Penerapan Fuzzy Logic Dalam Industri LATAR BELAKANG.
1
KONSEP DASAR FUZZY LOGIC
2
PREMIS MAYOR
3
NN
: SI JOHAN ORANG GILA.
PN
10
MASALAH YANG DIHADAPI DARI SISTEM PENGENDALI (KONTROLER)
11
PENGENDALI LOGIKA FUZZY
12
MUTU KWALITAS TERBAIK DALAM KUANTITAS TERBANYAK PADA PRODUKSIVITAS
13
gambar1 ____________________________________________________________________________ 2
Latar Belakang. Manusia merupakan suatu makhluk yang dimana mempunyai kemampuan lebih dari makhluk hidup lainnya. Kemampuan lebih tersebut salah satunya adalah karena manusia mempunyai kemampuan berfikir. Banyak faktor yang membuat manusia memiliki kemampuan berfikir, diantaranya adalah : karena mempunyai daya intelegensia yang tinggi (IQ), mempunyai kemampuan untuk menetapkan asumsi, mempunyai daya cipta untuk menciptakan sesuatu, mampu menerima dan memberi ransangan untuk menyampaikan maksud dalam bentuk komunikasi, dan lain-lain. Salah satu kemampuan manusia yang merupakan kemampuan lebih lainnya dari makhluk hidup lainnya adalah manusia dapat berfikir dengan akal sehat. Apa yang dimaksud dengan akal sehat ? Akal sehat adalah salah satu kemampuan manusia untuk berpikir. Ada banyak yang termasuk di dalam akal sehat, dimana salah satunya adalah nalar dan logika.
Dalam tugas ini, hanya dibahas mengenai logika dengan penerapannya sebagai controler dalam bidang industri. Terutama mengenai logika Fuzzy (Fuzzy Logic) yang akan dibahas lebih lanjut di dalam pembahasan berikut.
Konsep Dasar Fuzzy Logic
gambar1
Bila kita mempelajari tentang logika secara lebih mendalam, maka akan disimpulkan antara nalar dengan logika memang sangat sulit dibedakan karena perbedaannya sangat tidak jelas. Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran tersebut mempunyai dasar kebenaran, maka proses berpikir tersebut harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan, dimana nilainya baru dianggap valid jika dilakukan dengan cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan tersebut disebut logika. Secara luas, logika dapat didefinisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir secara sahih”. Ada banyak macam logika, dimana pertama adalah logika konvensional. Cara berfikir dengan logika kuno ini menganut 2 sistem, yaitu induksi – yang dimana penarikan kesimpulan bersifat umum dari contoh atau sample yang sifatnya khusus, dan deduksi – yang dimana penarikan kesimpulan bersifat khusus dari suatu fakta umum. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang disebut silogismus. Silogismus disusun atas dasar dua pernyataan sebagai variabel masukan (input) dengan menghasilkan sebuah kesimpulan (output). Kedua pernyataan sebagai variabel masukan tersebut mempunyai kedudukan tersendiri masing-masing yang disebut premis. Premis ini dibedakan atas dua, yaitu : •
Premis Mayor, merupakan suatu variabel utama sebagai konstanta yang menerangkan, pembicaraan.
dimana
premis
mayor
merupakan
ketentuan
atau
konteks
•
Premis Minor, merupakan suatu variabel persoalan yang diterangkan atau mempunyai kedudukan sebagai variabel bebas.
Sebagai sebuah contoh diberikan permasalahan silogismus berikut ini : Premis Mayor : Si Johan orang gila. Premis Minor : Si Johan temannya si Bau.
