Tugas UKD 4 Teknik Reaksi Kimia II PERANCANGAN REAKTOR BENZENA DENGAN PROSES HIDROGENASI TOLUENA (Dosen Pengampu : Ir. Arif Jumari, M.Sc)
Disusun Oleh :
Ardhy Hardiyanto P
I0510005
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013
DAFTAR ISI
Halaman Judul BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………....... BAB II TINJAUAN KINETIKA DAN TERMODINAMIKA …………………… II.1 Tinjauan Kinetika…………………………………………………… II.2 Tinjauan Termodinamika …………………………………………... BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………… III.1 Algoritma Perhitungan Matlab …………………………………….. III.2 Jenis Reaktor yang Digunakan …………………………………….. III.3 Spesifikasi Katalis yang Dipakai …………………………………... III.4 Persamaan yang Dibutuhk an untuk Membuat Profil Distribusi……. III.5 Gambar Profil Hasil Run Program ………………………………… DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….. Lampiran Program MATLAB ………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN
Industri ammonia merupakan salah satu industri yang perkembangannya cukup pesat di Indonesia dan mempunyai prospek masa depan yang masih cukup baik. Produksi ammonia digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan luar negeri. Penggunaan ammonia meliputi 85.5 % untuk industri pupuk (pupuk urea, ammonium nitrat, ammonium phosphate, ammonium sulfat, asam sulfat); 9.2 % untuk industri plastik, bahan eksposi militer dan komersil; dan 5.3 % untuk industri lain. Perbedaan proses pembuatan ammonia sebenarnya adalah pada bahan baku yang digunakan seperti gas alam, batubara, dan naphta. Secara garis besar proses pembuatan ammonia , yaitu :
Pembuatan gas sintesa dengan langkah oksidasi parsial atau steam reforming menggunakan primary – secondary reformer atau gasifier tergantung feed -nya.
Pemurnian gas sintesa.
Loop sintesa dimana dilakukan kompresi, reaksi pada reaktor utama, dan separasi produk dengan diikuti pengembalian sebagian produk ke reaktor atau sering disebut recycle. Macam – macam proses pembuatan ammonia yang ada adalah :
Proses Kellog Proses Kellog merupakan proses pembuatan ammonia yang menggunakan bahan baku gas alam dan cukup banyak digunakan di dunia. Kelemahan yang ada dari proses ini terletak pada pemakaian energi yang digunakan untuk menghasilkan produk per ton ammonia bukanlah yang paling hemat diantara yang lain. Di lain pihak, kemudahan perawatan peralatan dan pemakaian katalis merupakan salah satu hal yang cukup diperhatikan oleh pendiri pabrik.
Proses Haber-Bosch Proses ini merupakan proses pembuatan ammonia paling awal. Bahan baku yang digunakan adalah batu bara.
Penambahan nitrogen biasanya diperoleh dari udara
pembakaran batu bara. Gas bersih yang terdiri dari hydrogen dan nitrogen dengan perbandingan 3 : 1 kemudian masuk ke dalam unit sintesis pada tekanan 200 atm dan suhu
550 0C. Konversi yang dicapai dengan proses ini sebesar 5 sampai 10 % (Kirk & othmer, 1992).
Proses Claude Pada proses ini tekanan operasi yang digunakan sangat tinggi yaitu 900 – 1000 atm dan suhu 500 – 650 0C. Gas keluaran konverter tidak direcycle karena dalam proses ini digunakan konverter seri. Konversi yang dapat dicapai dengan satu konverter sebesar 40 %(Faith Keyes,1957).
Proses Lurgi Pada proses Lurgi batu bara digasifikasi dalam fixed bed reactor menggunakan
oksigen dan steam pada tekanan 20 – 30 atm dan pada suhu 560 – 620 0C. (Kirk & othmer, 1992).
Proses Koppers-Totzek Proses Koppers-Totzek hampir sama dengan proses Lurgi yaitu menggunakan bahan
baku batu bara tetapi proses ini terjadi pada tekanan rendah dan suhu yang sangat tinggi agar seluruh hidrokarbon dapat terkonversi. Campuran homogen yang terdiri dari batu bara, oksigen, dan steam direaksikan menghasilkan panas dengan temperatur sekitar 1925 0C. Adanya reaksi antara steam dan karbon yang bersifat endotermik mengakibatkan temperatur turun sampai sekitar 1480 0C. Methane yang tidak bereaksi mencapai 0.1 % atau kurang tergantung pada reaksitivitas dari batu bara. Gas hasil reaksi adalah hidrogen dan karbon monoksida. Gas ini kemudian memasuki serangkaian proses lebih lanjut seperti pembangkitan steam, pencucian, kompresi, penghilangan sulfur, dan sintesis (Kirk & othmer, 1992).
