PLAXIS Versi 8 Manual Model Material
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
1
Pendahuluan........... .............. .............. ............. .............. .............. .............. ...1-1 1.1 Penggunaan berbagai model ..................................................................1-1 1.2 Keterbatasan...........................................................................................1-3
2
Pengenalan pemodelan material.................................................................2-1 2.1 Definisi umum dari tegangan .................................................................2-1
2.2 Definisi umum dari regangan.................................................................2-4 2.3 Regangan elastis ....................................................................................2-5 2.4 Analisis tak terdrainase dengan parameter efektif .................................2-8 2.5 Analisis tak terdrainase dengan parameter tak terdrainase (parameter total).............................................................................................................2-12 2.6 Tekanan prakonsolidasi awal dalam model tingkat lanjut ...................2-12 2.7 Tegangan awal .....................................................................................2-14 3
Model Mohr-Coulomb (plastisitas sempurna) .............. .............. ............. .3-1 3.1 Perilaku elastis plastis-sempurna ...........................................................3-1 3.2 Formulasi model Mohr-Coulomb ..........................................................3-3 3.3 Parameter dasar model Mohr-Coulomb.................................................3-5 3.4 Parameter tingkat lanjut dari model Mohr-Coulomb .............................3-8
4
Model Jointed Rock (anisotropis)...............................................................4-1 4.1 Matriks kekakuan material elastis anisotropiss......................................4-2 4.2 Perilaku plastis dalam tiga arah .............................................................4-4 4.3 Parameter model Jointed Rock ..............................................................4-7
5
Model Hardening Soil (isotropis)................................................................5-1 5.1 Hubungan hiperbolik untuk uji triaksial terdrainase standar..................5-2 5.2 Pendekatan hiperbola oleh model Hardening Soil .................................5-3 5.3 Regangan volumetrik plastis untuk kondisi tegangan triaksial ..............5-5 5.4 Parameter model Hardening Soil ...........................................................5-6 5.5 "Cap" bidang leleh dalam model Hardening Soil ................................5-11
6
Model Soft Soil Creep (perilaku yang tergantung waktu)................................6-1 6.1 Pendahuluan...........................................................................................6-1 6.2 Dasar rangkak satu dimensi ...................................................................6-3 6.3 Variabel τ c dan εc ..................................................................................6-4 6.4 Persamaan diferensial untuk rangkak 1-D .............................................6-6
6.5 6.6 6.7 6.8 7
Model tiga dimensi ................................................................................6-8 Formulasi regangan 3D elastis .............................................................6-11 Tinjauan parameter model ...................................................................6-12 Validasi model 3D ...............................................................................6-16
Model Soft Soil ............ .............. .............. ............. .............. .............. ............7-1 7.1 Kondisi isotropis tegangan dan regangan ( σ′1 = σ′2 = σ′3) ....................7-1
i
MANUAL MODEL MATERIAL 7.2 Fungsi leleh untuk kondisi tegangan triaksial (σ′2 = σ′3)....................... 7-3 7.3 Parameter model Soft Soil ..................................................................... 7-5 8
Aplikasi model tanah tingkat lanjut...........................................................8-1 8.1 Model HS : Respon uji triaksial terdrainase dan tak terdrainase ........... 8-1 8.2 Aplikasi model Hardening Soil pada uji sesungguhnya ........................8-6 8.3 Model SSC : Respon uji kompresi satu dimensi.................................. 8-12 8.4 Model SSC : Uji triaksial tak terdrainase pada berbagai kecepatan pembebanan.................................................................................................8-17
8.5 Model SS : Respon uji kompresi isotropis........................................... 8-20 8.6 Konstruksi galian di bawah muka air dengan model HS ..................... 8-22 8.7 Konstruksi timbunan untuk jalan dengan model SSC..........................8-24 9
Model tanah dari pengguna ............ .............. ............. .............. .............. ..... 9-1 9.1 Pengantar ...............................................................................................9-1 9.2 Implementasi model UD dalam program perhitungan...........................9-1 9.3 Masukan dari parameter model UD melalui antarmuka-pengguna...... 9-10
10
Referensi ............ .............. .............. .............. .............. .............. .............. ..... 10-1
Lampiran A : Simbol.... .............. .............. .............. .............. .............. .............. .......... A-1 Lampiran B : Subrutin Fortran untuk model UD .............. ............. .............. .......... B-1
Lampiran C : Membuat berkas "debug " untuk Model UD ............ ............. .......... C-1
ii
PLAXIS Versi 8
PENDAHULUAN 1
PENDAHULUAN
Perilaku mekanis dari tanah dapat dimodelkan pada berbagai tingkat akurasi. Hukum Hooke yang linier dan isotropis-elastis, misalnya, dapat dianggap sebagai hubungan tegangan-regangan yang paling sederhana saat ini. Karena model ini hanya terdiri dari dua buah parameter saja, yaitu modulus Young ( E) dan angka Poisson ( ν), maka umumnya model ini terlalu sederhana untuk dapat meneakup berbagai sifat penting dari perilaku tanah maupun batuan. Walaupun demikian, untuk memodelkan elemen struktural yang masif dan lapisan batuan dasar, model linier elastis dapat digunakan.
1.1 PENGGUNAAN BERBAGAI MODEL
Model Mohr-Coulomb (MC) Model Mohr-Coulomb adalah model elastis-plastis yang terdiri dari lima buah parameter, yaitu E dan ν untuk memodelkan elastisitas tanah; φ dan c untuk memodelkan plastisitas tanah dan ψ sebagai sudut dilatansi. Model Mohr-Coulomb merupakan suatu pendekatan "ordo pertama" dari perilaku tanah atau batuan. Model ini disarankan uutuk digunakan dalam analisis awal dari masalah yang dihadapi. Setiap lapisan dimodelkan dengan sebuah nilai kekakuan rata-rata yang konstan. Karena kekakuan yang konstan, maka perhitungan cenderung cepat dan dapat diperoleh perkiraan awal dari bentuk deformasi dari model. Disamping kelima parameter dari model tersebut, kondisi tegangan awal dari tanah memegang peranan yang penting dalam hampir seluruh masalah deformasi tanah. Tegangan horisontal awal tanah harus ditentukan terlebih dahulu dengan menentukan nilai K0 yang tepat.
Model Jointed-Rock (JR) Model Jointed-Rock atau model batuan dengan kekar adalah sebuah model elastisplastis anisotropiss, yang dikembangkan khusus untuk memodelkan perilaku lapisan batuan yang mempunyai stratifikasi dan arah-arah kekar (fault) tertentu. Plastisitas hanya dapat terjadi dalam maksimum tiga buah arah geser (bidang geser). Masingmasing bidang geser mempunyai parameter kekuatannya sendiri. Batuan yang masif dianggap berperilaku elastis penuh dengan parameter kekakuan E dan ν yang konstan. Reduksi sifat elastisitas dapat diberikan pada arah stratifikasi.
Model Hardening Soil (HS) Model Hardening Soil merupakan model tingkat lanjut untuk memodelkan perilaku dari tanah. Seperti pada model Mohr-Coulomb, kondisi tegangan batas dideskripsikan oleh sudut geser, φ, kohesi, c dan sudut dilatansi, ψ. Namun demikian, kekakuan tanah dideskripsikan lebih akurat dengan menggunakan tiga kekakuan yang berbeda : kekakuan pembebanan triaksial, E50, kekakuan pengurangan beban (unloading) triaksial, Eur dan kekakuan pembebanan satu arah, Eoed. Untuk nilai tipikal dari berbagai jenis
1-1
MANUAL MODEL MATERIAL tanah, dapat digunakan Eur ≈ 3⋅E50 dan Eoed ≈ E50, tetapi tanah yang sangat lunak dan tanah yang sangat kaku cenderung memberikan rasio Eoed/E50 yang berbeda. Berbeda dengan model Mohr-Coulomb, model Hardening Soil mengikutsertakan modulus kekakuan yang bergantung pada tegangan. Hal ini berarti bahwa kekakuan akan semakin meningkat terhadap tegangan. Karena itu, ketiga kekakuan merupakan nilai yang berhubungan dengan sebuah tegangan acuan, yang umumnya diambil sebesar 100 kPa (1 bar).
Model Soft Soil Creep (SSC) Model Hardening Soil di atas dapat digunakan untuk semua jenis tanah, tetapi model tersebut tidak mengikutsertakan efek viskositas, yaitu rangkak (creep) dan relaksasi tegangan. Kenyataannya, semua jenis tanah mengalami rangkak dan kompresi primer yang diikuti dengan kompresi sekunder. Kompresi sekunder sangat dominan pada tanah-tanah lunak, yaitu lempung yang terkonsolidasi normal, tanah lanaua serta gambut, sehingga model ini disebut sebagai model Soft Soil Creep. Perlu diketahui bahwa model Soft Soil Creep merupakan model yang relatif baru yang telah dikembangkan untuk aplikasi masalah penurunan pada pondasi, timbunan, dan lain-lain. Untuk masalah pengurangan beban, yang umumnya dihadapi dalam masalah terowongan serta galian, model Soft Soil Creep tidak dapat menggantikan model Mohr-Coulomb yang sederhana. Seperti juga halnya pada model Mohr-Coulomb, kondisi awal tanah yang benar juga merupakan hal yang penting saat menggunakan model Soft Soil Creep. Untuk model Hardening Soil dan model Soft Soil Creep, penentuan kondisi awal tanah juga melibatkan data masukan berupa tekanan prakonsolidasi karena model-model ini telah mengikutsertakan efek dari konsolidasi yang berlebih.
Model Soft Soil (SS) Model Soft Soil adalah jenis model Cam-Clay yang ditujukan khusus untuk analisis kompresi primer dari tanah lempungan yang terkonsolidasi normal. Meskipun kemampuan dari model ini berada di bawah model Hardening Soil, namun model Soft Soil tetap dipertahankan dalam versi ini karena beberapa pengguna PLAXIS mungkin masih terbiasa dengan model ini dan masih ingin menggunakannya.
Analisis dengan berbagai model yang berbeda Disarankan untuk pertama kali menggunakan model Mohr-Coulomb untuk analisis yang relatif cepat dan sederhana dari masalah yang dihadapi. Saat tidak diperoleh data tanah yang memadai, maka tidak diperlukan untuk melanjutkan analisis dengan menggunakan model-model tingkat lanjut lainnya. Dalam banyak kasus, umumnya tersedia data yang baik dari lapisan tanah yang dominan, sehingga dapat digunakan model Hardening Soil untuk analisis lebih lanjut. Data dari hasil uji triaksial dan uji oedometer umumnya jarang diperoleh secara
1-2
PLAXIS Versi 8
PENDAHULUAN bersamaan, tetapi data dengan kualitas yang baik dari salah satu uji tersebut dapat diperoleh dari korelasi dan/atau dari uji lapangan. Terakhir, analisis Soft Soil Creep dapat digunakan untuk memperkirakan rangkak, yaitu kompresi sekunder dari tanah yang sangat lunak. Ide untuk melakukan analisis masalah geoteknik dengan beberapa model tanah tampaknya mahal, tetapi cenderung akan "terbayar lunas". Pertama karena fakta bahwa analisis Mohr-Coulomb relatif cepat dan sederhana, dan kedua karena prosedur di atas cenderung mereduksi kesalahan.
1.2 KETERBATASAN
Program PLAXIS dan model-model tanah didalamnya telah dikembangkan untuk melakukan perhitungan dari masalah geoteknik yang realistis. Karena hal ini maka PLAXIS dapat disebut sebagai alat bantu untuk memodelkan permasalahan geoteknik. Model tanah dapat dianggap sebagai representasi perilaku tanah secara kualitatif sedangkan parameter dari model digunakan untuk menyatakan perilaku tanah secara kuantitatif. Walaupun program PLAXIS beserta model-model tanah telah dikembangkan secara mendalam, simulasi dari permasalahan sesungguhnya tetap merupakan suatu pendekatan, yang secara implisit telah melibatkan beberapa kesalahan numerik dan kesalahan pemodelan yang tidak dapat dihindari. Terlebih lagi, akurasi dari pemodelan permasalahan sangat bergantung pada keahlian dari pengguna dalam memodelkan permasalahan, pemahaman dari model tanah dan keterbatasannya, pemilihan model parameter dan kemampuan untuk mengevaluasi hasil perhitungan. Baik model tanah dan program P LAXIS selalu dikembangkan secara terus-menerus sehingga versi yang baru merupakan pembaharuan dari versi sebelumnya. Beberapa keterbatasan yang masih ada saat ini adalah sebagai berikut :
Model HS Model ini merupakan model hardening yang tidak mengikutsertakan pelunakan tanah akibat dilatansi dan efek lepasnya ikatan antar butir. Pada faktanya, model ini merupakan model hardening isotropis sehingga tidak memodelkan efek histeresis, pembebanan siklik maupun mobilitas siklik (cyclic mobility). Sebagai catatan, penggunaan model Hardening Soil umumnya menghasilkan waktu perhitungan yang lebih lama, karena pembentukan dan dekomposisi matriks kekakuan dari material dilakukan dalam tiap langkah perhitungan.
Model SSC Seluruh keterbatasan di atas juga berlaku untuk model Soft Soil Creep. Selain itu model ini cenderung untuk memprediksi rentang perilaku elastis tanah secara berlebih. Hal ini khususnya terjadi pada masalah galian, termasuk juga terowongan.
1-3
MANUAL MODEL MATERIAL
Model SS Keterbatasan yang sama juga berlaku dengan model SS. Sesungguhnya model SS telah dilampaui oleh model HS, tetapi model SS tetap dipertahankan untuk pengguna yang telah terbiasa dengan model ini. Penggunaan model SS harus dibatasi untuk situasi yang dinominasi terutama oleh kompresi. Model ini tidak direkomendasikan untuk digunakan pada masalah galian.
Antarmuka Elemen antarmuka umumnya dimodelkan dengan menggunakan model bilinier MohrCoulomb. Saat digunakan model tingkat lanjut untuk kumpulan data material klaster yang bersangkutan, maka elemen antarmuka hanya akan menggunakan data yang relevan (c, φ, ψ, E, ν) untuk model Mohr-Coulomb, seperti dijelaskan dalam Bab 3.5.2 dari Manual Acuan. Dalam kasus seperti ini, kekakuan antarmuka diambil sebagai kekakuan elastis dari tanah. Karena itu E = Eur dimana Eur tergantung dari tingkat tegangan, diikuti dengan hukum eksponensial dengan nilai Eur proporsional terhadap σm. Untuk model Soft Soil Creep, nilai eksponen m adalah 1 dan Eur ditentukan dari konstanta muai κ*.
1-4
PLAXIS Versi 8
PENGENALAN PEMODELAN MATERIAL 2
PENGENALAN PEMODELAN MATERIAL
Model material merupakan suatu persamaan matematis yang menyatakan hubungan antar tegangan dan regangan. Model material seringkali dinyatakan dalam bentuk dimana suatu peningkatan tegangan tertentu (atau "perubahan tegangan") dihubungkan dengan suatu peningkatan regangan tertentu (atau "perubahan regangan"). Seluruh model material di dalam P LAXIS didasarkan pada suatu hubungan antara perubahan tegangan efektif, σ& ′ , dan perubahan regangan, ε& . Dalam bab berikut ini akan LAXIS
dijelaskan akan bagaimana tegangan dandariregangan dalam Pdan regangan . Bab berikutnya membahas formulasi hubungandidefinisikan dasar antara tegangan serta mendeskripsikan pengaruh dari tekanan air pori pada material tak terdrainase. Bab ini akan difokuskan pada kondisi awal dari model material tingkat lanjut. Petunjuk : Elemen dan formulasi model material dalam PLAXIS adalah sepenuhnya tiga dimensi. Namun, dalam Versi 8 hanya kondisi regangan bidang dan aksial-simetri saja yang dititnjau.
2.1 DEFINISI UMUM DARI TEGANGAN
Tegangan merupakan sebuah tensor yang dapat dinyatakan oleh sebuah matriks dalam koordinat Cartesius :
σ
⎡σ xx ⎢ = ⎢σ yx ⎢σ zx ⎣
σ xy
σ xz ⎤
σ yy
σ yz ⎥
σ zy
⎥
(2.1)
σ zz ⎥⎦
Dalam teori deformasi standar, tensor tegangan adalah simetris sehingga σxy = σyx, σyz = σzy dan σzx = σxz. Dalam situasi ini, tegangan sering dinyatakan dalam notasi vektor, yang melibatkan hanya enam buah komponen saja : σ
= (σ xx
σ yy
σ zz
σ xy
σ yz
σ zx
)T
(2.2)
namun dalam kondisi regangan bidang, σyz = σzx = 0. Menurut prinsip dari Terzaghi, tegangan dalam tanah dibedakan menjadi tegangan efektif, σ′ dan tekanan air pori, σ : w
σ
=
σ′
+
σw
(2.3)
Air dianggap tidak dapat menahan gaya geser sama sekali. Karena itu, tegangan geser efektif adalah sama dengan tegangan geser total. Komponen tegangan normal positif dianggap menyatakan tegangan tarik, sedangkan komponen tegangan normal negatif menyatakan tegangan tekan. 2-1
MANUAL MODEL MATERIAL Model material untuk tanah dan batu umumnya dinyatakan sebagai hubungan antara peningkatan tegangan efektif tertentu terhadap peningkatan regangan. Dalam hubungan semacam itu, peningkatan tegangan efektif tertentu dinyatakan oleh perubahan tegangan (dinotasikan oleh sebuah titik di atas simbol tegangan) : σ&'
= (σ&' xx
σ&' yy
σ& ' zz
σ& xy
σ& yz
σ& zx
)T
(2.4) σyy
y
σyx σxy
σyz σzy
x σzz
σzx
σxx σxz
Gambar 2.1 Sistem koordinat umum tiga dimensi dan perjanjian tanda untuk tegangan Seringkali lebih menguntungkan menggunakan tegangan utama dibandingkan komponen tegangan Cartesius dalam formulasi model material. Tegangan utama adalah tegangan di dalam sistem koordinat dimana seluruh komponen tegangan geser adalah nol. Sebenarnya, tegangan utama adalah nilai Eigen dari tensor tegangan. Tegangan efektif utama dapat ditentukan dengan cara berikut :
det σ ' −σ ' I
=0
(2.5)
dimana I adalah matriks identitas. Persamaan ini menghasilkan tiga buah solusi untuk σ′, yaitu tegangan-tegangan efektif (σ′1, σ′2, σ′3,). Dalam PLAXIS tegangan efektif utama diatur secara berurutan sebagai berikut : σ′1 ≤ σ′2 ≤ σ′3
(2.6)
dimana σ′1 merupakan tegangan tekan utama terbesar dan σ′3 merupakan tegangan tekan utama terkecil. Dalam modul ini, model sering dinyatakan dengan mengacu pada ruang tegangan utama, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Selain tegangan utama, umumnya juga berguna untuk mendefinisikan invarian tegangan, yaitu besarnya tegangan yang tidak tergantung dari orientasi sistem koordinat. Dua buah invarian tegangan yang berguna adalah :
p′ =
q=
2-2
− 13 σ xx′ + σ ′yy + σ ′zz = − 13 (σ 1′ + σ 2′ + σ 3′ ) 1 2
(2.7a)
⋅ ((σ ′xx − σ) ′(yy 2 +) σ ′yy - σ ′zz 2 + (σ ′zz - σ ′xx )2 + 6 ⋅ (σ xy2 + σ yz2 + σ zx2 ))
(2.7b)
PLAXIS Versi 8
PENGENALAN PEMODELAN MATERIAL dimana p′ adalah tegangan efektif isotropis, atau tegangan efektif rata-rata, dan q adalah tegangan geser ekivalen. Perhatikan bahwa perjanjian tanda yang digunakan untuk p′ adalah positif untuk tegangan tekan, berbeda dengan perjanjian tanda untuk tegangan lainnya. Tegangan geser ekivalen, q, mempunyai sifat penting dan berubah menjadi q = |σ′1 – σ′3| untuk kondisi tegangan triaksial dengan σ′2 = σ′3.
-σ′1 -σ′1 = -σ′2 = -σ′3
-σ′3
-σ′2 Gambar 2.2 Ruang tegangan utama Tegangan efektif utama dapat dituliskan sebagai fungsi dari invarian sebagai berikut :
− σ 1′ = p′ + 23 qsin (θ − 23 π )
(2.8a)
− σ 2′ = p′ + 23 qsin (θ )
(2.8b)
− σ 3′ = p′ + 23 qsin (θ + 23 π )
(2.8c)
dimana θ adalah sudut Lode (invarian ketiga), yang didefinisikan :
θ
⎛ 27 J ⎞ = 13 ⋅ arcsin ⎜⎜ ⋅ 33 ⎟⎟ ⎝2 q ⎠
(2.9)
dengan
J3 = (σ ′xx − p′)(σ ′yy − p′)(σ zz′ −)(p′
− σ) xx′ − p′ σ yz2 − (σ ′yy − p′)σ zx2 − 2 ... − (σ ′zz − p′)σ xy + 2σ xyσ yzσ zx
... (2.10)
2-3
MANUAL MODEL MATERIAL 2.2 DEFINISI UMUM DARI REGANGAN
Regangan merupakan sebuah tensor yang dapat dinyatakan oleh matriks dalam koordinat Cartesius :
ε
⎡ε xx ⎢ = ⎢ε yx ⎢ε zx ⎣
ε xy
ε xz ⎤
ε yy
ε yz ⎥
ε zy
⎥
(2.11)
ε zz ⎥ ⎦
Sesuai dengan teori deformasi kecil, hanya jumlah dari komponen regangan geser Cartesius εij dan εji yang saling melengkapi saja yang menghasilkan tegangan geser. Jumlah ini dinotasikan sebagai regangan geser γ. Karena itu bukan εxy, εyx, εyz, εzy, εzx dan εxz melainkan komponen regangan geser γxy, γyz dan γzx yang digunakan. Di bawah kondisi di atas, regangan seringkali dituliskan dalam notasi vektor, yang melibatkan hanya enam buah komponen yang berbeda :
(
ε = ε xx
ε xx =
ε yy =
ε yy
ε zz
γ xy
γ yz
∂u x ∂x
γ zx
)T
(2.12)
(2.13a)
∂u y ∂y
(2.13b)
ε zz =
∂u z ∂z
γ xy
=
ε xy
+ ε yx =
∂u x ∂u y + ∂y ∂x
(2.13d)
γ yz
=
ε yz
+ ε zy =
∂u y ∂u z + ∂z ∂y
(2.13e)
γ zx
=
ε zx
+ ε xz =
(2.13c)
∂u z ∂
+
∂u x
(2.13f)
∂
Serupa dengan tegangan, komponen regangan normal positif menyatakan regangan tarik, sedangkan komponen regangan normal negatif menyatakan tekan. Dalam formulasi model material, dimana digunakan peningkatan regangan tertentu, peningkatan ini dinyatakan oleh perubahan regangan (dinotasikan dengan sebuah titik di atas simbol regangan).
2-4
PLAXIS Versi 8
PENGENALAN PEMODELAN MATERIAL
(
ε& = ε& xx
ε& yy
ε& zz
γ& xy
γ& yz
γ& zx
)T
(2.14)
untuk kondisi regangan bidang, seperti digunakan dalam P LAXIS Versi 8, εzz = γxz = γyz = 0
dimana untuk kondisi axi-simetri, 1 εzz = r ⋅ ux dan γxz = γyz = 0 (r = radius)
Dengan invarian tegangan, umumnya berguna mendefinisikan invarian regangan. Sebuah invarian regangan yang sering digunakan adalah regangan volumetrik, εv, yang didefinisikan sebagai jumlah dari seluruh komponen regangan normal : εv = ε xx
+ ε yy + ε zz
= ε1 + ε 2
+ ε3
(2.15)
Regangan volumetrik negatif dipakai untuk volume yang memampat dan positif untuk dilatansi. Untuk model elastoplastis, seperti digunakan dalam program P LAXIS, regangan dibedakan menjadi komponen elastis dan komponen plastis : ε = ε
e
+ε p
(2.16)
Dalam manual ini, notasi atas (superscript) e akan digunakan untuk menunjukkan regangan elastis dan notasi atas (superscript) p akan digunakan untuk menyatakan regangan plastis.
2.3 REGANGAN ELASTIS
Model material untuk tanah dan batuan umumnya dinyatakan sebagai suatu hubungan antara peningkatan tegangan efektif tertentu ("perubahan tegangan efektif") dan peningkatan regangan tertentu ("perubahan regangan"). Hubungan ini dapat dinyatakan dalam bentuk : σ& ′
=
M ⋅ ε&
(2.17)
M adalah matriks kekakuan material. Perhatikan bahwa dalam pendekatan ini, tekanan air pori secara ekplisit dipisahkan dari hubungan tegangan-regangan. Model material yang paling sederhana dalam P LAXIS didasarkan pada hukum Hooke untuk perilaku elastis linier isotropis. Model ini dinamakan sebagai model Linier Elastis, namun model ini juga menjadi dasar dari model-model yang lain. Hukum Hooke dapat dinyatakan dengan persamaan :
2-5
MANUAL MODEL MATERIAL
⎡σ& ′xx ⎤ ⎢σ& ′ ⎥ ⎢ yy ⎥ ⎢σ& ′zz ⎥ E' ⎢ &′ ⎥ = ⎢σ xy ⎥ (1− 2 ⋅ν() ′ ⋅ )1+ν ′ ⎢σ& ′yz ⎥ ⎢ ⎥ ⎣⎢σ& ′zx ⎦⎥
⎡1−ν ′ ν ′ ν ′ ⎢ ν' 1−ν ′ ν ′ ⎢ ⎢ ν ′ ν' 1−ν ′ ⋅⎢ 0 0 ⎢ 0 ⎢ 0 0 0 ⎢ 0 0 0 ⎣⎢
⎤ ⎡ε&xx ⎤ ⎥ 0 0 0 ⎥ ⎢ε&yy ⎥ ⎢ ⎥ 0 0 0 ⎥ ⎢ε&zz ⎥ ⎥⋅ ⎢ ⎥ 1 −ν ′ 0 0 ⎥ ⎢γ&xy ⎥ 2 1 −ν ′ 0 0 ⎥ ⎢γ& yz ⎥ 2 ⎥⎢ ⎥ 1 0 0 −ν ′⎦⎥ ⎣⎢γ&zx ⎦⎥ 2 0
0
0
(2.18)
Matriks kekakuan elastis dari material seringkali dinotasikan sebagai D e . Dua buah parameter yang digunakan dalam model ini, yaitu modulus Young, E′, dan angka Poison efektif, ν′. Dalam manual ini, untuk seterusnya parameter efektif akan dinotasikan tanpa tanda aksen (′), kecuali jika dinyatakan suatu arti yang berbeda secara eksplisit. Simbol E dan ν kadang kala digunakan dalam manual ini dengan tambahan notasi stabil (subscript) "ur" untuk menekankan bahwa parameter tersebut secara eksplisit dimaksudkan untuk pengurangan beban dan pembebanan kembali (unloading dan reloading). Modulus kekakuan yang dinyatakan dengan tambahan " ref" juga menekankan bahwa modulus tersebut mengacu pada level referensi ( yref) tertentu. Hubungan antara modulus Young, E, dengan modulus-modulus kekakuan yang lain, seperti modulus geser, G, modulus bulk, K, dan modulus oedometer, Eoed, dinyatakan oleh :
E
G =
(2.19a)
2 ⋅ (1 + ν )
K =
E 3 ⋅ (1 − 2 ⋅ν )
Eoed
=
(2.19b)
(1 - ν ) ⋅ E ( 1 − 2 ⋅)(ν) ⋅ 1 + ν
(2.19c)
Saat memasukkan parameter dari material untuk model Linier Elastis atau model MohrCoulomb, nilai dari G dan Eoed ditampilkan sebagai parameter tambahan (alternatif), yang dihitung dengan Pers. (2.19). Perhatikan bahwa parameter alternatif tersebut dipengaruhi oleh nilai masukan E dan ν. Memasukkan suatu nilai untuk salah satu dari parameter alternatif G atau Eoed akan menghasilkan perubahan dari nilai modulus E. Dalam model Linier Elastis dapat digunakan suatu kekakuan yang berubah secara linier terhadap kedalaman. Hal ini dapat dilakukan dengan masuk ke jendela parameter tingkat lanjut dengan menekan tombol Tingkat lanjut, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3. Disini pengguna dapat memasukkan nilai Eincrement yang merupakan peningkatan kekakuan per dimensi kedalaman, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.4. Bersama dengan masukan Eincrement, masukan dari yref menjadi relevan. Di atas yref kekakuan akan bernilai sama dengan Eref. Di bawah yref, kekakuan akan bernilai sebesar :
Eactual = Eref + (yref – y)⋅Eincrement 2-6
y < yref
(2.20) PLAXIS Versi 8
PENGENALAN PEMODELAN MATERIAL Model Linier Elastis umumnya tidak sesuai untuk memodelkan perilaku tanah yang sangat tidak linier, tetapi akan tepat jika digunakan untuk memodelkan perilaku dari struktur, seperti dinding atau pelat beton yang tebal, yang umumnya mempunyai kekuatan yang sangat tinggi dibandingkan dengan kekuatan tanah. Untuk aplikasiaplikasi semacam ini, model Linier Elastis akan sering digunakan bersamaan dengan jenis material Tidak porous untuk menghilangkan tekanan air pori dari elemen-elemen struktural ini.
Gambar 2.3 Lembar-tab untuk model Linier Elastis
Gambar 2.4 Jendela parameter tingkat lanjut
2-7
MANUAL MODEL MATERIAL 2.4 ANALISIS TAK TERDRAINASE DENGAN PARAMETER EFEKTIF
Dalam PLAXIS, perilaku tak terdrainase dapat dilakukan dalam suatu analisis tegangan efektif dengan menggunakan parameter efektif dari model. Hal ini dapat dicapai dengan mengatur jenis perilaku material (Jenis material) dari lapisan tanah menjadi Tak terdrainase. Dalam bab ini, dijelaskan bagaimana P LAXIS menangani pilihan khusus ini. Adanya tekanan air pori dalam massa tanah, umumnya diakibatkan oleh air, ikut menentukan besarnya tegangan total. Menurut prinsip Terzaghi, tegangan total σ dapat dibedakan menjadi tegangan efektif σ′ dan tekanan air pori, σw (lihat juga Pers. 2.3). Walaupun demikian air dianggap tidak dapat menerima tegangan geser, sehingga tegangan geser efektif akan sama dengan tegangan geser total : σ xx
= σ ′xx + σ w
(2.21a)
σ yy
= σ ′yy + σ w
(2.21b)
σ zz
= σ ′zz + σ w
(2.21c)
σ xy
= σ ′xy
(2.21d)
σ yz
= σ ′yz
(2.21e)
σ zx
= σ ′zx
(2.21f)
Perhatikan bahwa serupa dengan komponen tegangan total dan efektif, σw dianggap bernilai negatif untuk tegangan tekan. Pembedaan lebih jauh adalah antara tekanan air pori hidrostatik atau tekanan air pori dalam kondisi statis, pstabil, dan tekanan air pori berlebih, pberlebih : σw = pstabil + pberlebih
(2.22)
Tekanan air pori dalam kondisi statis dianggap sebagai data masukan, yaitu dibentuk berdasarkan level freatik atau aliran air dalam tanah. Pembentukan tekanan air pori dalam kondisi statis dibahas dalam Bab 3.8 dari Manual Acuan. Tekanan air pori berlebih terbentuk dalam perhitungan plastis untuk kasus perilaku material yang tak terdrainase. Perilaku material yang tak terdrainase dan perhitungan tekanan air pori berlebih yang bersangkutan dijelaskan berikut ini. Karena turunan waktu dari komponen dalam kondisi statis adalah nol, maka : σ& w =
p& berlebih
(2.23)
Hukum Hooke dapat dibalik (invers) untuk memperoleh :
2-8
PLAXIS Versi 8
PENGENALAN PEMODELAN MATERIAL
⎡ε&xxe ⎤ ⎡ 1 −ν ′ −ν ′ ⎢e⎥ ⎢−ν ′ 1 −ν ′ & ε ⎢ yy ⎥ ⎢ ⎢ε&zze ⎥ 1 ⎢−ν ′ −ν ′ 1 ⎢ e ⎥ = ⋅⎢ ⎢γ&xy ⎥ E′ ⎢ 0 0 0 ⎢γ& e ⎥ ⎢0 0 0 ⎢ yz ⎥ ⎢ e ⎢⎣γ&zx ⎥⎦ ⎣⎢ 0 0 0
⎤ ⎡σ& ′xx ⎤ ⎥ ⎢σ& ′ ⎥ ⎥ ⎢ yy ⎥ 0 0 0 ⎥ ⎢σ& ′zz ⎥ ⎥⋅⎢ ⎥ 2 + 2 ⋅ν ′ 0 0 ⎥ ⎢σ& xy ⎥ 0 2 + 2 ⋅ν ′ 0 ⎥ ⎢σ& yz ⎥ ⎥⎢ ⎥ 0 0 2 + 2 ⋅ν ′⎦⎥ ⎣⎢σ& zx ⎦⎥ 0
0
0
0
0
0
(2.24)
Dengan memasukkan Pers. (2.1) akan didapat :
⎡ε&xxe ⎤ ⎡ 1 −ν ′ −ν ′ ⎢e⎥ ⎢−ν ′ 1 −ν ′ ⎢ε&yy ⎥ ⎢ e ⎢ε&zz ⎥ 1 ⎢−ν ′ −ν ′ 1 ⎢ e ⎥ = ⋅⎢ ⎢γ&xy ⎥ E′ ⎢ 0 0 0 ⎢γ& e ⎥ ⎢0 0 0 ⎢ yz ⎥ ⎢ ⎢⎣γ&zxe ⎥⎦ ⎣⎢ 0 0 0
⎤ ⎡σ& xx −σ& w ⎤ ⎥ ⎥⎢ 0 0 0 ⎥ ⎢σ& yy −σ& w ⎥ 0 0 0 ⎥ ⎢σ& zz −σ& w ⎥ ⎥ ⎥⋅⎢ 2 + 2 ⋅ν ′ 0 0 ⎥ ⎢ σ& xy ⎥ 0 2 + 2 ⋅ν ′ 0 ⎥ ⎢ σ& yz ⎥ ⎥ ⎥⎢ 0 0 2 + 2 ⋅ν ′⎦⎥ ⎣⎢ σ& zx ⎦⎥ 0
0
0
(2.25)
Dengan menganggap bahwa air dapat sedikit terkompresi, maka perubahan tekanan air pori dapat dinyatakan sebagai : σ& w
=
Kw
⋅ (ε& exx + ε& eyy + ε& ezz )
(2.26)
n dimana Kw adalah modulus bulk dari air dan n adalah porositas tanah. Bentuk invers dari hukum Hooke dapat dituliskan dalam kondisi perubahan tegangan total dan parameter tak terdrainase Eu dan νu :
⎡ε&xxe ⎤ ⎢e⎥ ⎢ε&yy ⎥ ⎢ε&zze ⎥ ⎢ e ⎥= ⎢γ&xy ⎥ ⎢γ& e ⎥ ⎢ yz ⎥ ⎢⎣γ&zxe ⎥⎦
⎡ 1 −ν u −ν u ⎢−ν 1 −ν u ⎢ u 1 1 ⎢−ν u −ν u ⋅⎢ 0 0 Eu ⎢ 0 ⎢ 0 0 0 ⎢ ⎣⎢ 0 0 0
0
0
0
0
0
0
2 + 2 ⋅ν u
0
0
2 + 2 ⋅ν u
0
0
⎤ ⎡σ& ′xx ⎤ ⎥⎢ ⎥ 0 ⎥ ⎢σ& ′yy ⎥ 0 ⎥ ⎢σ& ′zz ⎥ ⎥⋅⎢ ⎥ 0 ⎥ ⎢σ& xy ⎥ 0 ⎥ ⎢σ& yz ⎥ ⎥⎢ ⎥ 2 + 2 ⋅ν u ⎦⎥ ⎣⎢σ& zx ⎦⎥ 0
(2.27)
dimana :
Eu
μ=
= 2 ⋅ G ⋅ ( 1 + ν u) 1 Kw ⋅ 3⋅ n K′
νu
=
K′ =
ν ′ + ⋅ ( 1 + ν ′) 1 + 2 ⋅ μ ⋅ (1 + ν ′)
(2.28)
E′ 3 ⋅ (1 − 2 ⋅ν ′)
(2.29)
2-9
MANUAL MODEL MATERIAL Karena itu, pilihan khusus untuk perilaku tak terdrainase dalam PLAXIS adalah sedemikian rupa sehingga parameter G dan ν diubah menjadi Eu dan νu sesuai dengan Pers. (2.21) dan (2.22). Perhatikan bahwa indeks u digunakan untuk menunjukkan sifat parameter untuk tanah yang tak terdrainase. Parameter Eu dan νu berbeda dengan parameter Eur dan νur yang digunakan untuk menyatakan pengurangan beban dan pembebanan kembali. Perilaku yang sama sekali tidak kompresibel diperoleh dengan menggunakan νu = 0.5. Namun penggunaan νu = 0.5 akan menghasilkan matriks kekakuan yang singular. Pada kenyataannya, air memiliki kompresibilitas yang sangat rendah, tetapi nilai modulus bulk yang realistis dari air adalah sangat besar. Untuk menghindari masalah numerik yang diakibatkan oleh kompresibilitas yang sangat rendah, secara pra-pilih nilai νu ditentukan sebesar 0.495, yang mengakibatkan massa tanah yang tak terdrainase bersifat sedikit kompresibel. Untuk memperoleh hasil perhitungan yang realistis, modulus bulk dari air harus tinggi dibandingkan dengan modulus bulk dari butiran tanah, yaitu agar Kw >> n⋅K′. Kondisi ini dapat dipastikan tercapai dengan menggunakan nilai ν′ ≤ 0.35. Peringatan akan muncul jika angka Poisson > 0.35 digunakan pada material dengan perilaku yang tak terdrainase. Dengan demikian, modulus bulk dari air akan secara otomatis ditambahkan pada matriks kekakuan dari tanah untuk perilaku material yang tak terdrainase. Nilai modulus bulk adalah sebesar :
Kw
=
3 ⋅ (ν u − ν ′)
⋅ K′ =
300 ⋅
0.495 − ν ′
⋅ K′ >
30 ⋅ K ′
(2.30)
n 1 +ν ′ (1 − 2 ⋅ () ⋅)1 + ν ′ setidaknya untuk ν′ ≤ 0.35. Untuk retrospeksi, ada baiknya diulas kembali nilai-B dari Skempton disini. νu
Nilai-B Skempton : Saat Jenis material (jenis dari perilaku material) diatur ke Tak terdrainase, PLAXIS secara otomatis mengasumsikan sebuah modulus bulk tak terdrainase secara implisit, Ku, untuk tanah secara keseluruhan (butiran tanah + air) dan membedakan antara tegangan total, tegangan efektif dan tekanan air pori berlebih (lihat Perilaku tak terdrainase) : Tegangan total
Δp
= K u ⋅ Δε v
Tegangan efektif
Δp
′ = ( 1 − B ) ⋅ Δp = K ′ ⋅ Δε v
Tekanan air pori berlebih
Δp w
= B ⋅ Δp =
Kw ⋅ Δε v n
Perhatikan bahwa parameter efektif dari model harus dimasukkan dalam kumpulan data material, yaitu E′, ν′, c′, φ′ dan bukan Eu, νu, cu (su), φu. Modulus bulk tak terdrainase secara otomatis dihitung oleh PLAXIS dengan menggunakan hukum elastisitas Hooke :
2-10
PLAXIS Versi 8
PENGENALAN PEMODELAN MATERIAL
Ku
=
2 ⋅ G ⋅ (1 + ν u )
dimana G
3 ⋅ (1 − 2 ⋅ν u )
dan =νu0.495 atau νu =
=
E′ 2 ⋅ (1 + ν ′)
(saat menggunakan Pengaturan standar)
3 ⋅ν ′ + B ⋅ (1 − 2 ⋅ν ′) 3 − B ⋅ (1 − 2 ⋅ν ′)
(saat menggunakan Pengaturan Manual)
Nilai dari angka Poisson tak terdrainase, νu, menyatakan suatu hubungan dengan kekakuan bulk dari air pori, Kw,ref / n :
K w,ref n
= Ku − K ′
K′ =
dimana
E′ 3 ⋅ (1 − 2 ⋅ν ′)
Nilai K w,ref / n ini umumnya sangat kecil jika dibandingkan dengan kekakuan bulk yang sesungguhnya dari air, Kw0 (= 2⋅106 kN/m2). Jika nilai-B dari Skempton tidak diketahui, namun derajat kejenuhan, S, dan porositas tanah, n, diketahui, maka nilai kekakuan bulk dari air pori dan diperkirakan dari :
Kw n
=
K w0 ⋅ K air S ⋅ K air
+ (1 − S ) ⋅
K w0
⋅
1 n
dimana
K′ =
E′ 3 ⋅ (1 − 2 ⋅ν ′)
dimana Kair = 200 kN/m2 (kekakuan udara atau "air") untuk udara pada tekanan atmosfer. Nilaidari sekarang dapat dihitung dari rasio kekakuan bulk butiran tanah danB air poriSkempton :
B=
1
⎛ n ⋅ K′ ⎞ ⎟⎟ 1 + ⎜⎜ ⎝ Kw ⎠
Perubahan tekanan air pori berlebih dapat dihitung dari perubahan regangan volumetrik (yang kecil) menurut : σ& w =
Kw ⋅ ε& v n
(2.31)
Jenis elemen yang digunakan dalam P LAXIS telah mencukupi untuk menghindari terjadinya efek terkuncinya jaring elemen (mesh locking effect) untuk material yang hampir tidak kompresibel. Pilihan khusus untuk memodelkan perilaku material tak terdrainase yang didasarkan pada parameter efektif dari model ini tersedia untuk seluruh model material dalam program PLAXIS. Dengan pilihan ini maka perhitungan tak terdrainase dapat dilakukan dengan menggunakan masukan berupa parameter efektif, dengan pembedaan secara eksplisit antara tegangan efektif dan tekanan air pori berlebih.
