Lampiran Keputusan Direktur RSU Cahaya Medika Tentang Kebijakan Pemberlakuan Tentang Panduan Pemindahan Pasien Dari Ruang Pemulihan Nomor : 017/SK-DIR/PAB/RSU-CM/VII 017/SK-DIR/PAB/RSU-CM/VII/2018 /2018 Tanggal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasien yang mengalami operasi dengan anestesi membutuhkan perawatan setelah tindakan. Jam pertama setelah anestesi merupakan saat yang paling berbahaya. Kondisi berbahaya ini disebabkan oleh jalan nafas yang masih tertekan walaupun pasien tampak sudah bangun. Depresi pernapasan dapat mengakibatkan kematian karena hipoksia. Dalam hal ini, hipoksia merupakan salah satu komplikasi anestesi pasca operasi. Banyak komplikasi yang dapat terjadi setelah tindakan operatif, baik efek dari anestesi maupun dari tindakan operatif itu tersendiri. Secara garis besar ada empat hal yang harus diperhatikan pada pasien pasca anestesi, yaitu masalah pernapasan, kardiovaskuler, keseimbangan cairan, sistem persarafan, perkemihan, dan gastrointestinal. gastrointestinal. Harus diperhatikan diperhatikan bahwa komplikasi anestesi yang tidak segera ditangani akan berdampak kematian bagi pasien. Beberapa komplikasi lain yang mungkin terjadi antara lain: pernapasan tidak adekuat, pneumotorakis, atelektasis, hipotensi, gagal jantung, embolisme pulmonal, pemanjangan efek sedatif premedikasi, trombosis
jantung,
cedera
kepala,
sianosis,
konfulsi,
mual
muntah,
embolisme lemak dan keracunan barbiturat. Komplikasi anestesi jarang terjadi, namun dapat mengancam jiwa. Laporan umum mencatat kejadian kematian pada waktu atau segera setelah operasi di beberapa rumah rumah sakit di Amerika rata-rata ra ta-rata 0,2% - 0,6% dari operasi dan kematian yang disebabkan oleh anestesi 0,03% - 0,1% dari seluruh anestesi yang diberikan. Campbell (1960) menambahkan bahwa kematian yang terjadi pada waktu operasi atau segera setelah operasi dari laporan kejadian karena anestesi sangat sa ngat bervariasi dari 5% sampai 50%. 50%. Ruang pemulihan mempunyai angka cidera dan tuntutan pengadilan yang tinggi di rumah sakit. Resiko ini berkurang jika perawatan pascaoperatif di ruang pemulihan dilakukan secara optimal. Instalasi Bedah Sentral RSUD setiap hari rata – rata melayani 5-6 pasien operasi dengan anestesi umum. umum. Langkah-langkah Langkah-langkah tindakan keamanan
dan dan tindakan 1
keperawatan harus berlangsung terus menerus selama tahap pascaoperatif.
B. Pengertian Ruang pemulihan adalah Pasien yang baru saja menjalani tindakan operasi harus dirawat sementara di PACU (Post Anesthesia Care Unit) atau ruang pemulihan ( HCU ) untuk perawatan post anestesi sampai kondisi pasien stabil. Apabila pasien tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan, dalam hal ini peran dokter di ruang pemulihan sangat dibutuhkan untuk memberikan tindakan pada pasien pasca operasi dan yang mengalami operasi dengan anestesi. High care unit (HCU) adalah suatu ruangan yang terletak di dekat kamar bedah, dekat dengan perawat bedah, ahli anesthesia dan ahli bedah sendiri, sehingga apabila timbul keadaan gawat pasca-bedah, klien dapat segera diberi pertolongan.
2
BAB II RUANG LINGKUP
1.
Penerimaan pasien dari kamar Operasi
2.
Memonitor kondisi asien setelah pembiusan
3.
Pemindahan pasien dari HCU ke Ruang Rawat Inap
4.
Pemindahan pasien dari HCU ke Unit Intensif
5.
Pemulangan pasien Rawat Jalan ke Ruang pulih sadar
3
BAB III TATA LAKSANA
A. Penerimaan Pasien di Ruang Pemulian Perawatan di ruang pemulihan tidak kalah peting disbanding dengan pengelolaan anastesi dikamar operasi, karena hamper semua dari penyakitserta kematian dapat terjadi pasca bedah. Hal-hal yang perlu dilakukan antara lain: 1.
Posisi penderita disesuaikan denga jenis operasi, missal : abduksi untuk post injection Moore prothese, fleksi untuk post supracondilair humeri.
2.
Pengawasan bagian yang telah dioperasi, meliputi tekanan gips, balutan, drainase, sirkulasi dan perdarahan.
3.
