FILSAFAT ILMU
ONTOLOGI
OLEH:
RISKA TULUA WIBAWATI 1604676
IFA FAUZIAH 1604626
ASDAR 1605538
KELAS: 1 B
PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2016
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai manusia, sudah merupakan sifat alami kita untuk berpikir.Bahkan, yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya adalah adanya dorongan untuk melakukan kegiatan tersebut.Thinking being.Jadi, merupakan suatu yang wajar jika kita selalu mempertanyakan setiap hal. Hal ini bahkan di… oleh filsuf yang terkenal dengan quotationnya "Cogito ergo sum", aku berpikir, maka aku ada.Dari sini dapat kita lihat betapa pentingnya proses berpikir bagi manusia.
Filsafat adalah ilmu yang mempelajari tentang ……… di dalamnya dikaji hal-hal yang berkaitan dengan …… beberapa hal yang dibahas di dalam filsafat adalah ontologi, epistemology dan aksiologi.Ontologi adalah …. Yang berkenaan dengan "ada". Sedangkan epistemology …. Dan aksiologi adalah ….
Dalam makalah ini akan dibahas konsep mengenai ontologi meliputi pengertian, istilah/jargon dalam bidang ontologi,obyek ilmu dalam ontologi serta perkembangan manusia menjelaskan fenomena alam.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang pemikiran di atas maka timbul pokok bahasan yang menjadi permasalahan, diantaranya sebagai berikut:
Apa yang dimaksud dengan ontologi?
Apa saja istilah-istilah dalam bidang ontologi?
Apa saja obyek ilmu dalam ontologi?
Apa saja aliran-aliran dalam ontologi?
Bagaimana perkembangan manusia menjelaskan fenomena alam?
Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu, Dosen: Eri Kurniawan, S.Pd, MA, Ph.D, pada program Pascasarjana Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Pendidikan Indonesia
2. Tujuan Khusus
Adapun dari uraian makalah ini diharapkan:
Mengetahui pengertian ontologi
Mengetahui istilah-istilah dalam bidang ontologi
Mengetahui obyek-obyek ilmu dalam ontologi
Mengetahui aliran-aliran dalam ontologi
Mengetahui perkembangan manusia dalam menjelaskan fenomena alam
Ruang Lingkup Masalah
Pengertian ontologi
Istilah atau jargon dalam ontologi
Obyek-obyek ontologi
Aliran-aliran dalam ontologi
Perkembangan manusia dalam menjelaskan fenomena alam
PEMBAHASAN
Pengertian Ontologi
Noeng Muhadjir (2011) dalam Mukhtar Latif (2014:173) menjelaskan bahwa ontologi itu ilmu yang membicarakan tentang the being; yang dibahas ontologi yaitu hakikat realitas.Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno.Awal pemikiran Yunani telah menunjukkan munculnya perenungan dibidang ontologi.Dalam ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada.Pertama kali orang dihadapkan pada persoalan materi (kebenaran), dan kedua pada kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).Kedua realitas ini, yaitu lahir dan batin, merupakan hakikat keilmuan manusia.Manusia memiliki dua sumber ilmu, yaitu (1) ilmu lahir yang kasat mata dan bersifat observable, tangible, dan (2) ilmu batin, metafisik yang tidak kasat mata.
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada.Hakikat yaitu realitas, artinya kenyataan yang sebenarnya. Pembahasan ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab pertanyaan "apa itu ada", yang menurut Aristoteles merupakan the first philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi dari fenomena di jagat raya ini, apa dan mengapa ada.
Selanjutnya dikatakan Muhadjir dalam Mukhtar Latif (2014:175), pengertian ontologi menurut bahasa berasal dari bahasa Yunani, yaitu ontos = being atau ada, dan logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah the theory of beingquq being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan).Atau bisa juga disebut sebagai ilmu tentang yang ada atau keberadaan itu sendiri.Maksudnya, satu pemikiran filsafat selalu diandaikan berasal dari kenyataan tertentu yang bersifat ada atau yang sejauh bisa diadakan oleh kegiatan manusia.Tegasnya, bila suatu pemikiran tidak memiliki keberadaan (landasan ontologi) ataupun tidak mungkin pula untuk diadakan, maka pikiran itu hanya berupa khayalan, dorongan perasaan subjektif, atau kesesatan berpikir yang dapat ditolak atau disangkal kebenarannya.
Menurut Suriasumantri (1985),Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang "ada". Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :
apakah obyek ilmu yang akan ditelaah
bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan
Heidegger (1981) mengatakan, istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada 1936 M untuk menamai hakikat yang ada bersifat metafisis.Dalam perkembangannya, Christian Wolf (1679-1754) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus. Metafisika umum yaitu istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, ontologi yaitu cabang ilmu filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.Adapun metafisika khusus masih terbagi menjai kosmologi, psikologi dan teologi.Ontologi cenderung dekat dengan metafisika, yaitu ilmu tentang keberadaan dibalik yang ada.
