LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN MENENGAH
TOPIK DELIBERASI HUKUM TERHADAP TUGAS POKOK POLRI DIBIDANG PENEGAKAN HUKUM JUDUL OPTIMALISASI KERJASAMA POLRES X DAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA KABUPATEN X TERKAIT PENANGANAN ANAK ANAK BERMASALA DENGAN HUKUM GUNA MEMINIMALISIR KRIMINALISASI TERHADAP ANAK DALAM RANGKA TERWUJUDNYA KEPASTIAN HUKUM BAB I PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang
Pada prinsipnya, hukum merupakan manifestasi konsep-konsep dan cita-cita mengenai pola ideal sistem pengaturan dan pengorganisasian kehidupan masyarakat. Hal ini terutama dalam konsep atau cita-cita tentang keadilan sosial, kesejahteraan hidup bersama, keterlibatan dan ketentraman masyarakat demokrasi. Hukum merupakan kaidah tertinggi yang harus diikuti oleh masyarakat/warga negara termasuk di dalamnya penyelenggara negara dalam melakukan interaksi sosial, kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat, oleh karenanya seluruh masyarakat maupun penyelenggara negara harus sepakat untuk tunduk kepada kedaulatan hukum yang biasa disebut dengan “Supremasi Hukum“.1 Untuk mewujudkan supremasi hukum tersebut, diperlukan suatu sistem hukum yang mampu mengakomodir rasa keadilan dan keberpihakan pada masyarakat yang memuat penghormatan terhadap hak asasi manusia seperti misalnya prinsip kesamaan di muka hukum ( Equality Equality before the Law) Law) dan asas praduga tak bersalah ( Presumption Presumption of Innocence) Innocence) serta adanya jamin kepastian hukum ( justice justice insurance). insurance). Salah upaya dalam mewujudkan kepastian hukum adalah dengan memberikan azas keadilan dalam pelaksanaan pemidanaan terhadap anak yang yang mengalami permasalahan hukum. Pengertian keadilan bagi anak yang mengalami permasalahan dengan hukum adalah dipastikannya semua anak untuk memperoleh layanan dan perlindungan secara optimal dari 1
http://cakimppcii.wordpress.com/2013/09/27/peradilan-agama-penegakan-supremasi-hukum-dan-masyarakat-madani/ diunduh pada tanggal 28/09/2014 pukul pukul 16.00 WIB
1
2 sistem peradilan peradilan dan proses hukum. Hal tersebut secara
yuridis merupakan upaya yang
ditujukan guna meminimalisir proses pemidanaan terhadap anak sehingga dapat mencegah agar anak tidak mengalami perlakuan yang diskriminatif/perlakuan salah (child (child abused ) baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka menjamin kelangsungan hidup, tumbuh dan perkembangan anak secara wajar, baik fisik maupun mental dan sosial. Menyikapi hal tersebut diatas, guna meminimalisir pemidanaan terhadap anak tanpa mengabaikan kepastian hukum adalah melalui aktualisasi sistem deliberasi hukum. hukum. Deliberasi hukum, adalah hukum yang dihasilkan melalui proses diskursus, opini, dan kedaulatan rakyat. Hukum yang dideliberasikan, dapat melahirkan proses penegakan hukum yang mampu menyesuaikan dengan rasa keadilan masyarakat sebagai prasyarat mewujudkan keadilan sosial2. Penerapan deliberasi hukum terhadap anak yang bermasalah dengan hukum adalah dengan mengedepankan musyawarah / pemulihan dengan melibatkan korban dan pelaku beserta keluarga masing-masing, ditambah wakil masyarakat yang diharapkan dapat mewakili lingkungan dimana tindak pidana dengan pelaku anak tersebut terjadi sehingga sehingga
dapat
menghasilkan putusan yang tidak bersifat punitif, namun tetap mengedepankan kepentingan dan tanggung jawab dari anak pelaku tindak pidana, korban dan masyarakat. Menyikapi uraian diatas, dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum, maka Polres X perlu mengembangkan koordinasi dan kerjasama dengan komisi perlindungan anak (KPAI) yang terdapat diwilayah Kabupaten X. Kerjasama antara Polres X dengan KPAI Kabupaten X dilaksanakan guna memantau, memajukan, dan melindungi hak anak serta mencegah berbagai kemungkinan pelanggaran hak anak yang dilakukan oleh negara, perorangan, atau lembaga. Selain itu, kerjasama tersebut tersebut juga diarahkan guna merangkul mitra lembaga lokal dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap adanya ekploitasi anak yang digunakan untuk melakukan tindak kejahatan oleh pihak-pihak tertentu. 2.
Pokok permasalahan
Pokok permasalahan yang terdapat dalam penulisan ini adalah “belum “belum optimalnya kerjasama Polres X dengan komisi perlindungan anak ( KPAI) KPAI) Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan Hukum guna meminimalisir kriminalisasi terhadap anak sehingga kurang mendukung terwujudnya kepastian hukum” hukum”
2
http://maumere-ntt.blogspot.com/2013/04/hukum-deliberative-adalah-solusi.html diunduh pada tanggal 28/09/2014 pukul 16.20 WIB
3 3.
Pokok-pokok Persoalan
a.
Bagaimana kemampuan personel Polres X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum ?
b.
Bagaimana sistem dan metode yang digunakan Polres X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum?
c.
Bagaimana pelaksanaan kerjasama antara Polres X dengan KPAI Kabupaten X guna penanganan anak bermasalah dengan hukum ?
4.
Ruang lingkup
Ruang lingkup penulisan ini dibatasi pada upaya optimalisasi kerjasama yang dijalin oleh unit PPA Sat Reskrim Polres X dengan komisi perlindungan anak (KPAI) Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir kriminalisasi terhadap adak dalam rangka terwujudnya kepastian hukum. 5.
Maksud dan tujuan a.
Maksud
Penulisan ini, dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan ujian pendidikan Sespimmen Polri Dikreg Ke 54, TA. 2014 b.
Tujuan
Untuk memberikan sumbang pemikiran kepada pimpinan Polri tentang upaya optimalisasi kerjasama Polres X dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum. 6.
Metode dan pendekatan a.
Metode
Studi deskriptif analisis melalui kajian terhadap sumber daya Polres X dalam mengoptimalkan kerjasama Polres X dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum. b.
