PENERAPAN ETNOMATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA TINGKAT SMP
Makalah Ilmiah Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Matematika
Oleh: Arief Maulana (3115121940) Tri Wijayanti (3115120185) ( 3115120185)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2014
PENERAPAN ETNOMATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA TINGKAT SMP Arief Maulana dan Tri Wijayanti Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri J akarta Email:
[email protected]
ABSTRACT Mathematics learning in Indonesia tend conventional and not actually contextual. This can i mpact on the ability of mathematics students in resolving about reasoning and problem solving. Therefore, required innovative learning of mathematics that to enhance the ability of mathematics student. Mathematics learning that innovative can be done through a cultural approach or called ethnomathematics. This research is a study of literature that can be accountable in scientific terms. Based on the literature study conducted, ethnomathematics can be used as an alternative to the learning methods of junior high school students. The culture taken in the journal this is a Borobudur temple and batik motives. The application Borobudur Smart Math is the media geometry learning based on ethnic, without removing the essence of learning geometry itself. There is several a mathematical conception of contained in a batik motives. These concepts are namely the concept of symmetry, transformation (reflections, translation, rotation, and dilatation), congruence, and similarity.
Key words: Ethnomathematics, Mathematics Learning, Batik Motive, Geometry Learning
ABSTRAK Pembelajaran matematika di Indonesia cenderung konvensional dan kurang kontekstual. Hal ini berdampak pada kurangnya kemampuan matematika siswa dalam menyelesaikan soal penalaran dan pemecahan masalah. Maka diperlukan pembelajaran matematika yang inovatif untuk meningkatkan kemampuan matematika siswa. Pembelajaran matematika yang inovatif dapat dilakukan melalui pendekatan budaya atau yang disebut etnomatematika. Jenis penelitian ini adalah studi pustaka yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan, etnomatematika bisa dijadikan alternatif metode pembelajaran untuk siswa SMP. Adapun budaya yang diambil dalam jurnal ini adalah candi Borobudur dan motif batik. Aplikasi Borobudur Smart Math merupakan media pembelajaran geometri berbasis etnik, tanpa menghilangkan esensi dari pembelajaran geometri itu sendiri. Terdapat beberapa konsep matematika yang terkandung dalam motif batik. Konsep-konsep tersebut yaitu konsep simetri, transformasi (refleksi, translasi, rotasi, dan dilatasi), kekongruenan, dan kesebangunan.
Kata kunci: Etnomatematika, Pembelajaran Matematika, Motif Batik, Pembelajaran Geometri
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil studi PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2009 dan hasil penelitian TIMSS (Thrends International Mathematics Science Study) tahun 2011 menempatkan Indonesia pada peringkat yang masih jauh dari harapan, dalam artian masih dibawah rata-rata. Hasil ini memberikan pukulan mental yang cukup keras bagi bangsa Indonesia untuk segera intropeksi dan berbenah diri. Hasil ini disebabkan karena kurangnya kemampuan matematika siswa dalam menyelesaikan soal penalaran dan pemecahan masalah. Salah satu penyebabnya adalah pembelajaran matematika yang dilakukan saat ini cenderung konvensional dan kurang kontekstual. Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan No. 68 Tahun
2013 mendukung pola pembelajaran inovatif dan kontekstual. Sehingga diharapkan proses pembelajaran menjadi interaktif, menyenangkan, memotivasi, menantang, serta meninggalkan pola pembelajaran tunggal menjadi pembelajaran yang berpola multidicipline. Adanya kondisi tersebut memberikan benang merah bahwa sudah semestinya ada suatu upaya meningkatkan kemampuan matematika siswa dengan berbagai alternatif dan inovasi. Salah satu kuncinya adalah perbaikan proses pembelajaran, khususnya dengan meningkatkan porsi menalar, memecahkan masalah, berargumentasi dan berkomunikasi melalui pembelajaran yang lebih kontekstual. Pembelajaran matematika yang inovatif dapat dilakukan melalui pendekatan budaya atau yang disebut
