BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Life Cycle Costing
sti ng 2.1.1 Definisi L i fe Cycle C osti Sebelum mendefinisikan Life Cycle Costing (LCC), ada baiknya bila mendefinisikan istilah product life cyle terlebih dahulu. Product Lifecycle Management (PLM) didefinisikan sebagai sebuah proses untuk mengelola seluruh daur hidup produk mulai dari konsep, tahap desain, produksi, servis, hingga suatu produk tidak dapat digunakan kembali. Sedangkan definisi lain menurut Mulyadi (2001), daur hidup produk (product life cycle) adalah waktu suatu produk mampu memenuhi kebutuhan konsumen sejak lahir sampai diputuskan dihentikan pemasarannya. Lama daur hidup produk ini akan berbeda-beda berbed a-beda pada tiap produk produ k manufaktur atau jasa. Dalam arah perkembangan akuntansi manajemen yang lebih modern serta kemajuan teknologi, life cycle costing dianggap sebagai sebuah konsep yang dapat meningkatkan akurasi perhitungan biaya suatu produk. Life cycle costing merupakan salah satu metode yang ditawarkan dalam rangka penghitungan biaya yang lebih akurat dan lebih mendukung dalam pengambilan keputusan serta dapat diaplikasikan baik pada perusahaan manufaktur ataupun perusahaan jasa. Definisi life cycle costing (Mulyadi,
2001) adalah biaya yang bersangkutan dengan produk selama daur
hidupnya, yang meliputi biaya pengembangan (perancanaan, desain, pengujian), biaya produksi, (aktivitas pengubahan sumber daya menjadi produk jadi), dan biaya dukungan logistik (iklan, distribusi, maintenance, dan sebagainya). Sebesar lebih dari 80% biaya
yang bersangkutan bersangkuta n dengan
produk telah ditentukan selama tahap
pengembangan dalam daur hidup produk. Product life cycle costing adalah sistem akuntansi biaya yang menyediakan informasi biaya produk bagi manajemen untuk memungkinkan manajemen memantau biaya produk selama daur hidup produknya. Perkembangan dalam tiap daur hidup produk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap biaya yang terjadi Biaya upstream dan biaya downstream bisa jadi memiliki porsi yang signifikan dari total life cycle cost-nya, terutama untuk industri-industri tertentu. Industri yang yang memiliki biaya upstream dan downstream lebih tinggi antara lain industri farmasi dan industri otomotif. Industri software dan industri perlengkapan medis merupakan contoh industri yang menyerap biaya pada upstream lebih tinggi daripada biaya downstream1
nya. Sedangkan industri retail, parfum, dan kosmetik menyerap biaya downstream lebih tinggi daripada biaya upstream-nya. Pada saat planning , jumlah biaya yang diserap mencapai 25% dari total biaya keseluruhan. Sedangkan pada fase design mencapai biaya 75% dari total biaya keseluruhan. Kemudian saat memasuki fase testing biaya yang telah diserap sebesar 90% dari total biaya keseluruhan. Fase production dan fase logistics secara kumulatif hanya menyerap biaya 10% saja dari total biaya keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa beban terbesar bukan pada fase f ase produksi, pro duksi, melainkan me lainkan pada pad a fase awal saat s aat suatu produk dalam dala m proses pengembangan. Pada gambar gamba r 2.2 dapat disimpulkan disi mpulkan juga j uga bahwa akuntansi biaya harus terlibat lebih banyak dalam tahap awal siklus hidup produk. Teori ini yang membuat perhitungan biaya secara tradisional menjadi tidak relevan lagi mengingat biaya tradisional hanya berfokus pada saat proses produksi saja. Konsep biaya pada LCC diasosiasikan dengan produk untuk seluruh daur hidupnya. Biaya-biaya tersebut mencakup penelitian (terdiri dari konsep produk), pengembangan (perencanaan, perancangan, dan pengujian), produksi (pembuatan produk atau penyediaan jasa), dan dukungan logistik (periklanan, pendistribusian, pendistribus ian, jaminan, pelayanan konsumen, dan lain-lain). Berikut adalah pembahasan dari tiap-tiap siklus daur hidup produk tersebut:
a) Biaya Penelitian dan Pengembangan Pengembangan
Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya ini adalah seluruh biaya yang masuk ke dalam siklus penelitian, perencanaan, perancangan, dan pengujian. Bagian ini memegang peranan yang penting karena sebagian besar biaya yang bersangkutan dengan produk telah ditentukan selama tahap pengembangan
dalam daur hidup
produk. Pada siklus ini juga wajib diperhatikan mengenai kecepatan dalam pengenalan produk. Kecepatan ini i ni akan berdampak be rdampak positif dan d an kumulatif dalam dala m perencanaan yang inovatif, perbaikan atas kualitas, dan reduksi biaya.
b) Biaya Produksi
Biaya ini mencakup seluruh biaya yang ada pada seluruh aktivitas yang mengubah bahan baku menjadi produk jadi. Biaya produksi ini masih menitikberatkan pada perhitungan yang menggunakan akuntansi biaya tradisional. Biaya produksi merupakan pengeluaran-pengeluaran yang tidak dapat dihindarkan, tetapi dapat diprediksi dalam menghasilkan suatu barang. Proses produksi merupakan rangkaian 2
kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan peralatan, sehingga setiap input dapat diproses dan kemudian diubah menjadi sebuah output berupa barang atau jasa, yang akhirnya dapat didistribusikan kepada end user. Besarnya biaya produksi merupkan besarnya pembebanan yang diperhitungkan atas pemakaian faktor-faktor produksi berupa bahan baku, tenaga kerja, serta mesin dan peralatan untuk menghasilkan produk tertentu.