Pendekatan
Pendekatan dalam penulisan ini dilaksanakan melalui tehnik observasi dan dokumentasi serta kaji kepustakaan (library search).
4 7.
8.
Sistematika BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LANDASAN TEORI
BAB III
KONDISI FAKTUAL
BAB IV
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
BAB V
KONDISI IDEAL
BAB VI
UPAYA PEMECAHAN MASALAH
BAB VII
PENUTUP
Pengertian - pengertian a.
Optimalisasi 3
Optimalisasi berasal dari kata optimal yang berarti pengoptimalan atau usaha untuk menjadikan optimal yang berarti tertinggi, paling baik, sempurna, terbaik. b.
Kerjasama 4
Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama manakala individu-individu yang bersangkutan memiliki kepentingan yang sama dan memiliki kesadaran untuk bekerja sama c.
Komisi Perlindungan Anak 5
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, disingkat KPAI, adalah lembaga independen Indonesia yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang
Perlindungan
Anak
dalam
rangka
meningkatkan
efektifitas
penyelenggaraan perlindungan anak. Keputusan Presiden Nomor 36/1990, 77/2003 dan 95/M/2004 merupakan dasar hukum pembentukan lembaga ini. Tugas pokok KPAI adalah memantau, memajukan, dan melindungi hak anak, serta mencegah berbagai kemungkinan pelanggaran hak anak yang dilakukan oleh Negara, perorangan, atau lembaga.
3
http://artikata.com/arti-128755-optimal.html diunduh pada tanggal 27/09/2014 pukul 16.00 WIB http://temukanpengertian.blogspot.com/2013/09/pengertian-kerja-sama.html diunduh pada tanggal 30/08/2014 pukul 12.01 WIB 5 http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Nasional_Perlindungan_Anak diunduh pada tanggal 27/09/2014 pukul 16.00 WIB 4
5 d.
Anak bermasalah dengan hukum
6
Anak berhadapan dengan hukum adalah seorang anak yang sedang terlibat dengan masalah hukum atau sebagai pelaku tindak pidana, sementara anak tersebut belum dianggap mampu untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, mengingat usianya yang belum dewasa dan sedang bertumbuh, berkembang, sehingga berhak untuk dilindungi sesuai dengan Undang – undang. e.
Meminimalisir 7
Minimalisir artinya memperkecil atau biasa digunakan mengutarakan bahwa sesuatu itu memang tidak dapat dihilangkan atau diselesaikan sepenuhnya tetapi hanya bisa beberapa persen yang bisa terselesaikan. f.
Kriminalisasi 8
Kriminalisasi adalah proses mengangkat perbuatan yang semula bukan perbuatan pidana menjadi perbuatan yang dapat dipidana. g.
Terwujudnya
Terwujudnya, menurut KBBI adalah
h.
1)
Menjadikannya ada, nyata dapat dilihat dan diraba
2)
Menjadikan terbukti, terasa serta memiliki manfaat yang konkrit
Kepastian hukum 9
Dalam istilah hukum di kenal “Fiat Justitia et pereat mundus” artinya meskipun besok langit akan runtuh hukum tetap harus ditegakkan. Istilah tersebut mengandung makna yang sangat dalam, bahwa hukum itu harus ditegakan karena mempunyai tujuan yang hakiki yaitu untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat. Kepastian hukum secara normatif diartikan sebagai sesuatu yang jelas dan logis serta tidak menimbulkan multi tafsir..
6
http://saraswati.web.id/profil/berbagi-link/kompilasi-peraturan-perundangundangan-mengenai-anak-berhadapan-dengan- hukum/ diunduh pada tanggal 28/09/2014 pukul 12.01 WIB
7
https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100415171927AAcrlaa , diunduh pada tanggal 28 /09/2014 pukul 14.29 WIB 8 http://asriyusuf.wordpress.com/tag/pembaharuan/ diunduh pada tanggal 30/08/2014 pukul 12.01 WIB 9 Moh. Mahfud MD. Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi. Yogyakarta: Gama Media, 1999.hal 7
6 BAB II LANDASAN TEORI 9.
Teori Kerjasama
Charles H. Cooley (Dalam Soerjono Soekanto, 2000 : 80) menyatakan, kerjasama adalah kesepakatan yang timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan - kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna. Menurut Miftah Thoha (1986), dua atau lebih organisasi yang melakukan kerjasama yang efektif dicerminkan dengan adanya : a.
Adanya komunikasi kedua belah pihak yang intens.
b.
Persepsi yang sama tentang hal yang dikerjasamakan.
c.
Adanya koordinasi.
d.
Integrasi.
e.
Sinkronisasi dalam kerjasama. Merujuk pada uraian diatas, selanjutnya penggunaan teori kerjasama tersebut diterapkan
sebagai pisau analisis pada bab III dan Bab V yang menggambarkan pelaksanaan kerjasama antara Polres X dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum dalam bingkai komunikasi, koordinasi dan kolaborasi. 10.
Teori manajemen 10
Manajemen merupakan proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan anggota organisasi serta menggunakan semua sumberdaya organisasi untuk mencapai tujuan organisai yang telah ditetapkan. George R. Terry menyebutkan, manajemen adalah proses planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), dan controlling (pengendalian) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efisien melalui kegiatan yang dilakukan oleh orang lain. Proses manajemen merupakan suatu daur yang berulang dan tidak pernah berhenti sampai organisasi tersebut tidak ada lagi, sehingga ditemukan teknik
dan
taktik, strategi, siasat serta cara bertindak dalam memecahkan masalah. Untuk
mencapai tujuan, diperlukan sarana (tools), yaitu: man, material, money, method
10
Gorge R Terry , et.al. Manajemen (edisi Indonesia) jilid I. Jakarta, Prenhallindo, hal 12
6
7 11.
Teori Manajemen Strategis 11
Manajemen strategik didefinisikan sebagai suatu rangkaian keputusan dan tindakan yang menghasilkan formulasi dan implementasi rencana untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen Strategi terdiri dari 9 (sembilan) tugas penting yang mencakup : a.
Perumusan visi
b.
Perumusan misi organisasi
c.
Penentuan tujuan
d.
