BAB III TEORI DASAR
3.1.
Produktifitas Formasi
Produktifitas
Formasi
adalah
kemampuan
suatu
Formasi
untuk
memproduksi memproduksikan kan fluida fluida Formasi yang berupa berupa hidrokarbon hidrokarbon pada kondisi kondisi tekanan tertentu. Sumur-sumur yang baru umumnya mempunyai tenaga pendorong alamiah yang mampu mengalirkan fluida hidrokarbon dari reservoir ke permukaan dengan tenaganya sendiri. Penurunan kemampuan produksi terjadi dengan berjalannya waktu produksi suatu sumur, dimana kemampuan dari Formasi untuk mengalirkan fluida tersebut akan mengalami penurunan yang besarnya sangat tergantung pada penurunan tekanan reservoir . Fluida yang mengalir dari Formasi produktif ke lubang sumur dipengaruhi oleh beberapa faktor,adapun faktornya antara lain : a. Jumlah Jumlah fasa fasa flui fluida da yang yang mengal mengalir ir,, b. Sifat-sifat Sifat-sifat fisik fluida reservoir , c. SifatSifat-si sifa fatt fisik fisik bat batua uan n reservoir, d. Konfigurasi Konfigurasi di sekitar sekitar lubang lubang bor (adanya (adanya lubang perforasi perforasi dan dan kerusakan kerusakan Formasi akibat skin), e. Kemiri Kemiringan ngan luban lubang g bor pada Form Formasi produk produktif tif,, f.
Bentuk Bentuk daer daerah ah peng pengur uras asan an..
Keenam faktor di atas secara ideal harus diwakili dalam persamaan perhitungan kelakuan ke lakuan aliran fluida dari For masi masuk ke lubang sumur. Dan Da n hingga saat ini belum tersedia suatu persamaan praktis yang memperhitungkan keenam faktor tersebut secara serentak. Aliran dalam media berpori telah dikemukakan oleh Darcy (1856) Darcy (1856) dalam persamaan : 13
14
q
= 7.08 x 10 -3
k h ( Pr − Pwf )
µo Bo Ln ( re / rw)
.......................................................... (3-1)
Parameter yang menyatakan produktifitas Formasi adalah Productivity adalah Productivity Index (PI) dan Inflow dan Inflow Performance Relationship (IPR). Relationship (IPR). Productivity Index (PI) Index (PI) merupakan indeks yang digunakan untuk menyatakan kemampuan suatu Formasi untuk berproduksi pada suatu beda beda tekanan tertentu. PI =
q P s − P wf
bbl/day/psi bbl/day/psi ........................................................................... ........................................................................... (3-2)
Persamaan (3-19) di atas diperoleh dari data tes tekanan dan digunakan hanya untuk satu macam fluida saja(minyak). Sedangkan untuk dua macam fluida(minyak dan air), maka persamaan (3-19) (3-1 9) menjadi : PI =
+ qw bbl/day/psi P P − s wf qo
............. ....... ............. ............ ........... ............ ............. ............ ........... ............. ............. ........ (3-3)
Selain berdasarkan data tekanan dari tes tekanan, harga PI dapat pula ditentukan berdasarkan persamaan aliran radial dari Darcy dari Darcy,, seperti yang ditunjukkan dalam persamaan berikut : PI =
7.082 ko h bbl/day/psi bbl/day/psi ................................................................. (3-4) ln re rw
(
)
Sedangkan untuk persamaan minyak dan air, berlaku persamaan PI =
ko kw ....... ............. ............. ......... ... + bbl/day/psi......... ............. ln( ln( re / rw) µo Bo µw Bw 7.082 k h
Keterangan : q
=
laju alir fluida produksi (bbl/day),
qo
=
laju produksi minyak (bbl/day),
qw
=
laju produksi air (bbl/day),
(3-5)
15
h
=
ketebalan lapisan reservoir (ft),
kw
=
permeabilitas batuan terhadap air (mD),
ko
=
permeabilitas batuan terhadap minyak (mD),
µw
=
viskositas air (cp),
µo
=
viskositas viskositas minyak (cp),
Bw
=
faktor volume formasi air (bbl/stb),
Bo
=
faktor volume formasi minyak (bbl/stb),
re
=
jari-jari pengurasan (ft),
rw
=
jari-jari jari-jari sumur (ft),
Ps
=
tekanan statik reservoir (psi),
Pwf
=
tekanan alir dasar sumur (psi),
Ps-Pwf
=
draw-down pressure (psi). (psi).
Hal utama dalam memproduksikan hidrokarbon suatu sumur adalah harus memperhatikan penentuan laju produksi yang akan dihasilkan, yaitu besarnya suatu kemampuan Formasi produktif untuk memproduksikan fluida. Menurut (Kermit E.B dan H. Dale Beggs, 1977) ”PI tidak hanya berubah sejalan waktu atau total produksi tetapi juga untuk mengubah dengan meningkatkan drawdown drawdown dalam waktu tertentu terhadap usia sumur”. Penentuan laju produksi yang diinginkan (QDesain) harus memperhatikan PI memperhatikan PI dan dan laju kritis kepasiran karena untuk menghindari laju produksi yang melampaui kemampuan sumur, yang akan berakibat kehilangan tekanan alir dasar sumur secara drastis, memperpedek usia sumur serta dapat menyebabkan kerusakan Formasi. Metode Vogel digunakan apabila sumur tersebut memproduksi dua jenis fluida, yaitu; air dan minyak. Secara matematis perhitungan kurva IPR metode Vogel dijabarkan sebagai berikut :
16
Q
QMax =
Pwf + 0.8 Pwf Ps Ps
2
,bfpd .......................................... (3-6)
1 - 0.2 Keterangan : QMax
= Laju Produksi Maksimum (bfpd),
Q
= Laju Produksi Aktual (bfpd),
Ps
= Tekanan Reservoir Tekanan Reservoir /Statik /Statik (psi),
Pwf
= Tekanan Alir Dasar Sumur (psi).
Grafik IPR yang dihasilkan dari reservoir simulator tersebut akan melengkung dan dalam pengembangannya dilakukan anggapan untuk model reservoir bertenaga pendorong air ataoupun gas yang terlarut, yaitu : 1. Reservoir Reservoir bertenaga bertenaga gas terlarut terlarut ataupun dominas dominasii air, 2. Hargas skin skin di sekitar sekitar lubang lubang bor sama sama dengan nol, 3. Tekanan reservoi reservoirr dibawah tekanan tekanan saturasi saturasi (Pb). (Pb). 4. Apabila fluida yang mengalir dari formasi ke lubang sumur terdiri dari tiga jenis fluida(minyak, air dan gas) maka dapat digunakan dengan metode Pudjo Soekarno. Adapun asumsi yang digunakan dalam metode ini adalah : 1. Fakto Faktorr skin skin sama sama deng dengan an nol, nol, 2. Fluida Fluida tersebut tersebut berda berda dalam lapisan lapisan yang sama sama dan mengali mengalirr bersama-sama bersama-sama secara radial.
Water cut (WC) (WC) digunakan sebagai parameter untuk menyatakan kadar air dalam laju produksi total, water cut yaitu cut yaitu perbandingan laju produksi air dengan laju produksi tot al. Dalam pengembangan kelakuan fluida yang mengalir dari dar i formasi ke lubang sumur dapat menggunakan analisis regresi Metode Pudjo Soekarno.
