Pemeriksaan HCV (Hepatitis C Virus ELISA)
Hari/Tanggal praktikum
: Jumat, 10 Oktober 2014
Tempat
: Unit Donor Darah RSUP Sanglah
I.
TUJUAN 1. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa dapat mengetahui prosedur pemeriksaan HCV dengan menggunakan metode ELISA secara manual.
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Untuk mengetahui cara pemeriksaan HCV metode ELISA manual b. Untuk mengetahui adanya antibody terhadap virus Hepatitis C dalam plasma pasien
II. METODE
Metode yang digunakan dalam praktikum adalah ELISA manual dengan reagen Hepanostika HCV ultra.
III. PRINSIP
Hepanostika HCV Ultra menggunakan immunosorbent yang terikat pada dasar sumur yang terdiri dari peptide sintetik khusus untuk mengikat antigen yang sangat antigenic pada segmen inti, NS3, NS4, dan NS5 pada daerah dari Hepatitis C virus. Adanya HCV antibody spesifik pada sampel akan mengikat immunosorbent. Proses pencucian dilakukan untuk menghilangkan antibody terikat dan komponen serum lainnya. Peroxidase conjugated antibody spesifik human igG ditambahkan ke setiap sumur. Kemudian conjugate ini akan berekasi dengan antibody terikat. Setelah pencucian kedua dimasukkan TMB ke dalam setiap sumur. Sebuah warna biru akan berkembang sesuai jumlah antibody HCV yang ada pada serum. Reaksi enzim-substrat diakhiri dengan penambahan asam sulfat yang memberikan warna kuning. Perubahan warna yang terjadi di masig-masing sumur diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 450 nm. Reaksi reaktif adalah specimen dengan nilai absorbansi lebih besar atau sama dengan nilai cut off.
IV. DASAR TEORI A. Hepatitis
Penyakit yang yang mempengaruhi hati meliputi kelainan sekunder sekunder pada
berbagai
penyakit sistemik dan kelainan primer yang lebih spesifik bagi hati itu sendiri. Ada beberapa penyakit p enyakit yang ditemukan akibat gangguan gan gguan hati h ati antara lain hipertensi porta, pirav vena-porta, sistemik splenomegali, ikterus/jaundice/penyakit kuning, sirosis, dan hepatitis. Dari beberapa contoh ini yang paling sering dijumpai dalam beberapa kasus adalah hepatitis. Hepatitis adalah peradangan pada hati. Penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi atau toksin termasuk alcohol, dan dijumpai pada kanker hati. Hepatitis disebabkan oleh virus. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menyebabkan hepatitis (Firefly, 2010).
B. Hepatitis C
a. Pengertian Penyakit hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV = hepatitis C virus). HCV adalah virus RNA yang digolongkan dalam Flavivirus bersama-sama dengan cirus hepatitis G, Yellow fever, dan Dengue. Virus ini umumnya masuk ke dalam darah melalui transfusi atau kegiatan-kegiatan yang memungkinkan virus ini langsung terpapar dengan sirkulasi darah. Kehadiran virus hepatitis C di organ hati memicu dikeluarkannya sistem kekebalan tubuh yang mengakibatkan proses peradangan. Proses peradangan yang terus-menerus mengakibatkan penumpukan jaringan parut di hati. Maka terjadilah apa yang dinamakan sirosis hati.. Hati yang menjadi sirotik dapat gagal melakukan fungsinya secara normal. Hal ini disebut dengan gagal hati. Gagal hati dapat mengakibatkan banyak komplikasi penyakit, bahkan kematian. Selain itu sirosis sirosis hati juga meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker hati.
b. Cara Penularan Yang paling umum dari penyebaran virus hepatitis C adalah penggunaan jarum suntik yang sama secara berganti-gantian dari satu orang kepada yang lain. Hal ini
sering terjadi pada pecandu narkoba yang kurang peka akan kesterilan alat suntik yang mereka gunakan. Alat suntik yang aman digunakan adalah alat suntik baru yang steril dan dipakai hanya untuk sekali pakai untuk satu orang saja. Alat tatto dan tindik yang tidak steril juga beresiko untuk menularkan virus ini. Selain itu penggunaan sikat gigi, alat cukur, gunting kuku, alat facial dan alat-alat yang memungkinkan kontaminasi dengan darah lainnya secara bersama-sama juga beresiko. Cara penularan yang lain adalah kecelakaan yang terjadi di laboratorium atau rumah sakit/klinik pada petugas kesehatan yang tangannya secara tak sengaja tertusuk jarum bekas pasien penderita hepatitis C (1,8%). Yang juga berisiko adalah hubungan seksual tanpa kondom dengan pasangan yang mengidap hepatitis C (1-4%). Penularan dari ibu kepada anak yang dikandung dan dilahirkannya juga memungkinkan (sekitar 4 dari 100 anak yang lahir dari ibu yang terinfeksi). Sedangkan penularan lewat air susu ibu yang menderita hepatitis C kepada bayi yang disusuinya belum pernah dilaporkan sehingga ASI dianggap aman. Meski demikian bila terjadi luka di sekitar puting ibu atau si ibu juga mengidap HIV, menyusui tidak boleh dilakukan. Palang Merah Indonesia (PMI) saat ini sudah melakukan screening virus hepatitis C terhadap tiap sampel darah dari donor untuk mencegah penularan lewat transfusi darah. Untuk hubungan sosial seperti berjabat tangan, berpelukan, berciuman, menggunakan alat makan dan minum yang sama, menggunakan jamban dan kamar mandi yang sama secara wajar tidak menularkan virus hepatitis C. Oleh sebab itu dalam merawat dan berhubungan sosial dengan keluarga atau sahabat yang menderita hepatitis C kita tidak perlu ragu atau kawatir. Mereka sangat membutuhkan perhatian dan suport dari kita (Firefly, 2010).
