Makalah
PERSISTENT HYPERPLASTIC PRIMARY VITREOUS
Disusun Oleh: ERWIN SAHAT HAMONANGAN SIREGAR (070100093)
Supervisor: dr. ARYANI A. AMRA, SpM
Program Pendidikan Profesi Dokter Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP H. Adam Malik Medan 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya yang memberikan kesehatan dan keselamatan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Aryani. A. Amra, SpM selaku supervisor dan dr. Sri Marlinda selaku residen pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Judul makalah ini adalah adal ah mengenai “Persistent Hyperplastic Primary Vitreous ”. Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memberikan
informasi mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan penyakit ini. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati akan menerima segala bentuk kritikan yang bersifat membangun dan saran-saran yang akhirnya dapat memberikan manfaat bagi makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan mengucapkan terima kasih.
Medan, Juni 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................... .............................................................. ........................................... .............................. ........i DAFTAR ISI ......................................... .............................................................. ............................................ ........................................... .................... ii BAB I PENDAHULUAN ............................................ .................................................................. ........................................... .....................1
1.1. LATAR BELAKANG ........................................... ................................................................. ....................................... .................5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................... ............................................................... ................................ ...........2
2.1. DEFINISI ........................................... ................................................................. ............................................ .................................... ..............2 2.2. EPIDEMIOLOGI .......................................... ................................................................ ............................................ ......................... ... 3 2.3. ETIOLOGI ......................................... ............................................................... ............................................ .................................... ..............3 2.4. PATOFISIOLOGI ......................................... ............................................................... ............................................. ......................... .. 3 2.5. KLASIFIKASI ........................................... ................................................................ ........................................... ............................. .......5 2.6. GAMBARAN KLINIS .......................................... ............................................................... ....................................... ..................7 2.7. DIAGNOSIS .......................................... ................................................................ ........................................... ................................ ...........8 2.8. DIAGNOSA BANDING .......................................... ................................................................. .................................... .............9 2.9. PENATALAKSANAA PENATALAKSANAAN N ......................................... ............................................................... .................................. ............11 2.10. KOMPLIKASI ......................................... .............................................................. ........................................... ........................... ..... 12 2.11. PROGNOSIS ............................................ ................................................................. ........................................... ........................... ..... 12 12 BAB III KESIMPULAN ......................................... ............................................................... ............................................. .......................13 DAFTAR PUSTAKA ........................................... ................................................................ ........................................... ........................... ..... 14
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Hyperplastic Primary Vitreous (PHPV) adalah keadaan dimana Persistent Hyperplastic
kegagalan dari vitreous primer untuk beregresi pada waktu embriologi. Etiologi dan epidemiologi dari penyakit ini belum diketahui dengan pasti. PHPV dianggap penyakit yang sangat jarang dijumpai. Kondisi ini biasanya unilateral yaitu sebanyak 90%.
1,2,3,4
Sebuah studi tentang penyebab kebutaan pada anak dan penglihatan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa PHPV menyumbang sekitar 5% dari semua kasus kebutaan. PHPV biasanya dijumpai pada bayi yang cukup bulan. Kelainan pada anak dapat dideteksi pada waktu lahir atau seminggu setelah lahir.
4,5
Tanda-tanda yang paling umum adlah leukoria dan mikroophtalmia. mi kroophtalmia. Selain itu, bisa dijumpai katarak, strabismus, glaukoma, hyphema, dan uveitis. Presentasi klinis dapat bervariasi. Selain itu, dilatasi pupil sering tidak sempurna dan mungkin adalah traksi pada jaringan di belakang iris.
5,6,9
Diagnosis dari PHPV ini bisa diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan optalmikus yang komprehensif dan dipastikan dengan pemeriksaan penunjang yaitu pencitraan.
1,2,6
Tujuan dalam pengobatan bagi PHPV adalah menyelamatkan mata dari komplikasi PHPV apabila tidak diobati (terutama glaukoma dan penyakit phthysis bulbi), mempertahankan ketajaman visual supaya tetap ada dan mencapai hasil
kosmetik yang dapat diterima.
