PETROLOGI BATUAN KARBONAT
Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mengandung mineral karbonat lebih dari 50%. Sedangkan mineral karbonat adalah mineral mengandung CO 3 dan satu atau lebih kation Ca, Mg, Fe, dan Mn. Pada umumnya, mineral karbonat adalah kalsit (CaCO 3) dan dolomit (CaMg (Co 3)2). Batuan karbonat umumnya terdiri atas batugamping (kalsit sebagai mineral utama) dan batudolomit (dolostone). Umur batuan ini sangat bervareasi mulai dari pra-Kambrium sampai Kuarter. Batuan karbonat pra-Kambrium dan Paleosen umumnya dikuasai oleh batudolomit. Di alam batuan karbonat menempati 1/5 – 1/4 – 1/4 dari seluruh catatan stratigrafi dunia. Sekitar 40 % dari minyak bumi dan gas dunia diambil dari batuan karbonat. Reservoar karbonat di Timur Tengah merupakan salah satu contoh reservoar karbonat dengan produksi migas yang besar. Sedimen karbonat, yang dijumpai di dunia, kebanyakan terbentuk pada lingkungan laut dangkal dan beberapa di antaranya terbentuk di daerah teresterestrial, tetapi laut dangkal tropis. Indonesia merupakan daerah yang mempunyai sedimen karbonat melimpah.
PEMBENTUKAN SEDIMEN KARBONAT
Meskipun tidak semua, kebanyakan sedimen karbonat adalah hasil dari proses kimia atau biologi yang hidup pada lingkungan laut bersih, hangat dan dangkal. Secara umum, beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan akumulasi maksimum sedimen karbonat adalah lingkungan yang mempunyai: 1. kedalaman cukup, tidak terlalu dalam atau terlalu dangkal, 2. hangat, tidak terlalu panas atau terlalu dingin 3. kadar garam yang cukup, tidak terlalu tawar dan terlalu asin, 4. jernih, tidak tidak terlalu banyak sedimen sedimen klastik klastik darat, darat, dan
5. makanan cukup, tetapi tidak terlalu banyak. Berikut ini akan dibicarakan tiga faktor utama yang mengontrol produktivitas sedimen karbonat: letak geografis dan iklim, cahaya dan salinitas.
Letak Geografis dan Iklim Secara umum tata letak geografis dan iklim dapat mengontrol laju pertumbuhan kehidupan penghasil sedimen karbonat. Daerah yang mempunyai latitud tinggi mempunyai suhu dingin yang tentu saja menghambat pertumbuhan kehidupan yang memerlukan kehangatan untuk hidup. Sedangkan daerah yang mempunyai latitud rendah (tropis dan subtropis) mempunyai suhu keseharian hangat. Di daerah ini berbagai kehidupan yang memproduksi sedimen karbonat akan tumbuh lebih baik.
Penetrasi Cahaya
Penetrasi cahaya mengontrol distribusi organisme penghasil karbonat yang membutuhkan cahaya untuk fotosintesis. Penetrasi cahaya dipengaruhi oleh kedalaman air, latitud, dan kejernihan air. Radiasi cahaya menembus air, ini diserap dengan cepat pada bagian atas laut. Setiap perubahan kedalaman 30-50 m, intessitas cahaya berkurang 1% dari level cahaya permukaan. Batas kedalaman pertumbuhan koral secara geografis bervariasi, pertumbuhan koral aktif di Carribbean berkisar dari 40 sampai 60 m, sedangkan didaerah Indo-Pasifik hanya 15 sampai 90 m. Material klastik yang diangkut dari darat dan dikirim ke paparan atau cekungan melalui transportasi sungai dan/atau angin juga akan mempengaruhi penetrasi cahaya. Masuknya sedimen silisiklastik menghasilkan partikel halus, lempung dan lanau tersuspensi, yang dapat menurunkan kejernihan (transparansi) air dan fotosintesa. Hal ini tentu akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan ganggang karbonat, yang merupakan penghasil utama sedimen karbonat.