c. Gejala Orang yang mulai terinfeksi virus Hepatitis C, sekitar 75% tidak menunjukkan gejala sakit. Kebanyakan dari mereka tampak sehat-sehat saja. 25% lainnya mungkin merasakan keletihan, kehilangan napsu makan, nyeri otot atau demam yang tidak
spesifik. Pada tahap awal penyakit jarang sekali terjadi ikterus/ jaundice atau kekuningan pada kulit atau mata. Hal ini yang membuat kenapa banyak orang tidak sadar bahwa dirinya sudah terinfeksi. Bila virus masuk ke dalam tubuh biasanya akan dilawan oleh sistem kekebalan tubuh kita dan mati, namun virus hepatitis C sulit dilawan oleh sistem imun kita dan biasanya akan menjadi kronis. Setelah lama berselang dan hati mengalami peradangan yang menetap barulah terlihat beberapa gejala yang tidak spesifik, seperti cepat lelah dan gejala-gejala tidak kas lainnya (tidak enak badan). Dalam pemeriksaan darah peningkatan fungsi hati yang menunjukkan kerusakan hati mulai terjadi. Disinilah biasanya seseorang baru mengetahui bahwa dirinya terinfeksi. Bila sudah sampai tahap sirosis hati akan terlihat gejala badan terasa lemah, kehilangan napsu makan dan turunnya berat badan, kemerahan di telapak tangan, bercak pembuluh darah di kulit yang bentuknya mirip laba-laba (spider nevi/ spider angioma), proses pembekuan darah terganggu, pembesaran kelenjar payudara pada laki-laki dan lain-lain. Bila sudah masuk sampai gagal hati (fungsi hati berhenti) maka hal ini bisa mengakibatkan penurunan kesadaran seperti ling-lung sampai koma dan yang paling menakutkan adalah kematian. Pada sirosis hati yang parah biasanya tubuh akan menguning/ terjadi jaundice (terlihat pada kulit dan mata) akibat hati tidak mampu mengeliminasi bilirubin (komponen kekuningan hasil perombakan hemaglobin dan sel darah merah) karena banyak selnya yang sudah rusak. Akibat sirosis yang lain adalah pengerutan hati akibat bertumpuknya jaringan parut dapat mencekik pembuluh darah besar yang melewatinya sehingga tekanan disana menjadi sangat besar. Hal ini disebut dengan Hipertensi Portal/ Portal Hypertension. Dengan berbagai mekanisme hal ini menimbulkan penumpukan cairan di rongga perut dan perut menjadi membuncit karenanya. Keadaan ini disebut Ascites. Lainnya terjadi varises di pembuluh vena di kerongkongan (esofagus, saluran yang menuju ke lambung dari mulut) yang sewaktu-waktu bisa pecah dan menimbulkan perdarahan serius/ masif. Hipertensi portal juga dapat mengakibatkan gagal ginjal, bembesaran limpa dan anemia (Firefly, 2010).
C. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hepatitis C
Bagi orang yang beresiko atau dicurgai menderita hepatitis C dan belum diobati sebaiknya melakukan screening test. Screening test pertama untuk hepatitis C adalah pemeriksaan Anti-HCV dengan teknik ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Pada pemeriksaan ini dilihat apakah tubuh kita memproduksi antibodi terhadap virus Hepatitis C. Bukan mendeteksi virusnya melainkan antibodinya. Pada orang yang sehat, tubuhnya tidak memproduksi antibodi terhadap virus hepatitis C. Bila tubuh meproduksi antibodi terhadap virus hepatitis C itu tandanya virus tersebut ada di dalam tubuh dan tubuh berusaha untuk melawannya dengan mengeluarkan antibodi. Hasil anti-HCV ELISA bisa positif/reaktif, borderline/nilainya positif ringan, atau negatif/non reaktif. Bila hasilnya negatif dan orang yang bersangkutan bukan tergolong beresiko tinggi tertular hepatitis C, berarti orang tersebut tidak terinfeksi dan tidak perlu melakukan pemeriksaan lain. Bila hasilnya positif/ reaktif atau borderline, belum tentu orang tersebut terinfeksi. Kadang kala hasil tes pertama yang positif bisa saja salah. Sehingga bila hanya sekali melakukan tes Anti-HCV hasilnya reaktif atau borderline sebaiknya dilakukan tes penunjang (tahap kedua). Tes penunjangnya adalah tes Anti-HCV dengan teknik RIBA (Recombinant Immunoblot Assay) yang juga mendeteksi adanya antibodi terhadap virus hepatitis C. Bila hasilnya negatif dan orang yang bersangkutan bukan tergolong beresiko tinggi tertular hepatitis C, berarti orang tersebut tidak terinfeksi dan menunjukkan bahwa tes sebelumnya hasilnya salah sehingga tidak perlu melakukan tes lainnya lagi. Bila positif berarti orang tersebut benar terinfeksi. Sedangkan bila hasilnya indeterminate berarti hasilnya masih belum jelas (unclear). Untuk hasil tes anti-HCV RIBA yang positif dan indeterminate sebaiknya dilakukan tes berikutnya (tahap ketiga) yang lebih sensitif yaitu HCV-RNA. Pada orangorang yang tergolong beresiko tinggi untuk terpapar hepatitis C juga dianjurkan untuk meakukan tes ini. Dalam pemeriksaan ini dideteksi kadar RNA virus di dalam tubuh. Yang dideteksi bukan antibodinya melainkan virusnya. Bila ditemukan virus di dalam darah/ positif berarti infeksi sedang berlangsung. Bila hasilnya negatif belum tentu orang tersebut tidak terinfeksi. Bisa saja virusnya baru saja masuk ke dalam tubuh atau masih berjumlah sedikit sehingga tes sebaiknya diulang kembali untuk memastikan. Bila orang yang
beresiko tertular telah melakukan dua kali tes Anti-HCV dan hasilnya negatif, lalu melakukan tes HCV-RNA dan hasilnya positif, ini artinya infeksi telah berlangsung namun tubuh tidak mampu memproduksi antibodi secara memadai. Tes HCV-RNA juga berguna untuk mengetahui respon virologi pasien hepatitis C untuk menilai keberhasilan pengobatan terhadap obat-obatan antiviral yang diberikan dokter. Untuk mendeksi adanya kerusakan pada organ hati biasanya dokter menganjurkan pemeriksaan fungsi hati, seperti SGPT, SGOT dan bilirubin. Atau dokter bisa juga menganjurkan biopsi hati (Putri, 2012).