17
qo
2
qt , maks
=Ao + A1(Pwf/Pr)+A2(Pwf/Pr) A1(Pwf/Pr)+A2(Pwf/Pr) ............................................. (3-7)
Keterangan : An
= Konstanta persmaan(n=0,1 dan 2) dimana harganya berbeda untuk water cut yang cut yang berbeda. Hubungan antara konstanta tersebut dengan water cut ditentukan ditentukan dengan analisis a nalisis regresi : 2
An = C0 + C1 (WC) + C2 (WC) .......................................... (3-8) (3-8) Cn
= Konstanta untuk masing-masing masing-masing harga An (dalam Tabel III-1 ).
Tabel III-1 Konstanta C (Pudjo Soekarno)
An
C0
C1
C2
A0
0.980321
-0.115661 x 10-
A1
-0.414360
0.392799 x 10
A2
-0.564870
0.762080 x 10
0.179050 x 10-
-
0.237075 x 10
-
-
-0.202079 x 10
-
Sedangkan hubungan antara tekanan alir dasar sumur terhadap water cut dapat cut dapat dinyatakan sebagai Pwf / Ps terhadap WC / (WC@Pwf=Ps) dan dapat dijabarkan sebagai berikut : WC WC @ Pwf = Ps
= P1 x Exp [P2 x Pwf / Ps] ....................................... (3-9)
Harga P1 dan P2 ditentukan tergantung water cut dengan dengan persamaan berikut : P1
= 1.606207 – 0.130447 x ln (WC) ........................................... (3-10)
P2
= -0.517792 + 0.110604 x ln (WC) .......................................... (3-11) (3-11)
18
3.2. Sifat Fisik Fluida, Tekanan Head dan Gradien Tekanan 3.2.1. Sifat Fisik Fluida
Sifat fisik fluida perlu diketahui karena merupakan variabel utama aliran fluida dalam media berpori maupun dalam pipa. Sifat fisik fluida yang akan dibahas adalah sifat fisika fluida yang mempengaruhi perencanaan Progressing Cavity Pump (PCP) antara lain; kelarutan gas dalam minyak (Rs), kandungan aromatik, viskositas, densitas dan specific gravity fluida (SGmix).
A.
Kelarutan Gas Dalam Minyak (Rs)
Sistem minyak pada tekanan yang tinggi, gas akan terlarut dalam minyak, dengan demikian harga kelarutan gas meningkat dan sebaliknya apabila terjadi penurunan tekanan, fasa gas akan terbebaskan dari larutan minyak. Jumlah gas yang terlarut akan konstan, apabila tekanan mencapai tekanan saturasi (Bubble Point Pressure-Pb).
B.
Viskositas
Viskositas merupakan keengganan suatu fluida untuk mengalir. Harga viskositas ini dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan, pada temperatur yang tinggi harga viskositas fluida akan mengecil dan sebaliknya pada temperatur rendah harga viskositas akan semakin besar. Viskositas juga akan bisa menyebabkan terjadinya slip pada alat PCP.
C.
Densitas dan Specif i c Gravity Fluida
Densitas suatu fluida adalah bilangan yang menunjukkan berapa berat (gram atau lb) fluida tersebut dalam volume 1 cm3 atau cuft, atau dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :
ρ=
m A.h
3
gr/cm atau lb/cuft .............................................................................. (3-12)
19
Specific Gravity fluida (SG) adalah perbandingan antara densitas fluida tersebut dengan air (14.7 psi, 60 oF). Untuk menghitung besarnya SG fluida tertentu, biasanya air diambil sebagai patokan densitas sebesar 62.40 lb/cuft. Sehingga specific gravity fluida secara sistematis ditulis dengan Persamaan : SGf =
ρ 62.40
.................................................................................................... (3-13)
Dalam teknik Perminyakan specific gravity sering dinyatakan dengan oAPI, dengan Persamaan : 141.5
SGoil =
131.5 + o API
...................................................................................... (3-14)
Untuk fluida campuran, besarnya specific gravity dapat ditentukan dengan Persamaan berikut : SGmix = [(1-WC) x SG oil] + (WC x SG water) .................................. (3-15) Keterangan : 3
= densitas fluida (gr/cm atau lb/cuft),
m
= berat fluida (gr atau lb),
A
= luasan (cm atau ft ),
h
= tinggi (cm atau ft),
o
= derajat API,
2
API
2
SGf
= specific Gravity fluida,
WC
= water cut (%).
4.2.2. Tekanan Head dan Gradien Tekanan
Tekanan hidrostatik suatu fluida adalah tekanan yang disebabkan oleh suatu kolom fluida pada suatu luasan. Bila dinyatakan secara matematis : P =
1 144
× ρ f × h , lb/in2......................................................................... (3-16)
20
Pada suatu kolom fluida, tekanan pada suatu titik adalah sama dengan tekanan pada permukaan fluida ditambah dengan tekanan akibat kolom fluida setinggi titik tersebut dari permukaan. Ketinggian tersebut disebut Head. H =
P 0,433 x SG f
, ft............................................................................. (3-17)
Jika di dalam silinder atau torak yang semula berada di permukaan cairan (dalam bak) air akan naik mengikuti torak sampai mencapai ketinggian Hs, Keterangan :
Hs =
144 × P
ρ
.................................................................................................... (3-18)
Keterangan : Hs
= suction head (ft),
P
= tekanan permukaan cairan (psi),
ρ
= densitas fluida (lb/cuft).
Gradien tekanan disebabkan oleh suatu kolom fluida pada satu unit ketinggian, sehingga bila Persamaan (3-8) dimasukkan P = 1 psi dan H = 1 ft, maka gradien tekanan (Gf ) adalah : G f
3.3.
= 0,433 psi / ft x SGmix .................................................................. (3-19)
Progressive Cavity Pu mp
Progressive Cavity Pump (PCP) atau biasa disebut pompa ulir moyno merupakan salah satu alat dari artificial lift untuk meningkatkan laju produksi dalam industri perminyakan. Sejarah PCP dimulai pada akhir tahun 1920-an dimana Seorang warga Perancis Rene Moineau mendesain rotary compressor dengan sistem mekanisme rotasi baru yang digunakan untuk penggunaan tekanan fluida yang bervariasi. Dia menamakan alatnya sebagai “Capsulism”. Di perte ngahan tahun 1950-
21
an, prinsip PCP diaplikasikan untuk aplikasi motor hidrolik yang berbanding terbalik dengan penggunaan PCP. Kemudian pada tahun 1980-an, PCP digunakan sebagai metode artificial lift , lebih dikenal sebagai pompa alternatif dari metode pengangkatan konvensional yang umumnya dipakai dalam industri perminyakan. Sekarang PCP digunakan untuk pengangkatan fluida dengan kedalaman lebih dari 2000 meter. Alat ini menawarkan banyak keuntungan dibandingkan peralatan pengangkatan traditional. Tentunya, yang lebih penting adalah biaya produksi yang lebih rendah per barrelnya. Elemen Utama & Desain PCP Pompa ini memiliki 2 elemen utama yaitu rotor dan stator . Rotor sebagai penggerak PCP, berbentuk batang spiral yang terbuat dari alloy steel atau stainless steel yang dibalut dengan chrome. Ada juga yang terbuat dari chrome seara keseluruhan. Biasanya memiliki panjang 1.5 – 14 meter dengan diameter ¾ - 1 inch. Sedangkan stator sebagai seal rotor (wadahnya) yang berbentuk spiral, terbuat dari steel tube diluarnya dan elastomer berbahan nitrile rubber atau viton rubber didalamnya (merupakan co-polymer acrylonitrile & butadiene). Stator dengan desain khusus memiliki elastomer yang terbuat dari teflon. Biasanya memiliki panjang yang kurang lebih sama dengan rotor yaitu sekitar 1.5-14 meter namun dengan ukuran diameter yang lebih besar antara 2.5-4.5 inch. Desain PCP terdiri dari single external helical gear (rotor) yang berputar secara ekesentrik didalam double internal helical gear (stator). Keduanya sama-sama memiliki minor dan major diameter. Instalasi pompa PCP bisa kita lihat pada Gambar 3.1 pada halaman berikut ini.