1,5,6
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi PHPV adalah kelainan kongenital pada mata dikarenakan kegagalan vitreous primer pada waktu embriologi dan pembuluh darah hyaloid untuk beregresi. Hal ini ditandai dengan persisten dari berbagai bagian vitreous primer (embrionik sistem vaskular hyaloid termasuk tunika vaskulosa lentis posterior) dengan hiperplasia dari jaringan ikat pada waktu embrio dan terkait dengan 1,2,5
mikrophtalmia, katarak, dan glaukoma.
Gambar 1. Awal perkembangan vitreous primer terdapatnya arteri hyaloid yang mensuplai nutrisi dan oksigen pada mata.
7
Sekarang, istilah Persistent Fetal Vasculature (PFV) sudah mulai digunakan untuk menggantikan PHPV.
Regresi jaringan ini gagal dan
meninggalkan sisa-sisa fibrovaskular yang berkembang baik di belakang lensa (persisten primer hiperplastik anterior vitreous) atau pada permukaan bagian dalam peripapillari retina (vitreous hiperplastik persisten posterior vitreous). Pada beberapa kasus kedua varian mungkin didapatkan. Ini mungkin didapatkan pada saat lahir atau segera sesudahnya dengan terbentuknya gambaran opak pada lensa 2,4,8
posterior. Hal ini dapat menimbulkan leukokoria.
2.2. Epidemiologi
1,3,5,6
Meskipun prevalensi yang tepat belum diketahui, PHPV dianggap penyakit yang sangat jarang dijumpai. Kondisi ini biasanya terjadi secara unilateral, yaitu sebanyak 90% dan terisolasi (tanpa temuan sistemik yang berhubungan). berhubungan). Sebuah studi tentang penyebab kebutaan pada anak dan kehilangan penglihatan di Amerika serikat menunjukkan bahwa PHPV menyumbang sekitar 5% dari semua kasus kebutaan. PHPV biasanya dijumpai pada bayi yang cukup bulan. Kelainan pada anak dapat dideteksi pada waktu lahir atau seminggu setelah lahir.
2.3. Etiologi
5
Penyebab pasti PHPV sampai sekarang sulit untuk dipahami. PHPV mungkin terjadi karena cacat dalam regresi vitreous primer atau dalam pembentukan vitreous sekunder atau kombinasi keduanya. Pembuluh darah dan jaringan hyaloid yang persisten dan jaringan mesenkim dari vitreous primer mengarah ke spektrum klinis PHPV. Pada beberapa pasien dengan PHPV, mutasi gen pada NDP telah diidentifikasi. Mutasi NDP berhubungan dengan vitreopathies retina pada anak. Peran patogenetik dari mutasi NDP di PHPV didukung oleh temuan-temuan pada hewan percobaan yang menunjukkan kegagalan arteri hyaloid primer untuk beregresi. Satu pasien dengan bilateral PHPV dilaporkan memiliki mutasi gen NDP dan ibu pasien tersebut merupakan carrier .
2.4. Patofisiologi Selama perkembangan embriologi mata, kompartemen antara saraf optik dan belakang dari lensa berisi sistem vaskular (arteri hyaloid) yang memberikan nutrisi dan oksigen bagi perkembangan mata. Pembuluh darah hyaloid dan vitreous primer seharusnya mundur pada trimester ketiga sewaktu hamil karena tidak lagi diperlukan.
5,6
Vitreous primer terbentuk antara lapisan dalam dari optic cup dan dengan sistem vaskular hyaloid bersamaan dengan perkembangan embriologi lensa terjadi
pada kira-kira minggu ke-3 sampai minggu ke-6 yang membentuk serabut-serabut serabut-serabut vitreous dari vitreous primer. Akhirnya vitreous primer terletak di belakang kutub posterior lensa bersama sisa-sisa pembuluh hyaloid.
