah sakit juga disebabkan oleh ISPA. Hasil SKRT tahun 1992 menunjukkan bahwa angka mortalitas pada bayi akibat penyakit ISPA menduduki urutan pertama (36%), dan angka mortalitas pada balita menduduki urutan kedua (13%). Di jawa Tengah pada tahun 1999 penyakit ISPA selalu menduduki rangking 1 pada 10 besar penyakit pasien rawat jalan di puskesmas
D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Etiologi ISPA terdiri dari: 1. Bakteri Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza, dan lain-lain. 2. Virus Rinovirus, coronavirus, adenovirus, enterovirus, (ISPA atas virus utama), Parainfluenza, 123 coronavirus, adenovirus. 3. Jamur Aspergillus sp, Candida albicans, Histoplama, dan lain-lain. 4. Aspirasi Makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar minyak) biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing (biji-bijian, mainan plastic kecil, dan lain-lain). 6
38
Faktor resiko juga perlu diperhatikan, yaitu faktor yang mempengaruhi atau mempermudah terjadinya ISPA. Secara umum ada 3 faktor yaitu: 1. Keadaan social ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak. 2. Keadaan gizi dan cara pemberian makan. 3. Kebiasaan merokok dan pencemaran udara
Faktor yang meningkatkan morbiditas adalah anak usia 2 bulan, gizi kurang, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), pemberian Air Susu Ibu (ASI) tidak memadai, polusi udara, kepadatan dalam rumah, imunisasi tidak lengkap dan menyelimuti anak berlebihan. Faktor yang meningkatkan mortalitas adalah umur kurang dari 2 bulan, tingkat social ekonomi rendah, gizi kurang, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), tingkat pengetahuan ibu rendah, kepadatan dalam rumah, imunisasi tidak lengkap dan menderita penyakit kronis.
E. PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983). Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk. 39
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang
merupakan
mekanisme
perlindungan pada
saluran
pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983 ). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980). Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempattempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985). Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994). 40
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu: a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa. b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah. c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan batuk. d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meningga l akibat pneumonia.
F. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
Tanda dan gejala penyakit ISPA antara lain: 1. Batuk terjadi karena produksi mukus meningkat, sehingga terakumulasi pada trakea yang kemudian menimbulkan batuk. Batuk juga bisa terjadi karena iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif)
kemudian
setelah
timbul
peradangan
menjadi
produktif (menghasilkan sputum). 2. Kesulitan bernafas Akumulasi mukus di trakea akan mengakibatkan saluran nafas tersumbat sehingga mengalami kesulitan dalam bernafas. 3. Sakit tenggorokan Terjadi iritasi jalan nafas akibat pembengkakan akan merangsang ujung dendrit oleh nervus, untuk menstimulasi pelepasan kemoreseptor yaitu bradikinin dan serotonin sehingga terjadi perangsangan nyeri pada tenggorokan. 4. Demam 41
Infeksi jalan nafas juga mengakibatkan munculnya demam, ini sebagai mekanisme pertahanan tubuh dalam melawan mikroorganisme yang masuk.
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit. Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap jasadrenik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.5 Tanda-tanda bahaya Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan. Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris. Tanda-tanda klinis a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
42
b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest. c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma. d. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak. Tanda-tanda laboratoris a. hypoxemia, b. hypercapnia dan c. asidosis (metabolik dan atau respiratorik)
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.4
G. DIAGNOSIS BANDING
Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa diagnosis banding yaitu difteri, mononukleosis infeksiosa dan agranulositosis yang semua penyakit diatas memiliki manifestasi klinis nyeri tenggorokan dan terbentuknya membrana. Mereka masing-masing dibedakan melalui biakan kultur melalui swab, hitungan darah dan test Paul-bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus manifestasi lain yang muncul adalah nyeri abdomen akuta yang sering disertai dengan muntah (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 454).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
43
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans; 1997; 224).
I. PENATALAKSANAAN
Pengobatan antara lain : 1. Simptomatik a. Analgesik-antipiretik untuk mengobati gejala demam seperti parasetamol dan aspirin. b. Kombinasi dekongestan dan anti alergi untuk pilek dan flu. Contoh :dekongestan antara lain pseudoefedrin, fenil propanolamin. Contoh antialergiadalah dipenhidramin. c. Ekspektoran untuk batuk berdahak. Contoh : ammonium klorida. d. Mukolitik untuk batuk berdahak. Contoh : ambroksol, bromheksin, gliserilgualakolat. e. Antitusif untuk meringankan gejala batuk kering. Contoh : dekstrometorfan. 2. Suportif Meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian multivitamin dll. 3. Antibiotik a. Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab b. Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus c.
Antibiotik.
Antibiotik
tidak
disarankan
untuk
ISPA
yang
disebabkan oleh virus karena antibiotik tidak dapat membunuh
44
virus. Antibiotik diberikan jika gejala memburuk, terjadi komplikasi atau radang yang disebabkan oleh bakteri. d. Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol, Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin. e. Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. P etunjuk dosis dapat dilihat pada lampiran.
Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA. 1. Mengatasi panas (demam) Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai de ngan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es). 2. Mengatasi batuk Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari. 3. Pemberian makanan Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan. 45
4. Pemberian minuman Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita. 5. Lain-lain Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang
berguna
untuk
mempercepat
kesembuhan
dan
menghindari
komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.4,5
J. KOMPLIKASI
1. Asma Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten yang disebabkan oleh suatu kondisi alergi non infeksi dengan gejala : sesak nafas, nafas berbunyi wheezing, dada terasa tertekan, batuk biasanya pada malam hari atau dini hari. 2. Kejang demam Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rentan lebih dari 38oC) dengan geiala berupa serangan kejang klonik atau tonikklonik bilateral. Tanda lainnya seperti mata terbalik keatas dengan disertai kejang kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan kekau an fokal. 46
3. Tuli Tuli adalah gangguan system pendengaran yang terjadi karena adanya infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau virus dengan gejala awal nyeri pada telinga yang mendadak, persisten dan adanya cairan pada rongga telinga. 4. Syok Syok merupakan kondisi dimana seseorang mengalami penurunan f'ungsi dari system tubuh yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: faktor obstruksi
contohnya
hambatan
pada
system
pernafasan
yang
mengakibatkan seseorang kekurangan oksigen sehingga seseorang tersebut kekurang suplay oksigen ke otak dan mengakibatkan syok. 5. Demam Reumatik, Penyakit Jantung Reumatik dan Glomerulonefritis, yang disebabkan oleh radang tenggorokan karena infeksi Streptococcus beta hemolitikus grup A. 6. Sinusitis 7. Meningitis 8. Abses Peritonsiler 9. Abses Retrofaring
K. PROGNOSIS
Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik apabila tidak terjadi komplikasi yang berat. Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini sendiri, yaitu self limiting disease sehingga tidak memerlukan tindakan pengobatan yang rumit. Penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian terbanyak oleh karena infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih dari 4 hari dan leukosit > 10.000/ul, biasanya didapatkan infeksi bakteri sekunder.
L. PENCEGAHAN
47