ANALISIS RESPON BEBAN ANGIN PADA BANGUNAN BETON TINGKAT TINGGI YANG MENGGUNAKAN SISTEM OUTRIGGER TRUSS
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi melengkapi tugas-tugas dan dan memenuhi memenuhi syarat dalam menempuh Colloqium Doctum/Ujian Sarjana (Insinyur) Teknik Sipil
VERIK ANGERIK 04 0404 053
BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 Verik angerik : Analisis Respon Beban Angin Pada Bangunan Beton Tingkat Tinggi Yang Menggunakan Sistem Outrigger Truss, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAK
Bangunan tingkat tinggi merupakan suatu bukti dari perkembangan dan kemajuan dari suatu negara. Inovasi di dalam dunia teknik sipil terus mengalami kenaikan seiring dengan peningkatan peningkatan kebutuhan dan perkembangan zaman. Sistem struktur pada bangunan bangunan tingkat tinggi juga mengalami kemajuan dan semakin beragam pula penggunaannya, dengan tujuan untuk dapat menahan beban yang bekerja secara lateral yaitu beban angin dan beban gempa yang dianggap sangat berbahaya bagi keamanan dan kestabilan suatu struktur. Beban angin merupakan suatu fluida yang sifatnya dinamis serta mengalami kenaikan kecepatan dan tekanan seiring dengan pertambahan ketinggian, sehingga dianggap berbahaya bagi suatu struktur yang bertingkat tinggi t inggi.. Salah satu sistem struktural yang cukup efektif digunakan untuk menahan beban lateral pada bangunan tingkat tinggi adalah sistem outrigger truss. Sistem struktural yang masih kurang dikenal di Indonesia ini merupakan sejenis bracing (pengekang) yang dalam aplikasinya tidak direncanakan di semua lantai pada bangunan tingkat tinggi. Outrigger dipasang dengan cara menghubungkan core wall dari suatu bangunan dengan kolom terluar pada suatu bangunan bangunan bertingkat tinggi dengan tujuan untuk menambah menambah kekakuan dan kekuatan suatu struktur.Penggunaan outrigger ini dapat dipasang pada beberapa lantai (double) ataupun hanya satu lantai saja ( single) sesuai dengan kebutuhan perencanaan dan ketinggian gedung. Outrigger yang yang prinsip pr insip kerjanya mengakukan suatu lantai pada bangunan tingkat tinggi ini, dapat direncanakan dengan profil baja yang dipasang diagonal ataupun berupa berupa dinding beton. Salah satu manfaat utama dari pemasangan outrigger ini adalah mampu mereduksi displacement dan dan bahaya dari inter-storey drift yang yang ditimbulkan akibat beban lateral yang bekerja bekerja pada bangunan tersebut. Hasil perhitungan dan analitis telah membukt membuktik ikan an bahwa penggunaan penggunaan outrigger dapat mengurangi mengurangi displacement serta inter-storey drift dibandingkan dengan bangunan yang tidak menggunakannya.Lokasi optimum dari pemasangan outrigger ini juga dapat ditentukan melalui perhitungan analitis jika dipasang single ataupun dapat melalui perkiraan yaitu pada sekitar pertengahan ketinggian bangunan. Selain itu, parameter yang dapat digunakan untuk menentukan lokasi optimum pemasangan single outrigger ini adalah parameter defleksi lateral.
Verik angerik : Analisis Respon Beban Angin Pada Bangunan Beton Tingkat Tinggi Yang Menggunakan Sistem Outrigger Truss, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAK
Bangunan tingkat tinggi merupakan suatu bukti dari perkembangan dan kemajuan dari suatu negara. Inovasi di dalam dunia teknik sipil terus mengalami kenaikan seiring dengan peningkatan peningkatan kebutuhan dan perkembangan zaman. Sistem struktur pada bangunan bangunan tingkat tinggi juga mengalami kemajuan dan semakin beragam pula penggunaannya, dengan tujuan untuk dapat menahan beban yang bekerja secara lateral yaitu beban angin dan beban gempa yang dianggap sangat berbahaya bagi keamanan dan kestabilan suatu struktur. Beban angin merupakan suatu fluida yang sifatnya dinamis serta mengalami kenaikan kecepatan dan tekanan seiring dengan pertambahan ketinggian, sehingga dianggap berbahaya bagi suatu struktur yang bertingkat tinggi t inggi.. Salah satu sistem struktural yang cukup efektif digunakan untuk menahan beban lateral pada bangunan tingkat tinggi adalah sistem outrigger truss. Sistem struktural yang masih kurang dikenal di Indonesia ini merupakan sejenis bracing (pengekang) yang dalam aplikasinya tidak direncanakan di semua lantai pada bangunan tingkat tinggi. Outrigger dipasang dengan cara menghubungkan core wall dari suatu bangunan dengan kolom terluar pada suatu bangunan bangunan bertingkat tinggi dengan tujuan untuk menambah menambah kekakuan dan kekuatan suatu struktur.Penggunaan outrigger ini dapat dipasang pada beberapa lantai (double) ataupun hanya satu lantai saja ( single) sesuai dengan kebutuhan perencanaan dan ketinggian gedung. Outrigger yang yang prinsip pr insip kerjanya mengakukan suatu lantai pada bangunan tingkat tinggi ini, dapat direncanakan dengan profil baja yang dipasang diagonal ataupun berupa berupa dinding beton. Salah satu manfaat utama dari pemasangan outrigger ini adalah mampu mereduksi displacement dan dan bahaya dari inter-storey drift yang yang ditimbulkan akibat beban lateral yang bekerja bekerja pada bangunan tersebut. Hasil perhitungan dan analitis telah membukt membuktik ikan an bahwa penggunaan penggunaan outrigger dapat mengurangi mengurangi displacement serta inter-storey drift dibandingkan dengan bangunan yang tidak menggunakannya.Lokasi optimum dari pemasangan outrigger ini juga dapat ditentukan melalui perhitungan analitis jika dipasang single ataupun dapat melalui perkiraan yaitu pada sekitar pertengahan ketinggian bangunan. Selain itu, parameter yang dapat digunakan untuk menentukan lokasi optimum pemasangan single outrigger ini adalah parameter defleksi lateral.
Verik angerik : Analisis Respon Beban Angin Pada Bangunan Beton Tingkat Tinggi Yang Menggunakan Sistem Outrigger Truss, 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penyusunan penyusunan Tugas Akhir ini dapat saya selesaikan dengan baik, Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) di Fakultas Teknik T eknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara (USU). Penulis menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, motivasi dan bantuan semua pihak. Untuk itu melalui tulisan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang yang tulus kepada : 1. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT. dan Bapak Ir. Robert Panjaitan selaku Dosen Pembimbing saya yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan dukungan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak dosen pembanding yaitu Bapak Ir. Nurjulisman, Bapak Ir. Mawardi S. , Bapak M. Aswin, ST, MT. atas bimbingan, saran, kritik dan penilaian yang diberikan pada Tugas Akhir ini. 5. Bapak / Ibu Staff pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang selama ini ikhlas dan sabar dalam mencurahkan ilmunya kepada seluruh anak didiknya termasuk penulis. 6. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil yang telah memberikan bantuan dalam dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 7. Papa dan Mama, terima kasih karena telah memberikan kasih sayang, dukungan dan semangat yang luar biasa untuk menyelesaikan semua tugas, mata kuliah, dan juga makanan untuk lembur selama empat tahun ini. Thank you so much, I love you, dad and mom! 8. Buat ciciku tercinta Veda dan iparku tersayang Mas Dion Hambali, ter ima kasih buat dukungan dan doanya, juga untuk saran serta tips untuk karir. Untuk pasangan pengantin pengantin baru ini, saya ucapkan selamat berbulan madu dan cepat punya
momongan biar saya segera mempunyai keponakan. Juga adikku tercinta Verin. You’re all so precious for me! 9. O Ku dan Siau Ku yang memberi dukungan. 10. Teman-teman dan keluarga besar dari “MY Home” yang luar biasa, Nyak Fena dan Mr. Maxi yang akan married tahun ini, Charles, Wawan dan Cece yang sudah mau ke Palembang, Steffi, Franky, Lia, Erna, Reffy, Sherly, Andreas, Wendy, Liana, Marni, Hasan, Maik, Herlinda, Delfin, Dessy, Richard, Vritz, Budi, Susan, Darwin, AA, Winston, Ci Mega, Ko Maximilian, Dedy, Cindy T, Vecilia yang lagi di KL. Terima kasih buat dukungan kalian yang luar biasa. Doa-doa yang kalian tabur tidak akan sia-sia. Be excellent and keep reaching out for the lost!!! 11. Anak-anak yang di Jakarta, Cindy, Ronny dan Heppy yang luar biasa dan senantiasa mendukung dan mendoakan dari pulau seberang. Love you guys!!! Juga Eka dan Ko Wang-Wang yang sudah meniti karir di ibukota tanah air (sukses ya!). Herry yang lagi gencar-gencarnya di Bali. 12. Sammuel Steven yang lagi masa pemulihan di New York, get well soon my lil bro! 13. Pipi my doggy, Titi my kitty dan Jojo my greeny pet yang selalu menemani waktu mengerjakan Tugas Akhir ini. 14. Rekan-rekan Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang kompak, norak dan gokil abis, Erwin, Robert (seperjuangan TA), Marlon, Samuella, Nuel, Eric, Orry, SPICE (Siska, Indah, Muti, Agus, Grace), Fantastic Five Irigasi (Icha, Sheila, Rizky, Mario), Trio KP (Acha dan Dian), Ko Andy `02, Fira, Freddy, Citra, Andy, Dessy, Rio dan yang stambuk `04 lainnya tanpa saya sebutkan namanya satu per satu yang telah memberikan masukan, semangat dan motivasi yang positif buat saya.
Penulis menyadari manusia tidak luput dari kesilapan dan kesalahan, demikian juga penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini sehingga Tugas Akhir ini masih memiliki kesalahan dan kekurangan walaupun penulis telah berusaha semaksimal mungkin. Oleh karena itu dengan tangan terbuka dan hati yang tulus penulis akan menerima saran dan kritik yang positif demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Harapan penulis, semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua khusunya yang bergerak dalam bidang Teknik Sipil.
Medan,
Februari 2009
Penulis
Verik Angerik
DAFTAR ISI
ABSTRAK .........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR .......................................................................................
ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
x
DAFTAR NOTASI .............................................................................................
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ......................................................................
I-1
1.1
Latar Belakang ................................................................. I - 1
1.2
Perumusan Masalah ......................................................... I - 3
1.3
Tujuan Penelitian ............................................................. I - 4
1.4
Pembatasan Masalah ........................................................ I - 4
1.5
Metodologi Penelitian ...................................................... I - 6
TEORI DASAR ........................................................................... 2.1
II - 1
Bangunan Tingkat Tinggi ................................................. II - 1 2.1.1. Sejarah dan Perkembangan ..................................... II - 1 2.1.2. Klasifikasi Bangunan Tingkat Tinggi ................... II - 3
2.2
Sistem Outrigger Truss ..................................................... II - 6 2.2.1. Umum .................................................................... II - 6 2.2.2. Karakterisitik Outrigger Truss .............................. II - 9 2.2.3. Aplikasi .................................................................. II - 12 2.2.4. Keuntungan Pemakaian Outrigger Truss .............. II - 13 2.2.5. Permasalahan ......................................................... II - 14 2.2.6. Contoh ................................................................... II - 16
2.3
Aksi dan Penyebaran Gaya pada Bangunan Tingkat Tinggi ................................................................................. II - 19
BAB III
RESPON BEBAN ANGIN PADA BANGUNAN TINGKAT TINGGI ......................................................................................... III - 1 3.1
Beban Angin ...................................................................... III - 1 3.1.1. Kecepatan Angin ................................................... III - 1 3.1.2. Beban Angin dalam Peraturan ............................... III - 2 3.1.3. Arah Angin ............................................................ III - 4 3.1.4. Turbulensi .............................................................. III - 4
3.2
Perhitungan Beban Angin pada Bangunan Tingkat Tinggi III - 4
3.3
Perhitungan pada Bangunan Tingkat Tinggi ..................... III - 8 3.3.1. Kekakuan ............................................................... III - 8 3.3.2. Displacement .......................................................... III - 8
3.4
Lokasi Optimum Penempatan Outrigger Truss pada Bangunan Tingkat Tinggi .................................................. III - 16
BAB IV
ANALISIS DAN PERHITUNGAN ............................................