22
Surface
Subsurface
Gambar 3.1. Instalasi Progressive Cavity Pump
19)
23
PCP terdapat Kelebihan & Kekurangan Keunggulan yang sangat beragam, yaitu; 1. Keuntungan PCP terletak pada tingginya efisiensi volumetric yang mencapai 80%. Dibandingkan dengan metode artificial lift lain, PCP merupakan yang tertinggi efisiensi volumetriknya dan dalam mengatasi masalah
kepasiran
serta
paraffin.
Keunggulan
lainnya
adalah
a. Desain pemasangan peralatan yang cukup sederhana, b. Tidak terjadi gas lock, c. Mampu mengangkat hampir keseluruhan jenis oil (sekitar 5-48 °API), d. Penggunaaan energi yang efisien, e. Kecil kemungkinan terjadi emulsi akibat agitasi. 2. Kekurangan PCP terletak pada rentannya dengan temperature yang tinggi. Batas maksimum suhu tertinggi adalah 250 F. Beberapa kekurangan PCP adalah a. Sensitif terhadap tekanan yang berlebihan, b. Tidak kompatibel dengan H2S, CO2 & oil gravity yang tinggi, c. Kedalaman yang bisa dicapai sekitar 6000 ft. Sangat rendah bila dibandingkan dengan ESP & gas lift yang mencapai 15,000 ft, d. Flow rate PCP hanya sekitar 8000 bpd. Sangat rendah bila dibandingkan dengan ESP yang mencapai 50,000 bpd & gas lift yang mencapai 80,000 bpd (Dunia Migas).
3.3.1.
Peralatan Pr ogressive Cavity Pump
3.3.1.1. Peralatan di Bawah Permukaan
Peralatan ini dalam satu kesatuan di ujung tubing produksi dan dibenamkan ke dalam fluida sumur.
24
1. Casi ng
Casing merupakan suatu pipa baja berfungsi antara lain untuk : Melindungi Formasi produktif dari tekanan disekitarnya, memisahkan Formasi produktif satu dengan yang lainnya, mempermudah pengaliran fluida dari Formasi produktif. Casing dipasang pada lubang sumur Formasi produktif bersamaan dengan tubing untuk mempermudah aliran fluida dari Formasi produktif ke permukaan. Gambar casing dapat dilihat pada Gambar 3.2 dan sepesifikasi casing dapat dilihat pada Tabel III-2 hal 25 berikut.
Gambar 3.2 Casing
14)
25
Tabel III-2 14)
Sepesifikasi Casing
26
2.Tubing
Tubing merupakan pipa alir vertikal yang ditempatkan di dalam casing produksi yang berfungsi untuk mengalirkan fluida pr oduksi sumur ke permukaan atau mengalirkan fluida injeksi ke dalam sumur. Disamping itu, tubing dapat juga digunakan dalam pekerjaan swab, squeeze cementing , sirkulasi pembersihan sumur dan mengalirkan fluida serta material peretak hidraulis dan pengasaman. Tubing digantungkan pada tubing hanger dan biasanya ditempatkan beberapa feet di atas zona perforasi. Diameter tubing berkisar antara 2 inci sampai 4,50 inci dengan panjang setiap single berkisar antara 6 – 9,50 meter. Baik tubing maupun coupling dispesifikasikan oleh API ( American Petroleum Institute) atas grade, jenis sambungannya, bentuk ulir dan dimensinya. Terdapat sembilan grade tubing yaitu : H-40, J-55, K-55, C-75, L-80, N-80, C-95,
P-105, dan
P-110 dimana angka minimum yield strength dan abjad H, J, dan N hanyalah kependekan verbal, sedangkan untuk : K berarti mempunyai ultimate strength yang lebih besar dibandingkan grade J. C, L berarti restricted yield strength, P berarti high strength. Untuk jenis sambungan, baik tubing maupun coupling dibagi atas : a.
External Upset End (EUE).
b.
Non External Upset End (NUE).
c.
Integral Joint.
Tubing dapat dilihat pada Gambar 3.3 hal 27 dan sepesifikasinya dapat dilihat pada Tabel III-3 hal 28 berikut.
27
Gambar 3.3. Tubing
19)
Surface
Subsurface
Tubing
Gambar 3.3. Tubing
19)
28
Tabel III-3 Sepesifikasi Tubing Linier Mass (lb/ft) Size
2 7/8
19)
Outside
Wall
Non-upset
Ex-upset
Diameter
Thickness
TC
TC
(in)
(in)
6.40
6.50
2.875
0.217
Grade
J-55 : PUN, L-80 : PNU, N-80-1 : PNU, C-90 : PNU, T-95 : PNU, P-110 : PNU
2 7/8
7.80
7.90
2.875
0.276
J-55 : -, L-80 : PNU, N80-1 : PNU, C-90 : PNU, T-95 : PNU, P-110 : PNU
2 7/8
8.60
8.70
2.875
0.308
J-55 : -, L-80 : PNU, N80-1 : PNU, C-90 : PNU, T-95 : PNU, P-110 : PNU
2 7/8
9.35
9.45
2.875
0.340
J-55 : -, L-80 : PU, N-801 : -, C-90 : PU, T-95 : PU, P-110 : -
2 7/8
10.50
-
2.875
0.392
J-55 : -, L-80 : P, N-80-1 : -, C-90 : P, T-95 : P, P110 : -
2 7/8
11.50
-
2.875
0.440
J-55 : -, L-80 : P, N-80-1 : -, C-90 : P, T-95 : P, P110 : -
29
3. Rod Centralizer
Rod centralizer adalah peralatan yang berupa batang pendek atau kapsul rotasional yang digunakan dalam tubing, berada pada sucker rod berfungsi sebagai pencegah dengan tanpa putaran pada centralizer . Rod Centralizer dilihat pada Gambar 3.4 dan sepesifikasinya dapat dilihat pada Tabel III-4 di bawah ini.
Gambar 3.4. Rod Centralizer
17)
Tabel III-4 Sepesifikasi Rod Centralizer
17)
Produc Code
Size (in)
O.D (in)
O.D Installed (in)
20801010
2 x 5/8
1.682
1.750
20802010
2 x 3/4
1.699
1.791
20803010
2 x 7/8
1.702
1.813
20801020
2-1/2 x 5/8
2.082
2.173
20802020
2-1/2 x 3/4
2.106
2.193
20803020
2-1/2 x 7/8
2.128
2.240
20804020
2-1/2 x 1
2.200
2.320
30
Tabel III-4 Sepesifikasi Rod Centralizer
17)
(lanjutan)
20802030
3 x 3/4
2.698
2.766
20803030
3 x 7/8
2.780
2.863
20804030
3x1
2.775
2.843
4. Sucker Rods
Sucker rods merupakan batang pipa yang digunakan untuk menghubungkan rangkaian pipa ke permukaan. Rod atau stang yang digunakan harus cukup kuat untuk memutar pompanya. Untuk itu hanya dianjurkan penggunaan rod API Class D 5/8”, 3/4”, 7/8”, dan 1”.Sucker rod ini terletak didalam tubing dan diatas rangkaian PCP (rotor , stator dan elastomer ). Sucker rod pada rangkaian pc pum dapat dilihat pada Gambar 3.5
dan Sepesifikasi sucker rods dapat dilihat pada Tabel III-5
berikut.