2-11
MANUAL MODEL MATERIAL Analisis seperti ini memerlukan parameter efektif dari tanah sehingga akan sangat baik dan tepat jika parameter efektif tersebut tersedia. Untuk proyek tanah lunak, data berupa parameter efektif yang akurat tidak selalu tersedia, tetapi uji lapangan atau uji laboratorium mungkin telah dilakukan untuk memperoleh parameter tanah yang tak terdrainase. Dalam situasi seperti ini maka modulus Young tak terdrainase yang terukur dapat dengan mudah dikonversikan menjadi mudulus Young terdrainase dengan :
E′ =
2 ⋅ (1 + ν ′) ⋅ Eu 3
(2.32)
Namun demikian, kuat geser tak terdrainase tidak dapat dengan mudah digunakan untuk menentukan parameter kuat geser efektif φ′ dan c′. Untuk proyek semacam ini PLAXIS menawarkan kemungkinan untuk melakukan analisis tak terdrainase dengan masukan berupa parameter kuat geser tak terdrainase (cu atau su) dan φ = φu = 0°. Pilihan ini hanya tersedia untuk model Mohr-Coulomb dan model Hardening Soil, tetapi tidak tersedia untuk model Soft Soil (Creep). Perhatikan bahwa saat Jenis material diatur ke Tak terdrainase, maka nilai-nilai efektiflah yang harus dimasukkan untuk parameter elastis E dan ν !
2.5 ANALISIS TAK TERDRAINASE DENGAN TERDRAINASE (PARAMETER TOTAL)
PARAMETER
TAK
Jika untuk suatu alasan tertentu diinginkan untuk menggunakan pilihan Tak terdrainase dalam PLAXIS untuk suatu tak terdrainase, pengguna dapat menggunakan pilihanmelakukan Tanpa-pori dananalisis secarayang langsung memasukkan parameterparameter elastis tak terdrainase E = Eu dan ν = νu = 0.495 serta parameter kuat geser tak terdrainase c = cu dan φ = φu = 0 °. Dalam kasus ini analisis tegangan total dilakukan tanpa membedakan tegangan efektif dengan tekanan air pori. Karena itu, seluruh keluaran yang dinyatakan sebagai tegangan efektif harus diinterpretasikan sebagai tegangan total dan seluruh tekanan air adalah nol. Dalam keluaran grafis untuk tegangan, tegangan dalam klaster yang Tanpa-pori tidak akan ditampilkan. Jika kondisi tegangan ingin ditampilkan, maka jenis material yang harus dipilih adalah Terdrainase dan bukan Tanpa-pori, serta pastikan tidak ada tekanan air pori yang terbentuk dalam klaster-klaster ini. Perhatikan bahwa pendekatan ini tidak dapat dilakukan saat menggunakan model Soft Soil Creep. Secara umum, analisis tegangan efektif dengan menggunakan pilihan Tak terdrainase di dalam PLAXIS untuk memodelkan perilaku tak terdrainase lebih baik dibandingkan dengan analisis tegangan total.
2.6 TEKANAN LANJUT
PRAKONSOLIDASI
AWAL
DALAM
MODEL
TINGKAT
Saat menggunakan model tingkat lanjut dalam P LAXIS, tekanan prakonsolidasi awal harus ditentukan terlebih dahulu. Dalam praktek, umumnya digunakan tekanan prakonsolidasi vertikal, σp, tetapi PLAXIS memerlukan tekanan prakonsolidasi isotropis 2-12
PLAXIS Versi 8
PENGENALAN PEMODELAN MATERIAL ekivalen, ppeq, untuk menentukan posisi awal dari "cap" bidang leleh (cap-type yield surface). Jika suatu material terkonsolidasi berlebih, maka diperlukan informasi mengenai rasio konsolidasi berlebih (OCR), yaitu rasio dari tegangan vertikal maksimum yang pernah dicapai, σp (lihat Gambar 2.5), terhadap tegangan vertikal efektif di lapangan, σ′0yy. OCR =
σ
p
(2.33)
σ ′yy0
Dimungkinkan juga untuk menentukan kondisi tegangan awal dengan menggunakan tekanan pra-pembebanan (POP) sebagai alternatif lain untuk menentukan rasio konsolidasi berlebih. Tekanan pra-pembebanan didefinisikan sebagai : POP = | σ p - σ ′yy0 |
(2.34)
Kedua cara untuk menentukan tekanan prakonsolidasi vertikal ini dilustrasikan dalam Gambar 2.5.
OCR =
σ
σ
p
′yy0
(a)
POP (b)
0 ' yy
σ
σ
p
' 0yy
σ
σ
p
Gambar 2.5 Ilustrasi tekanan prakonsolidasi vertikal dan hubungannya dengan tegangan vertikal di lapangan dengan menggunakan OCR (a) dan POP (b) Tekanan prakonsolidasi, σp, digunakan untuk menghitung ppeq yang menentukan posisi awal dari "cap" bidang leleh dalam model tanah tingkat lanjut. Perhitungan ppeq didasarkan pada kondisi tegangan : σ′1 = σp dan :
σ 2′
= σ 3′ = K 0NC ⋅ σ p
(2.35)
dimana K0NC adalah nilai K0 saat kondisi tegangan terkonsolidasi normal. Untuk model Hardening Soil pengaturan parameter secara pra-pilih menggunakan persamaan dari Jaky K0NC ≈ 1 – sin φ. Untuk model Soft Soil Creep, pengaturan pra-pilih sedikit berbeda, tetapi perbedaannya dengan korelasi dari Jaky tidak terlalu besar.
2-13
MANUAL MODEL MATERIAL 2.7 TEGANGAN AWAL
Pada tanah yang terkonsolidasi berlebih, tekanan tanah lateral lebih besar dibandingkan dengan tanah yang terkonsolidasi normal. Efek ini secara otomatis diikutsertakan dalam model-model tanah tingkat lanjut saat membentuk tegangan inisial dengan menggunakan Prosedur-K0. Prosedur yang digunakan dijelaskan sebagai berikut. Pada suatu uji konsolidasi satu dimensi, tanah akan dibebani hingga σ′yy = σp dan kemudian beban dikurangi hingga σ′yy = σ′0yy. Selama pengurangan beban sampel tanah berperilaku secara elastis dan menurut hukum Hooke, peningkatan rasio tegangan diberikan oleh (Gambar 2.6) : Δσ ′xx
Δσ ′yy
⋅ σ p − σ ′xx0 σ p − σ ′yy0
K0
⋅ OCR ⋅ ′yy0 − (OCR −1) ⋅ ′yy0
NC
NC
=
K0
=
σ
σ
0 ' xx
ν ur
σ
=
(2.36)
1 − ν ur
dimana K0NC adalah rasio tegangan dalam kondisi terkonosolidasi normal. Karena itu, rasio tegangan dari tanah yang terkonsolidasi berlebih adalah : σ ′xx0 σ ′yy0
= K 0NC ⋅ OCR
−
ν
⋅ (OCR - 1)
ur
1
−
(2.37)
ν
ur
Penggunaan angka Poisson yang kecil, seperti telah dibahas sebelumnya, akan menghasilkan rasio tegangan lateral terhadap tegangan vertikal yang relatif besar, seperti sering dijumpai pada tanah-tanah yang terkonsolidasi secara berlebih. Perhatikan bahwa Pers.hukum (2.37) elastisitas hanya berlaku pada elastis, beban karenayang persamaan tersebut diturunkan dari Hooke. Jikarentang pengurangan besar dilakukan pada suatu sampel tanah, maka akan dihasilkan derajat konsolidasi berlebih yang tinggi dan rasio tegangan akan dibatasi oleh kondisi keruntuhan Mohr-Coulomb. -σ′yy -σp NC
K0
1-νur
1 -σ′yy0
νur
0
-σ′xx
-σ′xx Gambar 2.6 Kondisi tegangan terkonsolidasi berlebih yang diperoleh dari pembebanan dan pengurangan beban
2-14
PLAXIS Versi 8
MODEL MOHR-COULOMB (PLASTISITAS SEMPURNA) 3
MODEL MOHR-COULOMB (PLASTISITAS SEMPURNA)
Plastisitas mempunyai hubungan dengan terbentuknya regangan yang tidak dapat kembali seperti semula. Untuk mengevaluasi apakah plastisitas telah terjadi dalam perhitungan, sebuah fungsi leleh (yield function), f, digunakan sebagai fungsi dari tegangan dan regangan. Sebuah fungsi leleh umumnya dapat dinyatakan sebagai suatu bidang dalam ruang tegangan utama. Sebuah model plastis-sempurna merupakan suatu model konstitutif dengan bidang leleh tertentu, yaitu bidang leleh yang sepenuhnya didefinisikan oleh parameter model dan tidak terpengaruh oleh peregangan (plastis). Untuk kondisi tegangan yang dinyatakan oleh titik-titik yang berada di bawah bidang leleh, perilaku dari titik-titik tersebut akan sepenuhnya elastis dan seluruh regangan dapat kembali seperti semula.
3.1 PERILAKU ELASTIS PLASTIS-SEMPURNA
Prinsip dasar dari model elastis-plastis adalah bahwa regangan dan perubahan regangan dibedakan menjadi bagian yang elastis dan bagian yang plastis : ε& = ε&
ε = εe+ε p
e
+ ε& p
(3.1)
Hukum Hooke digunakan untuk menghubungkan perubahan tegangan dan perubahan regangan elastis. Substitusi Pers. (3.1) ke dalam hukum Hooke (2.18) menghasilkan : σ& ′ = D e ⋅ ε& e = D e ⋅ ε& − ε& p
(
)
(3.2)
Menurut teori plastisitas klasik (Hill, 1950), perubahan regangan plastis adalah proporsional terhadap turunan fungsi leleh terhadap tegangan. Hal ini berarti bahwa perubahan regangan plastis dapat dinyatakan sebagai vektor yang tegak lurus terhadap bidang leleh. Bentuk klasik dari teori plastisitas ini disebut sebagai plastisitas terasosiasi (associated plasticity). Namun, untuk fungsi leleh Mohr-Coulomb, teori plastisitas terasosiasi akan menghasilkan prediksi dilatansi yang berlebihan. Karena itu, selain fungsi leleh (yield function), f, digunakan juga sebuah fungsi potensi plastis (plastic potential function), g. Kasus dimana g ≠ f, disebut sebagai plastisitas yang tidak berhubungan (non-associated plasticity). Secara umum, perubahan regangan plastis dituliskan sebagai : ε&
p
= λ⋅
∂g ∂σ ′
(3.3)
dimana λ adalah faktor pengali plastis. Untuk perilaku elastis murni, λ adalah nol untuk perilaku plastis, λ adalah positif :
λ = 0 untuk : f < 0 atau :
∂f T e & ⋅ D ⋅ ε ≤(Elastisitas) 0 ∂σ ′
(3.4a)
3-1
MANUAL MODEL MATERIAL
λ > 0 untuk := 0f dan :
∂f T D e & ⋅ ⋅ ε 0>(Plastisitas) ∂σ ′
(3.4b)
σ′
ε
Gambar 3.1 Ide dasar dari suatu model elastis plastis-sempurna Persamaan-persamaan ini dapat digunakan untuk memperoleh hubungan antara perubahan tegangan efektif dan perubahan regangan untuk model elastis-plastis (Smith & Griffith, 1982; Vermeer & de Borst, 1984) :
⎛
&
σ' =
⎜⎝
e
D
α
− d ⋅D
e
∂g ∂f T e ⎞ & ⋅ ∂σ ′ ⋅ ∂σ ′ ⋅ D ⎟⎠ ⋅ ε
(3.5a)
dimana :
d=
∂f T D e ∂g ∂σ ′ ∂σ ′
(3.5b)
Parameter α digunakan sebagai suatu "switch". Jika perilaku material adalah elastis, seperti didefinisikan oleh Pers. (3.4a), nilai α akan sama dengan nol, sedangkan untuk perilaku plastis, seperti didefinisikan oleh Pers. (3.4b), nilai α akan sama dengan satu. Teori plastisitas di atas terbatas untuk bidang leleh yang menerus dan mulus, dan tidak meliputi multi bidang kontur leleh seperti pada model Mohr-Coulomb. Untuk bidang leleh seperti ini, teori plastisitas telah dikembangkan oleh Koiter (1960) dan beberapa peneliti lain untuk memperhitungkan flow vertices yang melibatkan dua atau lebih fungsi potensi plastis : ε&
p
= λ1 ⋅
∂ g1 ∂g + λ 2 ⋅ 2 + ... ∂σ ′ ∂σ ′
(3.6)
Serupa dengan persamaan di atas, beberapa fungsi leleh yang bersifat quasi-independent (f1, f2, …) digunakan untuk menentukan besarnya nilai faktor pengali (λ1, λ2, …). 3-2
PLAXIS Versi 8
MODEL MOHR-COULOMB (PLASTISITAS SEMPURNA) 3.2 FORMULASI MODEL MOHR-COULOMB
Kondisi leleh Mohr-Coulomb merupakan muai hukum friksi dari Coulomb ke kondisi tegangan secara umum. Faktanya, kondisi ini memastikan bahwa hukum friksi Coulomb diterapkan dalam tiap bidang di dalam elemen. Kondisi leleh Mohr-Coulomb secara penuh terdiri dari enam buah fungsi leleh saat diformulasikan dalam konteks tegangan utama (sebagai contoh lihat Smith & Griffin, 1982) :
f1a
= 12 ⋅ (σ 2′ − σ) '3( + 12 ⋅) σ 2′ + σ 3′ ⋅ sin φ − c ⋅ cos φ ≤ 0
(3.7a)
f1b
= 12 ⋅ (σ 3′ − )σ 2′( + 12 ⋅) σ 3′ + σ 2′ ⋅ sin φ − c ⋅ cos φ ≤ 0
(3.7b)
f 2a
= 12 ⋅ (σ 3′ −)σ 1′( + 12 ⋅) σ 3′ + σ 1′ ⋅ sin φ − c ⋅ cos φ ≤ 0
(3.7c)
f 2b
= 12 ⋅ (σ 1′ − )σ 3′ ( + 12 ⋅) σ 1′ + σ 3′ ⋅ sin φ − c ⋅ cos φ ≤ 0
(3.7d)
f 3a
= 12 ⋅ (σ 1′ − )σ 2′ ( + 12 ⋅) σ 1′ + σ 2′ ⋅ sin φ − c ⋅ cos φ ≤ 0
(3.7e)
f 3b
= 12 ⋅ (σ 2′ −)σ 1′( + 12 ⋅) σ 2′ + σ 1′ ⋅ sin φ − c ⋅ cos φ ≤ 0
(3.7f)
Dua buah parameter dari model plastis yang muncul dalam fungsi leleh adalah sudut geser φ dan kohesi c yang telah dikenal luas. Fungsi-fungsi leleh ini secara bersamaan membentuk konus heksagonal dalam ruang tegangan utama seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.2.
-σ1
-σ3
-σ2 Gambar 3.2 Bidang leleh Mohr-Coulomb dalam ruang tegangan utama (c = 0)
3-3
MANUAL MODEL MATERIAL Selain fungsi leleh, didefinisikan enam buah fungsi potensi plastis untuk model MohrCoulomb :
g1a
= 12 ⋅ (σ 2′ − )σ 3′( + 12 ⋅) σ 2′ + σ 3′ ⋅ sin ψ
(3.8a)
g1b
= 12 ⋅ (σ 3′ − )σ 2′( + 12 ⋅) σ 3′ + σ 2′ ⋅ sin ψ
(3.8b)
g 2a
= 12 ⋅ (σ 3′ −)σ 1′( + 12 ⋅) σ 3′ + σ 1′ ⋅ sin ψ
(3.8c)
g 2b
= 12 ⋅ (σ 1′ − )σ 3′ ( + 12 ⋅) σ 1′ + σ 3′ ⋅ sin ψ
(3.8d)
g 3a
= 12 ⋅ (σ 1′ − σ) 2′ ( + 12 ⋅) σ 1′ + σ 2′ ⋅ sin ψ
(3.8e)
g 3b
= 12 ⋅ (σ 2′ −)σ 1′( + 12 ⋅) σ 2′ + σ 1′ ⋅ sin ψ
(3.8f)
Fungsi potensi plastis mempanyai parameter plastisitas ketiga, yaitu sudut dilatansi ψ. Parameter ini dibutuhkan untuk memodelkan peningkatan regangan volumetrik plastis positif (dilatansi) seperti secara aktual terjadi pada tanah yang padat. Diskusi dari seluruh parameter model yang digunakan dalam model Mohr-Coulomb akan diberikan pada akhir dari bab ini. Saat menerapkan model Mohr-Coulomb untuk kondisi tegangan secara umum, penanganan khusus diperlukan untuk perpotongan dari dua buah bidang leleh. Beberapa program menggunakan transisi yang mulus dari bidang leleh yang satu ke yang lain, yaitu dengan melengkungkan bagian sudut (untuk contoh lihat Smith & Griffith, 1982). Namun bentuk eksak dari model Mohr-Coulomb secara penuh akan digunakan di dalam PLAXIS, dengan menggunakan transisi yang tajam dari bidang leleh yang satu ke bidang leleh yang lain. Untuk deskripsi yang mendetil dari penanganan bagian sudut, pengguna disarankan melihat beberapa literatur (Koiter, 1960; van Langen & Vermeer, 1990). Untuk c > 0, kriteria Mohr-Coulomb standar mengijinkan adanya tegangan tarik. Pada faktanya, tegangan tarik ijin akan semakin meningkat dengan meningkatnya kohesi. Tetapi dalam realitas, tanah hanya dapat menahan tegangan tarik yang kecil atau tidak sama sekali. Perilaku ini dapat dimodelkan dalam P LAXIS dengan menggunakan pembatasan tegangan tarik. Dalam kasus ini, lingkaran Mohr dengan tegangan utama positif (menyatakan tegangan tarik) tidak diijinkan. Pembatasan tegangan tarik mengikutsertakan tiga buah fungsi leleh tambahan, yang didefinisikan sebagai :
f4 = σ1′ – σt ≤ 0
(3.9a)
f5 = σ2′ – σt ≤ 0
(3.9b)
f6 = σ3′ – σt ≤ 0
(3.9c)
Saat digunakan prosedur pembatasan tegangan tarik, tegangan tarik yang diijinkan, σt, secara pra-pilih ditentukan sebesar nol. Untuk ketiga fungsi leleh ini, digunakan sebuah fungsi alir (flow rule) yang terasosiasi. Untuk kondisi tegangan yang berada di bawah 3-4
PLAXIS Versi 8
MODEL MOHR-COULOMB (PLASTISITAS SEMPURNA) bidang leleh, perilaku adalah elastis dan mengikuti hukum Hooke untuk elastisitas yang linier elastis, seperti telah dibahas dalam Bab 2.2. Karena itu, disamping parameter plastisitas, c, φ dan ψ, diperlukan masukan berupa modulus elastisitas Young, E, dan angka Poisson, ν.
3.3 PARAMETER DASAR MODEL MOHR-COULOMB
Model Mohr-Coulomb membutuhkan total lima buah parameter, yang umum digunakan oleh para praktisi geoteknik dan dapat diperoleh dari uji-uji yang umum dilakukan di laboratorium. Parameter-parameter tersebut bersama dimensi dasarnya adalah sebagai berikut : :
EModulus Young
:
νAngka Poisson
: :
φ Sudut geser
Kohesi c :
[kN/m
]
2
]
[-]
°]
[ [kN/m
ψSudut dilatansi
2
[
°]
Gambar 3.3 Lembar-tab Parameter untuk model Mohr-Coulomb
Modulus Young (E) PLAXIS menggunakan modulus Young sebagai modulus kekakuan dasar dalam model elastis dan model Mohr-Coulomb, tetapi beberapa modulus alternatif juga ditampilkan. 3-5
MANUAL MODEL MATERIAL Modulus kekakuan mempunyai dimensi sama dengan dimensi tegangan. Nilai dari parameter kekakuan yang digunakan dalam suatu perhitungan memerlukan perhatian khusus karena kebanyakan material tanah menunjukkan perilaku yang non-linier dari awal pembebanan. Dalam mekanika tanah, kemiringan awal dari kurva teganganregangan umumnya dinotasikan sebagai E0 dan modulus sekan pada 50% kekuatan dinotasikan sebagai E50 (lihat Gambar 3.4). Untuk material dengan rentang elastisitas linier yang lebar maka penggunaan E0 adalah realistis, tetapi untuk masalah pembebanan pada tanah, umumnya digunakan E50. Pada pengurangan beban, seperti pada kasus terowongan dan galian, perlu digunakan Eur dan bukan E50. 1
|σ1- σ3 | E0
1 E50
regangan - ε1
Gambar 3.4 Definisi E0 dan E50 untuk hasil uji triaksial terdrainase standar Untuk tanah, modulus pengurangan beban Eur dan modulus pembebanan E50 cenderung semakin meningkat terhadap peningkatan tekanan keliling (confining pressure) yang bekerja. Karena itu, lapisan tanah yang dalam cenderung mempunyai kekakuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan tanah yang dangkal. Terlebih lagi, kekakuan dari tanah bergantung pada lintasan tegangan yang dilalui. Kekakuan akan jauh lebih tinggi untuk kasus pengurangan beban dibandingkan dengan kasus peningkatan pembebanan. Selain itu, kekakuan tanah yang dinyatakan dengan modulus Young dapat lebih rendah pada kasus pembebanan (terdrainase) dibandingkan pada kasus penggeseran. Karena itu, saat menggunakan modulus kekakuan yang konstan untuk menyatakan perilaku tanah perlu ditentukan sebuah nilai yang konsisten terhadap tingkat tegangan dan lintasan tegangan yang dilalui. Perhatikan bahwa beberapa perilaku tanah yang tergantung dari tegangan yang bekerja telah diikutsertakan dalam model tingkat lanjut dalam PLAXIS, yang dijelaskan dalam Bab 5 dan 6. Untuk model Mohr-Coulomb, PLAXIS menawarkan sebuah pilihan khusus untuk masukan nilai kekakuan yang meningkat terhadap kedalaman (lihat Bab 3.4).
Angka Poisson ( ) Uji triaksial terdrainase standar dapat menghasilkan pengurangan volume yang signifikan pada awal pemberian beban aksial, yang menghasilkan konsekuensi berupa nilai angka Poisson awal (ν0) yang rendah. Pada beberapa kasus, khususnya pada 3-6
PLAXIS Versi 8
MODEL MOHR-COULOMB (PLASTISITAS SEMPURNA) masalah pengurangan beban, mungkin realistis untuk menggunakan nilai awal yang rendah, tetapi pada penggunaan model Mohr-Coulomb, secara umum direkomendasikan menggunakan nilai yg tinggi. Penentuan angka Poisson cukup sederhana jika model elastis atau model Mohr-Coulomb digunakan untuk pembebanan grvitasi (dengan meningkatkan ΣMweight dari 0 ke 1 pada perhitungan plastis). Untuk pembebanan seperti ini PLAXIS harus memberikan rasio yang realistis dari K0 = σh / σv. Karena kedua model tersebut akan menghasilkan nilai rasio yang dikenal luas yaitu σh / σv = ν / (1 – ν) untuk kompresi satu dimensi, maka dengan mudah dapat dipilih angka Poisson yang menghasilkan nilai K0 yang realistis dapat dengan mudah dilakukan. Karena itu nilai ν dievaluasi dengan mencocokkan nilai K0. Hal ini akan dibahas secara mendalam pada Lampiran A, yang membahas tentang distribusi tegangan awal. Dalam banyak kasus akan diperoleh nilai ν yang berkisar antara 0.3 dan 0.4. Umumnya, nilai tersebut tidak hanya digunakan pada kompresi satu dimensi, tetapi juga juga dapat digunakan untuk kondisi pembebanan lainnya. Namun untuk kasus pengurangan beban, lebih umum untuk menggunakan nilai antara 0.15 dan 0.25.
Kohesi (c) Kekuatan berupa kohesi mempunyai dimensi tegangan. PLAXIS dapat menangani pasir non-kohesif (c = 0), tetapi beberapa pilihan tidak akan berjalan dengan baik. Untuk menghindari hal ini, pengguna yang belum berpengalaman disarankan untuk memasukkan nilai yang kecil untuk kohesi (gunakan c > 0.2 kPa). PLAXIS juga memiliki pilihan khusus untuk masukan suatu lapisan tanah dimana nilai kohesi meningkat terhadap kedalaman (lihat Bab 3.4).
Sudut geser ( ) Nilai sudut geser, φ (phi), dimasukkan dalam dimensi derajat. Sudut geser yang tinggi, seperti pada pasir padat, akan mengakibatkan peningkatan beban komputasi plastis. tegangan geser
φ
-σ1
- σ3 -σ2
c -σ3
-σ2
tegangan -σ1 normal
Gambar 3.5 Lingkaran-lingkaran tegangan saat mengalami leleh; satu lingkaran menyentuh garis keruntuhan Coulomb 3-7
MANUAL MODEL MATERIAL Waktu komputasi akan meningkat kurang-lebih secara ekponensial terhadap sudut geser. Karena itu, sudut geser yang tinggi sebaiknya dihindari saat melakukan perhitungan awal untuk suatu proyek tertentu. Sudut geser akan menentukan kuat geser seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5 dengan menggunakan lingkaran tegangan Mohr. Representasi dari kriteria leleh yang lebih umum ditunjukkan pada Gambar 3.2. Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb telah terbukti lebih baik untuk menyatakan perilaku tanah dibandingkan dengan aproksimasi dari Drucker-Prager, dimana bidang runtuh dari model Drucker-Prager cenderung tidak akurat untuk konfigurasi axi-simetri.
Sudut dilatansi ( ) Sudut dilatansi, ψ (psi), dinyatakan dalam derajat. Selain tanah lempung yang terkonsolidasi sangat berlebih, tanah lempung cenderung tidak menunjukkan dilatansi sama sekali (yaitu ψ = 0). Dilatansi dari tanah pasir bergantung pada kepadatan serta sudut gesernya. Untuk pasir kwarsa besarnya dilatansi kurang lebih adalah ψ ≈ φ – 30°. Walaupun demikian, dalam kebanyakan kasus sudut dilatansi adalah nol untuk nilai φ kurang dari 30°. Nilai negatif yang kecil untuk ψ hanya realistis untuk tanah pasir yang sangat lepas. Untuk informasi lebih lanjut mengenai hubungan antara sudut geser dan dilatansi, lihat Bolton (1986).
3.4 PARAMETER TINGKAT LANJUT DARI MODEL MOHR-COULOMB
Saat menggunakan model Mohr-Coulomb, tombol Tingkat lanjut dalam lembar-tab Parameter dapat di-klik untuk memasukkan beberapa parameter tambahan yang digunakan untuk fitur pemodelan tingkat lanjut. Sebuah jendela seperti ditunjukkan pada Gambar 3.6 akan muncul. Fitur tingkat lanjut terdiri dari peningkatan kekakuan dan peningkatan kohesi terhadap kedalaman serta pembatasan tegangan tarik. Fitur pembatasan tegangan tarik secara pra-pilih telah diaktifkan, tetapi dapat dinonaktifkan jika memang diinginkan.
Peningkatan kekakuan (E increment) Pada tanah sesungguhnya, kekakuan tanah tergantung pada tingkat tegangan secara siginifikan, yang berarti bahwa kekakuan umumnya akan meningkat terhadap kedalaman. Saat menggunakan model Mohr-Coulomb, kekakuan merupakan suatu konstanta. Untuk memperhitungkan peningkatan kekakuan terhadap kedalaman dapat digunakan Eincrement, yaitu peningkatan modulus Young per dimensi kedalaman (dinyatakan dalam dimensi tegangan per dimensi kedalaman). Pada level yang ditentukan oleh parameter yref, kekakuan adalah sebesar modulus Young referensi, Eref, yang dimasukkan dalam lembar-tab Parameter. Nilai aktual dari modulus Young pada titik tegangan yang berada di bawah yref akan diperoleh dari nilai referensi dan Eincrement. Perhatikan bahwa dalam perhitungan yang dilakukan, kekakuan yang meningkat terhadap kedalaman tidak berubah sebagai fungsi dari kondisi tegangan.
3-8
PLAXIS Versi 8
MODEL MOHR-COULOMB (PLASTISITAS SEMPURNA)
Peningkatan kohesi (cincrement) PLAXIS menawarkan pilihan tingkat lanjut untuk masukan dari lapisan tanah lempung dimana kohesi meningkat terhadap kedalaman. Untuk memperhitungkan peningkatan kohesi terhadap kedalaman dapat digunakan cincrement, yaitu peningkatan kohesi per dimensi kedalaman (dinyatakan dalam dimensi tegangan per dimensi kedalaman). Pada level yang ditent ukan parameter yref, nilai kohesi sebesar kohesi referensi, cref, yang dimasukkan dalam lembar-tab Parameter. Nilai aktual dari kohesi pada titik tegangan yang berada di bawah yref akan diperoleh dari nilai referensi dan cincrement.
Gambar 3.6 Jendela parameter Mohr-Coulomb tingkat lanjut
Batas tegangan tarik Pada beberapa permasalah praktis, suatu area dengan tegangan tarik dapat terbentuk. Menurut bidang keruntuhan Coulomb seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.5, hal ini dapat terjadi jika tegangan geser yang bekerja (dinyatakan oleh radius dari lingkaran Mohr) mempunyai nilai yang cukup kecil. Walaupun demikian, permukaan tanah di dekat parit pada tanah lempung dapat menunjukkan retak tarik ( tensile crack). Hal ini menunjukkan bahwa tanah juga dapat mengalami keruntuhan akibat tarik disamping akibat geser. Perilaku ini dapat diikutsertakan dalam perhitungan P LAXIS dengan memilih pembatasan tegangan tarik. Dalam kasus ini tidak diperbolehkan adanya lingkaran Mohr dengan tegangan utama positif (tegangan tarik). SaatMohr-Coulomb mengaktifkan pembatasan tegangan tarik, Kuat tarik dapat dimasukkan. Untuk model dan model Hardening Soil, pembatasan tegangan tarik telah diaktifkan secara pra-pilih dengan kuat tarik nol.