etnomatematika. Etnomatematika didefinisikan sebagai cara-cara khusus yang dilakukan oleh suatu kelompok tertentu dalam melakukan aktifitas matematika. Aktivitas matematika adalah aktivitas yang di dalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam matematika atau sebaliknya, meliputi aktivitas mengelompokkan, berhitung, mengukur, merancang bangunan atau alat, membuat pola, membilang, menentukan lokasi, bermain, menjelaskan, dan sebagainya. Sedangkan bentuk dari etnomatematika adalah berbagai hasil dari aktivitas matematika yang dimiliki atau berkembang pada kelompok itu sendiri, meliputi konsep matematika pada peninggalan budaya berupa candi dan prasasti, gerabah dan peralatan tradisional, motif kain batik dan bordir, permainan tradisional, satuan lokal, dan berbagai macam hasil aktivitas yang sudah membudaya. Berdasarkan permasalahan di atas dibutuhkan sebuah terobosan baru untuk kembali menarik minat siswa dalam mempelajari matematika serta membenahi hasil yang telah diperoleh yaitu dengan adanya penerapan etnomatematika pada pembelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama. Sehingga pembelajaran matematika akan lebih inovatif dan kontekstual. 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang menjadi fokus dalam tulisan ini adalah, bagaimana penerapan etnomatematika pada pembelajaran matematika tingkat Sekolah Menengah Pertama? 1.3. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari tulisan ini adalah mendeskripsikan penerapan etnomatematika pada pembelajaran matematika tingkat Sekolah Menengah Pertama, yang diharapkan dapat menjadikan pola pembelajaran matematika lebih inovatif dan kontekstual. 1.4. Manfaat Adapun manfaat dari tulisan ini adalah untuk memanfaatkan ilmu matematika, memperkaya kreatifitas dalam upaya mengembangkan pola pembelajaran, serta
memberikan alternatif pola pembelajaran yang inovatif dan kontekstual.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Etnomatematika Etnomatematika diperkenalkan oleh D’ Ambrosio, seorang matematikawan Brazil pada tahun 1977. Secara bahasa, awalan “ethno” diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas yang mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa, jargon, kode perilaku, mitos, dan simbol. Kata dasar “mathema” cenderung berarti menjelaskan, mengetahui, memahami, dan melakukan kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklasifikasi, menyimpulkan, dan pemodelan. Akhiran “tics” berasal dari techné, dan bermakna sama seperti teknik. D’ Ambrosio (1985: 45) mengartikan etnomatematika secara istilah sebagai: The mathematics which is practiced among identifiable cultural groups, such as national-tribal societies, labour groups, children of certain age brackets and professional classes. Artinya: Matematika yang dipraktekan diantara kelompok budaya, seperti masyarakat nasional-suku, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu dan kelas professional. Istilah tersebut kemudian disempurnakan lagi oleh D’ Ambrosio (1999: 146) menjadi: I have been using the word ethnomathematics as modes, styles, and techniques (tics) of explanation, of understanding, and of copying with the natural and cultural environment (mathema) in distinct cultural systems (ethno). Artinya: Saya telah menggunakan kata etnomatematika sebagai mode, gaya, dan teknik (tics) menjelaskan, memahami, dan menghadapi lingkungan alam dan budaya (mathema) dalam system budaya yang berbeda (ethno). Kajian etnomatematika dalam pembelajaran matematika mencakup segala bidang, yaitu: arsitektur, tenun, jahit, pertanian, hubungan kekerabatan, ornamen, dan spiritual dan praktik keagamaan sering selaras dengan pola yang terjadi di alam atau memerintahkan sistem ide-ide abstrak.