D. ELISA (Enzim-linked immunosorbent assay)
ELISA disebut sebagai uji penentuan kadar imunosorben taut-enzim, merupakan teknik pengujian serologi yang didasarkan pada prinsip interaksi antara antibodi dan antigen. Pada awalnya, teknik ELISA hanya digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi keberadaan antigen maupun antibodi dalam suatu sampel seperti dalam pendeteksian antibodi IgM, IgG, & IgA pada saat terjadi infeksi (pada tubuh manusia khususnya). Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik ELISA juga diaplikasikan dalam bidang patologi tumbuhan, kedokteran, dll. Secara umum, teknik ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu teknik ELISA kompetitif yang menggunakan konjugat antigen-enzim atau konjugat antibodi-enzim, dan teknik ELISA nonkompetitif yang menggunakan dua antibodi (primer dan sekunder). Pada teknik ELISA nonkompetitif, antibodi kedua (sekunder) akan dikonjugasikan dengan enzim yang berfungsi sebagai signal. Teknik ELISA nonkompetitif ini seringkali disebut sebagai teknik ELISA sandwich. Dewasa ini, teknik ELISA telah berkembang menjadi berbagai macam jenis teknik. Perkembangan ini didasari pada tujuan dari dilakukannya uji dengan teknik ELISA tersebut sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa macam teknik ELISA yang relatif sering digunakan, antara lain: 1. ELISA Direct
Teknik ELISA ini merupakan teknik ELISA yang paling sederhana. Teknik ini seringkali digunakan untuk mendeteksi dan mengukur konsentrasi antigen pada
sampel. ELISA direct menggunakan suatu antibodi spesifik (monoklonal) untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan pada sampel yang diuji. ELISA direct memiliki beberapa kelemahan, antara lain: a. Immunoreaktivitas antibodi kemungkinan akan berkurang akibat bertaut dengan enzim. b. Penautan enzim signal ke setiap antibodi menghabiskan waktu dan mahal. c. Tidak memiliki fleksibilitas dalam pemilihan tautan enzim (label) dari antibodi pada percobaan yang berbeda. d. Amplifikasi signal hanya sedikit. e. Larutan yang mengandung antigen yang diinginkan harus dimurnikan sebelum digunakan untuk uji ELISA direct. Sedangkan kelebihan dari ELISA direct antara lain: a.
Metodologi yang cepat karena hanya menggunakan 1 jenis antibodi
b.
Kemungkinan terjadinya kegagalan dalam uji ELISA akibat reaksi silang dengan antibodi lain (antibodi sekunder) dapat diminimalisasi.
2. ELISA Indirect
Teknik ELISA indirect ini pada dasarnya juga merupakan teknik ELISA yang paling sederhana, hanya saja dalam teknik ELISA indirect yang dideteksi dan diukur konsentrasinya merupakan antibodi. ELISA indirect menggunakan suatu antigen spesifik (monoklonal) serta antibodi sekunder spesifik tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan antibodi yang diinginkan pada sampel yang diuji. ELISA indirect memiliki beberapa kelemahan, antara lain: a.
Membutuhkan waktu pengujian yang relatif lebih lama daripada ELISA direct karena pada ELISA indirect membutuhkan 2 kali waktu inkubasi yaitu pada saat terjadi interaksi antara antigen spesifik dengan antibodi yang diinginkan dan antara antibodi yang diinginkan dengan antibodi sekunder tertaut enzim signal, sedangkan pada ELISA direct hanya membutuhkan 1 kali waktu inkubasi yaitu pada saat terjadi interaksi antara antigen yang diinginkan dengan antibodi spesifik tertaut enzim signal.
