BAB I PENDAHULUAN
Persistent Fetal Vasculature Vasculature (PFV) merupakan kelainan perkembangan kongenital yang merupakan akibat dari gagalnya regresi dari vitreus primer embryologis dan vaskulatur hyaloid. Kasus bilateral PFV hanya merupakan 10% dari total kasus. PFV dapat diklasifikasikan menjadi bentuk anterior, posterior dan kombinasi, menurut struktur intraocular yang terkena. Penampakan klinis PFV yang heterogen membuat penanganan bedah PFV merupakan suatu tantangan tersendiri.
1-4
PFV berhubungan dengan katarak kongenital. Meskipun demikian, pembedahan katarak pada pasien dengan PFV lebih sulit untuk dilakukan dan berhubungan dengan angka kejadi komplikasi postoperatif yang tinggi seperti retinal detachment , hifema, perdarahan intraokular, glaukoma, dan kekeruhan sekunder pada visual aksis dan respons inflamasi yang berlebihan dengan terjadinya pupillary terjadinya pupillary block . 5-10 Sebuah studi tentang penyebab kebutaan pada anak dan penglihatan di Ameri ka Serikat menunjukkan bahwa PFV menyumbang sekitar 5% dari semua kasus kebutaan. PFV biasanya dijumpai pada bayi yang cukup bulan. Kelainan pada anak dapat dideteksi pada waktu lahir atau seminggu setelah lahir.11,12 Tanda-tanda yang paling umum adalah leukoria dan mikroftalmia. Selain itu, bisa dijumpai katarak, strabismus, glaukoma, hyphema, hyphema, dan uveitis. Presentasi klinis dapat bervariasi. Selain itu, dilatasi pupil sering tidak sempurna, mungkin disebabkan traksi pada jaringan di belakang iris.12,13 Diagnosis dari PFV ini bisa diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan optalmikus yang komprehensif dan dipastikan dengan pemeriksaan penunjang yaitu pencitraan. Tujuan dalam pengobatan bagi PFV adalah menyelamatkan mata dari komplikasi PFV apabila tidak diobati (terutama glaukoma dan penyakit phthysis bulbi), bulbi), mempertahankan ketajaman visual supaya tetap ada dan mencapai hasil kosmetik yang dapat diterima. 12,13
1
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Embryologi Vitreus Dalam keadaan normal, pembuluh darah hialoid mulai terbentuk pada usia gestasi 4 hingga 5 minggu saat arteri hialoid masuk ke dalam cup diskus optikus. Bersama dengan fibril dan sel mesenkimal pembuluh terbentuk vitreus primitif yang kaya akan pembuluh darah. Pada tahap selanjutnya, vitreus sekunder akan terbentuk diantara retina dan bagian posterior vitreus primer. Bersamaan dengan regresi system hialoid, vitreus sekunder avascular mengalami ekspansi menuju lensa, mendorong vasa hialoidea propria. Pembentukan vitreus tersier terdiri atas pembentukan zonula dan regresi pembuluh iridohialoid. Tahapan terakhir adalah oklusi arteri hialoid pada trimester ketiga. Regresi pembuluh darah diperkirakan terjadi melalui proses apoptosis dan aktivasi makrofag.14
Gambar 1. Embryologi Vitreus
2.2 Definisi PFV sebuah spektruk luam kelainan kongenital yang umumnya berupa plak / membran retrolental pada mata yang mikroftalmik, dengan pembuluh darah nyata pada iris, bilik mata depan dangkal, prosesus siliaris yang memanjang dan kadang ditemukan perdarahan intralentikular. PFV merupakan terminologi yang lebih tepat untuk kondisi yang dikenal sebelumnya sebagai persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV).14