BAB II TINJAUAN KINETIKA DAN TERMODINAMIKA
II.1. Tinjauan Kinetika
Persamaan laju kecepatan reaksi pembuatan ammonia dinyatakan sebagai berikut : 2(r N ) r NH 3
a N a H 1.5 a NH 2k K 2 1.5 a NH a H 2
3
dengan , r NH3
3
2
2
: kecepatan reaksi (kmol NH 3/jam. m3 katalis)
k
: konstanta kecepatan reaksi (kmol/jam.m3)
Ψ
: faktor aktivitas sebesar 0.87 (ukuran katalis 6 – 10 mm)
K
: konstanta kesetimbangan reaksi
a
: aktivitas komponen
besarnya aktivitas masing – masing komponen dapat ditentukan dari persamaan : ai
f i 0
f i
harga f i0 = 1 atm untuk gas, sehingga a i = f i Fugasitas masing – masing komponen dapat dihitung dengan : f i = yi . ø . P
dimana,
yi
: fraksi mol masing – masing komponen
ø
: koefisien fugasitas masing – masing komponen
P
: tekanan reaktor
Konstanta kecepatan dan kesetimbangan reaksi dihitung dengan menggunakan persamaan (Rase, 1977): k = 1.7698 x 10 15 exp (-40.765/RT) log10 K = -2.691122 log 10 T – 5.519265 x 10 -5 T + 1.848863 x 10 -7 T2 + (2001.6/T) + 2.6899 dimana,
R
: konstanta gas ideal = 1.987 cal/mol. K
T
: suhu (K)
Persamaan kecepatan reaksi dapat menunjukkan pengaruh temperatur, tekanan, dan katalis terhadap reaksi.
Pengaruh temperatur Jika temperatur meningkat, maka kecepatan reaksi berlangsung semakin cepat karena harga konstanta kecepatan reaksi (k) semakin besar dan sebaliknya.
Pengaruh tekanan Peningkatan tekanan akan menyebabkan meningkatnya fugasitas masing – masing komponen sehingga harga kecepatan reaksi akan semakin besar. Hal ini berarti reaksi berjalan semakin cepat.
Pengaruh katalis
A. Adanya katalis mempengaruhi energi aktivasi (E). Energi aktivasi reaksi tanpa katalis akan lebih besar dari pada energi aktivasi reaksi dengan katalis. Sehingga dengan adanya katalis, reaksi akan berjalan lebih cepat.B. Tinjauan Kinetika
II.2. Tinjauan Termodinamika
Reaksi pembuatan butena-1 ini berlangsung secara eksotermis, hal ini dapat ditinjau dari ΔH reaksi (298 K) di bawah ini: Reaksi : N2 + 3H2
2 NH3
Data-data harga ΔH°f untuk masing-masing komponen pada 298°K adalah: ΔH°f N2
= 0 k J/mol
ΔH°f H2
= 0 kJ/mol
ΔH°f NH3
= -46.11 kJ/mol (Appendix C, SVNA)
ΔHR (298 K)
= ΣΔHf produk – ΣΔHf reaktan = (ΔHf NH3) – (ΔHf N2 + ΔHf H2) = (-46.11) – (0 + 0) = - 46.11 kJ/kmol
Karena nilai panas reaksi pembuatan ammonia dari nitrogen dan hidrogen adalah negatif, maka reaksi ini adalah reaksi eksotermis. Pada reaksi eksotermis, jikatemperatur reactor naik maka nilai K naik, namun konversi kesetimbangan turun.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN III.1.Algoritma Perhitungan Matlab Input data : - kondisi umpan reaktor : ………dari perhit NM - spesifikasi katalis RHOBULK,EPS,DP, Psi ………… - data lain Tr,R,To,Xo,Po ……… ditentukan
Trial Z
Menyusun PD Simultan ZO =linspace(0:4:35) YO = (Xo,To,Po) (Z,Y)=ode45(‘ subtrk_ardhy’,ZO,YO)