IV - 1
4.1
Data Bangunan Tingkat Tinggi ......................................... IV - 1
4.2
Perhitungan Beban Angin ................................................. IV - 3
4.3
Kekakuan .......................................................................... IV - 7
4.4
Displacement ..................................................................... IV - 8
4.4.1. Displacement Model Struktur I ............................. IV - 10 4.4.2. Displacement Model Struktur II ........................... IV - 11 4.4.3. Displacement Model Struktur III .......................... IV - 13 4.4.4. Displacement Model Struktur IV .......................... IV - 14 4.4.5. Displacement Model Struktur V ........................... IV - 16 4.4.6. Pendataan .............................................................. IV - 17 4.5
Inter-storey Drift ................................................................ IV - 30
4.6
Menentukan Lokasi Optimum Penempatan Single Outrigger .......................................................................... IV - 43
4.6.1. Defleksi Lateral ..................................................... IV - 43 4.6.2. BAB V
Lokasi Optimum Single Outrigger ....................... IV - 47
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... V - 1 5.1
Kesimpulan ........................................................................ V - 1
5.2
Saran .................................................................................. V - 2
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1
Sistem Outrigger Truss pada Bangunan Tingkat Tinggi (Tampak Samping)
Gambar I.2
Sistem Outrigger Truss pada Bangunan Tingkat Tinggi (Tampak Atas)
Gambar I.3
Model Bangunan 40 Lantai
Gambar II.1
Klasifikasi Sistem Struktur Bangunan Tingkat Tinggi (CTBUH, Group SC, 1980)
Gambar II.2
Bangunan Tingkat Tinggi dengan Sistem Outrigger Truss
Gambar II.3
Bangunan Tingkat Tinggi dengan Sistem Outrigger Truss yang Konvensional
Gambar II.4
Transfer Gaya dalam Sistem Outrigger Tr uss yang Konvensional
Gambar III.1
Karakteristik Kecepatan Angin
Gambar III.2
Kecepatan Maksimum Angin
Gambar III.3
Grafik Beban Angin Berdasarkan Ketinggian Bangunan
Gambar III.4 (a)
Displacement Satu Arah
Gambar III.4 (b)
Double Flexure
Gambar III.5
Aliran Turbulen
Gambar III.6
Pemodelan dalam Penempatan Outrigger
Gambar IV.1
Bangunan 40 Lantai
Gambar IV.2
Grafik Beban Angin Berdasarkan Ketinggian Bangunan
Gambar IV.3
Distribusi Beban Angin
Gambar IV.4
Core Wall
Gambar IV.5
Distribusi Beban Angin pada Model I
Gambar IV.6
Distribusi Beban Angin pada Model II
Gambar IV.7
Distribusi Beban Angin pada Model III
Gambar IV.8
Distribusi Beban Angin pada Model IV
Gambar IV.9
Distribusi Beban Angin pada Model V
Gambar IV.10
Grafik Hasil Displacement pada Model I
Gambar IV.11
Grafik Hasil Displacement pada Model II
Gambar IV.12
Grafik Hasil Displacement pada Model III
Gambar IV.13
Grafik Hasil Displacement pada Model IV
Gambar IV.14
Grafik Hasil Displacement pada Model V
Gambar IV.15
Grafik Perbandingan Hasil Displacement
Gambar IV.16
Grafik Hasil Inter-storey Drift pada Model I
Gambar IV.17
Grafik Hasil Inter-storey Drift pada Model II
Gambar IV.18
Grafik Hasil Inter-storey Drift pada Model III
Gambar IV.19
Grafik Hasil Inter-storey Drift pada Model IV
Gambar IV.20
Grafik Hasil Inter-storey Drift pada Model V
Gambar IV.21
Grafik Perbandingan Hasil Inter-storey Drift
Gambar IV.22
Grafik Defleksi Terhadap Lantai Bangunan
Gambar IV.23
Grafik Lokasi Optimum Penempatan Single Outrigger
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1
Perhitungan Hasil Displacement pada Model I
Tabel IV.2
Perhitungan Hasil Displacement pada Model II
Tabel IV.3
Perhitungan Hasil Displacement pada Model III
Tabel IV.4
Perhitungan Hasil Displacement pada Model IV
Tabel IV.5
Perhitungan Hasil Displacement pada Model V
Tabel IV.6
Displacement pada Puncak Bangunan
Tabel IV.7
Persentase Pengurangan Displacement
Tabel IV.8
Perhitungan Hasil Inter-storey Drift pada Model I
Tabel IV.9
Perhitungan Hasil Inter-storey Drift pada Model II
Tabel IV.10
Perhitungan Hasil Inter-storey Drift pada Model III
Tabel IV.11
Perhitungan Hasil Inter-storey Drift pada Model IV
Tabel IV.12
Perhitungan Hasil Inter-storey Drift pada Model V
Tabel IV.13
Inter-storey Drift Maksimum
Tabel IV.14
Persentase Pengurangan Inter-storey Drift
Tabel IV.15
Hasil Perhitungan Defleksi Lateral
DAFTAR NOTASI
W
Besar Beban Angin
K
Nilai Kekakuan
A
Luasan Penampang
E C
Modulus Elastisitas dari Core
d
Jarak Antar Kolom
L
Tinggi Bangunan
I
Momen Inersia dari Core Wall
b
Lebar Core
h
Tinggi Core
∆n
Displacement pada Model n
% ∆
Persentase Pengurangan Displacement
M
Nilai Momen
ISD
Hasil Perhitungan Inter-storey Drift
% ISD
Persentase Pengurangan Inter-storey Drift
x
Ketinggian Pemasangan Outrigger Diukur dari Puncak Bangunan
Z
Ketinggian Pemasangan Outrigger Diukur dari Tanah Rotasi dari Kantilever Akibat Beban Angin Secara Lateral Saat Z = L Rotasi dari Kantilever Akibat Kekakuan Rotasi Final dari Kantilever Saat Z = L
BAB I PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Inovasi dalam perencanaan struktur terus menerus dikembangkan dalam mendesain bangunan tingkat tinggi dengan tujuan dapat menahan beban gempa dan tekanan angin. Pembangunan gedung bertingkat tinggi dapat dilakukan jika teknik-teknik perencanaan pembangunan yang digunakan dapat memaksimalkan kapasitas dari bahan-bahan struktur tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak sistem design dan metode perencanaan yang terus dikembangkan dalam dunia teknik sipil dan dapat digunakan untuk merencanakan bangunan tingkat tinggi; salah satunya adalah penerapan dan penggunaan sistem outrigger truss pada bangunan tingkat tinggi. Sistem outrigger truss biasanya digunakan sebagai salah satu sistem struktural yang efektif untuk mengontrol beban yang bekerja secara lateral. Ketika beban lateral yang tergolong kecil maupun menengah bekerja pada suatu struktur, baik beban angin ataupun gempa yang menimbukan respons pada bangunan, maka kerusakan struktur secara struktural maupun non-struktural dapat dihindari. Sistem outrigger ini dapat dan umumnya digunakan pada bangunan bertingkat tinggi yang juga terletak pada daerah yang merupakan zona gempa ataupun yang beban anginnya cukup berdampak pada bangunan. Sistem outrigger truss merupakan salah satu sistem penahan beban lateral yang umumnya direncanakan dengan profil baja dan dipasang secara diagonal (juga dapat berupa struktur dinding beton ataupun struktur komposit). Kolom bagian terluar dari bangunan tingkat tinggi terhubung dengan core wall yang terdapat di bagian tengah bangunan dengan batang-batang outrigger truss yang bersifat sangat kaku pada satu tingkat atau lebih (Gambar I.1). Ketika beban lateral bekerja pada bangunan, penekukan pada core wall memutar batang-
batang outrigger yang kaku yang juga terhubung dengan core wall serta mempengaruhi tarik dan tekan pada kolom.
Gambar I.1 – Sistem Outrigger Truss pada Bangunan Tingkat Tinggi (Tampak Samping)
Outrigger Truss Shear Wall (Core Wall)
Column
Gambar I.2 – Sistem Outrigger Truss pada Bangunan Tingkat Tinggi (Tampak Atas)
Outrigger truss yang digunakan pada bangunan tingkat tinggi tidak dipasang pada
setiap lantai. Pemasangan outrigger truss disesuaikan dengan kebutuhan dan perencanaan dari bangunan tersebut. Umumnya, outrigger truss dapat dipasang hanya pada satu lantai saja ataupun lebih pada bangunan.
I.2.
Perumusan Masalah
Dalam tugas akhir ini akan dibahas penggunaan sistem outrigger truss yang akan ditempatkan di beberapa lantai pada bangunan beton setinggi 40 lantai, dan pengaruh respon yang ditimbulkan oleh beban angin terhadap bangunan tingkat tinggi yang menggunakan outrigger dan yang tidak menggunakan
outrigger . Perencanaan beban angin akan
diperhitungkan secara analitis. Dengan program perhitungan EXCEL, lokasi penempatan
outrigger truss yang optimum dan displacement secara lateral serta inter-storey drift dapat
diperoleh.
I.3.
Tujuan Penelitian
Dari tugas akhir ini penulis ingin mendapatkan beberapa tujuan akhir, diantaranya: 1. Membandingkan penggunaan outrigger truss pada bangunan tingkat tinggi dengan bangunan tingkat tinggi yang tidak menggunakannya; dengan menunjukkan displacement secara lateral akibat dari beban angin.
2. Menunjukkan hasil dari inter-storey drift yang merupakan hasil dari selisih displacement tiap lantai.
3. Menentukan lokasi optimum penempatan outrigger truss pada bangunan tingkat tinggi.
I.4.
Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini permasalahan dibatasi pada : 1. Bangunan yang dianalisis adalah bangunan 40 lantai. 2. Bangunan memiliki core wall 5 m x 5 m dengan ketebalan 50 cm yang mempunyai ruang 5 m di kedua sisi (Gambar I.3). 3. Bangunan tingkat tinggi yang dianalisis adalah bangunan dari beton, tetapi dianalisis dalam bentuk portal dua dimensi. 4. Outrigger truss yang digunakan adalah dari baja, tetapi dianalisis dalam bentuk portal dua dimensi.
5. Outrigger yang akan dimodelkan dalam lima bentuk permodelan berupa single truss yang artinya hanya satu lantai pada bangunan yang akan dipasang outrigger . 6. Tinggi setiap lantai adalah 3.5 m yang menjadikan tinggi bangunan secara keseluruhan menjadi 140 m. 7. Perencanaan beban menggunakan peraturan ACI 318 – 08, dalam hal ini hanya beban angin saja. 8. Bangunan diasumsi sebagai bangunan kelas B berukuran 15 m x 15 m yang berada di tengah kota dengan masa waktu penggunaan 50 tahun. 9. Karena peninjauan menggunakan beban angin akan menggunakan parameter yang sangat banyak, maka analisis akan dibatasi hanya dari 5 model bangunan dengan dimensi yang tetap yaitu dari segi ketinggian per lantai yang tetap, bentang lebar yang tetap, jumlah lantai sebanyak 40 (tidak dibandingkan dengan bangunan yang lebih tinggi atau yang lebih rendah dari 40 lantai) dan single truss.
5m
5m
5m
Gambar I.3 – Model Bangunan 40 Lantai
I.5.
Metodologi Penelitian
Metode pengerjaan dan pembahasan tugas akhir ini adalah secara teoritis dan analitis. Adapun tahapan pengerjaannya antara lain: 1. Pengenalan dan pembahasan teoritis mengenai bangunan tingkat tinggi dan sistem outrigger truss.
2. Pembahasan teori mengenai tata cara menganalisis struktur dengan metode perhitungan. 3. Pembahasan respon pada bangunan tingkat tinggi yang ditimbulkan oleh beban lateral seperti beban angin. 4. Analisis dan perhitungan struktur terhadap respon dari beban angin. 5. Membandingkan hasil displacement dari bangunan yang menggunakan outrigger truss dan yang tidak menggunakannya.
6. Membandingkan hasil inter-storey drift akibat displacement dari bangunan yang menggunakan outrigger truss dan yang tidak menggunakannya. 7. Menunjukkan lokasi optimum dari penempatan outrigger truss pada bangunan 40 lantai. 8. Menyimpulkan dan menyarankan hasil dari analisis.
BAB II TEORI DASAR
II.1.
Bangunan Tingkat Tinggi
II.1.1. Sejarah dan Perkembangan
Walaupun bangunan tingkat tinggi umumnya dianggap sebagai produk dari dunia internasioanal ataupun negara industri yang maju dan modern, ternyata keinginan manusia untuk membangun jalan menuju ke langit hampir seusia dengan peradaban manusia. Piramid kuno di Mesir, kuil Mayan di Tikal, Guatemala dan Kutab Minar di India adalah beberapa contoh yang nyata dan menjadi saksi dari keinginan tersebut. Gedung pencakar langit dalam pemikiran modern mulai bermunculan sekitar satu abad yang lalu. Itupun setelah berakhirnya Perang Dunia II yang menyebabkan arus urbanisasi yang deras serta perkembangan populasi yang mendesak kebutuhan akan pembangunan gedung tingkat tinggi. Perkembangan dari bangunan tingkat tinggi mengikuti alur dari kemajuan dan perkembangan kota. Urbanisasi, yang dimulai seiring dengan gencarnya industrialisasi, masih terus berjalan di berbagai tempat di dunia hingga saat ini. Di Amerika Serikat, proses ini bermula dari abad ke – 19. Masyarakat mulai berpindah dari jalur rural (desa) menuju urban (kota) yang memicu dan memaksa kota untuk meningkatkan daya tampungnya. Teknologi pembangunan menanggapi hal ini dengan serius; sehingga pada masa ini baja ringan, eskalator dan lift serta suplai energi listrik juga mulai dikenal dengan dimulainya daya tampung kota secara vertikal. Dampak dominan dari bangunan tingkat tinggi terhadap tata kota telah mengundang banyak kontroversi antara gedung kota dengan bangunan kuno yang bersejarah. Bentuk bentuk dari bangunan tingkat tinggi telah mengubah dan membentuk garis-garis langit pada
banyak kota di berbagai negara. Namun demikian, semuanya dibangun dan diciptakan dengan tujuan menyerukan karakteristik dan pernyataan simbol dari kemakmuran dan kemajuan suatu negara serta perwakilan dari ambisi perekonomian masyarakatnya. Sistem struktural untuk bangunan tingkat tinggi telah mengalami evolusi yang dramatis dari beberapa dekade yang lalu hingga pada tahun 1990-an. Perkembangan dan kemajuan dalam bentuk sistem struktural ini telah menjadi sebuah respon kegerakan menuju trend arsitektural yang terus berkembang dalam perencanaan gedung tingkat tinggi. Pada tahun 1980-an, mulai dikenal bangunan tingkat tinggi dengan gaya internasional dan designdesign modern. Gedung-gedung tinggi berbentuk prisma, bergeometri vertikal dan gedung tinggi beratap rata mulai bermunculan dan menjamur di kota-kota besar serta menjadi umum dan dikenal masyarakat. Zaman dan teknologi dunia pembangunan terus berkembang sehingga mengakibatkan gedung-gedung tinggi semakin beragam bentuknya dengan tampilan dan design yang semakin luar biasa pula. Hal ini mendongkrak kemajuan dari perkembangan bangunan tingkat tinggi yang telah menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari (sebagai apartemen, hotel, perkantoran, sekolah, rumah sakit, gedung serba guna maupun pusat perbelanjaan); serta meningkatkan perkembangan estetika dunia arsitektural yang berpengaruh pada tata kota. Sistem struktural yang inovatif seperti megaframe, interior super diagonal braced frame, hybrid steel, core dan sistem outrigger telah menjadi perwakilan dari sebuah
perkembangan sistem struktural pada bangunan tingkat tinggi.