Salinitas (kadar garam)
Perbedaan dan kelimpahan biota menunjukkan semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kalkareus. Pada kondisi laut terbuka yang normal, perubahan salinitas dapat mengakibatkan hilangnya sejumlah jenis fauna yang tidak tahan terhadap perubahan salinitas ini. Peningkatan salinitas menurunkan keanekaragaman biota dan salinitas di atas 40% kebanyakan invertebrata menghilang, meskipun ganggang kalkareous tetap akan memproduksi sedimen terhadap waktu.
KOMPOSISI A Komposisi Kimia
Unsur kimia utama batugamping dikuasai oleh kalsium, magnesium, karbon +2
+2
dan oksigen. Kalium sebagai kation utama (Ca ) dan magnesium (Mg ); Fe, Mn dan 2-
Zn umumnya sebagai kation yang berjumlah sedikit. Anion yang utama adalah CO 3 , 2-
-
-
-
namun anion seperti SO 4 , OH , F dan Cl dapat juga hadir dalam jumlah yang terbatas. Unsur/elemen jejak (trace elemen) yang biasa dijumpai pada batuan karbonat meliputi B, Ba, P, Mg, Ni, Cu, Fe, Zn, Mn, V, Na, U, Sr, Pb, K. Konsentrasi elemen jejak tersebut tidak hanya dikontrol oleh minerologi batuan, tetapi juga dikontrol oleh jenis dan kelimpahan relatif butiran cangkang fosil dalam batuan. Banyak organisme menghimpun dan menggabungkan elemen jejak tersebut ke dalam struktur cangkangnya. B Komposisi Mineral
Mineral penyusun batuan karbonat terbagi dalam tiga kelompok utama: kelompok kalsit, kelompok dolomit dan kelompok aragonit (Tabel 6.1). Di antara mineral karbonat dalam Tabel 6.1, hanya kalsit, dolomit dan aragonit yang merupakan mineral utama dalam batugamping dan dolomit (batudolomit). Aragonit bahkan merupakan penyusun utama batuan karbonat yang berumur Kenozoikum dan karbonat moderen. Siderit dan ankerit sering sebagai semen dan konkresi dalam beberapa batuan sedimen, tetapi jarang sebagai penyusun utama dalam batuan
karbonat. Mineral karbonat lain dalam Tabel 6.1 jarang dijumpai dalam batuan karbonat. Tabel 6.1: Mineral yang umum dijumpai pada batuan karbonat (disederhanakan dari Boggs, 1992)
MINERAL
SISTEM
KOMPOSISI
KRISTAL
KIMIA
KETERANGAN
KELOMPOK KALSIT
Kalsit
Rombohedral
CaCo 3
Menguasai
batugamping
pada
batugamping,khususnya yang lebih tua dari Tersier Magnesit
-“-
MgCo3
Tidak umum pada batuan sedimen, tetapi
terbentuk
pada
endapan
evaporasi Rodosit
-“-
MnCo3
Tidak umum di batuan sedimen, dapat terjadi di sedimen yang kaya akan Mn berasosiasi dengan Fe-silikat
Siderit
-“-
FeCo3
Terbentuk
sebagai
semen
dan
konkresi pada serpih dan batupasir, umum
pada
endapan
batubesi
(ironstone) juga pada batuan karbonat teralterasi oleh larutan kaya Fe Smitsonit
-“-
ZnCo3
Tidak umum pada batuan sedimen, hadir berasosiasi dengan bijih Zn
dalam batugamping KELOMPOK DOLOMIT
Dolomit
-“-
CaMg(Co3)2
Menguasai
batudolomit,
umumnya
juga berasosiasi dengan kalsit dan mineral evavorasi Ankerit
-“-
Ca(Mg,Fe,Mn)
Jauh lebih jarang dari pada dolomit,
(Co3)2
terbentuk di sedimen kaya Fe, sebagai sedimen butiran atau konkresi
KELOMPOK ARAGONIT
Aragonit
Ortorombik
CaCo 3
Umum karbonat
dijumpai Resen,
pada cepat
sedimen peralterasi
menjadi kalsit Kerusit
-“-
PbCo3
Terbentuk pada supergene lead ores
Strontianit