Shirley dalam Astri Wahyuni dkk (2013: 115) berpandangan bahwa sekarang ini bidang etnomatematika, yaitu matematika yang timbul dan berkembang dalam masyarakat dan sesuai dengan kebudayaan setempat, merupakan pusat proses pembelajaran dan metode pengajaran. Hal ini membuka potensi pedagogis yang mempertimbangkan pengetahuan para siswa yang diperoleh dari belajar di luar kelas. Menurut Nilah Karnilah dkk (2013: 4), etnomatematika dapat dipandang sebagai suatu ranah kajian yang meneliti cara sekelompok orang pada budaya tertentu dalam memahami, mengekspresikan, dan menggunakan konsepkonsep serta praktik-praktik kebudayaan yang digambarkan peneliti sebagai sesuatu yang matematis. Etnomatematika juga dapat dianggap sebagai sebuah program yang bertujuan untuk mempelajari bagaimana siswa mampu memahami, mengartikulasikan, mengolah, dan akhirnya menggunakan ide-ide matematika, konsep, dan praktek-praktek yang dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari mereka. Berdasarkan pendapat beberapa peneliti di atas, dapat disimpulkan bahwa etnomatematika adalah matematika yang tumbuh dan berkembang di masyarakat nasional, suku, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu, dan kelas professional. Etnomatematika juga mengakui adanya cara-cara berbeda dalam melakukan matematika di dalam aktivitas masyarakat. Etnomatematika juga bisa dijadikan metode pengajaran sehingga mempermudah siswa memahami suatu materi karena materi tersebut berkaitan langsung dengan budaya mereka yang merupakan aktivitas sehari-hari masyarakat. 2.2. Gagasan Etnomatematika pada
Pembelajaran Selama ini pemahaman tentang nilainilai dalam pembelajaran matematika yang disampaikan oleh guru belum menyentuh ke seluruh aspek. Matematika dipandang sebagai alat untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam dunia sains saja, sehingga mengabaikan pandangan matematika sebagai kegiatan manusia. Pandangan-pandangan
tersebut benar dan sesuai dengan pertumbuhan matematika itu sendiri. Namun, akibat atau dampak dari rutinitas pembelajaran matematika selama ini, maka pandangan yang menyatakan matematika semata-mata sebagai alat adalah menjadi tidak tepat dalam proses pendidikan. Ada beberapa kejadian yang menggambarkan guru lebih menekankan mengajar alat, memberitahu, menunjukkan, dan cara memakai alat tanpa mengkritisi alasan dipakainya alat itu. Proses pembelajaran matematika yang seperti itu menungkinkan anak hanya menghafal tanpa mengerti, padahal yang semestinya terjadi adalah boleh menghafal hanya setelah mengerti. Pada proses pembelajaran, guru dapat memotivasi siswa agar lebih tertarik mempelajari matematika dengan mengaitkan materi yang diajarkan dengan contoh nyata model matematika materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Bagi sebagian besar siswa yang telah memiliki pengetahuan awal tentang contoh tersebut, hal ini akan menjadi konsep awal mereka untuk mempelajari materi. Sedangkan, kemungkinan akan sebagian kecil siswa yang belum mengetahui tentang model matematika tersebut, walaupun dalam lingkungan budayanya sudah ada, siswa akan merasa tertantang untuk mencari tahu keberadaan dan wujud benda tersebut. Secara tidak langsung hal ini akan memberikan motivasi belajar untuk lebih memahami materi sekaligus mengenal lingkungan budayanya. Inda Rachmawati dkk (2013: 5) mengemukakan bahwa strategi yang dapat digunakan guru untuk mengajarkan matematika berbasis etnomatematika adalah dengan menerapkan pembelajaran Contextual Teaching and Learning atau pembelajaran matematika dengan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Kedua strategi tersebut merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Sehingga diharapkan hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Selain itu, cara lain
memanfaatkan etnomatematika dalam pembelajaran adalah dengan menjadikan pengetahuan tentang etnomatematika tersebut sebagai bahan rujukan dalam penyampaian materi maupun pembuatan soal pemecahan masalah kontekstual yang sesuai dengan latar belakang budaya siswa.