II.1.2. Klasifikasi Bangunan Tingkat Tinggi
Bangunan tingkat tinggi didefinisikan sebagai bangunan yang ketinggiannya menciptakan berbagai kondisi pada design, pembangunan dan penggunaannya lebih
maksimal daripada bangunan biasa pada waktu dan tempat tertentu. Para insinyur teknik sipil khususnya ahli struktur harusnya mengetahui dan menyadari pentingnya suatu sistem dari struktur dapat menahan beban yang bekerja secara lateral, apalagi telah dikategorikan jenis dari sistem struktural bangunan tingkat tinggi. Pada tahun 1965, Fazlur Khan menyadari bahwa hirarki dari sistem struktur ini dapat dikategorikan dengan tujuan dapat menjadi pendekatan yang efektif untuk penahanan beban lateral (Gambar II.1). Tipe yang pertama merupakan sistem penahan momen yang efisien untuk gedung bertingkat 20 hingga 30 lantai. Tipe berikutnya merupakan generasi dari sistem tubular dengan efisiensi dari kantilever yang tinggi. Tampilan bagan dari sistem ini terus dimodernisasi secara periodik dalam jangka waktu tertentu apabila ada sistem baru yang ditemukan dan dikembangkan dalam perencanaan bangunan tingkat tinggi. Proses pengklasifikasian bangunan tingkat tinggi ini didasarkan pada kriteria teknik dan sistem yang keduanya menjelaskan aspek fisis dan aspek design dari bangunan tersebut, seperti berikut: -
-
-
Material •
Baja
•
Beton
•
Komposit
Sistem penahan beban gravitasi •
Floor Framing (balok, slab)
•
Kolom
•
Truss
•
Pondasi
Sistem penahan beban lateral
-
-
•
Dinding
•
Frame
•
Truss
•
Diaphragm
Tipe beban lateral •
Angin
•
Seismik
Kekuatan dan kebutuhan kenyamanan •
Drift
•
Acceleration
•
Ductility
S M E S T M S E Y T S S S R M Y A S S L E T E U S M G B Y A N I U S R T T F C L R A R A A L I A R T U E E R B H T A U S N I P T I V I I I I I I E E E E P P P P Y Y Y Y T T T T 0 2 1
0 1 1
0 0 1
0 0 9 8
0 0 7 6
0 5
0 4
0 3
0 2
0 1
Gambar II.1 – Klasifikasi Sistem Struktur Bangunan Tingkat Tinggi (CTBUH, Group SC, 1980)
0
II.2.
Sistem Outrigger Truss
II.2.1. Umum
Inovasi dalam perencanaan struktur terus menerus berkembang di dalam perencanaan bangunan tingkat tinggi dengan tujuan dapat menahan beban dan tekanan angin. Seiring dengan perkembangan zaman banyak sistem dan metode perencanaan yang dapat digunakan untuk bangunan tingkat tinggi; salah satunya adalah pengunaan sistem outrigger truss. Ketika outrigger menjadi salah satu bagian dari struktur yang bersatu dengan bangunan tingkat tinggi dalam dua puluh lima tahun terakhir; outrigger ternyata mempunyai sejarah tersendiri dalam pemakaiannya sehari-hari sebagai salah satu unsur struktural. Salah satu pemakaian sistem outrigger adalah pada kapal layar yang besar. Kapal layar yang besar pada masa lalu maupun masa ini didapati telah menggunakan sistem outrigger untuk menahan tekanan angin yang bekerja pada layar kapal. Caranya adalah dengan menyesuaikannya dengan tonggak layar ( mast ) yang tinggi dan ramping pada kapal sebaik mungkin. Dalam bangunan tingkat tinggi, core wall dapat diidentikkan dengan tonggak layar dari kapal dan outrigger berperan seperti alat untuk menggelar layar ( spreader ), sedangkan kolom terluar dari bangunan berperan seperti tali ataupun rantai penyokong layar pada kapal (stay ataupun shroud ). Sistem outrigger truss digunakan sebagai salah satu sistem struktural yang efektif untuk mengontrol beban yang bekerja secara lateral. Ketika beban lateral bekerja pada suatu struktur, baik beban angin ataupun gempa, maka kerusakan struktur secara str uktural maupun non-struktural dapat diminimalkan. Sistem ini umumnya digunakan pada bangunan bertingkat tinggi yang juga terletak pada daerah yang merupakan zona gempa ataupun yang beban anginnya cukup besar berpengaruh.
Kerusakan bangunan akibat beban lateral secara konvensional dapat dicegah dengan memperkuat dan memperkaku struktur bangunan terhadap gaya lateral yang bekerja padanya. Namun, kerusakan secara non struktural umumnya disebabkan karena adanya inter-storey drift (perbedaan simpangan antar tingkat). Usaha memperkecil inter-storey drift dapat
dilakukan dengan memperkaku bangunan dalam arah lateral. Sistem outrigger truss merupakan salah satu sistem pengaku dan penahan beban lateral yang umumnya berupa profil baja (bisa juga dari beton ataupun komposit). Kolom bagian terluar dari bangunan tingkat tinggi terhubung dengan core wall yang terdapat di bagian tengah bangunan dengan outrigger truss yang sangat kaku pada satu tingkat atau lebih. Konsep dari pemakaian outrigger truss telah tersebar luas dewasa ini, apalagi di dalam perencanaan bangunan bertingkat tinggi. Penggunaan outrigger truss pada bangunan tingkat tinggi di luar negeri apalagi negara maju sudah sangat berkembang. Di dalam konsep ini, outrigger truss berfungsi sebagai penahan beban lateral yang menghubungkan core dengan kolom yang terletak pada bagian terluar dari bangunan tersebut. Core yang dimaksud dapat berupa shear wall ataupun braced frame sesuai perencanaan. Serupa dengan yang terjadi pada kapal layar, outrigger mengurangi momen yang berputar pada core yang juga berfungsi sebagai kantilever murni, dan mentransfer momen yang telah dikurangi ke kolom yang berada di luar core secara tarikan ataupun tekanan. Pada kapal layar , outrigger dapat mengurangi dampak dari sambungan yang kritis yang menghubungkan tonggak layar dengan balok pada kapal ( keel beam). Akibatnya, ukuran dari tonggak layar pun dapat diminimalkan. Keuntungan ini dapat diaplikasikan pada bangunan tingkat tinggi yang didapati sanggup untuk mengurangi momen yang berputar pada core.
Perputaran momen dari penyokong layar ( stay) dan tonggak layar ( mast ) yang
diberikan ke balok kapal ( keel beam); adalah momen yang sama pada bangunan yang ditransfer ke kolom terluar pada bangunan tingkat tinggi. Penggunaan dan efisiensi dari outrigger berakar baik dalam sejarahnya tersendiri. Outrigger juga telah menjadi salah satu elemen kunci dalam perencanaan bangunan tingkat
tinggi yang efisien dan ekonomis.
X = Belt Truss X = Outrigger
= Core Wall
= Exterior Columns
Gambar II.2 – Bangunan Tingkat Tinggi dengan Sistem Outrigger Truss
II.2.2. Karakteristik Outrigger Truss
Sistem outrigger truss dapat mengefisienkan penggunaan dari material struktur. Sistem outrigger truss ini memaksimalkan kekuatan aksial dan kekakuan dari kolom bagian terluar untuk menahan bagian dari perputaran momen yang merupakan efek dari pembebanan lateral. Namun, tidak hanya itu, beberapa masalah mengenai pembatasan ruang dan komplikasi secara struktural dapat terjadi seiring dengan penggunaan outrigger truss (akan dibahas lebih lanjut pada II.2.5). Dalam konsep outrigger yang konvensional, outrigger truss dihubungkan secara langsung dari shear wall ataupun braced frame dengan kolom pada bangunan tingkat tinggi. Secara umum, kolom yang dimaksud adalah kolom yang terletak pada sisi terluar dari bangunan. Gambar II.3 merupakan bagian yang ideal pada sebuah bangunan tingkat tinggi yang menggunakan 2 (dua) set outrigger truss, termasuk salah satunya yang berada pada puncak bangunan. Kenyataannya, outrigger truss yang digunakan pada bangunan tingkat tinggi tidak dipasang pada setiap lantai bangunan. Pemasangan outrigger truss disesuaikan dengan kebutuhan dan perencanaan dari bangunan tersebut. Umumnya, outrigger truss dapat dipasang setiap 10 atau 20 lantai. Outrigger truss pada gambar II.3 menunjukkan sebuah bangunan bertingkat tinggi,
dengan diagonal ganda dalam simbol konfigurasi “X”. Jumlah penggunaan batang-batang outrigger truss dapat bervariasi tergantung dari ketinggian dari bangunan yang akan ditinjau.
Gambar II.3 – Bangunan Tingkat Tinggi dengan Sistem Outrigger Truss yang Konvensional
Cara dari kolom terluar dari bangunan menahan bagian dari perputaran momen yang dihasilkan oleh angin maupun beban-beban lainnya yang bekerja pada bangunan digambarkan dalan Gambar II.4. Outrigger truss, yang terhubung dengan core dan kolom di luar core, meregangkan kembali perputaran pada core dan mengkonversi bagian dari momen pada core menjadi pasangan gaya vertikal pada kolom. Pemendekan dan perpanjangan dari kolom serta deformasi dari outrigger dapat menyebabkan beberapa perputaran pada core. Dalam perencanaan umum, perputaran terhitung kecil sehingga core membalikkannya ke arah bawah outrigger truss.
Gambar II.4 – Transfer Gaya dalam Sistem Outrigger Truss yang Konvensional
II.2.3. Aplikasi
Dalam konsep penggunaan outrigger truss yang konvensional, outrigger truss terhubung secara langsung dengan core dan kolom terluar dari bangunan yang mengkonversi momen pada core menjadi pasangan gaya vertikal pada kolom. Tetapi di dalam perencanaan dan aplikasi lapangannya, outrigger truss tidak hanya bisa direncanakan secara independen. Kenyataannya, untuk merencanakan suatu bangunan tingkat tinggi yang menggunakan outrigger truss juga dapat dikombinasikan dengan sistem struktural lainya yang juga dikenal
dengan belt truss. Pada gambar II.2 juga telah diberi gambaran bahwa belt
truss merupakan
sistem
pengaku yang juga menunjang dan menopang outrigger truss. Sama halnya dengan perencanaan outrigger truss, belt truss sendiri juga hanya dipasang pada lantai-lantai tertentu sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Jadi, dimana batang-batang
outrigger
diletakkan, dipasang dan direncanakan; maka di sana pula terdapat belt truss yang lebih sering berupa profil dari baja dan akan mendukung kinerja dari outrigger truss sendiri. Belt truss tidaklah terhubung dengan core wall yang ada pada bangunan. Belt truss
dipasang
dengan
posisi
mengelilingi
seluruh
bagian
terluar
dari
struktur
yang
menghubungkan kolom-kolom terluar dari bangunan secara horizontal. Belt truss juga hanya dipasang pada lantai-lantai yang menggunakan outrigger truss saja sebagai penambahan kekuatan dan kekakuan struktur.
II.2.4. Keuntungan Penggunaan Outrigger Truss
Untuk kebanyakan bangunan tingkat tinggi secara umum, jawaban dari permasalahan pada struktur core dan sistem tubular adalah daya kerja dari satu atau lebih dari lantai yang dipasang outrigger . Outrigger menghubungkan core pada bangunan dengan kolom terluar pada bangunan dengan sistem truss maupun elemen dinding. Sistem outrigger dapat dibentuk dengan kombinasi baja, beton, maupun struktur komposit. Ketika outrigger telah dipasang dan diefektifkan dengan baik, maka dapat memberikan keuntungan secara struktural dan fungsional bagi keseluruhan perencanaan bangunan, diantaranya: 1. Momen yang berputar pada core dan peningkatan deformasi yang terjadi dapat dikurangi melalui momen yang berputar berlawanan arah yang bekerja pada core pada masing-masing persimpangan outrigger . Momen ini ditimbulkan dari pasangan gaya pada kolom terluar yang terhubung dengan outrigger. 2. Pengurangan yang signifikan dan kemungkinan hilangnya gaya ke atas dan gaya regang melalui kolom dan pondasi. 3. Penempatan jarak kolom terluar tidak didasarkan pada pertimbangan struktural saja dan dapat dengan mudah dikaitkan dengan pertimbangan estetika dan fungsional.
