PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID 1. Perawatan Umum dan Nutrisi Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis jelas, sebaiknya dirawat di rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan lainnya. Tujuan perawatan adalah: - Optimalisasi pengobatan dan mempercepat penyembuhan - Observasi terhadap perjalanan penyakit - Minimalisasi komplikasi - Isolasi untuk menjamin pencegahan terhadap pencemaran dan kontaminasi a. Tirah Baring Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. b. Diet Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah selulosa (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid, diklasifikasikan atas: diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa. c. Nutrisi (cairan) Penderita harus mendapat terapi cairan yang cukup baik secara oral maupun parenteral. Pemberian parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, terdapat komplikasi, sulit makan dan penurunan kesadaran. 2. Terapi simptomatik Terapi simtomatis dapat diberikan dengan pertimbangan untuk memperbaiki keadaan umum penderita: - Roboransia/Vitamin - Antipiretik. Paracetamol 500 mg tablet. - Antiemetik 3. Terapi Defenitif Terapi defenitif yang diberikan adalah pemberian antibiotik. Antibiotik lini pertama yang diberikan adalah - Kloramfenikol - Ampisilin atau amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang hamil) - Trimetroprim-sulfametoxazole (Kotrimoxazole) Bila pemberian antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti dengan golongan antibiotik yang lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu: - Seftriakson - Sefiksim - Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak <18 tahun karena dinilai mengganggu pertumbuhan tulang). Bila penderita dengan riwayat pernah mendapat tifoid serta predisposisi untuk carier, maka pengobatan pertama adalah pemberian quinolone selama 4 minggu (Ciprofloxaxin 2x750 mg atau Norfloxacin 2x400mg). Bila penderita dengan keadaan klinis berat sampai toksik atau syok septik, maka pemberian antibiotik harus ganda dan diberikan secara parenteral (Ampicilin dengan kloramfenikol, dan ditambah denga pemberian kortikosteroid dexametasone dosis 4x10 mg).
Tabel 1. 1 Antibiotik untuk Penderita Tifoid
PENCEGAHAN DEMAM TIFOID Strategi pencegahan yang dipakai adalah untuk selalu menyediakan makanan dan minuman yang tidak terkontaminasi, higiene perorangan terutama menyangkut kebersihan tangan dan lingkungan, sanitasi yang baik, dan tersedianya air bersih sehari-hari. Strategi pencegahan ini menjadi penting seiring dengan munculnya kasus resistensi. Selain strategi di atas, dikembangkan pula vaksinasi terutama untuk para pendatang dari negara maju ke daerah yang endemik demam tifoid. Vaksin-vaksin yang sudah ada yaitu: - Vaksin Vi Polysaccharide Vaksin ini diberikan pada anak dengan usia di atas 2 tahun dengan dinjeksikan secara subkutan atau intra-muskuler. Tersedia dalam alat suntik 0,5 ml yang berisi 25 mikrogram antigen Vi. Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan direkomendasikan untuk revaksinasi setiap 3 tahun. Vaksin ini memberikan efikasi perlindungan sebesar 70-80%. - Vaksin Ty21a Vivotif Berna Vaksin oral ini tersedia dalam sediaan salut enterik dan cair yang diberikan pada anak usia 6 tahun ke atas. Vaksin diberikan 3 dosis yang masing-masing diselang 2 hari, satu jam sebelum makan. Antibiotik dihindari 7 hari sebelum dan sesudah vaksinasi. Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan memberikan efikasi perlindungan 67-82%. - Vaksin Parenteral sel utuh: Typa Bio Farma Vaksin ini mnegandung sel utuh Salmonela Typhi yang dimatikan yang mengandung kurang lebih satu miliyar kuman/mililiter. Dikenal 2 jenis vaksin yaitu: 1. K Vaccine (Aceton in Activated). Daya proteksinya adalah 79-89%. 2. L Vaccine (Heat in activated) Dosis kedua vaksin untuk dewasa: 0,5 ml, anak 6-12 tahun: 0,25 ml, anak 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval selama 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu dan bengkak, dengan nyeri pada bekas suntikan. PROGNOSIS DEMAM TIFOID Prognosis adalah bonam, namun ad sanationam dubia ad bonam, karena penyakit dapat terjadi berulang. Daftar pustaka: 1. Widodo D. 2014. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI. Jakarta:Interna Publishing 2. Nelwan RHH. 2012. Tatalaksana Terkini Demam Tifoid. Dalam jurnal Continuing Medical Education, di unduh dari: http://www.kalbemed.com/portals/6/05_192cme_1%20tata%20laksana%20terkini %20demam%20tifoid.pdf 3. DEPKES. 2006.
Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.
Di unduh dari:
perpustakaan.depkes.go.id:8180/handle/.../1262
4. Ikatan Dokter Indonesia. 2014. Demam Tifoid. Dalam Buku Pedoman Praktis Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. 5. WHO. 2003. The Diagnosis, Treatment And Prevention Of Typhoid Fever. Jurnal WHO di unduh dari: http://www.who.int/rpc/TFGuideWHO.pdf
6. Alberta Health. 2014. Typhoid Fever. Dalam Jurnal Public Health Notifiable Disease Management Guidelines. Di unduh dari: www.health.alberta.ca/documents/Guidelines-Typhoid-Fever-2014.pdf