Penetapan sasaran
e.
Merancang kebijakan
f.
Menyusun seperangkat strategi Penggunaan teori manajemen
strategis tersebut, diterapkan guna menformulisasikan
langkah – langlah strategik yang dilakukan oleh Polres X dalam menjalin kerjasama dengan Polres X dengan KPAI Kabupaten X
terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum
sebagaimana dijelaskan dalam Bab VI. 12.
Teori Analisa Swot 12
Freddy Rangkuti (2006) mendefinisikan SWOT adalah singkatan atau akronim dari Strenghts, Weaknesses, Opportunities dan Threats. Artinya Kekuatan yang dimiliki oleh Kesatuan yang akan melaksanakan rencana, kelemahan yang dimiliki oleh kesatuan dan peluang yang dapat dimanfaatkan serta ancaman yang akan dihadapi. Penggunaan teori Analisa SWOT tersebut, diterapkan guna membedah kekuatan, kelemahan serta peluang dan kendala yang dimiliki Polres X dalam menjalin kerjasama dengan dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum sebagaimana dijelaskan dalam Bab IV.
11
Iwan Puwanto, 2007. Manajemen strategis kutipan Fred R David (2006:35) CV Yrama widya, Bandung, hal. 70 Rangkuti ,2013. Kutipan Kearns (1998:15),Kompas Gramedia Pustaka Utama. Hal 19
12
8 BAB III KONDISI FAKTUAL 13.
Kemampuan personel Polres X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum Saat ini
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa di masa yang akan datang, yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara seimbang. Di Indonesia sendiri ada beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang anak, misalnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang Nomor 4 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Berbagai peraturan lain yang berkaitan dengan masalah anak. Secara substansi, menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Sedangkan berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak juga menjelaskan tentang anak yang berkonflik dengan hukum, yaitu : “Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.” Pembahasan mengenai penyimpangan hukum (delikuense) yang dilakukan oleh anak serta dan instrumen hukum bagi anak di Indonesia ini, semakin meningkat dan semakin beragam modusnya. Berdasarkan pengamatan penulis, kasus anak yang bermasalah dengan hukum tersebut, dapat terlihat seperti berikut: Tabel 1: Trend perkembangan kejahatan oleh anak berdasar usia No
Tahun
1 2
Umur
2012
< 15 10
16-18 235
2013
15
590
Data: Sat Reskrim Polres X Selain itu tren kejahatan yang dilakukan oleh anak berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat seperti berikut: 8
9 Tabel 2: Trend perkembangan kejahatan pada anak-anak berdasarkan pendidikan Tahun 2012
Jumlah 235
SD 16
SMP 87
2013 447 55 Data: Sat Reskrim Polres X
102
Umur SMA 108
PT 44
196
94
Adapun data terhadap jenis kejahatan / perbuatan melawan yang dilakukan oleh anak dapat terlihat seperti dibawah ini : Tabel 3: data jenis kejahatan yang dilakukan oleh anak No
Tahun
1
Pencurian
2 3 4 5
Penganiyaan Perkelahian Pemerkosaan Narkoba Jumlah
Keterangan
Tahun 2012 64
2013
56 40 28 47
90 82 34 136 447
235
105
Data: Sat Reskrim Polres X
Menyikapi tingginya angka yang melakukan tindakan pelanggaran hukum serta kejahatan, maka perlu disusun konsep peradilan yang sesuai kondisi sosio culture anak. Dalam konsep ini, proses pemidanaan terhadap anak tidak selalu perlu diproses secara hukum, cukup diselesaikan melalui jalan kekeluargaan maupun dengan musyawarah mufakat dengan warga, lingkungan, RT, RW Ketua Adat, Tokoh Agama, Guru sekolah dan keluarga pelaku serta keluarga korban. Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan adanya suatu pemahaman baru yang dapat menjadi jalan keluar bagi masalah delinkuensi anak. Adapun berbagai fakta-fakta yang ditemukan terkait kondisi kemampuan personel Polres X dalam penanganan terhadap anak bermasalah dengan hukum, adalah sebagai berikut :
a.
Kuantitas
Sebagai fungsi terdepan (leading sector) dalam pelayanan terhadap anak di lingkungan Polres X adalah UPPA (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak) Polres X pada saat ini memiliki kekuatan sebanyak 8 Personil yang tersusun dalam struktur organisasi sebagai berikut : 1)
1 (satu) personil berpangkat IPDA sebagai Kanit UPP A
2)
2 (dua) personil berpangkat Bripka sebagai Kasubnit
10
b.
3)
1 (satu) personil berpangkat Brigadir sebagai anggota
4)
1 (satu) personil berpangkat Brigadir sebagai anggota
5)
2 (dua) personil berpangkat Briptu sebagai anggota
Kualitas 1)
Pengetahuan (knowledge)
a)
Lemahnya pemahaman terhadap dasar hukum proses pemidanaan terhadap anak sebagaimana yang diatur dalam. Peraturan KAPOLRI 10/2007, 6 Juli 2007 tentang Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) dan perkap
no 3 tahun 2008 tentang pembentukan RPK dan tata cara pemeriksaan saksi&/korban TP serta TR/1124/XI/2006 dari Kabareskrim POLRI, 16 Nov 2006 dan TR/395/VI/2008 9 Juni 2008, tentang pelaksaan dalam
penanganan kasus anak pelaku dan pemenuhan kepentingan terbaik anak dalam kasus anak baik sebagai pelaku, korban atau saksi. b)
Lemahnya pehamanan personel terhadap mekanisme penerapan diversi yaitu pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat.
2)
Kemampuan (skill)
a)
Personel kurang terbuka dalam melakukan diplomasi dan komunikasi dengan
keluarga
anak
maupun
tokoh
masyarakat
dalam
memusyawarahkan anak bermasalah dengan hukum. b)
Adanya personel yang melakukan proses pemidanaan terhadap anak disamakan dengan proses pemidanaan terhadap orang dewasa.
c)
Penyidik belum mengetahui prosedur untuk melaksanakan proses hukum terhadap anak bermasalah dengan hukum dengan merujuk pada UndangUndang No. 11 Tahun 2012 tentang Pengadilan Anak dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
d)
Masih terbatasnya kemampuan personel dalam melakukan konseling terhadap anak bermasalah dengan hukum dengan maksud untuk memahami kondisi korban dan memberikan jalan keluar yang terbaik sesuai dengan kebutuhan anak.