3. METODE Sumber data yang digunakan dalam tulisan ini berupa pustaka-pustaka, baik berupa buku, artikel maupun jurnal-jurnal yang mempunyai korelasi terhadap pembahasan masalah. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah library research (studi pustaka) yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Teknik analisis data yang di pilih adalah analisis deskriptif, dengan tulisan yang bersifat deskriptif, menggambarkan tentang pemanfaatan etnomatematika pada pembelajaran tingat Sekolah Menengah Pertama. Penarikan kesimpulan dalam tulisan ini dimulai dari mengkaji data, mengidentifikasi masalah, membuat rumusan masalah, mengumpulkan teori, menyusun metode, menganalisis dan membahas, hingga penarikan kesimpulan.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Banyak persoalan atau informasi disampaikan dengan bahasa matematika, seperti menyajikan persoalan atau masalah sehari-hari ke dalam model matematika. Konsep matematika dapat dengan mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Fatimah S. Sirate (2012: 52) mengemukakan bahwa penerapan etnomatematika sebagai sarana untuk memotivasi, menstimulasi siswa, dapat mengatasi kejenuhan dan kesulitan dalam belajar matematika. Hal ini disebabkan etnomatematika merupakan bahagian dari keseharian siswa yang merupakan konsepsi
awal yang telah dimiliki dari lingkungan social budaya setempat. Selain itu etnomatematika memberikan nuansa baru pada pembelajaran matematika. Zhang & Zhang dalam Joko Suratno (2013: 7) menyatakan bahwa upaya untuk mengadopsi ethnomathematics pada kegiatan pembelajaran matematika merupakan sesuatu yang sangat mungkin dilakukan. Selain itu, Owens (2012: 71) mengatakan bahwa ethnomathematics dapat dijadikan sebagai alternative pembelajaran matematika. Ketiga pendapat tersebut merupakan inspirasi dalam dunia pendidikan matematika untuk mengaplikasikan ethnomathematics dalam kegiatan pembelajaran matematika. Sehingga ada dua pembahasan yag menjadi fokus dalam tulisan ini, pertama tentang pembelajaran matematika berbasis etnomatematika dengan memodelkan candi, dan kedua memodelkan batik. 4.1. Pembelajaran Matematika
Berbasis Etnomatematika dengan Memodelkan Candi Berdasarkan penelitian yang telah ditulis dalam sebuah jurnal oleh Miftah Rizqi Hanafi dkk yang berjudul “ Borobudur Smart Math, Aplikasi Media Pembelajaran Geometri Berbasis Etnomatematika”, dibahas mengenai perancangan media pembelajaran geometri berbasis etnik. Sebuah terobosan baru untuk menarik minat siswa, yaitu dengan dibuatnya aplikasi Borobudur Smart Math, media pembelajaran geometri yang menyenangkan, dan fresh bagi generasi saat ini. Sehingga pembelajaran matematika lebih inovatif dan kontekstual. Selain itu, dengan adanya teknologi pendukung seperti komputer dapat memudahkan siapa saja untuk menggunakan Borobudur Smart Math tanpa menghilangkan esensi dari pembelajaran geometri itu sendiri. Berikut ini adalah tampilan dari aplikasi Borobudur Smart Math. Tampilan pada gambar 1 adalah halaman introduction yang berisi pengenalan awal mengenai Candi Borobudur, sejarah candi Borobudur dan letak dari candi Borobudur yang dapat memberikan informasi kepada user tentang bangunan seperti apa yang nantinya akan menjadi model dalam aplikasi tersebut.
yang dicontohkan pada gambar adalah bangun darat yang diambil dari model bentuk ornamen pada candi yang membentuk bangun segitiga.
Gambar 1: Halaman Introduction (Sumber: http://nec.rema.upi.edu/wp-content/upl oads/sites/27/2013/11/16.-BOROBUDUR-SMAR T-MATH-APLIKASI-MEDIA-PEMBELAJARAN -GEOMETRI-BERBASIS-ETHNOMATEMATIK A.pdf)
Tampilan pada Gambar 2 adalah halaman bangun ruang , halaman ini berisi materi tentang bangun ruang. Berdasarkan gambar di atas diambil salah satu contoh bangunan yang bentuk bangunannya berbentuk kerucut, pada halam bagian ini dijelaskan materi tentang bangun ruang kerucut serta menentukan rumus kerucut.