Kesimpulan : Yang berteman dengan si Bau pasti orang gila. Dari logika “gaya konvensional” tersebut mempunyai banyak sekali kelemahan dan kesalahan pada pemikiran, karena kedua-duanya dilakukan secara empirik. Beberapa kesalahan berpikir tersebut adalah : Petitio Principii, Circulus Vitiosus, Pengertian Berganda, Metabasis Eis Allo Genos, Loncatan Analogi ke Kesamaan dan lainnya. Di sini tidak dibahas lebih lanjut mengenai kesalahan berpikir yang disebabkan oleh kelemahan logika konvensional tersebut. Kemudian berkembanglah suatu pola pemikiran berdasarkan suatu bentuk logika modern, yaitu logika Boolean. Dalam logika Boolean, hasil yang didapatkan bersifat pasti, dengan didukung oleh suatu penarikan kesimpulan dari gerbang pemikiran yang pasti dan tertentu. Misalnya kesimpulan yang ditarik antara pilihan “dan” serta “atau”. Hasil yang disimpulkan hampir pasti, dimana bila ada pernyataan “putih dan tinggi”, maka jika suatu variabel kondisi yang dimasukkan adalah “pendek dan putih”, maka disimpulkan tidak memenuhi persyaratan (A∧B, A=0, B=1, kesimpulan=0), sebaliknya apabila pernyataan syarat tersebut adalah “putih atau tinggi”, jika suatu variabel yang dimasukkan adalah “pendek dan putih”, maka variabel tersebut memenuhi persyaratan (A∨B, A=0, B=1, kesimpulan=1). Logika Boolean ini bentuknya terlalu sederhana, hingga memungkinkan apabila diperlukan untuk menentukan suatu kondisi pengambilan keputusan yang rumit, logika ini sangat tidak efisien dan membentuk banyak sekali pengandaian yang membuat rumit struktur berpikir sehingga menyebabkan pengambilan keputusan dilakukan dengan waktu yang lama. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dipakailah Multi Level Logic, dimana logika tersebut memungkinkan percabangan keputusan atas pengambilan kesimpulan dari kondisi yang diberikan. Multi Level Logic merupakan sebuah bentuk logika yang memungkinkan untuk berbagai macam kemungkinan hasil yang dihasilkan dari sebuah variabel tertentu. Namun hasil yang didapat hanya berupa sebuah keputusan tertentu, yang dimana hasilnya hanya berupa sebuah (atau satu) hasil. Logika semacam ini lebih efisien dari logika Boolean, namun tetap saja pemakaiannya tidak efisien dan
pengambilan keputusannya berlangsung lama, karena keterbatasan kemungkinan hasil yang dikeluarkan. Untuk sebuah otomatisasi yang rumit, dimana keputusan dibutuhkan dalam waktu yang sangat cepat dengan memakai variabel masukan yang sangat banyak, mengharuskan kinerja sebuah logika yang “mendekati” cara berpikir manusia (nalar). Pendekatan tersebut dapat dimungkinkan dengan memakai asas kerja logika Fuzzy. Logika Fuzzy (Fuzzy Logic) merupakan sebuah pendekatan logika yang dimana logika tersebut merupakan wajud nyata dari daya nalar manusia. Dalam penalaran manusia, misalnya sebuah definisi “panas” tidak hanya berupa “ya” dan “tidak”, dimana manusia dapat mendefinisikan “panas” tersebut sebagai sesuatu yang “tidak panas”, “kurang panas”, “sedang-sedang”, “cukup panas” dan “sangat panas”. Bahkan untuk pernyataan “agak panas” dan “cukup panas” mengandung unsur subyektif karena tergantung dari selera orang, yang dimana dapat dijabarkan oleh sebuah presentase pernyataan “hangat”. Cara berpikir atas daya nalar inilah yang diterapkan dalam logika Fuzzy. Gagasan dasar dari logika Fuzzy adalah derajat keanggotaan, dimana derajat tersebut merupakan suatu presentase dari himpunan Crisp sebagai masukan (input) dengan memakai logika Fuzzy menghasilkan suatu himpunan Crisp hasil (output) yang dimana tidak dapat dijabarkan dalam logika Boolean. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa logika Fuzzy meniru cara berpikir manusia yang disebut nalar, dimana nalar dapat menjelaskan dan mengidentifikasi sesuatu secara otomatis. Logika Fuzzy merupakan logika yang menyimpulkan atas presentase, dimana dasar dari logika tersebut adalah suatu teori himpunan yang berdasarkan presentase anggota-anggota dari semesta yang dikelompokkan dan membentuk suatu himpunan. Presentase anggota-anggota himpunan yang dipandang sebagai suatu deret hitung tertentu tersebut kemudian dihitung untuk dijadikan asas dasar pengambilan kesimpulan dari variabel kondisi yang menjadi masukkan (input). Sebagai contoh dapat diperlihatkan dalam perhitungan statistik dari tabel berikut ini : Misalkan didapatkan data tentang pendapat dari sebuah semesta yang dianggap 1 bagian (100%) seperti sebagai berikut :
Umur 5 10
F1=BAYI F2=MUDA F3=Dewasa F4=TUA 1 1 0 0 0.1 1 0.1 0
20 30 40 50 60 70 80
0 0 0 0 0 0 0
0.8 0.5 0.5 0.2 0.1 0 0
0.2 0.8 1 1 1 1 1
0.1 0.5 0.8 1 1 1 1
Hal ini dapat dijelaskan sebagai : •
Untuk umur 5 tahun, semua orang sepakat untuk mengatakan “bayi” dan mempunyai pendapat “muda”. Namun tidak ada yang mengatakan bahwa umur 5 tahun sudah “dewasa”, apalagi sudah “tua”.