11 e)
Personel kurang mampu menfasilitasi dan memberdayakan KPAI dalam melakukan pemantauan, pembinaan dan pengawasan maupun melakukan rehabilitasi terhadap anak bermasalah dengan hukum.
3)
Perilaku (attitude)
a)
Masih lemahnya respon personel dalam menerima laporan/pengaduan terhadap adanya anak bermasalah dengan hukum.
b)
Dalam memberikan perlindungan terhadap anak bermasalah dengan hukum, personel kurang menunjukan etos kerja yang baik sepertihalnya dengan menunjukan pelayanan yang protagonis dan humanis sehingga anak tersebut sering kurang merasa dilayani secara optimal.
14.
Sistem dan metode yang digunakan Polres X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum saat ini
Melihat kecendrungan yang ada di media saat ini, baik media cetak maupun media elektronik, jumlah tindak pidana yang dilakukan oleh anak (juvenile delinquency) semakin meningkat dan semakin beragam modusnya. Masalah delinkuensi anak ini merupakan masalah yang semakin kompleks dan perlu segera diatasi, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Tekait dengan mekansime penanganan anak bermasalah dengan hukum guna memimalisir kriminalisasi terhadap anak yang ditangani Polres X, dapat terlihat seperti dibawah ini : a.
Perencanaan
1)
Kurang dilaksanakannya rencana kegiatan yang menjadi acuan kerja Unit PPA Polres X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum sehingga dalam penanganannya seringkali dilaksanakan secara parsial dan kurang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2)
Kurang disusunnya SOP guna mengoptimalkan Unit PPA Polres X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum.
b.
Pengorganisasian
1)
Penunjukan personel unit PPA sering kurang memperhatikan kualifikasi dan kompetensi yang dimiliki sehingga pelaksanaan penanganan anak bermasalah dengan hukum berjalan secara optimal.
12 2)
Kurangnya hubungan koordinasi antara unit PPA dengan Sat Reskrim maupun dengan unit opersional lainnya serta dengan KPAI guna penanganan anak bermasalah dengan hukum.
c.
Pelaksanaan
1)
Masih adanya penilaian bahwa
penanganan kasus kejahatan anak jueneille (
deliquence) dianggap berhasil apabila berkas P21 sehingga penyelesaian kasus anak melalui deliberasi hukum kurang mendapat prioritas / apresiasi. 2)
Adanya perbedaan pemahaman terkait batas usia anak dapat berimplikasi adanya perbedaan proses pemidanaan terhadap anak bermasalah dengan hukum.
3)
Kurang tersedianya ruang pelayanan maupun safety house guna mediasi permasalahan anak bermasalah dengan hukum sehingga pelaksanaan mediasi dilaksanakan diluar kantor kepolisian dan kurang terkontrol.
4)
Lemahnya upaya rehabilitasi dan konseling terhadap anak bermasalah dengan hukum sehingga dalam pengembalian anak kepada masyarakat masih diwarnai stigmasi sebagai “penjahat”.
5)
Masih ditemuinya proses pemenjaraan terhadap anak yang disatukan dengan penjara orang dewasa.
d.
Pengendalian
1)
Terbatasnya atensi pimpinan terhadap kinerja unit PPA dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum, dimana atensi pimpinan masih terbatas pada kasuskasus yang menonjol sehingga keberhasilan tugasnya kurang dapat diukur.
2)
Lemahnya supervisi dan koreksi terhadap kinerja unit PPA dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum sehingga dalam pelaksanaannya kurang dapat dikontrol oleh User / pimpinan
15.
Pelaksanaan kerjasama antara Polres X dengan KPAI Kabupaten X guna penanganan anak bermasalah dengan hukum saat ini a.
Tahap Komunikasi
1)
Belum dilaksanakannya pertemuan rutin antara Polres X dengan KPAI Kabupaten X guna membahas tentang sistem dan prosedur penanganan anak bermasalah dengan hukum.
13 2)
Kurang dibangunnya sistem informasi timbal balik antara Polres X dan KPAI guna saling mensosialisasikan berbagai peraturan perundangan yang berkaitan dengan penanganan anak bermasalah dengan hukum.
b.
Tahap koordinasi
Masih terbatasnya pelaksanaan koordinasi antara Polres X dengan KPAI Kabupaten X, khususnya melalui penyusunan MOU yang memuat tentang mekanisme sistem perbantuan Polres X dan KPAI Kabupaten X dalam hal memantau, memajukan, dan melindungi hak anak, serta mencegah berbagai kemungkinan pelanggaran
dan
tindakan kekerasan terhadap anak. c.
Tahap Kolaborasi
1)
Kurang dilaksanakannya kegiatan bersama antara Polres X dengan KPAI Kabupaten X
dalam memberikan perlindungan dan menyediakan pembelaan
terhadap anak bermasalah dengan hukum untuk mengutarakan pendapat dan pembelaannya dimuka hukum. 2)
Polres X kurang dapat memberdayakan KPAI kabupaten X dalam melakukan rehabilitasi mental dan psikologi anak bermasalah dengan hukum.
3)
Kurang dilaksanakannya kegiatan bersama antara Polres X dan KPAI kabupaten X dalam melakukan restitusi anak, yaitu mengembalikan anak kepada masyarakat dengan pemulihan nama baik anak sehingga dapat diterima oleh masyarakat dan lingkungan sekolahnya.
4)
Kurang dilaksanakannya kerjasama antara Polres X dengan KPAI kabupaten X guna melakukan pemantauan dan penindakan terhadap orang atau jaringan yang secara sengaja melakukan ekspolitasi anak.
16.
Implikasi kurang optimalnya kerjasama Polres X dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum
a.
Lemahnya kemampuan personel Polres X dalam menjalin kerjasama dengan KPAI terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum dapat berimplikasi pada semakin meningkatnya angka tindak pidana yang dilakukan oleh anak (juvenaile deliquence).
b.
Kurang optimalnya kerjasama antara Polres X dengan KPAI terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum dapat berimplikasi pada adanya ekpolitasi anak secara masive, sistematis dan terstruktur baik oleh pelaku perorangan maupun koorporasi.