c) Biaya Dukungan Logistik
Biaya ini merupakan bagian terakhir dalam suatu siklus hidup produk. Biaya ini mencakup biaya yang diserap pada kegiatan periklanan, pendistribusian, pemasaran, pelayanan konsumen, garansi, maintenance, dan lain sebagainya. Sebuah perusahaan setelah selesai dengan proses produksi, akan menjual produk atau jasanya tersebut kepada pelanggan dimana itu memungkinkan perusahaan untuk memperoleh keuntungan (profit margin) yang telah dianggarkan dan diharapkan. Sejumlah kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dalam mendukung penjualan produknya dinamakan dukungan logistik. Adapun pengelompokan elemen biaya dalam life cycle costing dibagi menjadi empat bagian utama, yaitu non-recurring cost, manufacturing cost, logistic cost, dan customer’s post purchase cost. Non-recurring cost meliputi biaya planning, designing,
dan testing yang terjadi pada tahap pengembangan suatu produk. Manufacturing cost meliputi biaya bahan, biaya tenaga kerja langsung, serta biaya overhead pabrik yang terjadi selama proses pembuatan produk. Logistic cost meliputi biaya advertensi, biaya distribusi yang terjadi selama proses pembuatan produk. Sedangkan, customer’s post
purchase cost meliputi biaya purna jual, garansi, dan maintenance (perawatan) yang terjadi setelah produk ada di konsumen. Pada pendekatan tradisional, perencanaan, dan pengendalian hanya ditekankan pada biaya manufacturing atau produksi saja. Biaya lainnya dianggap merupakan biaya periode. Untuk dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen, biaya di setiap tahapan perlu dikelola dengan baik bukan hanya menekankan pada biaya produksi saja. Seluruh aktivitas yang terjadi selama umur produk menjadi fokus utama untuk mengelola biaya selama umur produk. Life cycle costing menyediakan perspektif yang lebih lengkap dari biaya produk atau laba dari produk/jasa. Sebagai contoh, produk yang dirancang dengan cepat dan ceroboh akan memiliki nilai investasi yang sedikit pada biaya perancangan, akan tetapi ada kemungkinan memiliki biaya servis 3
2.1.2 Penerapan Life Cycle Costing Pada Perusahaan Jasa
Definisi jasa dalam Hansen (2009) adalah tugas atau aktivitas yang dilakukan untuk pelanggan atau aktivitas yang dijalankan oleh pelanggan dengan menggunakan produk atau fasilitas organisasi. Jasa diproduksi dengan menggunakan bahan, tenaga kerja, dan masukan modal. Perbedaan utama antara produk manufaktur dan jasa terletak pada empat dimensi penting (Hansen, 2009), yaitu: Penerapan life cycle costing dirasa juga lebih tepat bagi perusahaan yang menawarkan produk jasa yang memiliki daur hidup produk yang pendek. Perusahaan yang memiliki produk berdaur hidup pendek tidak memiliki waktu yang cukup untuk bertindak proaktif, sehingga perencanaan yang baik menjadi sangat penting dan harus diatur dengan tepat agar dapat menutupi semua biaya daur hidup dan tetap menghasilkan laba yang bagus. Hal ini tidak berlaku pada produk yang berdaur hidup lebih panjang karena produk yang berdaur hidup panjang memiliki waktu yang lebih leluasa untuk bersikap lebih proaktif dalam mencari margin labanya.
Contoh:
PT. X memproduksi produk-produk elektronik yang mempunyai daur hidup kurang lebih 24 bulan. Pada awal semester kedua tahun 2006, sebuah komponen baru diajukan. Para perancang percaya bahwa produk tersebut siap diproduksi pada awal 2007. Untuk memproduksinya dan juga produk-produk lain yang serupa, beberapa resistor harus dimasukkan ke dalam papan sirkuit. Pihak manajemen mengetahui bahwa biaya untuk papan sirkuit, tergantung pada jumlah resistor yang dimasukkan. Mengetahui hal ini, para perancang memproduksi komponen baru yang lebih sedikit dalam penggunaan resistornya.
Biaya laba yang dianggarkan untuk daur hidup selama dua tahun di tabel 2.2. Perhatikan bahwa biaya daur hidup unit Rp 100.000 dibandingkan dengan perhitungan konvensional yang hanya Rp 60.000 dan biaya seluruh daur hidup produk yang sebesar Rp 120.000. Agar dapat terus hidup, tentu saja, produk itu harus menutup semua biaya daur hidup produk
dan menghasilkan keuntungan yang dapat diterima. Untuk
mencapai tujuan ini dipasang harga Rp 150.000.