•
Untuk umur 10 tahun, sekitar 10% dari responden menjawab masih “bayi”, 10% dari responden menjawab sudah dapat dikatakan “dewasa”. Namun seluruh responden sepakat bahwa umur tersebut dapat dibilang “muda” dan tidak ada satupun yang berpendapat bahwa umur tersebut disebut sudah “tua”.
•
Untuk umur 20 tahun, sekitar 80% dari responden berpendapat masih disebut “muda”, 20% dari responden berpendapat bahwa umur tersebut sudah “dewasa” dan bahkan 10% dari responden berpendapat bahwa umur tersebut sudah dapat dikatakan sebagai orang “tua”. Namun tidak ada seorang respondenpun yang berpendapat bahwa umur 20 tahun dikatakan masih “bayi”.
•
Dan seterusnya. Dari hasil penjabaran dari penalaran tersebut dapat disusun beberapa hal, yaitu :
•
Sebuah semesta yang disebut “pemahaman umur manusia”
•
U = sebuah konstanta pengukuran umur = {5 tahun, 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun, 40 tahun, 50 tahun, 60 tahun, 70 tahun}
•
F1
= merupakan sebuah fungsi dari ukuran bayi, = {(5,1),(10,0.1),(20,0),(30,0),(40,0),(50,0),(60,0),(70,0),(80,0)} = (1.0/5)+(0.1/10)+(0/20)+(0/30)+(0/40)+(0/50)+(0/60)+(0/70)+(0/80)
•
F2
= merupakan sebuah fungsi untuk ukuran muda, = {(5,1),(10,1),(20,0.8),(30,0.5),(40,0.5),(50,0.2),(60,0.1),(70,0),(80,0)} = (1/5)+(1/10)+(0.8/20)+(0.5/30)+(0.5/40),(0.2/50)+(0.1/60)+(0/70)+ (0/80)
•
Dan seterusnya.
Disini dapat dilihat, bahwa Fuzzy Logic membantu untuk menjabarkan tentang “nalar”, dimana ketentuan yang diberikan terlalu luas dan abstrak, yaitu mengenai ukuran “bayi”,
“muda”, “dewasa” dan “tua”, dimana banyak pendapat yang sebenarnya hasilnya itu tergantung pada “menurut pendapat pribadi” yang bersifat subyektif. Namun pendapat pribadi yang bersifat subyektif tersebut dapat ditransformasikan dan dijabarkan dalam bentuk matematika dengan menggunakan logika Fuzzy, dimana bentuk penjabaran tersebut merupakan suatu fungsi deret dari presentase pendapat. Oleh karena merupakan suatu fungsi deret dari himpunan, maka logika Fuzzy mempunyai beberapa bagian, yaitu : •
Penyokong (Support), dimana penyokong tersebut adalah : ¾ Support untuk bayi = {5,10} ¾ Support untuk muda = {5,10,20,30,40,50,60} ¾ Support untuk dewasa = {10,20,30,40,50,60,70,80} ¾ Support untuk tua = {20,30,40,50,60,70,80}
•
Titik tengah (Cross Over Point) yang merupakan bagian umum (rata-rata) dari keseluruhan presentase (jadi presentase yang sering muncul). Dalam hal ini titik tengah tersebut adalah 0.5.
•
Potongan α (α - Cut), dimana kondisi yang terjadi adalah : •
Untuk presentase yang tidak mutlak, maka besarnya α - cut adalah banyaknya presentase yang terjadi dalam dua kondisi. Jadi α - cut merupakan presentase maksimum.