3-9
MANUAL MODEL MATERIAL
3-10
PLAXIS Versi 8
MODEL JOINTED ROCK (ANISOTROPIS) 4
MODEL JOINTED ROCK (ANISOTROPIS)
Material dapat memiliki sifat yang berbeda dalam arah yang berbeda, sehingga material seperti ini akan memberikan respons yang berbeda pula saat menerima kondisi tertentu pada arah berbeda. Perilaku material ini disebut sebagai anisotropis. Saat memodelkan anisotropis, dibedakan antara anisotropis elastis dan anisotropis plastis. Anisotropis elastis mengacu pada penggunaan sifat kekakuan elastis yang berbeda pada arah yang berbeda, dan dengan anisotropis plastis dapat digunakan sifat kekuatan yang berbeda pada arah yang berbeda, seperti dalam model Jointed Rock. Bentuk lain dari anisotropis plastis adalah kinematik hardening, yang tidak digunakan dalam program PLAXIS.
formasi batuan
stratifikasi arah kekar utama
Gambar 4.1 Ilustrasi konsep model Jointed Rock Model Jointed Rock merupakan sebuah model elastis plastis-sempurna anisotropiss, yang ditujukan secara khusus untuk memodelkan perilaku dari lapisan batuan yang terstratifikasi atau lapisan batuan dengan kekar ( joint). Dalam model ini diasumsikan bahwa batuan merupakan suatu kesatuan dengan arah stratifikasi dan arah kekar utama tertentu. Batuan sebagai kesatuan dianggap akan berperilaku sebagai material yang bersifat elastis anisotropiss secara transversal, yang dinyatakan oleh lima buah parameter dan sebuah arah. Anisotropis dapat terjadi akibat adanya stratifikasi atau fenomena lain. Pada arah utama dari kekar, diasumsikan bahwa tegangan geser dibatasi oleh kriteria Coulomb. Saat tegangan geser maksimum tercapai pada arah tertentu, akan terjadi gelinciran plastis. Maksimum tiga buah arah ("bidang") gelincir dapat ditentukan, dimana bidang pertama diasumsikan berhimpitan dengan arah anisotropis elastis. Setiap bidang dapat memiliki sifat kuat geser yang berbeda. Selain geseran plastis, tegangan tarik yang tegak lurus terhadap ketiga bidang tersebut dibatasi sesuai dengan tegangan tarik yang ditentukan (pembatasan tegangan tarik). Aplikasi model Jointed Rock dapat digunakan jika terdapat serangkaian kekar pada batuan. Kekar-kekar ini harus paralel, tidak terisi oleh fault gouge, dan dengan spasi yang kecil dibandingkan dengan ukuran struktur secara keseluruhan. Beberapa karakteristik dasar dari model Jointed Rock adalah :
4-1
MANUAL MODEL MATERIAL
• •
Perilaku elastis anisotropiss untuk batuan intact (Parameter : E1, E2, ν1, ν2, G2)
•
Tegangan tarik terbatas dalam ketiga arah, i (Parameter : σt,i)
Keruntuhan geser mengikuti kriteria Coulomb dalam ketiga arah, i (Parameter : ci, φi dan ψi)
4.1 MATRIKS KEKAKUAN MATERIAL ELASTIS ANISOTROPISS
Perilaku material yang elastis dalam model Jointed Rock ditentukan oleh sebuah matriks kekakuan material elastis, D*. Berbeda dengan hukum Hooke, matriks D* yang digunakan dalam model Jointed Rock bersifat anisotropiss transversal. Kekakuan yang berbeda dapat digunakan pada arah normal dan pada arah yang telah ditentukan ("Bidang 1"). Arah ini berhubungan dengan arah stratifikasi ataupun arah lain dengan sifat kekakuan elastis yang jauh berbeda. Anggaplah, sebagai contoh, suatu stratifikasi adalah horisontal, dimana kekakuan dalam arah horisontal, E1, berbeda dengan kekakuan dalam arah vertikal, E2. Pada kasus ini "Bidang 1" adalah paralel dengan bidang x-z dan mengikuti hubungan konstitutif yang telah ada (lihat Zienkiewicz & Taylor : The Finite Element Method, 4th Ed.) : σ& xx
ν 2 ⋅ σ& yy
ε& xx
=
ε& yy
=−
ν 2 ⋅ σ& xx
ε& zz
=−
ν 1 ⋅ σ& xx
γ& xy
=
γ& yz
=
γ& zx
= 2 ⋅ (1 + ν 1 ) ⋅ σ& zx
E1
−
E2
E1
E2
+
−
−
σ& yy
E2
ν 1 ⋅ σ& zz
E1
−
ν 2 ⋅ σ& yy
σ& xy
E2
ν 2 ⋅ σ& zz
E2
+
σ& zz
E1
(4.1a)
(4.1b)
(4.1c)
(4.1d)
G2 σ& yz
(4.1e)
G2
E1
(4.1f)
Invers dari matriks kekakuan material elastis anisotropiss, (D*)-1, dibentuk dari persamaan-persamaan di atas. Matriks ini adalah simetris. Matriks kekakuan material reguler D* hanya dapat diperoleh dengan invers secara numerik.
4-2
PLAXIS Versi 8
MODEL JOINTED ROCK (ANISOTROPIS) Secara umum, bidang stratifikasi tidak akan paralel dengan bidang x-z global, tetapi persamaan-persamaan di atas umumnya berlaku untuk sistem koordinat lokal (n, s, t) dimana bidang stratifikasi paralel dengan bidang s-t. Orientasi dari bidang ini didefinisikan oleh sudut dip dan arah dip (lihat Bab 4.3). Konsekuensinya, matriks kekakuan material lokal harus ditransformasikan ke dalam sistem koordinat global. Karena itu pertama-tama ditentukan transformasi dari tegangan dan regangan : -1
σ nst = Rσ ⋅ σ xyz
σ xyz = Rσ ⋅ σ nst
ε nst = R ε ⋅ ε xyz
ε xyz = R ε ⋅ ε nst
(4.2a)
-1
(4.2b)
dimana
R
σ
⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ =⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣
nx
2
ny
2
nz
2
2 nx n y
2 n y nz
2 nx nz
sx
2
sy
2
sz
2
2 sx s y
2 s y sz
2 sx sz
tx
2
ty
2
tz
2
2 tx ty
2 t y tz
2 tx tz
nx sx
ny sy
nz s z
nx s y + n y s x
n y sz+nz s y
n z s x + nx s z
sx t x
sy ty
sz t z
sx t y+ s y t x
s y t z+ sz t y
sx t z+sz t x
nx t x
ny t y
nz t z
nx t y + n y t x
n y t z+nz t y
nz t x + nx t z
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦
(4.3)
dan
R
ε
⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ =⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣
nx
2
ny
2
nz
2
nx n y
n y nz
nx n z
sx
2
sy
2
sz
2
sx sy
s y sz
sx s z
2
ty
2
tz
2
tx t y
t y tz
tx tz
tx
2 nx s x 2 n y s y 2 nz s z nx s y + n y s x n y s z + nz s y n z s x + nx s z 2 sx t x
2 sy ty
2 sz t z
sx t y+sy t x
s y t z + sz t y
sx t z +sz t x
2 nx t x
2 ny t y
2 nz t z
nx t y + n y t x
n y t z + nz t y
nz t x + nx t z
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦
(4.4)
nx, ny, nz, sx, sy, sz, tx, ty dan tz adalah komponen-komponen vektor n, s dan t yang ternormalisasi dalam koordinat (x, y, z) global (yaitu "sinus" dan "kosinus"; lihat Bab 4.3). Untuk kondisi bidang yang datar nz = sz = tx = ty = 0 dan tz = 1. Lebih lanjut diperoleh bahwa : T
-1
ε
σ
R = R
T
-1
σ
ε
R = R
(4.5)
Hubungan antara tegangan-regangan lokal dalam koordinat ( n, s, t) lokal dapat ditransformasikan ke hubungan dalam koordinat ( x, y, z) global dengan cara berikut :
4-3
MANUAL MODEL MATERIAL
= D*nst ⋅ ε nst σ nst = Rσ ⋅ σ xyz ε nst = R ε ⋅ ε xyz
σ nst
⎫ ⎪ ⎬ ⎪ ⎭
⇒
Rσ ⋅ σ xyz
=
D nst ⋅ R ε ⋅ ε xyz *
(4.6)
Karena itu, σ xyz = R
-1 σ
⋅ D*nst ⋅ R ⋅ ε xyz
(4.7)
ε
Dengan menggunakan kondisi di atas (4.5) : σ xyz = R
T ε
⋅ D*nst ⋅ R ⋅ ε xyz ε
= D xyz ⋅ ε xyz atau *
* D xyz = R
T ε
⋅ D*nst ⋅ R
ε
(4.8)
Sebenarnya, bukan matriks D* yang diberikan dalam koordinat lokal melainkan matriks invers (D*)-1. −1
= D*nst ⋅σ nst σ nst = Rσ ⋅σ xyz ε nst = Rε ⋅ε xyz
ε nst
⎫ ⎪⎪ ⇒ ε = R-1 ⋅ D* -1 ⋅ R ⋅ σ = RT ⋅ D* -1 ⋅ R ⋅ σ ⎬ xyz xyz xyz ε nst σ σ nst σ ⎪ ⎪⎭
(4.9)
Karena itu, -1
D*xyz -1 = RσT ⋅ D*nst -1 ⋅ Rσ
atau
D*xyz = ⎡⎢ RσT
⎣
D*
nst
-1
R
σ
⎤⎥ ⎦
(4.10)
Pertama kali matriks (D*nst)-1 tidak di-invers-kan terlebih dahulu, melainkan dilakukan transformasi, kemudian seluruhnya dilakukan invers secara numerik untuk memperoleh matriks kekakuan material global D*xyz.
4.2 PERILAKU PLASTIS DALAM TIGA ARAH
Maksimum 3 buah arah gelincir (bidang gelincir) dapat ditentukan dalam model Jointed Rock. Bidang gelincir pertama berhubungan dengan arah anisotropis elastis. Selain itu, maksimum dua buah arah gelincir yang lain dapat ditentukan pula. Walaupun demikian, formulasi plastisitas pada seluruh bidang adalah serupa. Pada tiap bidang kondisi Coulomb berlaku untuk tegangan geser batas, |τ|. Kriteria pembatasan tegangan tarik juga digunakan untuk membatasi tegangan tarik pada tiap bidang. Setiap bidang, i, mempunyai parameter kekuatan ci, φi, ψi dan σt,i masing-masing. Untuk memeriksa kondisi plastis pada suatu bidang dengan koordinat ( n, s, t) lokal, perlu dihitung tegangan lokal dari sistem tegangan Cartesius. Tegangan lokal meliputi tiga buah komponen, yaitu komponen tegangan normal, σn, dan dua buah komponen tegangan geser τs dan τt yang independen.
4-4
PLAXIS Versi 8
MODEL JOINTED ROCK (ANISOTROPIS) σ i = T i ⋅σ T
(4.11)
dimana σi
= (σ n
σ
= (σ xx
T
τt )
τs σ yy
(4.12a)
σ zz
σ xy
σ yz
σ zx
)T
(4.12b)
T
T i = matriks transformasi (3 × 6), untuk bidang i Seperti biasa dalam PLAXIS, tegangan tarik (normal) didefinsisikan positif sedangkan tekan didefinisikan bernilai negatif.
y s n
bidang gelincir
α1 α1
x
Gambar 4.2 Regangan bidang dengan bidang gelincir tunggal serta vektor n dan s Perhatikan sebuah regangan bidang seperti diilustrasikan dalam Gambar 4.2. Bidang gelincir tersebut membentuk sudut α1 (= sudut dip) terhadap sumbu x. Dalam kasus ini transformasi matriks TT menjadi :
T
T
⎡ ⎢ =⎢ ⎢ ⎢ ⎣
2
2
0
sc -sc 0 -s2 + c2
0
0
0
-c -s
c
0
0
-2sc
0
s
0
0
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦
(4.13)
dimana
s = sin α1 c = cos α1 Dalam kasus tiga dimensi secara umum matriks transformasi akan lebih kompleks, karena mengikutsertakan Sudut dip dan Arah dip (lihat Bab 4.3) : 4-5
MANUAL MODEL MATERIAL
T
T
⎡ ⎢ =⎢ ⎢ ⎢ ⎣
2
2
nx
2
ny
2 nx n y
nz
2 n y nz
2 nz nx
nx sx n y s y nz s z nx s y +n y s x nz s y +n y s z nz sx +nx sz nx t x
ny t y
nz t z
n y t x +n x t y
n y t z +n z t y
nz t x + nx t z
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦
(4.14)
Perhatikan bahwa matrik transformasi umum, TT, untuk perhitungan tegangan lokal berhubungan dengan baris 1, 4 dan 6 dari Rσ (lihat Pers (4.3)). Setelah menentukan komponen-komponen lokal, kondisi plastis dapat diperiksa berdasarkan fungsi leleh. Fungsi lelehtegangan untuk bidang sebagai : i didefinisikan c
f i = τs t
fi
+ σ n ⋅ tan φi − ci
= σ n − σ t ,i
( σ t ,i
≤ ci ⋅ cot φi )
(Coulomb)
(4.15a)
(Pembatasan tegangan tarik)
(4.15b)
Gambar 4.3 menunjukkan kriteria leleh pada sebuah bidang.
|τ |
ci
φi
-σn σt,i
Gambar 4.3 Kriteria leleh pada bidang tertentu Regangan plastis lokal didefinisikan sebagai : p
Δε j
=λj⋅
∂ g cj ∂σ j
(4.16)
dimana gj adalah fungsi potensi plastis untuk bidang j : c
gj = t
j – cj |τj| + σn ⋅ tan φ(Coulomb)
g j = σn – σt,j
(4.17a)
(Pembatasan tegangan tarik)
(4.17b)
Matriks transformasi, T, juga digunakan untuk melakukan transformasi perubahan regangan plastis lokal dari bidang j, Δε pj, menjadi perubahan plastis global, Δε p :
4-6
PLAXIS Versi 8
MODEL JOINTED ROCK (ANISOTROPIS)
Δε p = Tj ⋅ Δε pj
(4.18)
Untuk suatu kondisi yang konsisten, diperlukan agar pada kondisi leleh nilai dari fungsi leleh harus tetap nol untuk seluruh fungsi leleh yang aktif. Untuk seluruh bidang secara bersamaan terdapat maksimum 6 buah fungsi leleh, sehingga harus ditentukan hingga 6 buah faktor pengali, sedemikian rupa sehingga seluruh fungsi leleh adalah hampir nol dan faktor pengali plastis tidak bernilai negatif. T
np c fi
=
c(e) fi
− j=1 <
∑
c λj
np
f
t i
=
−
t (e) fi
∑< j=1
c λj
∂ f ic > ∂σ
∂ f it > ∂σ
T Ti D
T T Ti
T ∂ gcj np ∂ gtj ∂ f ic T t T j ∂σ − < λ j > ∂σ T i D T j ∂σ j=1
∑
T ∂ g cj np ∂ g tj ∂ f it T t − <λj > D Tj Ti D T j ∂σ j=1 ∂σ ∂σ
∑
Hal ini berarti bahwa harus ditemukan 6 buah nilai λi dan nilai λi⋅ fi = 0.
(4.19a)
(4.19b)
≥ 0 sehingga seluruh nilai fi ≤ 0
Saat digunakan maksimum 3 buah bidang, akan terdapat 26 = 64 buah kemungkinan dari (kombinasi) leleh. Dalam proses perhitungan, seluruh kemungkinan ikut diperhitungkan untuk menghasilkan perhitungan eksak dari tegangan.
4.3 PARAMETER MODEL JOINTED ROCK
Hampir seluruh parameter model Batuan berkekar/Jointed Rock serupa dengan parameter model Mohr-Coulomb yang isotropis. Berikut adalah parameter-parameter elastis dasar serta parameter-parameter kekuatan dari model Jointed Rock :
Parameter elastis seperti dalam model Mohr-Coulomb (lihat Bab 3.3.) : E1 :
Modulus Young untuk kontinum batuan
[kN/m
ν1 :
Angka Poisson untuk kontinum batuan
[-]
2
]
Parameter elastis anisotropiss arah "Bidang 1" (misalnya arah stratifikasi) : E2
:
Modulus Young dalam arah "Bidang 1"
[kN/m
2
]
2
]
2
]
2
]
G2 :
Modulus geser dalam arah "Bidang 1"
[kN/m
:
Angka Poisson dalam arah "Bidang 1"
[-]
ν2
Parameter kekuatan dalam arah kekar (Bidang i = 1, 2, 3) : : Kohesi ci [kN/m :
φSudut geser i
[
:
ψSudut dilatansi i
[
:
tarik σTegangan t,i
[kN/m
°] °]
4-7
MANUAL MODEL MATERIAL
Definisi arah kekar (Bidang i = 1, 2, 3) : n
:
Jumlah arah kekar (1 3)
≤n≤
[-]
α1,i
:
Sudut dip
[°]
α2,i
:
Arah dip
[°]
Gambar 4.4 Parameter model Jointed Rock
Parameter elastis Parameter elastis E1 dan ν1 adalah kekakuan yang konstan (modulus Young) dan angka Poisson dari batu sebagai suatu kontinum sesuai dengan hukum Hooke (yaitu jika tidak bersifat anisotropiss). Anisotropis elastis dalam formasi batuan dapat dimodelkan dengan stratifikasi. Kekakuan yang tegak lurus arah stratifikasi umumnya mengalami reduksi dibandingkan dengan kekakuan secara umum. Kekakuan yang direduksi ini dapat dinyatakan dengan parameter E2, bersama dengan angka Poisson kedua, ν2. Geser elastis dalam arah stratifikasi juga dianggap lebih "lemah" daripada geser elastis dalam arah yang lain. Secara umum, kekakuan geser pada arah anisotropiss dapat secara eksplisit didefinisikan oleh modulus geser G2. Berbeda dengan hukum elastisitas isotropis dari Hooke, G2 merupakan parameter yang terpisah dan tidak dapat dengan sederhana dihubungkan dengan modulus Young dengan menggunakan angka Poisson (lihat Pers. 4.1d dan e). Jika perilaku elastis dari batuan adalah sepenuhnya isotropis, maka parameter E2 dan ν2 masing-masing dapat secara sederhana diatur sama dengan E1 dan ν1, sedangkan nilai G2 harus ditetapkan sebesar ½⋅E1/(1 + ν1). 4-8
PLAXIS Versi 8
MODEL JOINTED ROCK (ANISOTROPIS)
Parameter kekuatan Setiap arah (bidang) gelincir mempunyai sifat kekuatan ci, φi dan σt,i dan sudut dilatansi ψi. Sifatatan ci dan φi menentukan kuat geser ijin sesuai dengan kriteria Coulomb, dan σt menentukan kuat tarik sesuai dengan kriteria pembatasan tegangan tarik. Kuat tarik akan ditampilkan setelah menekan tombol Tingkat lanjut. Secara pra-pilih, pembatasan tegangan tarik adalah aktif dari kuat tarik ditetapkan sebesar nol. Sudut dilatansi, ψi, digunakan dalam fungsi potensi platis g, dan menentukan besarnya muai volume plastis akibat penggeseran.
Definisi arah kekar Diasumsikan bahwa arah dari anisotropiss elastis berhubungan dengan arah pertama dimana geseran plastis dapat terjadi ("Bidang 1"). Arah ini harus selalu ditentukan. Dalam kasus formasi batuan yang terstratifikasi tanpa adanya kekar utama, jumlah bidang gelincir (= arah gelincir) adalah tetap 1, dan parameter kekuatan tetap harus ditentukan untuk arah ini. Maksimum tiga buah arah gelincir dapat ditentukan. Araharah ini dapat berhubungan dengan arah kekar yang paling kritis dalam formasi batuan.
y
N t n α2
s* α1
s
bidang gelincir
α1
Gambar 4.5 Definisi sudut dip dan arah dip Arah gelincir ditentukan oleh dua buah parameter : Sudut dip (α1) (atau secara singkat disebut sebagai Dip saja) dan Arah dip (α2). Untuk istilah Arah dip, dalam istilah geologi juga umum digunakan istilah s trike (jurus) Meskipun demikian, pengguna harus berhati-hati dengan definisi dari strike, dan karena itu dalam P LAXIS digunakan istilah Arah dip yang lebih jelas dan sering digunakan oleh para ahli batuan. Definisi dari kedua parameter diilustrasikan dalam Gambar 4.5. Perhatikan suatu bidang gelincir yang ditunjukkan dalam Gambar 4.5. Bidang gelincir dapat didefinisikan oleh vektor (s, t), dimana keduanya mempunyai arah normal terhadap vektor n. Vektor n adalah "normal" terhadap bidang gelincir, dimana vektor s 4-9
MANUAL MODEL MATERIAL adalah "garis jatuh" ( fall line) dari bidang gelincir dan vektor t adalah "garis horisontal" dari bidang gelincir. Bidang gelincir membentuk sudut α1 terhadap bidang horisontal, dimana bidang horisontal dapat didefinisikan oleh vektor (s*, t), dimana keduanya adalah normal terhadap sumbu y. Sudut α1 adalah sudut dip, yang didefinisikan sebagai sudut inklinasi positif "ke arah bawah" antara bidang horisontal dan bidang gelincir. Karena itu, α1 adalah sudut di antara vektor s* dan s, diukur melawan arah putaran jarum jam dari s* ke s saat melihat ke arah t positif. Sudut dip harus dimasukkan dalam rentang 0° hingga 90°. Orientasi dari bidang gelincir lebih* jauh didefinisikan oleh arah dip, α2, yang merupakan orientasi dari vektor s terhadap arah Utara (N, North). Arah dip didefinisikan sebagai sudut positif dari arah Utara, diukur melawan arah putaran jarum jam hingga ke proyeksi dari garis jatuh (= arah s*) saat melihat ke bawah. Arah dip harus dimasukkan dalam rentang 0° hingga 360°. Selain orientasi bidang gelincir, juga diketahui bagaimana koordinat ( x, y, z) global dari model dihubungkan dengan arah Utara. Informasi ini berada dalam parameter Deklinasi, seperti telah ditentukan dalam jendela Pengaturan global dari program Masukan. Deklinasi merupakan sudut positif dari arah Utara ke arah z positif dari model.
y α2
s* α3
z
x
N
Deklinasi
Gambar 4.6 Definisi berbagai arah dan sudut dalam bidang horisontal Untuk melakukan transformasi dari sistem koordinat (n, s, t) lokal ke sistem koordinat (x, y, z) global, sudut tambahan α3 digunakan secara internal, yang merupakan selisih antara Arah dip dan Deklinasi : α3 = α2 – Deklinasi Karena itu, α3 merupakan sudut positif dari arah z positif berlawanan arah dengan putaran jarum jam hingga ke arah s* saat melihat ke bawah.
Dari definisi di atas dapat diperoleh bahwa :
4-10
PLAXIS Versi 8
MODEL JOINTED ROCK (ANISOTROPIS)
⎡ n x ⎤ ⎡− sin α1 ⋅ sin α 3 ⎤ ⎢ ⎥ ⎢ cos α ⎥ n = ⎢n y ⎥ = ⎢ 1 ⎥ ⎢⎣ n z ⎥⎦ ⎢⎣ sin α1 ⋅ cos α 3 ⎥⎦
(4.20a)
⎡ s x ⎤ ⎡− cos α1 ⋅ sin α 3 ⎤ ⎢ ⎥ = ⎢ − sin α ⎥ 1 ⎢ ⎥ ⎢⎣ s z ⎥⎦ ⎢⎣ cos α1 ⋅ cos α 3 ⎥⎦
(4.20b)
s = ⎢s y ⎥
t
⎡t x ⎤ ⎡cos α 3 ⎤ = ⎢⎢t y ⎥⎥ = ⎢⎢ 0 ⎥⎥ ⎢⎣t z ⎥⎦ ⎢⎣ sin α 3 ⎥⎦
(4.20c)
Berikut ini adalah beberapa contoh yang menunjukkan bagaimana bidang gelincir terjadi dalam sebuah model 3D untuk nilai α1, α2 dan Deklinasi yang berbeda-beda : y
α1 = 45º α2 = 0º x Deklinasi = 0º
y
α1 = 45º
z
α2 = 90º x Deklinasi = 0º z
y
α1 = 45º α2 = 0º x Deklinasi = 90º z
Gambar 4.7 Beberapa contoh arah keruntuhan yang didefinisikan oleh α1, α2 dan Deklinasi Seperti dapat dilihat di atas, untuk kondisi regangan bidang (kasus yang ditinjau dalam Versi 8) hanya α1 saja yang diperlukan. Secara pra-pilih α2 ditentukan sebesar 90° dan deklinasi diatur sebesar 0°.
4-11
MANUAL MODEL MATERIAL
4-12
PLAXIS Versi 8
MODEL HARDENING SOIL (ISOTROPIS) 5
MODEL HARDENING SOIL (ISOTROPIS)
Berbeda dengan model elastis plastis-sempurna, bidang leleh dari suatu model hardening plastis tidak tetap dalam ruang tegangan utama, tetapi dapat berkembang akibat peregangan plastis. Dibedakan antara dua buah jenis hardening, yaitu hardening geser dan hardening kompresi. Hardening geser digunakan untuk memodelkan regangan yang tidak dapat kembali seperti semula akibat tegangan deviator. Hardening kompresi digunakan untuk memodelkan regangan plastis yang tidak dapat kembali seperti semula akibat kompresi primer pada pembebanan satu arah dan pembebanan isotropis. Kedua jenis hardening telah diikutsertakan dalam model saat ini. Model Hardening Soil merupakan model tingkat lanjut untuk memodelkan perilaku dari berbagai jenis tanah, baik untuk tanah lunak maupun tanah yang keras (Schanz, 1998). Saat menerima beban deviator utama, tanah umumnya menunjukkan kekakuan yang semakin berkurang dan secara simultan terbentuk regangan plastis yang tidak dapat kembali seperti semula. Dalam kasus khusus pada uji triaksial terdrainase, hubungan antara tegangan deviator dan regangan aksial yang teramati dapat didekati sebagai suatu hiperbola. Hubungan seperti ini pertama kali diformulasikan oleh Kondner (1963) dan kemudian digunakan dalam model hiperbolik (Duncan & Chang, 1970) yang telah dikenal luas. Namun demikian, model Hardening Soil telah jauh melampaui model hiperbolik. Pertama karena model Hardening Soil telah menggunakan teori plastisitas dan bukan teori elastisitas lagi. Kedua karena model ini telah mengikutsertakan dilatansi dari tanah, dan ketiga adalah dengan digunakannya suatu " cap" leleh (yield cap). Beberapa karakteristik dasar dari model ini adalah :
• •
Kekakuan bergantung pada tegangan secara eksponensial. Peregangan plastis akibat beban deviator utama.
Parameter m ref Parameter E50
•
Peregangan plastis akibat beban kompresi primer.
ref Parameter Eoed
• •
Pengurangan /pemberian beban elastis.
Parameter Eurref , νur
Keruntuhan sesuai model Mohr-Coulomb.
Parameter c, φ dan ψ
Fitur dasar dari model Hardening Soil saat ini adalah kekakuan tanah yang bergantung pada tegangan yang bekerja. Pada hubungan tegangan-regangan dalam kondisi ref pembebanan satu arah, misalnya model menggunakan hubungan Eoed = Eoed ⋅ (σ / pref)m. Dalam kasus khusus pada tanah lunak, penggunaan m = 1 adalah cukup realistis. Dalam situasi seperti ini juga terdapat hubungan yang sederhana antara indeks kompresi termodifikasi, λ*, seperti digunakan dalam model Soft Soil, dan modulus pembebanan satu arah (lihat juga Bab 6.7). ref
E oed
=
p ref ∗
λ
λ∗
=
λ
(1 + e0 )
ref
dimana p adalah tegangan referensi. Dalam hal ini ditentukan bahwa modulus oedometer adalah modulus oedometer tangensial pada tegangan pref tertentu. Karena itu,
5-1
MANUAL MODEL MATERIAL kekakuan pembebanan primer mempunyai hubungan dengan indeks kompresi termodifikasi λ*. Serupa dengan hal di atas, modulus pengurangan-penambahan beban mempunyai hubungan dengan indeks muai termodifikasi κ*. Persamaan pendekatan yang digunakan : ref E ur =
3 ⋅ p ref
⋅ (1 - 2 ⋅ν ur ) κ
κ∗
∗
=
κ
(1 + e0 )
Sekali lagi, kombinasi hubungan-hubungan ini berlaku untuk nilai masukan m = 1.
5.1 HUBUNGAN HIPERBOLIK UNTUK UJI TRIAKSIAL TERDRAINASE STANDAR
Ide dasar untuk formulasi dari model Hardening Soil adalah persamaan hiperbolik antara regangan vertikal, ε1, dan tegangan deviator, q, dalam pembebanan triaksial. Dalam hal ini uji triaksial terdrainase cenderung akan menghasilkan kurva leleh yang dapat dinyatakan dengan :
− ε1 =
1 q ⋅ 2 ⋅ E50 1 − (q / q a )
untuk :
q < qf
(5.1)
a adalah nilai asimptotis dari kuat geser. Persamaan ini digambarkan dalam dimana q5.1. Gambar Parameter E50 adalah modulus kekakuan tegangan yang tergantung tekanan keliling untuk pembebanan primer dan diberikan dalam persamaan berikut :
E50
ref ⎛ ⋅ ⎜⎜ = E 50 ⎝
c cot φ − σ 3′ c cot φ + p ref
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
m
(5.2)
ref dimana E50 adalah modulus kekakuan referensi sehubungan dengan tekanan keliling
referensi pref. Dalam PLAXIS, digunakan nilai pra-pilih pref = 100 dimensi tegangan. Kekakuan aktual bergantung pada tegangan utama minor, σ′3, yang merupakan tegangan keliling dalam uji triaksial. Perhatikan bahwa σ′3 adalah negatif untuk tekan. Besarnya ketergantungan terhadap tegangan dinyatakan oleh eksopnen m. Untuk memodelkan ketergantungan tegangan secara logaritmik, seperti terjadi pada lempung lunak, pangkat tersebut harus ditentukan sebesar 1.0. Janbu (1963) menemukan nilai m sekitar 0.5 untuk pasir Norwegia dan lanau, sedangkan berbeda dalam rentang 0.5 < m < 1.0. Von Soos (1980) menemukan berbagai nilai yang Nilai tegangan deviator ultimit, qf, dan nilai qa dalam Pers. (5.1) didefinisikan sebagai :
qf
5-2
= (c ⋅ cot φ − σ 3′ ) ⋅
2 ⋅ sin φ 1 − sin φ
dan :
qa
=
qf Rf
(5.3)
PLAXIS Versi 8
MODEL HARDENING SOIL (ISOTROPIS) Ditekankan kembali bahwa σ′3 umumnya negatif. Persamaan di atas untuk qf diturunkan dari kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb, yang telah melibatkan parameter kekuatan c dan φ. Saat q = qf, maka kriteria keruntuhan dipenuhi dan leleh plastis sempurna terjadi seperti dideskripsikan oleh model Mohr-Coulomb. Rasio antara qf dan qa dinyatakan sebagai rasio keruntuhan Rf, yang pasti akan bernilai kurang dari 1. Dalam PLAXIS, Rf = 0.9 digunakan sebagai nilai pra-pilih. Lintasan tegangan untuk pengurangan beban dan pembebanan kembali, digunakan modulus kekakuan yang bergantung pada tegangan berikut :
Eur
=
ref E ur
⎛ c ⋅ cot φ − σ 3′ ⋅ ⎜⎜ ref ⎝ c ⋅ cot φ + p
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
m
(5.4)
ref dimana Eur adalah modulus Young referensi untuk pengurangan dan pembebanan kembali, sehubungan dengan tegangan referensi pref. Dalam banyak kasus praktis dapat ref ref digunakan nilai Eur sebesar 3⋅ E50 ; dimana nilai ini adalah nilai pra-pilih yang
digunakan dalam PLAXIS. tegangan deviator |σ1-σ3 | qa
asimtot
qf
garis runtuh
E50 1 Eur 1
regangan aksial - ε1
Gambar 5.1 Hubungan tegangan-regangan hiperbolik dalam pembebanan utama untuk uji triaksial terdrainase standar
5.2 PENDEKATAN HIPERBOLA OLEH MODEL HARDENING SOIL
Untuk kemudahan pemakaian, pembatasan dibuat lagi pada kondisi pembebanan triaksial dengan σ′2 = σ′3 dan σ′1 adalah tegangan tekan utama mayor. Selain itu juga diambil asumsi bahwa q < qf, seperti juga ditunjukkan dalam Gambar 5.1. Harus disadari pula bahwa tegangan dan regangan tekan dianggap bernilai positif. Untuk penjelasan yang lebih umum mengenai model Hardening Soil, lihat Schanz et al. (1999). Dalam bab ini akan ditunjukkan bahwa model ini secara praktis akan menghasilkan kurva tegangan-regangan hiperbolik dari Pers. (5.1) saat mempertimbangkan lintasan tegangan 5-3
MANUAL MODEL MATERIAL dari uji triaksial terdrainase standar. Pertama mari kita tinjau regangan plastis yang bersangkutan. Persamaan ini dihasilkan dari fungsi leleh dengan bentuk :
f = f – γp
(5.5)
dimana⎯f adalah sebuah fungsi dari tegangan dan γ p adalah regangan plastis : 2
f =
q
⋅
−
2⋅q
γ
p
= −(2 ⋅ ε 1p −
p
εv
) ≈ − 2 ⋅ ε1p
(5.6)
E i 1 − (q / q a ) Eur dengan q, qa, Ei dan Eur seperti didefinisikan oleh Pers. (5.2) hingga (5.4), dimana notasi atas (superscript) p digunakan untuk menyatakan regangan plastis. Untuk tanah keras, perubahan volume plastis (εvp) cenderung bernilai relatif kecil yang dapat didekati dengan γ p ≈ -2ε1p. Definisi di atas untuk parameter regangan yang mengalami hardening γ p akan dibahas kemudian. Hal penting dari definisi untuk⎯f di atas adalah bahwa fungsi tersebut sesuai dengan hukum hiperbolik (5.1). Untuk memeriksa pernyataan ini, pertama tinjau pembebanan primer, karena hal ini menyatakan kondisi leleh f = 0. Untuk pembebanan primer, maka akan diperoleh γ p = ⎯f dan mengikuti Pers. (5.6) :
− ε 1p ≈ 12 ⋅ f
=
1 q ⋅ Ei 1 − (q / q a )
−
q Eur
(5.7)
Selain plastis, ini juga primer memperhitungkan regangan elastis elastis.terjadi Regangan plastis regangan hanya terjadi padamodel pembebanan saja, tetapi regangan baik pada pembebanan primer maupun pada pengurangan/pembebanan kembali. Untuk lintasan tegangan dari uji triaksial terdrainase dengan σ′2 = σ′3 = konstan, modulus elastisitas Young Eur tetap konstan dan r egangan elastis dihitung dengan persamaan :
− ε 1e
q Eur
=
− ε e2
=
− ε 3e
=
− ν ur ⋅
q Eur
(5.8)
dimana νur adalah angka Poisson untuk pengurangan/pembebanan kembali. Perlu disadari bahwa regangan yang dihitung terbatas pada regangan akibat pemberian tegangan deviator, dan regangan yang terjadi pada tahap awal tidak diperhitungkan. Dalam tahap pertama dari kompresi isotropis (dengan konsolidasi), model Hardening Soil sepenuhnya menerapkan perubahan volume elastis sesuai hukum Hooke, tetapi regangan yang terjadi tidak dimasukkan dalam Pers. (5.8). Untuk tahap pemberian beban deviator pada uji triaksial, regangan aksial adalah jumlah dari komponen elastis yang diberikan oleh Pers. (5.8) dan komponen plastis sesuai dengan Pers. (5.7). Karena itu diperoleh :
− 1 = − 1e − ε
ε
p 1
ε
≈
1 q Ei 1 − (q / q a )
(5.9)
Persamaan ini berlaku tanpa adanya regangan volumetrik plastis, yaitu saat εvp = 0. 5-4
PLAXIS Versi 8
MODEL HARDENING SOIL (ISOTROPIS) Dalam kenyataan, regangan volumetrik plastis tidak akan pernah secara tepat bernilai nol, tetapi untuk tanah keras perubahan volume plastis cenderung kecil dibandingkan dengan regangan aksial, sehingga pendekatan dalam Pers. (5.9) umumnya akurat. Karena itu jelas bahwa model Hardening Soil ini akan menghasilkan kurva teganganregangan hiperbolik seperti pada kondisi uji triaksial. Untuk suatu nilai parameter hardening, γ p, yang konstan, kondisi leleh f = 0 dapat dinyatakan dalam bidang p′-q oleh titik-titik leleh (yield loci). Pers. (5.6) digunakan untuk menggambarkan titik-titik leleh ini, serta Pers. (5.2) dan Pers. (5.4) untuk nilai E50 dan Eur. Karena bentuk persamaan dari Eur, maka bentuk garis yang menghubungkan titik-titik leleh akan bergantung pada nilai eksponen m. Untuk m = 1 akan diperoleh garis lurus, tetapi untuk nilai eksponen yang lebih rendah akan diperoleh garis hubung titik leleh yang sedikit melengkung. Gambar 5.2 menunjukkan garis hubung titik leleh untuk m = 0.5 yang merupakan nilai tipikal untuk tanah keras. tegangan deviator |σ1-σ3| Garis keruntuhan Mohr-Coulomb
tegangan efektif rata-rata
Gambar 5.2 Titik-titik leleh pada berbagai nilai γ p yang konstan
5.3 REGANGAN VOLUMETRIK PLASTIS UNTUK KONDISI TEGANGAN TRIAKSIAL
Setelah membahas persamaan untuk regangan geser plastis, γ p, perhatian sekarang dipusatkan pada regangan volumetrik plastis, εvp. Seperti seluruh model plastisitas, model Hardening Soil melibatkan hubungan antara perubahan regangan plastis, yaitu hubungan antara ε& vp dan γ& p . Fungsi alir (flow rule) mempunyai bentuk linier berikut :
&p
&p
ε v = sin ψm ⋅ γ (5.10) Terlihat bahwa diperlukan untuk menentukan sudut dilatansi termobilisasi ψm. Untuk model saat ini digunakan :
Untuk sinϕm < 3/4 sinϕ : ψm = 0
5-5
MANUAL MODEL MATERIAL Untuk sinϕm ≥ 3/4 sinϕ dan ψ > 0: sin ψ m
⎛ sin φ m − sin φ cv ⎞ = max⎜⎜ ,0 ⎟⎟ ⎝ 1 − sin φ m ⋅ sin φ cv ⎠
Untuk sinϕm ≥ 3/4 sinϕ dan ψ ≤ 0: ψm = ψ Kalau =0ϕ=0
(5.11)
ψm
dimana φcv adalah sudut geser pada volume yang konstan atau pada kondisi kritis (critical state), yaitu setelah material konstan dan tidak tergantung pada kepadatan awalnya, dan φm adalah sudut geser termobilisasi : σ 1′ − σ 3′
=
sinφm
(5.12)
σ 1′ + σ 3′ − 2 ⋅ c ⋅ cot φ
Persamaan di atas sesuai dengan teori dilatansi-tegangan dari Rowe (1962) yang dijelaskan oleh Schanz & Vermeer (1995). Hal penting dalam teori dilatansi-tegangan adalah bahwa material akan berkontraksi pada rasio tegangan yang rendah ( φm < φcv), sedangkan dilatansi akan terjadi pada rasio tegangan yang tinggi ( φm > φcv). Saat keruntuhan, yaitu saat sudut geser termobilisasi sama dengan sudut geser runtuh, φ, dari Pers. (5.11) dapat diperoleh : sin ψ
=
sin φ − sin φ cv
(5.13a)
1 − sin φ ⋅ sin φ cv
atau : sin φcv
=
sin φ − sin 1 − sin φ ⋅ sin ψ
(5.13b)
Karena itu, sudut kondisi kritis dapat dihitung dari sudut runtuh φ dan ψ. PLAXIS melakukan perhitungan ini secara otomatis sehingga pengguna tidak perlu menentukan nilai φcv, tetapi pengguna harus memasukkan data masukan berupa sudut geser, φ, dan sudut dilatansi batas, ψ.