4
Tabel 1 Hubungan Sifat Jasa dengan Akuntansi Fitur
Dampak pada Akuntansi
Sifat Turunan
Manajemen
pembeli jasa tidak dapat
Intangibility
(tidak berwujud) melihat,
merasakan,
mendengar, suatu
Kode etik yang ketat
Tidak ada persediaan
Perlu adanya standard dan
jasa
sebelum dibeli jasa tidak dapat disimpan untuk
Tidak ada persediaan
atau
mencicipi
Perishability
kegunaan
masa
(tidak tahan lama) depan oleh klien, tetapi harus
dikonsumsi
konsistensi
saat
(tidak
Biaya
diperhitungkan
produsen dan pembeli
sesuai
permintaan
jasa
pelanggan
biasanya
dapat melakukan
dipisah)
langsung
harus kontak
saat
terjadi
sama)
pengukuran
dan
pertahankan konsistensi
(tidak
Menuntut
pengendalian kualitas untuk
pertukaran
Heterogeneity
yang
tinggi
Inseparabaility
kualitas
Pengukuran
produktivitas,
terdapat peluang variasi
kualitas, dan pengendalian
yang
harus
lebih
besar
pada
selalu penyelenggaraan
jasa
daripada produksi produk
dilakukan
terus
menerus
Total Quality Management
adalah hal penting Sistem biaya tredisional tidak secara langsung mengidentifikasikan biaya pengembangan dengan produk yang sedang dikembangkan. Biaya seluruh hidup menyediakan lebih banyak informasi yang terbukti vital bagi strategi daur hidup perusahaan. Sebagai contoh, jika pesaing kita menjual barang yang sama dengan harga yang sama pula tetepi dengan biaya setelah pembelian yang Cuma Rp 10.000 per unit, perusahaan dapat berada dalam posisi tidak kompetitif. Denga mengetahui informasi ini bisa dilakukan tindakan yang dianggap dapat menghilangkan posisi ini (dapat
5
berupa perancangan ulang produk dengan biaya setelah pembelian yang lebih rendah). Umpan balik terhadap efektifitas perencanaan daur hidup juga membantu informasi ini dapat membantu dalam merencanakan produk baru di masa depan dan juga berguna dalam menaksir bagaimana keputusan rancangan mempengaruhi biaya operasional dan dukungan. Biaya aktual yang dibandingkan dengan biaya yang dianggarkan, dapat menjadi wawasan yang berharga. Tabel 2.3 mengilustrasikan sebuah lampiran life cycle costing yang sederhana. Seperti yang bisa dilihat, biaya produksi lebih besar daripada yang diharapkan. Penelitian mengungkapkan bahwa biaya-biaya dipengaruhi oleh jumlah total penyelipan, bukan hanya penyeipan resistor. Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa dengan mengurangi jumlah total penyelipan, biaya setelah pembelian dapat dikurangi. Oleh sebab itu, pekerjaan untuk merancang produk serupa di masa depan bisa diuntungkan dengan adanya perkiraan ini: Tabel 2.3 Laporan Kinerja Life Cycle Costing (dalam ribuan rupiah) Tahun
2006 2007
Item
Anggaran
Biaya
Biaya
Aktual
2.000
1.900
Pengembangan
Produksi Logistik 2008 Produksi Logistik Dengan pembebanan biaya
Variasi
100
2.400 3.000 600 800 750 50 3.600 4.350 750 1.200 1.100 100 yang tepat, perusahaan dapat mengantisipasi dan
mengidentifikasi besarnya besarnya biaya yang muncul dalam tiap tahap life cycle, selain itu juga dengan life cycle costing perusahaan akan mendapatkan informasi yang bisa digunakan oleh manajer dalam melakukan pengambilan keputusan untuk jangka panjang. Pada umumya membuat produk dan sistem diagram selama
pembuatan
perencanaan awal yang merupakan bagian dari sistem perancangan konseptual menjadi bagian penting utama dalam proyek life cycle costing. Hal ini sesuai dengan syarat sistem operasional, kinerja dan faktor efektifitas, konsep perawatan, konfigurasi sistem perencanaan, jumlah barang yang diproduksi, faktor pemanfaatan, dukungan logistik, dan lain sebagainya. Terdapat beberapa petunjuk dalam mengambil keputusan berikutnya, aktivitas produksi, fungsi pendistribusian produk, dan beberapa aspek 6
pendukung sistem. Kemudian, jika pada akhirnya life cycle costing bisa dikendalikan, penekanan biaya yang tinggi perlu ditampilkan dalam tahap awal sistem atau pengembangan produk dalam cara yang tersusun. Berdasarkan tahapan-tahapan yang ada dalam life cycle cost yang berlaku pada software development ataupun web development, maka ada beberapa fase yang harus dilalui. Tiap-tiap fase tersebut sudah memiliki persentase biaya standar yang telah diserap. Berikut adalah tabel proporsi TIC (Total Installed Cost ) dari software life cycle cost.
2.1.3 Metode Alokasi Biaya Langsung dan Tidak Langsung
Biaya tenaga kerja merupakan harga atau jumlah rupiah tertentu yang dibayarkan kepada para pekerja atau karyawan pada bagian produksi. Biaya ini terdiri atas dua elemen utama, yaitu: (Dunia dan Wasilah, 2009)
1) Biaya tenaga kerja langsung ( direct labour ).
Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya tenaga kerja yang dapat diidentifikasikan dengan suatu operasi atau proses tertentu yang diperlukan untuk menyelesaikan produk- produk dari perusahaan. Oleh karena itu, semua biaya tenaga
kerja langsung dibebankan secara langsung kepada komponen-komponen dari
barang jadi atau produk-produk yang dihasilkan. Biaya ini merupakan elemen biaya produk yang bersama biaya bahan langsung disebut sebagai biaya utama (prime cost) dan dengan biaya overhead pabrik disebut sebagai biaya konversi (conversion cost).
2) Biaya tenaga kerja tidak langsung ( indirect cost ).
Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah semua biaya tenaga kerja yang secara tidak langsung terlibat dalam proses produksi, dengan demikian biaya ini tidak diidentifikasikan secara khusus kepada suatu operasi atau proses produksi tertentu. Biaya ini terdiri atas biaya-biaya tenaga kerja yang terjadi dalam departemendepartemen pendukung ( service departments), seperti departemen pembelian, departemen pemeliharaan, departemen pencatat waktu, departemen pengendalian mutu. Di samping itu, termasuk biaya tenaga kerja dari pekerja-pekerja tertentu dalam departemen produksi seperti mandor, pemeriksa, pengangkut bahan, petugas adminisrasi atau pencatat, dan termasuk juga pegawai gudang dan kantor pabrik. Biaya tenaga kerja, baik langsung ataupun tidak langsung juga sangat erat 7
kaitannya dengan tingkat produktivitas dan ketrampilan dari karyawan. Dengan demikian, perencanaan, motivasi, pengendalian, dan akuntansi untuk biaya dan produktivitas tenaga kerja yang memadai merupakan masalah
penting dalam
mengelola suatu perusahaan. Definisi produktivitas tenaga kerja (labor productivity) menurut Carter (2009) adalah suatu ukuran kinerja produksi yang menggunakan pengeluaran atas usaha manusia sebagai tolok ukurnya. Produktivitas tenaga kerja merupakan jumlah barang dan jasa yang diproduksi oleh seorang pekerja. Dalam pengertian
yang
lebih
luas, produktivitas dapat digambarkan sebagai efisiensi
dengan mana sumber daya dikonversi menjadi komoditas dan/atau jasa. Produktivitas yang lebih tinggi dapat dicapai dengan membuat proses produksi lebih efisien melalui eliminasi aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah, dengan memperbaiki, memodernisasi, atau mengganti peralatan; atau dengan pendekatan lain yang memperbaiki pemanfaatan sumber daya. Perubahan dalam pemanfaatan tenaga kerja sering memerlukan perubahan dalam metode kompensasi, diikuti dengan perubahan dalam akuntansi biaya tenaga kerja.
Setelah rencana diformulasikan, produktivitas, sebaiknya diukur, dianalisis, diinterpretasikan, dan dipahami. Tujuan dari pengukuran produktivitas adalah untuk memberikan indeks yang padat dan akurat guna membandingkan hasil aktual dengan suatu target atau standar kinerja. Pengukuran produktivitas sebaiknya mengakui kontribusi individual atas faktor-faktor seperti karyawan (termasuk manajemen), pabrik dan peralatan, produk dan jasa yang digunakan, modal yang diinvestasikan, serta pelayanan pemerintah yang digunakan. Standar yang paling umum digunakan adalah output fisik per jam tenaga kerja. Kecepatan dengan mana seseorang yang sedang diamati pekerjaannya, dicatat, dan dianggap sebagai rating atau rating kinerja (performance rating). Beberapa rating untuk suatu tugas yang dipilih digabungkan guna memperoleh waktu normal, yaitu waktu yang diperlukan oleh seseorang untuk melakukan pekerjaan tersebut ketika bekerja dengan kecepatan normal. Tambahan waktu diberikan untuk waktu pribadi, jam istirahat, kelelahan, serta penundaan karena kerusakan mesin dan kekurangan bahan baku. Hasilnya adalah waktu standar untuk suatu pekerjaan, yang dinyatakan dalam jumlah menit per unit atau total unit yang dapat dihasilkan per jam. Sedangkan
untuk BOP, harus ada
beberapa
faktor yang
dipertimbangkan dalam penentuannya. Faktor-faktor tesebut adalah: 8
a) Pemilihan dasar pembebanan BOP pada produk
Pemilihan dasar ini memperhatikan aspek korelasi dengan jumlah konsumsi BOP serta kemudahan dalam memperoleh informasi dasar pembebanan BOP. Dasar pembebanan BOP yang ada saat ini, yaitu:
Dasar satuan produksi (physical output)
Cocok untuk perusahaan yang hanya menghasilkan satu jenis produk saja Taif BOP =
Estimasi jumlah BOP Estimasi jumlah output
Dasar biaya bahan baku (direct material cost)
Tarif jenis ini baik digunakan untuk perusahaan yang tingkat konsumsi BOP memiliki korelasi erat dengan biaya bahan baku
Taif BOP =
Estimasi jumlah BOP Estimasi biaya bahan baku
× 100%
Dasar biaya tenaga kerja langsung
Cara ini banyak digunakan oleh perusahaan yang masih mengandalkan pada tenaga kerja manusia. Taif BOP =
Estimasi jumlah BTKL
× 100%
Dasar jam kerja langsung
Taif BOP =
Estimasi jumlah BOP
Estimasi jumlah BOP Estimasi jumlah jam kerja langsung
e) Dasar jam mesin
Cocok untuk perusahaan yang banyak menggunakan mesin.
Taif BOP =
Estimasi jumlah BOP Estimasi jumlah jam mesin
9
b) Dasar transaksi
Tarif BOP jenis ini ditentukan untuk setiap jenis kegiatan atau transaksi. Hasil perhitungannya akan menghasilkan pembebanan BOP yang lebih akurat.
c) Kapasitas Teoritis ( theoretical capacity )
Kapasitas ini memperhitungkan hambatan yang tidak dapat dihindari, misalnya hari libur, kerusakan mesin, dan lain-lain. Kapasitas Sesungguhnya diharapkan (expected actual capacity) Kapasitas ini merupakan representasi dari kapasitas yang benar-benar diharapkan akan dicapai perusahaan pada periode yang akan datang. Dasar ini sesuai untuk perencanaan dan pembebanan BOP jangka pendek dan berubah dari waktu ke waktu.
d) Kapasitas Normal (normal capacity)
Kapasitas ini merupakan rata-rata yang dicapai perusahaan dalam jangka panjang. Dasar ini sesuai untuk perencanaan dan pembebanan BOP jangka panjang.
2. Elemen BOP yang diperhitungkan
Full Absorption Costing yang memperhitungkan semua elemen BOP baik yang sifatnya tetap ataupun variabel.
Variable atau direct costing yang hanya memperhitungkan elemen BOP yang bersifat variabel saja.
2.2. Manajemen Biaya 2.2.1 Manajemen Biaya Selama Cost Life Cycle
Industri Jepang dan perusahaan di dunia semakin banyak menggunakan ”target costing ”. The Cadillac division General Motor Corporation; Toyota;
Mercedes-Benz; Compaq Computer Inc.; Intel, Inc; adalah contoh perusahaan yang menggunakan “target costing ”. Perusahaan semakin menyadari bahwa merupakan hal yang sulit untuk bersaing secara sukses dalam hal cost leadership atau diferensiasi; mereka harus bersaing baik dalam hal harga maupun
fungsionalitas.