Dua pengertian ini merambah ke dunia hakikat suatu ilmu.Ontologi membahas masalah ada dan tiada.Ilmu itu ada, tentu ada asal mulanya.Ilmu itu ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Dengan berpikir ontologi, manusia akan memahami tentang eksistensi suatu ilmu. Menurut Heidegger eksistensi membicarakan masalah ada, misalnya manusia ada.Manusia ada ketika dia sadar diri, pada saat memahami tentang "aku".Ada semacam ini menjadi wilayah garapan ontologi keilmuan.
Istilah dalam ontologi
Sebagaimana telah dikatakan filsafat dapat dipandang sebagai sejenis bahasa yang bertugas sebagai alat yang membahas segala sesuatu.Sesuai dengan pendapat ini, maka usaha pertama untuk memahami ontologi ialah menyusun daftar dan memberikan keterangan mengenai sejumlah istilah dasar yang digunakan di dalamnya.
Di antara istilah-istilah terpenting yang terdapat dalam bidang antologi ialah: yang-ada (being), kenyataan (reality), eksistensi (existence), perubahan (change), tunggal (one), jamak (many). Pertama-tama akan dibahas adalah isi atau makna yang terkandung oleh istilah-istilah tersebut, termasuk di dalamnya, sejumlah pernyatan yang menggunakan istilah-istilah tadi.
Ontologi merupakan studi tentang realitas yang tertinggi. Adapun kajian ontologi meliputi yang ada (being) dan yang nyata (realitas) maupun esensi dan eksistensi. Hal ini karena realitas yang nyata merupakan bagian yang ada. Berikut ini akan di jelaskan scope kajian ontologi antara lain :
Yang ada (being)
Dalam kehidupan sehari-hari, apa yang kita alami bukanlah hal yang kebetulan atau terjadi dengan sendirinya. Hal itu merupakan mekanisme hukum alam. Oleh karena itu. Oleh karena itu, tidak ada yang ada yang mengadakan dalam satu ada. Dengan kata lain, tidak ada pencipta and penciptaan karena sebab akibat menyatu dalam ada yang satu dan berada dalam ruang dan waktu yang sama.
Pada prinsipnya ada itu ada dua hal yang dikaji yaitu mengenai subtansi dan kejadian. Apa subtansi yang terkandung di dalam sesuatu dan serta sebaakbiat dari suatu kejadian yang terjadi di dunia ini.
Yang nyata (realitas)
Masalah realitas yang dapat dipahami dengan kenyataan bahwa nyata dan ada mempunyai pengertian serupa. Kata ada kita pandang sebagai keragaman yang spesifik dan prosedur ontologi yang pertama digunakan untuk membedakan apa yang sebenarnya nyata atau ada eksistensinya dari apa yang hanya nampaknya saja seperti indah atau tidaknya sesuatu, baik atau buruknya sesuatu, benar atau salahnya sesuatu dan satu atau bermacam-macamnya sesuatu. Parmenides (seorang filsuf) percaya bahwa realitas adalah suatu lingkaran sempurna yang tidak bergerak, tidak berubah, dan tidak terbagi.
Esensi dan Eksistensi
Dalam setiap yang ada, baik yang nyata maupun tidak nyata selalu ada dua sisi di dalamnya, yaitu sisi esensi dan eksistensi bagi yang gaib, sisi yang Nampak adalah eksistensinya, sedangkan bagi yang ada yang kongkrit, sisi yang Nampak bisa kedua-duanya yaitu esensi dan eksistensi. Dalam kehidupan manusia yang terpenting adalah eksistensinya seperti kayu akan lebih bermakna ketika sebuah kayu mempunyai eksistensinya sebagai meja, kursi. Eksistensi berada pada hubungan yang kongkrit baik yang vertikal maupun horizontal dan bersifat aktual dan eksistensinya berorientasi pada masa kini dan masa depan, sedangkan esensi adalah kemasa laluan.
Obyek-obyek dalam ontologi
Apa saja obyek dalam ontologi
Beberapa ahli mengelompokkan obyek atau lapangan ilmu pengetahuan ke dalam ilmu pengetahuan alam dan manusia.Beberapa cabang ilmu pengetahuan memiliki obyek material yang sama yaitu manusia atau tingkah laku manusia. Terdapat beberapa segi atau aspek dari tingkah laku manusia seperti aspek-aspek biologis, psikologis, sosiologis, dan antropologis.Terdapat juga aspek-aspek yang berkaitan dengan kehidupan manusia sebagai insan politik, sebagai insan ekonomi, sebagai insan hukum atau sebagai insan sejarah.Namun, untuk memahami konsep manusia, dapat juga dilakukan pendekatan-pendekatan melalui ilmu-ilmu seperti psikologi, sosiologi dan antropologi.