Surface Subsurface
Sucker Rod
Gambar 3.5. Sucker Rods
14)
31
Tabel III-5 Sepesifikasi Sucker Rods Rod
Physical Properties
Grade /
Tensile Strength 1000 PSI
Type
Yield Strength 1000 PSI
14)
Maximum Recommended Torque Ft. Lbs
13/16”
7/8”
1”
1 1/4”
D/54
115-140
85 Min
-
675
1,010
-
D/78
115-140
85 Min
-
735
1,100
2,000
D/75
115-140
90 Min
-
750
1,110
2,100
SS/96
135-150
115 Min
-
800
1,200
N/A
SS/97
140-150
115 Min
-
800
1,200
2,500
-
-
2.22
2.90
4.17
Weight, lbs/ft
5. Rotor
Rotor sebagai penggerak PCP, berbentuk batang spiral yang terbuat dari alloy steel atau stainless steel yang dibalut dengan chrome. Ada juga yang terbuat dari chrome secara keseluruhan. Biasanya memiliki panjang 1.5 – 14 meter dengan diameter ¾ - 1 inch. Peralatan rotor dapat dilihat pada Gambar 3.6 di bawah ini.
ROTOR
13)
Gambar 3.6. Rotor
Tabel sepesifikasi rotor dapat dilihat pada Tabel III-6 berikut.
32
33
6. Stator
Stator sebagai seal rotor (wadahnya) yang berbentuk spiral, terbuat dari steel tube diluarnya dan elastomer berbahan nitrile rubber atau viton rubber didalamnya (merupakan co-polymer Acrylonitrile & butadiene). Stator dengan desain khusus memiliki elastomer yang terbuat dari teflon. Biasanya memiliki panjang yang kurang lebih sama dengan rotor yaitu sekitar 1.5-14 meter namun dengan ukuran diameter yang lebih besar antara 2.5-4.5 inch. Desain PCP terdiri dari single external helical gear (rotor ) yang berputar secara ekesentrik didalam double internal helical gear ( stator ). Keduanya sama-sama memiliki minor dan major diameter . Stator dapat dilihat pada Gambar 3.7 dan Tabel karet elastomer dapat dilihat pada Tabel III-7 di bawah ini.
Stator
22)
Gambar 3.7. Stator
Tabel III-7 Spesifikasi Elastomer yang Tersedia di Pabrik
22)
34
Keterangan Tabel di atas untuk pendesaian PCP sumur “A” pada Lapangan “B”, yaitu ; 1. Abrasifitas ; a. Poor = Hanya mampu beropresi pada laju kritis kepasiran di bawah 25 bfpd, b. Medium = Mampu beroperasi pada laju kritis kepasiran antara 25 – 75 bfpd, c. Good = Mampu beroperasi pada laju kritis kepasiran antara 75 – 125 bfpd, d. Exelent = Mampu beroperasi pada laju kritis kepasiran diatas 125 bfpd. 2. Kadar aromatis minyak ; a. Poor = Hanya mampu beroperasi optimum pada SGoil dibawah o
17 API, b. Medium = Mampu beroperasi optimum pada SGoil antara 17 – o
37 API, c. Good = Mampu beroperasi optimum pada Sgoil antara 37 – 57 o
API,
d. Exellent = Mampu beroperasi optimum pada SGoil diatas 57 o
API.
8. Stop Bushin g
Suatu alat penahan rotor yang berbentuk seperti ujung pena dan terdapat penghalang silang pada diameter dalam, yang berfungsi untuk menahan beban dan putaran rotor PCP.
35
9. Torque Anchor
Torque anchor merupakan alat penahan yang ada pada PCP stator dan tubing dari putaran torsi. Torque Anchor dapat dilihat pada Gambar 3.8 dan sepesifikasi alat dapat dilihat pada Tabel III-8 di bawah ini.
Gambar 3.8. Torque Anchor
13)
Tabel III-8 Sepesifikasi Torque Anchor
13)
36
10. Peralatan Tambahan
Alat-alat lain untuk peralatan di bawah permukaan, antara lain : tubing adaptor, gas achor dan tubing perforated . Tubing adaptor berfungsi untuk menghubungkan antara tubing satu dengan tubing lainnya yang berlainan ukuran. Gas anchor berfungsi untuk mengurangi gas yang masuk intake, sedangkan tubing perforated berfungsi sebagai pelindung intake dari luapan pasir yang berlebihan di dasar lubang.
3.4.1.2. Peralatan di Atas Permukaan
Peralatan di atas permukaan terdiri atas : Wellhead, Adaptor(Stuffing Box), Flow tee, Nipple, Pressure Switch, Hammer Union, Cross Over(Cross Tee), Drive Head Assembly, Motor Support, Motor, Reducer Strees. 1. Kepala Sumur (well-head ).
Well head merupakan peralatan kontrol sumur di permukaan yang terbuat dari besi baja membentuk suatu sistem seal/penyekat untuk menahan semburan atau kebocoran cairan sumur ke permukaan yang tersusun atas casing head (casing hanger ) dan tubing head (tubing hanger ). a. Casing hanger Merupakan fitting (sambungan tempat menggantungkan casing). Di antara casing string pada casing head terdapat seal untuk menahan aliran fluida keluar. Pada casing terdapat pula gas-outlet yang berfungsi untuk : -
Meredusir tekanan gas yang mungkin timbul di antara casing string .
-
Mengalirkan fluida di annulus.
b. Tubing head Tubing head terletak di bawah silang sembur(sumur sembur alam) untuk menggantungkan tubing dan menghubungkan tubing dengan sistem silang sembur. Fungsi utama dari tubing head , adalah : -
Sebagai penyokong rangkaian tubing.
37
-
Menutup ruang antara casing-tubing pada waktu pemasangan X-mastree atau perbaikan kerangan/valve.
-
Fluida yang mengalir dapat dikontrol dengan adanyaconnection di atasnya.
Well head dapat dilihat pada Gambar 3.9 dan sepesifikasi alat pada Tabel III-9 berikut.
Gambar 3.9. Well Head
22)
Tabel III-9 Sepesifikasi Well Head
22)
38
2. Adaptor
Adaptor atau stuffing box adalah alat yang yang digunakan sebagai penghubung atau alas antara well head dengan drive head yang terletak diatas well head . Selain itu juga adaptor digunakan sebagai pencegah kebocoran fluida dari well head ke peralatan pompa permukaan. Adaptor dapat dilihat pada Gambar 3.10 dan sepesifikasi adaptor dapat dilihat pada Tabel III-10 di bawah ini.
Gambar 3.10. Adaptor
8)
Tabel III-10 Sepesifikasi Adaptor
8)
Tabel korelasi H2S dan CO2 dapat dilihat pada Tabel III-11 berikut.