4. Framing terluar dapat berupa balok biasa yang sederhana dan framing kolom tanpa harus membutuhkan sambungan frame yang kaku, mengakibatkan perencanaan bangunan lebih ekonomis.
II.2.5. Permasalahan
Setiap sistem perencanaan dan material struktur tentunya memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Begitu pula dengan sistem outrigger truss yang mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya dapat mengurangi displacement serta inter-storey drift akibat beban lateral. Tetapi, hal ini juga tidak terluput dari beberapa kelemahan. Ada beberapa masalah yang dapat ditimbulkan dalam pengunaan outrigger truss. Masalah yang ditimbulkan dapat membatasi aplikasi dari konsep di dalam lapangan, diantaranya: 1. Ruang yang termakan akibat pemasangan outrigger truss (terutama bagian yang diagonal); memakan tempat yang cukup banyak pada lantai dimana outrigger truss dipasang. Bahkan pada lantai penyimpanan mesin dan perlengkapan, keberadaan outrigger truss merupakan masalah yang paling utama karena tidak tertutup
kemungkinan bahwa satu lantai yang menggunakan outrigger tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya. 2. Masalah arsitektural dan fungsional dari bangunan tersebut yang dapat menjadi pertimbangan karena pengaruh dari pemasangan outrigger truss yang terhubung dengan core wall pada bagian tengah bangunan. 3. Cara untuk menghubungkan outrigger truss dengan core wall dapat menjadi suatu hal yang sangat rumit. Tingkat kesulitan akan semakin tinggi apabila sistem core yang direncanakan adalah shear wall dari beton. 4. Dalam beberapa hal, core dan outrigger truss tidak akan memendek secara bersamaan karena pengaruh gaya gravitasi. Outrigger truss haruslah sangat kaku agar dapat
berfungsi dengan efektif dan maksimal. Outrigger truss dapat mengalami tegangan yang cukup signifikan ketika mencoba untuk mengontrol perbedaan pemendekan antara core dan batang-batang outrigger truss. Ketelitian yang tinggi dan biaya tambahan juga diperlukan dalam permasalahan ini. Selain itu, penyelesaian beberapa sambungan truss harus ditunda hingga bangunan hampir mencapai puncak penyelesaian pembangunannya karena lantai bangunan yang menggunakan outrigger haruslah sangat kaku. Semua usaha ini dilakukan untuk mengurangi masalah yang terjadi akibat perbedaan pemendekan.
Karena masalah utama terletak pada terbatasnya ruang muat dan gerak akibat penempatan
outrigger truss,
maka biasanya lantai yang menggunakan
outrigger
dimaksimalkan sebaik mungkin agar tidak menjadi bagian dari bangunan megah dan tinggi yang tidak berfungsi sama sekali. Agar dapat menjadi lantai dari bangunan yang efektif dan maksimal, adapun langkah yang dapat dilakukan sebagai solusi adalah menjadikan lantai-lantai yang menggunakan outrigger ini menjadi ruangan mesin ataupun genset . Caranya adalah dengan menyesuaikan
ukuran mesin yang akan menempati ruangan yang juga sedikit terhimpit oleh batang-batang outrigger , agar dapat muat dalam petak-petak ruangan yang terbentuk akibat pemasangan outrigger truss. Alternatif lainnya yang dapat dijadikan solusi adalah menjadikan ruangan
tersebut menjadi gudang panyimpanan stok barang ataupun tempat penyimpanan barang barang ataupun perlengkapan kantor lainnya. Selain itu, bisa dimanfaatkan pula sebagai ruangan kontrol, ruangan pengawasan keamanan, ruangan kompresor AC ataupun ruangan panel listrik.
II.2.6. Contoh
Penggunaan outrigger truss telah berkembang di dalam dunia pembangunan sejauh ini, apalagi di negara-negara maju seperti di Amerika Serikat, Australia dan negara industri lainnya. Di Indonesia penggunaan system outrigger truss belum begitu dikenal karena kurangnya pembangunan gedung bertingkat tinggi yang signifikan. Berikut merupakan beberapa contoh gedung-gedung tingkat tinggi di dunia yang menggunakan sistem outrigger truss untuk membuktikan bahwa dunia pembangunan terus berkembang, diantaranya:
1. Gedung City Spire di New York , Amerika Serikat -
Arsitek
: Murphy Jahn
-
Struktur
: Robert Rosenwasser Associates
-
Tahun selesai
: 1987
-
Ketinggian
: 248 m
-
Jumlah lantai
: 75 tingkat
-
Fungsi
: Perkantoran dan pemukiman
-
Kecepatan angin
: 47 m/dtk
-
Defleksi lateral maksimum
: H/500
-
Tipe struktur
: Shear wall dengan outrigger pada lantai
transfer dan lantai kantor -
Pondasi
: Batu karang, 4 MPa
-
Kolom
: 56 MPa
-
Core
: Dinding beton
2. Gedung Chifley Tower di Sydney, Australia -
Arsitek
: Kohn,Pedersen, Fox dan Travis
-
Struktur
: Flack and Kurtz Australia dan Thornton-
Tomasetti Associates -
Tahun selesai
: 1992
-
Ketinggian
: 215 m
-
Jumlah lantai
: 50 tingkat
-
Fungsi
: Perkantoran
-
Kecepatan angin
: 50 m/dtk
-
Defleksi lateral maksimum
: H/400
-
Tipe struktur
: Braced steel core dengan outrigger pada lantai
5, 29 – 30, 42 – 43 -
Pondasi
: Batu kali, 5 MPa
-
Kolom
: Baja, 250 – 350 MPa
-
Core
: Braced Steel Frame
3. Gedung One Liberty Place, Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat -
Tahun selesai
: 1988
-
Ketinggian
: 167,3 m
-
Jumlah lantai
: 44 tingkat
4. Gedung Figueroa at Wilshire, Los Angeles, California, Amerika Serikat -
Tahun selesai
: 1990
-
Ketinggian
: 218,5 m
-
Jumlah lantai
: 53 tingkat
5. Gedung Four Allen Center , Houston, Texas, Amerika Serikat
-
Tahun selesai
: 1984
-
Ketinggian
: 210,5 m
-
Jumlah lantai
: 50 tingkat
6. Gedung Trump Tower , New York, Amerika Serikat -
Tahun selesai
: 1982
-
Ketinggian
: 202 m
-
Jumlah lantai
: 58 tingkat
7. Gedung Waterfront Place, Brisbane, Australia -
Tahun selesai
: 1990
-
Ketinggian
: 158 m
-
Jumlah lantai
: 40 tingkat
8. Gedung Prudential Plaza, Chicago, Illinois, Amerika Serikat -
Tahun selesai
: 1990
-
Ketinggian
: 278 m
-
Jumlah lantai
: 64 tingkat
9. Gedung Citibank Plaza, Hong Kong -
Tahun selesai
: 1992
-
Ketinggian
: 220 m
-
Jumlah lantai
: 41 tingkat
10. Gedung Broadway Denver , Colorado, Amerika Serikat
-
Tahun selesai
: 1985
-
Ketinggian
: 198 m
-
Jumlah lantai
: 43 tingkat
Gedung-gedung tersebut merupakan bangunan tingkat tinggi yang menggunakan sistem outrigger . Di Indonesia, penggunaan sistem bracing ini belum terlalu dikenal.
II.3.
Aksi dan Penyebaran Gaya pada Bangunan Tingkat Tinggi
Beban-beban yang bekerja pada suatu struktur dapat ditimbulkan oleh alam maupun oleh manusia sendiri. Oleh karena itu, terdiri dari dua sumber utama untuk pembebanan bangunan yaitu dari aspek geofisika dan manusia. Gaya geofisika yang merupakan hasil dari perubahan alam yang terus berlangsung, dapat diklasifikasikan lagi ke dalam gaya gravitasional, meteorologikal dan seismologikal. Sebagai akibat dari gravitasi, berat dari bangunan itu sendiri telah menghasilkan gaya strukturnya tersendiri yang dinamakan beban mati ( dead load ). Beban ini terhitung konstan karena berjalan sesuai dengan usia bangunannya. Beban-beban meteorologikal sangat bervariasi dalam hal bentuk, waktu dan juga lokasi yang dapat berupa angin, temperatur, kelembapan, hujan, salju maupun es. Beban-beban seismologikal merupakan dampak dari gerakan tanah atau bumi yang tidak terprediksi (bencana alam) seperti beban gempa. Sumber gaya yang diciptakan oleh manusia dapat berupa variasi dari getaran ataupun tekanan yang ditimbulkan dari mobil, eskalator, mesin dan sebagainya.
Ataupun dapat
berupa langkah kaki manusia dan juga peralatan yang dapat menghasilkan dampak terhadap bangunan. Struktur bangunan bertingkat tinggi yang terdiri dari bidang-bidang vertikal seperti rangka beserta bidang horizontal berupa struktur lantai. Gaya gravitasi dan lateral disebar melalui struktur lantai ke bidang-bidang vertikal bangunan, lalu dari bidang-bidang itu ke bumi. Intensitas arah dan jenis aksi dari aliran gaya bergantung pada bentuk bidang-bidang vertikal dan juga pada susunannya didalam bangunan. Pada bangunan tingkat tinggi, kekakuan yang memadai sangat diperlukan untuk dapat menahan gaya lateral akibat angin ataupun gempa. Gaya-gaya ini menimbulkan tegangan yang besar dan menyebabkan pergerakan ke samping atau getaran. Dengan demikian, suatu jenis pengaku harus disediakan pada arah memanjang dan melintang bangunan. Gaya-gaya lateral disebarkan melalui lantai yang bertindak sebagai balok horizontal ke bidang-bidang bangunan vertikal yang diperkaku. Selanjutnya bidang-bidang ini meneruskan gaya ke pondasi. Hanya sambungan geser antara bidang-bidang horizontal dan bidang-bidang vertikal dapat meneruskan gaya lateral. Sambungan sendi atau rol di antara bidang-bidang tersebut hanya meneruskan beban gravitasi. Jumlah dan jenis sistem penyebaran lateral akan menimbulkan besarnya tekanan yang bekerja pada permukaan tanah. Oleh karena itu, tekanan yang bekerja terhadap tanah yang melebihi batas harus dihindari. Sistem rangka kaku dalam pemodelan struktur merupakan suatu rangka struktur yang gaya-gaya lateralnya dipikul oleh sistem struktur dengan sambungan-sambungannya direncanakan secara kaku dan komponen strukturnya direncanakan untuk memikul efek dari gaya aksial, gaya geser, lentur, dan torsi.
Shear Wall Exterior Column
Diagonal to bottom chord connections shall be left loose for approximately 360 days after outrigger truss has been installed
Gambar II.5 – Contoh Pemasangan Outrigger pada Dearborn Center , Chicago, Illinois, Amerika Serikat
BAB III RESPON BEBAN ANGIN PADA BANGUNAN TINGKAT TINGGI
III.1. Beban Angin
Selain beban gempa, permasalahan beban angin juga menjadi hal yang utama dalam perencanaan bangunan tingkat tinggi karena berpengaruh pada kekuatan bangunan dan juga menyangkut masalah kenyamanan ( serviceability) dari pengguna bangunan tersebut. Untuk memahami semua masalah angin dan memprediksi karakteristik angin secara ilmiah mungkin merupakan suatu hal yang mustahil. Hal ini disebabkan oleh pengaruh beban angin pada bangunan yang bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor
lingkungan.
III.1.1. Kecepatan Angin
Karakter dinamis dari angin dapat dilihat pada gambar III.1. Kecepatan angin didapat dari ketinggian spesifik pada bangunan, dengan indikasi dari dua fenomena yaitu kecepatan angin yang konstan dan kecepatan tekanan angin yang bervariasi. Alhasil, angin mempunyai dua komponen yaitu statis dan dinamis. Secara umum, kecepatan angin terus bertambah seiring dengan pertambahan ketinggiannya, seperti yang ditunjukkan gambar III.2. Tingkat pertambahan kecepatan angin ini merupakan faktor dari kekasaran tanah, yang awalnya diperlambat dari tanah hingga makin cepat sesuai pertambahan ketinggian. Semakin banyak halangan pada keadaan sekeliling (pohon, gedung, rumah, dsb), ketinggian yang diperlukan angin untuk mencapai kecepatan maksimum (V max) juga semakin besar.
Average
Actual TIME
Gambar III.1 – Karakteristik Kecepatan Angin
V max
V max
Gambar III.2 – Kecepatan Maksimum Angin
III.1.2. Beban Angin dalam Peraturan
Penelitian secara ekstensif terus dilakukan untuk mendapatkan prediksi dari aksi beban angin pada bangunan tingkat tinggi. Peraturan bangunan yang dipakai hanya merupakan pendekatan statis yang membayang-bayangi aksi dinamis dari karakteristik beban angin. Nilai dari tekanan angin merupakan fungsi persamaan dari kecepatan angin tahunan dalam satuan mph ( mile per hour ), 30 kaki (ft) diatas permukaan tanah dengan masa waktu 50 tahun.