10
Target costing merupakan cara yang sangat bermanfaat untuk mengelola kebutuhan terhadap trade-off antara peningkatan fungsionlitas dan semakin tingginya biaya. Lima tahap untuk implementasi target costing yaitu:
1. Menentukan harga pasar 2. Menentukan laba yang diharapkan 3. Menghitung target biaya (target cost ) pada harga pasar dikurangi laba yang diharapkan.
4. Menggunakan rekayasa nilai (value) untuk mengidentifikasi cara yang dapat menurunkan biaya produk.
5. Menggunakan kaizen costing dan pengendalian operasional untuk terus menurunkan biaya.
Uraian ringkas diberikan hanya untuk tahap keempat dan kelima yaitu peran rekayasa nilai, pengendalian operasional dan kaizen costing . Rekayasa Nilai. Rekayasa nilai ini digunakan dalam target costing untuk menunjukkan biaya produk dengan cara menganalisis “trade-off ” antara (1) jenis dan level yang berbeda dalam fungsionalitas produk dan (2) biaya produk total. Tahap pertama penting dalam rekayasa nilai adalah melakukan analisis konsumen terhadap produk baru atau produk yang telah direvisi selama tahap desain. Analisis konsumen mengidentifikasi
preferensi
konsumen
yang
kritis/penting yang dapat mendefinisikan fungsionalitas produk baru yang diharapkan. Untuk kelompok produk pertama seperti mobil, software komputer, dan produk- produk elektronik, seperti kamera dan peralatan audio dan video, fungsionalitas relatif mudah ditambahkan atau dikurangi. Produk-produk ini merupakan produk yang sering berubah model dan sering mengalami perbaikan, selain itu perubahan preferensi pada konsumen juga sering mengalami perubahan. Dampak dari hal tersebut adalah produsen harus selalu memiliki sesuatu yang baru yang dapat dimasukkan dalam setiap model baru. Untuk mobil, hal ini bisa berarti tampilan yang baru dan model-model dengan tambahan fasilitas keamanan; sedangkan dalam perusahaan “Computer Software”, hal itu bisa berarti kemampuan software tersebut untuk melakukan tugas atau analisis baru. 11
Sebaliknya, pada kelompok produk kedua seperti peralatan khusus dan produk produk industri, seperti peralatan konstruksi, truk, peralatan kedokteran, fungsionalitas produk harus dirancang sebaik mungkin. Kalau dibandingkan dengan kelompok produk yang pertama adalah pada kelompok produk ini, preferensi konsumen lebih stabil. Target costing lebih bermanfaat untuk produk pada kelompok pertama,
karena pada kelompok produk terbaca kebijakan perusahaan tentang model untuk produk tersebut. Jenis rekayasa nilai yang digunakan pada perusahaan perusahaan ini adalah analisis fungsional,dimana tampilan dan biaya pada setiap fungsi utama atau model produk diuji secara cermat. Tujuan analisis ini adalah keseimbangan antara tampilan dan biaya. Tampilan yang diharapkan untuk setiap
fungsi
berusaha
dicapai
sementara
biaya
untuk semua fungsi
dipertahankan lebih rendah dari target cost . enchmarking sering digunakan pada tahap ini untuk menentukan tampilan yang seperti apa yang memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Dalam peluncuran software yang baru, contohnya, setiap versi baru yang diharapkan direview tentang biaya dan waktu yang dibutuhhkan untuk mengembangkannya. Tujuannya adalah agar sekelompok tampilan yang bersifat menyeluruh dari software dapat menyeimbangkan preferensi konsumen dan tetap mempertahankan biaya produk yang rendah. Dalam contoh lain, produsen mobil harus memutuskan tampilan dan model keamanan yang mana yang seharusnya ditambahkan pada model yang baru. Keputusan ini didasarkan pada analisis konsumen dan analisis fungsional terhadap kontribusi model dan preferensi konsumen dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Misalnya, memperbaiki
“ safety
airbag ” dapat
ditambahkan,
tetapi
harus
tetap
memperhatikan kendala target biaya dan perbaikan dalam “ sound system” mobil mungkin ditunda sampai model yang lebih baru lagi. Analisis desain merupakan bentuk umum dari rekayasa nilai untuk produk dalam kelompok kedua, yaitu produk-produk industri dan produk khusus. Tim desain menyiapkan beberapa desain produk yang mungkin, masing-masing mempunyai keistimewaan yang serupa yang mempunyai tampilan dan biaya yang berbeda. Benchmarking dan Value chain analysis dipakai untuk memandu tim desain dalam menyiapkan desain dengan biaya produk yang rendah dan kempetitif. Tim desain bekerja dengan personil manajemen biaya untuk memilih 12
satu desain yang terbaik yang dapat memenuhi preferensi konsumen dan tidak melebihi target biaya. Pendekatan penurunan biaya lainnya meliputi tabel biaya dan teknologi kelompok. Tabel biaya merupakan database yang dibuat berdasarkan komputer yang memasukkan informasi yang komprehensif tentang “cost driver ” tersebut meliputi ukuran produk, bahan yang digunakan dalam pembuatan produk, dan jumlah model. Perusahaan yang memproduksi suku cadang dalam ukuran yang berbeda dengan desain yang sama dapat menggunakan ukuran dan bahan yang berbeda. Teknologi
kelompok
merupakan
metode
untuk
mengidentifikasi,