5.4 PARAMETER MODEL HARDENING SOIL
Beberapa parameter dari model hardening ini sama dengan model Mohr-Coulomb yang bersifat tidak hardening. Parameter-parameter keruntuhan ini adalah c, φ dan ψ : Parameter keruntuhan seperti dalam model Mohr-Coulomb (lihat Bab 3.3) : : Kohesi c : Sudut φ geser : ψSudut dilatansi 5-6
2
[kN/m [ [
]
°] °] PLAXIS Versi 8
MODEL HARDENING SOIL (ISOTROPIS)
Parameter dasar untuk kekakuan tanah : [kN/m 2]
ref E50
: Kekakuan sekan dari uji triaksial terdrainase
ref Eoed
: Kekakuan tangensial untuk pembebanan primer [kN/m 2] : Eksponen ketergantungan terhadap tegangan
m
[-]
Parameter tingkat lanjut (disarankan untuk menggunakan pengaturan pra-pilih) : ref
Eur
: Kekakuan untuk pengurangan/pembebanan ref ref kembali (pra-pilih : Eur = 3 ⋅ E50 )
νur
: Angka Poisson untuk pengurangan/pembebanan [-] kembali (pra-pilih :νur = 0.2)
pref
: Tegangan referensi untuk modulus (pra-pilih : pref = 100 dimensi tegangan)
K 0NC : Nilai K0untuk tanah terkonsolidasi normal
[kN/m2]
[kN/m
2
]
[-]
(pra-pilih : K0 = 1 – sin φ)
Rf
: Rasio keruntuhan qf / qa (pra-pilih : R=f 0.9) (lihat Gambar 5.1)
[-]
σtension : Kuat tarik (pra-pilih : σtension = 0 dimensi tegangan)
[kN/m
2
]
cincrement: Seperti dalam model Mohr-Coulomb (pra-pilih : cincrement = 0)
[kN/m
2
]
Gambar 5.3 Parameter dasar untuk model Hardening Soil
5-7
MANUAL MODEL MATERIAL ref ref Modulus kekakuan E 50 & E oed serta eksponen m
Kelebihan dari model Hardening Soil terhadap model Mohr-Coulomb tidak hanya pada penggunakan kurva tegangan-regangan hiperbolik sebagai pengganti kurva bi-linier saja, tetapi juga pada pengaturan terhadap tingkat ketergantungan terhadap tegangan. Saat menggunakan model Mohr-Coulomb, pengguna harus menetapkan nilai modulus Young dimana pada tanah sebenarnya nilai kekakuan tersebut bergantung pada tegangan yang bekerja. Karena itu perlu untuk memperkirakan tingkat tegangan pada tanah dan menggunakannya untuk memperoleh nilai kekakuan yang tepat. Pada model Hardening Soil, pemilihan parameter masukan yang menyulitkan ini tidak perlu dilakukan. Sebagai ref gantinya, sebuah modulus kekakuan E50 perlu didefinisikan untuk tegangan utama
minor referensi sebesar - σ′3 = pref. Sebagai nilai pra-pilih, program menggunakan pref = 100 dimensi tegangan. Karena sebagian pengguna PLAXIS lebih terbiasa dengan masukan berupa modulus geser dibandingkan modulus kekakuan di atas, maka berikut ini akan dibahas mengenai modulus geser. Dalam teori elastisitas dari Hooke, hubungan antara E dan G dapat dinyatakan dengan persamaan E = 2⋅(1+ν)⋅G. Karena Eur adalah kekakuan elastis yang realistis, maka dapat dituliskan Eur = 2⋅(1+νur)⋅Gur, dimana Gur adalah modulus geser elastis. Perhatikan bahwa dalam PLAXIS dapat dimasukkan nilai Eur dan νur, tetapi tidak untuk masukan langsung dari Gur. Berbeda dengan Eur, modulus sekan E50 tidak digunakan dalam konsep elastisitas. Karena itu, tidak ada hubungan yang sederhana antara E50 dan G50. Berbeda dengan model-model yang didasarkan pada konsep elastisitas, model Hardening Soil yang bersifat elastoplastis tidak melibatkan hubungan yang tetap antara kekakuan triaksial (terdrainase) E50 dan kekakuan oedometer Eoed untuk kompresi satu dimensi, tetapi kekakuan-kekakuan ini dapat dimasukkan secara terpisah. σ1
ref E oed 1 p
re
-ε1 ref Gambar 5.4 Definisi Eoed dari hasil uji oedometer
5-8
PLAXIS Versi 8
MODEL HARDENING SOIL (ISOTROPIS) Setelah mendefinisikan E50 dengan Pers. (5.2), sekarang penting untuk mendefinisikan kekakuan oedometer. Digunakan persamaan berikut :
Eoed
c ⋅ cot φ − σ 1′ ref ⎛ ⋅ ⎜⎜ = E oed ref c ⎝ ⋅ cot φ + p
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
m
(5.14)
dimana Eoed adalah modulus kekakuan tangensial seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.4. ref Karena itu, Eoed adalah kekakuan tangensial pada tegangan vertikal sebesar -σ′1 = pref.
Perhatikan bahwa dalam hal ini digunakan σ1 dan bukan σ3 serta pembebanan yang ditinjau adalah pembebanan primer.
Parameter tingkat lanjut Nilai yang realistis dari νur adalah sekitar 0.2 dan nilai inilah yang digunakan dalam pengaturan pra-pilih, seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.5.
ref Gambar 5.5 Definisi Eoed dari hasil uji oedometer
Lain dengan model Mohr-Coulomb, K 0NC bukan merupakan fungsi yang sederhana dari angka Poisson, tetapi merupakan nilai masukan. Sebagai pengaturan pra-pilih P LAXIS menggunakan korelasi K 0NC = 1 – sin φ. Disarankan untuk tetap mempertahankan nilai ini karena korelasi tersebut sangat realistis. Walaupun demikian, pengguna tetap dapat memasukkan nilai yang lain. Tidak seluruh nilai yang mungkin untuk K 0NC dapat
5-9
MANUAL MODEL MATERIAL digunakan. Bergantung pada parameter yang lain, seperti E50, Eoed, Eur dan νur, maka terdapat rentang nilai tertentu untuk nilai K 0NC yang dapat digunakan. Nilai K 0NC diluar rentang ini akan ditolak oleh PLAXIS. Saat memasukkan nilai tersebut, program akan menunjukkan nilai terdekat yang paling mungkin, yang akan digunakan dalam perhitungan.
Batas tegangan tarik Setelah penggeseran yang kritis terus-menerus, material yang mengalami akan mencapai suatu kepadatan dimana tidak terjadi dilatansi lebih dilatansi lanjut, seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.6. Fenomena dari perilaku tanah ini dapat dimodelkan dalam model Hardening Soil dengan menggunakan pembatasan tegangan tarik. Untuk mendefinisikan perilaku ini, parameter berupa angka pori awal, eawal, dan angka pori maksimum, emaks, dari material harus dimasukkan sebagai parameter umum. Segera setelah perubahan volume mencapai kondisi angka pori maksimum, sudut dilatansi yang dimobilisasi, ψmob, secara otomatis akan diatur menjadi nol, seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.6. pembatasan tegangan tarik TIDAK-AKTIF εv
pembatasan tegangan tarik AKTIF
1 – sin ψ
porositas maksimum tercapai
2⋅sin ψ
ε1
Gambar 5.6 Kurva regangan hasil uji triaksial terdrainase standar saat melibatkan pembatasan tegangan tarik
untuk e < emaks :
sin
ψmob =
sin φ mob − sin φ cv
(5.15a)
1 − sin φ mob sin φ cv
dimana :
sin φ − sin ψ sin φcv = 1 − sin φ ⋅ sin ψ
untuk e ≥ emaks = 0:
ψmob
(5.15b)
Angka pori dihubungkan dengan regangan volumetrik, εv, dengan persamaan :
5-10
PLAXIS Versi 8
MODEL HARDENING SOIL (ISOTROPIS)
⎛ 1+ e ⎞ ⎟⎟ ⎝ 1+ eawal ⎠
− (ε v − ε vawal ) = ln ⎜⎜
(5.16)
dimana peningkatan εv adalah positif untuk dilatansi. Angka pori awal, eawal, adalah angka pori dalam massa tanah di lapangan. Angka pori maksimum adalah angka pori dari material pada kondisi angka pori kritis. Segera setelah angka pori maksimum tercapai, sudut dilatansi akan diatur menjadi nol. Angka pori
emin, dari minimum, dalam tanah jugaHardening dapat dimasukkan, tetapi paramater tanah ini tidak digunakan konteks model Soil. Perhatikan bahwa aktivasi pembatasan tegangan tarik dan masukan dari angka-angka pori dilakukan dalam lembar-tab Umum dari jendela kumpulan data material dan tidak dalam lembar-tab Parameter. Aktivasi pembatasan tegangan tarik hanya tersedia jika model Hardening Soil telah dipilih. Secara pra-pilih, pembatasan tegangan tarik tidak diaktifkan.
Gambar 5.7 Jendela sifat umum tingkat lanjut
5.5 "CAP" BIDANG LELEH DALAM MODEL HARDENING SOIL
Bidang leleh akibat penggeseran seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.2 tidak menjelaskan regangan volumetrik plastis yang terukur dalam kompresi isotropis. Karena itu jenis kedua dari bidang leleh harus digunakan untuk menutup daerah elastis pada arah sumbu p. Tanpa bidang leleh jenis "cap" seperti itu maka tidak akan mungkin untuk ref ref membuat suatu model dengan masukan E50 dan Eoed yang saling independen. Modulus triaksial terutama mengatur bidang leleh geser dan modulus oedometer ref mengatur "cap" bidang leleh. Faktanya, E50 mengatur sebagian besar nilai dari regangan plastis yang berhubungan dengan bidang leleh geser. Serupa dengan hal
5-11
MANUAL MODEL MATERIAL ref tersebut, Eoed digunakan untuk mengatur nilai dari regangan plastis yang berasal dari "cap" leleh (yield cap). Dalam bab ini "cap" leleh akan dijelaskan secara mendetil. Untuk itu diberikan definisi dari "cap" bidang leleh sebagai berikut :
fc =
2 q~
α
2
+ p '2 − p 2p
(5.17)
dimana α adalah parameter tambahan dari model yang berhubungan dengan K 0nc yang akan dibahas kemudian. Lebih jauh telah didefinisikan :
p’ = (σ’1 + σ’2 + σ’3)/3 dan
q~ = σ’1 + (δ – 1)⋅σ’2 – δ ⋅σ’3
~ merupakan suatu notasi tegangan, khusus untuk dimana δ = (3 + sin φ)/(3 – sin φ). q menyatakan tegangan deviator. Pada kasus khusus dari kompresi triaksial (- σ’1 > -σ’2 = ~ = -(σ’ – σ’ ) dan untuk triaksial tarik (- σ’ = -σ’ > -σ’ ) nilai -σ’3) diperoleh bahwa q 1 3 1 2 3 ~ ~ q akan menjadi q = -δ⋅(σ’ – σ’ ). Nilai dari "cap" leleh ditentukan oleh tekanan 1
3
prakonsolidasi isotropis pp. Persamaan hardening yang menghubungkan pp dengan regangan "cap" volumetrik ε vpc :
pc εv =
1− m
⎛ p ⎞ ⋅ ⎜⎜ refp ⎟⎟ 1− m ⎝ p ⎠ β
(5.18)
Regangan "cap" volumetrik adalah regangan volumetrik plastis dalam kompresi isotropis. Selain konstanta m dan pref yang telah banyak dikenal ada sebuah konstanta lain yaitu β. Kedua parameter α dan β adalah parameter "cap", tetapi kedua parameter tersebut tidak akan digunakan sebagai masukan langsung. Bentuk persamaan untuk kedua parameter tersebut adalah : α
↔
K 0NC
(pra-pilih :
K 0NC = 1 – sin φ)
β
↔
ref Eoed
(pra-pilih :
ref ref Eoed = E50 )
ref sedemikian rupa sehingga K 0NC dan Eoed dapat digunakan sebagai parameter masukan
yang masing-masing menentukan nilai α dan β. Untuk memahami bentuk dari "cap" leleh, pertama kali harus disadari bahwa " cap" tersebut berbentuk elips dalam bidang
p′- q~ , seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.8. Elips tersebut mempunyai panjang pp pada sumbu p dan α⋅pp pada sumbu q~ . Karena itu
pp menentukan ukuran elips dan α menentukan rasio lebar terhadap tingginya. Nilai α yang tinggi akan menghasilkan "cap" yang curam di bawah garis Mohr-Coulomb, sedangkan nilai α yang rendah akan membentuk "cap" yang berada di sekitar sumbu p.
5-12
PLAXIS Versi 8
MODEL HARDENING SOIL (ISOTROPIS) Elips tersebut digunakan baik sebagai bidang leleh maupun sebagai potensi plastis. Karena itu : ε&
pc
=
∂ fc λ⋅ ∂σ '
dengan :
λ=
m
⎛ p ⎞ p& ⋅ ⎜⎜ refp ⎟⎟ ⋅ refp 2 ⋅ p' ⎝ p ⎠ p β
(5.19)
Persamaan untuk λ ini diturunkan dari kondisi leleh fc = 0 dan Pers. (5.18) untuk pp. Data masukan untuk nilai pp awal diperoleh dari prosedur dalam PLAXIS untuk perhitungan tegangan awal. Disini, pp dapat dihitung dari nilai rasio konsolidasi berlebih (OCR) atau dari tekanan pra-pembebanan (POP) (lihat Bab 2.6). Untuk memahami bidang leleh sepenuhnya, perhatikan kedua Gambar 5.8 dan Gambar 5.9. ~ q
α⋅p p
daerah elastis
c⋅cot φ
pp
p
~ Gambar 5.8 Bidang leleh dari model Hardening Soil dalam bidang p′- q . Daerah elastis dapat direduksi dengan menggunakan pembatasan tegangan tarik -σ1
- σ3 -σ2 Gambar 5.9 Tampilan seluruh kontur bidang leleh dari model Hardening Soil dalam ruang tegangan utama untuk tanah non-kohesif 5-13
MANUAL MODEL MATERIAL Gambar pertama menunjukkan garis leleh yang sederhana, sedangkan gambar kedua menunjukkan bidang leleh dalam ruang tegangan utama. Baik garis leleh akibat geser maupun "cap" leleh mempunyai bentuk heksagonal dari kriteria keruntuhan MohrCoulomb klasik. Dalam kenyataannya, bidang leleh akibat geser dapat berkembang hingga mencapai bidang keruntuhan Mohr-Coulomb ultimit. "Cap" bidang leleh akan berkembang sesuai fungsi dari tekanan prakonsolidasi pp.
5-14
PLAXIS Versi 8
MODEL SOFT SOIL CREEP (PERILAKU YANG TERGANTUNG WAKTU) 6
MODEL SOFT SOIL CREEP (PERILAKU YANG TERGANTUNG WAKTU)
6.1 PENDAHULUAN
Jenis tanah lunak yang kita tinjau adalah lempung yang terkonsolidasi normal, lanau kelempungan serta gambut. Sifat khusus dari material tanah semacam ini adalah derajat kompresinya yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan sangat baik oleh hasil uji oedometer seperti misalnya yang dilaporkan oleh Janbu (1985) dalam kuliah Rankine yang dibawakannya. Dengan menentukan modulus kekakuan tangensial pada tegangan oedometer referensi sebesar 100 kPa, beliau melaporkan bahwa untuk lempung yang terkonsolidasi normal nilai Eoed adalah 1 ~ 4 MPa, tergantung dari jenis tanah lempung yang diuji. Perbedaan antara nilai-nilai tersebut dengan kekakuan dari pasir yang terkonsolidasi normal sangat besar dimana kekakuan dari pasir seperti itu berada pada rentang 10 hingga 50 MPa, paling tidak untuk sampel di laboratorium yang tidak tersementasi. Karena itu, dalam uji oedometer lempung yang terkonsolidasi normal akan sepuluh kali lipat lebih lunak dibandingkan pasir yang terkonsolidasi normal. Hal ini memberikan gambaran tentang kompresibilitas yang ekstrim dari tanah lunak. Sifat lain dari tanah lunak adalah ketergantungan-tegangan secara linier dari kekakuan tanah. Sesuai dengan model Hardening Soil diperoleh : ref Eoed = E oed ⋅ (-σ '1 / pref)m
setidaknya untuk c = 0, dan hubungan linier diperoleh untuk m = 1. Sesungguhnya, dengan menggunakan eksponen sama dengan satu, persamaan kekakuan di atas akan menjadi : ref Eoed = -σ '1 / λ* dimana λ* = pref / E oed
Untuk kasus khusus dengan m = 1, model Hardening Soil menghasilkan ε& = λ* ⋅ - σ& '1 / -σ '1, yang dapat diintegrasikan untuk memperoleh hukum kompresi logaritmik yang telah dikenal ε = λ*⋅ln σ untuk pembebanan oedometer primer.
Dalam berbagai penelitian praktis pada tanah lunak, indeks kompresi termodifikasi λ* akan diperoleh dan pengguna PLAXIS dapat menghitung modulus oedometer dengan persamaan berikut : * ref ref E oed = p / λ
Dari pertimbangan di atas terlihat bahwa model HS (Hardening Soil) juga sangat sesuai untuk tanah lunak. Sesungguhnya, hampir seluruh masalah pada tanah lunak dapat dianalisis dengan menggunakan model ini, tetapi model HS tidak sesuai untuk memperhitungkan rangkak atau creep, yaitu kompresi sekunder dari tanah. Seluruh jenis tanah akan mengalami rangkak, dan kompresi primer selalu diikuti oleh kompresi sekunder tertentu. Dengan mengambil asumsi bahwa kompresi sekunder (misalnya 6-1
MANUAL MODEL MATERIAL selama rentang waktu 10 atau 30 tahun) sebesar persentase dari kompresi primer, jelas bahwa rangkak akan menjadi penting pada permasalahan yang melibatkan kompresi primer yang besar. Contoh dari kasus ini adalah konstruksi timbunan di atas tanah lunak. Penurunan utama sesungguhnya dari bendungan dan tanggul umumnya memang diikuti oleh rangkak yang cukup besar pada tahun-tahun berikutnya. Dalam kasus seperti ini tentu diinginkan untuk memperkirakan rangkak dari komputasi MEH (metode elemen hingga). Bendungan atau gedung dapat dibangun di atas lapisan tanah yang terkonsolidasi berlebih sehingga penurunan yang kecil. Kemudian, pembebanan tersebutmenghasilkan kondisi konsolidasi normalprimer dapat tercapai dan rangkak yang akibat cukup signifikan dapat terjadi. Hal ini merupakan situasi yang sangat berbahaya karena kompresi sekunder yang cukup besar tidak didahului oleh peringatan berupa kompresi primer yang besar. Karena hal ini maka perhitungan dengan model rangkak ingin dilakukan. Buisman (1936) mungkin adalah orang pertama yang mengusulkan persamaan rangkak untuk lempung setelah mengamati bahwa penurunan tanah lunak tidak dapat sepenuhnya dijelaskan oleh teori konsolidasi klasik. Penelitian pada kompresi sekunder satu dimensi ini kemudian dilanjutkan oleh peneliti-peneliti lain seperti Bjerrum (1967), Garlanger (1972), Mesri (1977) dan Leroueil (1977). Penelitian secara matematis pada rangkak diikuti oleh misalnya Sekiguchi (1977), Adachi dan Oka (1982) dan Borja et al. (1985). Pemodelan rangkak 3D secara matematis banyak dipengaruhi oleh pemodelan 1D yang lebih bersifat eksperimental, tetapi masih terjadi pertentangan. Rangkak 3D seharusnya secara jelas merupakan muai dari rangkak 1D, tetapi hal ini terhambat oleh fakta bahwa model 1D saat ini belum diformulasikan sebagai persamaan diferensial. Untuk menyatakan model Soft Soil Creep, pertama model 1D harus terlebih dahulu dikonversikan ke dalam bentuk diferensial. Persamaan diferensial 1D ini kemudian dikembangkan menjadi model 3D. Bab ini menjelaskan secara mendetil mengenai formulasi model Soft Soil Creep. Selain itu, perhatian dipusatkan pada parameter dari model. Pada bagian akhir, diberikan sebuah validasi dari model 3D dengan meninjau hasil prediksi dari model dan data hasil uji triaksial berupa uji triaksial dengan kecepatan peregangan konstan serta uji rangkak triaksial (triaxial creep test) tak terdrainase. Untuk aplikasi-aplikasi lain dari model lihat referensi dari Vermeer et al. (1998) dan Neher & Vermeer (1998). Beberapa karakteristik dasar dari model Soft Soil Creep adalah :
• •
Kekakuan bergantung pada tegangan (perilaku kompresi logaritmik)
• • •
Kompresi sekunder (ketergantungan pada waktu)
6-2
Pembedaan antara pembebanan primer dan pengurangan/pembebanan kembali
Tekanan prakonsolidasi Perilaku keruntuhan mengikuti kriteria Mohr-Coulomb.
PLAXIS Versi 8
MODEL SOFT SOIL CREEP (PERILAKU YANG TERGANTUNG WAKTU) 6.2 DASAR RANGKAK SATU DIMENSI
Saat meninjau literatur sebelumnya tentang kompresi sekunder pada uji oedometer, akan mengejutkan karena ternyata tinjauan tersebut berpusat pada perilaku yang berhubungan dengan langkah pembebanan, walaupun proses pembebanan secara alami cenderung terjadi secara berkesinambungan atau transien. Buisman (1936) mungkin adalah peneliti pertama yang melakukan uji rangkak klasik. Beliau mengusulkan persamaan berikut untuk mendefinisikan perilaku rangkak pada tegangan efektif yang konstan : ε = εc
t − C B ⋅ log ⎛⎜⎜ ⎞⎟⎟ t ⎝ c⎠
t > tc
untuk :
(6.1)
dimana εc adalah regangan hingga akhir konsolidasi, t adalah waktu yang diukur dari awal pembebanan, tc adalah waktu hingga akhir konsolidasi primer dan CB adalah konstanta material. Perhatikan bahwa kita tidak mengikuti perjanjian tanda mekanika tanah dimana tekan adalah positif. Sebaliknya, tegangan dan regangan tekan dianggap negatif. Untuk pembahasan selanjutnya, akan lebih mudah untuk menyatakan persamaan di atas dengan persamaan berikut : ε
⎛ t + t′ ⎞ = ε c − C B ⋅ log ⎜⎜ c ⎟⎟ ⎝ tc ⎠
t′ > 0
untuk :
(6.2)
dimana t′ = t – tc adalah waktu rangkak efektif. Berdasarkan penelitian dari Bjerrum mengenai rangkak, seperti dipublikasikan pada tahun 1967, Garlanger (1972) mengusulkan persamaan rangkak dalam bentuk :
e = ec
⎛ τ + t′ ⎞ − C α ⋅ log ⎜⎜ c ⎟⎟ dengan: ⎝ τc ⎠
C α = C B ⋅ (1 + e0 ) untuk : t′ > 0
(6.3)
Perbedaan antara persamaan dari Garlanger dan Buisman adalah tidak signifikan. Regangan praktis (engineering strain) ε digantikan oleh angka pori e, dan waktu konsolidasi tc digantikan oleh parameter τc. Pers. (6.2) dan (6.3) adalah sepenuhnya identik saat mengambil nilai τc = tc. Untuk kasus dimana τc ≠ tc perbedaan antara kedua persamaan tersebut akan hilang saat waktu rangkak efektif t′ meningkat. Untuk keperluan praktis, uji oedometer umumnya diinterpretasikan dengan menganggap c sebesar 24 jam. Sesungguhnya, uji oedometer standar adalah sebuah uji pembebanan tbertahap dengan periode setiap pembebanan adalah tepat satu hari. Akibat asumsi khusus bahwa lamanya pembebanan tepat sama dengan waktu konsolidasi tc, maka uji seperti itu tidak akan mempunyai waktu rangkak efektif. Karena itu akan diperoleh t′ = 0 dan suku log akan hilang dari Pers. (6.3). Kemudian akan terlihat seperti tidak terjadi rangkak dalam uji oedometer standar, tetapi asumsi ini sepenuhnya adalah salah. Sampel oedometer yang sangat impermeabel pun hanya membutuhkan waktu kurang dari satu
6-3
MANUAL MODEL MATERIAL jam untuk proses konsolidasi primer, kemudian tekanan air pori berlebih akan menjadi nol dan yang teramati dalam 23 jam berikutnya adalah sepenuhnya rangkak. Karena itu tidak akan diambil suatu asumsi apapun mengenai nilai yang tepat untuk τc dan tc. Kemungkinan lain yang sedikit berbeda adalah dengan mendefinisikan kompresi sekunder sesuai bentuk yang digunakan oleh Butler (1979) :
⎛ τ c + t′ ⎞ ⎟⎟ ⎝ τc ⎠
H H ε = ε c - C ⋅ ln ⎜⎜
(6.4)
dimana εH adalah regangan logaritmik yang didefinisikan sebagai :
ε
H
⎛V ⎞ ⎛ ⎞ ⎟⎟ = ln ⎜⎜ 1 + e ⎟⎟ ⎝ V0 ⎠ ⎝ 1 + e0 ⎠
= ln ⎜⎜
(6.5)
dengan notasi bawah (subscript) "0" menandakan nilai awal. Notasi atas (superscript) "H" digunakan untuk menyatakan regangan logaritmik. Digunakan simbol yang berbeda ini karena regangan logaritmik semula digunakan oleh Hencky. Untuk regangan kecil dapat ditunjukkan bahwa :
C=
Cα
( 1+ e0 ) ⋅ ln 10
=
CB ln 10
(6.6)
karena kemudian nilai regangan logaritmik kurang-lebih adalah sama dengan regangan praktis. Baik Butterfield (1979) dan Den Haan (1994) menunjukkan bahwa untuk kasus yang mengikutsertakan regangan yang besar, regangan kecil logaritmik telah melampaui regangan praktis tradisional.
6.3 VARIABEL
C
DAN
C
Dalam bab ini perhatian akan dipusatkan pada variabel τc. Di sini sebuah prosedur akan dideskripsikan untuk penentuan variabel ini secara eksperimental. Untuk melakukan hal ini tinjau terlebih dahulu Pers. (6.4). Dengan menurunkan persamaan ini terhadap waktu dan menghilangkan notasi atas ( superscript) "H" untuk memudahkan notasi, diperoleh :
− ε& =
C τ c + t′
atau jika dibalik :
−
1 ε&
=
τ c + t′
C
(6.7)
sehingga persamaan yang dikembangkan olen Janbu (1969) dapat digunakan untuk mengevaluasi parameter C dan τc dari data eksperimental. Kedua cara yang ditunjukkan dalam Gambar 6.1a untuk metode konvensional dan Gambar 6.1b untuk metode Janbu, dapat digunakan untuk menentukan parameter C dari uji oedometer dengan beban konstan. Penggunaan metode Janbu menarik karena baik τc dan C dapat diperoleh setelah menarik garis lurus yang mewakili data-data uji. Dalam penggambaran metode
6-4
PLAXIS Versi 8
MODEL SOFT SOIL CREEP (PERILAKU YANG TERGANTUNG WAKTU) Janbu dari Gambar 6.1b, τc adalah perpotongan dengan sumbu waktu (tidak logaritmik) dengan garis rangkak yang lurus. Deviasi dari hubungan linier untuk t < tc diakibatkan oleh konsolidasi. tc
- 1 / ε&
ln t
1
tc
εc
C 1 C t′ = t - tc ε
t
t′
τc
(a)
(b)
Gambar 6.1 Konsolidasi dan perilaku rangkak pada uji oedometer standar Dengan meninjau literatur klasik, regangan pada akhir dari konsolidasi, εc, dapat dideskripsikan dengan persamaan : e εc = εc
+
c εc =
⎛ σ′ ⎞ − A ⋅ ln ⎜⎜ ⎟⎟ − ⎝ σ ′0 ⎠
⎛ σ pc ⎞ ⎟ ⎜ σ p0 ⎟ ⎝ ⎠
B ⋅ ln ⎜
(6.8)
Perhatikan bahwa ε adalah regangan logaritmik, dan bukan regangan kecil klasik walaupun notasi atas (superscript) "H" telah dihilangkan. Dalam persamaan di atas σ′0 menyatakan tegangan efektif awal sebelum pembebanan dan σ′ adalah tegangan pembebanan efektif final. Nilai σp0 dan σpc masing-masing menyatakan tekanan prakonsolidasi sehubungan dengan kondisi sebelum pembebanan dan kondisi akhir konsolidasi. Dalam sebagian besar literatur mengenai uji oedometer, digunakan parameter angka pori e dan bukan ε, digunakan log dan bukan ln, indeks muai adalah Cr dan bukan A, serta indeks kompresi Cc dan bukan B. Konstanta A dan B di atas berhubungan dengan Cr dan Cc sebagai berikut :
A=
Cr
( 1 + e0 ) ⋅ ln 10
B=
(C c − C r ) (1 + e0 ) ⋅ ln 10
(6.9)
Substitusi Pers. (6.4) dan (6.8) akan menghasilkan :
ε
⎛ σ′ ⎞ = ε e + ε c = − A ⋅ ln ⎜⎜ ⎟⎟ − ⎝ σ 0′ ⎠
⎛ σ pc ⎞ ⎟ ⎜ σ p0 ⎟ − ⎝ ⎠
B ⋅ ln ⎜
⎛ τ c + t′ ⎞ ⎟⎟ ⎝ τc ⎠
C ⋅ ln ⎜⎜
(6.10)
6-5
MANUAL MODEL MATERIAL dimana ε adalah regangan logaritmik total akibat peningkatan tegangan efektif dari σ′0 hingga σ′ dan dalam rentang waktu tc + t′. Dalam Gambar 6.2 Pers. (6.10) digambarkan dalam sebuah diagram ε-ln σ. σ′0
A
σ′p0
σ′pc
1
σ′
ln(-σ′)
e
εc
A+B
c
1 garis NC
εc
C⋅ln (1 + t′/τc)
-ε
Gambar 6.2 Idealisasi kurva tegangan-regangan dari uji oedometer dengan pembagian peningkatan regangan menjadi komponen elastis dan komponen rangkak. Garis NC (NC line) akan tepat dicapai pada t′ + tc = 1 hari Hingga bagian ini, masalah yang lebih umum dari rangkak pada kondisi pembebanan transien belum dibahas, karena perlu diingat kembali bahwa telah dibuat batasan untuk rangkak di bawah beban yang konstan. Untuk membuat pemodelan secara umum, diperlukan bentuk diferensial dari model rangkak. Bentuk ini jelas tidak akan mengandung t′ dan τ karena waktu konsolidasi tidak didefinisikan secara jelas dalam c kondisi pembebanan transien.
6.4 PERSAMAAN DIFERENSIAL UNTUK RANGKAK 1-D
Persamaan sebelumnya menekankan hubungan antara akumulasi rangkak dan waktu, pada suatu tegangan efektif tertentu yang konstan. Untuk menyelesaikan masalah transien atau pembebanan yang berkesinambungan, perlu diformulasikan suatu hukum konstitutif dalam bentuk persamaan diferensial, seperti yang akan dideskripsikan dalam bab ini. Pertama perlu diturunkan suatu persamaan untuk τc. Sesungguhnya, meskipun menggunakan regangan logaritmik dan ln sebagai pengganti log, Pers. (6.10) merupakan persamaan klasik tanpa menambahkan pengetahuan baru. Terlebih lagi, masih terbuka pertanyaan mengenai arti fisik dari τc. Sebenarnya informasi yang akurat mengenai τc belum dapat ditemukan dalam literatur ini, terpisah dari metode Janbu untuk penentuan secara eksperimental. Untuk memperoleh persamaan analitis dari nilai τc, digunakan ide dasar bahwa regangan yang tidak elastis bergantung terhadap waktu. Karena itu regangan total adalah jumlah dari bagian elastis εe dan bagian rangkak yang tergantung waktu εp. Untuk situasi yang tidak mencapai keruntuhan seperti dalam kondisi pembebanan oedometer, tidak diambil asumsi berupa komponen regangan plastis seketika seperti digunakan dalam pemodelan elastoplastis tradisional. Selain konsep dasar ini, digunakan ide dari Bjerrum bahwa 6-6
PLAXIS Versi 8
MODEL SOFT SOIL CREEP (PERILAKU YANG TERGANTUNG WAKTU) tekanan prakonsolidasi bergantung sepenuhnya pada besarnya akumulasi regangan rangkak yang terjadi. Karena itu selain Pers. (6.10) diberikan persamaan berikut :
⎛σ ⎞ ⎛ σ′ ⎞ = ε e + ε c = − A ⋅ ln ⎜⎜ ⎟⎟ − B ⋅ ln ⎜⎜ p ⎟⎟ → ⎝ σ ′0 ⎠ ⎝ σ p0 ⎠
ε
σp
⎛− c⎞ = σ p 0 ⋅ exp ⎜⎜ ε ⎟⎟ ⎝ B ⎠
(6.11)
Perhatikan bahwa εc adalah negatif, sehingga σp melebihi σp0. Semakin lama sampel tanah dibiarkan mengalami rangkak, semakin besar pula σp. Ketergantungan tegangan prakonsolidasi σp terhadap waktu sekarang telah ditemukan dengan menggabungkan Pers. (6.10) dan (6.11) untuk memperoleh :
ε
c
⎛σ ⎞ ⎛ τ + t′ ⎞ − ε cc = − B ⋅ ln ⎜⎜ p ⎟⎟ = − C ⋅ ln ⎜⎜ c ⎟⎟ ⎝ τc ⎠ ⎝ σ pc ⎠
(6.12)
Persamaan ini sekarang dapat digunakan untuk pemahaman τc yang lebih baik, setidaknya saat menambahkan pengetahuan dari pembebanan oedometer standar. Dalam uji oedometer konvensional, beban ditingkatkan secara bertahap dan tiap beban dijaga tetap konstan untuk rentang waktu tc + t′ = τ, dimana τ adalah tepat satu hari. Dengan cara pembebanan secara bertahap ini maka garis terkonsolidasi normal (Garis NC atau NC-line) dengan σp = σ′ dapat diperoleh. Dengan memasukkan nilai σp = σ′ dan t′ = τ – tc ke dalam Pers. (6.12), ditemukan bahwa : σ ′ ⎞⎟ ⎛ τ c +τ − t c ⎞ ⎜ σ pc ⎟ = C ⋅ ln ⎜⎜⎝ τ c ⎟⎟⎠ ⎝ ⎠
B ⋅ ln ⎛⎜
untuk : OCR = 1
(6.13)
Sekarang diasumsikan bahwa (τc – tc) << τ. Nilai ini kemudian dapat diabaikan terhadap nilai τ sehingga : B
⎛ σ ′ ⎞C ⎟ =⎜ τ c ⎜⎝ σ pc ⎟⎠ τ
B
atau :
τ c =τ
⎛ σ pc ⎞ C ⎜⎜ ⎟⎟ ⎝ σ′ ⎠
(6.14)
Karena itu τc bergantung baik pada tegangan efektif σ′ dan tekanan prakonsolidasi di akhir proses konsolidasi, σpc. Untuk melakukan verifikasi asumsi bahwa ( τc – tc) << τ, harus disadari bahwa sampel oedometer pada umumnya berkonsolidasi dalam waktu yang relatif singkat yaitu kurang dari satu jam. Dengan mempertimbangkan langkah beban pada garis konsolidasi normal, akan diperoleh OCR = 1 baik pada awal maupun pada akhir dari langkah beban. Dalam sebuah langkah beban σp meningkat dari σp0 hingga σpc dalam rentang waktu konsolidasi (primer) yang singkat. Kemudian σp meningkat lebih lanjut dari σpc hingga mencapai σ′ dalam rentang waktu rangkak yang relatif lama. Karena itu setelah satu hari sampel akan berada kembali dalam kondisi terkonsolidasi normal, tetapi segera setelah rentang konsolidasi yang singkat sampel akan berada dalam kondisi sedang berkonsolidasi dengan σp < σ′. Untuk nilai yang 6-7
MANUAL MODEL MATERIAL umumnya sangat tinggi dari rasio B/C dari Pers. (6.14).