-“-
SrCo3
Terbentuk
pada
urat-urat
pada
dalam
urat-urat
yang
batugamping Witerit
-“-
BaCo3
Terbentuk
berasosiasi dengan galena Pengenalan tiga mineral utama batuan karbonat (kalsit, aragonit dan dolomit) menjadi hal yang sangat penting dalam mempelajari komposisi batuan karbonat. Akan tetapi, pengenalan itu sering mengalami kesulitan, baik secara kasatmata (mata telanjang) maupun dengan bantuan mikroskop. Pengenalan mineral karbonat akan jauh lebih mudah dilakukan dengan bantuan teknik staining dan etching. Sebagai contoh, dengan teknik staining aragonit akan tampak hitam dengan larutan Fiegl
(Ag2SO4+MnSO4), kalsit menunjukkan warna merah bila bereaksi dengan larutan alizarin merah. Untuk lebih rinci tentang teknik staining dan etching ini dapat baca pada Tucker (1988).
Butiran
Komponen penyusun batuan karbonat moderen umumnya dibagi ke dalam dua bagian dasar (lihat Gambar 6.1): butiran (grain) dan lumpur (mud). Butiran adalah kerangka pada kebanyakan batuan karbonat yang terdiri dari endapan cangkang organisme (skeletal) dan endapan partikel dan agregat anorganik. Sehingga, butiran biasanya dibagi menjadi dua kelompok butiran, yaitu cangkang dan noncangkang. Boggs (1992) menyebut butiran noncangkang ini dengan sebutan litoklas atau klastika batuan. Butiran batuan karbonat dapat berukuran dari ukuran pasir sampai dengan brangkal. Bentuk butiran karbonat juga sangat bervareasi, mulai menyudut sampai membulat. Lumpur gamping (lime mud) adalah batuan karbonat dengan butiran sangat halus, termasuk butiran dan endapan kristalin yang ke duanya berukuran sangat halus. Karbonat ini setara dengan serpih dan/atau batulempung pada endapan klastika. Lumpur gamping (lime mud) laut terbentuk dari kehidupan bentonik yang mati dan meluruh, detritusnya berasal dari partiel karbonat yang lebih besar, akumulasi biota plantonik, dan pengendapan langsung dari air laut. Beberapa proses yang dipercaya dapat menghasilkan lumpur gamping, di antaranya adalah aktivitas angin, ombak dan pasang-surut dapat memecahan cangkang kehidupan menjadi serpihan renik. Aktivitas binatang laut pemakan biota laut penghasil karbonat, dapat merusak cangkang koral menjadi bagian yang sangat halus. Sedimen karbonat ini kemudian mengalami proses pembatuan sehingga menjadi batuan karbonat. Saat ini di lingkungan laut, beberapa sedimen karbonat membatu menjadi batugamping pada atau hanya sedikit di bawah dasar laut. Sebagai contoh dari proses ini adalah “beachrocks (pembatuan sedimen pantai) yang biasanya tersemen oleh aragonit dan Mg-kalsit berupa serabut atau seperti jarum. Dalam
karbonat purba, semen aragonit dan Mg-kalsit jarang dapat terekam dengan baik. Hal ini disebabkan oleh ketidaksatabilan aragonit dan Mg-kalsit, yang dengan mudah berubah menjadi kalsit. a. Butiran cangkang (skeletal grain)
Butiran cangkang pada batuan karbonat berasal dari sisa-sisa organisme penghasil material karbonat. Organisme membentuk cangkang untuk menopang dan melindungi jaringan (tissue) lunak dan dalam aktivitas hidupnya. Secara organik mereka membentuk mineral karbonat yang mana mineraloginya bervariasi
.