39
Tabel III-11 Korelasi H2S dan CO2
8)
3. BOP
Blowout prevention system(BOP) adalah profil yang dipasang di bawah drive head assembly. Fungsi utama BOP yaitu menutup lubang sumur ketika terjadi kick . Blow-out merupakan suatu aliran fluida Formasi yang tak terkendalikan sampai kepermukaan. Blow-out biasanya diawali dengan adanya “kick” yang merupakan suatu intrusi fluida bertekanan tinggi kedalam lubang bor. Intrusi ini dapat berkembang menjadi blow-out bila tidak segera diatasi. Alat blowout prevention system dapat dilihat pada Gambar 3.11 dan sepesifikasi BOP dapat dilihat pada Tabel III-12 di berikut.
40
Gambar 3.11. BOP
8)
Tabel III-12 Sepesifikasi BOP
8)
41
4. F low Tee
Flow Tee berfungsi Sebagai penyambung antara flow line yang satu dengan yang lain. Mekanisme kerjanya merupakan penyambung pipa baja yang berbentuk huruf ‘T’. Di permukaan, diantara sambungan flow line. Flow Tee dapat dilihat pada Gambar 3.12
dan sepesifikasi flow tee dapat dilihat pada Tabel III-13 hal 42
berikut.
Gambar 3.12. Flow Tee
11)
5. Ni pple
Nipple Adalah bagian dari sistem tubing , dimana bagian dalamnya mempunyai profil untuk memasang a lat kontrol aliran. Ada dua macam jenis nipple, yaitu jenis selective nipple dan jenis non selective nipple (no go nipple), yang mempunyai diameter dalam sedikit lebih kecil dari jenis yang selective. Jenis selective bisa dipasang lebih dari satu pada suatu rangkaian tubing, sedangkan jenis non selective hanya dipasang satu untuk setiap sumur dan ditempatkan bagian paling bawah dari susunan tubing. Perlatan nipple pada PCP dapat dilihat pada Gambar 3.13 hal 43 dan sepesifikasi nipple dapat dilihat pada Tabel III-13 hal 44 berikut.
42
Tabel III-13 Sepesifikasi Flow Tee
11)
43
Gambar 3.13. Nipple
18)
44
Tabel III-14 Sepesifikasi Nipple
18)
6. M otor
Motor dapat dipilih apakah motor listrik atau motor bakar bensin/gas/diesel dari 1 sampai dengan 100 HP lebih. Memilih alat motor diperlukan pertimbangan mengenai pemilihan diameter frames dan sheave (pulleys). Sheave ini akan
45
menentukan kecepatan putar pompa, yang harus diusahakan agar di bawah 300 rpm, agar kerusakan peralatan dapat dihindarkan. Motor listrik dapat diihat pada Gambar 3.14 dan sepesifikasi motor dapat dilihat pada Tabel III-15 hal 47 berikut.
Gambar 3.14. Motor
22)
5. Dr ive H ead Assembly
Drive head assembly adalah alat yang dipakai untuk memutar rod di permukaan. Drive head assembly memiliki bagian yang dapat memutar secara horizontal (vertical spindle drive, mesin diletakan horizontal) atau vertikal (vertical angle drive, mesin diletakan vertikal) dan bisa dipakai spasi terbatas seperti di offshore misalnya. Dianjurkan maksimum putara drive head assembly adalah 300 rpm. Drive had assembly terdiri dari : backstop break assembly, spiral bevel gear reducer assembly dan sheave. Rangkaian Drive head assembly dapat dilihat pada Gambar 3.15 dan sepesifikasi drive head assembly dapat dilihat pada Tabel III-15 hal 47 berikut.
46
Gambar 3.15. Drive Head Assembly
18)
A. Backstop break assembly Backstop break assembly terdiri dari roller ramp over clutch yang dipasangkan di drive sheave, dan dikelilingi oleh serbuk rem di seluruh bagian yang bekerja ditempatkan pada housing tertutup. Alat ini berfungsi sebagai alat pengaman bagi seluruh peralatan PCP, dan rem akan bekerja saat drive sheave berusaha akan memutar balik(berputar berlawanan arah). B. Spir al bavel gear r educer assembly Susunan roda gigi bavel ini digunakan untuk mengurangi kecepatan putaran dan dapat juga untuk mengubah arah putaran secara menyiku sesuai dengan rotasi dari rotor pompa. C. Sheave Sheave atau pullleys berfungsi untuk meneruskan putaran motor ke pony rod yang dihubungkan melalui belt . Shave dapat diganti-ganti untuk mendapatkan kecepatan putar yang berbeda dengan kecepatan motor yang sama disesuaikan dengan laju produksi. Salah satu keunggulan PCP yaitu fleksibel terhadap laju aliran yang diinginkan.
47
Tabel III-15 Sepesifikasi Motor dan Drive Head Assembly Model
Motor Power
WLBQ7.5
WLBQ11 WLBQ15
WLBQ22 WLBQ30
LLBQ45
WLBQ55
7.5
11
15
22
30
37
45
55
HP
10
15
20
30
40
50
60
75
380 VAC/50 Hz (or other special requirements)
Rated load
150 kN (337, 500 lb)
Range of Rotating speed (r/min) mm in
Weight
75, 100, 150, 200
100, 150, 200
150, 260, 350
29
32, 36
38
1-1/8
1-1/4, 1-9/16
1-3/4
kg
430
460
550
580
600
800
800
1, 000
lb
948
1, 014
1, 213
1, 279
1, 323
1, 764
1, 764
2, 205
Wellhead connection
API 7 1/6-3000 Psi-R45 flange (or special requirements and other attachment)
Reversal and brake
Overrunning clutch brake (adjustable)
Adjusting speed
Changing pulley or using VSD
6.
WLBQ37
kW
Power supply
Polished rod
18)
VSD (Var iable Speed Dr ive)
Suatu alat yang digunakan sebagai regulator listrik dari sumber listrik menuju motor listrik dan untuk membaca semua aktifitas pompa baik dari besarnya rpm sampai besarnya power yang ada pada PCP. Alat VSD dapat dilihat pada Gambar 3.16 dan sepesifikasi alat dapat dilihat pada Tabel III-16 berikut.
48
Gambar 3.16. VSD (Variable Speed Drive)
23)
Tabel III-16 Sepesifikasi Variable Speed Drive
3.4.
23)
Unit Size
Speed Range
Max Input Speed
Max input torque
4W
9:1
2000 rpm
15 in lb
4W
6:1
1800 rpm
22 in lb
5W
9:1
1800 rpm
22 in lb
5W
6:1
1700 rpm
33 in lb
Prinsip Kerja Progressive Cavity Pu mp (PCP)
Prinsip kerja PCP yaitu bekerja dengan mengandalkan 2 elemen utama(rotor dan stator ). Variable speed drive mengalirkan listrik ke motor listrik dari sumber energi listrik. Motor listrik sebagai prime mover (penggerak) berada di permukaan yang menggerakkan rotor di lubang sumur dengan bantuan sucker rod . Gaya
49
centrifugal rotor menyebabkan fluida mengalir kedalam stator dan terus mengair melalui tubing hingga ke permukaan. 3.5. Tipe Progressive Cavity Pump (PCP)
Jenis pompa sangat dipengaruhi oleh kapasitas dan kedalaman sumur dimana setiap tipe pompa memiliki kapasitas dan kedalaman maksimal sehingga pompa itu bisa bekerja secara optimal. Beberapa kinerja dari berbagai pompa dihadirkan dalam bentuk katalog yang diterbitkan oleh produsen. Kurva kinerja dari suatu pompa benam listrik menampilkan hubungan antara : Head Capacity, Rate Capacity, RPM , Horse Power dan Efisiensi Pompa yang disebut dengan “ Pump Performance Curve”. Kapasitas berkaitan dengan volume, laju alir cairan yang diproduksikan, termasuk juga gas bebas atau gas yang terlarut dalam minyak. Adapun tipe-tipe pompa dari spesifikasi PCM Moineau Oilfield sebagai contoh berdasarkan ukuran diameter 3
tubing; 2 3/8 inch, kapasitas laju alir ; 15,8 – 85 m /day (100 – 536 bfpd) dan Horsepower = 1 – 40 hp (selengkapnya lihat di “Lampiran A”). Contoh tipe PCP dengan Ukuran 2-7/8 inch dapat dilihat pada Tabel III-17 sebagai berikut.