≥ 15, akan diperoleh nilai
τc yang sangat kecil
Karena itu tidak hanya tc tetapi τc juga cenderung mempunyai nilai yang kecil terhadap nilai τ, sehingga asumsi (τc – tc) << τ menjadi benar. Setelah menurunkan Pers. (6.14) yang sederhana untuk τc, sekarang formulasi dari persamaan diferensial untuk rangkak dapat disusun. Penurunan dari Pers. (6.10) akan menghasilkan : ε& = ε&
e
σ C + ε& c = − A ⋅ & ′ − σ ′ τ c + t′
(6.15)
dimana τc + t′ dapat dieliminasi dengan menggunakan Pers. (6.12) untuk memperoleh : B
⎛ σ ⎞C − ⋅ ⎜⎜ pc ⎟⎟ ε& = ε& e + ε& c = − A ⋅ σ′ τc ⎝ σ p ⎠ σ& ′
C
dengan : σp
⎛− c⎞ = σ p 0 ⋅ exp ⎜⎜ ε ⎟⎟ ⎝ B ⎠
(6.16) c
Sekali lagi perlu diingat bahwa ε adalah regangan tekan, yang dianggap bernilai negatif dalam modul ini. Pers. 6.14 sekarang dapat digunakan untuk mengeliminasi τc dan σpc serta untuk memperoleh : B
σ& ′
C ε& = ε& e + ε& c = − A ⋅ − σ′ τ
⎛ σ ′ ⎞C ⋅ ⎜⎜ ⎟⎟ ⎝σ p ⎠
(6.17)
6.5 MODEL TIGA DIMENSI
Saat mengembangkan model 1D hingga pada kondisi umum dari tegangan dan regangan, digunakan invarian tegangan yang telah dikenal untuk tegangan rata-tata, p, serta tegangan deviator, q. Invarian-invarian ini digunakan untuk mendefinisikan tegangan baru yang disebut peq :
p
eq
= p′ −
q M
2
2
( p′ + c cot(ϕ ))
(6.18)
Dalam Gambar 6.3 ditunjukkan bahwa tegangan peq adalah konstan jika berada pada elips dalam bidang p-q, dimana elips tersebut diperoleh dari model Modified Cam-Clay
6-8
PLAXIS Versi 8
MODEL SOFT SOIL CREEP (PERILAKU YANG TERGANTUNG WAKTU) (model Cam-Clay yang termodifikasi) seperti diperkenalkan oleh Roscoe dan Burland (1968). tegangan deviator q = σ1 - σ3
M 1
p
eq
eq
pp
tegangan isotropisp = -(σ1 + σ2+ σ3)/3
Gambar 6.3 Diagram elips peq dalam bidang p-q Parameter tanah M menyatakan kemiringan dari garis yang disebut sebagai garis kondisi kritis atau "critical state line" yang juga ditunjukkan dalam Gambar 6.3. Definisi 3D secara umum pada Pers. (2.7b) digunakan untuk menghitung tegangan deviator q dan : 6 ⋅ sin φ cv
M = 3 − sin φ cv
(6.19)
dimana φcv adalah sudut geser pada angka pori kritis yang juga disebut sebagai sudut geser critical state. Dengan menggunakan Pers. (2.7b) untuk q, tegangan ekivalen peq akan bernilai konstan pada elipsoid dalam ruang tegangan utama. Untuk mengembangkan teori 1D menjadi teori 3D, perhatian sekarang dipusatkan pada kondisi tegangan dan regangan yang terkonsolidasi normal seperti terjadi pada uji oedometer. Dalam situasi seperti itu, akan dihasilkan σ′2 = σ′3 = K 0NC ⋅σ′1, dan dari Pers. (6.18) : 2 ⎡1 + 2 ⋅ K 0NC 3 ⋅ (1 − K 0NC ) ⎤ ⎥, = σ′⋅ ⎢ + 2 NC 3 ⎢⎣ M ⋅ (1 + 2 ⋅ K 0 )⎥⎦ 2 ⎡1 + 2 ⋅ K 0NC 3 ⋅ (1 − K 0NC ) ⎤ eq ⎥ + 2 pp =σ p ⋅⎢ NC
p
eq
dimana σ′ =
K 0NC
⎢⎣ ⋅σ′1,
M
3 dan
ppeq
⋅ (1 + 2 ⋅
K0
(6.20)
)⎦⎥
adalah tekanan prakonsolidasi dalam bentuk umum,
yang secara sederhana adalah proporsional dengan tekanan prakonsolidasi 1D. Untuk nilai K 0NC yang diketahui, peq dapat dihitung dari σ′, dan ppeq kemudian dapat dihitung dari σp. Dengan mengabaikan regangan elastis dalam persamaan 1D (6.17), dari 6-9
MANUAL MODEL MATERIAL persamaan di atas untuk peq dan ppeq dan menggunakan εv untuk menggantikan ε, maka akan diperoleh bahwa : B
C C ⎛ eq ⎞ − ε& cv = ⋅ ⎜⎜ p eq ⎟⎟ τ ⎝ pp ⎠
dimana :
⎛ − ε vc ⎞ ⎟⎟ ⎝ B ⎠
eq eq p p = p p 0 ⋅ exp ⎜⎜
(6.21)
Untuk kondisi oedometer satu dimensi, persamaan ini akan menjadi Pers. (6.17), sehingga dapat diperoleh muai sebenarnya dari model rangkak 1D. Perlu diperhatikan bahwa notasi bawah (subscript) "0" digunakan sekali lagi dalam persamaan untuk menyatakan kondisi awal dan bahwa εvc = 0 untuk waktu t = 0. Untuk menggantikan parameter A, B dan C dari model 1D, akan digunakan parameter material κ*, λ* dan μ*, yang sesuai dengan lingkup kerja dari mekanika tanah critical state. Konversi di antara konstanta-konstanta tersebut mengikuti aturan berikut : κ
*
≈ 2⋅ A ,
B = λ* - κ * , μ * = C
(6.22)
Dengan menggunakan parameter-parameter baru ini, Pers. (6.21) berubah menjadi :
− ε& cv = μ
τ
*
⎛ eq ⎞ ⋅ ⎜⎜ p eq ⎟⎟ ⎝ pp ⎠
λ
− κ*
*
μ
⎛ − ε cv ⎞ ⎟ * *⎟ ⎝ λ −κ ⎠
*
dengan :
eq eq p p = p p 0 ⋅ exp ⎜⎜
(6.23)
Model rangkak 3D masih belum lengkap, karena hingga saat ini hanya regangan rangkak volumetrik εvc saja yang telah ditinjau, sedangkan tanah lunak juga akan mengalami regangan rangkak deviator. Untuk menggunakan regangan rangkak secara umum, digunakan pandangan bahwa regangan rangkak secara sederhana merupakan regangan plastis yang tergantung pada waktu. Karena itu logis untuk mengasumsikan sebuah fungsi alir untuk perubahan regangan rangkak, seperti umumnya dilakukan dalam teori plastisitas. Untuk membentuk formulasi fungsi alir, umumnya digunakan notasi vektor dan meninjau dalam arah utama : σ = (σ 1
σ2
T
σ3)
dan :
ε = (ε1
ε2
T
ε3 )
dimana T digunakan untuk menotasikan transpos (transpose). Serupa dengan model 1D dalam model 3D juga terdapat regangan elastis dan regangan rangkak. Dengan menggunakan hukum Hooke untuk bagian elastis dan sebuah fungsi alir untuk bagian rangkak, diperoleh : e c ε& = ε& + ε& = D
-1
⋅ σ& ′ + λ ⋅
∂ gc ∂σ ′
(6.24)
dimana matriks elastisitas dan fungsi potensi plastis didefinisikan sebagai :
6-10
PLAXIS Versi 8
MODEL SOFT SOIL CREEP (PERILAKU YANG TERGANTUNG WAKTU)
D
-1
=
⎡ 1 ⎢ ⎢-ν ur ⎢ ⎢⎣-ν ur
1
E ur
-ν ur
-ν ur ⎤
1
-ν ur ⎥
-ν ur
1
⎥
c eq g =p
dan :
⎥ ⎥⎦
Karena itu digunakan tegangan ekivalen peq sebagai fungsi potensi plastis untuk menurunkan komponen perubahan regangan rangkak secara individual. Notasi bawah (subscript) "ur" digunakan untuk menekankan bahwa baik modulus elastisitas dan angka Poisson akandiperoleh menentukan di atas dapat : perilaku pengurangan/pembebanan kembali. Dari persamaan ε& v c
= ε&1c+ ε& 2c
+ ε&3c
⎛ ∂ p eq = λ = ⎜⎜ ⎝ ∂ σ 1′
∂ p eq ∂ σ 2′
+
+
∂ p eq ⎞⎟ ∂ p eq λ⋅ = = λ ⋅α ∂ σ 3′ ⎟⎠ ∂p ′
… (6.25) Kemudian didefinisikan bahwa α = ∂peq/∂p′. Bersama dengan Pers. (6.23) dan (6.24) dapat dihasilkan :
ε& = D
-1
⋅ σ& ′ +
&vc
ε
α
∂ eq ⋅ p ∂σ ′
= D
-1
⋅ σ& ′ −
1 μ ⋅ α τ
*
⎛ eq ⎞ ⋅ ⎜⎜ p eq ⎟⎟ ⎝ pp ⎠
* * λ -κ
μ
*
⋅
∂ p eq ∂σ ′
(6.26)
dimana :
⎛ − ε cv ⎞ ⎟ * *⎟ ⎝ λ −κ ⎠
p p = p p 0 ⋅ exp ⎜⎜ eq
eq
atau jika dibalik :
− ε cv
⎛ p eqp ⎞ ⎟ ⎜ p eq ⎟ ⎝ p0 ⎠
= (λ* − κ * ) ⋅ ln ⎜
6.6 FORMULASI REGANGAN 3D ELASTIS
Dengan meninjau regangan rangkak, telah ditunjukkan bahwa model 1D dapat dikembangkan untuk memperoleh model 3D, tetapi hal ini belum dilakukan untuk regangan elastis. Untuk memperoleh model 3D yang tepat untuk regangan elastis, modulus elastisitas Eur juga harus didefinisikan sebagai kekakuan tangensial yang bergantung pada tegangan sesuai dengan :
E ur
= 3 ⋅ (1 − 2 )⋅ν ur ⋅ K ( ur =)3 ⋅ 1 − 2 ⋅ν ur ⋅
p′ κ
*
(6.27)
Maka, Eur bukanlah parameter masukan baru, tetapi merupakan variabel yang berhubungan dengan nilai parameter masukan κ*. Di lain pihak, νur adalah benar-benar
6-11
MANUAL MODEL MATERIAL merupakan konstanta material tambahan. Serupa dengan Eur, modulus bulk Kur adalah bergantung pada tegangan sesuai dengan aturan Kur = p′/κ*. Sekarang regangan elastis volumetrik dapat diturunkan sebagai berikut : ε& v = e
p& ′ K ur
= − κ* ⋅
p& ′ atau dengan integrasi : p′
⎛ p′ ⎞ ⎟ ⎜ p 0′ ⎟ ⎝ ⎠
- ε ev = κ * ⋅ ln ⎜
(6.28)
Karena itu dalam model 3D regangan elastis diatur oleh tegangan rata-rata p′, dan bukan oleh tegangan utama σ′ seperti dalam model 1D. Walaupun demikian, tegangan rata-rata dapat dikonversikan menjadi tegangan utama. Untuk kompresi satu dimensi pada garis konsolidasi normal, diperoleh bahwa -3⋅p′ = (1+2⋅ K 0NC )⋅σ′ dan -3⋅p′0 = (1+2⋅ K 0NC )⋅σ′0 sehingga diperoleh p′/p0 = σ′/σ′0. Akan diperoleh aturan yang sederhana berupa -εvc = κ*⋅ln (σ′/σ′0), sedangkan dalam model 1D digunakan -εvc = A⋅ln (σ′/σ′0). Karena itu akan terlihat bahwa κ* akan sama dengan A. Sayangnya pemikiran ini tidak dapat dikembangkan untuk tegangan dan regangan dalam kondisi terkonsolidasi berlebih. Untuk situasi semacam ini, dapat diturunkan bahwa : 1 + ν ur p& ′ 1 σ& ′ = ⋅ ⋅ p′ 1 − ν ur 1 + 2 ⋅ K 0 σ ′
(6.29)
dan kemudian :
- ε& ve = κ * ⋅
p& ′
1 + ν ur
κ
*
⋅
σ& ′
(6.30) p′ 1 − ν ur 1 + 2 ⋅ K 0 σ ′ dimana K0 sangat bergantung pada derajat konsolidasi berlebih. Dalam banyak hal, cukup beralasan untuk mengambil asumsi K0 ≈ 1 serta νur ≈ 0.2 sehingga diperoleh -2⋅εvc ≈ κ*⋅ln (σ′/σ′0). Kesesuaian yang baik dengan model 1D karena itu dapat diperoleh dengan menentukan nilai κ* ≈ 2⋅A.
=
6.7 TINJAUAN PARAMETER MODEL
Segera setelah kriteria leleh saat runtuh f(σ′, c, φ) = 0 terpenuhi, perubahan regangan p plastis seketika akan terjadi menurut fungsi alir ε& = λ⋅∂g/∂σ′ dengan g = g(σ′, ψ). Hal
ini membutuhkan parameter tanah tambahan berupa kohesi efektif, c, sudut geser MohrCoulomb, φ, dan sudut dilatansi ψ. Untuk tanah butir halus yang kohesif, sudut dilatansi cenderung kecil, sehingga seringkali diasumsikan ψ adalah nol. Sebagai kesimpulan, model Soft Soil Creep membutuhkan konstanta-konstanta material sebagai berikut :
Parameter keruntuhan seperti dalam model Mohr-Coulomb : :
Kohesi c :
φ Sudut geser
: 6-12
ψSudut dilatansi
2
[kN/m [ [
]
°] °] PLAXIS Versi 8
MODEL SOFT SOIL CREEP (PERILAKU YANG TERGANTUNG WAKTU)
Parameter kekakuan dasar : κ:*
Indeks muai termodifikasi
[-]
*
Indeks kompresi termodifikasi
[-]
*
Indeks rangkak termodifikasi
[-]
λ: μ:
Parameter tingkat lanjut : νur
:
Angka Poisson untuk pengurangan/pembebanan [-]
K 0NC :
kembali Rasio tegangan σ′xx/σdalam ′yy kondisi terkonsolidasi normal
M
Parameter yang berhubungan dengan
:
[-]
K 0NC
[-]
Gambar 6.4 Lembar-tab Parameter untuk model Soft Soil Creep Secara pra-pilih, M dihitung dari Pers. (6.19), dengan menggunakan φcv = φ + 0.1°, dimana hal ini bukanlah temuan empiris melainkan hanya nilai pra-pilih praktis saja. NC
Selain itu PLAXIS menunjukkan perkiraan nilai dari K 0 yang berhubungan dengan pengaturan pra-pilih dari M. Umumnya nilai pra-pilih yang diberikan untuk K 0NC sedikit lebih tinggi dibandingkan nilai dari formula Jaky K 0NC = 1 – sin φ. Alternatif lain adalah dengan memasukkan nilai K 0NC secara manual yang akan menghasilkan nilai M dari persamaan berikut (Brinkgreve, 1994) :
6-13
MANUAL MODEL MATERIAL
M
= 3⋅
(1 − K )
NC 2 0
(1 + 2 ⋅
+
) (1 + 2 ⋅
2 K 0NC
(1 − K )⋅ (1 − 2 ⋅ν ) ⋅ (λ / κ − 1) )⋅ (1 − 2 ⋅ν ) ⋅ λ / κ − (1 − K )⋅ (1 + ν NC 0
K 0NC
*
ur
ur
*
*
*
NC 0
ur
)
(6.31)
Karena itu pengguna tidak dapat memasukkan nilai M secara langsung, melainkan dengan memasukkan nilai K 0NC .
Gambar 6.5 Parameter tingkat lanjut untuk model Soft Soil Creep
Indeks muai termodifikasi, indeks k ompresi termodifikasi d an indeks ra ngkak termodifikasi Parameter-parameter ini dapat diperoleh baik dari uji kompresi isotropis maupun uji oedometer. Saat menggambarkan logaritma tegangan sebagai fungsi dari regangan, hasilnya dapat didekati dengan dua buah garis lurus (lihat Gambar 6.2). Kemiringan garis kondolidasi normal akan menghasilkan indeks kompresi termodifikasi, λ*, sedangkan kemiringan dari garis pengurangan/pembebanan kembali (atau garis muai, swelling line) dapat digunakan untuk menghitung indeks muai termodifikasi, κ*, seperti telah dijelaskan dalam Bab 6.6. Perhatikan bahwa ada perbedaan antara indeks-indeks termodifikasi κ* dan λ* terhadap parameter κ dan λ dari model Cam-Clay, yaitu bahwa κ*dan λ dinyatakan dalam angka pori, e, dan bukan regangan volumetrik, εv. Parameter μ dapat diperoleh dengan mengukur regangan volumetrik dalam jangka panjang dan menggambarkannya terhadap logaritma dari waktu (lihat Gambar 6.1)
6-14
PLAXIS Versi 8
MODEL SOFT SOIL CREEP (PERILAKU YANG TERGANTUNG WAKTU) Tabel 6.1a Hubungan dengan parameter Cam-Clay * λ =
λ 1+e
* κ =
κ 1+e
---
Tabel 6.1b Hubungan dengan peraturan di Belanda * λ =
1 C ′p
κ
*
≈
2
Ap
*
μ =
1 2.3 ⋅ Cs '
Tabel 6.1c Hubungan dengan parameter internasional yang dinormalisasi * λ =
Cc 2.3 ⋅ (1 + e )
κ
*
≈
2 Cr ⋅ 2.3 1 + e
* μ =
Cα 2.3 ⋅ (1 + e )
Dalam Tabel 6.1b, Ap menyatakan kemiringan kurva pengurangan beban satu dimensi dalam kurva p′-εv. Seperti telah ditunjukkan dalam Bab 6.6, tidak ada hubungan yang eksak antara indeksindeks kompresi κ dan κ* dan indeks muai satu dimensi Ap dan Cr, karena rasio dari tegangan horisontal dan vertikal terus berubah selama pengurangan beban satu dimensi. Sebagai pendekatan diasumsikan bahwa kondisi tegangan rata-rata selama pengurangan beban adalah kondisi tegangan isotropis, yaitu kondisi dimana tegangan horisontal sama dengan tegangan vertikal. Untuk perkiraan kasar dari parameter model, dapat digunakan korelasi λ* ≈ IP(%)/500, dengan fakta bahwa λ*/μ* berada antara 15 hingga 25 dan pengamatan secara umum menunjukkan bahwa nilai λ*/κ* berada pada rentang antara 5 hingga 10. Untuk melakukan karakterisasi lapisan tanah lunak, juga diperlukan untuk mengetahui tekanan prakonsolidasi awal, σp0. Sebagai contoh, tegangan ini dapat dihitung dari nilai yang diberikan dari rasio konsolidasi berlebih (OCR). Kemudian σp0 dapat digunakan untuk menghitung nilai awal dari tekanan prakonsolidasi ekivalen ppeq (lihat Bab 2.6).
Angka Poisson Dalam kasus model Soft Soil Creep, angka Poisson benar-benar merupakan konstanta elastis dibandingkan model Mohr-Coulomb yang menggunakannya sebagai konstanta pseudo-elastis. Nilai angka Poisson umumnya akan berada antara 0.1 dan 0.2. Jika digunakan pengaturan standar untuk model Soft Soil Creep, maka nilai νur = 0.15 akan digunakan secara otomatis. Untuk pembebanan pada material yang terkonsolidasi normal angka Poisson tidak memegang peranan penting, tetapi menjadi penting pada kasus pengurangan beban. Contohnya, untuk pengurangan beban dalam uji kompresi satu dimensi (oedometer), angka Poisson yang relatif kecil akan menghasilkan sedikit penurunan pada tegangan lateral dibandingkan dengan penurunan tegangan vertikal. Hal ini menyebabkan rasio dari tegangan horisontal terhadap tegangan vertikal meningkat, dan merupakan fenomena yang telah banyak dikenal untuk material yang terkonsolidasi 6-15
MANUAL MODEL MATERIAL secara berlebih. Karena itu, angka Poisson seharusnya tidak didasarkan pada kondisi terkonsolidasi normal, K 0NC , tetapi pada rasio dari perubahan tegangan horisontal terhadap perubahan tegangan vertikal dari pengurangan/pembebanan kembali dalam uji oedometer : ν
ur
1 − νur
=
Δσ xx Δσ yy
(pengurangan dan pembebanan kembali)
(6.32)
6.8 VALIDASI MODEL 3D
Bab ini secara singkat membandingkan hasil simulasi dari perilaku triaksial rangkak tak terdrainase pada lempung Haney terhadap data hasil pengujian oleh Vaid dan Campanella (1977), dengan menggunakan parameter-parameter material di bawah ini. Validasi yang ekstensif mengenai model Soft Soil Creep juga telah dilakukan oleh Stolle et al. (1977). Seluruh uji triaksial dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan konsolidasi sampel pada tegangan keliling isotropis efektif sebesar 525.5 kPa selama 36 jam, dan kemudian membiarkannya dalam kondisi tak terdrainase selama 12 jam sebelum melakukan penggeseran. Tegangan deviatorq=(σ1-σ3) 400
300
200
ModelSoft Soil Creep 0.00094 % per menit
100
0.15 % per menit 1.10 % per menit
0
0.00
0.04
0.08
0.12
regangan aksial ε1
Gambar 6.6 Hasil uji triaksial tak terdrainase (uji CU) dengan kecepatan peregangan yang berbeda. Semakin cepat penggeseran, semakin tinggi kuat geser tak terdrainasenya 6-16
PLAXIS Versi 8
MODEL SOFT SOIL CREEP (PERILAKU YANG TERGANTUNG WAKTU) Peroperti material untuk lempung Haney adalah : κ* = 0.016
λ* = 0.105
μ* = 0.004
φmc = 32°
ψ = 0°
c = 0 kPa
φcs = 32.1°
K 0NC
ν = 0.25
= pra-pilih
Tekanan prakonsolidasi di akhir tahap konsolidasi, ppeq, adalah sebesar 373 kPa. Nilai ini ditentukan dengan melakukan simulasi dari tahap konsolidasi uji. Tekanan eq
pp sebesar prakonsolidasi 373 kPa1.adalah lebih kecil dari 525 kPa, yang diperlukan untuk menghasilkan OCR0 sebesar Jelas terlihat bahwa tekanan prakonsolidasi tidak hanya bergantung pada tegangan konsolidasi maksimum yang bekerja, tetapi juga pada waktu rangkak seperti dibahas dalam bab sebelumnya. Dalam Gambar 6.6 dapat dilihat hasil uji yang dilakukan oleh Vaid dan Campanella (1977) serta kurva hasil perhitungan, yang diperoleh dengan menggunakan model rangkak ini. Terlihat bahwa model ini sangat sesuai dengan hasil uji.
Uji kuat geser dengan kecepatan penggeseran konstan Uji triaksial kompresi tak terdrainase, seperti yang ditinjau pada Gambar 6.6, dilakukan pada kecepatan regangan aksial ε&1 yang konstan dan pada tegangan horisontal σ3 yang konstan. Perilaku ini ditunjukkan dalam Gambar 6.7. tegangan deviator q = σ1 - σ3 Uji “cepat”
Uji “lambat”
tegangan isotropis p = -(σ1 + 2⋅σ3)/3
Gambar 6.7 Lintasan tegangan efektif yang bergantung pada kecepatan penggeseran dalam uji triaksial tak terdrainase Dalam uji tak terdrainase akan dihasilkan ε& v = ε& v e + ε& v c = 0 atau ekivalen dengan kondisi ε& v e = - ε& v c. Karena itu, pemadatan rangkak akan diimbangi dengan terjadinya muai elastis dari sampel. Semakin lambat penggeseran akan menghasilkan pemampatan rangkak yang lebih besar yang pada akhirnya menyebabkan muai elastis yang semakin besar pula. Persamaan p& ′ = Kur⋅ ε&v , dimana Kur adalah modulus bulk, menunjukkan e
bahwa muai elastis mengakibatkan penurunan tegangan rata-rata.
6-17
MANUAL MODEL MATERIAL Untuk uji dengan penggeseran yang sangat cepat tidak akan terjadi rangkak, sehingga akan berlaku ε& v c = 0 serta ε& v e = 0. Karena itu dalam kondisi ekstrim tersebut tidak terjadi perubahan volume sehingga tidak terjadi perubahan tegangan-rata-rata pula. Hal ini akan menghasilkan lintasan tegangan vertikal yang lurus untuk tegangan efektif dalam bidang q-p. Dengan meninjau seluruh hasil numerik, terlihat bahwa kuat geser tak terdrainase cu dapat didekati dengan persamaan :
cu
(6.33) ≈ 1.02 + 0.09 ⋅ log ε& * cu dimana cu adalah kuat geser tak terdrainase dalam uji triaksial tak terdrainase dengan kecepatan penggeseran 1% per jam. Hal ini sesuai dengan data eksperimental yang dikumpulkan oleh Kulhawy dan Mayne (1990).
Uji triaksial rangkak tak terdrainase Uji ini dimulai dengan konsolidasi isotropis hingga mencapai tegangan rata-rata sebesar 525 kPa. Kemudian sebuah tegangan deviator q diberikan secara tak terdrainase, dan akhirnya seluruh tegangan dijaga tetap konstan dan sampel akan mengalami rangkak tak terdrainase. 0.08
0.06 q = 323.4
q = 300.3
q = 278.3
1
l a i s k a n a g n a g e r
0.04
0.02 Eksperimental Model Soft Soil Creep 0.00 1
10
100
1000
10000
waktu [menit]
Gambar 6.8 Hasil uji triaksial rangkak Sampel-sampel uji pertama dikonsolidasikan pada tegangan isotropis yang sama, kemudian secara tak terdrainase diberikan beban yang berbeda-beda. Rangkak yang
6-18
PLAXIS Versi 8
MODEL SOFT SOIL CREEP (PERILAKU YANG TERGANTUNG WAKTU) terjadi pada tegangan deviator konstan kemudian diamati, dan dapat diprediksi dengan baik oleh model Soft Soil Creep. Besarnya rangkak yang terjadi lebih bergantung pada tegangan deviator q yang diberikan dari pada rasio tegangan q/p. Untuk rasio tegangan yang relatif kecil, kecepatan rangkak kecil dan semakin berkurang terhadap waktu. Namun untuk rasio tegangan yang tinggi, rangkak akan semakin meningkat terhadap waktu dan sampel akhirnya akan runtuh, yaitu peningkatan regangan mejadi tak terhingga. Gambar 6.8 menunjukkan terjadinya regangan rangkak aktual pada sampel-sampel yang diuji dengan tiga buah tegangan deviator yang berbeda. Waktu keruntuhan rangkak [menit] 10000
Eksperimental Model Soft Soil Cr eep 1000
100
10
1 260
280
300
320
340
tegangan deviator q=(σ1- σ3) [kPa]
Gambar 6.9 Hasil uji triaksial rangkak Seluruh uji mempunyai tegangan deviator yang berbeda. Waktu keruntuhan rangkak adalah waktu rangkak hingga mencapai peningkatan rangkak ε& = ∞, seperti ditunjukkan oleh asimtot pada Gambar 6.8.
6-19
MANUAL MODEL MATERIAL
6-20
PLAXIS Versi 8
MODEL SOFT SOIL 7
MODEL SOFT SOIL
Untuk menekankan pentingnya model Soft Soil, perlu diketahui bahwa mulai Versi 7 telah ada beberapa perubahan strategi pemodelan tanah dalam PLAXIS. Hingga Versi 6, model material dalam PLAXIS telah terdiri dari model Mohr-Coulomb, model Soft Soil dan model Hard Soil. Namun dalam Versi 7, ide penggunaan model yang terpisah untuk tunah lunak dan tanah keras telah ditinggalkan. Sebagai gantinya, model Hard-Soil telah dikembangkan lebih jauh hingga menjadi model Hardening Soil. Pada saat yang sama model Soft Soil Creep juga dikembangkan untuk memodelkan beberapa sifat utama dari tanah lunak. Hasilnya, model Soft Soil dapat digantikan oleh model Hardening Soil yang baru atau model Soft Soil Creep. Walaupun demikian, agar pengguna tetap dapat menggunakan model yang telah dikenal dengan baik, maka diputuskan bahwa model Soft Soil tetap ada dalam PLAXIS Versi 8. Beberapa sifat dari model Soft Soil adalah :
• • • •
Kekakuan bergantung pada tegangan (perilaku kompresi logaritmik) Pembedaan antara pembebanan primer dan pengurangan/pembebanan kembali Tekanan prakonsolidasi Perilaku keruntuhan mengikuti kriteria Mohr-Coulomb.
7.1 KONDISI ISOTROPIS TEGANGAN DAN REGANGAN (
1
=
2
=
3
)
Dalam model Soft Soil, diasumsikan bahwa hubungan antara regangan volumetrik, εv, dan tegangan efektif rata-rata, p′, berupa hubungan logaritmik yang dapat diformulasikan sebagai berikut : 0 εv -εv =
⎛ p′ ⎞ − λ* ⋅ ln ⎜⎜ 0 ⎟⎟ ⎝p ⎠
(kompresi alami di lapangan)
(7.1)
Agar Pers. (7.1) tetap berlaku, nilai p′ minimum diatur sebesar satu dimensi tegangan. Parameter λ* adalah indeks kompresi termodifikasi, yang menentukan kompresibilitas material dalam pembebanan primer. Perhatikan bahwa λ* berbeda dari indeks λ yang digunakan oleh Burland (1965). Perbedaannya adalah bahwa Pers. (7.1) merupakan fungsi dari regangan volumetrik dan bukan angka pori. Penggambaran Pers. (7.1) akan menghasilkan sebuah garis lurus seperti ditunjukkan dalam Gambar 7.1. Pengurangan dan pembebanan kembali secara isotropis akan menghasilkan lintasan tegangan yang berbeda, yang dapat dinyatakan sebagai : e
εv
-
e0
εv
=
⎛ p′ ⎞ − κ * ⋅ ln ⎜⎜ 0 ⎟⎟ (pengurangan dan pembebanan kembali) ⎝p ⎠
(7.2)
7-1
MANUAL MODEL MATERIAL Sekali lage, nilai p′ minimum diatur sebesar satu dimensi tegangan. Parameter κ* adalah indeks muai termodifikasi, yang menentukan kompresibilitas material saat pengurangan beban dan pembebanan kembali. Perhatikan bahwa κ* berbeda dengan indeks κ yang digunakan oleh Burland. Walaupun demikian, rasio λ*/κ* adalah sama dengan rasio λ/κ. Respon tanah selama pengurangan dan pembebanan kembali diasumsikan bersifat elastis dan dinotasikan dengan notasi atas (superscript) e dalam Pers. (7.2). Perilaku elastis dideskripsikan oleh hukum Hooke (lihat Bab 2.2) dan Pers. (7.2) menyatakan ketergantungan tegangan secara linier pada modulus bulk tangensial sebagai berikut :
K ur
≡
p′ E ur = * 3 ⋅ (1 - 2 ⋅ νur ) κ
(7.3)
dimana notasi bawah (subscript) ur menyatakan pengurangan/pembebanan kembali. Perhatikan bahwa digunakan parameter efektif dan bukan sifat tanah yang tak terdrainase. Modulus elastisitas bulk, Kur, maupun modulus elastisitas Young, Eur, tidak digunakan sebagai parameter masukan, melainkan vur dan κ* yang digunakan sebagai konstanta masukan untuk bagian dari model yang menghitung regangan elastis. Kurva pengurangan/pembebanan kembali dalam jumlah yang tak terbatas dapat dibentuk dalam Gambar 7.1, dimana tiap kurva menyatakan nilai tekanan prakonsolidasi isotropis pp tertentu, yaitu tegangan tertinggi yang pernah dialami oleh tanah. Selama pengurangan/pembebanan kembali, tekanan prakonsolidasi ini tidak berubah. Walaupun demikian, dalam pembebanan utama tekanan prakonsolidasi akan semakin meningkat sesuai dengan tingkat tegangan yang bekerja, dan menyebabkan regangan volumetrik (plastis) yang tidak dapat kembali ke kondisi semula. εv
1 λ* κ*
1 ln p′
pp
Gambar 7.1 Hubungan logaritmik antara regangan volumetrik dan tegangan rata-rata
7-2
PLAXIS Versi 8
MODEL SOFT SOIL 7.2 FUNGSI LELEH UNTUK KONDISI TEGANGAN TRIAKSIAL (
2
=
3
)
Model Soft Soil Creep dapat memodelkan perilaku tanah pada kondisi tegangan secara umum. Namun demikian, agar lebih jelas maka dalam bab ini diambil batasan pada kondisi pembebanan triaksial dengan σ′2 = σ′3. Untuk kondisi tegangan seperti itu fungsi leleh dari model Soft Soil didefinisikan sebagai :
f =⎯f – p p
(7.4)
dimana⎯f adalah fungsi dari kondisi tegangan ( p′, q) dan tekanan prakonsolidasi, pp, adalah fungsi dari regangan plastis sehingga : 2
f =
q + p′ ′ ( ⋅ p + c ⋅ cot φ ) M
(7.5)
⎛ − ε vp * * ⎝ λ −κ
(7.6)
2
pp = p 0p ⋅ exp ⎜⎜
⎞ ⎟⎟ ⎠
Fungsi leleh f mendeskripsikan sebuah elips dalam bidang p′-q, seperti ditunjukkan dalam Gambar 7.2. Parameter M dalam Pers. (7.5) menentukan tinggi dari elips. Tinggi dari elips akan menentukan rasio dari tegangan horisontal terhadap tegangan vertikal dalam kompresi primer satu dimensi. Kemudian parameter M akan banyak menentukan nilai koefisien tekanan tanah lateral, K0NC. Dari sudut pandang ini, nilai M dapat dipilih sedemikian rupa sehingga nilai K0NC yang telah diketahui dapat sesuai dengan kompresi primer satu dimensi. Interpretasi dan penggunaan M semacam ini berbeda dengan ide dasar dari garis critical state, tetapi hal ini menjamin nilai K0NC yang sesuai. Titik-titik puncak dari seluruh elips berada pada garis dengan kemiringan M dalam bidang p′-q. Pada model Modified Cam-Clay (Burland, 1965, 1967) garis M disebut sebagai garis critical state dan menyatakan kondisi tegangan setelah puncak keruntuhan terlampaui. Parameter M kemudian didasarkan pada sudut geser critical state. Namun demikian, dalam model Soft Soil, keruntuhan tidak harus berkaitan dengan kondisi kritis atau critical state. Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb adalah fungsi dari parameter kekuatan φ dan c, yang mungkin tidak berkaitan dengan garis M. Tekanan prakonsolidasi isotropis, pp, menentukan besarnya elips sepanjang sumbu p′. Selama pembebanan, elips dalam jumlah tak terhingga dapat terbentuk (lihat Gambar 7.2) dimana tiap elips berkaitan dengan nilai pp tertentu. Dalam kondisi tegangan tarik (p′ < 0), elips akan berkembang hingga mencapai c⋅cot φ (Pers. (7.5) dan Gambar 7.2). Untuk memastikan agar bagian kanan dari elips (yaitu " cap") tetap berada dalam daerah "kompresi" (p′ > 0) maka digunakan nilai minimum dari pp sebesar c⋅cot φ. Untuk c = 0, nilai minimum pp diambil sebesar satu dimensi tegangan. Karena itu, terdapat suatu elips "pembatas" seperti ditunjukkan dalam Gambar 7.2. Nilai pp ditentukan oleh regangan plastis volumetrik yang mengikuti hubungan yang bersifat hardening, Pers. (7.6). Persamaan ini mencerminkan prinsip bahwa tekanan
7-3
MANUAL MODEL MATERIAL prakonsolidasi meningkat secara eksponensial dengan meningkatnya regangan plastis volumetrik (pemampatan). pp0 dapat dianggap sebagai nilai awal dari tekanan prakonsolidasi. Penentuan pp0 dibahas dalam Bab 2.6. Menurut Pers. (7.6) nilai regangan plastis volumetrik awal diasumsikan sebesar nol. q′
Garis keruntuhan Mohr-Coulomb
M 1
"cap"
Elips pembatas
p′ pp
c ⋅ cot
Gambar 7.2 Bidang leleh dari model Soft Soil dalam bidang p′-q −σ1′
cap "cap"
bidang keruntuhan
−σ3′ −σ2′ Gambar 7.3 Ilustrasi dari seluruh kontur bidang leleh dari model Soft Soil dalam ruang tegangan utama Dalam model Soft Soil, fungsi leleh, Pers. (7.4), menyatakan regangan volumetrik yang tidak dapat kembali ke kondisi semula dalam kompresi primer, dan membentuk " cap"
7-4
PLAXIS Versi 8
MODEL SOFT SOIL dari kontur bidang leleh. Untuk memodelkan kondisi runtuh, digunakan fungsi leleh jenis Mohr-Coulomb yang bersifat plastis sempurna. Fungsi leleh ini berupa sebuah garis lurus dalam bidang p′-q seperti ditunjukkan dalam Gambar 7.2. Kemiringan garis keruntuhan akan lebih kecil dibandingkan kemiringan garis M. Seluruh bidang leleh, seperti ditunjukkan oleh garis tebal dalam Gambar 7.2, merupakan batas dari daerah tegangan elastis. Garis keruntuhan mempunyai lokasi tetap, tetapi "cap" dapat meningkat dalam kompresi primer. Lintasan tegangan di dalam batas ini hanya akan menghasilkan peningkatan regangan elastis, dimana lintasan tegangan yang cenderung dan plastis.memotong batas umumnya akan menghasilkan peningkatan regangan elastis Untuk kondisi tegangan secara umum, perilaku plastis dari model Soft Soil didefinisikan oleh enam buah fungsi leleh; tiga buah fungsi leleh kompresi dan tiga buah fungsi leleh Mohr-Coulomb. Seluruh kontur bidang leleh dalam ruang tegangan utama yang dihasilkan oleh keenam fungsi leleh ini ditunjukkan dalam Gambar 7.3.