14 BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 17.
Faktor Internal a.
Kekuatan
1)
Adanya kebijakan
Kapolres X untuk mewujudkan penegakan hukum yang
berkeadilan termasuk melalui penerapan deliberasi hukum dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum. 2)
Adanya unit PPA Polres dibawah Satuan Fungsi Reskrim sebagai leading sector dalam memberikan perlindungan dan pelayanan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum .
3)
Adanya unit kerja RPK yang dapat diberdayakan dalam memberikan pelayanan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.
4)
Adanya sebagian personel yang memiliki kemampuan komunikasi dan negoosiasi dalam mendukung kerjasama dengan KPAI Kabupaten X guna memberikan penanganan anak bermasalah dengan hukum.
5)
Validitas unit PPA dari tingkat Polda hingga Polres guna pembinaan bidang pelayanan dan perlindung terhadap perempuan dan anak .
b.
Kelemahan
1)
Terbatasnya pemahaman personel Polres X mengenai konsep dan mekanisme penanganan anak bermasalah dengan hukum sehingga dalam pelaksanannya masih sering dilaksanakan pemidanaan seperti pada orang dewasa.
2)
Penempatan personel di unit PPA yang masih merangkap pada jabatan/unit lain, sangat mempengaruhi kinerja Unit PPA didalam memberikan perlindungan terhadap anak yang bermsalah dengan hukum.
3)
Unit PPA belum bisa dibentuk di tingkat Polsek untuk memberikan pelayanan terhadap anak bermasalah dengan hukum di tingkat Polsek.
4)
Adanya sebagian personel yang kurang terbuka sehingga menjadi penghambat dalam kerjasama dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir kriminalisasi terhadap anak.
5)
Belum adanya SOP yang dapat dijadikan sebagai pedoman Unit PPA dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum. 14
15
18.
Faktor Eksternal a.
Peluang
1)
Adanya dukungan Pemda terhadap Polres X dalam memberikan perlindungan terhadap anak bermasalah dengan hukum sebagai pelaku maupun korban.
2)
Kuatnya komitmen nasional terhadap penghapusan tindak kekerasan serta eksploitasi terhadap anak yang diaktualisasikan dalam bentuk perundangan dan peraturan pemerintah.
3)
Adanya dukungan terhadap Polres dari LSM setempat yang peduli terhadap anak dengan memberikan pengetahuan bagi unit PPA melalui seminar,
lokakarya,
memberikan bantuan tenaga untuk konseling, dsbnya. 4)
Adanya reformasi sistem hukum nasional yang lebih mengdepankan penerapan deliberasi hukum khususnya terhadap anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir kriminalisasi anak.
5)
Adanya peran media massa yang turut berperan dalam melakukan investigasi jurnalisitik terhadap berbagai kasus ekpoloitasi anak.
b.
Kendala
1)
Rendahnya peran dan partisipasi masyarakat dalam memberikan laporan terkait adanya tindak kejahatan oleh anak kepada Polres X.
2)
Kurang meratanya pembangunan telah mengakibatkan banyaknya anak putus sekolah sehingga berpotensi melakukan tindakan kriminilitas.
3)
Adanya jaringan yang tersebunyi dan terstuktur yang secara sengaja melakukan eksploitasi terhadap anak guna melakukan pekerjaan terburuk.
4)
Belum adanya MOU yang bersifat mengikat antara Polri dan KPAI dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum.
5)
Masih
kurang
sosialisasi
perlindungan anak.
terhadap
masyarakat
terkait
undang-undang
16 BAB V KONDISI IDEAL 19.
Kemampuan personel Polres X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum yang diharapkan a.
Kuantitas
1)
Diharapkan adanya penambahan personel yang ditugaskan pada Unit PPA sehingga dapat mendukung penanganan anak bermasalah dengan hukum guna menimalisir kriminalisasi terhadap anak.
2)
Diharapkan adanya penambahan para Perwira Pertama (PAMA) yang memiliki kompetensi dan kapabilitas yang baik dibidang manajerial dan komunikasi untuk ditugaskan pada Unit PPA guna memaksimalkan penanganan anak bermasalah dengan hukum.
b.
Kualitas 1)
Pengetahuan (knowledge)
a)
Lemahnya pemahaman personel terhadap dasar hukum dalam penanganan kasus anak pelaku kejahatan dan pemenuhan kepentingan terbaik dalam kasus anak, baik sebagai pelaku, korban atau saksi.
b)
Meningkatnya pehamanan personel terhadap mekanisme diversi yaitu pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal ke non formaldengan atau tanpa syarat.
2)
Kemampuan (skill)
a)
Personel dapat melakukan komunikasi dengan keluarga anak dalam memusyawarahkan anak bermasalah dengan hukum.
b)
Personel mampu melakukan diversi terhadap kasus anak sesuai dengan UU no 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan anak dan tidak disamakan dengan proses pemidanaan terhadap orang dewasa.
c)
Penyidik mapu menguasai prosedur untuk melaksanakan proses hukum terhadap anak bermasalah dengan hukum dengan merujuk pada UndangUndang No. 11 Tahun 2012 tentang Pengadilan Anak dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
16
17 d)
Meningkatnya kemampuan personel dalam melakukan konseling terhadap anak bermasalah dengan hukum dengan maksud untuk memahami kondisi korban dan memberikan jalan keluar yang terbaik sesuai dengan kebutuhan anak.
e)
Personel mampu melakukan pendataan terhadap orang atau jaringan yang dengan sengaja melakukan ekploitasi anak.
f)
Personel
mampu
menfasilitasi
dan
memberdayakan
KPAI
dalam
melakukan pemantauan, pembinaan dan pengawasan maupun melakukan rehabilitasi terhadap anak bermasalah dengan hukum. 3)
Perilaku (attitude)
a)
Meningkatnya respon personel dalam menerima laporan/pengaduan terhadap adanya anak bermasalah dengan hukum.
b)
Dalam memberikan perlindungan terhadap anak bermasalah dengan hukum, personel mampu menunjukan etos kerja yang baik sepertihalnya dengan menunjukan pelayanan yang protagonis dan humanis.
20.
Sistem dan metode yang digunakan Polres X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum yang diharapkan a.