•
Sedangkan untuk presentase yang diperoleh secara mutlak dalam sebuah kondisi, dimana himpunan Fuzzy F mempunyai penyokong S dimana μF(μ) = 1; μ Є S, maka himpunan Fuzzy tersebut disebut himpunan Fuzzy tunggal (Singleton). Dalam pembahasan tersebut di atas, jelaslah bahwa operasi logika yang
berdasarkan Fuzzy Logic merupakan logika yang berbeda dengan logika Boolean. Jika Logika Boolean dengan operasi Multi Level Logic-nya tersebut hanya mengenal “ada” (1) dan “tidak” (0), maka logika Fuzzy mempunyai harga antara “tidak” (0) sampai dengan “ada” (1) yang diinterpretasikan dalam bentuk presentase majemuk. Ada beberapa alasan mengapa sistem kendali cocok untuk penerapan logika Fuzzy, yaitu : •
Tidak tersedianya model matematika.
•
Sistem kontinu, sulit ditransformasikan secara deskrit.
•
Adanya operator yang menyediakan aturan kendali.
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai aplikasi kontroler berbasis logika Fuzzy, ada baiknya kalau didefinisikan terlebih dahulu mengenai input dan output dalam logika Fuzzy sebagai kontroler. Himpunan Crips X (INPUT)
Himpunan Crisp Y (OUTPUT)
Matrix Relasi
Matrix relasi ini merupakan suatu pemecahan dengan Fuzzy Logic, dimana matrix tersebut dijabarkan dengan rumusan :
M = ∑ μA (x) Λ μB (y) / (x.y) x× y
x × y = {(x,y) │x Є X, y Є Y│} Dengan demikian, maka dapat disimpulkan mengenai konfigurasi dasar dari kendali berbasis logika Fuzzy, seperti yang tertera pada diagram berikut : Transformasi Crips ke Fuzzy (Fuzzifikator)
Inferensiator
Trasformasi Fuzzy ke Crips (Defuzzifikator)
Fungsi Derajat Keanggotaan Input
Aturan dasar Fuzzy (Bank MAF)
Transformasi Derajat Keanggotaan
(OUTPUT)
Secara umum, pengendali logika Fuzzy terdiri atas empat bagian : 1. Fuzzifikasi, yang mengubah besaran Crisp (analog) menjadi besaran Fuzzy. 2. Mesin Inferensi, yang melakukan logika pengambilan keputusan. 3. Basis pengetahuan, yang berisi aturan dan kaidah fuzzy yang terdiri dari fungsi keanggotaan sinyal masukan dan basis aturan kendali dalam bantuk Memory Associative Fuzzy (MAF). 4. Defuzzifikasi, yang mengubah besaran fuzzy yang dihasilkan menjadi besaran analog sebagai sinyal kendali yang akan dikirimkan kepada aktuator. Untuk menjelaskan lebih rinci pada sistem pengendali Fuzzy tersebut, dapat dijelaskan dalam diagram berikut di bawah ini :
Sinyal Masukan S
Proses Fuzzifikasi Sinyal S
A1
A2
1 • •
a b
A1 pada derajat a A2 pada derajat b
e
Basis Data MAF Jika masukan = A1, maka keluaran = C1 Jika masukan = A2, maka keluaran = C2
Proses Inferensi dan Pengambilan Keputusan
C1 1 C2
Proses Defusifikasi C1 dan C2
M
Sinyal Keluaran M
Gambar di atas memperlihatkan diagram kendali berbasis logika Fuzzy. Sinyal masukan tunggal S, masuk ke dalam pengendali dan mengalami proses fuzzifikasi, yang menghasilkan 2 buah besaran Fuzzy, yaitu : •
A1 dengan derajat keanggotaan a.
•
A2 dengan derajat keanggotaan b.
Kedua besaran Fuzzy tersebut akan diproses berdasarkan kaidah yang telah ditetapkan di dalam mesin inferensi dan berdasarkan tabel MAF akan dihasilkan keluaran Fuzzy C1 dan C2. Dengan proses defuzzifikasi, besaran C1 dan C2 akan dikonversikan menjadi besaran analog M sebagai sinyal kendali yang akan diberikan kepada aktuator. Untuk mengendalikan sistem.