Sedangkan kelebihan dari ELISA indirect antara lain:
a. Terdapat berbagai macam variasi antibodi sekunder yang terjual secara komersial di pasar. b. Immunoreaktivitas dari antibodi yang diinginkan (target) tidak terpengaruh oleh penautan enzim signal ke antibodi sekunder karena penautan dilakukan pada wadah berbeda. c. Tingkat sensitivitas meningkat karena setiap antibodi yang diinginkan memiliki beberapa epitop yang bisa berinteraksi dengan antibodi sekunder
3. ELISA Sandwich
Teknik ELISA jenis ini menggunakan antibodi primer spesifik untuk menangkap antigen yang diinginkan dan antibodi sekunder tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan. Pada dasarnya, prinsip kerja dari ELISA sandwich mirip dengan ELISA direct, hanya saja pada ELISA sandwich, larutan antigen yang diinginkan tidak perlu dipurifikasi. Namun, karena antigen yang diinginkan tersebut harus dapat berinteraksi dengan antibodi primer spesifik dan antibodi sekunder spesifik tertaut enzim signal, maka teknik ELISA sandwich ini cenderung dikhususkan pada antigen memiliki minimal 2 sisi antigenic (sisi interaksi dengan antibodi) atau antigen yang bersifat multivalent seperti polisakarida atau protein. Pada ELISA sandwich, antibodi primer seringkali disebut sebagai antibodi penangkap, sedangkan antibodi sekunder seringkali disebut sebagai antibodi deteksi. Dalam pengaplikasiannya, ELISA sandwich lebih banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi keberadaan antigen multivalent yang kadarnya sangat rendah pada suatu larutan dengan tingkat kontaminasi tinggi. Hal ini disebabkan ELISA sandwich memiliki tingkat sensitivitas tinggi terhadap antigen yang diinginkan akibat keharusan dari antigen tersebut untuk berinteraksi dengan kedua antibodi. Dalam ELISA sandwich, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat sensitivitas dari hasil pengujian, antara lain: a. Banyak molekul antibodi penangkap yang berhasil menempel pada dinding lubang microtiter. b. Afinitas dari antibodi penangkap dan antibodi detektor terhadap antigen.
Sebenarnya, teknik ELISA sandwich ini merupakan pengembangan dari teknik ELISA terdahulu, yaitu ELISA direct. Kelebihan teknik ELISA sandwich ini pada dasarnya berada pada tingkat spesitifitasnya yang relatif lebih tinggi karena antigen yang diinginkan harus dapat berinteraksi dengan 2 jenis antibodi, yaitu antibodi penangkap dan antibodi detektor. Namun demikian, teknik ELISA sandwich ini juga memiliki kelemahan, yaitu teknik ini hanya dapat diaplikasikan untuk mendeteksi antigen yang bersifat multivalent serta sulitnya mencari dua jenis antibodi yang dapat berinteraksi antigen yang sama pada sisi antigenic yang berbeda (epitopnya harus berbeda).
4. ELISA Biotin Streptavidin (Jenis Elisa Modern)
Pada
perkembangan
selanjutnya,
teknik
ELISA
sandwich
ini
juga
dikembangkan untuk mendeteksi antibodi dengan tingkat sensitivitas relatif lebih tinggi. Teknik ini dikenal sebagai teknik ELISA penangkap antibody, dimana prinsip kerjanya sama dengan ELISA sandwich, hanya saja yang digunakan pada teknik ini adalah antigen penangkap dan antigen detektor (antigen bertaut enzim signal, bersifat optional apabila antibodi yang diinginkan tidak tertaut dengan enzim signal).
5. ELISA Kompetitif
Teknik ELISA jenis ini juga merupakan pengembangan dari teknik ELISA terdahulu. Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menambahkan suatu kompetitor ke dalam lubang microtiter. Teknik ELISA kompetitif ini dapat diaplikasikan untuk mendeteksi keberadaan antigen maupun antibodi. Kelebihan dari teknik ELISA kompetitif ini adalah tidak diperlukannya purifikasi terhadap larutan sampel yang mengandung antibodi atau antigen yang diinginkan, tapi hasil yang diperoleh tetap memiliki tingkat sensitivitas tinggi akibat sifat spesifisitas dari antibodi dan antigen.
6. ELISA Multiplex
Teknik ELISA multiplex merupakan pengembangan teknik ELISA yang ditujukan untuk pengujian secara simultan, sedangkan prinsip dasarnya mirip dengan teknik ELISA terdahulu (Novie, 2014).
E. PENGOBATAN
Belum ada vaksin yang dapat mencegah hepatitis C, tidak seperti hepatitis B yang sudah didapatkan vaksinnya yang dapat memberikan perlindungan kepada tubuh terhadap virus itu. Kesulitan mendapatkan vaksin hepatitis C antara lain disebabkan karena virus ini bisa bermutasi dan mengelak da ri respon imunitas tubuh. Untuk pengobatan, dokter biasanya memberikan antivirus seperti Ribavirin dan Pegylated Interferon sesuai dengan kondisi pasien. Namun hal ini bisa dilakukan setelah pemeriksaan yang menyeluruh, dalam pengawasan yang ketat serta tidak selamanya dapat berhasil. Sampai saat ini terus dikembangkan penelitian untuk mendapatkan formula baru dari interferon yang lebih ampuh. Selain itu obat-obatan baru yang akan menyempurnakan kombinasi flagylated interferon dan ribavirin juga sedang diteliti agar dimasa mendatang semakin maningkatkan tingkat kesembuhan pasien. 1. Menghindari penyakit lebih baik daripada mengobati. 2. Segera periksakan diri ke dokter/ laboratorium apabila anda termasuk orang yang beresiko tinggi tertular virus hepatitis C (Spiritia, 2013).