Perencanaan
1)
Disusunnya rencana kegiatan yang menjadi acuan kerja Unit PPA Polres X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum.
2)
Disusunnya SOP guna mengoptimalkan Unit PPA Polres X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum.
b.
Pengorganisasian
1)
Penunjukan personel unit PPA diharapkan dapat memperhatikan kualifikasi dan kompetensi yang dimiliki sehingga pelaksanaan penanganan anak bermasalah dengan hukum dapat berjalan secara optimal.
2)
Dibentuknya hubungan koordinasi antara unit PPA dengan Sat Reskrim maupun dengan unit opersional lainnya serta dengan KPAI guna penanganan anak bermasalah dengan hukum.
18 c.
Pelaksanaan
1)
Dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum (jueneille deliquence) dapat dilaksanakan dengan prioritas diversi melalui musyarawah mufakat.
2)
Adanya persamaan pemahaman terkait batas usia anak dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum.
3)
Tersedianya ruang pelayanan khusus anak maupun rumah aman (safety house) guna mediasi permasalahan anak yang terlibat dalam kejahatan narkoba sehingga dalam melalukan mediasi dapat dilaksanakan kantor kepolisian.
4)
Meningkatnya kerjasama dengan berbagai pihak terkait dalam perlindungan dan pemulihan hak-hak anak.
5)
Dilaksanakannya rehabilitasi dan konseling terhadap anak bermasalah dengan hukum.
6)
Tidak dilaksanakannya pemenjaraan terhadap anak yang disatukan dengan penjara orang dewasa.
d.
Pengendalian
1)
Meningkatnya atensi pimpinan terhadap kinerja unit PPA dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum dimana atensi pimpinan tidak hanya pada kasus-kasus yang menonjol.
2)
Dilaksanakannya supervisi dan koreksi terhadap kinerja unit PPA dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum sehingga dalam pelaksanaannya dapat dikontrol oleh User / pimpinan.
21.
Pelaksanaan kerjasama antara Polres X dengan KPAI Kabupaten X guna penanganan anak bermasalah dengan hukum yang diharapkan a.
Tahap Komunikasi
1)
Dilaksanakannya pertemuan rutin antara Polres X dengan KPAI Kabupaten X guna membahas tentang sistem dan prosedur dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum.
2)
Dibangunnya sistem informasi timbal balik antara Polres X dan KPAI guna saling mensosialisasikan berbagai peraturan perundangan yang berkaitan dengan penanganan anak bermasalah dengan hukum.
19 b.
Tahap koordinasi
Dilakukannya penyusunan MOU antara Polres X dengan KPAI Kabupaten X yang memuat tentang mekanisme sistem perbantuan antara Polres X dan KPAI Kabupaten X dalam hal memantau, memajukan, dan melindungi hak anak, serta mencegah berbagai kemungkinan pelanggaran hak anak. c.
Tahap Kolaborasi
1)
Dilaksanakannya kegiatan bersama antara Polres X dengan KPAI kabupaten X dalam memberikan perlindungan dan menyediakan pembelaan terhadap anak bermasalah dengan hukum.
2)
Polres X dapat memberdayakan KPAI Kabupaten X dalam melakukan rehabilitasi mental dan psikologi anak bermasalah dengan hukum.
3)
Dilaksanakannya kegiatan bersama antara Polres X dan KPAI kabupaten X dalam melakukan restitusi anak
(mengembalikan anak kepada masyarakat) sehingga
dapat diterima oleh masyarakat dan lingkungan sekolahnya. 4)
Dilaksanakannya kerjasama antara Polres X dengan KPAI kabupaten X guna melakukan pemantauan dan penindakan terhadap orang atau jaringan yang secara sengaja melakukan ekspolitasi anak dalam kejahatan narkoba..
22.
Kontribusi Optimalnya kerjasama Polres X dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum
a.
Meningkatnya kemampuan personel Polres X dalam menjalin kerjasama dengan KPAI guna penanganan anak bermasalah dengan hukum dapat memberi kontribusi pada dapat ditekannya tindak pidana yang dilakukan oleh anak ( juvenaile deliquence).
b.
Optimalnya kerjasama antara Polres X dengan KPAI terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum dapat berkontribusi pada dapat menimalisr dilaksanakannya pemidanaan terhadap anak.
c.
Optimalnya pelaksanaan kerjasama Polres X dan KPAI Kabupaten X dapat berkontribusi pada adanya keterpaduan dalam perlindungan terhadap an ak.
20 BAB VI PEMECAHAN MASALAH
Pada bab ini dijabarkan mengenai langkah-langkah pemecahan masalah yang dideskripsikan dengan menggunakan pendekatan manajemen strategik dalam bentuk formulasi strategi dalam menjawab persoalan yang dituangkan dalam action plan (upaya yang dilakukan). 23.
Visi
Terlaksananya penanganan anak bermasalah dengan hukum melalui kerjasama dengan KPAI guna menimalisir kriminalisasi terhadap anak dalam rangka terwujudnya kepastian hukum. 24.
Misi
a.
Meningkatkan profesionalisme SDM Polri dalam pelaksanaan kerjasama dengan KPAI Kabupaten X guna penanganan anak bermasalah dengan hukum.
b.
Melakukan penataan sistem dan metode penanganan anak bermasalah guna menimalisir kriminalisasi terhadap anak .
c.
Menjalin sinergitas dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum guna menimalisir kriminalisasi terhadap anak
25.
Tujuan.
a.
Mengembangkan kompetensi personel dalam pelaksanaan kerjasama dengan KPAI Kabupaten X guna penanganan anak bermasalah dengan hukum.
b.
Mengembangan sistem dan metode yang efektif dan efesien dalam kerjasama dengan dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum.
26.
Sasaran
a.
Terwujudnya profesionalisme personel dalam penyelenggaraan kerjasama dengan dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum k.
b.
Tersedianya pedoman teknis dalam penyelenggaraan kerjasama dengan dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum.
27.
Kebijakan
a.
Menyelenggarakan pembinaan dan pelatihan terhadap personel Polres X guna menjalin kerjasama dengan dengan KPAI Kabupaten X
terkait penanganan anak bermasalah
dengan hukum guna menimalisir kriminalisasi terhadap anak. 20
21 b.