Lebih lanjut, sebagai suatu bagian proses dari sistem pengendali berbasis logika Fuzzy, maka perlu untuk dijelaskan mengenai apa dan bagaimana fuzzifikasi dan defuzzifikasi. Fuzzifikasi adalah suatu cara yang memanipulasi data/informasi masukan yang merupakan sebuah besaran analog ke dalam pengendali fuzzy dengan memakai teori himpunan Fuzzy (logika fuzzy). Fuzzifikasi didefinisikan sebagai suatu pemetaan dari suatu daerah input (disebut daerah input, karena input tersebut merupakan besaran analog yang tidak mempunyai batasan yang pasti dan jelas, namun mempunyai besar tenggang atau range daerah besaran) yang diamati ke dalam himpunan-himpunan fuzzy dalam suatu semesta input tertentu. Fuzzifikator sebagai pelaksana fuzzifikasi ini berfungsi untuk : •
Mengukur nilai dari variabel masukan u(k).
•
Memetakan skala yang akan mengubah rentang besaran analog tersebut ke dalam himpunan semesta yang sesuai.
•
Mengubah data masukan analog tersebut ke dalam nilai-nilai linguistik yang bersesuaian dengan derajat keanggotaan tertentu, dan akan menjadi label bagi himpunan Fuzzy yang akan diproses oleh mesin inferensi. Fuzzifikasi ini merupakan suatu hal yang penting dan merupakan sebuah
langkah awal (atau lebih tepat merupakan langkah persiapan), dimana fuzzifikasi merupakan suatu penterjemahan dari bahasa natural yang penuh ketidakjelasan dan ketidakpastian ke dalam himpunan yang terdefinisi. Sistem pengendali logika Fuzzy memiliki 2 jenis masukan, yaitu e(t) dan Δe(t). Kedua input tersebut merupakan input Crisp yang tidak dapat dimengerti oleh pengendali fuzzy. Masukan yang dapat dimengerti oleh pengendali fuzzy merupakan input yang berbentuk linguistik, sehingga perlu proses fuzzifikasi. Masukan tersebut akan dikelompokkan sesuai daerah linguistik (definisi) yang ada, yaitu : •
Positif (P).
•
Positif Nol (PN).
•
Negatif Nol (NN).
•
Negatif(N).
Keempat daerah ini disebut fungsi anggota himpunan fuzzy. Derajat Keanggotaan μe(t), μΔe(t)
N
1
P
NN
BB
TT
PN
BA
e(t).Δe(t)
Jika masukan sudah dimengerti oleh pengendali Fuzzy, maka pengendali ini dapat mengolahnya dan menghasilkan keluaran yang diinginkan. Keluaran yang diperoleh juga dalam bentuk linguistik, karena pada aturan dasar fuzzy, pernyataan kondisional fuzzy juga menggunakan fungsi linguistik. Fungsi keanggotaan dari keluaran ini dapat dikelompokan dalam : •
Positif (P).
•
Positif Nol (PN).
•
Negatif Nol (NN).
•
Negatif(N). Hal tersebut mengharuskan untuk mengubah besaran Fuzzy yang dihasilkan
menjadi besaran analog sebagai sinyal kendali yang akan dikirimkan kepada aktuator. Pada dasarnya, defuzzifikasi berfungsi untuk pemetaan skala, yang mengubah jangkauan nilai dari variabel-variabel keluaran ke semesta yang bersesuaian dimana merupakan suatu kendali non-fuzzy dari aksi kendali fuzzy.
Proses ini mempubnyai bentuk : yo = defuzzifikator (y), dimana y adalah aksi kendali (masih berupa besaran fuzzy), yo adalah aksi kendali tersebut dalam besaran Crisp dan defuzzifikator adalah operator defuzzifikasi.