Menggunakan rumus dan metode dari referensi VI ( High-rise Builiding Structures by Wolfgang Schueller ), tekanan angin yang dihasilkan oleh angin pada suatu bangunan tingkat
tinggi dapat dikalkulasi dengan rumus: 2
p = 0.002558 C D V
(III.1)
dimana: p
= tekanan pada muka bangunan (psf)
C D
= koefisien bentuk
V
= kecepatan maksimum (mph)
Koefisien bentuk C D bergantung kepada bentuk bangunan dan bentuk atap dari bangunan. Untuk bangunan tinggi berbentuk segi empat, nilai C D nya 1,3, yang merupakan penjumlahan dari efek tekanan angin 0,8 dan efek hisapan dari angin 0,5. Nilai dari tekanan angin dapat diperoleh dari persamaan ketinggian bangunan. Dalam hal ini, rumus persamaan diberikan pada bangunan yang berada pada 30 ft (9,144 m) di atas permukaan tanah dengan kecepatan angin sebesar 75 mph (33,5 m/s) yang menghasilkan: 2
p = 0.002558 (1,3) (75) ≈ 18 psf
Sehingga menghasilkan kode bangunan untuk bangunan tinggi segi empat dengan kecepatan angin 75 mph (33,5 m/s) yang telah digambarkan dalam grafik sebagai berikut:
500
34
400
33
3 00
32
200
30
100
28
60 40 25
24 15 0
10
18
21
20
30
40
WIND LOAD ON WALL (psf)
Gambar III.3 – Grafik Beban Angin Berdasarkan Ketinggian Bangunan
III.1.3. Arah Angin
Semua pergerakan bangunan merespon terhadap arah angin. Ketika sejumlah udara yang bergerak dalam arah tertentu bersentuhan dengan
permukaan bangunan, sebuah
perputaran gaya akan ditimbulkan. Gaya inilah yang disebut tekanan angin. Tekanan angin ini dapat menjadi besar baik karena pertambahan kecepatan angin maupun pertambahan area dimana angin semakin bekerja dengan leluasa. Beban angin yang besar pada lebih dari satu sisi bangunan dapat menyebabkan double flexure pada bangunan (Gambar III.4 b).
D
WIND
Gambar III.4 (a) – Displacement Satu Arah
WIND
D/2
D/2 Gambar III.4 (b) – Double Flexure
Double flexure dapat berdampak positif ataupun negatif pada pergerakan bangunan. Displacement berbagai arah dapat menjadi lebih kecil dari yang seharusnya jika aliran udara
atau angin yang sama datang secara bersamaan pada bangunan hanya pada satu sisi saja. Design aerodinamis pada bangunan juga dapat mendukung untuk memperkecil displacement pada double flexure. Tekanan angin terbesar selalu terjadi ketika arah angin
tegak lurus dengan muka bangunan. Ketika aliran angin menubruk permukaan bangunan pada bagian lain selain 90 ⁰, kebanyakan dari aliran angin tersebut mengalir ke arah yang lain dengan sendirinya.
III.1.4. Turbulensi
Ketika sejumlah massa udara yang bergerak bertemu dengan objek-objek penghalang, seperti bangunan, maka respon yang ditimbulkan angin akan seperti fluida yang lain yaitu bergerak ke tiap sisi kemudian bergabung kembali pada aliran yang utama. Kecepatan angin bertambah ketika massa udara yang lebih besar bergerak menuju area yang konstan pada waktu yang bersamaan. Efek Venturi merupakan salah satu contoh aksi turbulensi angin. Turbulensi bekerja ketika angin yang bergerak tersebut melewati spasi antara dua bangunan tingkat tinggi.
WIND
Gambar III.5 – Aliran Turbulen Angin
III.2. Perhitungan Beban Angin pada Bangunan Tingkat Tinggi
Perhitungan beban angin dapat menggunakan grafik pada gambar III.3. Hasil pembacaan grafik (psf) akan dikalikan dengan tinggi lantai yang bersangkutan (ft) serta dikali dengan panjang bentang bangunan (ft). Hasil dari beban angin akan diperhitungkan dalam satuan kips. Momen perlawanan yang dihasilkan oleh berat bangunan itu sendiri adalah dengan menggunakan rumus:
(III.2) dimana: M res
= momen perlawanan (ft k)
W DL
= beban mati (kips)
D
= bentang lebar bangunan (ft)
Selain itu, perput aran momen yang terjadi dapat dihitung dengan rumus: (III.3) dimana: M rot
= perputaran momen (ft k)
W i
= beban angin pada ketinggian i (kips)
hi
= garis tengah ketinggian i (ft)
Sehingga dari kedua momen ini dapat diperoleh angka keamanan ( safety factor ) untuk mengatasi perputaran. Rumusnya adalah: (III.4) dimana: SF
= safety factor
M res
= momen perlawanan (ft k)
M rot
= perputaran momen (ft k)
III.3. Perhitungan pada Bangunan Tingkat Tinggi III.3.1. Kekakuan
Berdasarkan referensi VII karya B. S. Taranath, nilai dari kekakuan K dapat diperoleh dari gaya p yang bekerja pada tiap kolom terluar dari bangunan dengan persamaan p = A E δ / L; dimana δ = d / 2, sehingga menghasilkan persamaan:
(III.5) dan kontribusi persamaan (III.5) ke dalam rumus kekakuan akan menjadi: (III.6) dimana: K
= nilai kekakuan
A
= luas dari kolom
E
= modulus elastisitas dari core
d
= jarak dari kolom ke kolom
L
= tinggi bangunan
III.3.2. Displacement
Untuk membandingkan hasil displacement pada model bangunan 40 lantai, akan dibagi perhitungan displacement dalam 5 kasus (Gambar III.6). Lima contoh model pemasangan outrigger pada bangunan 40 lantai adalah sebagai berikut: 1. Model struktur tanpa outrigger . 2. Model struktur dengan 1 outrigger pada lantai teratas. 3. Model struktur dengan 1 outrigger pada ¾ dari ketinggian bangunan. 4. Model struktur dengan 1 outrigger pada ½ dari ketinggian bangunan. 5. Model struktur dengan 1 outrigger pada ¼ dari ketinggian bangunan.
Gambar III.6 – Permodelan dalam Penempatan Outrigger (a) x = 0; (b) x = ¼ L; (c) x = ½ L; (d) x = ¾ L
Model struktur pertama dari analisis bangunan 40 lantai ini tanpa menggunakan outrigger . Displacement pada model struktur yang pertama dapat langsung ditentukan secara
analitis dengan menggunakan persamaan: (III.7) dimana: ∆
= displacement pada lantai tertinggi (mm)
W
= besar beban angin per ketinggian bangunan
L
= tinggi bangunan
E
= modulus elastisitas dari core
I
= momen inersia dari core
Pada model struktur yang kedua, outrigger dipasang pada lantai tertinggi pada bangunan ( x = 0 atau Z = L ) yang menyebabkan lantai teratas (lantai 40) menjadi lantai yang kaku. Nilai x merupakan lokasi penempatan outrigger yang diukur dari puncak bangunan sedangkan nilai Z adalah ketinggian tempat outrigger dipasang yang diukur dari permukaan tanah. Persamaan dari perputaran sudut yang terjadi akibat pemasangan outrigger dapat dituliskan dalam persamaan: (III.8) dimana: = rotasi dari kantilever akibat beban angin secara lateral saat Z = L = rotasi dari kantilever akibat kekakuan = rotasi final dari kantilever saat Z = L
Tanda negatif pada
menunjukkan rotasi ataupun perputaran yang terjadi akibat kekakuan
berlawanan arah dengan rotasi atau perputaran akibat beban luar (angin). Untuk kantilever bangunan tinggi dengan momen inersia I dan modulus elastisitas E dan mendapat beban angin merata secara lateral W , maka: (III.9)
Jika M 2 dan K 2 mewakili momen dan kekakuan pada model struktur yang kedua yaitu pada saat outrigger ditempatkan pada puncak bangunan (lantai 40) atau Z = L, maka persamaan (III.8) dapat diuraikan menjadi: (III.10)
Sehingga momen M 2 menjadi:
(III.11)
Displacement ∆2 pada puncak bangunan dapat diperoleh dengan mensuperposisikan defleksi
dari kantilever akibat beban angin merata W dan defleksi akibat momen pengaruh outrigger , sehingga akan diperoleh:
Sehingga menjadi: (III.12)
Pada model struktur yang ketiga, outrigger dipasang pada lantai 30 pada bangunan yaitu pada posisi x = 0.25 L atau Z = 0.75 L. Defleksi lateral y yang ditimbulkan oleh beban lateral yang merata adalah: (III.13)
Dengan mendiferensialkan y terhadap x, maka akan didapatkan didapat kan persamaan untuk
yaitu:
(III.14)
Substitusikan nilai x = ¼ L ke persamaan (III.14) sehingga akan menghasilkan: menghasilkan:
Dan hasilnya menjadi: (III.15)
M 3 dan K 3 mewakili momen dan kekakuan pada model struktur yang ketiga yaitu pada saat outrigger ditempatkan ditempatkan pada lantai 30 atau Z = ¾ L, maka persamaan (III.8) dapat diuraikan
menjadi: (III.16)
Mengingat Mengingat nilai K 3 = 4 K 2 / 3, maka persamaan M 3 dapat ditulis:
Sehingga M 3 akan menjadi:
(III.17)
Berdasarkan nilai M 2 pada persamaan (III.11), maka persamaan persamaan (III.17) dapat juga ditulis: (III.18)
Displacement Displacement ∆3 pada saat Z = ¾ L dapat diperoleh dari persamaan:
Dan nilai ∆3 dapat diperoleh dengan persamaan: (III.19)
Pada model struktur yang keempat, outrigger dipasang dipasang pada lantai 20 pada bangunan 40 lantai lantai yaitu yaitu pada posisi x = 0.5 L atau Z = 0.5 L. Perputaran akibat beban merata W pada pada 3
Z = = ½ L sama dengan 7 W L / 48 E I , sehingga persamaan perputaran (III.8) akan menjadi:
(III.20)
yang keempat yaitu pada saat M 4 dan K 4 mewakili momen dan kekakuan pada model struktur yang outrigger ditempatkan pada pertengahan ketinggian gedung (lantai 20) atau x = Z = ½ L.
Nilai kekakuan K 4 = 2 K 2, maka persamaan M 4 (III.20) dapat diuraikan menjadi: menjadi:
(III.21)
Berdasarkan nilai M 2 pada persamaan (III.11), maka persamaan persamaan (III.21) dapat juga ditulis: (III.22)
Dan displacement ∆4 pada saat Z = ½ L dapat diperoleh dari persamaan:
Akan menjadi: (III.23)
Pada model struktur yang terakhir dalam permodelan struktur 40 lantai ini, outrigger dipasang pada lantai 10 pada bangunan 40 lantai yaitu pada posisi posis i x = 0.75 L atau Z = 0.25 L. Perputaran akibat beban luar merata W pada pada Z = = ¼ L dideferensialkan dan sama dengan W 3
L / 6 E I (37 / 64), sehingga sehingga persamaan perputaran (III.8) (III. 8) akan menjadi:
(III.24)
M 5 dan K 5 mewakili persamaan momen dan kekakuan pada model struktur yang kelima yaitu
pemasangan outrigger pada pada lantai 10 dari bangunan 40 lantai yaitu pada x = ¾ L atau Z = ¼
L. Nilai kekakuan dari K 5 = 4 K 2, maka persamaan M 5 (III.24) dapat diuraikan dan setelah
diperhitungkan serta disubstitusi dengan nilai M 2 (III.11) akan menjadi: (III.25)
Dan displacement ∆5 pada saat x = ¾ L atau Z = ¼ L dapat diperoleh dari persamaan:
Akan menjadi: (III.26)
III.4. Lokasi Optimum Penempatan Single Outrigger pada Bangunan Tingkat Tinggi
Pada ilustrasi dan permodelan struktur bangunan 40 lantai sebelumnya diketahui bahwa mengikat kolom terluar dengan core merupakan fungsi dari dua buah karakteristik, yaitu kekakuan yang diakibatkan oleh outrigger dan perputaran sudut yang terjadi akibat lokasi penempatan outrigger terhadap beban luar yang merata (angin). Kekakuan dari outrigger akan mencapai nilai minimum ketika ditempatkan pada lantai teratas, yakni pada lantai 40. Dan nilai kekakuan akan maksimum ketika ditempatkan pada lantai yang lebih bawah, dalam permodelan ini adalah lantai 10. Sedangkan rotasi perputaran terjadi akibat dari beban angin yang bervariasi nilainya secara parabolik, dari yang memiliki nilai maksimum di atas hingga mencapai nilai nol di bawah. Dengan demikian, dari sudut pandang kekakuan dan juga pertimbangan perputaran yang terjadi, lokasi outrigger dapat ditentukan. Dan sangat jelas bahwa lokasi optimum dari penempatan outrigger truss adalah di sekitar bagian tengah dari ket inggian bangunan. Dengan asumsi outrigger yang digunakan adalah sangat kaku, maka lokasi optimum dari penempatan outrigger dapat diperoleh dengan perhitungan kalkulus. Langkah pertama
adalah menggunakan persamaan untuk perputaran pada x, yang merupakan lokasi penempatan outrigger diukur dari puncak bangunan.
(III.27)
dimana: W
= besar beban angin
M x
= momen pada x
K x
= kekakuan outrigger pada x yang senilai dengan
L
= tinggi bangunan
E
= modulus elastisitas dari core
I
= momen inersia dari core
A
= luas dari kolom yang mengikat outrigger
x
= lokasi dari outrigger yang diukur dari lantai teratas
d
= jarak dari kolom ke kolom
Kemudian, nilai defleksi pada puncak bangunan dapat diperoleh dari nilai M x dengan persamaan: (III.28)
Lokasi optimum dari penempatan outrigger adalah lokasi dimana defleksi Y M bernilai maksimum. Didapatkan dari cara mendiferensialkan persamaan (III.28) terhadap x dan hasilnya adalah nol.