Melakukan penataan mekanisme
penyelenggaraan kerjasama dengan dengan KPAI
Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum guna menimalisir kriminalisasi terhadap anak.
28.
Strategi. a.
Analisa Strategi Matriks Tows INTERNAL FAKTOR
EKSTERNAL FAKTOR
1.
2. 3.
4.
5.
1.
2.
PELUANG (OPORTUNITIES) Dukungan Pemda dalam perlindungan terhadap tenaga kerja anak dibawah umur baik sebagai pelaku maupun korban kejahatan. Komitmen Nasional terhadap penghapusan eksploitasi anak. Adanya LSM dengan memberikan pengetahuan bagi unit PPA melalui seminar, lokakarya, dan bantuan tenaga untuk konseling. Adanya reformasi sistem hukum nasional yang lebih mengdepankan penerapan deliberasi hukum Peran media massa dalam melakukan investigasi jurnalisitik terhadap berbagai kasus ekpoloitasi anak KENDALA (TREATHS) Rendahnya partisipasi masyarakat dalam memberikan laporan terkait adanya tindak kejahatan oleh anak kepada Polres X. Kurang meratanya pembangunan sehingga anak putus sekolah sehingga berpotensi melakukan
KEKUATAN (STRENGHTS)
KELEMAHAN (WEAKNESESS)
1. Adanya kebijakan Kapolres X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum. 2. Adanya unit PPA Polres dibawah Satuan Fungsi Reskrim dalam memberikan perlindungan dan pelayanan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum . 3. Adanya unit kerja RPK yang dapat diberdayakan dalam memberikan pelayanan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. 4. personel memiliki kemampuan komunikasi dalam kerjasama dengan KPAI penanganan anak bermasalah dengan hukum. 5. Validitas unit PPA pelayanan dan perlindung terhadap perempuan dan anak
1. Terbatasnya pemahaman personel Polres X mengenai konsep penanganan anak bermasalah dengan hukum. 2. Penempatan personel Polwan di unit PPA yang masih merangkap pada jabatan/unit lain. 3. Unit PPA belum bisa dibentuk di tingkat Polsek untuk memberikan pelayanan terhadap anak bermasalah dengan hukum di tingkat Polsek. 4. Adanya sebagian personel yang kurang terbuka dalam menjalin kerjasama dengan KPAI Kabupaten X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir kriminalisasi terhadap anak. 5. Belum adanya SOP sebagai pedoman Unit PPA dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum
Strategi SO : 1. Pembenahan sistem dan metode secara komprehensi dan integratif dalam mendukung pelaksanaan kerjasama dengan KPAI Kabupaten X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir kriminalisasi anak (S1,02). 2. Memberdayakan peran LSM guna memberikan perlindungan terhadap anak pelaku kriminalistas (S2, S5, O3)
Strategi WO : 1. Pemantapan pembinaan sumber daya manusia mendukung kerjasama dengan KPAI Kabupaten X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir kriminalisasi anak (W1, O1). 2. Menyusun MOU antara Polres X dengan KPAI kab X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir pemidaaan terhadap anak (W3, W5, 01)
Strategi ST : 1. Meningkatkan peran dan pastisipasi masyarakat dalam memberikan laporan adanya anak yang melakukan tindakan diluar hukum(S5, T1, T2,T3). .
Strategi WT : pengawasan dan pengendalian kegiatan kinerja unit PPA dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja anak dibawah umur (, W3,W5 02, 04)
1. Melaksanakan
22 tindakan kriminilitas. 3. Adanya jaringan terstuktur yang secara sengaja melakukan eksploitasi terhadap anak. 4. Belum adanya MOU antara Polri dan KPAI dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum. 5. Masih kurang sosialisasi terhadap masyarakat terkait undang-undang perlindungan anak. b.
Pentahapan Strategi Jangka Waktu
N o 1
2
3 4
5 6
29.
Pentahapan Strategi
JPD
JPM
JPJ
Ket
Pembenahan sistem dan metode secara komprehensi dan integratif dalam mendukung pelaksanaan kerjasama dengan KPAI Kabupaten X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum (S1,02) Pemantapan pembinaan sumber daya manusia mendukung kerjasama dengan KPAI Kabupaten X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir kriminalisasi anak (W1, O1) Memberdayakan peran LSM guna memberikan perlindungan terhadap anak pelaku kriminalistas (S2, S5, O3) Menyusun MOU antara Polres X dengan KPAI kab X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir pemidaaan terhadap anak (W3, W5, 01) Meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam memberikan laporan adanya anak yang melakukan tindakan diluar hukum (S5, T1, T2,T3) Melaksanakan pengawasan dan pengendalian kegiatan kinerja unit PPA dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja anak dibawah umur (W3,W5 02, 04)
Action Plan a.
Jangka Pendek (0-6 Bulan)
1)
Pembenahan sistem dan metode secara komprehensi dan integratif dalam pelaksanaan kerjasama dengan KPAI Kabupaten X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir kriminalisasi anak. a)
Menugaskan Kanit PPA untuk menyusun piranti lunak terutama perangkat hukum dan aturan yang mengukuhkan kinerja unit PPA dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum.
b)
Menyusun SOP yang dapat dijadikan sebagai pedoman pelaksanaan tugas unit PPA dalam penanganan anak berhadapan dengan hukum.
b)
Pemantapan pembinaan sumber daya manusia mendukung kerjasama dengan KPAI Kabupaten X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir kriminalisasi anak.
23 a)
Menugaskan
Kabag
Sumda
guna
melaksanakan
sosialisasi
dan
internalisasi terkait berbagai perundang-undangan yang berkaitan proses pemidanaan terhadap anak. b)
Menugaskan kabag Sumda untuk mengadakan pelatihan mekanisme penerapan diversi yaitu pengalihan penanganan kasus-kasus anak dari proses formal dengan atau tanpa syarat.
c)
Melaksanakan pelatihan guna meningkatkan kemampuan komunikasi personel dengan keluarga anak maupun tokoh masyarakat dalam memusyawarahkan anak yang terlibat dalam penggunaan narkoba.
d)
Melakukan caoching clinic terhadap personel terkait prosedur untuk melaksanakan proses hukum terhadap anak bermasalah dengan hukum dengan merujuk pada UU No. 11 Tahun 2012 tentang Pengadilan Anak dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
b.