Tabel III-17 Contoh Tipe PCP dengan Ukuran2-7/8 inch
12)
50
3.6. Dasar Desain Pr ogressive Cavity Pu mp (PCP)
Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan desain PCP karena dengan desain yang tepat maka kerja pompa akan menjadi maksimal. Adapun hal-hal yang diperhitungkan adalah: A. Static F lu id L evel (SFL, ft)
Apabila sumur dalam keadaan mati (tidak diproduksikan), sehingga tidak ada aliran, maka tekanan di depan perforasi sama dengan tekanan statik sumur. Sehingga kedalaman permukaan fluida di annulus (SFL, ft) adalah :
SFL = Dmid perf
Ps Pc − + , feet .................................................................... (3-20) Gf Gf
B. Worki ng F lu id L evel/Operatin g Fl ui d Level (WFL, ft)
Bila sumur diproduksikan dengan rate produksi sebesar q (bbl/D), dan tekanan alir dasar sumur adalah Pwf (Psi), maka ketinggian (kedalaman bila diukur dari permukaan) fluida di annulus adalah :
WFL = Dmidperf
Pwf Pc − + , feet .................................................................. (3-21) Gf Gf
Keterangan : SFL
= Static Fluid Level (ft),
WFL = Working Fluid Level (ft), Ps
= Tekanan Statik sumur (psi),
Pwf
= Tekanan alir dasar sumur (psi),
q
= Rate produksi (bpd),
Dmidperf = Kedalaman mid-perforasi sumur (ft), Pc
= Tekanan di casing (psi).
Gf
= Gradien Fluida sumur, psi/ft.
51
3.6.1. Pum p Setti ng Depth A. Pump Settin g Depth M in imum
Pump setting depth minimum merupakan keadaan yang diperlihatkan dalam
Gambar 3.17(b). Posisi minimum dalam waktu yang singkat akan terjadi pump-off ,
oleh karena ketinggian fluida level di atas pompa relatif sangat kecil atau pendek sehingga gas yang akan dipompakan. Pada kondisi ini Pump Intake Pressure (PIP) akan menjadi kecil. Jika PIP mencapai harga di bawah Pb, maka akan terjadi penurunan effisiensi volumetric dari pompa (disebabkan terbebasnya gas dari larutan). PSD minimum dapat ditulis dengan Persamaan :
PSDmin = WFL +
Pb Gf
+
Pc Gf
, feet ............................................................ (3-22)
Atau PSDmin
Pc = WFL + ,feet ..................................................................... (3-23) Gf
B. Pump Setti ng Depth Maksimum
Pump setting depth maksimum merupakan keadaan yang ditunjukkan oleh Gambar 3.17(c) . Posisi maksimum juga kedudukan yang kurang menguntungkan
karena keadaan ini memungkinkan terjadinya overload , yaitu pengangkatan beban kolom fluida yang terlalu berat. PSD maksimum dapat didefinisikan : PSDmax
= Dmid − perfo −
Pb Gf
−
Pc Gf
, feet ..................................................... (3-24)
Atau PSDmax
Pc = Dmid − perfo − , feet Gf
.......................................................... (3-25)
52
Gambar 3.17. Berbagai Posisi Pompa pada Kedalaman Sumur
18)
C. Pump Setti ng Depth Optimum
Pump Setting Depth Optimum ialah kinerja pompa dalam keadaan optimum pada kedalaman tertentu dalam kolom working fluid leavel . Kedudukan ini yang paling dikehendaki dalam perencanaan pompa ESP seperti dalam Gambar 3.17(d) . Pompa dalam keadaan optimum apabila, setting kedalaman pompa 100 meter di bawah working fluid leave(aturan umum). Penentuan kedalaman pompa yang optimum agar tidak terjadi pump-off dan overload serta sesuai dengan kondisi rate yang dikehendaki, maka kapasitas pompa yang digunakan harus disesuaikan dengan produktivitas Formasi dan kemampuan hisap fluida dari sumur yang bersangkutan. Penentuan PSD optimum ini dipengaruhi oleh terbuka dan tertutupnya casing head,
53
yang mana akan mempengaruhi tekanan casing atau tekanan yang bekerja pada permukaan dari fluida di annulus. Pompa (rotor & stator ) berada dibawah lubang perforasi jika masalah pada sumur adalah gas sedangkan pompa berada diatas lubang perforasi jika masalah yang terjadi pada sumur adalah kepasiran. Hal ini akan mempengaruhi besarnya suction head dari pompa. a. Untuk casing head tertutup, maka : Kedalaman pompa optimum = WFL +
PIP − P c G f
.............................................. (3-26)
c. Untuk casing head terbuka, maka : Kedalaman pompa optimum = WFL +
PIP − P atm G f
............................................ (3-27)
Keterangan : PSDmin
= Pump setting depth minimum (ft),
WFL
= Working fluid leavel (ft),
Pb
= Tekanan buble poin (psi),
Pc
= Tekanan casing (psi),
Gf
= Gradien fluida (psi/ft)
PSDmax
= Pump setting depth maksimum (ft),
Dmid-perfo
= Kedalaman mid perforasi (ft),
PIP
= Pump Intake pressure (psi),
Patm
= Tekanan atmosfer (14,7 psi).
Catatan penting dalam pemasangan pompa cavity yang terdapat dalam Pertamina PCP manual handbook, yaitu; Pompa (rotor & stator ) berada dibawah lubang perforasi jika masalah pada sumur adalah gas sedangkan pompa berada diatas lubang perforasi jika masalah yang terjadi pada sumur adalah kepasiran dan jarak
54
pemasangan pompa minimal 100 m atau 328 ft dibawah fluid level untuk mengantisipasi loss flow yang terjadi. Sedangkan jarak yang dibutuhkan oleh aliran dari perforasi(pwf) menuju titik intake pump yang berjarak lebih dari 50 ft, maka diperlukan konfersi antara PIP dengan pwf. Konfersi PIP ke pwf dapat dijabarkan secara matematis berikut ini.
PIPc@PWF = pwf + (GF x 0.433 psi/ft x Mix Density), psi ................... (3-28) Atau
PIPc pwf = Dmid + ( Dmid – Max.Head Pump), psi ............................ (3-29)
Keterangan : Pwf
= Pressure well flour (psi),
GF
= Gradien fluida (psi/ft),
Mix Density
= Densitas campuran (lb/ft ),
Dmid
= Mid perforasi (psi),
Max Head Pump
= Kedalaman maksimum Head pump (psi).