menyamakan suku cadang untuk produk dalam perusahaan manufaktur, sehingga dapat menurunkan biaya produk. Perusahaan manufaktur yang besar dengan lini produk yang berbeda-beda, seperti dalam industri
mobil,
menggunakan teknologi ini. Pusat perhatian dalam penggunaan teknologi kelompok adalah biaya produksi turun, biaya pelayanan dan biaya garansi mungkin ditingkatkan jika suku cadang yang gagal sudah meluas pada berbagai model. Kaizen Costing merupakan perbaikan terus-menerus untuk menurunkan biaya produksi. Kaizen costing terjadi pada tahap pengolahan atau proses pemanufakturan, sehingga dampak rekayasa nilai (value) dan desain langsung ada. Peran penurunan biaya pada tahap ini untuk mengembangkan metode pemanufakturan baru dan teknik-teknik manajemen baru. Teori Kendala (Theory of Constraint ). Teori ini berfokus pada
aktivitas produksi atau pemanufakturan. Teori kendala
dikembangkan oleh
Goldratt and Cox untuk membantu para manajer meningkatkan profitabilitas perusahaan secara keseluruhan. Teori ini memfokuskan perhatian manajer pada kendala atau pemborosan, yang memperlambat proses produksi. Gagasan utama adalah perusahaan sukses dengan cara memaksimumkan tingkat output produksi secara keseluruhan, yang disebut “throughput” perusahaan. Throughput
didefinisikan
sebagai penjualan dikurangi biaya bahan
langsung, yang meliputi pembelian komponen dan biaya penanganan bahan. Teori kendala mengarahkan perhatian manajer pada kecepatan bahan baku dan komponen yang dibeli diproses menjadi produk akhir dan diserahkan
kepada
pelanggan. Teori kendala menekankan perbaikan “throughput ” dengan cara mengubah
atau
menurunkan
pemborosan 13
dalam
proses
produksi
yang
memperlambat tingkat output yang dihasilkan. Proses produksi dan distribusi yang tidak mempengaruhi “throughput ” bukan merupakan kendala yang mengikat sehingga perhatian pada hal-hal tersebut lebih rendah dibandingkan perhatian terhadap pemborosan atau kendala mengikat. Teori kendala menggunakan pendekatan
jangka
pendek
untuk
analisis
profitabilitas
karena hanya
memfokuskan pada komponen biaya bahan baku saja. Lima tahap dalam analisis teori kendala yaitu:
1. Mengedentifikasi kendala yang mengikat 2. Menentukan pemanfaatan yang paling efisien untuk setiap kendala yang mengikat
3. Mengelola aliran sepanjang kendala mengikat 4. Menambah kapasitas pada kendala yang mengikat 5. Merancang ulang proses pemanufakturan ke arah fleksibilitas dan “througput ” yang cepat.
Kelima tahap tersebut diuraikan pada tabel berikut: Tahap 1: Mengidentifikasi kendala mengikat (binding constraint )
Menggunakan diagram jaringan (network diagram). Kendala mengikat (the binding constraint ) merupakan sumber daya yang membatasi produksi sampai
di bawah permintaan pasar. Tahap 2: Menentukan pemanfaatan kendala mengikat yang paling efisien
Keputusan komposisi produk: berdasarkan kapasitas yang tersedia pada kendala mengikat; mencari komposisi produk yang paling menguntungkan. Memaksimumkan aliran dalam kendala
Menurunkan setup
Menurunkan jumlah lot
Lebih memfokuskan pada “throughput” dari pada efisiensi
14
Tahap 3: Mengelola aliran dalam kendala mengikat
Menggunakan Drum-Buffer-Rope system: mempertahankan produk dalam proses dalam jumlah yang sedikit (buffer ) dan memproses bahan hanya jika dibutuhkan (drum) oleh kendala, berdasarkan lead time/ waktu tunggu (rope). Semua sumber daya dikoordinasikan untuk mempertahankan kendala tetap sibuk tanpa membentuk produk dalam proses.
Tahap 4: Meningkatkan kapasitas pada sumber daya yang terbatas Melakukan investasi untuk menambah kapasitas jika hal tersebut akan meningkatan “throughput ” dalam tingkat yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan untuk investasi. Tidak melakukan investasi untuk meningkatkan kapasitas sampai langkah 2 dan 3 selesai. Maksimumkan produktivitas proses melalui kendla pada kapasitas yang ada.
Tahap 5: Merancang ulang proses pemanufakturan untuk fleksibilitas dan throughput yang semakin cepat Mempertimbangkan perancangan ulang produk atau proses produksi, untuk mencapai “throughput ” yang lebih cepat. ”
”
Contoh 1:
Sebuah perusahaan Industri logam memproduksi suku cadang A, yang digunakan pada perusahaan mobil. Tiga jenis proses yang dilakukan untuk memproduksi suku cadang A yaitu: drilling, inserting dan packaging . Setiap proses dilakukan pada lokasi kerja yang terpisah dan masing-masing mempunyai karakteristik kinerja sebagai berikut:
Fungsi drilling dapat melakukan pengeboran sebanyak 30.000 perjam
Fungsi inserting dapat melakukan aktivitas sebesar 3.000 suku cadang per 5 menit
Fungsi packaging dapat mengemas 10.000 suku cadang per setengah jam.
a. Proses mana yang merupakan kendala mengikat (binding constraint )? b. Berapa unit suku cadang A yang dapat diproduksi dalam satu minggu?
15
Penyelesaian:
a.
Fungsi packaging merupakan kendala mengikat sebab hanya 20.000 suku cadang yang dapat dikemas ( packaged ) dalam waktu satu jam. Sedangkan 36.000 dapat di insert 30.000 dapat di drill .
b.