2.3 Etiopatogenesis PFV terjadi akibat kegagalan kompleks vaskulatur hialoid dan vitreus primer untuk beregresi pada masa fetus. Kegagalan regresi ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, sehingga dapat ditemui gambaran PFV anterior atau posterior. Bertahannya karakteristik fetal 2
apda mata pasien dengan PFV diduga terjadi karena gangguan regulasi apoptosis, ekspresi genetic yang tidak normal (terutama VEGF, angiopoietin-2 dan beta FGF), atau ekspresi gen yang tidak tepat.14
2.4 Klasifikasi PFV
Anterior PFV Pada anterior PFV, arteri hyaloid tetap ada, dan membran fibrosa putih dengan vaskularisasi atau massa yang tampak di belakang lensa. Temuan lainnya adalah mikroftalmos, bilik anterior dangkal, dan prosesus siliaris yang panjang yang tampak di sekeliling lensa. Leukokoria biasanya muncul saat lahir. Lensa dapat membengkak dan menjadi keruh sehingga dapat terjadi glaukoma sudut tertutup sekunder. Glaukoma juga dapat merupakan akibat dari tidak terbentuknya sudut bilik mata depan dengan sempurna. 15,16 Anterior PFV dapat menyebabkan kebutaan pada kasus lanjut. Lensektomi dan pengangkatan membrane fibrovaskular retrolental dapat mencegah glaucoma sudut tertutup. Amblyopia deprivasional dan refraktif merupakan tantangan postoperatif yang serius. 15,16 Anterior PFV merupakan differential diagnosis dari leukokoria. Penting untuk membedakan anterior PFV dengan retinoblastoma. Tidak seperti PFV, retinoblastoma biasanya tidak terlihat saat lahir, dan lebih sering bilateral, dan hampir selalu tidak pernah berhubungan dengan mikroftalmos atau katarak. Pemeriksaan tambahan seperti echocardiography dan x-ray untuk mencari kalsifikasi pada retinoblastoma dapat membantu membedakan kedua kasus ini.
15,16
Gambar 2. Anterior PFV dengan mikroftalmos dan katarak (sumber: http://eyewiki.org/Persistent_hyperplastic_primary_vitreous)
Posterior PFV Posterior PFV dapat muncul bersamaan dengan anterior PFV atau merupakan temuan tersendiri. Mata dapat mikroftalmos, tetapi bilik mata depan biasan ya normal dan lensa 3
biasanya jernih tanpa membran retrolental. Jaringan dari diskus optikus mengarah ke regio retrolental, dan berjalan sepanjang apex dari lipatan retina yang dapat meluas ke anterior dari diskus, biasanya di kuadran inferior. Jaringan ini menyebar secara sirkumferensial kearah anterior retina. PFV dapat dibedakan dengan retinopathy of prematurity (ROP), familial exudative vitreoretinopathy, dan ocular toxocariasis. 15,16
Gambar 3. Posterior PFV dengan membran fibrovaskular (sumber: http://eyewiki.org/Persistent_hyperplastic_primary_vitreous)
2.5 Manifestasi Klinis PFV biasanya muncul dengan leukokoria pada bayi dengan mikroftalmos pada usia 12 minggu. Presentasi klinis biasanya leukokoria, mikroftalmos, dan katarak biasanya bersifat unilateral pada 90% kasus. Membran retrolental dalam berbagai ukuran dan ketebalan, yang menempel pada permukaan posterior lensa. Membran retrolental ini dapat berukuran kecil dan berlokasi di sentral atau dapat meluas kearah luar menempel 360 derajat pada prosesus siliaris. Pembuluh darah hialoid dapat menghubungkan membran retrolental ke nervus optikus. Pada kasus ringan dapat ditemukan sisa pembuluh darah hialoid, titik Mittendorf (sisa arteri hialoid pada posterior lensa), dan Bergmeinster papillae (sisa arteri hialoid pada papil saraf optik). Pada kasus lanjut, timbul plak retrolental tebal serta jaringan fibrotik. Jika pupil didilatasi dapat terlihat prosesus siliaris yang memanjang serta pembuluh darah radial di permukaan iris.