V. ALAT DAN BAHAN Alat Mikroplate ELISA strip plates Washer Spektrofotometer Mikropipet Yellow tip Incubator Timer
Bahan Sampel serum atau plasma Reagen Hepanostika yang terdiri dari :
a. Larutan TMB Substrate b. Control positif c. Control negative d. Specimen diluents (Phospate Buffer) e. Conjugate Working Solution Asam sulfat
VI.
CARA KERJA
1.
Strip mikroelisa disiapkan sebanyak bahan yang diperiksa ditambah dengan 3 positif control dan 1 negatif control
2.
Spesimen diluents dipipet sebanyak 100 l dan dimasukkan ke dalam masing-masing sumur mikroelisa
3.
Sampel dipipet 10 l dan dimasukkan ke dalam masing-masing sumur mikroelisa dimulai dari sumur E1
4.
Control negative dipipet 10 l dan dimasukkan ke sumur A1
5.
Control positif 10 l dipipet dan dimasukkan ke sumur B1, C1, dan D1
6.
Pemeriksaan Opsi I : Dicampurkan dengan hati-hati (misalnya dengan menggunakan mikroshaker) Diinkubasi pada suhu 37 C selama 60 2 menit Pemeriksaan Opsi II : Dicampurkan dengan hati-hati (misalnya dengan menggunakan mikroshaker) Diinkubasi pada suhu 37 C selama 30 2 menit
7.
Plate dicuci dengan mesin washer sebanyak 6 kali
8.
Conjugate working solution dipipet 100 l dan dimasukkan ke dalam masing-masing sumur
9.
Diinkubasi pada suhu 37 C selama 30 2 menit
10.
Plate dicuci dengan mesin washer sebanyak 6 kali
11.
TMB substrate dipipet sebanyak 100 l dan dimasukkan ke dalammasing-masing sumur
12.
Diinkubasi pada suhu 20-30 C selama 30 2 menit
13.
Reaksi dihentikan denagn penamabahan 100 l 1 mol/I sulfuric acid ke dalam masing-masing sumur
14.
Hasil dibaca dengan mikroplate reader pada panjang gelombang 450 nm dan 620-630 nm sebagai refrensi
VII. INTERPRETASI HASIL
a. Kualifikasi Kontrol Negatif 1. Masing-masing NC harus 0,200
b. Kualifikasi Kontrol Positif 1. Masing-masing PC harus bernilai > 0,500 2. Rata-rata dari PC yang tersisa dihitung kembali 3. Masing-masing PC harus 0,5 x Px PC dibuang bila tidak memenuhi syarat tersebut 4. Rata-rata dari PC dihitung kembali 5. Masing-masing PC harus 1,5 x PCx PC dibuang bila tidak memenuhi syarata tersebut 6. Rata-rata dari PC dihitung kembali
c. Tes Validitas 1. Pemeriksaan valid jika PCx – NC 0,400 2. Pemeriksaan tidak valid jika NC tidak memenuhi syarat kualifikasi 3. Pemeriksaan tidak valid jika lebih dari 1 PC tidak memenuhi syarat kualifikikasi
d. Nilai Cut Off 1. Jika pemeriksaan valid, maka dapat dihitung nilai cut off = 0,27 x PCx 2. Hasil reaktif bila nilai absorbansi dari sampel cut off
3. Hasil non reaktif bila nilai absorbansi dari sampel cut off
VIII. HASIL PENGAMATAN a. Identitas Sampel -
Tanggal pengiriman
: 10 Oktober 2014
-
Tanggal AFTAP
: 10 Oktober 2014
-
Asal sampel
: UUD PMI Provinsi Bali
No Urut
Nama Donor
Golongan Darah
Jenis Kelamin
Umur
1
432Y4707A
O
L
25
2
433C5996A
O
L
18
3
432Y4723A
AB
L
40
b. Identitas Pemeriksaan -
Petugas penerima sampel : Ni Putu Anugrah Eni
-
Nama pemeriksa
: Ni Kadek Ratnayanti
-
Tanggal diterima
: 10 Oktober 2014
-
Tanggal diperiksa
: 10 Oktober 2014
-
Nomor Plate
:I
-
Nomor Lot
: BJ02723
-
Tanggal kadaluarsa
: 03-2015
-
Dicatat oleh
: Ni Putu Anugrah Eni
-
Dicek oleh
: Ni Kadek Ratnayanti
c. Data Hasil Pemeriksaan No.
Serum
Kode
Absorbansi
1
Kontrol negatif
NC1
0,096
2
Kontrol positif 1
PC1
1,635
3
Kontrol positif 2
PC2
1,315
4
Kontrol positif 3
PC3
1,000
5
Sampel 1
SM 1
0,066
6
Sampel 2
SM 2
0,078
7
Sampel 3a
SM 3
0,077
8
Sampel 3b
SM 3
0,096
d. Gambar Hasil Pengamatan
e. Perhitungan
Rata – rata nilai kontrol positif (PCx) PCx =
=
= 1,317
Nilai kontrol negatif (NCx) NCx = 0,096
Nilai Cut-off Cut off
= PCx x 0,27 = 1,317 x 0,27 = 0,356
Tes Validitas -
Hasil Valid jika: PCx – NCx
≥ 400
1,317 – 0,096 ≥ 400 1,221
≥
400
VALID
f. Interpretasi Hasil
Reaktif
= Nilai Absorbance Sampel ≥ Cut-Off
Non Reaktif = Nilai Absorbance Sampel < Cut-Off Diketahui Nilai Cut-off = 0,356
Sampel 1 Absorbansi sampel = 0,066 0,066 < 0,356 Hasil non reaktif
Sampel 2 Absorbansi sampel = 0,078 0,078 < 0,356 Hasil non reaktif
Sampel 3a Absorbansi sampel = 0,077 0,077 < 0,356 Hasil non reaktif
Sampel 3b Absorbansi sampel = 0,096 0,096 < 0,356 Hasil non reaktif
IX.