12
Serabut-serabut dan sel-sel dari vitreous sekunder berasal dari vitreous primer vaskuler. Di anterior, perlekatan vitreous sekunder yang erat pada membran limitans interna retina merupakan tahap-tahap awal pembentukan basis vitreous. Sistem hyaloid mengembangkan pembuluh-pembuluh darah vitreous, selain dari pembuluh darah pada permukaan kapsula lentis (tunica vasculo lentis). Sistem hyaloid berkembang dan kemudian beratrofi dari posterior ke anterior.
12
Atrofi yang tidak sempurna dapat mengakibatkan hyaloid anterior akan tersisa yang berhubungan dengan lensa atau terdapat sisa-sisa hyaloid posterior yang berhubungan dengan saraf optik. Apabila terjadi kegagalan pada regresi akan terjadi kondisi yang dinamakan Persistent Hyperplastic Primary Vitreous (PHPV). Mittendorf . Papila Sebuah contoh dari sisa-sisa anterior adalah titik Mittendorf Bergmeister Bergmeister mungkin dianggap sebagai sisa-sisa posterior sistem hyaloid. Periode
ketiga pembentukan vitreous dimulai pada akhir bulan ketiga. Vitreous tersier dimulai sebagai akumulasi serat kolagen antara ekuator lensa dan bagian badan siliar dan akhirnya berdiferensiasi menjadi dasar vitreous dan zonules lensa.
Gambar 2. Mata pada usia gestasi 3 bulan.
7
7,12
Gambar 3. Pada perkembangan mata yang normal pada usia gestasi 8 minggu tunica vasculosa lentis dan arteri hyaloid mulai menghilang hingga pada saat lahir
tidak ditemukan lagi.
2
PHPV pada satu mata tidak dianggap sebagai kelainan genetik, oleh karena itu tidak boleh diturunkan oleh anak-anak yang terkena dampak. Namun, konseling genetik harus disarankan kepada setiap keluarga dengan anak yang terkena untuk informasi spesifik.
5
2.5. Klasifikasi PHPV terbagi kepada dua tipe: a. PHPV anterior
1,2,5,6
Pada PHPV anterior, sisa-sisa vaskular terlihat berada pada posterior lensa tetapi tidak mencapai saraf optik. Varian ini lebih sering, pupil putih (leukokoria) biasanya akan ditemukan segera setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh membran fibrous vaskularisasi berada pada posterior lensa. Gangguan penglihatan baik yang ringan atau berat tergantung pada tingkat keparahan penyakit tersebut. Pada kasus yang berat, lensa menyerupai membran opak (membranous cataract) dan bisa menyebabkan kebutaan. Dalam kasus yang jarang, jaringan
lemak akan terbentuk (lipomatous pseudophakia) bisa juga terbentuk tulang rawan pada lensa tetapi kasusnya jarang. Jaringan parut pada retrolentikular menarik proses siliar ke tengah dan ini akan terlihat dalam pupil. Pertumbuhan mata akan terlambat. Hal ini mengakibatkan microphthalmos dan drainase dari aqueous humor juga terganggu, dimana buphthalmos (hydrophthalmos) juga dijumpai.
PHPV anterior juga dikenal sebagai persistent persistent tunika vasculosa vasculosa lentis dan persistent persistent posterior fibrovascular sheath pada lensa. Keadaan ini biasanya terkait
dengan katarak, glaukoma, dan membran retrolentikular. PHPV anterior seharusnya didiagnosa banding dengan penyebab leukokoria yang lain. Membedakan PHPV dengan retinoblastoma sangat penting. Pada retinoblastoma selalu tidak jelas kelihatan saat lahir, biasanya bilateral dan tidak disertai dengan mikropthalmus atau katarak.
Gambar 4. PHPV anterior, suatu massa fibrovaskular disuplai oleh arteri hyaloid yang persisten yang letaknya berdekatan dengan permukaan posterior dari lensa. Badan siliar dan sudut ruang okuli tidak t idak terganggu.