Gambar 4. Titik Mittendorf (Sumber: AAO Lensa)
4
2.6 Diagnosis PFV PFV dapat didiagnosis dengan visualisasi langsung dari komponen PFV melalui pemeriksaan oftalmologis yang teliti. Pada pasien dengan visualisasi fundus yang buruk, dapat dilakukan ultrasonografi. Secara umum, ultrasonografi, CT Scan, MRI dan FA merupakan pilihan untuk membantu menegakkan diagnosis. Kalsifikasi yang ditemukan dengan CT-Scan dapat membedakan PFV dengan Retinoblastoma. Kalsifikasi pada anak dibawah usia 3 tahun sugestif kearah keganasan.15,16,17 Temuan CT-scan pada PFV biasanya meliputi tidak adanya kalsifikasi, meningkatnya densitas dari seluruh vitreus, dan densitas intravitreal tubular (Cloquet canal), massa retrolental, mikroftalmia, dan lensa yang kecil atau irregular. FA pada PFV dapat menentukan lokasi vaskulatur abnormal dan konfigurasi brittle-star . 15,16,17
Gambar 5. Fluoresein Angiografi pada posterior PFV (Sumber: http://eyewiki.org/Persistent_hyperplastic_primary_vitreous)
2.7 Differential Diagnosis Karena leukokoria merupakan manifestasi klinis paling sering pada PFV, maka differential diagnosis dari PFV merupakan semua kondisi yang dapat menyebabkan leukokoria. Hal yang paling penting adalah retinoblastoma , yang merupakan tumor intraok ular paling sering pada anak-anak. Secara umum, PFV terjadi pada mata yang mikroftalmos, sedangkan retinoblastoma terjadi pada mata berukuran normal. 15,16,17 Penyebab leukokoria lainnya meliputi katarak kongenital atau
Coats’ Disease.
Jika
terjadi total retinal detachment dan jaringan fibrosa retrolental, maka pikirkan kemungkinan familial exudative vitreoretinopathy, ocular toxocariasis, dan ROP.
15,16,17
2.8 Penanganan dan Prognosis Faktor utama dalam memprediksi apakah pasien dapat memperoleh rehabilitasi visual yang berhasil adalah keterlibatan dari polus posterior, sehingga prognosis dari anterior PFV jauh lebih baik daripada posterior PFV. Prediktor lainnya adalah bilateralitas dan mikroftalmia. Hunt et al menunjukkan bahwa pembedahan sebelum usia 77 hari berhubungan dengan visus 5
yang baik, 13 kali lebih mungkin untuk mendapatkan visus hitung jari atau l ebih baik daripada yang dioperasi setelahnya. 17,18 Tindakan bedah yang paling sering dilakukan adalah pendekatan anterior limbal atau pars plana lensectomy, membranectomy, dan vitrectomy. Penanganan harus melibatkan dua komponen yang mengganggu visus, yaitu kekeruhan media dan perubahan retina seperti dysplasia dan traksi. Kekeruhan media harus diperlakukan seperti halnya katarak kongenital, dengan ekstraksi lensa, refraksi dan terapi amblyopia. Anterior PFV diterapi dengan observasi, lensektomi, dan penanganan glaukoma. Pada bentuk kombinasi atau posterior PFV, setelah lensectomy dan vitrectomy pun, hitung jari merupakan hasil akhir terbaik yang dapat diprediksi. Selama operasi katarak, tunika vaskulosa lentis persisten dapat menyebabkan perdarahan intraocular yang agresif. Vaskular posterior tersebut dapat dilakukan kauterisasi.15,16,17
6
BAB III LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama
:
An. GNJW
Umur
:
3 tahun
Jenis Kelamin
:
Laki - laki
Pekerjaan
:
-
No. RM
:
42.95.66
Alamat
:
Manado
Suku
:
Minahasa
Agama
:
Kristen Protestan
Hari/tanggal
:
18 Juli 2018
Keluhan Utama
:
Pantulan cahaya putih di mata kiri
B. ANAMNESA
1. Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluarga menyadari ada pantulan cahaya putih di mata kiri pasien saat mata pasien terkena cahaya lampu atau senter sejak pasien dilahirkan. Menurut keluarga, pasien masih bisa melihat dan mengikuti arah cahaya senter. Keluarga juga melihat bahwa mata kiri terlihat lebih kecil sehin gga kelopak mata kiri pasien seolah-olah lebih tertutup dibandingkan dengan mata kanannya. Pasien merupakan anak kedua, lahir spontan dengan bantuan bidan, cukup bulan, berat badan saat lahir 3600 gram. Ibu pasien berusia 30 tahun saat melahirkan pasien. Riwayat antenatal rutin di puskesmas setiap bulan, riwayat sakit dan konsumsi obat-obatan selama kehamilan disangkal. Ibu pasien tidak pernah mengalami abortus maupun ketuban pecah dini. Riwayat pemberian Tetanus Toxoid positif. Pasien mendapatkan imunisasi lengkap di puskesmas, mendapatkan ASI eksklusif. Tidak ada keluhan mata gatal, mata merah maupun keluar kotoran mata yang banyak dan mata tidak pernah mengalami benturan sebelumnya. Di rumah, keluarga pasien memelihara kucing. 2. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah berobat ke poliklinik anak RSUP Prof Dr R.D. Kandou dan didiagnosis TB paru pada bulan Juli 2017. Pasien mendapatkan pengobatan secara tuntas. Bagian 7
pediatri tidak menemukan kelainan sistemik lain yang berhubungan dengan penyakit mata pasien. 3. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa. C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis Keadaan Umum
:
Baik
Kesadaran
:
Kompos mentis
Tanda Vital
:
TD
:
-
N
:
100 x/menit
RR
:
30 x/menit
T
:
36,50C
Kepala
:
Pembesaran KGB (-)
Mata
:
Lihat status lokalis
Leher
:
Dalam batas normal
Thoraks
:
Dalam batas normal
Pulmo
:
Dalam batas normal
Jantung
:
Dalam batas normal
Abdomen
:
Dalam batas normal
Ekstremitas
:
Dalam batas normal
2. Status Lokalis a. Pemeriksaan Segmen Anterior Mata OD
OS
Fix and Follow +
Visus
Fix and Follow +
N/palpasi
TIO
N/palpasi
Sentral
Kedudukan
Esotropia 15
Baik ke segala arah
Pergerakan
Baik ke segala arah
Nystagmus (-) Edem (-)
Nystagmus (-) Pseudoptosis
Palpebra superior
8
Edem (-)
Edem (-)
Palpebra inferior
Injeksi (-)
Injeksi (-)
Konjungtiva palpebral, bulbi, forniks
Jernih
Jernih
Kornea
Diameter: 11mm
Diameter: 11mm
Putih
Sklera
Putih
Dalam VH4
COA
Dalam VH4
Cokelat kehitaman
Iris
Cokelat kehitaman
Sinekia (-) Bulat, Sentral, Ø 2 mm,
Sinekia (-) Bulat, Sentral, Ø 2 mm,
Pupil
reflek cahaya langsung &
reflek cahaya langsung &
tidak langsung (+)
tidak langsung (+)
Jernih
Keruh
Lensa
NO5 NC5P5 Kekeruhan total warna putih mutiara b. Pemeriksaan Segmen Posterior Mata
Segmen Posterior mata kanan dalam batas normal Refleks fundus (-) pada mata kiri. Lain – lain sulit dievaluasi karena lensa keruh menyeluruh. D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
IgG dan IgM toxoplasma dan rubella negatif USG B-Scan ODS:
ditemukan gambaran echogenic berupa membran yang menempel pada belakang lensa dan mengarah ke nervus optikus
Microphthalmia
Foto Thorax: Bronkopneumonia bilateral post TB Pemeriksaan Laboratorium dalam batas normal Echocardiography: ASD sekundum ringan
9
E. DIAGNOSIS KERJA
Anterior dan Posterior Persistent Fetal Vasculature OS F. PENATALAKSANAAN
1. Artificial tears 4 x 1 gtt OS 2. Rujuk ke RS Cicendo Bandung untuk dilakukan Pars Plana Lensectomy dan Vitrectomy G. EDUKASI
1. Segera ke Bandung untuk dapat dilakukan penanganan PFV 2. Bisa terjadi amblyopia setelah operasi apabila rehabilitasi visual tidak adekuat H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam Quo ad functionam : dubia ad malam Quo ad sanationam : dubia I. FOTO PASIEN
Gambar 13. Foto Pasien tampak Depan
Gambar 14. Foto mata kiri
Gambar 15. USG B-scan mata kiri 10
BAB IV PEMBAHASAN