(III.29)
Sehingga diperoleh: (III.30)
BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN
IV.1. Data Bangunan Tingkat Tinggi
Bangunan yang akan dianalisis adalah bangunan 40 lantai (Gambar IV.1) dengan perincian data sebagai berikut:
5m
5m
5m
Gambar IV.1 – Bangunan 40 Lantai
Ketinggian (dari jalan hingga atap)
: 140 m
Jumlah lantai
: 40 lantai
Bangunan
: Beton
Live load pada lantai
: 2.5 kPa (50 psf)
Kecepatan angin
: - 33.5 m/s (75 mph) - 50 tahun
Defleksi lateral maksimum
: H/500
Balok
: - Beton - Ukuran (50 x 50) cm
Kolom
: - Beton - Ukuran (50 x 50) cm - Jarak antar kolom 5 m - 84 MPa (12000 psi)
Core
: - Dinding beton dengan ketebalan 50 cm - Ukuran (5 x 5) m - 84 MPa (12000 psi)
Outrigger
: - Profil baja - Dipasang sesuai dengan permodelan
IV. 2. Perhitungan Beban Angin
Kode bangunan untuk bangunan tinggi segi empat dengan kecepatan angin 75 mph (33,5 m/s) telah digambarkan dalam bentuk grafik pada (Gambar IV.2) sebagai berikut:
500
34
400
33
3 00
32
200
30
100
28
60 40 25
24 15 0
10
18 20
21 30
40
WIND LOAD ON WALL (psf)
Gambar IV.2 – Grafik Beban Angin Berdasarkan Ketinggian Bangunan
Bangunan tingkat tinggi yang dianalisis mempunyai ketinggian 140 m dan jika dikonversi ke satuan ft (1 ft = 0.3048 m), maka ketinggian bangunan akan menjadi 460 ft. Ketinggian dari tiap lantai adalah 3.5 m dan dikonversi akan menjadi 11.5 ft, serta bentang lebar bangunan sebesar 15 m dikonversi ke satuan ft akan menjadi 49.213 ft. Berdasarkan grafik beban angin (Gambar IV.2), maka beban angin yang bekerja pada bangunan setinggi 460 ft (140 m) adalah sebagai berikut: -
15 psf untuk 0 – 25 ft di atas tanah
-
18 psf untuk 26 – 40 ft di atas tanah
-
21 psf untuk 41 – 60 ft di atas tanah
-
24 psf untuk 61 – 100 ft di atas tanah
-
28 psf untuk 101 – 200 ft di atas tanah
-
30 psf untuk 201 – 300 ft di atas tanah
-
32 psf untuk 301 – 400 ft di atas tanah
-
33 psf untuk 401 – 500 ft di atas tanah
Maka, akibat pengaruh angin terhadap ketinggian bangunan akan memberikan distribusi beban angin yang akan ditunjukkan (Gambar IV.3) berikut:
W8
2 0.033 ft/k
0.032 ft/k
2
W7
2
W6
0.030 ft/k
W5
2 0.028 ft/k
0.024 ft/k
W4
2
0.021 ft/k
2
0.018 ft/k2 2 0.015 ft/k
W3 W2 W1
414 ‘
92 ‘
322 ‘
92 ‘
230 ‘
92 ‘
138 ‘
92 ‘
74.75 ‘
34.5 ‘
46 ‘
23 ‘
28.75 ‘
11.5 ‘
11.5 ‘
23 ‘
49.213 ‘
460 ‘
Perhitungan beban angin yang terdistribusi pada tiap lantai bangunan 40 lantai setinggi 140 m (460 ft) dengan bentang lebar sepanjang 15 m (49. 213 ft) adalah sebagai berikut:
-
W 1 = (0.015) (23) (49.213)
=
16.978 k
-
W 2 = (0.018) (11.5) (49.213) =
10.187 k
-
W 3 = (0.021) (23) (49.213)
=
23.770 k
-
W 4 = (0.024) (34.5) (49.213) =
40.748 k
-
W 5 = (0.028) (92) (49.213)
=
126.773 k
-
W 6 = (0.030) (92) (49.213)
=
135.828 k
-
W 7 = (0.032) (92) (49.213)
=
144.883 k
-
W 8 = (0.033) (92) (49.213)
=
149.411 k
=
648.578 k
W total
+
Beban angin yang bekerja pada bangunan W total yang telah diperoleh yaitu 648.578 k dikonversi kembali ke satuan SI yaitu ke satuan kN, dimana 1 kips = 4.448 kN. Jadi, beban angin W total akan menjadi: W total = 2884.8749 kN 6 W total = 2.88487 x 10 N
IV.3. Kekakuan
Nilai dari kekakuan K dapat diperoleh dari persamaan (III.6) yaitu: (III.6)
•
Mencari luasan dari kolom ( A) 2
A = 50 x 50 = 2500 cm = 0.25 m •
2
Elastisitas dari core ( E C)
43076.2115 MPa 4.30762 x 10 10 Pa = 4.30762 x 10 10 N/m2 •
Jarak antar kolom ( d ) adalah 5 m
•
Tinggi bangunan ( L) L = 40 x 3.5 = 140 m
•
Jadi, nilai dari kekakuan ( K ) adalah:
9.615223214 x 10 8 Nm
IV.4. Displacement
Untuk menentukan dan membandingkan hasil displacement pada model bangunan 40 lantai, akan dibagi perhitungan displacement dalam 5 kasus / model seperti yang telah ditunjukkan pada (Gambar III.6). Lima contoh model struktur dengan pemasangan outrigger pada bangunan 40 lantai adalah sebagai berikut: 1. Model struktur tanpa outrigger . 2. Model struktur dengan 1 outrigger pada lantai teratas. 3. Model struktur dengan 1 outrigger pada ¾ dari ketinggian bangunan. 4. Model struktur dengan 1 outrigger pada ½ dari ketinggian bangunan. 5. Model struktur dengan 1 outrigger pada ¼ dari ketinggian bangunan.
Sebelum menghitung dan menganalisis hasil displacement pada 5 jenis model bangunan 40 lantai, maka terlebih dahulu akan dilakukan perhitungan momen inersia yang ditimbulkan oleh core (Gambar IV.4). Core jika tampak dari atas adalah berbentuk segi empat simetris (persegi) berukuran (5 x 5) m dengan ketebalan dinding sebesar 50 cm dan tingginya dihitung dari muka tanah adalah 140 m. Perhitungan dari inersia adalah sebagai berikut:
5
2.5
0.25 5
Gambar IV.4 – Inersia
Jadi, inersia dari core adalah:
35.06771 m4
IV.4.1. Displacement Model Struktur I
Model struktur pertama dari analisis bangunan ini tidak menggunakan outrigger . Displacement Displacement pada model struktur yang pertama dapat langsung ditentukan secara analitis
dengan persamaan: (III.7)
Beban angin yang bekerja diasumsi beban yang bekerja dengan distribusi secara merata, sehingga beban W yang digunakan dalam kalkulasi adalah beban angin total yaitu sebesar 648.578 k. = W total W = total = 648.578 k = 2884.8749 kN W = 6
W = = 2.88487 x 10 N
W = 2.88487 x 10 6 N
L
Gambar IV.5 – Distribusi Beban Angin pada Model I
Jadi, displacement maksimum yang terjadi pada bangunan 40 lantai ketika tidak dipasang adalah: outrigger adalah:
655.052 mm
IV.4.2. Displacement Model Struktur II
Pada model struktur yang kedua, outrigger dipasang pada lantai tertinggi pada bangunan bangunan ( x = 0 atau Z = L) yaitu pada lantai 40. Lantai 40 menjadi kaku karena adanya sistem outrigger , dengan distribusi beban angin secara merata pada model ini juga.
W = 2.88487 x 106 N
L
Gambar IV.6 – Distribusi Beban Angin pada Model II
Mencari nilai momen M 2 dengan persamaan (III.11):
(III.11)
•
Beban angin ( W ) = 2.88487 x 10 6 N
•
Tinggi bangunan (L) = 140 m
•
Elastisitas dari core ( E ) = 4.30762 x 10 10 N/m2
•
Inersia core ( I ) = 35.06771 m4
•
Nilai kekakuan ( K 2) = K = 961522321.4 Nm
Sehingga, nilai M 2 adalah:
5507729.202 Nm
Displacement ∆2 dapat dihitung dengan persamaan (III.12) yaitu:
(III.12)
Dengan menginput semua data yang diketahui, maka nilai ∆2 akan menjadi:
619.320 mm
IV.4.3. Displacement Model Struktur III
Pada model struktur yang ketiga, outrigger dipasang pada bangunan yaitu pada posisi x = 0.25 L atau Z = 0.75 L. Artinya lantai 30 yang diperkaku karena adanya outrigger .
W = 2.88487 x 106 N
x = 0,25 L
z = 0,75 L
Gambar IV.7 – Distribusi Beban Angin pada Model III
Setelah persamaannya diturunkan dan telah diuraikan pada bab III sebelumnya serta mengingat bahwa nilai K 3 = 4 K 2 / 3, maka persamaan M 3 menjadi: (III.18)
Sehingga, nilai M 3 adalah:
7270202.546 Nm
Displacement ∆3 pada saat Z = ¾ L dapat diperoleh dari persamaan:
(III.19)
Nilai dari ∆3 adalah:
610.744 mm
IV.4.4. Displacement Model Struktur IV
Pada model struktur yang keempat, outrigger dipasang pada lantai 20 pada bangunan 40 lantai yaitu pada posisi x = 0.5 L atau Z = 0.5 L.
W = 2.88487 x 106 N
x = 0,5 L
z = 0,5 L
Gambar IV.8 – Distribusi Beban Angin pada Model IV
Nilai kekakuan K 4 = 2 K 2, maka persamaan M 4 diuraikan menjadi: (III.22)
Sehingga, nilai M 4 menjadi:
9638526.103 Nm
Dan displacement ∆4 pada saat Z = ½ L dapat diperoleh dari persamaan (III.23) berikut: (III.23)
Jadi, nilai dari ∆4 adalah:
607.886 mm
IV.4.5. Displacement Model Struktur V
Pada model struktur yang kelima dalam permodelan struktur 40 lantai ini, outrigger dipasang pada posisi x = 0.75 L atau Z = 0.25 L. Yang berarti lantai 10 diperkaku.
W = 2.88487 x 106 N
x = 0,75 L
z = 0,25 L
Gambar IV.9 – Distribusi Beban Angin pada Model V
Nilai kekakuan dari K 5 = 4 K 2, maka nilai persamaan M 5 diturunkan dan diuraikan dan akan menjadi: (III.25)
Sehingga, nilai M 5 menjadi:
12667777.16 Nm
Dan displacement ∆5 pada saat x = ¾ L atau Z = ¼ L dapat diperoleh dari persamaan: (III.26)
Jadi, nilai dari ∆5 akan menjadi:
618.963 mm
IV.4.6. Pendataan
Tujuan dari hasil perhitungan analitis terhadap 5 model struktur bangunan 40 lantai adalah menhasilkan output yang berupa displacement . Perhitungan telah dilakukan dan hasil dari perhitungan dari 5 model tersebut telah disajikan dalam bentuk tabel dan grafik sebagai berikut:
Tabel IV.1 - Perhitungan Displacement pada Model Struktur I W L K
20606.21429 140 961522321.4
N/m m Nm
E
43076200000
N/m2
I
35.06771
No.
m4
Lantai
x (m)
Δ (mm)
1
0
0.0
0.000
2
1
3.5
0.805
3
2
7.0
3.167
4
3
10.5
7.008
5
4
14.0
12.249
6
5
17.5
18.818
7
6
21.0
26.640
8
7
24.5
35.646
9
8
28.0
45.766
10
9
31.5
56.935
11
10
35.0
69.087
12
11
38.5
82.161
13
12
42.0
96.096
14
13
45.5
110.833
15
14
49.0
126.317
16
15
52.5
142.493
17
16
56.0
159.309
18
17
59.5
176.714
19
18
63.0
194.661
20
19
66.5
213.103
21
20
70.0
231.997
22
21
73.5
251.301
23
22
77.0
270.974
24
23
80.5
290.980
25
24
84.0
311.281
26
25
87.5
331.844
27
26
91.0
352.638
28
27
94.5
373.632
29
28
98.0
394.800
30
29
101.5
416.115
31
30
105.0
437.554
32
31
108.5
459.096
33
32
112.0
480.721
34
33
115.5
502.411
35
34
119.0
524.152
36
35
122.5
545.930
37
36
126.0
567.733
38
37
129.5
589.553
39
38
133.0
611.383
40
39
136.5
633.217
41
40
140.0
655.052
700,000
600,000
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
0,000 ) m m ( t n e m e c a l p s i D
0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 7 4 1 8 5 2 9 6 3 0 7 4 1 8 5 2 9 1 2 2 3 4 4 5 6 7 7 8 9 9 0 1 1 1 1 1
0 , 6 2 1
0 , 3 3 1
0 , 0 4 1
Height (m)
Model 1
Gambar IV.10 – Grafik Hasil Displacement Model Struktur I
Tabel IV.2 - Perhitungan Displacement pada Model Struktur II W L K
20606.21429 140 961522321.4
N/m m Nm
E
43076200000
N/m2
I
35.06771
m4
M
5507729.202
Nm
No.