Observasi adanya perdarahan, dapat diketahui dari perembesan, produksi drain, hematom, cek Hb bila turun usahakan transfuse, Lab dan Ro foto
4.
Pengobatan luka atau medikasi, biasanya dikerjakan sehari setelah operasi kecuali ada pesan khusus dari operator, missal pada operasi skin graft.
Menurut Brunner and Suddarth (2002) bahwa dalam serah terima pasien pasca operatif meliputi diagnosis medis dan jenis embedahan, usia, kondisi umum, tanda-tanda vital, kepatenan jalan nafas, obat-obat yang digunakan, masalah yang terjadi selama pembedhan, cairan yang diberikan, jumlah perdarahan, informasi tentang dokter bedah dan anastesi.
B. Kriteia Pemulihan Pasca Operasi
Tabel 2. Kriteria Aldrete GERAKAN Dapat menggerakkan ke 4 ekstremitasnya sendiri atau dengan
Skor 2
perintah Dapat menggerakkan ke 2 ekstremitasnya sendiri atau dengan
1
perintah Tidak dapat menggerakkan ekstremitasnya sendiri atau dengan
0
perintah PERNAFASAN Bernafas dalam dan kuat serta batuk
2
Bernafas berat atau dispnu
1
Apnu atau nafas bantu
0
TEKANAN DARAH Sama dengan nilai awal + 20%
2
Berbeda lebih dari 20-50% dari nilai awal
1
Berbeda lebih dari 50% dari nilai awal
0
KESADARAN Sadar Penuh
2
Tidak sadar, ada reaksi terhadap rangsangan
1
Tidak sadar, tidak ada reaksi terhadap rangsangan
0
WARNA KULIT Merah
2
Pucat, Ikterus, dan lain-lain
1
Sianosis
0
Pasien dianggap sudah pulih sadar dari anastesia dan dapat pindah dari ruang pemulihan ke ruang perawatan apabila skor > 8.
Tabel 3. Steward Score (Anak) Pergerakan
Pernafasan
Kesadaran
Gerak bertujuan
2
Gerak tak bertujuan
1
Tidak bergerak
0
Batuk, menangis
2
Pertahankan jalan nafas
1
Perlu Bantuan
0
Menangis
2
Bereaksi terhadap rangsangan
1
Tidak Bereaksi
0
C. Monitoring Pasca Operasi Monitoring setelah operasi perlu dilakukan setelah pasien menjalani operasi pembedahan. Pada saat penderita berada diruang pemulihan perlu dicegah dan ditanggulangi keadaan-keadaan yang ada sehubungan dengan tindakan anastesi, anastesi antara lain:;
1.
Hipoksia Disebabkan tersumbatya jalan nafas. Terapi dengan O2 3-4 L/menit, bebaskan jalan nafas, bila perlu pernafasan buatan.
2.
Irama jantung dan nadi cepat, hipertensi Sering disebabkan karena kesakitan, permulaan hipoksia atau memang penyakit dasarnya. Terapi dengan O2, analgetik, posisi fowler.
3.
Hipotensi Biasanya
karena perdarahan,
kurang cairan, special anestesi. Terapi
dengan posisi datar, infus RL dipercepat sampai tensi normal. 4.
Gaduh gelisah Biasanya karena kesakitan atau sehabis pembiusan dengan ketamin, pasien telah sadar tapi masih terpasang ganjal lidah/airway. Terapi dengan O2, analgetik, ganjal dilepas, atau kadang perlu bantal.
5.
Muntah Bahaya berupa aspirasi paru. Terapi miringkan kepala dan badan sampai setengah tengkurap, posisi trendelenberg, hisap muntah sampai bersih.
6.
Menggigil Karena kedinginan, kesakitan atau alergi. Terapi dengan O2, selimuti, bila perlu beri analgetika.
7.
Alergi sampai syok Oleh karena kesalahan tranfusi atau obat-obatan. Terapi dengan stop tranfusi, ganti Na Cl.
D. Monitoring Jalan Nafas Monitoring klinis pasca operasi dapat dibagi menjadi penilaian airway, breathing , dan circulation. Airway dapat dinilai dengan memperhatikan tanda atau gejala obstruksi jalan nafas seperti retraksi dinding dada atau retraksi supraklavikular pada saat inspirasi serta terdengarnya bising saat pernafasan. Hal ini dapat dipebaiki dengan memperbaiki posisi pasien menjadi berbaring ke lateral kiri yang akan menghindarkan jatuhnya lidah menutup orofaring yang akan mempersulit pernafasan. Kesulitan pernafasan berkaitan dengan tipe spesifik anesthesia. Pasien
yang menerima anesthesia lokal atau oksida nitrat biasanya akan sadar kembali dalam waktu beberapa menit setelah meninggalkan ruang operasi. Namun, pasien yang mengalami anesthesia general/lama biasanya tidak sadar, dengan semua otot-ototnya rileks. Relaksasi ini meluas sampai ke otototot faring, oleh karenanya ketika pasien berbaring terlentang, rahang bawah dan lidahnya jatuh ke belakang dan menyumbat jalan udara. Tanda-tandanya: 1.