2
Gambar 5. PHPV anterior menunjukkan mikrophtalmus disertai katarak.
b. PHPV posterior
8
1,3,5,6
Dalam PHPV posterior sisa-sisa serabut vaskular terlihat timbul dari saraf optik tapi tidak mencapai lensa sehingga biasanya tidak menyebabkan katarak. PHPV posterior dapat dikaitkan dengan perkembangan abnormal dari retina, saraf optik, maskula, vitreal stalk, dan membran vitreal. Retina sekitarnya dapat terjadi
parut atau terpisah. Jika ada keterlibatan signifikan dari saraf optik dan/atau retina, penglihatan yang baik tidak mungkin didapatkan. Presentasi murni posterior bisa dijumpai ablasio retina dan displasia retina. PHPV posterior harus dibedakan dengan retinopathy premature, ocular toxocariasis, dan familial exudative vitreoretinopathy . PHPV anterior dan posterior bisa juga terjadi secara
bersamaan.
Gambar 6. PHPV posterior, terlihat septum linier dari saraf optik ke lensa.
2.6. Gambaran Klinis Tanda-tanda yang paling umum adalah leukokoria dan mikroptalmia. Selain itu bisa dijumpai katarak, strabismus, glaukoma, hyphema, dan uveitis. Presentasi klinis dapat bervariasi. Selain itu, dilatasi pupil sering tidak sempurna dan mungkin ada traksi pada jaringan dibelakang iris (proses silia).
5,6,9
Dalam lebih dari 90% kasus PHPV adalah unilateral. Dilaporkan juga 13% pasien mempunyai ukuran bola mata yang normal dan hampir 26% mengalami buphtalmic . Bagian depan mata (ruang anterior) mungkin lebih dangkal dari yang
normal sehingga meninggalkan sedikit ruang antara iris dan kornea. Ini merupakan faktor predisposisi terjadinya glaukoma pada anak.
2,3,5,6,8,9
Traksi dari proses siliari kadang-kadang terlihat di pinggiran pupil yang berdilatasi. Mata kecil, refleks putih pupil dan pembuluh darah hyaloid terlihat diatas permukaan anterior iris, papiler margin dan permukaan posterior iris merupakan parameter diagnostik yang sangat penting. Kadang-kadang perdarahan intravitreal yang luas dan ablasio retina bisa dijumpai. Ketajaman visual dapat
mendekati normal. Strabismus dapat dijumpai pada saat lahir atau berkembang tidak lama setelah periode postnatal.
5,6
Meskipun penyakit ini biasanya terisolasi, telah dilaporkan terdapat kombinasi dengan sindrom lainnya yaitu trisomi 13, Norric disease, WalkerWalburg syndrome, incontinentia pigmenti, cerebro-oculo-dysplasia-muscular dystrophy, fetal alcohol syndrome, neurofibromatosis 2, dan Axenfeld-Rieger syndrome . Selain itu, kelainan kongenital lainnya pada retina bisa hampir sama
dengan PHPV dan harus dipertimbangkan ketika kedua mata terlibat.
5,6
2.7. Diagnosis Diagnosis PHPV berdasarkan pada anamnesa, pemeriksaan mata yang komprehensif dan dikonfirmasi dengan ultrasonografi, CT-scan atau magnetic resonance imaging (MRI).
2,6
Temuan pencitraan tergantung pada ukuran,
ketebalan, dan tingkat vaskularisasi dari massa fibrovaskular. Ultrasonografi pada PHPV menunjukkan massa ecogenic pada posterior dari lensa dengan sebuah band hyperechoic memanjang dari bagian posterior dari bola mata ke permukaan
posterior massa retrolental, sesuai dengan kanal Cloquet . Arteri hyaloid dapat dilihat pada kanal ini dengan pemeriksaan Doppler. Ablasi retina dapat dilihat sebagai struktur lengkung echogenic didalam gambaran anechoic pada vitreous. Kadang-kadang Kadang-kadang gambaran hiperechogenic yang heterogen yang terlihat di dalam vitreous menandakan perdarahan.