Cetak hasil Subroutine : - menghitung mol masing-masing komponen Fi = Fio + FCO*X - menghitung fraksi mol xmol(i) = Fi/FT - menghitung massa massa(i) = Fi * Bmi - menghitung fraksi massa xmassa(i) = massa(i)/Σmassa
- menghitung kapasitas panas Cp = A + BT + CT2 + DT3 - menghitung viskositas - menghitung kecepatan reaksi - menghitung densitas - menghitung bilangan Reynold Re = D.G / μ
Persamaan PD simultan dYdZ(1)=22/7*D^2*(RX)/(4*FCo); dYdZ(2)=(-(ALT*DHr*(RX)))/FCp; dYdZ(3)=(-GTL/(RHO*GC*DPT)*(1EPS)/EPS*((150*(1EPS)*Visavg/DPT)+1.75*GTL))*(1/2115.36); dYdZ=dYdZ';
III.2. Jenis Reaktor yang Digunakan
Dipilih reactor jenis fixed bed dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Reaksi yang berlangsung adalah fase gas dengan katalis padat. b. Ukuran katalis Besi Oksida (5 mm) sesuai untuk reaktor fixed bed yang mempunyai batasan ukuran katalis 2 – 5 mm. c. Pressure Drop gas pada fixed bed lebih kecil dibandingkan dengan reaktor fluidized bed . d. Tidak perlu pemisahan katalis dari gas keluaran reaktor. III.3. Spesifikasi Katalis yang Dipakai
Pada perancangan ini digunakan katalis yang paling umum yaitu besi oksida dengan multi promotor. Komposisinya adalah sebagai berikut : FeO 32.91%, Fe 2O3 58.23%, Al 2O3 2.90%, K 2O 0.54%, MgO 0.37%, SiO 2 0.35%, CaO 2.80%, V 2O5 2% (% berat). Bahan katalis
= Besi Oksida
Diameter katalis
= 0,005 m
Densitas katalis
= 4900 kg/m3
III.4. Persamaan yang Dibutuhkan untuk Membuat Profil Distribusi
a. Persamaan untuk Profil Distribusi Konversi dX A dZ
B .
4
( IDT ) 2 .(1 ). Nt F A0
(r A )
Dengan: ρB
= Densitas bulk katalis, kg/m 3
(Spesifikasi katalis)
= porositas tumpukan katalis, m 3/m3
(Spesifikasi katalis)
Vt
= elemen volume tube, m3
IDT
= diameter dalam tube, m
FA0
= laju alir C4H10 masuk 8eactor, kmol/jam
(Lampiran-Neraca Massa)
Nt
= jumlah tube
(Lampiran-Jumlah Tube)
Z
= panjang tube dihitung dari atas, m
(-r A)
= kecepatan reaksi C4H10, mol/jam.mass katalis
= 1,33 inch
= 900 tube
b. Persamaan untuk Profil Distribusi Temperatur dT dZ
Ud ( IDT )(Tp T ) Nt (H R ) FA 0
Dengan :
( FiCpi )
dX dZ
(Tabel 10 Kern)
( ) ( ) Keterangan : Fi
= laju alir umpan masuk reactor, kmol/jam
Cpi
= kapasitas panas komponen, kJ/kmol.K
(∆HR ) = panas reaksi, kJ/kmol
(Lampiran-Panas Reaksi)
Ud
= koefisien perpindahan panas overall kotor, kJ/jam.m2.K
IDT
= diameter dalam tube, m
Tp
= suhu pemanas, K
c. Persamaan untuk Profil Distribusi Temperatur Pemanas
Keterangan : m
= kecepatan alir fluida pemanas, kg/jam = 9850 kg/jam
ODT
= 1,5 inch
Cpm
= kapasitas panas pemanas, kJ/kmol.K
T
= suhu gas umpan, K
Tp
= suhu pemanas, K
Ud
= (Lampiran-Koefisien Transfer Panas Tube dan Shell)
Nt
= jumlah tube = 900 tube (Lampiran Perhitungan Jumlah Tube)
d. Persamaan untuk Profil Distribusi Tekanan dP dZ
G2 D
x
(1 ) 150 x(1 ) x 1 . 75 DpG / 3