7.3 PARAMETER MODEL SOFT SOIL
Parameter model Soft Soil serupa dengan parameter dalam model Soft Soil Creep. Namun demikian, karena model Soft Soil tidak melibatkan waktu, maka indeks rangkak termodifikasi μ* tidak diikutsertakan. Karena itu, model Soft Soil membutuhkan konstanta-konstanta material berikut :
Parameter* dasar : λ: Indeks kompresi termodifikasi κ:*
:
Kohesi c :
[-]
Indeks muai termodifikasi
[-]
φ Sudut geser
:
2
[kN/m
°] °]
[
ψSudut dilatansi
]
[
Parameter tingkat lanjut (gunakan pengaturan pra-pilih) : νur
K0NC :
:
Angka Poisson untuk pengurangan/pembebanan [-] kembali Koefisien tekanan lateral dalam kondisi terkonsolidasi normal
[-] NC
M : Parameter yang berhubungan dengan K 0 [-] Gambar 7.4 menunjukkan jendela PLAXIS untuk memasukkan nilai-nilai dari parameter model. M dihitung secara otomatis dari koefisien tekanan tanah lateral, K0NC, dengan menggunakan Pers. (7.8). Perhatikan bahwa dalam model ini, secara fisik parameter M berbeda dari parameter M dalam model Modified Cam-Clay dimana parameter tersebut dikaitkan dengan sudut geser material.
7-5
MANUAL MODEL MATERIAL
Gambar 7.4 Ilustrasi dari seluruh kontur bidang leleh dari model Soft Soil dalam ruang tegangan utama
Indeks muai termodifikasi dan indeks kompresi termodifikasi Parameter-parameter ini dapat diperoleh dari uji kompresi isotropis termasuk pengurangan beban secara isotropis. Saat menggambarkan logaritma dari tegangan ratarata sebagai fungsi dari regangan volumetrik untuk material yang bersifat seperti lempung, hasil penggambaran dapat didekati dengan dua buah garis lurus (lihat Gambar 7.1). Kemiringan dari garis pembebanan primer memberikan indeks kompresi termodifikasi, dan kemiringan dari garis pengurangan beban (atau muai) akan memberikan indeks muai termodifikasi. Perhatikan bahwa terdapat perbedaan antara indeks-indeks termodifikasi κ* dan λ* terhadap parameter-parameter κ dan λ dari model asli Cam-Clay, yang didefinisikan dalam angka pori, e, dan bukan dalam regangan volumetrik, εv. Terpisah dari uji kompresi isotropis, parameter κ* dan λ* dapat diperoleh dari uji kompresi satu dimensi. Disini terdapat suatu hubungan dengan parameter-parameter yang telah dikenal secara luas untuk kompresi satu dimensi dan pembebanan kembali, yaitu Cc dan Cr. Hubungan yang lain adalah terhadap parameter dalam peraturan di Belanda untuk kompresi satu dimensi, yaitu Cp′ dan Ap. Hubungan-hubungan ini dirangkum dalam Tabel 7.1.
7-6
PLAXIS Versi 8
MODEL SOFT SOIL Tabel 7.1a Hubungan dengan parameter Cam-Clay * λ =
1.
λ
1+e
2
κ
* κ =
1+e
Tabel 7.1b Hubungan dengan peraturan di Belanda * λ =
3.
1
C ′p
4.
κ
*
≈
2
Ap
Tabel 7.1c Hubungan dengan parameter internasional yang dinormalisasi * λ =
5.
Cc 2.3 ⋅ (1 + e )
6.
κ
*
≈
2 ⋅C r 2.3 ⋅ (1 + e )
Catatan pada Tabel 7.1 :
•
Dalam hubungan 1 dan 2, angka pori e diasumsikan bernilai konstan. Sebenarnya, e akan berubah selama uji kompresi, tetapi hal ini hanya akan menghasilkan perbedaan yang relatif kecil pada angka pori. Untuk nilai e dapat digunakan angka pori rata-rata selama uji ataupun angka pori awal.
•
Dalam hubungan 4 dan 6 tidak terdapat hubungan eksak antara κ* dan indeksindeks muai satu dimensi, karena rasio dari tegangan horisontal terhadap tegangan vertikal berubah selama pengurangan beban selama satu dimensi. Untukbeban pendekatan, diasumsikan bahwa kondisi tegangan rata-rata pengurangan adalah isotropis, yaitu tegangan horisontal adalah sama dengan tegangan vertikal.
•
Faktor 2.3 dalam hubungan 5 diperoleh dari rasio antara logaritma dengan bilangan dasar 10 terhadap logaritma alami (ln).
•
Rentang rasio λ*/κ* (= λ/κ) pada umumnya berkisar antara 3 dan 7.
Kohesi Kohesi mempunyai dimensi tegangan. Setiap nilai kohesi efektif dapat digunakan, termasuk kohesi sebesar nol. Saat menggunakan pengaturan standard, kohesi ditetapkan sebesar 1 kPa. Memasukkan suatu nilai kohesi akan menghasilkan daerah elastis yang sebagian berada di daerah "tegangan tarik", seperti ditunjukkan dalam Gambar 7.2. Bagian kiri dari elips akan memotong sumbu p′ pada nilai -c⋅cot φ. Untuk menjaga agar bagian kanan dari elips (yaitu "cap") tetap berada dalam daerah "tegangan kompresif" dari ruang tegangan, maka tekanan prakonsolidasi isotropis, pp, harus mempunyai nilai minimum sebesar c⋅cot φ. Hal ini berarti bahwa dengan memasukkan kohesi yang lebih besar dari nol dapat mengakibatkan kondisi "konsolidasi yang berlebih", tergantung dari besarnya nilai kohesi dan kondisi tegangan awal. Hal ini mengakibatkan perilaku yang lebih kaku pada awal pembebanan. Penentuan kuat geser tak terdrainase tidak mungkin
7-7
MANUAL MODEL MATERIAL dilakukan pada kohesi yang tinggi dan sudut geser nol. Masukan parameter model harus selalu didasarkan pada nilai-nilai efektifnya.
Sudut geser Sudut geser dalam efektif menyatakan peningkatan kuat geser terhadap tingkat tegangan efektif, dan dinyatakan dalam derajat. Sudut geser nol tidak diperbolehkan. Sebaliknya, pengguna harus berhati-hati dengan penggunaan sudut geser yang tinggi. Seringkali disarankan untuk menggunakan φcv, yaitu sudut geser critical state, dan bukan nilai yang lebih tinggi yang ditentukan berdasarkan regangan kecil. Selain itu, penggunaan sudut geser yang tinggi akan secara signifikan meningkatkan kebutuhan komputasi.
Sudut dilatansi Untuk jenis material, yang dapat dideskripsikan oleh model Soft Soil, sudut dilatansi umumnya dapat diabaikan. Sudut dilatansi sebesar nol derajat digunakan dalam pengaturan standar dari model Soft Soil.
Angka Poisson Dalam model Soft Soil, angka Poisson murni merupakan konstanta elastisitas dan bukan konstanta pseudo-elastisitas seperti digunakan dalam model Mohr-Coulomb. Nilai angka Poisson umumnya berkisar antara 0.1 dan 0.2. Jika dipilih pengaturan standar untuk parameter model Soft Soil, maka νur = 0.15 akan digunakan secara otomatis. Untuk pembebanan material yang terkonsolidasi secara normal, angka Poisson hanya memegang peranan yang kecil, tetapi akan menjadi penting dalam masalah pengurangan beban. Sebagai contoh, untuk pengurangan beban dalam uji kompresi satu dimensi (oedometer), angka Poisson yang relatif kecil akan menghasilkan penurunan tegangan lateral yang kecil dibandingkan dengan penurunan tegangan vertikal. Hal ini akan menyebabkan peningkatan rasio tegangan horisontal terhadap tegangan vertikal, yang merupakan suatu fenomena yang telah dikenal dengan baik pada material yang terkonsolidasi secara berlebih. Karena itu, angka Poisson seharusnya tidak didasarkan pada nilai K0NC pada kondisi yang terkonsolidasi secara normal, tetapi pada rasio dari peningkatan tegangan horisontal terhadap peningkatan tegangan vertikal dalam pengurangan dan pembebanan kembali pada uji oedometer sedemikian rupa sehingga : ν ur
1-
=
ν ur
Δ σ xx Δ σ yy
(pengurangan dan pembebanan kembali)
(7.7)
Parameter K0 NC Parameter M secara otomatis ditentukan berdasarkan koefisien tekanan tanah lateral dalam kondisi terkonsolidasi normal, K0NC, seperti yang dimasukkan oleh pengguna. Hubungan eksak antara M dan K0NC (Brinkgreve, 1994) adalah :
7-8
PLAXIS Versi 8
MODEL SOFT SOIL
M ≈ 3⋅
(1 − K 0NC )2 (1+2 ⋅ K 0NC )2
+
(1 − K 0NC )⋅ (1 − 2 ⋅ν ur )⋅ (λ* / κ * − 1) (1+2 ⋅ )⋅ (1 − 2 ⋅ν ur )⋅ λ* / κ * − (1 − K 0NC )⋅ (1+ν ur ) NC K0
(7.8)
Nilai M ditunjukkan dalam jendela masukan. Seperti dapat terlihat dari Pers. (7.8), nilai M juga dipengaruhi oleh angka Poisson νur dan oleh rasio λ*/κ*. Namun demikian, pengaruh dari K0NC adalah dominan. Pers. (7.8) dapat didekati dengan :
M ≈ 3.0 – 2.8⋅K0NC
(7.9)
7-9
MANUAL MODEL MATERIAL
7-10
PLAXIS Versi 8
APLIKASI MODEL TANAH TINGKAT LANJUT 8
APLIKASI MODEL TANAH TINGKAT LANJUT
Dalam Bab 8 ini model-model tanah tingkat lanjut akan digunakan pada berbagai aplikasi untuk memberikan ilustrasi beberapa fitur tertentu dari model-model ini. Untuk aplikasi dengan menggunakan model standar Mohr-Coulomb, pengguna dapat membacanya pada Manual Latihan.
8.1 MODEL HS : RESPON UJI TRIAKSIAL TERDRAINASE DAN TAK TERDRAINASE
Dalam bab ini model Hardening Soil akan digunakan untuk melakukan simulasi dari uji triaksial terdrainase dan tak terdrainase. Beberapa parameter model pada Tabel 8.1 merupakan parameter untuk tanah pasir yang digunakan dalam simulasi. Tabel 8.1 Beberapa parameter Hardening Soil untuk pasir pada berbagai kepadatan Parameter E50ref (untuk p=ref100 kPa) Eurref (untuk p=ref100 kPa) Eoedref (untuk p =ref100 kPa) Kohesi c 0.0 Sudut geser φ Sudut dilatansi ψ
Lepas 20000 60000 20000 0.0 30 0
Angka Poisson νur Eksponen m 0.5 K0NC (menggunakan "cap") Kuat tarik Rasio keruntuhan
0.2 0.5 0.5 0.0 0.9
Medium Padat 30000 40000 90000 120000 30000 40000 0.0 kN/m 35 40 5 10 0.2 0.5 0.43 0.0 0.9
0.2 0.36 0.0 0.9
Satuan 2 kN/m kN/m 2 2 kN/m 2
° ° kN/m2 -
Sebuah uji triaksial dapat secara sederhana dimodelkan sebagai sebuah geometri axisimetri berukuran 1 m × 1 m, yang menyatakan seperempat bagian dari spesimen tanah, seperti dalam Gambar 8.1. Ukuran ini tidak realistis, tetapi digunakan demi kemudahan semata. Ukuran model tidak akan mempengaruhi hasil, karena berat dari tanah tidak diikutsertakan dalam analisis. Dalam konfigurasi ini tegangan dan regangan terdistribusi secara merata pada seluruh geometri. Besarnya deformasi pada arah x dan y pada sudut kanan atas masing-masing berhubungan dengan regangan horisontal dan regangan vertikal. Pada sisi kiri dan sisi bawah dari geometri adalah sumbu simetri. Pada kondisi-kondisi batas ini tidak diijinkan terjadi perpindahan pada arah normal dari batas dan perpindahan pada arah tangensial adalah bebas untuk memberikan gerakan yang "halus". Batas-batas yang lain sepenuhnya bebas untuk bergerak. Seperti dalamVersi 7, besarnya beban yang diberikan dapat diatur dengan menggunakan faktor pengali berupa ΣMloadA dan ΣMloadB. Namun demikian, dalam Versi 8 seperti
8-1
MANUAL MODEL MATERIAL telah dijelaskan dalam Manual Acuan, konfigurasi dan besarnya beban dapat ditentukan dalam program Masukan. Kemudian dalam program Perhitungan beban tersebut dapat diaktifkan atau dinonaktifkan dengan menggunakan pilihan Tahapan perhitungan. Untuk kasus ini, dan untuk memodelkan tekanan keliling, p′, beban merata sebesar -100 kN/m2 yang menyatakan σ′1 (beban A) dan σ′3 (beban B) diaplikasikan dalam program Masukan, seperti ditunjukkan dalam Gambar 8.1. Jaring elemen yang sangat kasar cukup untuk geometri yang sederhana ini. Tegangan awal dan tekanan air pori hidrostatik tidak diikutsertakan dalam pemodelan.
Gambar 8.1 Konfigurasi uji triaksial yang disederhanakan Dalam program Perhitungan, perhitungan dari seluruh tahapan dapat dilakukan dengan menggunakan proses Tahapan konstruksi. Dalam tahap pertama, tegangan keliling, p′, diaktifkan dengan mengaktifkan beban A dan B. Dalam tahap kedua perpindahan yang terjadi diatur kembali menjadi nol dan kemudian sampel dibebani dalam arah vertikal hingga mengalami keruntuhan dengan tegangan horisontal tetap konstan. Hal ini dilakukan dengan mengubah beban A dengan klik-ganda pada beban A dalam model geometri. Sebuah jendela akan muncul dimana nilai masukan untuk beban dapat diubah (prosedur detil dapat dilihat dalam Manual Acuan dan Latihan). Tahap terakhir ini digunakan baik untuk kondisi terdrainase maupun untuk kondisi tak terdrainase. Perhitungan ini dilakukan untuk ketiga kumpulan data material yang berbeda seperti diberikan dalam Tabel 8.1. hasil perhitungan diberikan dalam gambar-gambar berikut ini. Gambar 8.2 menunjukkan perbedaan tegangan utama terhadap regangan aksial untuk kondisi terdrainase. Gambar ini menunjukkan hubungan hiperbolik antara tegangan dan regangan, yang merupakan bentuk tipikal untuk model Hardening Soil. Jelas terlihat bahwa tingkat tegangan runtuh akan semakin besar jika pasir semakin padat. Model HS tidak mengikutsertakan perilaku softening, sehingga setelah mencapai keruntuhan tingkat tegangan tidak berkurang, setidaknya untuk uji pada kondisi terdrainase.
8-2
PLAXIS Versi 8
APLIKASI MODEL TANAH TINGKAT LANJUT
⏐σ1-σ3⏐ [kN/m2] 400 padat
300
sedang
lepas 200
100
0 0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
ε1
Gambar 8.2 Hasil simulasi uji triaksial terdrainase dengan menggunakan model Hardening Soil berupa tegangan utama terhadap regangan aksial εv 0.015 padat 0.010 0.005 sedang 0.000 lepas
-0.005 -0.010 0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
-ε1
Gambar 8.3 Hasil simulasi uji triaksial terdrainase dengan menggunakan model Hardening Soil berupa regangan volumetrik terhadap regangan aksial Gambar 8.3 menunjukkan hubungan regangan aksial terhadap regangan volumetrik untuk uji terdrainase. Gambar ini secara jelas menunjukkan pengaruh dilatansi pada tanah pasir yang lebih padat. Berbeda dengan model Mohr-Coulomb, transisi dari perilaku elastis hingga keruntuhan terjadi secara lebih bertahap jika menggunakan model Hardening Soil. Sesungguhnya, dalam model HS regangan plastis langsung terjadi setelah pemberian beban.
8-3
MANUAL MODEL MATERIAL
⏐σ1-σ3⏐ [kN/m2] 200
160 padat
120
sedang lepas
80
40
0 0
5.00E-03
0.010
0.015
0.020
0.025
0.030
-ε1
Gambar 8.4 Hasil simulasi uji triaksial tak terdrainase dengan menggunakan model Hardening Soil berupa tegangan utama terhadap regangan aksial Pberlebih [kPa] -60 lepas
-50
-40
sedang
-30 padat -20
-10
0 0
5.00E-03
0.010
0.015
0.020
0.025
0.030
-ε1
Gambar 8.5 Hasil simulasi uji triaksial tak terdrainase dengan menggunakan model Hardening Soil berupa tekanan air pori berlebih terhadap regangan aksial
8-4
PLAXIS Versi 8
APLIKASI MODEL TANAH TINGKAT LANJUT Pada uji tak terdrainase, Gambar 8.4, tingkat keruntuhan pada prinsipnya adalah lebih rendah dibandingkan dengan uji terdrainase. Namun demikian, untuk pasir medium hingga pasir padat tingkat tegangan terus meningkat setelah tingkat keruntuhan tercapai akibat terjadinya dilatansi yang menyebabkan reduksi tekanan air pori berlebih yang kemudian meningkatkan tegangan efektif. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 8.5. ] a P k [ y y
tak terdrainase
terdrainase
pembebanan isotropis
xx
[kPa]
Gambar 8.6 Lintasan tegangan untuk uji triaksial terdrainase dan tak terdrainase dengan menggunakan model Hardening Soil Gambar 8.6 menunjukkan lintasan tegangan efektif untuk pasir medium, selama uji terdrainase dan tak terdrainase. Pada tahap pertama (pembebanan isotropis), kedua uji adalah terdrainase. Pada tahap kedua terdapat pembedaan yang jelas antara kedua uji tersebut. Pada uji tak terdrainase tegangan horisontal efektif semakin berkurang sedangkan tegangan vertikal semakin meningkat akibat terbentuknya tekanan air pori berlebih. Penurunan tegangan horisontal efektif akan lebih besar jika digunakan model Mohr-Coulomb. Perilaku ini diakibatkan oleh pemampatan plastis ( cap hardening) yang terjadi dalam model HS.
8-5
MANUAL MODEL MATERIAL 8.2 APLIKASI MODEL HARDENING SOIL PADA UJI SESUNGGUHNYA
Dalam bab, ini kemampuan dari model Hardening Soil untuk memodelkan uji laboratorium pada pasir dievaluasi dengan membandingkan hasil perhitungan P LAXIS dengan hasil uji yang diperoleh dari uji laboratorium. Berbagai uji laboratorium dilakukan pada pasir Hostun lepas dan padat. Berdasarkan hasil-hasil pengujian inilah parameter untuk model Hardening Soil ditentukan, yang diberikan pada Tabel 8.2.
Tabel 8.2 Parameter Hardening Soil untuk pasir Hostun lepas dan padat Parameter Pasir Lepas Pasir Padat Satuan 17 17.5 kN/m3 Berat volume γ ref E50 (untuk pref = 100 kPa)
20000
37000
kN/m2
ref Eur (untuk pref = 100 kPa)
60000
90000
kN/m2
ref Eoed (untuk pref = 100 kPa) Kohesi c 0.0 Sudut geser φ Sudut dilatansi ψ Angka Poisson νur Eksponen m 0.65 K0NC (menggunakan "cap") Kuat tarik Rasio keruntuhan
16000
29600
kN/m2
0.0 34 0 0.20 0.5 0.44 0.0 0.9
kN/m 41 14 0.20 0.34 0.0 0.9
2
° ° kN/m2 -
Uji triaksial Uji triaksial terdrainase standar dilakukan pada spesimen pasir lepas dan pasir padat. Dalam PLAXIS prosedur simulasi uji triaksial telah dijelaskan dalam Bab 8.1. Pada tahap pertama sampel dikompresi secara isotropis pada tegangan keliling p′ = 300 kN/m2. Pada tahap kedua sampel dibebani pada arah vertikal hingga mencapai keruntuhan dengan tegangan horisontal (tegangan keliling) tetap konstan. Hasil simulasi uji dan pengukuran data diberikan pada Gambar 8.7, Gambar 8.8 dan Gambar 8.9. Gambar-gambar tersebut menunjukkan bahwa hasil simulasi cukup sesuai dengan data uji. Dapat dilihat bahwa respon material (terukur dan hasil simulasi) menunjukkan transisi secara bertahap dari perilaku elastis ke plastis. Hubungan antara tegangan deviator dan regangan aksial seperti itu dapat didekati dengan sebuah hiperbola. Tingkat keruntuhan diatur sepenuhnya olehsoftening sudut geser (kohesi adalah nol). Hasil uji pada pasir padat menunjukkan perilaku setelah beban puncak tercapai. Pemodelan dari perilaku softening tidak diikutsertakan dalam model Hardening Soil, sehingga tegangan deviator tetap konstan. Dapat terlihat juga dari data hasil uji bahwa dilatansi semakin berkurang selama proses softening. Namun demikian, dalam model Hardening Soil dilatansi terus berlangsung secara tak terbatas kecuali jika digunakan pilihan pembatasan dilatansi.
8-6
PLAXIS Versi 8
APLIKASI MODEL TANAH TINGKAT LANJUT | σ1-σ3| [kPa] 1400 1200 1000 800 600
Model Hardening soil Data uji
400 200 0 0
5
ε v [%] 1
0
10
15
10
15
-ε 1 [%] 5
0 -1 -2
Gambar 8.7 Hasil uji triaksial terdrainase pada pasir Hostun lepas berupa rasio tegangan utama terhadap regangan aksial | σ1-σ3| [kPa] 1400 1200 1000 800
Model Hardening soil
600
Data uji 400 200 0 0
5
10
15
-ε 1 [%]
Gambar 8.8 Hasil uji triaksial terdrainase pada pasir Hostun padat berupa rasio tegangan utama terhadap regangan aksial
8-7
MANUAL MODEL MATERIAL ε v [%] 8 7 6 5 4 3 Model Hardening soil 2
Data uji
1 0 -1 -2 0
5
10
15
-ε 1 [%]
Gambar 8.9 Hasil uji triaksial terdrainase pada pasir Hostun padat berupa regangan volumetrik terhadap regangan aksial
Uji oedometer Seperti pada uji triaksial, dilakukan uji oedometer pada pasir lepas dan padat dengan parameter seperti pada Tabel 8.2. Dalam PLAXIS uji oedometer dimodelkan sebagai sebuah geometri axi-simetri dengan ukuran seperti pada gambar 8.10. Penggunaan jaring elemen yang kasar cukup memadai untuk kasus ini.
Gambar 8.10 Konfigurasi uji oedometer yang disederhanakan
8-8
PLAXIS Versi 8
APLIKASI MODEL TANAH TINGKAT LANJUT Hasil simulasi yang dibandingkan dengan hasil uji laboratorium ditunjukkan dalam Gambar 8.11 dan Gambar 8.12. - σyy [kPa] 400
Model Hardening soil 300
Data uji
200
100
0 0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
-ε
Gambar 8.11 Hasil uji oedometer pada pasir Hostun lepas berupa tegangan aksial terhadap regangan aksial σyy [kPa] 400
Model Hardening soil 300
Data uji
200
100
0 0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
-εyy
Gambar 8.12 Hasil uji oedometer pada pasir Hostun padat berupa tegangan aksial terhadap regangan aksial
8-9
MANUAL MODEL MATERIAL Dari kondisi tegangan, bebas sampel pasir lepas dibebani secara berturut-turut sebesar 25 kPa, 50 kPa, 100 kPa, dan 200 kPa dengan pengurangan beban diantaranya. Pada pasir padat dibebani hingga tegangan sebesar 50 kPa, 100 kPa, 200 kPa, dan 400 kPa dengan pengurangan beban diantaranya. Terlihat bahwa hasil perhitungan sesuai dengan data uji aktual. Pembedaan harus dilakukan antara tanah lepas dan padat, tetapi tampaknya untuk tanah dengan kepadatan tertentu, perilaku kekakuan pada berbagai lintasan tegangan dapat didekati dengan satu kumpulan parameter model. (Perbedaan yang kecil sebesar 0.15% telah diaplikasikan pada hasil dari sampel yang lepas untuk memperhitungkan respons yang relatif lunakperhitungan pada tahap awal pengujian).
Uji Pressuremeter Dalam bab ini dilakukan simulasi uji pressuremeter dan kemudian dibandingkan antara hasil dari PLAXIS dan hasil uji eksperimental di laboratorium. Digunakan hasil uji laboratorium pada pasir padat dengan parameter seperti dalam Tabel 8.2. Di lapangan, pressuremeter dengan diameter 44 mm dan tinggi 160 mm yang dibungkus dengan suatu membran dipasang pada selimut sondir. Di laboratorium, pressuremeter dipasang pada pipa dengan diameter 44 mm dan diletakkan pada ruang kalibrasi berbentuk silinder dengan diameter 1.2 m dan tinggi 0.75 m. Tegangan permukaan atau tegangan overburden sebesar 500 kPa diberikan untuk memodelkan kondisi tegangan pada kedalaman yang lebih besar. Dalam PLAXIS hanya setengah dari geometri yang dimodelkan dengan menggunakan model axi-simetri (Gambar 8.13). Tegangan
overburden dimodelkan oleh beban A, dan mengembangnya pressuremeter dimodelkan dengan memberikan beban merata horisontal, yaitu beban B. Karena itu batas standar awal harus diubah di dekat pressuremeter untuk mengijinkan terjadinya perpindahan horisontal secara bebas.
Gambar 8.13 Model geometri untuk uji pressuremeter
8-10
PLAXIS Versi 8
APLIKASI MODEL TANAH TINGKAT LANJUT Agar diskontinuitas pada perpindahan horisontal dapat terjadi, digunakan antarmuka vertikal sepanjang lubang selimut dari pressuremeter dan antarmuka horisontal tepat di atas pressuremeter. Kedua antarmuka diatur bersifat kaku ( Rinter = 1.0). Garis geometri tambahan digambarkan di sekeliling pressuremeter agar dapat membentuk jaring elemen yang lebih halus secara lokal. Setelah pembentukan tegangan awal, beban overburden vertikal (beban A) diberikan dengan menggunakan kondisi batas standar. Dari perhitungan, tegangan lateral disekitar pressuremeter adalah sekitar 180 kPa. Kemudian jepit horisontal di dekat pressuremeter dihapus,perhitungan dalam program Masukan, dan digantikan beban B sebesar kPa. Dalam selanjutnya tegangan (beban B)dengan ditingkatkan lebih lanjut180 dengan menggunakan Tahapan konstruksi dalam analisis Jaring elemen yang diperbaharui. Hasil dari perhitungan ini diberikan dalam Gambar 8.14 dan Gambar 8.15.
Gambar 8.14 Distribusi tegangan pada geometri yang terdeformasi di sekitar pressuremeter pada tegangan sebesar 2350 kPa Gambar 8.14 menunjukkan detil dari deformasi dan distribusi tegangan saat tegangan dalam pressuremeter sebesar 2350 kPa. Tegangan pasif yang tinggi terlihat berkumpul pada tempat di dekat pressuremeter. Tepat di atas pressuremeter tegangan vertikal sangat kecil akibat adanya efek busur. Jauh dari pressuremeter, terbentuk kondisi tegangan normal sesuai dengan K0. Gambar 8.15 menunjukkan perbandingan antara hasil perhitungan numerik dan hasil yang diperoleh dari uji laboratorium. Dalam gambar tersebut tegangan pressuremeter dinyatakan sebagai fungsi dari perubahan volume relatif. Besarnya perubahan volume relatif tidak dapat diperoleh secara langsung dari PLAXIS tetapi dihitung dari radius awal R0 dan muai lateral ux dari pressuremeter sebagai berikut :
8-11
MANUAL MODEL MATERIAL ΔV
V0
=
(R 0
2
+ u x)
− R 02
(8.1)
R 02
Hingga tegangan sebesar 1600 kPa hasil yang diperoleh cukup sesuai. Di atas 1600 kPa terdapat penurunan tiba-tiba dalam kekakuan dari uji aktual, yang tidak dapat dijelaskan. Namun demikian, parameter semula dari pasir padat yang diturunkan dari uji triaksial tampaknya juga sesuai dengan data pressuremeter. 2500 ] a ] 2000 P a k P [ k [ n e ra u g s n s a e rg p
e T
1500 1000
Plaxis Plaxis
500
Datadata uji Test
0 0
0.1
0.2
0.3
0.4
dV/V 0 dV/V0 Gambar 8.15 Perbandingan antara hasil perhitungan numerik dan data uji aktual
Kesimpulan Hasil-hasil di atas menunjukkan bahwa dengan menggunakan model Hardening Soil dimungkinkan untuk melakukan berbagai simulasi uji laboratorium dengan berbagai lintasan tegangan. Hal ini tidak dapat dilakukan dengan menggunakan model sederhana seperti Mohr-Coulomb tanpa mengubah parameter masukan. Karena itu, parameter dalam model Hardening Soil adalah konsisten dan kurang-lebih tidak bergantung pada lintasan tegangan tertentu. Hal ini menjadikan model HS sangat berguna dan akurat, dan dapat digunakan dalam berbagai aplikasi praktis.
8.3 MODEL SSC : RESPON UJI KOMPRESI SATU DIMENSI
Dalam bab ini ditunjukkan perilaku model Soft Soil Creep berdasarkan uji kompresi satu dimensi pada tanah lempung. Dilakukan dua jenis analisis. Pertama, dilakukan simulasi uji dengan mengasumsikan kondisi terdrainase untuk menunjukkan hubungan tegangan-regangan yang bersifat logaritmik serta perilaku logaritmik dari waktupenurunan dalam jangka panjang (kompresi sekunder). Kedua, dilakukan simulasi uji yang lebih realistis dengan mengikutsertakan kondisi tak terdrainase dan konsolidasi. Karena proses konsolidasi bergantung pada panjang drainase, maka merupakan hal yang penting untuk menggunakan ukuran sebenarnya dari uji. Dalam kasus ini digunakan konfigurasi axi-simetri dengan tinggi spesimen 0.01 m, seperti pada Gambar 8.16. 8-12
PLAXIS Versi 8
APLIKASI MODEL TANAH TINGKAT LANJUT Parameter material ditunjukkan dalam Tabel 8.3. Nilai parameter dipilih secara acak, tetapi parameter ini tetap realistis untuk lempung yang terkonsolidasi normal. Tekanan prakonsolidasi vertikal adalah sebesar 50 kPa (POP = 50 kPa).
Gambar 8.16 Uji kompresi satu dimensi
Analisis terdrainase Dalam analisis pertama serangkaian langkah pembebanan plastis diaplikasikan dengan menggunakan kondisi terdrainase. Beban ditingkatkan sebesar dua kali lipat dalam
Tahapanterakhir, konstruksi setiap langkah dengan menggunakan dengan peningkatan waktuperhitungan sebesar 1 hari. Setelah langkah pembebanan diaplikasikan rentang waktu rangkak selama 100 hari. Urutan perhitungan diberikan dalam Tabel 8.4. Seluruh perhitungan dilakukan dengan toleransi sebesar 1%. Tabel 8.3 Parameter model Soft Soil Creep untuk uji kompresi satu dimensi Parameter Berat volume Permeabilitas Indeks kompresi termodifikasi Indeks muai termodifikasi Indeks kompresi sekunder Angka Poisson Kohesi Sudut geser Sudut dilatansi Koefisien tekanan tanah lateral
Simbol γ kx, ky λ* κ* μ* νur c φ ψ 0.5 K0NC
Nilai 19 0.0001 0.10 0.02 0.005 0.15 1.0 30 0.0 -
Satuan kN/m3 m/hari kN/m2
° °
8-13
MANUAL MODEL MATERIAL Tabel 8.4 Urutan perhitungan untuk kasus terdrainase
1 2 3 4 5
Jenis perhitungan Plastis Plastis Plastis Plastis Plastis
Masukan beban : Tahapan konstruksi [kPa] 10 20 40 80 160
Peningkatan waktu [hari] 1 1 1 1 1
Waktu total [hari] 1 2 3 4 5
6 7 8
Plastis Plastis Plastis
320 640 640
1 1 100
6 7 107
Tahap
Analisis tak terdrainase Dalam analisis kedua langkah pembebanan diberikan secara seketika dengan menggunakan kondisi tak teralir. Setelah setiap langkah pembebanan, dilakukan konsolidasi selama 1 hari agar seluruh tekanan air pori berlebih terdisipasi. Setelah langkah pembebanan yang terakhir, diberikan rentang waktu rangkak selama 100 hari. Urutan perhitungan untuk analisis ini diberikan dalam Tabel 8.5. Seluruh perhitungan dilakukan dengan toleransi sebesar 1%. Tabel 8.5 Urutan perhitungan untuk analisis kedua
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jenis perhitungan Plastis Konsolidasi Plastis Konsolidasi Plastis Konsolidasi Plastis Konsolidasi Plastis Konsolidasi Plastis Konsolidasi Plastis
Masukan beban : Tahapan konstruksi [kPa] 10 10 20 20 40 40 80 80 160 160 320 320 640
Peningkatan waktu [hari] 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0
Waktu total [hari] 0 1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 6
14 15
Konsolidasi Konsolidasi
640 640
1 100
7 107
Tahap
8-14
PLAXIS Versi 8
APLIKASI MODEL TANAH TINGKAT LANJUT
] m m [ n a n u r n u e P
σ1 [kPa]
Gambar 8.17 Kurva beban-penurunan dari simulasi uji oedometer dengan model Soft Soil Creep. (A) Pembebanan transien dengan beban dua kali lipat dalam satu hari. (B) Pembebanan seketika dengan beban dua kali lipat setiap hari. (C) Seperti pada "A" tetapi dengan perhitungan Jaring elemen yang diperbaharui
] m m [ n a n ru u n e P
Waktu [hari]
Gambar 8.18 Kurva waktu-penurunan dari simulasi uji oedometer dengan model Soft Soil Creep. (A) Pembebanan transien dengan beban dua kali lipat dalam satu hari. (B) Pembebanan seketika dengan beban dua kali lipat setiap hari.
8-15
MANUAL MODEL MATERIAL Gambar 8.17 menunjukkan kurva beban-penurunan dari kedua analisis. Dapat dilihat bahwa setelah konsolidasi berlangsung, hasil dari uji tak terdrainase sesuai dengan ujiuji terdrainase. Pengaruh dari tekanan prakonsolidasi dapat terlihat jelas, meskipun transisi antara pembebanan kembali dan pembebanan utama (primer) tidak sejelas jika menggunakan model Soft Soil. Dalam kenyataan, hasil yang ditunjukkan disini lebih realistis. Transisi terjadi pada tegangan sekitar 50 kPa. Dari kemiringan garis pembebanan primer dapat dilakukan analisis-balik bahwa indeks kompresi λ* = Δε1 / ln ((σ1 + Δσ1)/σ1) ≈ 0.10. Perhatikan bahwa penurunan sebesar 1 mm merupakan ε1 = 10%. Untuk regangan aksial sebesar 30% umumnya digunakan analisis Jaring elemen yang diperbaharui, yang tidak dilakukan pada analisis sederhana ini. Namun jika digunakan model Soft Soil dalam analisis jaring elemen yang diperbaharui dengan regangan aksial lebih dari 15% maka efek pengerasan akan terlihat seperti ditunjukkan oleh garis C dalam Gambar 8.17. Gambar 8.18 menunjukkan kurva waktu-penurunan dari analisis terdrainase dan tak terdrainase. Dari bagian akhir pada kurva dapat dilakukan analisis-balik bahwa indeks kompresi sekunder μ* = Δε1 / ln (Δt/t0) ≈ 0.005 (dengan t0 = 1 hari). Fenomena menarik lainnya adalah terjadinya tegangan lateral. Selama pembebanan utama, tegangan lateral ditentukan oleh K0NC, yang tepat untuk tanah yang terkonsolidasi normal. Selama pengurangan beban, tegangan lateral jauh semakin berkurang dibandingkan tegangan vertikal, sehingga rasio σ′xx/σ′yy akan meningkat. Untuk menunjukkan efek ini, perhitungan dilanjutkan dengan tahap baru berupa pengurangan beban secara terdrainase yang dimulai dari tahap 7 (lihat Tabel 8.4) dimana tegangan vertikal dikurangi hingga 80 kPa.