3
3.6.2. Total D ynamic H ead
Total Dynamic Head (TDH) merupakan total ketinggiaan (head ) yang dibutuhkan untuk mengangkat fluida dengan laju produksi yang diinginkan dari kolom working fluid level (WFL) sampai ke permukaan. Dalam memilih pompa dan motor yang akan dipakai, perlu diketahui laju produksi yang diinginkan, friction loss dan TDH-nya. Bila fluida mengalir di dalam pipa maka akan mengalami tegangan geser ( shear stress) pada dinding pipa, sehingga terjadi kehilangan sebagian tenaganya yang sering di sebut dengan friction loss. Hazen-William membuat suatu Persamaan empiris untuk friction loss, yaitu:
55
Q 1,85 1,85 100 34.3 ............................................................ (3-30) F = 2.083 C ID 4,8655 Keterangan : F
= Friction Loss (/ 1000 ft),
C
= konstanta Hazen-William yaitu 120,
Q
= laju produksi (BPD),
ID
= diameter dalam tubing (inchi).
Berdasarkan Persamaan tersebut, Hazen-William membuat Grafik friction loss seperti yang ditunjukkan dalam Grafik 3.1 berikut ini.
Grafik .3.1. Friction Loss Hazen-William
1)
56
Selain itu perlu diketahui pula ukuran casing apakah pompa dapat dimasukkan kedalamnya, demikian pula ukuran tubing dan ruang di permukaan (offshore) perlu diketahui untuk pemasangan alat di permukaan seperti, drive head, dll. Secara matematis total dynamic head (TDH) dapat dijabarkan sebagai berikut: TDH = WFL + FLP x 2.31 ft/psi , feet .................................... (3-31) Atau TDH = (PSD terpasang X GF) + FLP, psi ............................... (3-32) Atau TDH = 2.31 ft/psi X THP SG + Z fl + H f ,feet .......................... (3-33) Atau TDH = WFL + HT + Hf ,feet .................................................... (3-34) Hf = F x
H T
PSD , feet ......................................................... 1000 ft
(3-35)
= TPD , feet ..................................................................... (3-36) Gf
Keterangan : TDH
= Total dynamic head (ft),
WFL
= Working fluid level (ft),
FLP
= Flow line pressure (psi),
PSD
= Pump setting depth (ft),
GF
= Gradien fluida (pssi/ft),
THP
= Tubing Head Pressure (psi),
SG
= Specific Gravity (fraction),
Zfl
= Fluid Area (ft),
57
Hf
= Head Friction (ft),
HT
= Well head tubing pressure head (ft),
TPD
= Tubing pressure drop (psi).
3.6.3. T oqu e dan H orse Power
Hidrolik torsi adalah bagian dari tekanan differential dan kemampuan pompa untuk memuntahkan fluida, sedangkan horse power yang diperlukan oleh pompa itu merupakan fungsi dari total torsi pada pompa. Kurva kinerja pompa menyatakan horse power yang didasarkan atas kecepatan laju alir, kedalaman head dan torsi. Maka dengan demikian horse power dapat dinyatakan dalam dua perhitungan, yaitu dengan menggunakan kurva kinerja pompa( performace chart ) dan Persamaan matematis. Secara matematis horse power, torsi dan RPM pompa dapat dijabarkan sebagai berikut : HP =
Q x TDH 1714
................................................................................ (3-37)
Atau a. HP polishrod = (T x RPM) / 5252 ....................................................... (3-38) b. HPhydraulic =
Q IPR ( m 3 / d ) x PSD optimum ( meter ) 4360
.......................... (3-39)
c. HPmotor = HP polishrod + HP motor ......................................................... (3-40) T
= (HP x 5252) / RPM .............................................................. (3-41)
Atau T =
Head ( meter ) xQ Pump Displacement (m 3 / d / RPM ) 125
+ friction torque ..(3-42)
Catatan : harga friction torque =50-200 lb-ft. Untuk pipa baja : 100-120 lb-ft. RPM
= (HP x 5252) / T .................................................................... (3-43)
58
Keterangan : HP
= Horse Power (hp),
Q
= Laju alir (Galon/menit),
TDH
= TDH(ft) x Gf (psi/ft) = (psi),
T
= Torque (ft-lbs) ,
RPM = Kecepatan putar per menit (rpm).
Sedangkan secara Grafik performance chart, mula-mula dari titik rate desain(bfpd) ditarik garis horizontal ke kanan hingga menyentuh garis head desain (ft), kemudian ditarik garis vertikal ke bawah hingga mendapatkan nilai RPM desain(rpm), sedangkan garis vertikal kebawah yang menyentuh garis bantu/garis putus-putus head (ft) ditarik garis horizontal hingga memperoleh nilai horse power(hp). Grafik performance chart dapat dilihat pada Grafik 3.2 berikut.
Grafik. 3.2. Cara Mencari HP Motor dengan Grafik
12)
59
3.6.4. Variable Speed Drive (VSD)
VSD merupakan alat untuk mengontrol kerja dari Pump Unit yang dilengkapi dengan Switchboard yang berfungsi mengatur putaran motor pada pompa. Arus listrik yang menuju ke pompa diatur dengan mengontrol harga Ampere ( Running Current ) atau memperhatikan harga frequency Hz ( Running Speed ) dan dapat diketahui tekanan yang diderita pompa dalam pengurasan agar tidak terjadi ”Over Load” atau kelebihan beban dimana putaran pompa terlalu rendah sedangkan laju produksi besar atau ”Under Load” yang terjadi sebaliknya. Sehingga dengan membuat range atau batasan kerja pompa maka pompa akan otomatis mati apabila terjadi over load atau under load dalam range waktu yang sudah ditentukan. Penentuan VSD dapat dijabarkan dengan rumus sebagi berikut.
VSD = 75 % x HP x 1Kw ................................................................... (3-44) Keterangan : VSD
= Varibel speed drive (Kw),
HP
= Horse Power yang digunakan.
3.6.5. Kapasitas dan Effisiensi PCP
PCP memiliki kapasitas atau volume yang berbeda, sesuai dengan kapasitas yang telah ditetapkan oleh produsen pompa cavity. Berdasarkan laju fluida dengan memaksimalkan kecepatan dimana pompa harus mengoperasikan, kapasitas pompa cavity dapat dijabarkan secara matematis sebagai berikut : Qdesain =
100 × Qactual
η
………………………………………………(3-45)
Keterangan : Qdesain = Laju fluida desain pompa (m 3 /day atau bbl/day), Qactual = Laju fluida sebenarnya (m 3 /day atau bbl/day),
= Effisiensi pompa desain (%).
60
Sedangkan effisiensi pompa desain dijabarkan secara matematis sebagai berikut: =
Q ign
( N x V
Pump
)
x100% ...................................................................... (3-46)
Keterangan : Q
= Laju alir yang diinginkan (bpd),
= Effisiensi pompa desain (%),
N
= Kecepatan pompa berputar (RPM),
VPump =Kapasitas
pemindahan
pompa
setiap
rpm
3
(m /day/rpm
atau
bbl/day/rpm). Desain kecepatan fluida lebih besar dibanding kecepatan sebenarnya. Untuk menghitungnya dengan menggunakan rumus : V min
= Qdesain …..……………………………………………………(3-47)
Keterangan : Vmin
=
Kapasitas pemindahan minimum pompa yang diperlukan
setiap rpm (m 3 /day/rpm atau
bbl/day/rpm),
Qdesain
= Desain kecepatan pompa (m 3 /day atau bbl/day),
N
= kecepatan pompa berputar (RPM).
3.6.6. Pemilihan Kabel Listrik
Pemilihan kabel termasuk diantaranya ialah pemilihan ukuran kabel, tipe kabel dan panjang kabel. Biasanya kabel yang ada dilapangan mempunyai panjang minimum 25 meter, karena pada sumur minyak yang mempunyai gas tinggi apabila terjadi sesuatu pada kabel jadi tidak rusak pada rangkaian PCP.