Keterangan : Po
= tekanan gas pada saat masuk rektor, atm
PL
= tekanan gas setelah keluar reaktor, atm
D
= diameter tube, m
L
= panjang tube, m
= porositas katalis, m3/m3
G
= kecepatan massa gas, kg/jam
ρ
= densitas gas, kg/m3
μ
= viskositas gas, kg/m.jam
Dp
= diameter katalis, m
III.5. Gambar Profil Hasil Run Program Distribusi Konversi 0.35
0.3
0.25 n e g o r 0.2 t i N i s r e v 0.15 n o K
0.1
0.05
0
0
0.5
Gambar 1
1
1.5
2 panjang(m)
2.5
3
3.5
Profil Distribusi Konversi – Panjang vs Konversi
4
Distribusi temperature 950
900
850
) K ( e r u t a r 800 e p m e T
750
700
650
0
0.5
Gambar 2
1
1.5
2 panjang(m)
2.5
3
3.5
4
Profil Distribusi Temperatur – Panjang vs Temperatur Distribusi Tekanan
200
199.95
) 199.9 m t a ( n a n a k e T 199.85
199.8
199.75
0
0.5
Gambar 3
1
1.5
2 panjang(m)
2.5
3
3.5
Profil Distribusi Tekanan – Panjang vs Tekanan
4
Lampiran
Program Utama clear all clc global FAo FBo FCo FDo FEo FFo Xo To Po D Si EPS DPT R Tr T1 P1 %Komponen % A = CH4 % B = H2 % C = N2 % D = Ar % E = Air % F = Ammonia %Reaksi % C + 3B ----> 2F %Data umpan reaktor Xo = 0; To =673; %K Po =200; %atm FAo = 516.143; % kmol/jam FBo = 14125.866; % kmol/jam FCo = 4578.526; % kmol/jam FDo = 105.714; % kmol/jam FEo = 6.464; % kmol/jam FFo = 492.368; % kmol/jam % Data Operasional D = 1.75; %Diameter, m Si = 0.87; %Faktor aktifitas EPS = 0.459; %Porositas katalis DPT = 5.8e-3; %Diameter partikel, m R=1.987; %Tetapan gas ideal,cal/mol.K Tr=298; %Suhu referensi, K %Menghitung laju alir masing-masing komponen %Menyusun PD simultan Zo = linspace (0,4,35); Yo = [Xo To Po]; [Z,Y]=ode45('subtrk_ardhy',Zo,Yo); X=Y(:,1); T=Y(:,2); P=Y(:,3); disp(' ') disp('Hasil Perhitungan Bed 1') disp('_________________________________________') disp(' Tinggi Konversi Temperature Pressure ') disp(' (m) (K) (atm) ') disp('==============================================' ) for i = 1:35 fprintf('%8.4f%12.4f%14.4f%13.4f\n',Z(i),X(i),T(i),P(i)) end disp('______________________________________________' ) %disp([Z,Y]) figure(1) plot(Z,Y(:,1),'blue-') title('Distribusi Konversi') xlabel('panjang(m)')
ylabel('Konversi Nitrogen') figure(2) plot(Z,Y(:,2),'black-') title('Distribusi temperature') xlabel('panjang(m)') ylabel('Temperature(K)') figure(3) plot(Z,Y(:,3),'cyan-') title('Distribusi Tekanan') xlabel('panjang(m)') ylabel('Tekanan(atm)')
Program Subrutin function dYdZ=subrkt(Z,Y) global FAo FBo FCo FDo FEo FFo D Si EPS DPT R Tr %keterangan Y %Y(1)=X %Y(2)=T %Y(3)=P %data konstanta kecepatan