Gambar 2: Halaman Bangun Ruang (Sumber: http://nec.rema.upi.edu/wp-content/upl oads/sites/27/2013/11/16.-BOROBUDUR-SMAR T-MATH-APLIKASI-MEDIA-PEMBELAJARAN -GEOMETRI-BERBASIS-ETHNOMATEMATIK A.pdf)
Tampilan pada gambar 3 adalah halaman bangun datar. Halaman ini berisi materi tentang bangun datar. Sama serperti tampiilan pada bangun ruang. Bangu datar
Gambar 3: Halaman Bangun Datar (Sumber: http://nec.rema.upi.edu/wp-content/upl oads/sites/27/2013/11/16.-BOROBUDUR-SMAR T-MATH-APLIKASI-MEDIA-PEMBELAJARAN -GEOMETRI-BERBASIS-ETHNOMATEMATIK A.pdf)
Gambar berikutnya yaitu gambar 4 adalah halaman evaluasi, halaman ini menampilkan halaman untuk user mengasah kemampuan mereka setelah mempelajari materi yang disediakan.
Gambar 4: Halaman Evaluasi (Sumber: http://nec.rema.upi.edu/wp-content/upl oads/sites/27/2013/11/16.-BOROBUDUR-SMAR T-MATH-APLIKASI-MEDIA-PEMBELAJARAN -GEOMETRI-BERBASIS-ETHNOMATEMATIK A.pdf)
Jadi semua tampilan bangun datar dan bangun ruang yang menjadi contoh soal dan evaluasi adalah gambar bangun yang menyerupai bangunan candi, lebih tepatnya lagi menjelaskna dan memberitahuan pada
user juga bahwa candi dibuat dengan beberapa ilmu yang diambil dari matematika sekarang ini. Menurut Miftah Rizqi Hanafi dkk (2013: 8), aplikasi ini dirancang sebagai media pembelajaran matematika berbasis etnik, jadi selain belajar matematika user juga mendapat pengetahuan tentang budaya, selain itu aplikasi media pembelajaran ini menyenangkan sehingga dapat menarik minat siswa dalam belajar materi geometri. 4.2. Pembelajaran Matematika Berbasis Etnomatematika dengan Memodelkan Batik Berdasarkan penelitian yang ditulis dan dilakukan oleh Evi Dwi Krisna dkk dalam jurnal yang berjudul “Etnomatematika Batik dan Implementasinya dalam Pembelajaran Matematika”. Alternatif pembelajaran matematika yang menerapkan etnomatematika pada motif batik, antara lain:
menurut garis itu akan saling berhimpit atau menutupi satu sama yang lain.
1. Pembelajaran Simetri Lipat untuk SMP Sebagai persiapan pembelajaran siswa diharapkan mempersiapkan beberapa lembar kertas, gunting, dan pensil. Selanjutnya dalam pembelajaran siswa iinstruksikan untuk melipat kertas menjadi dua bagian yang sama. Kedua, siswa diberikan kesempatan untuk membuat motif batik yang dikenal selama ini pada salah satu bagian lipatan. Selanjutnya, siswa diberikan kesempatan untuk memotong bentuk motif batik tersebut sesuai dengan sketsa yang telah dibuat, sehingga diperoleh mtif batik sederhana. Ketiga, siswa diinstruksikan untuk melipat kertas yang lainnya menjadi dua bagian yang sama. Keempat, siswa diinstruksikan untuk membuat bentuk tertentu pada salah satu bagian lipatan, bentuk yang dibuat ini diharapkan berbentuk bangun geometri standar. Kelima, dari bangun bangun yang diperoleh, siswa diberikan informasi bahwa bangun-bangun yang mereka hasilkan dari kegiatan sebelumnya adalah bangun-bangun yang memiliki simetri lipat. Selanjutnya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyimpulkan. Suatu bangun dikatakan memiliki simetri lipat jika bangun tersebut mempunyai bentuk yang sama pada kedua belah pihaknya dari suatu garis dimana bentuk yang sama tersebut jika dilipat
Bentukan pada motif batik kawung dapat dipandang sebagai hasil refleksi bentuk dasar. Hasil refleksi Gambar 6 pada garis x, y, dan z menghasilkan orientasi bentuk sebagai berikut:
2. Pembelajaran Transformasi untuk SMP a. Aplikasi Refleksi pada Motif Batik
Gambar 5: Motif Batik Kawung (Sumber:https://id.scribd.com/doc/99414333/ Makalah-Seminar)
Bentuk dasar pada polanya adalah elips dan titik.