61
3.7. Metodologi Perencanaan PCP
A. Flow Chart Pendesaian PCP
Perencanaan PCP yang benar harus sesuai dengan flow chart pendesaian PCP, flow chart pendesaian PCP dapat dilihat pada Gambar 3.18 berikut. B. Prosedur Perencanaan PCP
Sesuai dengan flow chart Gambar 3.18 di atas, prosedur perencanaan progressive cavity pump(PCP) terdiri atas penentuan type pompa dan effisiensi volumetris pompa. Parameter-parameter yang diperlukan dalam perencanaan yaitu ; data komplesi sumur, data reservoir, data produksi harian dan data lainnya. Adapun langkah-langkah perencanaan PCP sebagai berikut.
Qdesain yang ditentukan dari kurfa IPR
Gambar 3.18 Flow Chart Pendesaian PCP
62
Alur langkah perencanaan progressive cavity pump, yaitu : 1. Menentukan laju alir yang diinginkan berdasarkan kurva IPR a. Membuat kurva IPR metode Pudjo Soekarno dengan menggunakan Persamaan (3-8), (3-9), (3-10), (3-11) dan Persamaan (3-7) b. Menghitung harga productivity indect (PI) dengan menggunakan Persamaan (3-2) 2. Menentukan pump setting depth a. Menghitung SGmix dengan menggunakan Persamaan (3-14) dan Persamaan (3-15) b. Menghitung gradien fluida (GF) dengan menggunakan Persamaan (3-19) c. Menentukan pump
setting depth minimum
dengan
menggunakan
Persamaan (3-22) d. Menentukan pump setting depth maximum dengan menggunakan Persamaan (3-24) e. Menentukan pump setting depth optimum dengan ketentukan letak pompa berada 100 meter atau sekitar 328 ft di bawah Static fluid leavel . 3. Menentukan Total dynamic head (TDH) a. Menentukan friction loss dengan menggunakan Persamaan (3-30) b. Menghitung head friction loss dengan menggunakan Persamaan (3-35) c. Menentukan well head tubing pressure head dengan menggunakan Persamaan (3-36) d. Sedangkan menghitung TDH dengan menggunakan Persamaan (3-34). 4. Menentukan type pompa yang dipilih berdasarkan kedalaman TDH dan laju alir yang diinginkan serta type elastomer berdasarkan parameter ; kadar aromatik minyak, tingkat abrasifitas dan temperatur sumur. 5. Menentukan horse power motor , RPM optimum dan torsi PCP a. Menentukan horse power dan RPM optimum PCP menggunakan performance chart (seperti terlihat pada Grafik 3.3 di atas), untuk horse power motor dikalikan 1.5 sebagai Safety lapangan
63
b. Menentukan torsi PCP yang direkomendasikan dengan menggunakan HP PCP dan Persamaan (3-42). c. Menentukan horse power motor secara matematis dengan menggunakan Persamaan (3-38), (3-39) dan Persamaan (3-40) setelah itu dikalikan 1.5 sebagai Safety lapangan 6. Menentukan variable speed drive (VSD) VSD yang direkomendasikan dapat ditentukan dengan persamaan (3-44), yaitu harga 75 % dari harga HP dikalikan dengan 1 Kw 7. Mengevaluasi effisiensi volumetris PCP Effisiensi PCP dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (3-46).
Masalah yang sering terjadi pada PCP dapat dilihat pada Tabel III-18 berikut : Tabel III-18 Permasalahan Yang Sering Terjadi Pada PCP
GEJALA Tak ada aliran
TANDATANDA As penggerak tidak berputar
As penggerak berputar
20)
KEMUNGKINAN PENYEBAB
ANJURAN UNTUK PERBAIKAN
1. Belt/Pulli longgar/lepas
Kencangkan atau ganti sabuk (belt) atau pulli
2. Motor listrik tidak mendapat aliran listrik 3. Motor rusak 4. Bearing (laher) atau poros rusak 5. Kawat aliran listrik ke motor salah
Cek sekering, daya listrik ataupun controllernya Ganti motor
1. Rod/Stang patah
Ganti rod/stang
2. Kebocoran pipa salur (tubing)
Perbaiki/cek gesekan dengan rod (kalau benar beri rod guide)
Hubungi pabriknya Benarkan
64 Tabel III-18 Permasalahan Yang Sering Terjadi Pada PCP (Lanjutan)
3. Sambungan tubing terlepas 4. Rotor rusak 5. Rotor tak pas di stator 6. Pompa agak rusak/ stator jebol 7. Rotor terlalu dalam sampai di bawah stator 8. Rusak karena asam/zat kimia atau karena tekanan
As berputar terlalu lambat
Naikkan sampai stator Ganti alat dan tanyakan ke service company
1. Pulli salah ukuran
Cek ukurannya/ganti
2. Belt tergelincir (slip)
Kencangkan/ganti
5. Keceptan motor salah 1. Temperatur terlalu tinggi 2. Stator melunak karena zat kimia/minyak aromatik 3. Pompa tertutup kotoran/ padatan/pasir 4. Pompa terkena zat yang abrasif Laju produksi konstan
Ganti rotor Cek spasi rotor /turunkan rotor Ganti stator /diskusikan dengan pabrik pompa
Cabut dan balikkan
4. Daya salah
Aliran Kecil
Angkat tubing/betulkan
9. Peletakan stator terbalik
3. Problem motor
Produksi menurun terhadap waktu
20)
1. Lubang masuk pompa buntu
Cek motor dan terminal listrik Perbaiki daya terminal di listrik Ganti motor listriknya Ganti dengan rotor / stator yang tahan temperatur tinggi Ganti stator dan cek fluida yang lewat/akan digunakan Pompakan cairan di atas pompa (back flushed Cepatkan pompa dan bersihkan lubang masuk Tarik pompa dan bersihkan lubang masuk (back flushed)
65 Tabel III-18 Permasalahan Yang Sering Terjadi Pada PCP (Lanjutan)
20)
tetapi relatif kecil (as berputar benar)
2. Ukuran rotor todak pas 3. Disain pompa salah 4. Sumur kering 5. GLR terlalu tinggi
6. Rotor / stator aus
Temperatur terlalu rendah dari perkiraan ganti rotor yang sesuai Ganti pompa yang benar Cek potensial reservoir Turunkan kedudukan pompa/ gunakan gas separator
Naikkan kecepatan pompa Ganti/perbaiki
7. Kebocoran tubing Putaran Drive Head terlalu lambat
Aliran Naik
Laju tak tetap
Cek dan Ganti Kencangkan/ganti belt
3. Problem motor 4. Daya salah 5. Kecepatan motor salah
Cek kecepatan motor/terminal listrik Cek power di trafo Ganti motor listrik
1. GLR tinggi di lubang masuk pompa
Turunkan kedudukan pompa/ gunakan gas
2. Rotor terlalu dalam separator menyentuh penyetop di dasar sumur Naikkan rotor supaya masuk tepat ke stator o 3. Rod bengkok karena Maksimum PCP 5 , lubang sumur miring gunakan centralizer 4. Pompa tak cukup Ganti ke pompa lebih terlumasi tinggi kelasnya
/Turun
Packing Bocor
1. Pulli salah ukuran 2. Belt selip
Cairan produksi bocor di
Untuk bisa bekerja effektif, packing memang harus bocor sedikit