PEMBAHASAN
Penyakit
Hepatitis C merupakan penyakit hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis C (HCV). HCV (Hepatitis C Virus) adalah virus RNA yang digolongkan dalam Flavivirus bersama-sama dengan virus hepatitis G, Yellow fever dan Dengue. Virus ini umumnya masuk ke dalam darah melalui tranfusi atau kegiatan – kegiatan yang memungkinkan virus ini langsung terpapat dengan sirkulasi darah. Diagnosa dan pengobatan awal sangatlah penting. Tujuan pengobatan dari Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh sedini mungkin serta untuk mencegah perkembangan yang memburuk pada stadium akhir penyakit hati. Untuk mendiagnosa penyakit Hepatitis C dapat dilakukan dengan cara Pemeriksaan HCV dengan menggunakan metode Elisa Manual. Prinsip dari pemeriksaan HCV metode manual ini adalah hepanostika HCV Ultra menggunakan immunosorbent yang terikat pada dasar sumur yang terdiri dari peptide sintetik khusus untuk mengikat antigen yang sangat antigenic pada segmen inti, NS3,
NS4 dan NS5 pada daerah dari Hepatitis C Virus. Adanya HCV antibodi spesifik pada sampel
akan
mengikat
immunosorbent.
Proses
pencucian
dilakukan
untuk
menghilangkan antibodi terikat dan komponen serum lainnya. Peroxidase conjugated antibodi spesifik human IgG ditambahkan ke setiap sumur. Kemudian konjugat ini akan bereaksi dengan antibody terikat. Setelah pencucian kedua dimasukkan TMB ke dalam setiap sumur. Sebuah warna biru akan berkembang sesuai jumlah antibody HCV yang ada pada serum. Reaksi enzim-substrat diakhiri dengan penambahan asam sulfat yang memberikan warna kuning. Perubahan warna yang terjadi di masing-masing sumur diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 450 nm. Reaksi reaktif adalah specimen dengan nilai absorbansi lebih besar atau sama dengan nilai cut-off. Pada praktikum pemeriksaan HCV metode ELISA manual kali ini, dapat dikelompokkan menjadi 3 tahap yaitu:
a. Tahap pre-analitik
Pada tahap ini sampel diterima oleh petugas. Sampel yang diterima dipastikan menggunakan tabung EDTA (tutup tabung berwarna ungu). Hal ini bertujuan agar darah yang diperiksa tidak mengalami pembekuan sehingga nantinya akan dapat diperoleh plasma dalam pemeriksaan HCV ini. Sebelum sampel dianalisa pertama-tama dilakukan pengisian formulir sampel berupa tanggal pengiriman, tanggal AFTAP, dan asal sampel oleh petugas. Pada praktikum kali ini sampel yang digunakan berjumlah 3 sampel yaitu: Golongan
No
Nama Donor
1
432Y4707A
O
L
2
433C5996A
O
L
3
432Y4723A
AB
L
Darah
Jenis Kelamin
Dipastikan semua formulir telah terisi dengan data yang benar agar pemeriksaan yang dilakukan tidak mengalami penukaran hasil. Pada tahap pre-analitik ini dilakukan preparasi sampel
yaitu sampel darah disentrifugasi untuk diperoleh plasmanya.
Dipastikan sampel darah yang digunakan tidak lisis agar hasil yang didapatkan benar benar valid. Setelah diperoleh plasmanya sampel darah ini siap untuk diperiksa. Pada
tahap ini juga dilakukan penyiapan alat dan bahan/reagen dimana alat dan bahan/reagen yang digunakan dikondisikan pada suhu kamar. Hal ini dimaksudkan agar proses reaksi pada pemeriksaan HCV nantinya berjalan dengan optimal. Pada pemeriksaan ini dipastikan reagen yang digunakan tidak kadaluarsa dan jumlahnya cukup untuk pemeriksaan HCV yang akan dilakukan.