Butiran cangkang merupakan butiran yang sangat dominan pada
batuan karbonat Panerozoikum. Butiran ini dapat berupa cangkang utuh dan/atau pecahan bagian dari suatu organisme dengan bentuk menyudut sampai membulat. Sebagian besar cangkang itu dibentuk oleh aragonit, kalsit atau Magnesian-kalsit. Komposisi ini dapat berubah karena proses diagenesa yang dialami, sehingga sebagian mineral berubah menjadi mineral lain. Contohnya, aragonit akan berubah menjadi kalsit pada proses diagenesa.
b. Butiran karbonat Non-Cangkang
Butiran non-cangkang adalah partikel-partikel yang berasal dari proses fisika, kimia ataupun secara biologi dan butiran ini bukan bagian struktur organik. Berdasarkan ciri-cirinya ada beberapa tipe butiran non-cangkang, sebagai berikut:
Litoklas
Litoklas (lithoclast), adalah fragmen sedimen pada batuan karbonat yang merupakan hasil erosi, kemudian tertransportasi dan diendapkan dalam cekungan karbonat. Disini ada dua jenis lithocklast, yaitu intraklas dan ekstraklas. Ekstraklas, sering juga disebut limeclast , berasal dari luar cekungan karbonat, sedangkan intraklas berasal dari dalam cekungan itu sendiri.
1. Intraklast adalah kepingan batugamping atau pengerasan sedimen yang berasal dari dalam cekungan pengendapan itu sendiri. Kepingan ini dapat berupa beachrock,
hardgrounds,
atau stromatolite yang
semi-
terkonsolidasi. Intraklasts mengandung partikel-partikel yang seumur dengan batuan induknya (host rock) dan beberapa fabrik diagenetik dijumpai dalam interklast yang berkaitan dengan lingkungan pengendapan sedimen induknya. Interklast sangat sering dijumpai dalam karbonat. Mereka dapat terbentuk akibat erosi dalam laut yang terletak pada alur pasang-surut, pantai, muka terumbu dan dataran pasang-surut (tidal flat). Menurut Boggs (1992), ada dua proses utama penyebab terbentuknya intraklas adalah: a.
erosi terhadap endapan pantai baru saja membatu (lithified beach-rock) di dalam zona intertidal dan supratidal;
b.
penghancuran dari telo (desication) pada supratidal, khususnya lumpur gamping yang menghasilkan klastika lumpur gamping.
2. Ekstraklast adalah kepingan batugamping yang berasal dari batugamping yang telah membatu dan terletak diluar cekungan, kemudian tererosi dan diangkut masuk ke dalam cekungan pengendapan. Kalau intraklas dapat memberikan informasi tentang kondisi cekungan dimana batugamping itu diendapkan, ekstraklas tidak dapat. Yang diberikan oleh ekstraklas adalah informasi tentang batuan asalnya, yang mungkin jauh lebih tua.
Coated grain (ooid, oncoid and cortoid)
Butiran terbungkus ( coated grain) adalah butiran karbonat terdiri atas inti (nuleus) yang dikelilingi oleh lapisan pembungkus yang disebut korteks (cortex). Butiran terbungkus ini dibagi dalam ooid, onkolit dan kortoid.
Ooids
Ooids adalah butiran terbungkus berukuran pasir, berbentuk bundar sampai oval dan pembungkusnya konsentris disekitar nukleus butiran (Gambar VI-2). Pembungkus (coating) terdiri atas lapisan yang bervareasi ketebalannya (3-15 mikron). Intinya (nucleus). Nukleus mungkin berupa kepingan cangkang, peloid, ooid yang lebih kecil, atau butiran lain seperti kuarsa dan feldspar. Pada umumnya ooid berukuran lanau-pasir atau 0,1-2 mm, yang paling umum adalah 0,5-1 mm (Boggs, 1992). Ooid yang berukuran >2 mm disebut pisoid. Batuan yang dibentuk oleh ooid berukuran <2 mm disebut oolit, sedangkan batuan yang terbentuk oleh pisoid (>2 mm) disebut pisolit.