Gambar 8.19 Kondisi tegangan pada tingkat tegangan vertikal -80 kPa. Kiri, setelah pembebanan primer σ′xx ≈ -40 kPa. Kanan, setelah pengurangan beban dari -640 kPa σ′xx ≈ -220 kPa Gambar 8.19 menunjukkan kondisi tegangan untuk kedua tahap perhitungan yang berbeda, keduanya pada tingkat tegangan vertikal sebesar 80 kPa. Gambar di sebelah kiri menunjukkan kondisi tegangan setelah pembebanan primer. Seperti yang diharapkan, tegangan horisontal yang dihasilkan adalah sekitar -40 kPa (sesuai dengan nilai K0NC = 0.5). Gambar di sebelah kanan menunjukkan kondisi akhir setelah 8-16
PLAXIS Versi 8
APLIKASI MODEL TANAH TINGKAT LANJUT pengurangan beban hingga -80 kPa. Pada kasus ini tegangan horisontal berkurang dari -320 kPa hingga menjadi sekitar -220 kPa, ( Δσ′xx = 100 kPa), yang jauh lebih kecil dibandingkan penurunan tegangan vertikal (Δσ′yy = 560 kPa). Karena itu, diperoleh kondisi dimana σ′xx lebih besar daripada σ′yy. Pengurangan beban yang diberikan secara tiba-tiba pada uji kompresi satu dimensi, perilaku yang terjadi adalah sepenuhnya elastis. Karena itu rasio dari peningkatan tegangan horisontal terhadap peningkatan tegangan vertikal dapat ditentukan sebagai berikut :
′ ′
Δσ xx Δσ yy
=
ν ur
(8.2)
1 − ν ur
Verifikasi bahwa angka Poisson νur = 0.15 seperti dalam Tabel 8.3 dapat dengan mudah dilakukan.
8.4 MODEL SSC : UJI TRIAKSIAL TAK TERDRAINASE PADA BERBAGAI KECEPATAN PEMBEBANAN
Dalam bab ini model Soft Soil Creep akan digunakan untuk melakukan simulasi uji triaksial tak terdrainase dari tanah lempung pada beberapa kecepatan regangan yang berbeda. Parameter model diperoleh dari hasil uji pada lempung Haney (lihat Bab 6) dan diberikan dalam Tabel 8.6. Tabel 8.6 Parameter model Soft Soil Creep untuk uji kompresi satu dimensi Parameter
Simbol
Nilai
Satuan
Indeks kompresi termodifikasi
λ*
0.105
-
Indeks muai termodifikasi
*
κ
0.016
-
Indeks kompresi sekunder
μ*
0.004
-
Angka Poisson
νur
0.15
-
Kohesi
c
0.0
kN/m2
Sudut geser
φ
32
Sudut dilatansi
ψ
0.0
° °
Koefisien tekanan tanah lateral
K0NC0.61
Permeabilitas
kx, ky
0.0001
m/hari
Pemodelan dari uji triaksial adalah seperti yang telah dijelaskan dalam Bab 8.1, tetapi sekarang digunakan ukuran sampel uji yang sesungguhnya (17.5 × 17.5 mm2) seperti ditunjukkan dalam Gambar 8.20. Permukaan spesimen (sisi atas pada gambar di sebelah kanan pada Gambar 8.20) diasumsikan terdrainase sedangkan kondisi batas lainnya
8-17
MANUAL MODEL MATERIAL diasumsikan tertutup. Selain pemberian beban yang bersifat isotropis, perpindahan tertentu juga diberikan. Kedua jenis pembebanan ini dimodelkan dengan menggunakan pilihan Tahapan konstruksi. Selama pembebanan isotropis, baik beban horisontal maupun beban vertikal (keduanya sistem beban A) diberikan secara bersamaan. Tahapan perhitungan untuk pemberian beban isotropis terdiri dari analisis plastis yang tak terdrainase dan analisis konsolidasi. Perpindahan tertentu
m 5 7 1 .0 0
0.0175 m
Gambar 8.20 Pemodelan uji triaksial pada lempung Haney. Konfigurasi awal (kiri) dan konfigurasi untuk Tahap 9 ~ 11 (kanan) Setelah tahap pemberian beban isotropis, perpindahan diatur hingga kembali menjadi nol. Beban vertikal dinonaktifkan dan perpindahan tertentu diaktifkan. Kecepatan pembebanan dimodelkan dengan memberikan perpindahan tertentu pada berbagai kecepatan, yaitu dengan memberikan perpindahan berupa regangan aksial sebesar 12% (2.1 mm) masing-masing dalam 8.865 hari (0.00094%/mnt), dalam 0.0556 hari (0.15%/mnt) dan 0.00758 hari (1.10%/mnt). Setiap tahap pembebanan berupa perpindahan tertentu dimulai dari akhir tahap pemberian beban isotropis. Urutan perhitungan diberikan dalam Tabel 8.7. Hasil perhitungan diberikan dalam Gambar 8.21 dan Gambar 8.22. Gambar 8.21 menunjukkan kurva tegangan-regangan dari tahap pembebanan berupa pemberian perpindahan tertentu. Terlihat bahwa kuat geser sangat tergantung pada kecepatan regangan, dimana semakin tinggi kecepatan regangan semakin tinggi pula kuat geser. Gambar 8.22 menunjukkan lintasan tegangan p-q dari tahap-tahap pembebanan berupa pemberian perpindahan tertentu. Untuk kecepatan regangan yang semakin tinggi terjadi reduksi tegangan efektif rata-rata yang lebih kecil, sehingga tegangan deviator ultimit menjadi lebih besar. Harus diperhatikan bahwa kondisi tegangan tidak seluruhnya homogen, karena distribusi tekanan air pori (berlebih) yang tidak homogen. Hal ini diakibatkan oleh fakta bahwa titik-titik yang berada dekat batas aliran akan berkonsolidasi lebih cepat dibandingkan titik-titik lain yang berada pada jarak yang lebih jauh.
8-18
PLAXIS Versi 8
APLIKASI MODEL TANAH TINGKAT LANJUT Tabel 8.7 Urutan perhitungan untuk uji triaksial pada berbagai kecepatan pembebanan Tahap
Jenis perhitungan
Beban yang diberikan [kPa]
Perpindahan tertentu [mm]
Peningkatan waktu [hari]
1
Plastis
65
Tidak aktif
0.00
2
Konsolidasi
65
Tidak aktif
0.01
3
Plastis
130
Tidak aktif
0.00
4
Konsolidasi
130
Tidak aktif
0.01
5
Plastis
260
Tidak aktif
0.00
6
Konsolidasi
260
Tidak aktif
0.01
7
Plastis
520
Tidak aktif
0.00
8
Konsolidasi
520
Tidak aktif
0.01
9
Plastis
520
0.0021
8.865
10 (dimulai dari 8)
Plastis
520
0.0021
0.0556
11 (dimulai dari 8)
Plastis
520
0.0021
0.00758
ta a r ta a r
q
C = 1.10% / menit B = 0.15% / menit A = 0.00094% / menit
ε1
Gambar 8.21 Hubungan tegangan deviator rata-rata terhadap regangan aksial pada beberapa kecepatan peregangan yang berbeda
8-19
MANUAL MODEL MATERIAL
2
] /m N k [ q
A = 0.00094% / menit B = 0.15% / menit C = 1.10% / menit
p [k N/m ]
Gambar 8.22 Lintasan tegangan p-q dengan beberapa kecepatan peregangan yang berbeda pada titik di posisi (0.01, 0.01)
8.5 MODEL SS : RESPON UJI KOMPRESI ISOTROPIS
Dalam bab ini akan ditunjukkan bahwa model Soft Soil mengikuti hubungan logaritmik antara regangan volumetrik dan tegangan rata-rata pada kompresi isotropis. Untuk tujuan ini maka uji disimulasikan seperti pada Gambar 8.1. Beban vertikal (A) dan beban horisontal (B) diaplikasikan secara bersamaan pada tingkat beban yang sama sehingga terjadi kondisi tegangan yang isotropis. Parameter model Soft Soil dipilih secara acak, tetapi tetap realistis untuk lempung yang terkonsolidasi normal. Parameterpaameter ini diberikan dalam Tabel 8.8. Tabel 8.8 Parameter model Soft Soil Creep untuk uji kompresi satu dimensi Parameter Indeks kompresi termodifikasi Indeks muai termodifikasi Angka Poisson Sudut geser Kohesi Koefisien tekanan tanah lateral
Simbol λ* κ* νur φ c 0.5 K0NC
Nilai 0.10 0.02 0.15 30 1.0
Satuan -
° kPa -
Dari kondisi tegangan bebas, model dibebani secara isotropis hingga tegangan rata-rata p′ = 100 kPa, dan kemudian perpindahan diatur menjadi nol. Material akan terkonsolidasi secara normal, yaitu tekanan prakonsolidasi adalah sama dengan kondisi tegangan saat ini. Setelah itu, tegangan isotropis ditingkatkan menjadi p′ = 1000 kPa. Pembebanan ini disebut sebagai "pembebanan primer", dan kemudian dilakukan
8-20
PLAXIS Versi 8
APLIKASI MODEL TANAH TINGKAT LANJUT "pengurangan beban" secara isotropis hingga p′ = 100 kPa. Akhirnya, sampel dibebani kembali hingga p′ = 10000 kPa. Pada pembebanan yang terakhir, beban maksimum sebelumnya sebesar 1000 kPa dilampaui sehingga pembebanan akan terdiri dari dua bagian : bagian untuk beban p′ < 1000 kPa yang disebut sebagai "pembebanan kembali" (reloading) dan bagian dimana beban p′ > 1000 kPa yang merupakan pembebanan primer lebih lanjut. Tahapan perhitungan ditunjukkan dalam Tabel 8.9. Tabel 8.9 Tahapan perhitungan untuk uji kompresi isotropis pada lempung Tahap 0 1 2 3 4
Situasi awal Pembebanan primer Pengurangan beban Pembebanan kembali Pembebanan primer
Tegangan awal p0 = 100 kPa p1 = 1000 kPa p2 = 100 kPa p3 = 1000 kPa
Tegangan final p0 = 100 kPa p1 = 1000 kPa p2 = 100 kPa p3 = 1000 kPa p4 = 10000 kPa
Hasil perhitungan diberikan dalam Gambar 8.23, yang menunjukkan hubungan antara regangan vertikal εyy dan tegangan vertikal σ′yy.
pembebanan primer
y y
′
σ
pembebanan primer pengurangan beban
pembebanan kembali
εyy
Gambar 8.23 Hasil uji kompresi isotropis Tegangan vertikal digambarkan dalam skala logaritma, dan gambar tersebut menunjukkan dua buah garis lurus, yang mengindikasikan bahwa memang terdapat hubungan logaritmik untuk pembebanan dan pengurangan beban. Regangan vertikal adalah 1/3 dari regangan volumetrik, εv, dan tegangan vertikal adalah sama dengan tegangan rata-rata, p′. Regangan volumetrik dapat diperoleh dari perhitungan yang diberikan dalam Tabel 8.10.
8-21
MANUAL MODEL MATERIAL Tabel 8.10 Regangan volumetrik pada berbagai tahap perhitungan Tahap 0 1 2 3 4
Regangan awal εv0 = 0.000 εv1 = -0.235 εv2 = -0.188 εv3 = -0.235
Regangan final εv0 = 0.000 εv1 = -0.235 εv2 = -0.188 εv3 = -0.235 εv4 = -0.471
Dari regangan-regangan ini serta tegangan-tegangan yang berkaitan, parameter λ* dan κ* dapat dihitung balik dengan menggunakan Pers. (7.1) dan (7.2). Tahap 1
* λ =
−
Tahap 2
* κ =
−
Tahap 3
* κ =
−
Tahap 4
* λ =
−
εv −εv 1
(
0
1
ln p / p
0
)
=
0.235 = 0.102 ln (1000 / 100)
2 1 0.188 − 0.235 εv −εv = = 0.020 2 1 (100 / 1000) ln ln p / p
(
)
εv −εv 3
(
2
3
ln p / p
2
)
=
0.235 − 0.188 = 0.020 ln (1000 / 100 )
ε v4 − ε v3 = 0.471 − 0.235 = 0.102 4 3 ln (10000 / 1000) ln p / p
(
)
Nilai yang diperoleh dari hasil analisis-balik ini berkaitan dengan nilai masukan yang diberikan dalam Tabel 8.8. Perhatikan bahwa model Soft Soil tidak mengikutsertakan efek waktu seperti pada kompresi sekunder. Perilaku seperti itu diikutsertakan dalam model Soft Soil Creep. Sebuah contoh dari aplikasi dengan menggunakan model ini diberikan dalam Bab 8.7.
8.6 KONSTRUKSI GALIAN DI BAWAH MUKA AIR DENGAN MODEL HS
Dalam contoh ini kelebihan dari model Hardening Soil ditunjukkan, yaitu berupa pembedaan antara kekakuan saat pembebanan dan kekakuan saat pengurangan beban. Fitur ini secara khusus menjadi penting pada masalah pengurangan beban seperti pada galian dan terowongan.
8-22
PLAXIS Versi 8
APLIKASI MODEL TANAH TINGKAT LANJUT
Lempung
Pasir
Gambar 8.24 Model geometri dari galian di bawah muka air Dalam contoh galian di bawah elevasi muka air, yang diberikan dalam Manual Latihan, terjadi penyembulan pada dasar galian yang besar dan tidak realistis. Untuk menunjukkan bahwa hasil perhitungan dapat lebih ditingkatkan dengan menggunakan model Hardening Soil, contoh yang serupa digunakan kembali di sini. Model geometri yang digunakan serupa dengan yang digunakan dalam Pelajaran 2 seperti dalam Gambar 8.24, tetapi dengan sedikit penyederhanaan. Kedua lapisan tanah dimodelkan dengan menggunakan model Hardening Soil dan bukan dengan model Mohr-Coulomb. Parameter model diberikan dalam Tabel 8.11. Tabel 8.11 Parameter model HS untuk kedua lapisan tanah dalam proyek galian Parameter Lapisan lempung Lapisan paasir Satuan 17 / 20 kN/m3 γ di atas / di bawah elevasi m.a.t. 16 / 18 2 E50ref (untuk = p100 kPa) 8000 30000 kN/m ref ref 2 Eur (untuk= p100 24000 90000 kN/m ref kPa) 2 kPa) 4000 30000 kN/m Eoedref (untuk= p100 ref 2 Kohesi c 5.0 1.0 kN/m 25 32 Sudut geser φ ° 0 2 Sudut dilatansi ψ ° ur Angka Poisson Eksponen m ν 0.8 NC K0 0.5 Kuat tarik Rasio keruntuhan
0.20.5 0.47 0.0 0.9
0.2 -
-
0.0 0.9
kN/m2 -
-
8-23
MANUAL MODEL MATERIAL Setelah pembentukan tekanan air pori awal dan pembentukan tegangan efektif, galian dilakukan dalam dua tahap. Hasil dari galian ditunjukkan dalam Gambar 8.25. Jaring elemen yang terdeformasi secara jelas menunjukkan bahwa terdapat sedikit penyembulan pada dasar galian. Sebagian besar dari deformasi diakibatkan oleh gerakan horisontal dari dinding diafragma, yang menekan tanah ke atas. Penyembulan vertikal pada dasar galian yang terletak jauh dari dinding sangat kecil dibandingkan dengan hasil yang ditunjukkan dalam Manual Latihan. Perbedaan yang terjadi dapat dijelaskan oleh fakta bahwa, berbeda dengan model MohrCoulomb, model Hardening Soil membedakan antara kekakuan saat pembebanan dan saat pengurangan beban. Kekakuan saat pengurangan beban disini diatur sebesar tiga kali dari kekakuan saat pemberian beban, yang merupakan pengaturan pra-pilih dalam PLAXIS.
Gambar 8.25 Jaring elemen terdeformasi setelah penggalian
8.7 KONSTRUKSI TIMBUNAN UNTUK JALAN DENGAN MODEL SSC
Contoh ini menunjukkan beberapa fitur dari model Soft Soil Creep dalam pemodelan tanah untuk permasalahan rekayasa. Salah satu fitur ini adalah reduksi tegangan efektif rata-rata dalam pembebanan tak terdrainase akibatkarena memadatnya ini menjadi penting khususnya dalam konstruksi timbunan, hal initanah. sangatSifat mempengaruhi stabilitas dari timbunan selama konstruksi. Misalnya, dalam bagian pertama Pelajaran 5 dari Manual Latihan (konstruksi timbunan untuk jalan) faktor keamanan yang diperoleh relatif rendah selama proses konstruksi.
8-24
PLAXIS Versi 8
APLIKASI MODEL TANAH TINGKAT LANJUT
pasir gambu lempu
Gambar 8.26 Model geometri dari proyek timbunan untuk jalan Saat menggunakan model Soft Soil Creep untuk lapisan lempung dengan sifat kekuatan efektif sama dengan yang digunakan untuk model Mohr-Coulomb, faktor keamanan bahkan akan menjadi lebih rendah. Untuk mmberikan ilustrasi dari efek ini, timbunan pada Pelajaran 5, seperti pada Gambar 8.26, dianalisis kembali. Dalam bab ini digunakan model geometri yang sama dengan model dalam Perlajaran 5, namun lapisan lempung dimodelkan dengan menggunakan model Soft Soil Creep. Parameter model untuk lapisan ini diberikan dalam Tabel 8.12. Lapisan gambut dan timbunan pasir dimodelkan dengan menggunakan model Mohr-Coulomb dan menggunakan parameter yang sama seperti yang diberikan dalam Pelajaran 5 dari Manual Latihan. Tabel 8.12 Parameter model Soft Soil Creep untuk lapisan lempung yang tak terdrainase Parameter Berat volume tanah di atas garis freatik γunsat Berat volume tanah di bawah garis freatik γsat Permeabilitas arah horisontal kx Permeabilitas arah vertikal ky Indeks kompresi termodifikasi λ* Indeks muai termodifikasi κ* Indeks kompresi sekunder μ* Angka Poisson νur Kohesi c 2 kN/m Sudut geser φ Sudut dilatansi ψ Koefisien tekanan tanah lateral K0NC0.59 OCR
Lapisan lempung 15 18 1⋅10-4 1⋅10-4 0.035 0.007 0.002 0.15
Satuan kN/m3 kN/m3 m/hari m/hari -
24 0
° °
2
1.4
-
Tahap-tahap perhitungan ditunjukkan dalam Tabel 8.13. Tiga tahap pertama dilakukan dengan menggunakan Tahapan konstruksi. Tahap keempat dilakukan dengan menggunakan masukan beban berupa Tekanan air pori minimum dan tahap Analisis keamanan dilakukan dengan menggunakan masukan beban berupa Peningkatan faktor pengali.
8-25
MANUAL MODEL MATERIAL Penting untuk disampaikan disini bahwa jika dilakukan analisis Faktor keamanan, maka pilihan Jaring elemen yang diperbaharui tidak boleh digunakan. Hal ini berkaitan dengan fakta bahwa dengan pilihan ini maka analisis Reduksi phi-c akan menghasilkan faktor keamanan yang tidak terhingga. Perhatikan bahwa jika karena suatu hal sebuah tahap perhitungan normal (seperti Tahapan konstruksi atau Reduksi phi-c) diperlukan setelah tahapan dengan Jaring elemen yang diperbaharui, maka peralihan atau perpindahan harus diatur menjadi nol terlebih dahulu. Tabel 8.13 Urutan perhitungan untuk uji triaksial pada berbagai kecepatan pembebanan Tahap Mulai dari Jenis 1 0 Konsolidasi, Waktu batas 2 1 Konsolidasi, Waktu batas 3
2
4
3
5
1
Konsolidasi, Waktu batas Konsolidasi, Tekanan air pori minimum Analisis keamanan
Masukan pembebanan Interval waktu Bagian pertama timbunan 5 hari Jumlah maksimum 50, Peningkatan waktu pertama = 1 hari Bagian kedua timbunan
200 hari
5 hari
Jumlah maksimum 30, Peningkatan waktu pertama = 1 hari Msf = 0.1
Gambar 8.27 menunjukkan analisis Faktor keamanan setelah konstruksi dari lapis pertama timbunan (setelah 5 hari). Selain itu, gambar tersebut juga menunjukkan hasil dari analisis Faktor keamanan dengan menggunakan model Mohr-Coulomb (lihat Manual Latihan). Terlihat bahwa faktor keamanan dari model Soft Soil Creep adalah 1.01, sedangkan dari model Mohr-Coulomb adalah 1.11. Perbedaan ini diakibatkan oleh reduksi dari tegangan efektif rata-rata sebagai hasil dari akumulasi pemampatan yang tidak dapat kembali seperti semula (regangan rangkak volumetrik) dalam model SSC. Jelas karena rendahnya faktor keamanan ini maka perhitungan dari tahap-tahap lainnya tidak dapat dilakukan karena struktur tanah telah mencapai kondisi keruntuhannya. Faktor keamanan 1.14 Model MC 1.11 1.08 1.05 1.02
Model SSC
0.99
Gambar 8.27 Faktor keamanan dengan menggunakan model MC dan model SSC 8-26
PLAXIS Versi 8
APLIKASI MODEL TANAH TINGKAT LANJUT Perpindahan [m] -0.5 Model SSC -0.4 Model MC -0.3
-0.2
-0.1
0 0
100
200
300
400
500
600
Waktu [hari]
(a) Perpindahan [m] 0.5 Model SSC
0.4
0.3
Model MC 0.2
0.1
0 0
100
200
300
400
500
600
Waktu [hari]
(b) Gambar 8.28 Perbandingan antara model SSC dan model MC (a) perpindahan vertikal di Titik A, (b) perpindahan horisontal di Titik B Untuk mempelajari pengaruh dari model SSC terhadap respon dari timbunan, dilakukan sebuah Analisis jaring elemen yang diperbaharui. Hasilnya kenudian dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan model Mohr8-27
MANUAL MODEL MATERIAL Coulomb. Gambar 8.28a menunjukkan perpindahan vertikal di Titik A dan Gambar 8.28b menunjukkan perpindahan vertikal di Titik B (lihat juga Gambar 8.26). Dapat dilihat bahwa model SSC menghasilkan sedikit perbedaan pada perpindahan vertikal, tetapi menghasilkan perbedaan yang besar pada perpindahan horisontal. Perpindahan horisontal ini berkaitan dengan fakta bahwa material telah dekat dengan keruntuhan akibat efek rangkak. Gambar 8.29 menunjukkan kecenderungan terjadinya keruntuhan setelah konstruksi dari lapisan kedua.
Gambar 8.29 Kecenderungan terjadinya mekanisme keruntuhan setelah konstruksi dari bagian kedua timbunan
Kesimpulan Reduksi dari tegangan efektif rata-rata selama pembebanan tak terdrainase merupakan sebuah fenomena yang telah diketahui dalam ilmu rekayasa tanah. Fenomena ini mempunyai pengaruh buruk terhadap kekuatan dan stabilitas dari struktur tanah. Saat menggunakan model tanah yang sederhana, seperti model Mohr-Coulomb, efek ini tidak diperhitungkan dan menghasilkan prediksi tingkat stabilitas yang berlebihan. Dalam kasus seperti ini lebih baik untuk menggunakan sifat atau parameter tak terdrainase dalam model Mohr-Coulomb (c = cu dan φ = 0). Model Soft Soil Creep telah mengikutsertakan efek dari reduksi tegangan efektif ratarata selama pembebanan tak terdrainase. Model ini memberikan prediksi yang lebih realistis terhadap perilaku dari tanah lunak, termasuk perilaku yang bergantung terhadap waktu (kompresi sekunder dan konsolidasi). Walaupun demikian, kelemahan dari model ini adalah fakta bahwa sifat kekuatan tak terdrainase tidak dapat digunakan (hanya c′ dan φ′ saja) dan bahwa prosedur numerik menjadi lebih rumit (menjadi kurang handal) saat keruntuhan tanah tercapai.
8-28
PLAXIS Versi 8
MODEL TANAH DARI PENGGUNA 9
MODEL TANAH DARI PENGGUNA
9.1 PENGANTAR
PLAXIS Versi 8 mempunyai sebuah fasilitas berupa model yang dimasukkan oleh pengguna yang disebut sebagai model UD (user-defined) atau model dari pengguna. Fasilitas ini memungkinkan pengguna untuk menggunakan model konstitutif tanah (hubungan antara tegangan-regangan-waktu) yang sangat beragam dalam PLAXIS. Model seperti ini harus diprogram dalam FORTRAN (atau bahasa pemrograman yang lain), dan kemudian disusun (di-compile) sebagai suatu Dynamic Link Library (DLL) dan kemudian ditambahkan ke dalam direktori program PLAXIS. Pada prinsipnya, pengguna perlu menyediakan informasi mengenai kondisi tegangan serta state variable saat ini dan PLAXIS menyediakan informasi mengenai hal-hal tersebut pada waktu sebelumnya, dan juga informasi mengenai peningkatan regangan dan waktu. Dalam basis data material dari program Masukan P LAXIS, parameter model yang diperlukan dapat dimasukkan dalam kumpulan data material. σ ijt + Δt , κ t + Δt tegangan dan state variable saat ini σ ijt , κ t
Δεij,Δt
tegangan dan
state variable sebelumnya
peningkatan regangan dan waktu
Sebagai contoh, subrutin model UD berdasarkan model material Drucker-Prager disediakan dalam direktori model tanah dari pengguna, yang disertakan dalam CD program. Dalam bab ini, diberikan penjelasan langkah-demi-langkah mengenai bagaimana model tanah dari pengguna dibentuk dan digunakan dalam PLAXIS. Petunjuk : Perhatikan bahwa organisasi PLAXIS tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tidak berfungsinya atau kesalahan hasil akibat implementasi dan/atau penggunaan model UD (model dari pengguna).
9.2 IMPLEMENTASI MODEL UD DALAM PROGRAM PERHITUNGAN
Program perhitungan PLAXIS telah didesain untuk dapat menggunakan model tanah yang dimasukkan oleh pengguna. Terdapat empat buah tugas (fungsionalitas) utama yang dilakukan dalam program perhitungan :
• •
Inisialisasi state variables
• •
Pembentukan matriks kekakuan efektif dari material
Perhitungan dari tegangan konstitutif (tegangan yang dihitung dari model material pada langkah tertentu)
Pembentukan matriks kekakuan elastis dari material 9-1
MANUAL MODEL MATERIAL Keempat tugas utama ini (dan tugas lainnya) harus didefinisikan oleh pengguna dalam sebuah subrutin yang disebut sebagai "User_Mod". Dalam subrutin ini lebih dari satu model UD dapat didefinisikan. Jika sebuah model UD digunakan dalam suatu aplikasi, program perhitungan akan memanggil tugas yang berkaitan dari subrutin User_Mod. Untuk membuat sebuah model UD, subrutin User_Mod harus mempunyai struktur sebagai berikut : SubRoutine User_Mod
(IDTask, iMod, IsUndr, iStep, iter, Iel, Int, X, Y, Z, Time0, dTime, Props, Sig0, Swp0, StVar0, dEps, D, Bulk_W, Sig, Swp, StVar, ipl, nStat, NonSym, iStrsDep, iTimeDep, iTang, iPrjDir, iPrjLen, iAbort)
dimana : IDTask
= Identifikasi dari tugas (1 = Inisialisasi state variables; 2 = Hitung tegangan konstitutif; 3 = Bentuk matriks kekakuan efektif dari material; 4 = Tentukan jumlah state variables; 5 = Tentukan atribut matriks (NonSym, iStrsDep, iTimeDep); 6 = Bentuk matriks kekakuan elastis dari material)
iMod
= Jumlah model UD atau model dari pengguna (Pilihan ini mengijinkan penggunaan lebih dari satu model UD.)
IsUndr
= Kondisi teralir (IsUndr = 0) atau kondisi tak terdrainase ( IsUndr = 1)
iStep
= Nomor langkah perhitungan saat ini
iter
= Nomor iterasi saat ini
Iel
= Nomor elemen saat ini
Int
= Nomor titik tegangan lokal saat ini (1..3 untuk elemen dengan 6 titik nodal, atau 1..12 untuk elemen dengan 15 titik nodal)
X,Y,Z
= Koordinat global dari titik tegangan saat ini
Time0
= Waktu dimulainya langkah saat ini
dTime
= Peningkatan waktu dari langkah saat ini
Props
= Matriks(1..50) berisi parameter model UD untuk titik tegangan saat ini
Sig0
= Matriks(1..6) berisi komponen tegangan efektif sebelumnya (= pada saat dimulainya langkah saat ini) dari titik tegangan saat ini (σ′xx0, σ′yy0, σ′zz0, σ′xy0, σ′yz0, σ′zx0). Dalam perhitungan 2D σyz dan σzx harus bernilai nol.
Swp0
= Tekanan air pori berletih pada titik tegangan saat ini
StVar0
= Matriks (1..nStat) berisi nilai state variables sebelumnya dari titik tegangan saat ini
9-2
PLAXIS Versi 8
MODEL TANAH DARI PENGGUNA dEps
= Matriks(1..6) berisi peningkatan regangan dari titik tegangan saat ini dalam langkah saat ini (Δεxx, Δεyy, Δεzz, Δγxy, Δγyz, Δγzx,)
D
= Matriks kekakuan efektif material dari titik tegangan saat ini (1..6, 1..6)
Bulk_W
= Modulus bulk dari air untuk titik tegangan saat ini (untuk perhitungan tak terdrainase dan konsolidasi)
Sig
= Matriks(1..6) berisi hasil tegangan konstitutif dari titik tegangan saat ini (σ′xx, σ′yy, σ′zz, σ′xy, σ′yz, σ′zx)
Swp
= Hasil tekanan air pori berlebih dari titik tegangan saat ini
StVar
= Matriks(1..nStat) berisi hasil dari nilai dari state variables untuk titik tegangan saat ini
ipl
= Indikator plastisitas: 0 = tanpa plastisitas, 1 = Titik (keruntuhan) Mohr-Coulomb, 2 = Titik pembatas tegangan tarik, 3 = Titik pembatas hardening, 4 = Titik pembatas friksi, 5 = Titik pembatas hardening friksi.
nStat
= Jumlah state variables (tidak terbatas)
NonSym
= Parameter yang menunjukkan apakah matriks kekakuan material adalah non-simetris (NonSym = 1) atau tidak ( NonSym = 0) (diperlukan untuk penyimpanan matriks dan solusinya).
iStrsDep
= Parameter yang menunjukkan apakah matriks kekakuan material bergantung pada tegangan (iStrsDep = 1) atau tidak (iStrsDep = 0).
iTimeDep
= Parameter yang menunjukkan apakah matriks kekakuan material bergantung pada waktu (iTimeDep = 1) atau tidak (iTimeDep = 0).
iTang
= Parameter yang menunjukkan apakah matriks kekakuan material berupa matriks kekakuan tangensial, yang akan digunakan dalam proses iterasi Newton-Raphson secara penuh (iTang =1) atau tidak (iTang = 0).
iPrjDir
= Direktori proyek (untuk tujuan memperbaiki program atau debugging)
iPrjLen
= Panjang dari nama direktori proyek (untuk keperluan debugging)
iAbort
= Parameter untuk menghentikan proyek secara paksa (iAbort = 1).
Diatas, "peningkatan" mempunyai arti "kontribusi total dalam langkah saat ini" dan bukan untuk tiap iterasi. "Sebelumnya" mempunyai arti "pada saat dimulainya langkah saat ini", yang sama dengan nilai pada akhir langkah sebelumnya.
9-3
MANUAL MODEL MATERIAL Dalam terminologi dari parameter-parameter di atas, diasumsikan bahwa digunakan jenis parameter standar, yaitu parameter yang dimulai dengan karakter A-H dan O-Z adalah jenis double floating point (8-byte) dan parameter lainnya adalah jenis integer sebesar 4-byte. Parameter IDTask hingga dEps dan iPrjDir dan iPrjLen adalah parameterparameter masukan; nilai dari parameter-parameter ini disediakan oleh PLAXIS dan dapat digunakan dalam subrutin. Parameter masukan ini tidak boleh diubah (kecuali untuk StVar0 dalam kasus IDTask = 1). Parameter D hingga iTang dan iAbort adalah parameter keluaran. Nilai dari parameter-parameter ini harus ditentukan oleh pengguna. Dalam kasus IDTask = 1, StVar0 menjadi parameter keluaran. Subrutin dari pengguna harus memuat kode program untuk daftar tugas dan parameter keluaran (IDTask = 1 hingga 6). Setelah mendeklarasikan variabel, subrutin User_Mod harus mengikuti struktur berikut (ditentukan disini dalam kode pseudo): Case IDTask of 1 Begin { Inisialisasi states variables StVar0 } End 2 Begin { Menghitung tegangan konstitutif Sid (dan Swp) } End 3 Begin { Membentuk matriks kekakuan efektif dari material D } End Begin { Menghasilkan jumlah state variables nStat } End 5 Begin { Menghasilkan atribut matriks NonSym, iStrsDep, iTimeDep } End 6 Begin { Membentuk matriks kekakuan elastis dari material De } End End Case 4
Jika lebih dari satu model UD yang ditinjau, pembedaan harus dilakukan antara mdel yang berbeda, yang ditunjukkan dengan jumlah model UD iMod.
Inisialisasi "state variables" (IDTask
= 1)
Variabel "state" atau "state variables" (juga disebut sebagai parameter hardening), sebagai contoh, digunakan dalam model hardening untuk menunjukkan posisi titik leleh setiap saat. Pembaharuan dari state variables dilakukan dalam perhitungan tegangan konstitutif berdasarkan nilai sebelumnya dari state variables dan kondisi tegangan yang
9-4
PLAXIS Versi 8
MODEL TANAH DARI PENGGUNA baru. Karena itu perlu untuk mengetahui tentang nilai awal dari state variables, yaitu nilai pada saat langkah perhitungan dimulai. Dalam tahap perhitungan yang berkesinambungan, state variables secara otomatis dipindahkan dari satu langkah perhitungan ke langkah yang lain. Hasil berupa nilai state variables dalam langkah sebelumnya, StVar, disimpan dalam berkas keluaran dan secara otomatis digunakan sebagai nilai awal dalam langkah saat ini, StVar0. Saat memulai tahap perhitungan baru, nilai awal dari state variables dibaca dari berkas keluaran dari langkah perhitungan sebelumnya dan digunakan dalam matriks StVar0. Dalam kasus ini tidak perlu untuk memodifikasi matriks StVar0. Namun demikian, jika langkah perhitungan sebelumnya tidak memuat informasi mengenai state variables (misalnya dalam langkah perhitungan yang pertama kali), matriks StVar0 akan berupa matriks nol. Untuk kasus ini maka nilai awal harus dihitung berdasarkan kondisi aktual (kondisi tegangan aktual) pada saat dimulainya langkah perhitungan. Sebagai contoh, tinjau suatu situasi dimana state variables pertama adalam tegangan efektif rata-rata minimum, p′ (dengan kompresi adalah negatif). Jika tegangan awal telah dibentuk dengan menggunakan Prosedur-K0, maka tegangan efektif awal tidak bernilai nol, tetapi nilai awal dari state variable adalah nol, karena inisialisasi variabel dari pengguna ini tidak termasuk dalam Prosedur-K0. Dalam hal ini, bagian ke-1 subrutin dari pengguna akan berbentuk : 1
Begin { Inisialisasi states variables StVar0 } p = (Sig0[1] + Sig0[2] + Sig0[3]) / 3.0 StVar0[1] = Min(StVar0[1],p) End
Menghitung tegangan konstitutif (IDTask
= 2)
Tugas ini meliputi bagian utama subrutin dari pengguna dimana integrasi tegangan dan koreksinya dilakukan sesuai dengan formulasi model tanah dari pengguna.Tinjau sebuah contoh sederhana yang menggunakan matriks linier elastis D seperti yang dibentuk dalam IDTask = 3. Dalam kasus ini komponen tegangan, Sig, dapat secara langsung dihitung dari tegangan awal, Sig0, matriks kekakuan material, D, dan peningkatan regangan, dEps, yaitu Sig[i] = Sig0[i] + Σ(D[i, j] * dEps[j]). Dalam kasus ini, bagian ke-2 subrutin dari pengguna akan berbentuk sebagai berikut : 2
Begin { Menghitung tegangan konstitutif Sig (dan Swp) } For i=1 to 6 do Sig[i] = Sig0[i] For j=1 to 6 do Sig[i] = Sig[i] + D[i,j]*dEps[j] End for {j} End for {i} End
9-5
MANUAL MODEL MATERIAL
Membentuk matriks kekakuan efektif dari material (IDTask
= 3)
Matriks kekakuan material, D, dapat berupa sebuah matriks yang hanya memuat komponen elastis dari hubungan tegangan-regangan (seperti pada kasus untuk model tanah yang berada dalam PLAXIS), atau dari matriks kekakuan material yang sepenuhnya bersifat elastoplastis (matriks kekakuan tangensial). Tinjau contoh yang sangat sederhana dari hukum elastisitas linier isotropis dari Hooke. Hanya ada dua buah parameter saja yang digunakan : modulus Young, E, dan angka Poisson, ν. Parameterparameter ini masing-masing disimpan dalam posisi 1 dan 2 dari matriks parameter model, Props(1..50). Pada kasus ini, bagian ke-3 subrutin dari pengguna akan berbentuk sebagai berikut : 3
Begin { Membentuk matriks kekakuan efektif dari material D } E
= Props[1]
v
= Props[2]
G
= 0.5*E/(1.0+v)
Fac
= 2*G/(1.0-2*v)
Term1
= Fac*(1-v)
Term2
= Fac*v
{pastikan bahwa v < 0.5 !!)