N
P NN
-0,9
-0,3
PN
0
0,3
0,9
Masalah Yang Dihadapi dari Sistem Pengendali (Kontroler) Di bawah ini diperlihatkan blok diagram sistem pengendali lingkar tertutup. Pengendali menghasilkan sinyal pengendali yang biasa disebut MV (Manipulated Variable) karena proses pengambilan keputusan bekerja dengan merekayasa (memanipulasi) sinyal masukan referensi yang biasa disebut SP (Set Point) dengan mempergunakan sinyal pengendali sehingga akibat rekayasa tersebut tercipta sinyal keluaran dari proses yang biasa disebut PV (Product Variable). Namun pada kenyataannya, proses pengendali tersebut tidak dapat berjalan mulus, karena adanya sinyal lain yang mempengaruhi proses yang akan dikendalikan, yaitu disturbance (sinyal gangguan) yang bersifat acak. Pengendali harus mampu untuk mengatasi sinyal gangguan tersebut agar sinyal tersebut tidak mempengarushi keluaran dari proses yang dikendalikan.
Disturbances
Controller
Proses Feedback
Ada beberapa tuntutan utama dari sistem pengendali pada sebuah sistem operasi, yaitu : •
Sistem pengendali harus stabil.
•
Sistem pengendali harus cepat tanggap dan memiliki respon yang baik, dimana respon tersebut tidak mengandung “overshoot”.
•
Sistem pengendali harus memiliki kemampuan menghilangkan error dan memiliki toleransi sekecil mungkin terhadap nilai yang dikehendaki. Dalam arti bahwa nilai yang dihasilkan dari suatu proses pada sistem pengendali membunyai jarak batasan yang harus akurat dan sedetil mungkin. Masalah yang sering dihadapi dalam sistem pengendali dengan menggunakan
tipe pengendali konvensional (PID-Controler dan Model Reference Adaptive Control / MRAC) untuk dapat mengendalikan sesuatu, terlebih dahulu harus “diterjemahkan” dari logika konservatif (nalar) kepada logika modern dengan cara menemukan model matematis dari proses yang memformulasikan hubungan kondisi (input) dan hasil yang dikehendaki (output) yang dimana sangat sulit sekali mendapatkan model matematis
dari formulasi hubungan tersebut. Yang umum dilakukan adalah melalui pendekatan sistem orde satu (digitalisasi) dimana banyak parameter dari suatu proses terabaikan (tidak akurat). Selain itu, banyak proses non-linier (percabangan proses pengambilan keputusan) yang menyebabkan memiliki waktu tunda yang reltif besar sehingga proses sangat tidak efisien dan menuntut teknologi prosesor (alat pemeroses kondosikesimpulan) yang sangat cepat dan canggih sehingga terjadi pembengkakan modal produksi.
Pengendali Logika Fuzzy Logika Fuzzy merupakan pengembangan dari teori himpunan Fuzzy yang dikembangkan oleh Zadeh. Prinsip dasarnya seperti yang telah dikemukakan tersebut di atas, bahwa logika Fuzzy berbeda dengan logika digital biasa yang hanya mempunyai harga “nol” dan “satu”, tetapi meniru cara nalar manusia dengan kesamaran suatu nilai yaitu memberikan nilai dari “nol” hingga “satu” dengan prinsip presentase. Dibawah ini merupakan gambar dari konfigurasi dasar suatu pengendali berbasis logika Fuzzy.
Fuzzifikator
Inferensiato r
Defuzzifikato
r
Plant
Delay Fungsi derajat Keanggotaan Input
Fungsi derajat Aturan Keanggotaan dasar Output Fuzzy Ada beberapa keuntungan penerapan logika Fuzzy di dalam sistem kendali :
1. Segi teoritis : Pada banyak sistem kendali model matematika sulit untuk di dapat, sedangkan pegendalian pada sistem tersebut dapat dilakukan oleh seorang operator. Hal ini membuat otomatisasi sulit dilakukan, padahal dibutuhkannya otomatisasi didasari oleh kebutuhan fasilitas dan kemudahan dalam rangka perampingan modal produksi dan mempercepat serta mempermudah proses produksi. Jalan keluarnya adalah dengan menerapkan kendali berbasis logika Fuzzy yang mengadaptasi cara berpikir manusia ke dalam sistem pengendali.