Berdasarkan lapisan pembungkus (cortex), ooid primer dapat dibagi menjadi: 1.
Ooid dengan struktur tangensial ,
2.
Ooid dengan struktur radial dan
3.
Ooid mikritik atau mikrosparit.
Onkoid (Oncoid)
Onkoid adalah butiran terbungkus oleh lapisan yang lebih tidak beraturan dari pada ooid. Pada umumnya onkoid berukuran <2 mm->10 mm. Onkoid dapat terbentuk baik di lingkungan pengendapan laut maupun di darat. Peloid dan pelet
Istilah peloid digunakan untuk menggambarkan semua butiran yang dibentuk pada aggregat karbonat kriptokristalin berukuran 20-60
m,
dengan mengabaikan asal pembentukannya (Gambar 6.2). Hal ini diperlukan karena sering asal aggregat ini tidak jelas, tetapi untuk butiran dengan asalnya dari faecal origin, digunakan istilah pelet. Peloid adalah ciri khusus pada lingkungan lagun, dan beberapa lingkungan innershelf dangkal.
Lumpur Karbonat
Lumpur karbonat (carbonate mud) adalah batuan karbonat yang berbutir sangat halus (<63 mikron), yang biasanya diidentifikasi mengunakan mikroskop. Di bawah pengamatan mikroskop elektron, lumpur karbonat laut moderen dapat dilihat
kandungan kristal aragonit berbentuk jarum, butiran cangkang yang kelihatannya sangat halus atau kepingan cangkang yang sangat kecil, seperti coccoliths. Kebanyakan lumpur aragonit yang berbentuk jarum berasal dari serpihan ganggang kalkareous yang mati, seperti Penicillus. Lumpur lainnya, yang mana berbentuk butiran-nano berbentuk membundar tanggung, adalah tidak jelas dari tanda-tanda organik. Ini mungkin diendapkan dari air laut.
Klasifikasi batuan karbonat
Klasifikasi batuan karbonat mempunyai banyak ragamnya. Sampai saat ini belum ada satu klasifikasi yang dapat memuaskan semua fihak, seperti halnya pada batuan klastika (seperti batupasir misalnya). Beberapa klasifikasi yang akan disajikan di bawah ini merupakan klasifikasi yang lebih umum dipakai oleh para ahli geologi. Secara konvensional batuan karbonat juga diklasifikasikan menurut ukuran butiranya, seperti klasifikasi sedimen klastik berdasarkan skala ukuran butir Wentworth. Batuan karbonat dengan ukuran butir >2 mm dinamakan kalsirudit (disebut konglomerat pada sedimen non-karbonat), 63 mikron - 2 mm disebut kalkarenit (disebut batupasir pada sedimen nonkarbonat), dan yang ukuran butirnya <63 mikron dinamakan kalsilutit (setara dengan batulempung). Namun klasifikasi yang berdasarkan pemerian (discription) ini sudah lama ditinggalkan. Para ahli geologi lebih senang dengan klasifikasi yang berdasarkan asal (genetic) batuan atau paling tidak mengarahkan ke sana. Hal ini disebabkan, dengan klasifikasi asal itu dapat diinterpretasikan proses pengendapan, termasuk bagaimana dan dimana proses sedimentasi batuan berlangsung.