Tersedak
2.
Pernafasan bising dan tidak teratur
3.
Dalam beberapa menit kulit menjadi kebiruan. Cara untuk mengetahui apakah pasien bernafas atau tidak adalah dengan
menempatkan telapak tangan di atas hidung dan mulut pasien untuk merasakan hembusan nafas. Gerakan thoraks dan diafragma tidak selalu menandakan
bahwa
pasien
bernafas.
Tindakan
terhadap
obstruksi
hipofaringeus termasuk mendongakkan kepala ke belakang dan mendorong ke depan pada sudut rahang bawah, seperti jika mendorong gigi bawah di depan gigi atas. Manuver ini menarik lidah ke arah depan dan membuka saluran udara.
E. Monitoring Pernafasan Pernafasan dapat dipantau dengan memperhatikan pergerakan abdomen, dada atau dengan mendekatkan tangan kita pada hidung atau mulut pasien. Oksigenasi dapat juga dinilai dengan memperhatikan warna kulit pasien. Kebiruan yang umum dijumpai di bibir atau lidah dapat menandai suatu hipoksia. Respirasi harus dimonitor dengan teliti, mulai dengan cara-cara sederhana sampai monitor yang menggunakan alat-alat. Pernafasan dinilai dari jenis nafasnya, apakah thorakal atau abdominal, apakah ada nafas paradoksal retraksi intercostal atau supraclavicula. Pemantauan terhadap tekanan jalan nafas, tekanan naik bila pipa endotrakhea tertekuk, sekresi berlebihan, pneumothorak, bronkospasme, dan obat-obat relaksan habis. Pemantauan terhadap Oxygen Delivery dan end tidal CO2. End tidal CO2, korelasi antara Pa O2 dan Pa CO2 cukup baik pada pasien dengan paru normal. Alat pemantaunya adalah kapnometer yang biasa digunakan untuk memantau emboli udara pada paru, malignan hiperthermi, pasien manula, operasi arteri karotis. Stetoskop esofagus, merupakan alat sederhana, murah,
non invasif, dan cukup aman. Dapat secara rutin digunakan untuk memantau suara nafas dan bunyi jantung. F. Monitoring Sirkulasi Pemantauan cairan pascaopertif di ruang pemulihan sangat diperlukan karena bila pasien bisa mengalami hipovolemia dan hipervolemia. Cairan intravena perlu diatur, dan dicatat jumlah cairan yang masuk. Keluaran cairan ditentukan dengan pemantauan melalui urin, drain, dan jumlah perdarahan. Hipovolemia terjadi karena perdarahan dan penguapan tubuh bertambah karena pemberian gas anestesi yang kering dan yang
lebar
menambah
penguapan
tubuh
meningkat
luka
operasi sehingga
kehilangan cairan lebih banyak.Hipervolemia pada pasien pascaoperatif disebabkan pemberian cairan intravena melebihi 30% dari yang seharusnya, kesalahan dalam pemantauan hemodinamik.
G. Monitoring Suhu Pasien Brunner and Suddarth (2002) berpendapat bahwa Pasien yang mengalami anestesi mudah menggigil, selain itu pasien menjalani pemejanan lama terhadap dingin dalam ruang operasi dan menerima cairan intravena yang cukup banyak sehingga harus dipantau terhadap kejadian hipotermia 24 jam pertama pascaoperatif. Association of Operating Room Nursing (2007) menyarankan ruangan dipertahankan pada suhu yang nyaman, dan selimut disediakan
untuk
mencegah
menggigil
H. Penilaian Derajat Kesadaran Level kesadaran dapat dinilai dengan melihat refleks kedip, menelan, dan pengucapan kata-kata. Sementara jika pasien menjalani operasi dengan anestesia regional seperti spinal atau epidural, harus dinilai ketinggian penurunan level blok anestesi. Jangan mendudukkan pasien terlalu cepat karena akan menimbulkan hipotensi postural.
I.
Manajemen Nyeri Pasca Operasi Tindakan pembedahan selalu menimbulkan trauma jaringan dan melepaskan mediator inflamasi dan nyeri yang poten. Substansi yang dilepaskan dari jaringan yang mengalami cedera memicu respon hormon stres selain aktivasi sitokin, molekul adhesi, dan faktor-faktor koagulasi.