Presentasi Klinis pada PFV biasanya berupa leukokoria, mikroftalmos, dan katarak yang bersifat unilateral pada 90% kasus. PFV biasanya muncul dengan leukokoria pada bayi dengan mikroftalmos pada usia 1-2 minggu. Pada pasien ini ditemukan leukokoria sejak lahir, sehingga dicurigai katarak kongenital unilateral. Mikroftalmia juga ditemukan pada pasien ini . Kepustakaan menyebutkan bahwa pada mikroftalmia, diameter antero-posterior mata kurang dari 20mm. Pada pasien ini diameter antero-posterior mata yang mengalami leukokoria diperiksa dengan USG A-scan yaitu sepanjang 19mm, sehingga dapat disi mpulkan bahwa mata kiri pasien mikroftalmia. Karakteristik leukokoria sejak lahir dengan mikroftalmia mengarahkan kecurigaan kita ke arah diagnosis PFV. Diameter kornea dapat membedakan antara mikroftalmia dan nanoftalmia, dimana pada keduanya biasanya ditemukan diameter antero-posterior kurang dari 20mm tetapi pada mikroftalmia diameter kornea biasanya normal, sedangkan pada nanoftalmia biasanya diameter kornea lebih kecil dari normal. Diameter kornea pada pasien 11mm sehingga masih tergolong normal dan pasien tergolong ke mikroftalmia. Pseudoptosis pada pasien ini juga merupakan salah satu temuan yang dapat membuktikan mikroftalmia. Diagnosis PFV ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan leukokoria sejak lahir. Pasien lahir cukup bulan dan berat badan lahir normal sehingga menyingkirkan kemungkinan ROP. Tidak adanya riwayat trauma pada pasien ini menyingkirkan kemungkinan katarak traumatik. Riwayat pengobatan TB pada pasien tidak berhubungan dengan terjadinya katarak pada pasien ini. Tidak adanya infeksi sistemik lain menyingkirkan kemungkinan penyebab katarak kongenital pada pasien ini, hal ini didukung dengan pemeriksaan imunoserologis Rubella dan Toxoplasma yang hasilnya negatif. Pada pemeriksaan didapatkan lensa yang keruh total pada mata kiri yang merupakan salah satu tanda klinis PFV. Pemeriksaan Penunjang berupa USG B-scan juga membantu menegakkan diagnosis PFV pada pasien ini, yaitu dengan ditemukannya membran yang menempel pada bagian belakang lensa mengarah ke arah nervus optikus. Anamnesis, Pemeriksaan Oftalmologis, Pemeriksaan Penunjang pada pasien mengarah ke diagnosis PFV. Pasien ini digolongkan ke dalam bentuk kombinasi antara anterior dan posterior PFV dengan alasan leukokoria dan membran retrolental menandakan adanya anterior PFV, dan jaringan membran fibrovaskular yang mengarah ke diskus optikus mengarahkan adanya posterior PFV. Temuan klinis anterior PFV yang tidak ada pada pasien ini adalah bilik mata 11
dangkal dan pemanjangan prosesus siliaris. Sehingga pada pasien ini tidak ditemukan glaukoma sudut tertutup sekunder. Pasien mengalami leukokoria sejak lahir dan saat ini pasien sudah berusia 3 tahun, sehingga kemungkinan pasien sudah mengalami amblyopia visual deprivasi akibat kekeruhan media refraksi. Kekeruhan media refraksi akibat katarak dibuktikan melalui pemeriksaan segmen anterior dan pemeriksaan reflex fundus dimana reflex fundus negatif yang menandakan bahwa kekeruhan sudah terjadi secara menyeluruh di lensa. Visual deprivasi ini menyebabkan komplikasi seperti strabismus. Pada pasien ditemukan adanya esotropia dengan pemeriksaan posisi bola mata. Amblyopia visual deprivasi dapat menjadi tantangan postoperatif tersendiri dalam kasus PFV. Setelah operasi pengangkatan lensa, pemeriksaan refraksi yang baik beserta penanganan amblyopia harus dilakukan secara optimal. Setelah media refraksi jernih, maka penanganan kelainan retina berupa vitrectomy dapat dilakukan untuk mengatasi traksi maupun pelepasan membran fibrovaskular di cavum vitreus. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad malam karena sesuai dengan kepustakaan, prognosis kasus PFV bentuk kombinasi lebih buruk dari pada PFV anterior. Waktu pasien mendapatkan penanganan juga menentukan prognosis. Hunt et al menunjukkan bahwa pembedahan sebelum usia 77 hari berhubungan dengan visus yang baik, 13 kali lebih mungkin untuk mendapatkan visus hitung jari atau lebih baik daripada yang dioperasi setelahnya. Sedangkan pada pasien ini usianya sudah 3 tahun, sehingga kemungkinan besar prognosis visual nya buruk. Hitung jari merupakan hasil visual terbaik yang dapat diprediksi pada kasus seperti ini. Komplikasi postoperatif yang tinggi seperti retinal detachment , hifema, perdarahan intraokular, glaukoma, dan kekeruhan sekunder pada visual aksis dan respons inflamasi yang berlebihan dengan terjadinya pupillary block menyebabkan sulitnya penanganan pada kasus PFV.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Alexandrakis G, Scott IU, Flynn HW Jr, Murray TG, Feuer WJ. Visual acuity outcomes with and without surgery in patients with persistent fetal vasculature. Ophthalmo- logy. 2000;107(6):1068-72. 2. Dhir L, Quinn AG. Persistent fetal vasculature and spontaneous hyphema in a patient with Klippel-Trénaunay-Weber syndrome. J AAPOS 2010;14(2):190-2. 3. Kumar A, Jethani J, Shetty S, Vijayalakshmi P. Bilateral persistent fetal vasculature: a study of 11 cases. J AAPOS. 2010;14(4):345-8. 4. Sisk RA, Berrocal AM, Feuer WJ, Murray TG. Visual and anatomic outcomes with or without surgery in persistent fetal vasculature. Ophthalmology. 2010;117(11): 2178-83.e12. 5. Müllner-Eidenböck A, Amon M, Moser E, Klebermass N. Persistent fetal vasculature and minimal fetal vascular remnants: a frequent cause of unilateral congenital cataracts. Ophthalmology. 2004;111(5):906-13. 6. Müllner-Eidenböck A, Amon M, Hau W, Klebermass N, Abela C, Moser E. Surgery in unilateral congenital cataract caused by persistent fetal vasculature or minimal fetal vascular remnants: age-related ndings and management challenges. J Cataract Refract Surg. 2004;30(3):611-9 7. Paysse EA, McCreery KM, Coats DK. Surgical management of the lens and retrolenti- cular brotic membranes associated with persistent fetal vasculature. J Cataract Refract Surg. 2002;28(5):816-20. Comment in J Cataract Refract Surg. 2003;29(7): 1250. 8. Vasavada AR, Vasavada SA, Bobrova N, Praveen MR, Shah SK, Vasavada VA, et al. Outcomes of pediatric cataract surgery in anterior persistent fetal vasculature. J Cataract Refr act Surg. 2012;38(5):849-57. 9. Vasavada VA, Dixit NV, Ravat FA, Praveen MR, Shah SK, Vasavada V, et al. Intraoperative performance and postoperative outcomes of cataract surgery in infant eyes with microphthalmos. J Cataract Refract Surg. 2009;35(3):519-28. 10. Anteby I, Cohen E, Karshai I, BenEzra D. Unilateral persistent hyperplastic primary vitreous: course and outcome. J AAPOS. 2002;6(2):92-9. 11.
Crick R. P, Khaw P. T., Congenital Abnormaities and Genetic Disorders. Dalam: A
Textbook of Clinical Ophthalmology. Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd., 3rd Edition, 2003; 427.
13
12.
Persistent
Hyperplastic
Primary
Vitreous.
Diunduh
dari:
http://www.institutvision.org/index.php?option=com_content&view=article&id=220&Ite mid=75&lang=en&limitstart=1 [Diperoleh: 28 Juli 2018] 13.
Alex V. L., Persistent Hyperplastic Primary Vitreous. Department of Ophthalmology
The Hospital for Sick Children University of Toronto er 2003. Diunduh dari: http://www.pgcfa.org/files/MORIN_03_WINTER.pdf [Diperoleh: 28 Juli 2018] 14.
Rita Sitorus. Persistent Fetal Vasculature. Dalam: Buku Ajar Oftalmologi. Edisi
Pertama. Badan Penerbit FK UI. Jakarta : 2017. 15.
Retina and Vitreous, Basic and clinical science course. Section 12; American Academy
of Opthalmology, 2016-17. 16.
Pediatric Ophthalmology and Strabismus. Basic and clinical science course. Section 6;
American Academy of Opthalmology, 2016-17. 17.
http://eyewiki.org/Persistent_hyperplastic_primary_vitreous
18.
Hunt A, et al. Outcomes in persistent hyperplastic primary vitreous. Br J Ophthalmol
2005; 89:859-863.
14