reaksi, kmol/(jam.m3cat.atm2) k=0.5*Si*(1.7698e15)*exp(-40765/(R*Y(2))); LK=-2.691122*log10(Y(2))-5.519265e-5*Y(2)+1.848863e7*Y(2)^2+(2001.6/Y(2))+2.6899; KEQ=10^LK; VH=exp((exp(-3.8402*(Y(2)^0.125)+0.1541))*Y(3)-(exp(-0.1263*(Y(2)^0.5)15.98)).... *Y(3)^2+300*(exp(-0.011901*Y(2)-5.941))*(exp(-Y(3)/300)-1)); VN=0.93431737+0.3101804e-3*Y(2)+2.95896e-4*Y(3)-2.707279e7*Y(2)^2+0.4775207e-6*Y(3)^2; VA=0.1438996+0.2028538e-2*Y(2)-0.4487672e-3*Y(3)-0.1142945e5*Y(2)^2+0.2761216e-6*Y(3)^2; FB=FBo-3*FCo*Y(1); FC=FCo*(1-Y(1)); FF=FFo+2*FCo*Y(1); sigmamol=FAo+FB+FC+FDo+FEo+FF; xmolA=FAo/sigmamol; xmolB=FB/sigmamol; xmolC=FC/sigmamol; xmolD=FDo/sigmamol; xmolE=FEo/sigmamol; xmolF=FF/sigmamol; RX =k*(KEQ^2*Y(3)^(3/2)*(VN*xmolC*VH^(3/2)*xmolB^(3/2)/(VA*xmolF))1/Y(3)*(VA*xmolF/.... (VH^(3/2)*xmolB^(3/2)))); massaA=FAo*16.0426; massaB=FB*2.0158; massaC=FC*28.0134; massaD=FDo*39.948; massaE=FEo*18.0152; massaF=FF*17.0304; sigmamassa=massaA+massaB+massaC+massaD+massaE+massaF; xmassaA=massaA/sigmamassa; xmassaB=massaB/sigmamassa; xmassaC=massaC/sigmamassa; xmassaD=massaD/sigmamassa; xmassaE=massaE/sigmamassa; xmassaF=massaF/sigmamassa; %Data Cp (kJ/(kmol.K)); % Cp = Cp(1)*T^4 + Cp(2)*T^3 + Cp(3)*T^2 + Cp(4)*T + Cp(5); CpA=3.9321E-11*Y(2)^4-1.5303E-07*Y(2)^3+1.9184E-04*Y(2)^20.039957*Y(2)+34.942; CpB=-8.7585E-12*Y(2)^4+3.188E-08*Y(2)^3-3.8549E05*Y(2)^2+0.020178*Y(2)+25.399; CpC=2.5935E-13*Y(2)^4-4.3116E-09*Y(2)^3+1.0076E-05*Y(2)^20.035395*Y(2)+29.342;
CpD=20.786; CpE=3.6934E-12*Y(2)^4-1.7825E-08*Y(2)^3+2.9906E-05*Y(2)^20.0084186*Y(2)+33.933; CpF=1.8569E-11*Y(2)^4-7.1783E-08*Y(2)^3+8.8906E-05*Y(2)^20.012581*Y(2)+33.573; IntCpB=(1/5)*-8.7585E-12*(Y(2)^5-Tr^5)+(1/4)*3.188E-08*(Y(2)^4-Tr^4)(1/3)*3.8549E-05.... *(Y(2)^3-Tr^3)+(1/2)*0.020178*(Y(2)^2-Tr^2)+25.399*(Y(2)-Tr); IntCpC=(1/5)*2.5935E-13*(Y(2)^5-Tr^5)-(1/4)*4.3116E-09*(Y(2)^4Tr^4)+(1/3)*1.0076E-05.... *(Y(2)^3-Tr^3)-(1/2)*0.035395*(Y(2)^2-Tr^2)+29.342*(Y(2)-Tr); IntCpF=(1/5)*1.8569E-11*(Y(2)^5-Tr^5)-(1/4)*7.1783E-08*(Y(2)^4Tr^4)+(1/3)*8.8906E-05.... *(Y(2)^3-Tr^3)-(1/2)*0.012581*(Y(2)^2-Tr^2)+33.573*(Y(2)-Tr); DHr=-91858+(2*IntCpF-IntCpC-3*IntCpB); FCp=FAo*CpA+FB*CpB+FC*CpC+FDo*CpD+FEo*CpE+FF*CpF; %Data Viskositas (micropoise) %Konversi ke lb/ft.jam, dikalikan 2.42e-6 % Vis = Vis(1)*T^2 + Vis(2)*T + Vis(3) VisA=-1.4303e-4*Y(2)^2+4.0112e-1*Y(2)+3.844; VisB=-3.2800e-5*Y(2)^2+2.1200e-1*Y(2)+27.758; VisC=-9.8800e-5*Y(2)^2+4.7500e-1*Y(2)+42.606; VisD=-1.2455e-5*Y(2)^2+6.3892e-1*Y(2)+44.997; VisE=1.6200e-5*Y(2)^2+4.2900e-1*Y(2)-36.826; VisF=-4.4700e-6*Y(2)^2+3.6700e-1*Y(2)-7.874; vis=((xmassaA/VisA)+(xmassaB/VisB)+(xmassaC/VisC)+(xmassaD/VisD)+(xmassaE/V isE)+.... (xmassaF/VisF)); Visavg=(1/vis)*2.42e-6; BMRATA=xmolA*16.0426+xmolB*2.0158+xmolC*28.0134+xmolD*39.948+xmolE*18.0152+ xmolF*17.0304; RG=0.08205; % m3.atm/(kmol.K) RHO=(Y(3)*BMRATA/(RG*Y(2)))*(2.205/35.31); % lb/ft3 GC = 4.17E8; %lbm.ft/(jam2.lbf) ALT=22/7/4*D^2; GTL=sigmamol*BMRATA/ALT*(2.205/10.76); %lbm/(ft2.jam) dYdZ(1)=22/7*D^2*(RX)/(4*FCo); dYdZ(2)=(-(ALT*DHr*(RX)))/FCp; dYdZ(3)=(-GTL/(RHO*GC*DPT)*(1-EPS)/EPS*((150*(1EPS)*Visavg/DPT)+1.75*GTL))*(1/2115.36); dYdZ=dYdZ';