Gambar 6
Gambar 7
Gabungan Gambar 7 menghasilkan satu gabungan dalam motif batik kawung pada Gabar 8.
Gambar 8
b. Aplikasi Rotasi pada Motif Batik
Gambar 9: Motif Batik Papua (Sumber:https://id.scribd.com/doc/99414333/ Makalah-Seminar)
Bentuk dasar motif batik dari Papua tersebut adalah garis lengkung.
garis horizontal menghasilkan bentuk mirip kelopak bunga.
Gambar 10 Gambar 16
Selanjutnya diputar 180o.
bentuk
dasar
tersebut Misalkan motif mirip kelopak itu diletakkan pada sumbu cartesius maka bentuk kelopak bunga selanjutnya diperoleh melalui
0 ) berikut ini (Gambar (−
Gambar 11
pergeseran vektor T =
Bentuk lainnya diperoleh dengan cara refleksi terhadap garis vertikal dan kemudian diputar 180o.
17)
Gambar 17
Gambar 12
Gabungan dari Gambar menghasilkan bentuk motif batik Papua
12
Kemudian
seterusnya
dilakukan
dengan menggunakan rumus vektor T=
0 ) (−
dengan adalah bilangan asli sehingga diperoleh rangkaian kelopak bunga yang membentuk motif ombak sinamparkarang. Gambar 13
c. Aplikasi Translasi pada Motif Batik Gambar 14 adalah salah satu motif batik Sasirangan (Kalimantan) yang disebut dengan ombak sinamparkarang. Gambar 18
Gambar 14: Motif Batik Sasirangan (Sumber:https://id.scribd.com/doc/99414333/ Makalah-Seminar)
d. Aplikasi Dilatasi pada Motif Batik Perhatikan motif mirip bunga teratai pada sasirangan. Bentuk dasar dari bunga teratai tersebut adalah bangun datar yang dapat dipandang sebagai kelopak bunga teratai, kemudian melalui beberapa rotasi dan refleksi diperoleh susunan kelopak bunga membentuk teratai.
Bentuk dasar dari motif sasirangan ini berupa garis lengkung.
Gambar 15
Selanjutnya penggabungan dari pencerminan bentuk dasar Gambar 15 terhadap
Gambar 19: Motif Batik Sasirangan Kangkung Kaumbakan (Sumber:https://id.scribd.com/doc/99414333/ Makalah-Seminar)
Gambar 20
Bunga teratai yang terlukis pada motif kangkung kaumbakan di atas memiliki ukuran yang berbeda-beda, di mana besar atau kecilnya ukuran bunga dapat dipandang sebagai hasil dilatasi atau perkalian dengan sutu konstanta k terhadap bentuk Gambar 20 sisi kanan dimana k adalah bilangan riil positif. Selanjutnya, bentuk Gambar 21 sisi kanan disebut sebagai B. Misalkan k 1=2, maka bentuk k 1B adalah perbesaran dua kali B, sebut saja hasil k 1B=B1 (Gambar 21 sisi kiri). Kemudian untuk memperoleh bentuk bunga teratai selanjutnya dengan mengambil k 2=
1 3
sebut saja hasil k 2B=B2 (Gambar 21 sisi kanan).