Jika diasumsikan 1 minggu bekerja menghabiskan waktu 40 jam, maka jumlah produksi dalam satu minggu sebesar 20.000 unit/jam x 40 jam = 800.000 suku cadang per minggu
Contoh 2:
PT Aster memproduksi dan menjual tiga macam produk (A,B, dan C) ke negara-negara tetangga. Data berikut berkaitan dengan ketiga produk tersebut: Keterangan Permintaan dalam unit
A 120
B 110
C 100
Harga jual per unit Biaya bahan baku per unit Tenaga kerja langsung dalam menit per unit
$100 $50 12
$120 $60 17
$105 $60 7
a.
Hitunglah kontribusi per menit tenaga langsung untuk masing-masing produk.
b.
Tentukan komposisi produk terbaik. Anggaplah ada lima karyawan, ada waktu istirahat, pelatihan dan pertemuan reguler dan menit yang tersedia per harinya adalah 2.200 menit.
Penyelesaian:
a.
b.
Kontribusi per unit:
Kontribusi per menit: Produk
A = $ 100 – 50 = $ 50
50/12 = $ 4.17 Produk B = $
120 – 60 = $ 60
60/17 = $ 3.53 Produk C = $
105 – 60 = $ 45
45/7
= $ 6.43
Analisis untuk keputusan komposisi produk dengan kendala mengikat yaitu jumlah menit yang tersedia per hari sebanyak 2.200 menit akan didistribusikan untuk tiga produk dengan komposisi menit yang dibutuhkan sebagai berikut: Produk C = 100 x 7 menit = 700 menit
16
Produk A = 120 x 12 menit = 1.440 menit Kelebihan menit untuk Produk B = 60 menit atau 60/17 = 3 unit
Dari analisis tersebut, dapat diketahui komposisi produk terbaik sebagai berikut: Produk A = 120 unit Produk B = 3 unit Produk C = 100 unit
2.2.2 Life Cycle Costing
Life cycle costing memberikan perspektif jangka panjang, karena
mempertimbangkan semua biaya selama siklus hidup produk atau jasa. Manajer tertarik terhadap total biaya selama siklus hidup keseluruhan yang biasanya dipisahkan menjadi tiga komponen, yaitu biaya hulu, biaya produksi dan biaya hilir. Biaya hulu dan hilir dapat dikelola dengan cara meningkatkan hubungan dengan supplier dan distributor dan cara yang paling penting adalah desain produk dan proses produksi. Gambar berikut memaparkan tiga komponen life cycle cost tersebut.
Life Cycle Costing
Riset & Pengemangan
desain
produks
Biaya
Pelayanan pada pelanggan
Pemasaran & distribusi
Biaya
Life Cycle
Contoh 3 :
PT Andalas menyajikan data pendapatn dan biaya dua jenis produk TM20 untuk pasar komersial dan TM800 untuk pelanggan indusrial. Kedua produk diharapkan mempunyai siklus hidup selama tiga tahun. 17
TM200 Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
$500,000
$ 2,000,000
$ 2,500,000
$ 1.000.000
$0
$0
Prototipe
300.000
50.000
Pemasaran
60.000
320.000
475.000
Distribusi
80.000
120.000
130.000
Produksi
20.000
800.000
1.000.000
60.000
85.000
$650.000
$810.000
Keterangan Pendapatan
Biaya: Riset & Pengembangan
Pelayanan pelanggan Laba (Rugi)
0 $ (960.000)
0
TM800 Keterangan Pendapatan
Biaya: Riset & Pengembangan Prototipe Pemasaran Distribusi Produksi Pelayanan pelanggan Laba (Rugi)
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
$ 1,800,000
$ 2,000,000
$ 1.150.000 550.000 124.000 170.000 85.000 0
$0 30.000 200.000 300.000 600.000 20.000
$0 10.000 260.000 410.000 700.000 10.000
$(1.179.000)
$650.000
$610.000
$
900,000
Pertanyaan:
1. Apakah laporan rugi/laba selama siklus hidup produk berbeda dari laporan rugi/laba per tahun?
2. Buatlah laporan rugi/laba untuk tiga tahun kedua jenis produk tersebut, produk manakah yang lebih menguntungkan?
3. Buatlah daftar yang menunjukkan setiap kategori biaya dalam bentuk persentase terhadap biaya total per tahun. Berilah perhatian khusus untuk kategori riset & pengembangan dan pelayanan kepada pelanggan.
18
Penyelesaian:
1. Laporan R/L selama siklus hidup produk berbeda dari laporan R/L per tahun, karena laporan R/L siklus produk seharusnya memaparkan total dalam setiap kategori pendapatan dan biaya selama siklus hidup produk. Apabila siklus hidup produk diharapkan selama 10 tahun, laporan ini membutuhkan forecast selama 7 tahun ke depan.
2. Laporan R/L selama siklus hidup produk (3 tahun) dipaparkan sebagai berikut:
Keterangan
Pendapatan Biaya: Riset & Pengembangan Prototipe Pemasaran Distribusi Produksi Pelayanan pelanggan Laba