Lantai
x (m)
Δ (mm)
1
0
0.0
0.000
2
1
3.5
0.783
3
2
7.0
3.078
4
3
10.5
6.807
5
4
14.0
11.892
6
5
17.5
18.260
7
6
21.0
25.836
8
7
24.5
34.552
9
8
28.0
44.337
10
9
31.5
55.126
11
10
35.0
66.854
12
11
38.5
79.459
13
12
42.0
92.880
14
13
45.5
107.059
15
14
49.0
121.940
16
15
52.5
137.468
17
16
56.0
153.591
18
17
59.5
170.260
19
18
63.0
187.425
20
19
66.5
205.041
21
20
70.0
223.065
22
21
73.5
241.453
23
22
77.0
260.166
24
23
80.5
279.166
25
24
84.0
298.417
26
25
87.5
317.886
27
26
91.0
337.541
28
27
94.5
357.352
29
28
98.0
377.291
30
29
101.5
397.333
31
30
105.0
417.455
32
31
108.5
437.634
33
32
112.0
457.852
34
33
115.5
478.091
35
34
119.0
498.336
36
35
122.5
518.573
37
36
126.0
538.791
38
37
129.5
558.980
39
38
133.0
579.135
40
39
136.5
599.249
41
40
140.0
619.320
700,000
600,000
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
0,000 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 0 7 4 1 8 5 2 9 6 3 0 7 4 1 8 5 2 9 1 2 2 3 4 4 5 6 7 7 8 9 9 0 1 1 1 1 1
Displacement(mm)
0 , 6 2 1
0 , 3 3 1
0 , 0 4 1
Height (m)
Model 2
Gambar IV.11 – Grafik Hasil Displacement Model Struktur II
Tabel IV.3 - Perhitungan Displacement pada Model Struktur III W L K
20606.21429 140 961522321.4
N/m m Nm
E
43076200000
N/m2
I
35.06771
m4
M
7270202.546
Nm
No.
Lantai
x (m)
Δ (mm)
1
0
0.0
0.000
2
1
3.5
0.778
3
2
7.0
3.057
4
3
10.5
6.759
5
4
14.0
11.806
6
5
17.5
18.126
7
6
21.0
25.643
8
7
24.5
34.289
9
8
28.0
43.994
10
9
31.5
54.692
11
10
35.0
66.318
12
11
38.5
78.811
13
12
42.0
92.108
14
13
45.5
106.154
15
14
49.0
120.890
16
15
52.5
136.262
17
16
56.0
152.219
18
17
59.5
168.711
19
18
63.0
185.689
20
19
66.5
203.107
21
20
70.0
220.921
22
21
73.5
239.089
23
22
77.0
257.571
24
23
80.5
276.330
25
24
84.0
295.330
26
25
87.5
314.536
27
26
91.0
333.918
28
27
94.5
353.444
29
28
98.0
373.089
30
29
101.5
392.826
31
30
105.0
412.631
32
31
108.5
432.484
33
32
112.0
452.364
34
33
115.5
472.254
35
34
119.0
492.140
36
35
122.5
512.007
37
36
126.0
531.844
38
37
129.5
551.643
39
38
133.0
571.396
40
39
136.5
591.097
41
40
140.0
610.744
700,000
600,000
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
0,000
) m m ( t n e m e c a l p s i D
0 , 0 , 0 , 0 , 0 , , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 0 7 4 1 8 5 2 9 6 3 0 7 4 1 8 5 2 9 1 2 2 3 4 4 5 6 7 7 8 9 9 0 1 1 1 1 1
0 , 6 2 1
0 , 3 3 1
0 , 0 4 1
Height (m)
Model 3
Gambar IV.12 – Grafik Hasil Displacement Model Struktur III
Tabel IV.4 - Perhitungan Displacement pada Model Struktur IV W L K
20606.21429 140 961522321.4
N/m m Nm
E
43076200000
N/m2
I
35.06771
m4
M
9638526.103
Nm
No.
Lantai
x (m)
Δ (mm)
1
0
0.0
0.000
2
1
3.5
0.776
3
2
7.0
3.050
4
3
10.5
6.742
5
4
14.0
11.778
6
5
17.5
18.081
7
6
21.0
25.579
8
7
24.5
34.201
9
8
28.0
43.880
10
9
31.5
54.547
11
10
35.0
66.140
12
11
38.5
78.594
13
12
42.0
91.851
14
13
45.5
105.852
15
14
49.0
120.539
16
15
52.5
135.860
17
16
56.0
151.762
18
17
59.5
168.195
19
18
63.0
185.110
20
19
66.5
202.462
21
20
70.0
220.206
22
21
73.5
238.301
23
22
77.0
256.707
24
23
80.5
275.385
25
24
84.0
294.301
26
25
87.5
313.420
27
26
91.0
332.710
28
27
94.5
352.142
29
28
98.0
371.688
30
29
101.5
391.323
31
30
105.0
411.023
32
31
108.5
430.767
33
32
112.0
450.534
34
33
115.5
470.309
35
34
119.0
490.075
36
35
122.5
509.818
37
36
126.0
529.529
38
37
129.5
549.197
39
38
133.0
568.816
40
39
136.5
588.380
41
40
140.0
607.886
700,000
600,000
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
0,000
) m m ( t n e m e c a l p s i D
0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 7 4 1 8 5 2 9 6 3 0 7 4 1 8 5 2 9 1 2 2 3 4 4 5 6 7 7 8 9 9 0 1 1 1 1 1
0 , 6 2 1
0 , 3 3 1
0 , 0 4 1
Height (m)
Model 4
Gambar IV.13 – Grafik Hasil Displacement Model Struktur IV
Tabel IV.5 - Perhitungan Displacement pada Model Struktur V W L K
20606.21429 140 961522321.4
N/m m Nm
E
43076200000
N/m2
I
35.06771
m4
M
12667777.16
Nm
No.
Lantai
x (m)
Δ (mm)
1
0
0.0
0.000
2
1
3.5
0.783
3
2
7.0
3.077
4
3
10.5
6.805
5
4
14.0
11.889
6
5
17.5
18.254
7
6
21.0
25.828
8
7
24.5
34.541
9
8
28.0
44.323
10
9
31.5
55.108
11
10
35.0
66.832
12
11
38.5
79.432
13
12
42.0
92.848
14
13
45.5
107.022
15
14
49.0
121.896
16
15
52.5
137.418
17
16
56.0
153.534
18
17
59.5
170.195
19
18
63.0
187.353
20
19
66.5
204.961
21
20
70.0
222.975
22
21
73.5
241.354
23
22
77.0
260.057
24
23
80.5
279.048
25
24
84.0
298.289
26
25
87.5
317.747
27
26
91.0
337.390
28
27
94.5
357.189
29
28
98.0
377.116
30
29
101.5
397.146
31
30
105.0
417.254
32
31
108.5
437.420
33
32
112.0
457.624
34
33
115.5
477.848
35
34
119.0
498.078
36
35
122.5
518.299
37
36
126.0
538.501
38
37
129.5
558.675
39
38
133.0
578.813
40
39
136.5
598.910
41
40
140.0
618.963
700,000
600,000
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
0,000 ) m m ( t n e m e c a l p s i D
0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 7 4 1 8 5 2 9 6 3 0 7 4 1 8 5 2 9 1 2 2 3 4 4 5 6 7 7 8 9 9 0 1 1 1 1 1
0 , 6 2 1
0 , 3 3 1
0 , 0 4 1
Height (m) Model 5
Gambar IV.14 – Grafik Hasil Displacement Model Struktur V
700,000
600,000
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
0,000 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 0 7 4 1 8 5 2 9 6 3 0 7 4 1 8 5 2 9 1 2 2 3 4 4 5 6 7 7 8 9 9 0 1 1 1 1 1
) m m ( t n e m e c a l p s i D
0 , 6 2 1
0 , 3 3 1
0 , 0 4 1
Height (m)
Model 1
Model 2
Model 3
Model 4
Model 5
Gambar IV.15 – Grafik Perbandingan Hasil Displacement
Dari hasil perhitungan, terbukti bahwa bangunan tingkat tinggi yang dipasang outrigger mengalami displacement lebih kecil daripada bangunan yang tidak menggunakan outrigger . Di lokasi manapun outrigger digunakan hasil displacement yang terjadi adalah
selalu lebih kecil dari yang seharusnya terjadi. Tabel berikut menunjukkan persentase pengurangan displacement akibat pemasangan outriggger . Persentase pengurangan displacement dihitung dengan: (IV.2)
Tabel IV.7 – Persentase Pengurangan Displacement No
Model Struktur
∆ max (mm)
∆' max (mm)
% ∆ (%)
1
I
655.052
655.052
0
2
II
619.320
655.052
5.45
3
III
610.744
655.052
6.76
4
IV
607.886
655.052
7.21
5
V
618.963
655.052
5.51
IV.5. Inter-storey Drift Displacement yang
ditimbulkan
oleh
model-model
struktur
tersebut
juga
mengakibatkan terjadinya inter-storey drift yaitu selisih dari displacement tiap lantai. Hal ini merupakan suatu hal yang juga diperhitungkan karena cukup beresiko dan dianggap berbahaya untuk suatu bangunan tingkat tinggi. Perhitungan dari inter-storey drift dalam bentuk tabel dan grafik sebagai berikut:
Tabel IV.7 - Perhitungan Inter-storey Drift pada Model Struktur I No.
Lantai
x (m)
Δ (mm)
ISD (mm)
1
0
0.0
0.000
0.000
2
1
3.5
0.805
0.805
3
2
7.0
3.167
2.362
4
3
10.5
7.008
3.840
5
4
14.0
12.249
5.242
6
5
17.5
18.818
6.568
7
6
21.0
26.640
7.822
8
7
24.5
35.646
9.006
9
8
28.0
45.766
10.120
10
9
31.5
56.935
11.169
11
10
35.0
69.087
12.152
12
11
38.5
82.161
13.074
13
12
42.0
96.096
13.935
14
13
45.5
110.833
14.737
15
14
49.0
126.317
15.484
16
15
52.5
142.493
16.176
17
16
56.0
159.309
16.816
18
17
59.5
176.714
17.405
19
18
63.0
194.661
17.947
20
19
66.5
213.103
18.443
21
20
70.0
231.997
18.894
22
21
73.5
251.301
19.304
23
22
77.0
270.974
19.673
24
23
80.5
290.980
20.005
25
24
84.0
311.281
20.301
26
25
87.5
331.844
20.563
27
26
91.0
352.638
20.794
28
27
94.5
373.632
20.994
29
28
98.0
394.800
21.168
30
29
101.5
416.115
21.315
31
30
105.0
437.554
21.439
32
31
108.5
459.096
21.542
33
32
112.0
480.721
21.625
34
33
115.5
502.411
21.690
35
34
119.0
524.152
21.741
36
35
122.5
545.930
21.778
37
36
126.0
567.733
21.804
38
37
129.5
589.553
21.820
39
38
133.0
611.383
21.830
40
39
136.5
633.217
21.834
41
40
140.0
655.052
21.835
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0,000 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 0 7 4 1 8 5 2 9 6 3 0 7 4 1 8 5 2 9 1 2 2 3 4 4 5 6 7 7 8 9 9 0 1 1 1 1 1
) m m ( D S I
0 , 6 2 1
0 , 3 3 1
0 , 0 4 1
Height (m) Model 1
Gambar IV.16 – Grafik Hasil Inter-Storey Drift Model Struktur I
Tabel IV.8 - Perhitungan Inter-storey Drift pada Model Struktur II No.
Lantai
x (m)
Δ (mm)
ISD (mm)
1
0
0.0
0.000
0.000
2
1
3.5
0.783
0.783
3
2
7.0
3.078
2.295
4
3
10.5
6.807
3.729
5
4
14.0
11.892
5.085
6
5
17.5
18.260
6.367
7
6
21.0
25.836
7.577
8
7
24.5
34.552
8.715
9
8
28.0
44.337
9.785
10
9
31.5
55.126
10.789
11
10
35.0
66.854
11.728
12
11
38.5
79.459
12.605
13
12
42.0
92.880
13.421
14
13
45.5
107.059
14.179
15
14
49.0
121.940
14.881
16
15
52.5
137.468
15.528
17
16
56.0
153.591
16.123
18
17
59.5
170.260
16.668
19
18
63.0
187.425
17.165
20
19
66.5
205.041
17.616
21
20
70.0
223.065
18.023
22
21
73.5
241.453
18.388
23
22
77.0
260.166
18.713
24
23
80.5
279.166
19.000
25
24
84.0
298.417
19.251
26
25
87.5
317.886
19.469
27
26
91.0
337.541
19.655
28
27
94.5
357.352
19.811
29
28
98.0
377.291
19.939
30
29
101.5
397.333
20.042
31
30
105.0
417.455
20.122
32
31
108.5
437.634
20.179
33
32
112.0
457.852
20.218
34
33
115.5
478.091
20.239
35
34
119.0
498.336
20.245
36
35
122.5
518.573
20.237
37
36
126.0
538.791
20.218
38
37
129.5
558.980
20.190
39
38
133.0
579.135
20.155
40
39
136.5
599.249
20.114
41
40
140.0
619.320
20.071
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0,000 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 0 7 4 1 8 5 2 9 6 3 0 7 4 1 8 5 2 9 1 2 2 3 4 4 5 6 7 7 8 9 9 0 1 1 1 1 1
) m m ( D S I
0 , 6 2 1
0 , 3 3 1
0 , 0 4 1
Height (m) Model 2
Gambar IV.17 – Grafik Hasil Inter-Storey Drift Model Struktur II
Tabel IV.9 - Perhitungan Inter-storey Drift pada Model Struktur III
No.