Gambar 21
Supaya mendapatkan letak yang artistik apada tangkai, selanjutnya B2 direfleksikan pada garis vertikal sehingga diperoleh motif kangkung kaumbakan.
4. Pembelajaran Kesebangunan untuk SMP Sebelum pembelajaran siswa diinstruksikan untuk membuat beberapa motif batik yang sama dan memiliki ukuran yang berbeda (perbandingan sisi sama), mempersiapkan pensil dan kertas. Selanjutnya pada saat pembelajaran siswa diinstruksikan untuk membuat motif dengan menggunakan motif tersebut. Mulai dari sini siswa diinformasikan bahwa susunan motif-motif yang telah disusun menjadin batik merupakan bangunan-bangunan yang sebangun. Selanjutnya siswa diberikan kesempatan untuk menyimpulkan mengenai bangun yang sebangun. Di sini siswa diharapkan menemukan bahwa bangun yang sebangun merupakan bangun yang memiliki bentuk yang sama dan memiliki perbandingan ukuran sisi yang sebanding. Ulasan mengenai etnomatematika motif batik dan implementasinya dalam pembelajaran matematika diharapkan mampu memberikan beberapa gambaran yaitu, masyarakat berbudaya mampu melihat bahwa motif batik yang selama ini ada di sekitarnya mengandung konsep-konsep matematika, dan masyarakat tidak memandang kaku terhadap matematika, seperti yang terjadi selama ini, yaitu matematika dipandang sebagai ilmu yang kaku dan tidak bisa diganggu gugat.
5. KESIMPULAN Gambar 22
3. Pembelajaran Kekongruenan untuk SMP Sebagai persiapan pembeajaran, siswa diinstruksikan untuk mempersiapkan sketsa motif batik, pensil, dan kertas. Sedangkan pada saat pembelajaran, siswa diberikan kesempatan untuk membuat motif dari sketsa itu. Selanjutnya siswa diberikan informasi bahwa motif yang telah disusun menjadi batik merupakan bentuk bangun yang kongruen. Akhirnya siswa diberikan kesempatan untuk menyimpulkan mengenai bangun yang kongruen. Adapun simpulan yang diharapkan yaitu siswa menemukan bahwa bangun yang kongruen merupakan bangun yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama.
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa etnomatematika cocok dijadikan model pembelajaran matematika tingkat Sekolah Menengah Pertama karena saat masa remaja siswa dapat melihat atau merasakan hubungan dan sangkut paut antara berbagai macam hal. Hal itu membuat siswa bisa menyangkut pautkan antara pembelajaran matematika di sekolah dengan matematika yang ditemukan dikehidupan sehari-hari sehingga mempermudah siswa mengerti materi yang diajarkan. Sehingga, dapat membuat kemampuan matematika siswa meningkat dalam menyelesaikan soal penalaran dan pemecahan masalah. Hasil pembelajaran pun lebih bermakna karena hasil pembelajaran bisa dirasakan dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Perancangan media pembelajaran geometri berbasis etnik yang merupakan sebuah terobosan baru untuk menarik minat siswa dalam mempelajari geometri, yaitu dengan dibuatnya aplikasi Borobudur Smart Math, media pembelajaran geometri yang menyenangkan, dan fresh bagi generasi saat ini. Sehingga pembelajaran matematika akan lebih inovatif dan kontekstual. Selain itu, dengan adanya teknologi pendukung seperti komputer dapat memudahkan siapa saja untuk menggunakan Borobudur Smart Math tanpa menghilangkan esensi dari pembelajaran geometri itu sendiri. Etnomatematika pun telah tumbuh dan berkembang pada motif batik. Terdapat beberapa konsep matematika yang terkandung dalam motif batik. Konsep-konsep tersebut yaitu konsep simetri, transformasi (refleksi, translasi, rotasi, dan dilatasi), kekongruenan, dan kesebangunan. Etnomatematika motif batik dapat diimplementasikan dalam pembelajaran dikelas. Adapun pembelajarannya yaitu pembelajaran simetri lipat, transformasi, kekongruenan, dan kesebangunan dengan memasukkan
etnomatematika ke dalam pembelajaran memeberikan alternatif bagi pendidik dalam membelajarkan siswa mengenai konsep matematika. Selain itu juga dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa, yang akhirnya berdampak pada pembelajaran bermakna.