b. Tahap analitik
Pada tahap ini pemeriksaan perlu diperhatikan agar sesuai dengan prosedur kerja yang telah disiapkan yaitu dengan menggunakan reagensia Hepanostika HCV Ultra. Hal ini dikarenakan setiap reagen pada masing-masing pemeriksaan memiliki prosedur pemeriksaan yang berbeda sehingga cara kerja yang digunakan juga harus disesuaikan agar diperoleh hasil yang maksimal. Pada tahap analitik ini mula-mula mikroplate ELISA disiapkan. Dipastikan mikroplate yang digunakan tidak tertukar dengan mikroplate pemeriksaan lainnya. Selanjutnya diisi data-data yang diperlukan pada lembar kerja pemeriksaan HCV berupa tata letak reagen dan sampel agar dalam pemeriksaankali ini tidak bingung dalam memposisikan kontrol negatif, kontrol positif dan sampel. Dalam praktikum kali ini kontrol negatif dan kontrol positif berfungsi sebagai kontrol atau pembanding dalam menentukan hasil pemeriksaan nantinya, apakah sampel yang diuji positif atau negatif HCV. Kontrol negatif diposisikan pada sumur dengan no A1, kontrol positif diposisikan pada sumur dengan no
B1,C1,D1, sedangkan untuk sampel diposisikan pada sumur
dengan no E1,F1,G1,H1. Pada praktikum kali ini karena sampel yang diperiksa berjumlah 3 maka pada salah satu sampel dilakukan pemeriksaan HCV duplo. Hal ini bertujuan agar reagen yang digunakan tidak terbuang begitu saja. Pada masing-masing sumur mikroplate dimasukkan sebanyak 100 µl specimen diluent, kemudian pada sumur no E1, F1, G1 dan H1 dimasukkan masing-masing sampel sebanyak 10 µl. Selanjutnya pada sumur no A1 dimasukkan 10 µl Control Negatif dan pada sumur B1, C1, D1 dimasukkan 10 µl Control Positif. Pada pemipetan baik pemipetan sampel maupun reagensia menggunakan mikropipet. Hal ini bertujuan karena mikropipet memiliki spesifitas dan sensitifitas yang tinggi sehingga volume sampel dan reagen yang dimasukkan ke dalam sumur mikroplate benar-benar sesuai dengan prosedur
kerja. Setelah itu mikropalte ditutup dengan rapat menggunakan kertas seal dan o
selanjutnya dilakukan inkubasi pada suhu 37 C selama 60 menit ±2 menit. Inkubasi ini berfungsi untuk melekatkan antibodi spesifik yang positif HCV pada sampel dengan antigen yang terdapat pada sumur mikroplate ELISA. Setelah dilakukan inkubasi selanjutnya dilakukan pencucian plate sebanyak 6 kali. Proses pencucian ini berfungsi untuk membersihkan serta membuang antibodi- antibodi selain antibodi HCV yang terdapat dalam mikroplate agar nantinya tidak mengganggu dalam proses reaksi antigenantibodi HCV yang dilakukan. Pada pemeriksaan ini conjugate working solution dibuat dengan mencampurkan 10 µl conjugate dengan 1 ml conjugate diluent pada tabung serologis. Kemudian conjugat working solution yang telah jadi ini dimasukkan ke dalam masing-masing sumur mikroplate sebanyak 100 µl. Penambahan conjugate working ini berfungsi untuk memperkuat ikatan antara antigen dan antibody pada pemeriksaan ini. Setelah dilakukan penambahan conjugate working solution ini plate ditutup kembali dengan kertas seal o
kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37 C selama 30 ±2 menit. Inkubasi kali ini berfungsi untuk mengoptimalkan terjadinya reaksi antigen-antibodi pada pemeriksaan HCV metode ELISA manual ini. Setelah proses inkubasi selesai kemudian mikroplate dicuci kembali sebanyak 6 kali. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan dan membuang conjugate-conjugate yang berlebihan pada well mikroplate yang tidak berikatan dengan antigen antibodi HCV dalam sumur mikroplate sehingga tidak mengganggu reaksi pembentukan warna, karena jika conjugate-conjugate ini tidak dibersihkan
dikhawatirkan
dapat
menimbulkan
reaksi
lain
yang
menyebabkan
pembentukan warna yang berlebihan dan mengakibatkan hasil reaktif palsu/false positif. Setelah dilakukan proses pencucian kemudian dilakukan penambahan larutan TMB sebanya 100 µl. Larutan TMB ini dibuat dengan mencampurkan 1 ml TMB solution dengan 1 ml Urea Peroxida Solution kemudian dihomogenkan. Larutan TMB ini berfungsi sebagai reagen pembentuk warna sehingga reaksi positif maupun negatif dapat dibaca dengan menggunakan reader. Setelah penambahan TMB mikroplate ini kemudian o
diinkubasi kembali pada suhu 20-30 C selama 30±2 menit pada tempat yang gelap. Inkubasi pada tempat yang gelap ini berfungsi untuk memaksimalkan terbentuknya warna tanpa ada gangguan dari cahaya.pada reaksi ini terbentuk warna biru
pada sumur
mikroplate ELISA. Warna biru ini akan berkembang sesuai dengan jumlah antibodi HCV yang ada pada plasma sampel pasien. Setelah proses inkubasi kemudian ditambahkan 100 µl 1 mol/l Sulfuric acid ke dalam masing-masing sumur mikroplate. Penambahan Sulfuric acid ini berfungsi sebagai stop solution yaitu mengakhiri reaksi atau stop reaksi enzim-substrat pada sumur mikroplate ELISA. Dengan penambahan Sulfuric acid ini warna biru akan berubah menjadi warna kuning. Warna kuning ini menandakan pada sampel yang diuji positif mengandung HCV (Hepatitis C Virus). Semakin pekat warna kuning yang terbentuk maka semakin besar absorbansi yang dihasilkan. Perubahan warna pada masing-masing sumur mikroplate ELISA ini kemudian diukur secara spektrofotometri dengan menggunakan alat yang bernama reader dengan menggunakan panjang gelombang 450 nm.
c. Tahap post analitik
Pada tahap ini dilakukan pencatatan hasil berupa data absorbansi yang didapatkan serta dilakukan perhitungan untuk mengetahui apakah sampel yang diuji reaktif HCV atau tidak. Pada pembacaan hasil absorbansi dengan menggunakan reader didapatkan hasil sebagai berikut: No.