Pada 1962 ada dua klasifikasi yang terkenal yang diusulkan oleh R.L.Folk (Tabel 6.2) dan R.J.Dunham (Tabel 6.3). Klasifikasi Dunham (1962) belakangan dimodifikasi oleh Embry dan Klovan (1972) seperti Gambar 6.4. DIAGENESA
Setelah proses pengendapan berakhir, sedimen karbonat mengalami proses diagenesa yang dapat menyebabkan perubahan kimiawi dan mineralogi untuk selanjutnya mengeras menjadi batuan karbonat. Sedimen karbonat umumnya lebih rentan terhadap pelarutan (dissolution), rekristalisasi dan replacement dibandingkan mineral-mineral silikat. Sebagai contoh, lumpur aragonit dengan mudah teralterasi (terubah) seluruh menjadi kalsit selama proses awal diagenesa dan pembenan. Pada tahap berikutnya, kalsit mungkin digantikan seluruhnya atau sebagian oleh dolomit pada proses dolomitisasi.
Klasifikasi Dunham (1962)
Klsifikasi Embry & Klovan (1971)
A. Regim Diagenesa Karbonat
Secara umum tahapan diagenesa pada sedimen karbonat seperti pada sedimen klastik, yaitu eodiagenesis pada pembebanan dangkal, mesodiagenesis pada pembebanan dalam, dan telodiagenesis jika terjadi pengangkat dan uproofing. Jadi, diagenesis menempati tiga atau realmutama atau regim (Gambar 6.5), yaitu laut (marine), meteorik (meteoric), dan regim bawah permukaan (subsurface).
B. Regim Laut
Meliputi dasar laut dan bawah permukaan laut sangat dangkal. Lingkungan diagenetik ini dicirikan oleh temperatur dan salinitas air laut yang normal. Proses diagenetik dasar pada lingkungan seperti ini meliputi bioturbasi sedimen, modifikasi kerang karbonat dan butiran lainnya oleh pemboran organisme, dan sementasi butiran dalam daerah air panas, terutama pada terumbu, beting pasir tepi platform, dan endapan karbonat pantai.
C. Regim Meteorik
Regim ini terjadi dengan dua cara, yaitu: (1) oleh turunnya muka laut relatif, dan (2) oleh cepatnya pengisian seimen pada cekungan karbonat dangkal. Batuan karbonat yang lebih tua dapat juga masuk dalam regim ini oleh tahapan akhir pengangkatan atau uproofing kompleks karbonat dengan pembebanan yang lebih dalam (teladiagenesis). Regim meteorik dicirikan oleh hadirnya air tawar ; yang meliputi zona tidak jenuh (pori-pori sedimen tidak terisi dengan air) diatas water table, dan zona jenuh air dibawah water table. Air meteorik umumnya sangat tinggi dimuati dengan CO2, sehingga secara kimiawi sangat agresif. Karenanya aragonit dan kalsit magnesium tinggi lebih muda larut daripada kalsit, mereka larut dengan mudah dalam air korosVIe. Sebaliknya, pelarutan (dissolution) aragonit dan kalsit magnesium tinggi dapat menjenuhi air dalam kalsium karbonat berkenan dengan kalsit,
yang
menyebabkan
aragonit
kalsitdiendapkan.
Proses
dissolution
-
reprecipitation menyebabkan aragonit dan kalsit kalsium tinggi kurang stabil sehingga digantikan oleh kalsit yang lebih stabil.
D. Regim Bawah Permukaan
Setelah periode awal diatas, sedimen karbonat secara berangsur terbebani kedalam dan dalam regim ini terjadi peningkatan tekanan, temperatur tinggi, dan perubahan fluida dalam pori-pori. Dibawah kondisi ini, sedimen karbonat mengalami kompaksi fisik, kompaksi kimiawi, dan perubahan tambahan kimiawi/mineralogi yang meliputi dissolution, sementasi, neomorphism, dan replcement. Sipat-sipat aksak perubahan yang dialami selama diagenesa bawah permukaan dalam tergantung pada kondisi khusus lingkungan pembebanannya, seperti temperatur, komposisi fluida pori, dan pH.
http://dc193.4shared.com/doc/-u8_iCz8/preview.html