6. SARAN Pada tulisan ini, penulis memberikan saran-saran, diantaranya adalah meninjau manfaatnya yang dapat memotivasi siswa, guru sebaiknya memperkenalkan etnomatematika pada pembelajaran matematika formal, sebagai modal awal mengajarkan konsep matematika kepada siswa. Hasil tulisan ini dapat dijadikan ide alternatif proses pembelajaran matematika yang lebih inovatif dan kontekstual untuk sistem pendidikan di Indonesia. Penulisan ini belum terlalu banyak membahas tentang etnomatematika yang ada serta belum terlalu mendalam artinya masih perlu dikembangkan lagi, sehingga pembaca bisa ikut melengkapi bagian yang kurang menddalam untuk dijadikan penulisan lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA D’ Ambrosio, U. 1985. Ethnomathematics and its Place in the History and Pedagogy of Mathematics. For the Learning of Mathematics, 5(1), 44-47 D’ Ambrosio, U. 1999. Literacy, Matheracy, and Technoracy: A Trivium for Today. Mathematics Thinking and Learning, 1(2), 131-153 Hanafi, Miftah Rizqi, dkk. 2013. Borobudur Smart Math, Aplikasi Media Pembelajaran Geometri Berbasis Ethnomatematika. http://nec.rema.upi.edu/wp-content/uploads/sites/27/2013/11/16.BOROBUDUR-SMART-MATH-APLIKASI-MEDIA-PEMBELAJARAN-GEOMETRIBER BASIS-ETHNOMATEMATIKA.pdf. [diakses: 11/12/2014] Jahja, Y. 2012. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Karnilah, Nilah, dkk. 2013. Study Ethnomathematics: Pengungkapan Sistem Bilangan Masyarakat Adat Baduy. Krisna, Evi Dwi, dkk. 2012. Etnomatematika Batik dan Implementasinya dalam Pembelajaran Matematika. https://id.scribd.com/doc/99414333/Makalah-Seminar. [diakses: 11/12/2014] Lampiran Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun 2013. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsamnawiyah 2013. http://www.ikapidkijakarta.com/ikapiblog/wp-content/uploads/2013/08/06.-B.-Salinan-Lampir an-Permendikbud-No.-68-th-2013-ttg-Kurikulum-SMP-MTs.pdf. [diakses: 10/12/2014] Mulis, Martin, dkk. 2011. TIMSS 2011 International Results in Mathematics. http://timssandpirls.bc.edu/timss2011/downloads/T11IRMathematicsFullBook.pdf. [diakses: 10/12/2014] OECD, PISA 2009 Database. 2010. http://www.oecd.org/pisa/46643496.pdf. [diakses: 10/12/2014] Owens, K. 2012. Policy and Practices: Indigenous Voices in Education. Journal of Mathematics and Culture, 6(1), 51-75. Rachmawati, Inda. 2012. Eksplorasi Etnomatematika Masyarakat Sidoarjo. http://ejournal.unesa.ac.id/
index.php/mathedunesa/article/view/249/baca-artikel. [diakses: 10/ 12/2014] Sirate, Fatimah S. 2012. Implementasi Matematika. Jurnal Lentera Pendidikan, 15(1), 41-54. Suratno, J. 2013. Program Penelitian Ethnomathematics dan Implikasi Langsungnya dalam Pembelajaran Matematika. http://www.academia.edu/6714676/ProgramPenelitianEthnomathe maticsdanImplikasinyadalamPembelajaranMatematika. [diakses:06/12/2014] Wahyuni, A., Ayu A.W.T., Budiman S. 2013. Peran Etnomatematika dalam Membangun Karakter Bangsa. Makalah Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, PROSIDING (15), 113-118.