Lantai
x (m)
Δ (mm)
ISD (mm)
1
0
0.0
0.000
0.000
2
1
3.5
0.778
0.778
3
2
7.0
3.057
2.279
4
3
10.5
6.759
3.702
5
4
14.0
11.806
5.048
6
5
17.5
18.126
6.319
7
6
21.0
25.643
7.518
8
7
24.5
34.289
8.646
9
8
28.0
43.994
9.705
10
9
31.5
54.692
10.698
11
10
35.0
66.318
11.626
12
11
38.5
78.811
12.492
13
12
42.0
92.108
13.298
14
13
45.5
106.154
14.045
15
14
49.0
120.890
14.736
16
15
52.5
136.262
15.373
17
16
56.0
152.219
15.957
18
17
59.5
168.711
16.492
19
18
63.0
185.689
16.978
20
19
66.5
203.107
17.418
21
20
70.0
220.921
17.814
22
21
73.5
239.089
18.168
23
22
77.0
257.571
18.483
24
23
80.5
276.330
18.759
25
24
84.0
295.330
19.000
26
25
87.5
314.536
19.206
27
26
91.0
333.918
19.381
28
27
94.5
353.444
19.527
29
28
98.0
373.089
19.645
30
29
101.5
392.826
19.737
31
30
105.0
412.631
19.805
32
31
108.5
432.484
19.853
33
32
112.0
452.364
19.880
34
33
115.5
472.254
19.890
35
34
119.0
492.140
19.885
36
35
122.5
512.007
19.867
37
36
126.0
531.844
19.837
38
37
129.5
551.643
19.799
39
38
133.0
571.396
19.753
40
39
136.5
591.097
19.701
41
40
140.0
610.744
19.647
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0,000 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 7 4 1 8 5 2 9 6 3 0 7 4 1 8 5 2 9 1 2 2 3 4 4 5 6 7 7 8 9 9 0 1 1 1 1 1
) m m ( D S I
0 , 6 2 1
0 , 3 3 1
0 , 0 4 1
Height (m) Model 3
Gambar IV.18 – Grafik Hasil Inter-Storey Drift Model Struktur III
Tabel IV.10 - Perhitungan Inter-storey Drift pada Model Struktur IV
No.
Lantai
x (m)
Δ (mm)
ISD (mm)
1
0
0.0
0.000
0.000
2
1
3.5
0.776
0.776
3
2
7.0
3.050
2.274
4
3
10.5
6.742
3.693
5
4
14.0
11.778
5.035
6
5
17.5
18.081
6.303
7
6
21.0
25.579
7.498
8
7
24.5
34.201
8.622
9
8
28.0
43.880
9.678
10
9
31.5
54.547
10.668
11
10
35.0
66.140
11.592
12
11
38.5
78.594
12.455
13
12
42.0
91.851
13.257
14
13
45.5
105.852
14.000
15
14
49.0
120.539
14.688
16
15
52.5
135.860
15.321
17
16
56.0
151.762
15.902
18
17
59.5
168.195
16.433
19
18
63.0
185.110
16.915
20
19
66.5
202.462
17.352
21
20
70.0
220.206
17.744
22
21
73.5
238.301
18.095
23
22
77.0
256.707
18.406
24
23
80.5
275.385
18.679
25
24
84.0
294.301
18.916
26
25
87.5
313.420
19.119
27
26
91.0
332.710
19.290
28
27
94.5
352.142
19.432
29
28
98.0
371.688
19.546
30
29
101.5
391.323
19.635
31
30
105.0
411.023
19.700
32
31
108.5
430.767
19.744
33
32
112.0
450.534
19.768
34
33
115.5
470.309
19.774
35
34
119.0
490.075
19.766
36
35
122.5
509.818
19.744
37
36
126.0
529.529
19.711
38
37
129.5
549.197
19.668
39
38
133.0
568.816
19.619
40
39
136.5
588.380
19.564
41
40
140.0
607.886
19.506
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0,000 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 0 7 4 1 8 5 2 9 6 3 0 7 4 1 8 5 2 9 1 2 2 3 4 4 5 6 7 7 8 9 9 0 1 1 1 1 1
) m m ( D S I
0 , 6 2 1
0 , 3 3 1
0 , 0 4 1
Height (m) Model 4
Gambar IV.19 – Grafik Hasil Inter-Storey Drift Model Struktur IV
Tabel IV.11 - Perhitungan Inter-storey Drift pada Model Struktur V No.
Lantai
x (m)
Δ (mm)
ISD (mm)
1
0
0.0
0.000
0.000
2
1
3.5
0.783
0.783
3
2
7.0
3.077
2.295
4
3
10.5
6.805
3.728
5
4
14.0
11.889
5.084
6
5
17.5
18.254
6.365
7
6
21.0
25.828
7.574
8
7
24.5
34.541
8.712
9
8
28.0
44.323
9.782
10
9
31.5
55.108
10.785
11
10
35.0
66.832
11.724
12
11
38.5
79.432
12.600
13
12
42.0
92.848
13.416
14
13
45.5
107.022
14.173
15
14
49.0
121.896
14.875
16
15
52.5
137.418
15.522
17
16
56.0
153.534
16.116
18
17
59.5
170.195
16.661
19
18
63.0
187.353
17.158
20
19
66.5
204.961
17.608
21
20
70.0
222.975
18.014
22
21
73.5
241.354
18.379
23
22
77.0
260.057
18.703
24
23
80.5
279.048
18.990
25
24
84.0
298.289
19.241
26
25
87.5
317.747
19.458
27
26
91.0
337.390
19.643
28
27
94.5
357.189
19.799
29
28
98.0
377.116
19.927
30
29
101.5
397.146
20.030
31
30
105.0
417.254
20.108
32
31
108.5
437.420
20.166
33
32
112.0
457.624
20.204
34
33
115.5
477.848
20.224
35
34
119.0
498.078
20.230
36
35
122.5
518.299
20.221
37
36
126.0
538.501
20.202
38
37
129.5
558.675
20.174
39
38
133.0
578.813
20.138
40
39
136.5
598.910
20.097
41
40
140.0
618.963
20.053
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0,000 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 7 4 1 8 5 2 9 6 3 0 7 4 1 8 5 2 9 1 2 2 3 4 4 5 6 7 7 8 9 9 0 1 1 1 1 1
) m m (
0 , 6 2 1
0 , 3 3 1
0 , 0 4 1
Height (m) Model 5
D S I
Gambar IV.20 – Grafik Hasil Inter-Storey Drift Model Struktur V
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0,000 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 , 0 0 7 4 1 8 5 2 9 6 3 0 7 4 1 8 5 2 9 1 2 2 3 4 4 5 6 7 7 8 9 9 0 1 1 1 1 1
ISD (mm)
0 , 6 2 1
0 , 3 3 1
0 , 0 4 1
Height (m)
Model 1
Model 2
Model 3
Model 4
Model 5
Gambar IV.21 – Grafik Perbandingan Hasil Inter-Storey Drift
Inter-storey drift pada lima model bangunan telah dihitung dan terbukti bahwa nilai
dari model yang tidak menggunakan outrigger lebih besar daripada yang menggunakan outrigger . Hasil perhitungan telah ditabelkan beserta dengan persentase pengurangan interstorey drift terhadap nilai maksimumnya.
Persentase pengurangan inter-storey drift dihitung dengan: (IV.3)
Tabel IV.14 – Persentase Pengurangan Inter-storey Drift No
Model Struktur
ISD max (mm)
ISD' max (mm)
% ISD (%)
1
I
21.835
21.835
0
2
II
20.071
21.835
8.08
3
III
19.647
21.835
10.02
4
IV
19.506
21.835
10.70
5
V
20.053
21.835
8.16
IV.6. Menentukan Lokasi Optimum Penempatan Single Outrigger IV.6.1. Defleksi Lateral
Nilai defleksi pada puncak bangunan dapat diperoleh dari nilai M x dengan persamaan: (III.28)
Nilai ini hanya diperhitungkan pada model II, III, IV dan V karena bertujuan untuk menentukan lokasi optimum penempatan outrigger . Jadi, model I tidak diperhitungkan karena model I merupakan model struktur yang tidak menggunakan outrigger .
Perhitungan: •
Model II: x
=0
L
= 140 m
M 2
= 5507729.202 Nm
E
= 4.30762 x 10 10 N/m2
I
= 35.06771 m4
1.4947 x 10 -2 m
•
Model III: x
= 0.25 L
= 35 m
L
= 140 m
M 3
= 7270202.546 Nm
E
= 4.30762 x 10 10 N/m2
I
= 35.06771 m4
1.8472 x 10 -2 m
•
Model IV: x
= 0.5 L
= 70 m
L
= 140 m
M 4
= 9638526.103 Nm
E
= 4.30762 x 10 10 N/m2
I
= 35.06771 m4
1.9592 x 10 -2 m
•
Model V: x
= 0.75 L
= 105 m
L
= 140 m
M 5
= 12667777.16 N
E
= 4.30762 x 10 10 N/m2
I
= 35.06771 m4
1.5021 x 10 -2 m
Hasil perhitungan disajikan dalam bentuk tabel berikut untuk mempermudah dalam memasukkan nilai ke dalam grafik:
Tabel IV.15 – Hasil Perhitungan Defleksi Lateral No
Model Struktur
x (m)
Defleksi lateral (mm)
1
II
0
14.947
2
III
35
18.472
3
IV
70
19.592
4
V
105
15.021
IV.6.2. Lokasi Optimum Single Outrigger
Lokasi optimum dari penempatan single outrigger adalah lokasi dimana defleksi Y M bernilai maksimum. Didapatkan dari cara mendiferensialkan persamaan (III.28) terhadap x dan hasilnya adalah nol.
(III.29)
Sehingga diperoleh: (III.30)
Dari hasil perhitungan pada tabel (IV.15) dapat dilihat bahwa model IV mempunyai nilai defleksi yang maksimum dan dapat diprediksi bahwa lokasi outrigger yang optimum berada di sekitar bagian tengah ketinggian bangunan. Nilai hasil defleksi lateral terhadap ketinggian bangunan akan disajikan dalam bentuk grafik pada (Gambar IV.22) berikut:
Lokasi Optimum Single Outrigger 45 40 35 30 i a 25 t n a 20 L
15 10 5 0 0
5
10
15
20
Parameter Defleksi Puncak Bangunan (mm)
Gambar IV.22 – Grafik Defleksi Terhadap Lantai Bangunan
25
Nilai defleksi maksimum antara lantai 20 hingga lantai 25, dan lebih tepatnya berada pada lantai 22. Sehingga, akan memberikan lokasi optimum pada lantai 22 yang telah digambarkan dalam grafik berikut:
Lokasi Optimum Single Outrigger 45 40 35 30 i a 25 t n a 20 L
22
15 10 5 0 0
5
10
15
20
25
Parameter Defleksi Puncak Bangunan (mm)
Gambar IV.17 – Grafik Lokasi Optimum Penempatan Single Outrigger
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1.
Kesimpulan
Dari hasil analisis respon beban angin terhadap bangunan beton tingkat tinggi setinggi 40 lantai yang menggunakan sistem outrigger , dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Bangunan tingkat tinggi yang menggunakan sistem outrigger dapat mengurangi displacement secara lateral dibandingkan dengan bangunan identik yang tidak
menggunakannya. Pada model struktur IV, penggunaan outrigger dapat mengurangi displacement secara lateral sebanyak 7.21 %.
Tabel IV.7 – Persentase Pengurangan Displacement No
Model Struktur
∆ max (mm)
∆' max (mm)
% ∆ (%)
1
I
655.052
655.052
0
2
II
619.320
655.052
5.45
3
III
610.744
655.052
6.76
4
IV
607.886
655.052
7.21
5
V
618.963
655.052
5.51
2. Karena penggunaan outrigger dapat mengurangi displacement secara lateral, maka secara langsung juga dapat mengurangi inter-storey drift yang dianggap berbahaya untuk sebuah bangunan tingkat tinggi. Pada model sturktur IV, juga dapat mengurangi inter-storey drift sebesar 10.7 %.
Tabel IV.14 – Persentase Pengurangan Inter-storey Drift No
Model Struktur
ISD max (mm)
ISD' max (mm)
% ISD (%)
1
I
21.835
21.835
0
2
II
20.071
21.835
8.08
3
III
19.647
21.835
10.02
4
IV
19.506
21.835
10.70
5
V
20.053
21.835
8.16
3. Lokasi penempatan single outrigger pada bangunan 40 lantai adalah di tengah ketinggian gedung yaitu pada lantai 20 atau pada model stuktur yang IV. Terbukti dari perhitungan hasil displacement yang paling minimum dari kelima model struktur. 4. Jika menggunakan parameter defleksi maksimum, maka sesuai dengan grafik pada (Gambar IV.17) lokasi optimum dari penempatan single outrigger juga berada di sekitar pertengahan ketinggian gedung tetapi lebih tepatnya pada lantai 22.
V.2.
Saran
1. Perlunya studi yang lebih mendalam mengenai bangunan tingkat tinggi di dalam mata kuliah teknik sipil agar mahasiswa dapat lebih memahami studi secara struktural dan aplikasi di dalam dunia lapangan kelak. Tidak terluput juga dari pembahasan bracing karena merupakan suatu kesatuan dengan bangunan tingkat tinggi. 2.
Penerapan metode perhitungan secara analitis lebih ditingkatkan agar pengenalan dasar dan filosofi dari konsep struktur lebih mudah dipahami.