TM200 $ 5.000.000
TM800 $ 4.700.000
1.000.000 350.000 855.000 330.000 1.820.000 145.000 $500.000
1.150.000 590.00 584.000 880.000 1.385.000 30.000 $81.000
3. Dari laporan R/L tersebut diketahui bahwa produk TM200 lebih menguntungkan.
TM200 Riset & Pegembangan
Prototipe Pemasaran Distribusi Produksi Pelayanan pelanggan
Total Biaya TM800
Tahun 1 68,5%
Tahun 2 0%
Tahun 3 0%
20,5% 4,1% 5,5% 1,4% 0%
3,7% 23,7% 8,9% 59,3% 4,4%
0% 28,1% 7,7% 59,2% 5,0%
$ 1.460.000
$ 1.350.000
$ 1.690.000
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
19
Riset & Pengembangan Prototipe Pemasaran Distribusi Produksi Pelayanan
55,3% 26,5% 6,0% 8,2% 4,0% 0%
0% 2,6% 17,4% 26,1% 52,2% 1,7%
0% 0,7% 18,7% 29,5% 50,4% 0,7%
pelanggan Total Biaya
$ 2.079.000
$ 1.150.000
$ 1.390.000
Produk TM200 memiliki total biaya lebih rendah dibanding produk TM800, akan tetapi persentase biaya pelayanan pelanggan terhadap biaya total lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk TM800. Riset & Pengembangan dan Prototipe produk TM200 lebih rendah dibanding produk TM800, akan tetapi kedua biaya tersebut dapat meningkatkan biaya pelayanan pada pelanggan. Selanjutnya prediksi yang akurat tidak dapat dibuat hanya berdasarkan informasi ini, karena perlu melihat juga prospek dari produk TM800 mengalokasikan biaya pada Riset & Pengembangan dan Prototipe lebih besar dibanding produk TM200 dengan harapan tingkat pengembalian yang lebih besar di masa mendatang. Dari penjelasan di atas bahwa manajer perlu mempertimbangkan biaya hulu dan biaya hilir, demikian halnya pada tahap desain. Keputusan pada tahap desain berdampak pada rencana produksi, pemasaran dan pelayanan tertentu selama siklus hidup produk. Faktor keberhasilan kritis (critical success factors) pada tahap desain adalah:
a. Menurunkan waktu peluncuran ke pasar b. Menurunkan biaya pelayanan c. Mempermudah pembuatan desain produk d.
Perencanaan
dan
perancangan
proses
produks dibuat
fleksibel. Faktor keberhasilan kritis (critical success factors) pada tahap desain adalah:
a. Menurunkan waktu peluncuran ke pasar b. Menurunkan biaya pelayanan c. Mempermudah pembuatan desain produk d.
Perencanaan
& perancangan proses produks dibuat fleksibel. 20
Pembuatan keputusan desain merupakan hal yang penting walaupun biaya yang terjadi pada tahap desain memberikan kontribusi relatif kecil dari total biaya selama siklus hidup produk. Berikut merupakan karakteristik Empat Metode Desain : Metode desain
Kecepatan
Kode desain
Pengaruh pada Biaya
desain
Cepat
Basic Engineering
Prototyping
Rendah
Hilir
Tergantung
Bisa sangat tinggi, karena
kompleksitas dan
pemasaran dan produksi
fungsionalitas
bukan merupakan bagian
yang diharapkan,
yang integral dalam proses
seharusnya
deain.
Signifikan, bahan, Potensial mengurangi tenaga
Templating
Cepat
langsung biaya hilir secara
dan waktu.
signifikan.
Sedang
Tidak
diketahui,
dapat
menimbulkan biaya tinggi yang tidak diharapkan jika penjadwalan
yang
telah
dibuat tidak terpenuhi di pasar
atau pada waktu
produksi. Concurent
Terus-
Engineering
menerus
Signifikan
Merupakan metoda terbaik untuk mengurangi biaya hilir.
Manajemen
Biaya Selama Siklus Penjualan ( Sales Li fe Cycle)
Sales life cycle berhubungan dengan tahap-tahap penjualan produk dan
jasa di pasar yaitu mulai dari pengenalan produk atau jasa sampai pada
21
tahap kematangan dan kemudian penurunan produk dari pasar. Berikut diuraikan tahap-tahap tersebut:
Tahap 1: Pengenalan Produk. Dalam tahap pertama terdapat sedikit
persaingan, dan penjualan perlahan-lahan mengalami peningkatan karena pelanggan mulai sadar akan adanya produk atau jasa baru. Biaya relatif tinggi karena tingginya pengeluaran untuk riset & pengembangan dan biaya modal untuk memasang fasilitas produksi dan upaya pemasaran. Harga relatif tinggi karena adanya diferensiasi produk dan biaya tinggi pada tahap ini serta jenis atau variasi produk terbatas. Tahap 2: Pertumbuhan. Penjualan mulai tumbuh secara cepat dan variasi
produk meningkat. Produk sedang menikmati manfaat dari adanya diferensiasi. Persaingan semakin meningkat dan harga mulai lunak. Tahap 3: Kematangan. Penjualan terus meningkat, tetapi dengan tingkat
kenaikan yang menurun. Ada pengurangan persaingan dan variasi produk. Harga juga tetap lunak, dan diferensiasi tidak lagi penting. Persaingan berdasarkan biaya, persaingan kualitas dan fungsionalitas tidak dapat diubah. Tahap 4: Penurunan. Penjualan mulai menurun, demikian pula jumlah
pesaing. Harga menjadi stabil. Menekankan pada kembalinya diferensiasi. Perusahaan yang dapat bertahan adalah
perusahaan yang dapat melakukan
diferensiasi pada produk mereka, mengendalikan biaya, kualitas pengiriman yang baik dan pelayanan yang baik. Pengendalian terhadap biaya dan jaringan distribusi yang efektif merupakan kunci untuk terus dapat bertahan. Pada tahap pertama, fokus manajemen adalah desain, diferensiasi dan pemasaran. Fokus manajemen berubah ke arah pengembangan produk baru dan strategi penentuan harga jual sejalan dengan berkembangnya persaingan pada tahap kedua. Pada tahap ketiga dan keempat, perhatian manajemen berubah ke arah pengendalian biaya, kualitas dan jasa sejalan dengan semakin kompetitifnya pasar. Jadi strategi perusahaan untuk produk dan jasa berubah selama siklus penjualan produk ( sales life cycle), dari diferensiasi pada tahap awal ke arah keunggulan biaya pada tahap akhir.
22