1,9
CT-scan hampir selalu menunjukkan gambaran micropthalmos . Pada bagian apeks, terlihat sebuah band linier atau septum meluas ke posterior dapat dikatakan sebuah temuan yang memungkinkan diagnosis yakni PHPV.
9
Gambar 7. PHPV pada anak usia 2 tahun dengan mata kiri yang abnormal pada pemeriksaan. pemeriksaan. Gambaran CT-scan potongan aksial diperoleh setelah pemberian zat kontras intravena yang menunjukkan septum vertikal posterior lensa kiri yang meluas ke posterior.
9
Kadang-kadang penurunan energi pada sinar radiasi yang melewati pada vitreous body dapat dilihat, ini selalu dikaitkan dengan jaringan vibrovaskular dan
darah yang berhubungan dengan perdarahan berulang. Lensa tampak abnormal dan kecil, transparan, atau bulat karena edema. Kalsifikasi tidak ditemukan.
1,6,9
CT-scan tidak selalu dapat membedakan PHPV dengan retinoblastoma. Pemeriksaan MRI lebih unggul dalam membedakan PHPV dari retinoblastoma. Lensa yang abnormal, elongasi prosessus ciliary, dan massa retrolental bisa terlihat. Pemberian bahan kontras gadolinium secara intravena biasanya akan terjadi enhance pada retrolental vitreous primer.
2.8. Diagnosa Banding
9
1,5
Retinoblastoma
yang
juga
biasanya
dijumpai
leukokoria
dan
micropthalmos harus dipikirkan dalam mendiagnosa banding PHPV. Diagnosa
retinoblastoma dapat disingkirkan berdasarkan pemeriksaan USG atau CT-scan. Pemeriksaan pencitraan untuk retinoblastoma akan dijumpai massa intraokular dengan kalsifikasi. PHPV adalah penyebab paling umum kedua setelah retinoblastoma apabila dijumpai leukokoria. Kondisi penyakit lain yang dapat hampir sama temuannya dengan PHPV termasuk Coast disease, retinopathy of prematurity (ROP), microphthalmia,
incontinentia pigmenti, congenital cataract and ocular toxocariasis . Selain itu,
PHPV dapat didiagnosa banding dengan coloboma of optic nerve, coloboma of posterior
pole,
uveitis,
cataract,
myelinated
nerve
fibers,
juvenile
xanthogranuloma, xanthogranuloma, falciform falciform retinal retinal folds.
Diagnosa banding untuk leukokoria
Penyebab
Kriteria Banding
Katarak kongenital
Awal infan, unilateral atau bilateral,
(4-8:20.000)
ukuran bola mata normal
Retinoblastoma (1:20.000)
Infan,
ukuran
bola
mata
normal,
unilateral (2/3 kasus) atau bilateral (1/3 kasus), kalsifikasi Retinopathy Retinopathy of prematurity, prematurity, grade V Awal infan, bilateral, lahir preterm (1:20.000)
dengan terapi oksigen
Exudative retinitis retinitis ( Coats’disease)
Anak-anak, unilateral
Persistent
Unilateral, micropththalmos , connatal,
hyperplastic
primary
Vitreous
centrally displaced ciliary processes
Tumor
Astrocytoma, Astrocytoma, medulloepitheliom medulloepithelioma a
Exudative retinal detatchment detatchment
Toxocariasis, Toxocariasis, (von
angiomatosis angiomatosis
Hippel-lindau
tumor),
retinae diffuse
choroidal hemagioma.
Penyebab lain
Norrie’s
disease,
incontinentia
pigmenti (Bloch-Sulzberger (Bloch-Sulzberger disease), disease), juvenile retinoschisis, retinoschisis, retinal dysplasia, vitreous
abscess,
myelinized
nerve
fibers, coloboma of the optic disk (morning glory disk), foreign bodies in the vitreous chamber.
2.9. Penatalaksanaan Penatalaksanaan Tujuan dalam pengobatan PHPV adalah menyelamatkan mata dari komplikasi apabila tidak diobati (terutama glaukoma dan penyakit pthysis bulbi ), mempertahankan ketajaman visual tetap ada, dan mencapai hasil kosmetik yang dapat diterima.