Serum
Kode
Absorbansi
1
Kontrol negatif
NC1
0,096
2
Kontrol positif 1
PC1
1,635
3
Kontrol positif 2
PC2
1,315
4
Kontrol positif 3
PC3
1,000
5
Sampel 1
SM 1
0,066
6
Sampel 2
SM 2
0,078
7
Sampel 3a
SM 3
0,077
8
Sampel 3b
SM 3
0,096
Dari data yang diperoleh, dapat dicari nilai rata-rata absorbansi kontrol positif yaitu sebesar 1,317. Kemudian dicari nilai cut-offnya dengan menggunakan rumus
cut-off = PCx x 0,27 Nilai cut-off merupakan batas bawah dari hasil pemeriksaan yang masih dapat dinyatakan reaktif. Jika hasil pemeriksaan berada sama dengan atau lebih besar dari nilai cut-off maka hasil dapat dinyatakan reaktif, sedangkan untuk hasil pemeriksaan yang berada di bawah nilai cut-off maka hasil dapat dinyatakan non reaktif. Pada pemeriksaan kali ini didapatkan nilai cut-offnya yaitu sebesar 0,356. Untuk mengetahui pemeriksaan yang dilakukan kali ini valid atau tidak maka dapat dihitung dengan menggunakan rumus PCx – NCx
≥ 400
Pada praktikum kali ini hasil validasi yang didapatkan yaitu 1,221 ≥ 400. Hasil yang didapatkan ini menunjukkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan valid dan dapat dilanjutkan untuk menentukan reaktif/ non reaktif dari sampel yang diuji. Dari data absorbansi ketiga sampel yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan nilai cut-off yang didapatkan tadi. Hasil yang didapatkankan pada pemeriksaan kali ini yaitu pada semua sampel baik itu sampel 1, 2 maupun 3 sama-sama memberikan hasil yang non reaktif terhadap HCV (Hepatitis C Virus). Hal ini dapat dilihat dari nilai masing-masing absorbansi yang didapatkan setelah pengukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai cut-off yang didapatkan tadi. Setelah perhitungan selesai dilakukan kemudian dicek lagi untuk meminimalisir terjadinya kesalahan. Kemudian hasil yang didapatkan ini dapat dilaporkan kepada dokter untuk ditindaklanjuti kembali. Adapun kelebihan dari teknik ELISA ini antara lain:
Teknik pengerjaan relatif sederhana.
Relatif ekonomis (karena jenis antibodi yang digunakan hanya satu saja, sehingga menghemat biaya untuk membeli banyak jenis antibodi).
Hasil memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi. Dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen walaupun kadar antigen tersebut sangat rendah (hal ini disebabkan sifat interaksi antara antibodi atau antigen yang bersifat sangat spesifik)
Dapat digunakan dalam banyak macam pengujian.
Sedangkan untuk kekurangan dari teknik ELISA antara lain : a) Jenis antibodi yang dapat digunakan pada uji dengan teknik ELISA ini hanya jenis antibodi monoklonal (antibodi yang hanya mengenali satu antigen) b) Pada beberapa macam teknik ELISA, dapat terjadi kesalahan pengujian akibat kontrol negatif yang menunjukkan respons positif yang disebabkan inefektivitas dari larutan blocking sehingga antibodi sekunder atau antigen asing dapat berinteraksi dengan antibodi bertaut enzim signal dan menimbulkan signal. c) Reaksi antara enzim signal dan substrat berlangsung relatif cepat, sehingga pembacaan harus dilakukan dengan cepat (pada perkembangannya, hal ini dapat diatasi dengan memberikan larutan untuk menghentikan reaksi).
X.
KESIMPULAN
Dari praktikum pemeriksaan ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Penyakit hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV = hepatitis C virus). HCV adalah virus RNA yang digolongkan dalam Flavivirus bersama-sama dengan cirus hepatitis G, Yellow fever, dan Dengue. 2. Metode yang digunakan pada pemeriksaan HCV kali ini adalah metode ELISA manual dengan reagen Hepanostika HCV Ultra. 3. Nilai cut-off pada pemeriksaan HCV kali ini adalah 0,356 dan pemeriksaan dinyatakan valid. 4. Hasil pada masing-masing sampel
XI.
Sampel 1
: non reaktif
Sampel 2
: non reaktif
Sampel 3a
: non reaktif
Sampel 3b
: non reaktif
DAFTAR PUSTAKA
Firefly,
2010,
Hepatitis
C ,
online,
http://firefly-serba-
serbi.blogspot.com/2010/12/hepatitis-c.html, 12 Oktober 2014 Novie,
2014,
Pemeriksaan
ELISA,
online,
https://id.scribd.com/doc/188272441/Pemeriksaan-Elisa, 12 Oktober 2014
Putri,
2012,
Pemeriksaan
Imunologis
Hepatitis
C ,
online,
http://mahasiswakedokteranonline.blogspot.com/2012/06/pemeriksaanimunologi-hepatitis-c-virus.html, 12 Oktober 2014 Spiritia,
2013,
Hepatitis
C
(HCV)
&
http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=506, 12 Oktober 2014
HIV ,
online,