D[1,1] = Term1 D[1,2] = Term2 D[1,3] = Term2 D[2,1] = Term2 D[2,2] = Term1 D[2,3] = Term2 D[3,1] = Term2 D[3,2] = Term2 D[3,3] = Term1 D[4,4] = G D[5,5] = G D[6,6] = G End D akan diinisialisasi menjadi nol, sehingga komponen matriks lainnya (Secara pra-pilih, tetap bernilai nol; namun demikian, menyatakan nol secara eksplisit merupakan suatu kebiasaan yang baik.)
Jika meninjau perilaku tak terdrainase (IsUndr = 1), maka sebuah kekakuan bulk untuk air (Bulk_W) harus ditentukan pada akhir dari bagian ke-3. Setelah memanggil subrutin pengguna dengan IDTask = 3 dan IsUndr = 1, PLAXIS secara otomatis akan menambahkan kekakuan dari air ke matriks kekakuan material, D, sedemikian rupa 9-6
PLAXIS Versi 8
MODEL TANAH DARI PENGGUNA sehingga D[i=1..3, j=1..3] = D[i, j] + Bulk_W. Jika Bulk_W tidak didefinisikan, maka PLAXIS akan menggunakan nilai pra-pilih sebesar 100 × rata-rata dari D[i=1..3, j=1..3].
Mengembalikan jumlah state variables (IDTask
= 4)
Bagian subrutin dari pengguna ini mengembalikan parameter nStat, yaitu jumlah dari state variable. Pada kasus dari state variable tunggal, subrutin dari pengguna akan berbentuk sebagai berikut : 4
Begin { Menghasilkan jumlah state variables nStat } nStat = 1 End
Mengembalikan atribut matriks (IDTask
= 5)
Matriks kekakuan material dapat bergantung terhadap tegangan (seperti misalnya dalam model Hardening Soil) atau bergantung terhadap waktu (seperti misalnya dalam model Soft Soil Creep). Saat menggunakan matriks kekakuan tangensial, matriks tersebut bahkan dapat menjadi non-simetris, misalnya dalam kasus plastisitas yang tidak terasosiasi. Bagian terakhir subrutin dari pengguna digunakan untuk melakukan inisialisasi atribut matriks untuk memperbaharui dan menyimpan matriks kekakuan global secara benar selama proses perhitungan. Untuk contoh sederhana dari hukum Hooke seperti telah dibahas sebelumnya, matriks akan berbentuk simetris dan tidak bergantung terhadap tegangan ataupun terhadap waktu. Pada kasus ini subrutin dari pengguna akan berbentuk sebagai berikut : 5
Begin { Menghasilkan atribut matriks NonSym, iStrsDep, } { iTimeDep, iTang } NonSym = 0 iStrsDep = 0 iTimeDep = 0 iTang = 0 End
Untuk NonSym = 0 hanya setengah dari matriks kekakuan global yang disimpan dengan menggunakan profil struktur, dan untuk NonSym = 1 seluruh profil matriks akan disimpan. Untuk iStrsDep = 1 maka matriks kekakuan global dibentuk dan mengalami dekomposisi pada awal dari tiap langkah perhitungan berdasarkan kondisi tegangan aktual (prosedur Newton-Raphson termodifikasi). Untuk iTimeDep = 1 maka matriks kekakuan global dibentuk dan mengalami dekomposisi saat langkah waktu berubah. Untuk iTang = 1 maka matriks kekakuan global dibentuk dan mengalami dekomposisi pada awal dari setiap iterasi berdasarkan kondisi tegangan aktual (prosedur NewtonRaphson; untuk digunakan dalam kombinasi dengan iStrsDep = 1). 9-7
MANUAL MODEL MATERIAL
Menghasilkan matriks kekakuan elastis dari material (IDTask
= 6)
e
Matriks kekakuan elastis dari material, D , merupakan bagian elastis dari matriks kekakuan efektif dari material seperti telah dijelaskan sebelumnya. Pada kasus dimana matriks kekakuan efektif dari material diambil sebagai matriks kekakuan elastis, matriks ini dapat diadopsi langsung disini. Namun demikian, pada kasus dimana matriks elastoplastis atau tangensial digunakan untuk matriks kekakuan efektif, maka matriks yang akan dibentuk disini harus hanya memuat komponenkonponen elastis saja. Alasan bahwa diperlukan matriks kekakuan elastis dari material adalah karena P LAXIS menghitung kekakuan global relatif saat ini dari model elemen hingga sebagai suatu kesatuan (CSP = Current Stiffness Parameter atau parameter kekakuan saat ini). Parameter CSP didefinisikan sebagai :
CSP = Kerja elastis total / Kerja total Matriks kekakuan elastis dari material diperlukan untuk menghitung kerja elastis total dalam definisi dari CSP. CSP akan bernilai satu jika seluruh material adalah elastis dan secara bertahap akan semakin kecil hingga bernilai nol saat keruntuhan tercapai. Parameter CSP digunakan dalam perhitungan kesalahan global. Kesalahan global didefinisikan sebagai : Kesalahan global =
gaya tak seimbang beban aktif saat ini
+ CSP ⋅ beban aktif sebelumnya
Gaya tak seimbang merupakan perbedaan antara gaya eksternal dan reaksi internal. Beban aktif saat ini adalah beban yang sedang diaktifkan dalam tahap perhitungan saat ini, dimana beban aktif sebelumnya adalah beban yang telah diaktifkan dalam tahap perhitungan sebelumnya dan masih aktif dalam tahap perhitungan saat ini. Dengan menggunakan definisi di atas untuk kesalahan global yang dikombinasikan dengan kesalahan yang ditoleransi secara tetap akan menghasilkan kondisi keseimbangan yang lebih baik saat plastisitas mengalami peningkatan atau keruntuhan tercapai. Ide yang digunakan adalah bahwa ketidakseimbangan yang kecil bukan merupakan suatu masalah jika kondisi yang berlangsung hampir seluruhnya bersifat elastis, tetapi untuk secara akurat menghitung kondisi keruntuhan, faktor keamanan atau daya dukung, harus digunakan kondisi keseimbangan yang lebih teliti. Bagian ke-6 subrutin dari pengguna terlihat serupa dengan bagian ke-3, kecuali bahwa di sini hanya digunakan komponen-komponen elastis saja. Harus diperhatikan bahwa variabel D yang sama digunakan untuk menyimpan matriks kekakuan elastis dari material, dimana dalam bagian ke-3 variabel ini digunakan untuk menyimpan matriks kekakuan efektif dari material.
9-8
PLAXIS Versi 8
MODEL TANAH DARI PENGGUNA 6
Begin { Membentuk matriks kekakuan material D } D[1,1] = D[1,2] = D[1,3] = ..... D[6,6] = End End Case
Menggunakan subrutin yang telah tersedia Untuk menyederhanakan pembuatan subrutin dari pengguna, sejumlah subrutin FORTRAN dan fungsi-fungsi untuk vektor dan operasional matriks tersedia dalam PLAXIS di dalam beberapa compiler libraries tertentu (LFUsrLib.lib atau DFUsrLib.lib) dan dalam kode program (disertakan di dalam berkas dengan subrutin dari pengguna). Subrutin yang tersedia dapat digunakan oleh subrutin User_Mod untuk memperpendek kode program. Gambaran umum mengenai subrutin yang tersedia diberikan dalam Lampiran B.
Menyusun (compiling) subrutin dari pengguna Subrutin dari pengguna, User_Mod, harus disusun ( compiled) ke dalam berkas DLL dengan menggunakan compiler yang tepat. Perhatikan bahwa compiler yang digunakan harus memiliki pilihan untuk penyusunan berkas DLL. Berikut adalah contoh dari dua buah compiler FORTRAN yang berbeda. Hal ini bertujuan agar subrutin dari pengguna, User_Mod, dimuat dalam berkas USRMOD.FOR. Setelah membentuk subrutin User_Mod dari pengguna, sebuah perintah harus disertakan untuk mengekspor data ke dalam DLL. Pernyataan berikut harus disisipkan dalam subrutin tepat setelah deklarasi dari variabel :
• •
Dengan Lahey Fortran (LF90, LF95, …) : DLL_Export User_Mod Dengan Digital Visual Fortran : !DEC$ ATTRIBUTES DLLExport :: User_Mod
Untuk menyusun USRMOD.FOR menjadi sebuah berkas DLL, perintah berikut harus dijalankan :
• •
Dengan Lahey Fortran 90 : LF90 -win -dll USRMOD.FOR -lib LFUsrLib Dengan Lahey Fortran 95 : LF95 -win -dll USRMOD.FOR -lib LFUsrLib -ml LF90
•
Dengan Digital Visual Fortran : DF /winapp USRMOD.FOR DFUsrLib.lib /dll Dalam semua kasus berkas USRMOD.DLL akan dibentuk. Berkas ini harus berada dalam direktori program PLAXIS, sehingga dapat digunakan secara bersamaan dengan program perhitungan PLAXIS yang telah ada (PLASW.EXE). Saat model UD digunakan, PLAXIS akan menjalankan perintah-perintah yang berada dalam berkas USRMOD.DLL.
9-9
MANUAL MODEL MATERIAL
Kemungkinan memperbaiki program Saat pembuatan program komputer, umumnya sebagian waktu digunakan untuk "memperbaiki" (debug) kode program yang ditulis sebelumnya. Untuk dapat secara efektif memperbaiki subrutin dari pengguna, harus ada kemungkinan bagi pengguna untuk menulis data ke dalam suatu berkas. "Berkas perbaikan" (" debug-file") seperti ini tidak secara otomatis tersedia dan harus dibuat dalam subrutin dari pengguna. Dalam Lampiran C diberikan sebuah saran tentang bagaimana melakukan hal ini. Setelah pembuatan berkas perbaikan (debug-file), maka data dapat dituliskan ke dalam berkas ini dari dalamsubrutin subrutin daritelah pengguna. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dengan menggunakan yang tersedia (lihat Lampiran B).
9.3 MASUKAN DARI PARAMETER MODEL UD MELALUI ANTARMUKAPENGGUNA
Masukan dari parameter model untuk model tanah dari pengguna dapat dilakukan dengan menggunakan basis data material dari PLAXIS. Dalam kenyataannya, prosedur yang digunakan sangat menyerupai masukan dari parameter untuk model-model dalam PLAXIS yang telah ada. Saat membuat kumpulan data material baru untuk tanah dan antarmuka dalam basis data material, sebuah jendela akan muncul dengan tiga buah lembar-tab : Umum, Parameter dan Antarmuka, seperti ditunjukkan dalam Gambar 9.1. Sebuah model dari pengguna dapat dipilih dari combo box untuk Model material dalam lembar-tab Umum.
(a)
9-10
PLAXIS Versi 8
MODEL TANAH DARI PENGGUNA
(b) Gambar 9.1 Pemilihan model tanah dari pengguna (a) dan masukan parameternya (b) Setelah memasukkan sifat umum, parameter model yang spesifik dapat dimasukkan
Parameter dalam model UD. mempunyai parameter model masingmasing,lembar-tab yang ditentukan oleh. Setiap parameter Jika kumpulan parameter untuk suatu Model model tertentu telah didefinisikan, maka parameter tersebut akan tersedia dalam combo box. Dalam kasus tersebut bab berikut ini dapat dilewati.
Mendefinisikan kumpulan parameter model UD yang baru Saat model UD digunakan dalam sebuah proyek, kumpulan parameter model yang berkaitan harus didefinisikan. Hal ini dapat dilakukan dengan menekan tombol , diikuti dengan memasukkan nama model dalam kotak isian untuk Model. Kemudian nomor model UD harus dipilih dengan benar dari combo box untuk ID, seperti ditunjukkan oleh Gambar 9.2. ID dari parameter merupakan ID yang berkaitan dengan parameter iMod dalam subrutin User_Mod. Kemudian, seluruh parameter yang dibutuhkan untuk model UD tertentu beserta satuan dari masukan yang bersangkutan harus ditetapkan dalam tabel. Dengan cara ini, sebanyak maksimum 50 buah parameter dapat dimasukkan. Penomoran dari parameter sesuai dengan matriks Props dalam subrutin User_Mod. Gambar 9.2 menunjukkan parameter-parameter dan satuan untuk contoh dari hukum Hooke seperti dijelaskan di atas. Satuan dapat dimasukkan berupa singkatan, tetapi untuk menjamin konsistensi dengan satuan dasar seperti didefinisikan dalam Pengaturan global, sangat disarankan untuk selalu mendefinisikan satuan parameter dalam satuan-satuan dasar (f = satuan dari gaya, l = satuan dari panjang, t = satuan dari waktu). Pangkat dari satuan diindikasikan dengan menggunakan simbol
9-11
MANUAL MODEL MATERIAL "topi" (^). Masukan kumpulan parameter model diakhiri dengan menekan tombol .
Gambar 9.2 Memasukkan parameter model UD
Gambar 9.3 Memasukkan nilai dari parameter model
9-12
PLAXIS Versi 8
MODEL TANAH DARI PENGGUNA Setelah kumpulan dari parameter model dilengkapi maka kumpulan parameter tersebut akan muncul sesuai dengan namanya dalam combo box untuk Model, seperti ditunjukkan dalam Gambar 9.3. Kumpulan yang telah ada dapat dihapus dengan menekan tombol atau mengubahnya dengan menggunakan tombol . Pengguna harus berhati-hati saat menghapus atau mengubah kumpulan parameter yang telah ada, karena proyek lain mungkin masih menggunakan kumpulan parameter tersebut.
Antarmuka Lembar-tab Antarmuka, Gambar 9.4, memuat data material untuk antarmuka. Umumnya, lembar-tab ini berisi parameter Rinter dan pilihan dari jenis antarmuka berkaitan dengan permeabilitasnya. Untuk model tanah dari pengguna lembar-tab ref antarmuka sedikit berbeda dan memuat modulus oedometer antarmuka, Eoed , dan
parameter kekuatan antarmuka cinter, φinter dan ψinter. Karena itu, kuat geser antarmuka diberikan secara langsung dalam parameter kekuatan dan tidak menggunakan faktor yang menyatakan hubungan antara kuat geser dari antarmuka dan kuat geser tanah, seperti halnya pada model-model dalam P LAXIS.
Gambar 9.4 Lembar-tab antarmuka Setelah memasukkan nilai untuk seluruh parameter, kumpulan data dapat diterapkan pada klaster tanah dengan cara yang sama dengan model material lainnya yang ada dalam PLAXIS. Parameter dari pengguna kemudian dikirimkan ke dalam program perhitungan dan muncul untuk titik-titik tegangan yang sesuai sebagai Props(1..50) dalam subrutin User_mod. 9-13
MANUAL MODEL MATERIAL
9-14
PLAXIS Versi 8
REFERENSI 10 REFERENSI
[1]
Adachi, T., Oka, F., (1982). Constitutive equation for normally consolidated clays based on elasto-viscoplasticity. Soils and Foundations 22: 57-70.
[2]
Atkinson, J.H., Bransby, P.L., (1978). The Mechanics of Soils. McGraw-Hill, London.
[3]
Belytschko, T., Lasry, D., (1989). Localization limiters and numerical strategies for strain-softening materials. Proc. France-US Workshop on Strain localization and size effect due to cracking and Damage (eds. Mazars & Bazant). pp 349-362.
[4]
Bjerrum, L., (1967). Engineering geology of Norwegian normally-consolidated marine clays as related to settlements of buildings. Seventh Rankine Lecture. Geotechnique 17: 81-118.
[5]
Bolton, M.D., (1986). The Strength and Dilatancy of Sands. Géotechnique, Vol. 36, No. 1, pp. 65-78.
[6]
Borja, R.I., Kavaznjian, E, (1985). A constitutive model for the of wet clays. Geotechnique 35: 283-298.
[7]
Borja, R.I., Lee, S.R., (1990). Cam-clay plasticity, part 1: implicit itegration of elasto-plastic constitutive relations. Computer Methods in Applied Mechanics and Engineering 78: 48-72.
[8]
Brinkgreve, R.B.J., Vermeer, P.A., (1992). On the use of Cam-Clay models. Proc. IV Int. Symposium on Numerical Models in Geomechanics (eds. G.N. Pande, S. Pietruszczak). Balkema, Rotterdam, Vol. 2, pp. 557-565.
[9]
Brinkgreve, R.B.J., (1994). Geomaterial Models and Numerical Analysis of Softening. Disertasi. Delft University of Technology.
[10]
Buisman, K., (1936). Results of long duration settlement tests. Proceedings 1 st International Conference on Soil Mechanics and Foundation Engineering, Cambridge, Mass. Vol. 1: 103-107.
[11]
Burland, J.B., (1965). The Yielding and Dilation of Clay. (Correspondence). Géotechnique, Vol. 15, pp. 211-214.
[12]
Burland, J.B., (1967). Deformation of Soft Clay. Disertasi. Cambridge University.
[13]
Butterfield, R., (1979). A natural compression law for soils (an advance on e-log p′). Geotechnique 29:469-480.
[14] [15]
Chen, W.F., (1975). Limit Analysis and Soil Plasticity. Elsevier, Amsterdam. Drucker, D.C., Prager, W., (1952). Soil Mechanics and Plastic Analysis or Limit Design. Quart. Appl. Math. Vol. 10, No. 2, pp. 157-165.
[16]
Duncan, J.M., Chang, C.-Y., (1970). Nonlinear Analysis of Stress and Strain in Soil. ASCE J. of the Soil Mech. and Found. Div. Vol. 96, pp. 1629-1653.
σ-ε-t behaviour
10-1
MANUAL MODEL MATERIAL [17]
Fung, Y.C., (1965). Foundations of Solid Mechanics, Prentice-Hall, New Jersey, USA.
[18]
Garlanger, J.E., (1972). The consolidation of soils exhibiting creep under constant effective stress. Geotechnique 22: 71-78.
[19]
den Haan, E.J., (1994). Vertical Compression of Soils. Thesis, Delft University.
[20]
Hill, R., (1950). The Mathematical Theory of Plasticity, Oxford University Press, London, U.K.
[21]
Janbu, N., (1969). The resistance concept applied to soils. Proceedings of the 7 ICSMFE, Mexico City 1:191-196.
[22]
Janbu, J., (1963). Soil Compressibility as Determined by Oedometer and Triaxial Tests. Proc. ECSMFE Wiesbaden, Vol. 1, pp. 19-25.
[23]
Koiter, W.T., (1960). General Theorems for Elastic-Plastic Solids. In: Progress in Solid Mechanics (eds. I.N. Sneddon, R. Hill), Vol. 1., North-Holland, Amsterdam, pp. 165-221.
[24]
Kondner, R.L., (1963). A Hyperbolic Stress Strain Formulation for Sands. 2. Pan. Am. ICOSFE Brazil, Vol. 1, pp. 289-324.
[25]
Kulhawy, F. H., Mayne, P.W., (1990). Manual on Estimating Soil Prperties for Foundation Design. Cornell University, Ithaca, New York.
[26]
van Langen, H., Vermeer, P.A., (1990). Automatic Step Size Correction for NonAssociated Plasticity Problems. Int. J. Num. Meth. Engng., Vol. 29, pp. 579-598.
[27]
Leroueil, S., (1977). Quelques considérations sur le comportement des argiles sensibles. Ph.D. thesis, Laval University, Québec.
[28]
Muir Wood, D., (1990). Soil Behaviour and Critical State Soil Mechanics. Cambridge University Press.
[29]
Neher, H., Vermeer, P.A. (1998). Formulation and application of a soil model that accounts for creep. Int. J. Numer. Anal. Meth. Geomech.
[30]
Prevost, J.-H., (1976). Undrained Stress-Strain-Time Behaviour of Clays. Journal of the Geotechnical Engineering Division GT12: 1245-1259.
[31]
Rowe, P.W., (1962). The Stress-Dilatancy Relation for Static Equilibrium of an Assembly of Particles in Contact. Proc. Roy. Soc. A., No. 269, pp. 500-527.
[32]
Schanz, T., (1998). Zur Modellierung des Mechanischen Verhaltens von Reibungsmaterialen, Habilitation, Stuttgart Universität.
[33]
Schanz, T., Vermeer, P.A., (1996). Angles of Friction and Dilatancy of Sand. Géotechnique 46, pp. 145-151.
[34]
Schanz, T., Vermeer, P.A., (1998). Special issue on Pre-failure deformation behaviour of geomaterials. Géotechnique 48, pp. 383-387.
10-2
PLAXIS Versi 8
h
REFERENSI [35]
Schanz, T., Vermeer, P.A., Bonnier, P.G., (1999). Formulation and verification of the Hardening-Soil Model. In: R.B.J. Brinkgreve, Beyond 2000 in Computational Geotechnics. Balkema, Rotterdam: 281-290.
[36]
Sekiguchi, H., (1977). Rheological characteristics of clays. Proceedings of the 9th ICSMFE, Tokyo 1:289-292.
[37]
Smith, I.M., Griffith, D.V., (1982). Programming the Finite Element Method, Second Edition. John Wiley & Sons, Chisester, U.K.
[38]
von Soos, P., (1990). Soil& Sohn, and Rock Grundbautaschenbuch Part Properties 4, Edition 4,ofErnst Berlin. (in German). In:
[39]
Stolle, D.F.E., (1991). An interpretation of initial stress and strain methods, and numerical stability. International Journal for Numerical and Analytical Methods in Geomechanics 15: 399-416.
[40]
Stolle, D.F.E., Bonnier, P.G., Vermeer, P.A., (1997). A soft soil model and experiences with two integration schemes. Numerical Models in Geomechanics. Numog 1997: 123-128.
[41]
Vaid, Y., Campanella, R.G. (1977). Time-dependent behaviour of undisturbed clay. ASCE Journal of the Geotechnical Engineering Division, 103(GT7), pp.693-709.
[42]
Vermeer, P.A., de Borst, R., (1984). Non-Associated Plasticity for Soils, Concrete and Rock. Heron, Vol 29, No. 3.
[43]
Vermeer, P.A., van Langen, H., (1989). Soil collapse computations with finite elements. Ingenieur-Archiv 59: 221-236.
[44]
Vermeer, P.A., Stolle, D.F.E., Bonnier, P.G. (1998). From the classical theory of secondary compression to modern creep analysis. Proc. 9 th Int. Conf. Comp. Meth. and Adv. Geomech.. Wuhan, China, Vol. 4, pp 2469-2478.
10-3
MANUAL MODEL MATERIAL
10-4
PLAXIS Versi 8
LAMPIRAN A : SIMBOL LAMPIRAN A : SIMBOL
c
:
Kohesi
CSP c u , Su D
Parameter kekakuan saat ini ( Current Stiffness Parameter)
: :
e
: :
e
Kuat geser tak terdrainase Matriks elastisitas material yang menyatakan hukum Hooke
Angka pori
E : Modulus Young Eoed : Modulus oedometer f
:
Fungsi leleh
g
:
Fungsi potensi plastis
G
:
Modulus geser
K
:
Modulus bulk
K0
:
Koefisien tekanan tanah lateral
m
:
Pangkat dalam persamaan kekakuan yang bergantung pada tegangan
M n
: :
Kemiringan garis
critical state dalam bidang p′-q
Porositas
OCR
:
Rasio konsolidasi berlebih ( Overconsolidation ratio)
p
:
Tekanan isotropis atau tegangan rata-rata, bernilai positif untuk tekan dan negatif untuk tarik
pp
:
Tekanan prakonsolidasi isotropis, positif untuk tekan
POP : q
:
Rf t
: :
pre-overburden (Pre-Overburden Pressure)
Tekanan geser ekivalen atau tegangan deviator Rasio keruntuhan
Waktu
u
:
Vektor dengan komponen perpindahan
:
γ α1
Tekanan
Berat volumetrik
:
Sudut
dip
α2
:
Arah
Δ
:
Peningkatan
dip
ε
:
Vektor dengan komponen regangan Cartesius, komponen normal adalah positif untuk tarik; negatif untuk tekan atau kompresi
εv
:
Regangan volumetrik, negatif untuk kompresi dan positif untuk tarik
A-1
MANUAL MODEL MATERIAL :
φ
Sudut geser :
Indeks muai Cam-Clay
κ
:
Indeks muai termodifikasi
λ
:
Faktor pengali plastis
:
Indeks kompresi Cam-Clay
:
Indeks kompresi termodifikasi
κ *
λ λ
*
μ* ν
:
:
σp
A-2
Angka Poisson :
σ
ψ
Indeks rangkak termodifikasi
:
:
Vektor dengan komponen tegangan Cartesius, komponen normal adalah positif untuk tarik; negatif untuk tekan Tekanan prakonsolidasi vertikal, negatif untuk tekan Sudut dilatansi
PLAXIS Versi 8
LAMPIRAN B : SUBRUTIN FORTRAN UNTUK MODEL UD LAMPIRAN B : SUBRUTIN FORTRAN UNTUK MODEL UD
Dalam lampiran ini, diberikan sebuah daftar dari subrutin dan fungsi-fungsi yang disediakan oleh PLAXIS dalam library dan kode program (source code) di dalam direktori model tanah UD atau model tanah dari pengguna. Subrutin ini dapat dipanggil dengan subrutin User_Mod berikut :
Subrutin MZeroR( R, K ):
Untuk menginisialisasi suku K dari double array R ke nol MZeroI( I, K ):
Untuk menginisialisasi suku K dari integer array I ke nol SetRVal( R, K, V ):
Untuk menginisialisasi suku K dari double array R ke V SetIVal( I, K, IV ):
Untuk menginisialisasi suku K dari integer array I ke IV CopyIVec( I1, I2, K ):
Untuk menyalin nilai K dari integer array I1 ke I2 CopyRVec( R1, R2, K ):
Untuk menyalin nilai K dari double array R1 ke R2 MulVec( V, F, n ):
Untuk mengalikan sebuah vektor V dengan F, nilai n MatVec( xMat, im, Vec, n, VecR ):
Operasi matriks (xMat) – vektor (Vec). Dimensi pertama dari matriks adalah im; vektor hasil adalah VecR AddVec( Vec1, Vec2, R1, R2, n, VecR ):
Untuk menambahkan suku n dari dua vektor; hasilnya dalam VecR
VecRi = R1⋅Vec1i + R2⋅Vec2i MatMat( xMat1, id1, xMat2, id2, nR1, nC2, nC1, xMatR, idR ):
Perkalian matriks xMatRij = xMat1ik ⋅ xMat2kj
id1, id2, idR : ukuran pertama dari matriks nR1 jumlah baris dalam xMat1 dan menghasilkan xMatR nC2 jumlah kolom dalam xMat2 dan menghasilkan xMatR nC1 jumlah kolom dalam xMat2 = baris dalam xMat2 MatMatSq( n, xMat1, xMat2, xMatR ):
B-1
MANUAL MODEL MATERIAL Perkalian matriks xMatRij = xMat1ik ⋅ xMat2kj Matriks bujursangkar yang terisi penuh dengan Dimensi n MatInvPiv( AOrig, B, n ):
Matriks invers dari matriks bujursangkar AOrig dan B dengan Dimensi n.
AOrig TIDAK di-"destroyed", B memuat matriks invers dari AOrig. Digunakan "row-pivotting". WriVal( io, C, V ):
Untuk menulis nilai double V ke unit berkas io (jika io > 0) Nilai ini didahului oleh karakter string C. WriIVl( io, C, I ):
Seperti WriVal tetapi untuk nilai integer I WriVec( io, C, V, n ):
Seperti WriVal tetapi untuk nilai n dari double array V WriIVc( io, C, iV, n ):
Seperti WriVal tetapi untuk nilai n dari integer array iV WriMat( io, C, V, nd, nr, nc ):
Seperti WriVal tetapi untuk matriks double V.
nd ukuran pertama dari V, nr dan nc masing-masing adalah jumlah baris dan jumlah kolom yang akan dicetak. PrnSig( iOpt, S, xN1, xN2, xN3, S1, S2, S3, P, Q ):
Untuk menentukan tegangan utama dan (untuk iOpt = 1) arah utama.
iOpt = 0 untuk memperoleh tegangan utama tanpa arah iOpt = 1 untuk memperoleh tegangan utama dan arah Matriks S memuat 6 komponen tegangan (XX, YY, ZZ, XY, YZ, ZX) Matriks xN1, xN2, xN3 memuat 3 nilai dari arah utama ternormalisasi hanya jika iOpt=1.
S1, S2, S3 mengurutkan tegangan utama ( S1 ≤ S2 ≤ S3 ) P tegangan isotropis (negatif untuk kompresi) Q tegangan deviator CarSig( S1, S2, S3, xN1, xN2, xN3, SNew ):
Untuk menghitung tegangan Cartesius dari tegangan utama dan arah utama.
S1, S2, S3 tegangan utama Matriks xN1, xN2, xN3 memuat arah utama (dari PrnSig)
B-2
PLAXIS Versi 8
LAMPIRAN B : SUBRUTIN FORTRAN UNTUK MODEL UD
SNew memuat 6 komponen tegangan (XX, YY, ZZ, XY, YZ, ZX) CrossProd( xN1, xN2, xN3 ):
Perkalian vektor (cross product) xN1 dan xN2 SetVecLen( xN, n, xL ):
Untuk mengalikan komponen n dari vektor xN sedemikian rupa sehingga panjang dari xN menjadi xL (misalnya untuk menormalisasi vektor xN ke dimensi panjang.
Fungsi Logical Function LEqual( A, B, Eps ):
Bernilai TRUE (benar) jika kedua nilai A dan B hampir sama, jika tidak maka bernilai FALSE (salah).
LEqual = |A-B| < Eps * ( |A| + |B| + Eps ) / 2 Logical Function Is0Arr( A, n ):
Bernilai TRUE jika seluruh nilai n dari real (double) array A adalah nol, jika tidak maka bernilai FALSE Logical Function Is0IArr( IArr, n ):
Bernilai TRUE jika seluruh nilai n dari integer array IArr adalah nol, jika tidak maka bernilai FALSE Double Precision Function DInProd( A, B, n ):
Menghasilkan perkalian (product) dari dua vektor dengan panjang n
B-3
MANUAL MODEL MATERIAL
B-4
PLAXIS Versi 8
LAMPIRAN C : MEMBUAT BERKAS "DEBUG" UNTUK MODEL (UD) LAMPIRAN C : MEMBUAT BERKAS "DEBUG" UNTUK MODEL (UD) TANAH YANG DITENTUKAN PENGGUNA
Berkas "debug" tidak secara otomatis dibuat dan dibuka dalam PLAXIS. Pengguna harus melakukan hal ini dengan mengikutsertakan kode program yang bersangkutan dalam subrutin dari pengguna. Berkas " debug" hanya perlu dibuat dan dibuka satu kali saja. Karena subrutin dari pengguna digunakan berkali-kali, maka harus diperiksa apakah berkas tersebut, yaitu yang berkaitan dengan "IO unit number", telah terbuka. Saat menulis sebuah subrutin pengguna dalam FORTRAN dan menyusunnya ( compile) sebagai sebuah berkas DLL, berkas-berkas tersebut tidak digunakan secara bersamaan dengan program utama. Hal ini berarti bahwa setiap " IO unit number" dapat digunakan tanpa menyebabkan konflik antara berkas "debug" dan berkas yang telah ada yang digunakan oleh PLAXIS. Berikut adalah saran-saran mengenai bagaimana berkas "debug" dibuat dan dibuka : 1: Periksa apakah ada sebuah nomor unit yang telah dibuka. Jika tidak, bukalah. Logical IsOpen Inquire( unit = 1, Opened = IsOpen) If (.Not. IsOpen) Then Open( Unit = 1, File = ' ... ' ) End If
2: Gunakan sebuah pernyataan DATA Logical IsOpen Data IsOpen /
.FALSE. /
Save IsOpen If (.Not. IsOpen) Then Open( Unit = 1, File = ' ... ' ) IsOpen = .TRUE. End If
Saran di atas mengasumsikan bahwa berkas " debug" berada pada direktori yang aktif saat ini, yang tidak harus berupa lokasi tertentu. Disarankan agar berkas " debug" disimpan dalam direktori "DTA" yang sesuai dengan proyek PLAXIS. Karena itu perlu untuk mengikutsertakan nama jalur berkas (pathname) dalam File = ' ... '. Direktori proyek diberikan ke subrutin dari pengguna melalui parameter iPrjDir dan
iPrjLen. Matriks iPrjDir memuat nomor-nomor ASCII dari karakter-karakter dalam string direktori proyek dan iPrjLen adalah panjang dari the string (maks. 255). Hal ini untuk menghindari konflik pengalihan karakter (konflik Fortran - C). String direktori proyek akan selalu diakhiri dengan karakter nomor 92 (\). Pengguna harus memasukkan ulang karakter string dan dapat secara langsung menambahkan nama dari berkas "debug". Contoh berikut ini menunjukkan bagaimana sebuah berkas "debug" yang
C-1
MANUAL MODEL MATERIAL disebut "usrdbg" dapat dibuat dan dibuka dalam direktori proyek saat ini untuk tujuan debugging : Character fName*255 Dimension iPrjDir(*) Logical IsOpen Data IsOpen / .FALSE. / Save IsOpen If (.Not. IsOpen) Then fName = ' ' Do i=1, iPrjLen fName(i:i) = Char( iPrjDir(i) ) End Do fName = fName(:iPrjLen) // 'usrdbg' Open( Unit = 1, File = fName ) IsOpen = .TRUE. End If
Dalam subrutin dari pengguna, nilai-nilai dapat ditulis ke unit IO nomor 1, misalnya dengan menggunakan subrutin penulisan yang tersedia dalam Lampiran B.
Petunjuk "debugging" Saat mengembangkan dan memperbaiki (debugging) suatu model konstitutif tanah dalam subrutin dari pengguna, akan sangat berguna untuk memulainya dengan mengujinya dengan sebuah model elemen hingga yang sederhana untuk kondisi tegangan yang homogen (misalnya sebuah model axi-simetri, dimensi 1 × 1 dimensi, uji kompresi satu dimensi atau uji triaksial dengan berat tanah nol). Model elemen hingga akan tetap memiliki banyak titik tegangan, tetapi kondisi tegangan dalam tiap titik akan bernilai sama. Dalam setiap kasus, sangat berguna untuk menuliskan keluaran hanya untuk sejumlah titik tegangan tertentu saja (atau untuk nomor langkah atau nomor iterasi tertentu), untuk menghindari berkas "debug" yang besar. Contoh dari penulisan informasi " debug" yang terbatas tetapi berguna diberikan berikut ini : io = 0 If ( iEl .Eq. 1 .And. Int.Eq.1 .And. iStep.Gt.10 ) io = 1 ... Call WriIVl( io, 'Step', iStep ) Call WriIVl( io, 'Iter', iTer )
C-2
PLAXIS Versi 8
LAMPIRAN C : MEMBUAT BERKAS "DEBUG" UNTUK MODEL (UD) Call WriVec( io, 'Sig0', Sig0, 6 ) Call WriVec( io, 'dEps', dEps, 6 ) Call WriMat( io, 'D', D, 6, 6, 6 ) ... Call WriVec( io, 'Sig', Sig, 6 )
Subrutin tersebut tidak akan menulis jika io adalah nol atau negatif. Alternatif lain : If ( io .Eq. 1 ) Then Write( 2, * ) 'StVar:',(StVar(j),j=1,2) End If
Perhatikan bahwa disini digunakan berkas 2. Berkas ini harus dibuka sebelumnya. Jika berkas tersebut belum dibuka sebelumnya, Lahey Fortran akan menghasilkan pesan kesalahan Run-Time Error (berkas tidak terbuka), namun, Digital Fortran akan membuka sebuah berkas dengan nama FORT.2 dalam direktori saat ini atau memeriksa variabel environment FORT2.
C-3
MANUAL MODEL MATERIAL
C-4
PLAXIS Versi 8