1,5,6,10
Tindakan bedah diindikasikan apabila dijumpai komplikasi berupa kolaps ruang anterior yang progresif, peningkatan tekanan intraokular, perdarahan pada vitreous, dan ablasio retina.
10
Apabila terapi pada PHPV anterior diperlukan, tindakan bedah harus dilakukan secepat mungkin. Reese menyatakan terdapat dua tahap dalam ti ndakan bedah pada PHPV yaitu lensektomi dan membranektomi. Dengan munculnya munculnya alat pemotong vitreous dan gunting halus intraokular, vitrektomi menjadi satu tahap prosedur perawatan standar pada masa ini.
13,14
Vitrektomi adalah operasi untuk menghilangkan badan kaca atau vitreous (jelly bening seperti kaca) dari dalam bola mata. Vitrektomi merupakan operasi mikro yang dilakukan diruang operasi. Anestesi dapat dilakukan secara lokal atau umum. Untuk prosedur yang lebih rumit dilakukan anestesi umum. Dua atau tiga sayatan tipis pada sklera akan dibuat agar beberapa alat yang kecil dapat diselipkan ke mata seperti lampu fibreoptik, pemotong vitreous, gunting halus intraokular, dan alat laser pada bagian pars plana. Cairan vitreous akan digantikan bahan lain seperti larutan garam yang mirip dengan cairan tubuh, udara, atau gas. Cairan vitreous tidak akan terbentuk lagi dan mata dapat berfungsi tanpa vitreous. Pada akhir operasi sayatan tadi akan dijahit kembali dan akan sembuh perlahanlahan. Operasi terdiri dari pengangkatan vitreous dan mengupas jaringan parut dari permukaan retina. Ini adalah operasi yang halus. Operasi ini dilakukan bila penglihatan terganggu atau distorsi mengganggu penglihatan mata yang sehat.
13,14
Gangguan pada segmen posterior bisa juga terlihat dengan menggunakan instrumen ini. Tindakan bedah pada kasus PHPV posterior jarang dilakukan apabila tidak terdapat traksi pada retina dan kapsul lensa.
13
Visual rehabilitasi (lensa aphakia dan terapi ambliopia) dilakukan untuk memperoleh visual yang bagus. dalam kasus kelainan berbagai segmen di posterior, rehabilitasi visual tidak memungkinkan untuk dilakukan. Pada pasien yang tidak bisa dioperasi, penggunaan lensa kontak pupil hitam diperlukan.
6
Gambar 8. Teknik pembedahan pada PHPV
2.10. Komplikasi
6
Komplikasi yang bisa terjadi pada PHPV berupa: a. glaukoma b. pendarahan pendarahan intraokular c. ablasio retina d. phthisis bulbi bulbi
2.11. Prognosis
2,5
Prognosis bergantung pada tingkat keparahan gangguan yang terjadi. Namun tindakan intervensi bedah yang adekuat sering dapat menyelamatkan mata dan menstabilkan ketajaman visual.
BAB III KESIMPULAN
Persistent Hypertrophy Primary Vitreous (PHPV) adalah kondisi dimana apabila terjadinya kegagalan pada regresi vitreous primer dan pembuluh darah hyaloid pada waktu embriologi. Penyebab dari penyakit ini masih belum 1,6
diketahui.
Tanda-tanda yang paling umum adalah leukokoria dan mikroptalmia. Selain itu bisa dijumpai katarak, strabismus, glaukoma, hyphema dan uveitis. Untuk mendiagnosis bisa didapat dari presentasi klinis dan dengan bantuan dari pemeriksaan penunjang yaitu pencitraan.
1,5,6,7,8
Pengobatan bagi PHPV adalah menyelmatkan mata dari komplikasi PHPV apabila tidak diobati (terutama glaukoma dan penyakit phthysis bulbi), mempertahankan ketajaman visual supaya tetap ada dan mencapai hasil kosmetik yang dapat diterima.