Jangka Sedang (7-12 Bulan)
1)
Memberdayakan peran LSM guna memberikan perlindungan terhadap anak pelaku kriminalistas a)
Melaksanakan kerjasama
dengan KPAI guna rehabilitasi dan healing
proses maupun pembinaan aspek mental dan psikologis anak. b)
Bersama dengan LSM membentuk tim khusus yang bertugas dalam melakukan pembinaan, penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat guna penanganan anak bermasalah dengan hukum
2)
Menyusun MOU antara Polres X dengan KPAI kab X terkait penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir pemidaaan terhadap anak a)
Menyusun aggrement antara Polres X dan KPAI Kab X dalam memantau, memajukan, dan melindungi hak anak, serta mencegah berbagai kemungkinan pelanggaran dalam pelaksanaan peradilan anak.
b)
Bersama dengan Polres X melakukan rehabilitasi mental dan psikologi anak bermasalah dengan hukum.
24 c)
Bersama dengan KPAI kabupaten X dalam melakukan restitusi anak (mengembalikan anak kepada masyarakat) sehingga dapat diterima oleh masyarakat dan lingkungan sekolahnya.
d)
c.
Bersama dengan KPAI menyediakan pembela terhadap anak
Jangka Panjang (12-24 bulan)
1)
Meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam memberikan laporan adanya anak yang melakukan tindakan diluar hukum. a)
Menyediakan SMS center maupun hotline service pengaduan/pelaporan masyarakat terhadap terjadinya kejahatan oleh anak
b)
Setiap personel memiliki contact person yang mudah dihubungi sehingga memudahkan masyarakat dalam meminta kejelasaan tentang penanganan anak yang bermasalah dengan hukum
2)
Melaksanakan pengawasan dan pengendalian kegiatan kinerja unit PPA dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja anak dibawah umur a)
Melakukan analisa dan evaluasi terhadap setiap kegiatan unit PPA baik pada laporan adminsitrasi maupun melalui pengawasan langsung sehingga dapat menemukan solusinya setiap masalah yang ada.
b)
Setiap saat terus dilakukan pengawasan, koreksi dan evaluasi terhadap pelaksanaan kinerja unit PPA dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum meminimalisir kriminalisasi terhadap anak .
25 BAB VII PENUTUP 30.
Kesimpulan
a.
Dalam upaya penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir kriminalisasi terhadap anak saat ini masih belum berjalan secara optimal, yang disebabkan oleh beberapa hal seperti masih terbatasnya kompetensi personel Unit PPA baik dilihat dari aspek pengetahuan (knowlegde), keterampilan ( skill ) maupun perilaku (attitude). Oleh karena itu dilakukan langkah sistematis dan konseptual dalam pengembangan kemampuan perosnel UPPA tersebut sepertihalnya melalui kegiatan pembinaan dan pelatihan, coaching clinic, mentoring, dan caching clinik.
b.
Sistem dan metode yang digunakan unit PPA Polres X dalam penanganan anak bermasalah dengan hukum guna meminimalisir kriminalisasi terhadap anak, masih kurang berjalan sesuai dengan yang diharapkan, baik pada tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya : penyusun rencana kegiatan, penyusunan SOP, penentuan HTCK, kerjasama dan koordinasi serta melakukan pengawasan dan pengendalian.
c.
Pelaksanaan kerjasama antara Polres X dengan komponen KPAI Kab X kurang berjalan secara optimal, oleh karena itu perlu dilakukan rapat koordinasi, kegiatan rehabilitasi, restitusi dan pemantauan jaringan ekspolitasi anak.
31.
Rekomendasi
a.
Mengajukan kepada Kapolda Cq Dir Reskrimum agar menyusun SOP yang dapat menjadi panduan dalam pelaksanaan penanganan anak bermasalah dengan hukum dengan pendekatan deliberasi hukum guna menimalisir pemidanaan terhadap anak.
b.
Mengajukan kepada Kapolda Cq Karo Sarpras agar pada setiap unit PPA dapat disediakan ruang khusus pelayanan anak sepertihalnya ruang pemeriksaan dan rumah aman guna perlindungan anak yang bermasalah dengan hukum.
26 DAFTAR PUSTAKA Literatur:
Eriyantouw Wahid. Deliberasi hukum dan Peradilan adat . Jakarta: Universitas Trisakti. 2009. Hlm. 2. a Gorge R Terry , et.al. Manajemen (edisi Indonesia) jilid I. Jakarta, Prenhallindo, hal 1 2 Iwan Puwanto, 2007. Manajemen strategis kutipan Fred R David (2006:35) CV Yrama widya, Bandung Rangkuti, Freddy.2009. Analisis SWOT; Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama
Perundangan dan Peraturan
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan KAPOLRI 10/2007, 6 Juli 2007 tentang Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA)
Peraturan Kapolri no 23 tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Tingkat Polres TR/1124/XI/2006 dari Kabareskrim POLRI, 16 Nov 2006 dan TR/395/VI/2008 9 Juni 2008,
tentang pelaksanaan dalam penanganan kasus anak sebagai pelaku, korban atau saksi Website
http://cakimppcii.wordpress.com/2013/09/27/peradilan-agama-penegakan-supremasi-hukum-danmasyarakat-madani/ diunduh pada tanggal 28/09/2014 pukul 16.00 WIB http://maumere-ntt.blogspot.com/2013/04/hukum-deliberative-adalah-solusi.html diunduh pada tanggal 28/09/2014 pukul 16.20 WIB http://artikata.com/arti-128755-optimal.html diunduh pada tanggal 27/09/2014 pukul 16.00 WIB http://temukanpengertian.blogspot.com/2013/09/pengertian-kerja-sama.htmldiunduh pada tanggal 30/08/2014 pukul 12.01 WIB http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Nasional_Perlindungan_Anak diunduh pada tanggal 27/09/2014 pukul 16.00 WIB http://saraswati.web.id/profil/berbagi-link/kompilasi-peraturan-perundangundangan-mengenai-anak berhadapan-dengan- hukum/ diunduh pada tanggal 28/09/2014 pukul 12.01 WIB