Kendali Fuzzy memberikan suatu pengendalian yang tidak linier. Dengan pemilihan secara cermat untuk parameter-parameter dari pengendali Fuzzy, maka akan selalu ada cara untuk merancang sebuah pengendali Fuzzy untuk sebuah sistem yang tidak linier. 2. Segi Praktis Sistem kendali berbasis Fuzzy Logic mudah dimengerti karena teknik ini menyamai strategi kendali dari nalar seorang manusia, dimana prinsip-prinsip yang mendasarinya dapat dimengerti oleh seseorang yang bahkan bukan seorang spesialis dalam pengendali. Hal ini dapat dimungkinkan karena dalam Fuzzy Logic sebagai dasar utama pengendali Fuzzy mengijinkan pararelisme dalam tingkat tinggi sehingga makin banyak ide-ide dan gagasan yang terealisasi berkat fasilitas sistem pengendali Fuzzy.
Mutu Kwalitas Terbaik Dalam Kuantitas Terbanyak Pada Produksivitas Yang Ekonomis Dengan Fuzzy Logic Penerapan dari intelegensia buatan (Artificial Intellegence/AI) dalam industri kertas dan pengolahan bahan kayu berdasarkan pada proyek penelitian berskala internasional dimana Siemens, sebagai pemasok teknologi otomatisasi benar-benar berkecimpung. Dengan cakupan kerja EU’s CLEAN research project, sistem selular dipergunakan untuk memprediksi kwalitas kertas pada Pabrik Kertas Roermond Paper di Negara Belanda. Biasa dipergunakan metode muktahir untuk penelitian per kasus dengan aturan produksi dari sekian banyak data yang diimplementasikan. Dalam EU’s IQ Project, sebuah fuzzy sistem memberikan perencanaan bagi operator untuk melaksanakan tentang bagaimana menjalankan sebuah pabrik pengolahan hasil kayu untuk mendapatkan banyaknya pemenuhan permintaan (kwantitas) produksi secara maksimal tanpa mengorbankan mutu kwalitas bahan. Di lain proyek EU yang disebut BEST, sebuah fasilitas pengolahan ramah lingkungan dikembangkan dengan pelaksanaan pekerjaan produksi yang tidak menggunakan Chlorine dan zat ber-chlorine. Pengerjaan tanpa Chlorine membutuhkan keseriusan dalam proses kontrol yang presisi, dimana dapat dilaksanakan dengan kombinasi antara Fuzzy Logic dengan sistem sistem jaringan kerja selular (neural network). Sejak tahun 1965 lampau, teori Fuzzy Logic memperkenalkan gubungan urutan proses spesifikasi informasi dan penerapan strategi bahasa kontrol dalam konsep mengenai otomatisasi. Proyek penelitian dan beberapa sistem operasi yang sebenarnya
dalam jaminan atas pelayanan instalasi yang dilakukan oleh Siemens menunjukkan bahwa pengembangan jamak secara serentak dan optimalisasi dalam produksi dapat dicapai dengan mempergunakan Fuzzy Logic. Pengembangan teknologi ramah lingkungan tersebut dalam metode mengenai produktivitas pembuatan barang tersebut dapat diwujudkan sesuai dengan pengembangan kwalitas produksi dengan diikuti oleh banyaknya hasil produksi yang dihasilkan secara maksimal. Sebuah permanent aturan yang tersusun dijalankan berdasarkan kombinasi dari aplikasi Fuzzy Logic dengan pengembangan dalam bidang teknologi informasi dari Siemens. Kombinasi tersebut menjanjikan solusi yang sebanyak-banyaknya yang menjadi pimpinan dari perencanaan yang kompetitif dan mutu kwalitas produksi yang setinggi-tingginya. Fuzzy Logic juga mengkonservasi sumber daya. Sebuah fasilitas boiling dari produksi di bidang pengolahan kayu di Portugis misalnya, telah memakai Fuzzy Logic untuk mereduksi pemakaian energi hingga 14% dan telah mereduksi randemen (sisa kayu dari aktifitas produksi yang terbuang) hingga 80% dimana terdapat peningkatan hasil produksi hingga 15%. Salah satu tipe aplikasi dari Fuzzy Logic lainnya adalah dalam pengolahan air (pemurnian air, seperti yang diusahakan oleh PT PAM Jaya) termasuk dalam otomatisasi pengambilan dari proses presipitan dalam rangka menghilangkan bahan kimia fosfat dari air dan pengisisan oksigen dalam rangka proses oksigenisasi. Fuzzy Logic juga memberikan keuntungan atas efisiensi dari pemakaian energi. Sebuah penelitian untuk sebuah