1,5,6
Prognosis tergantung terutama pada tingkat keparahan gangguan yang terjadi. Namun tindakan intervensi bedah yaitu vitrektomi dapat menyelamatkan mata dan menstabilkan ketajaman visual.
1,4
DAFTAR PUSTAKA
1. Lang G. K., Abnormal Changes in The Viterous Body. Dalam: st
Ophthalmology Short Textbook , 1
ed, 2000, USA: Thieme Stuttgart
Publishing Ltd., 2000; 285-287. 2. Regillo. C, Chang T. S., Disease of Vitreous. Dalam: Retina and Vitreous. Singapore: American Academy of Ophthalmology Ltd., 3
rd
Edition, 2007-
2008; 280-283. 3. Sehu K. W, Lee W. R., Development Development and Malformation Malformation. Dalam: Ophthalmic Pathology. USA: Blackwell Publishing Ltd., 2005; 128-129.
4. Crick R. P, Khaw P. T., Congenital Abnormaities and Genetic Disorders . Dalam: A Textbook of Clinical Ophthalmology Ophthalmology . Singapore: World rd
Scientific Publishing Co. Pte. Ltd., 3 Edition, 2003; 427. 5. Persistent
Hyperplastic
Primary
Vitreous.
Diunduh
dari:
http://www.institutvision.org/index.php?option= http://www.institutvision.org /index.php?option=com_content& com_content&view=articl view=articl e&id=220&Itemid=75&lang=en&limitstart=1 [Diperoleh: 16 Juni 2012] 6. Alex V. L., Persistent Hyperplastic Primary Vitreous . Department of Ophthalmology The Hospital for Sick Children University of Toronto er 2003. Diunduh dari: http://www.pgcfa.org/files/MORIN_03_WINTER.pdf [Diperoleh: 15 Juni 2012] 7. Scott E. O, Leonard B., Ocular Developmental Anomalies. Vitreous Differentiation Differentiation.
Diunduh
dari:
http://www.oculist.net/downaton502/prof/eb http://www.oculist.net/dow naton502/prof/ebook/duanes/pag ook/duanes/pages/v9/v9c053 es/v9/v9c053.. html [Diperoleh: 15 Juni 2012] 8. Parag K. S., Ejournal of Ophthalmology. Persistent Fetal Vasculature Syndrome .
2011.
Diunduh
dari:
http://www.eophtha.com/eophtha/ejo28a.html [diperoleh: 16 Juni 2012] 9. Ellen M. C, Charles S. S, Jason W. S., Pediatric Orbit Tumors and Tumor Neuroepithelial Lesions of The Ocular Globe and Optic like Lesions: Neuroepithelial Nerve. Radiological society of North America. 2011. Diunduh dari:
http://radiographics.rsna.org/content/27/4/1159.full [Diperoleh: 16 Juni 2012] 10. Muller-Forell W. S., Orbital Pathology. Dalam: Imaging of Orbital and st
Visual Pathway Pathology, 1 Edition, 2006; 149. 11. Kenneth W. W, Peter H. S, Lisa S. T., Embryology of Vitreous. Dalam: Handbook of Pediatric Eye and Systemic Disease, USA, Springer st
Publishing, 1 Edition, 2006; 29-30. 12. Vaughan D. G., Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam: Oftalmologi Umum. Jakarta: 2000: Widya Medika Publishing, 28-29. 13. A. B. D, Micheal T T., Persistent Hyperplastic Primary Vitreous . Diunduh dari: http://www.associatedretinaconsultants. http://www.associate dretinaconsultants.com/images/Ped%2 com/images/Ped%20VR%20Surg2 0VR%20Surg2 0Handout/PEVS/hyperplastic.pdf [Diperoleh: 0Handout/PEVS/hyperplastic.pdf [Diperoleh: 15 Juni 2012] 14. Vitrectomy .
Diunduh
dari:
[Diperoleh: 16 Juni 2012]
http://www/avcclinic.com/vitrectomy.htm.. http://www/avcclinic.com/vitrectomy.htm