Aktivasi ‘respon stres’ tersebut
menimbulkan
kenaikan tingkat
metabolisme, retensi air, dan memicu reaksi ‘ fight or fight ’ dengan gejalagejala otonom. Respon-respon tersebut menimbulkan nyeri dan morbiditas pembedahan antara lain komplikasi kardiovaskuler dan pernapasan yang dapat timbul khususnya pada pasien lanjut usia dan pasien-pasien dengan penyakit kardio-respiratorik sebelumnya.2 Obat-obatan analgesik non-opioid yang paling umum digunakan diseluruh dunia adalah aspirin, paracetamol, dan OAINS, yang merupakan obat-obatan utama untuk nyeri ringan sampai sedang. Obat-obatan ini dapat dikombinasi untuk mencapai hasil yang lebih sempurna. Karena kebutuhan masingmasing individu adalah berbeda-beda, maka penggunaan Patient Controlled Analgesia dirasakan sebagai metode yang paling efektif dan menguntungkan dalam
menangani
nyeri
pascaoperasi
meskipun
dengan
tidak
lupa
mempertimbangkan faktor ketersediaan dan keadaan ekonomi pasien.
J. Komplikasi Pasca Operasi 1.
Syok Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan
ketidakmampuan
untuk
mengekspresikan
produk
sampah
metabolisme. Tanda- tandanya:
a. Pucat b. Kulit dingin dan terasa basah c. Pernafasan cepat d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah e. Nadi cepat, lemah dan bergetar f. Penurunan tekanan nadi g. Tekanan darah rendah dan urine pekat.
Pencegahan :
a. Terapi penggantian cairan b. Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum c. Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan dengan menggunakan narkotik secara bijaksana
d. Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi)
e. Ruangan tenang untuk mencegah stres f. Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi g. Pemantauan tanda vital Pengobatan
a. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan b. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan c. Pemantauan status pernafasan dan CV d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika diindikasikan
e. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex : komponen darah, albumin, plasma atau pengganti plasma)
f. Penggunaan beberapa jalur intravena g. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik (mengurangi retensi cairan dan edema)
2.
Perdarahan Jenis Perdarahan : a. Hemorrhagi Primer : terjadi pada waktu pembedahan b. Hemorrhagi Intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat c. Hemorrhagi Sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainage.
Tanda-tanda : Gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.
Penatalaksanaan :
a. Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok b. Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi c. Inspeksi luka bedah d. Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi
e. Transfusi darah atau produk darah lainnya f. Observasi VS
3.
Trombosis Vena Profunda (TVP) Merupakan trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial. Manifestasi klinis :
a. Nyeri atau kram pada betis b. Demam, menggigil dan perspirasi c. Edema d. Vena menonjol dan teraba lebih mudah
Pencegahan :
a. Latihan tungkai b. Pemberian Heparin atau Warfarin dosis rendah c. Menghindari penggunaan selimut yang digulung, bantal yang digulung atau bentuk lain untuk meninggikan yang dapat menyumbat pembuluh di bawah lutut
d. Menghindari menjuntai kaki di sisi tempat tidur
Pengobatan :
a. Ligasi Vena femoralis b. Terapi anti koagulan c. Pemeriksaan masa pembekuan d. Stoking elatik tinggi e. Ambulasi dini
4.
Embolisme Pummonal Terjadi ketika embolus menjalar ke sebelah kanan jantung dan dengan sempurna menyumbat arteri pulmonal. Pencegahan paling efektif adalah dengan ambulasi dini pasca operatif.
5.
Retensi Urine Paling sering terjadi setelah pembedahan pada rektum, anus dan vagina.
6.
Delirium Penurunan kesadaran dapat terjadi karena toksik, traumatik atau putus alkohol.
K. Kriteria Pentransferan Paisen ke Ruang Perawatan Pasien pasca operasi yang telah dinilai cukup pulih setelah dirawat di HCU berdasarkan skor Aldrete ataupun Steward. Serah terima mempunyai legalitas, dan harus sesuai dengan pedoman serah terima yang disarankan oleh Brunner and Suddarth (2002) dan American Society of Post Anesthesia Nurses (2001). Faktor keamanan harus dipertimbangkan dalam memindahkan pasien dari ruang pemulihan. Sebelum dipindahkan, laporan yang perlu disampaikan meliputi prosedur operasi yang dilakukan,kondisi umum pasien,kejadian pascaanestesi, informasi tentang balutan, drain, alat pemantauan, obat yang diberikan, cairan yang masuk dan keluar dan informasi lain yang ditentukan oleh protokol institusi, informasi kepada keluarga tentang kondisi pasien.
BAB V DOKUMENTASI
Semua kegiatan di High Care
Unit (HCU) dicatat dan didokumentasikan
dalam formulir Monitoring Pasca Anasthesi/ Sedasi.