Obyek dapat dibedakan atas dua hal adalah sebagai berikut:
Obyek material (material object), yaitu obyek atau lapangan jika dilihat secara keseluruhan
Obyek formal (formal object), yaitu obyek atau lapangan jika dipandang menurut suatu aspek atau sudut tertentu saja. Seperti, manusia sakit "untuk kedokteran".
Hakekat obyek telaah ilmu
Telaah filsafat yang membahas tentang hal nyata adalah metafisika yang berasal dari kata "meta" yang artinya sesudah, di belakang atau melampaui dan fisika yang berarti nyata.Maka dari itu, metafisika berkaitan dengan hal-hal di belakang dunia nyata. Metafisika akan membahas hal-hal yang di luar penangkapan pancaindera.
Daya tangkap manusia terhadap obyek ilmu
Daya tangkap manusia terhadap kenyataan selalu berdasar pada asumsi. Sebelum memilih asumsi yang akan digunakan, perlu dilakukan pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan:
Hokum-hukum yang mengatur kejadian alam yang diasumsikan terdiri dari empat alternative yaitu free will, deterministic, probabilistic dan nasib.
Cakupan yang dipelajari ilmu, apakah berkaitan dengan seluruh umat manusia, hanya individu tertentu atau hanya sebagian besar dari manusia.
Hukum yang dikehendaki ilmu yang memiliki alternative yaitu mutlak atau probabilistik. Sifat mutlak tidak dikehendaki oleh ilmu karena tidak realistis dan ilmu bertugas untuk mengompromikan antara pilihan mutlak dengan individual. Dan ilmu mempelajari hokum yang berkenaan dengan sebagian besar manusia.
Pengertian probabilitas
Ilmu hanya memberikan peluang-peluang kepastian dari kejadian peristiwa. Oleh karena itu, sifat ilmu mencakup:
Relatif atau tidak mutlak
Memberi pengetahuan sebagai dasar pengambilan keputusan
Memberi perspektif penyedia jaminan
Memberi perspektif perhitungan untung rugi
Memberi perspektif risiko
Membantu manusia secara pragmatis
Asumsi yang digunakan ilmu
Asumsi merupakan landasan terciptanya ilmu yang sistematik, konsisten dan analitik sesuai kenyataan
Asumsi berperan sebagai titik tolak pengembangan model, strategi, dan praktik suatu disiplin ilmu
Perbedaan pandangan terhadap obyek yang nyata karena terdapat perbedaan skala observasi.
Spesialisasi disiplin ilmu memberikan pembatasam pada asumsi yang spesialis pula untuk pengetahuan yang analitis/mono disiplin, tapi tidak untuk pengetahuan yang multidisiplin.
Aspek dalam pengambilan asumsi meliputi relevansi dengan tujuan, teori dan operasionalisasi yang disebut juga asumsi telaah keilmuan, hasil kesimpulan dari kenyataan apa adanya yang disebut telaah moral dan keharusan untuk dieksplisitkan.
Aliran-aliran dalam ontologi
Monisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua, baik yang asal berupa materi ataupun rohani. Konsep monisme seringkali dihubungkan dengan panteisme dan konsep Tuhan yang kekal. Paham ini kemudian terbagi kedalam 2 aliran :
Materialisme
Aliran materialisme ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini dipelopori oleh 3 Bapak filsafat, yaitu
Thales (624-546 SM)
Dia berpendapat bahwa sumber asal adalah air karena pentingnya bagi kehidupan. Aliran ini sering juga disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi/alam, sedangkan jiwa /ruh tidak berdiri sendiri.
Anaximander (585-525 SM)
Dia berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan. Dari segi dimensinya paham ini sering dikaitkan dengan teori Atomisme. Menurutnya semua materi tersusun dari sejumlah bahan yang disebut unsur. Unsur-unsur itu bersifat tetap tak dapat dirusakkan. Bagian-bagian yang terkecil dari itulah yang dinamakan atom-atom.
Demokritos (460-370 SM)
Dia berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat di hitung dan amat halus. Atom-atom inilah yang merupkan asal kejadian alam.
Heraclitus
Dia berpendapat bahwa segala sesuatu berasal dari api, dalam artian ssegala sesuatu sesalu berubah-ubah.
Idealisme
Idealisme diambil dari kata "idea" yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu.
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada idenya yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
Beberapa posisi lainnya sukar untuk disatukan dengan kategori di atas, termasuk:
Fungsionalisme, seperti materialisme, percaya bahwa mental dapat direduksi menjadi fisik, tapi juga percaya bahwa semua aspek kritis dari pikiran juga bisa direduksi menjadi suatu lapisan netral tingkatan "fungsional". Sehingga keadaan mental tidak perlu muncul dari neuron. Ini merupakan pendirian populer dari ilmu kognitif dan kecerdasan buatan.
Eliminativisme yang percaya bahwa pembicaraan mengenai mental akhirnya akan terbukti tidak ilmiah dan ditinggalkan sepenuhnya. Seperti halnya kita tidak lagi mengikuti Yunani kuno yang mengatakan bahwa segala sesuatu terbuat dari bumi, air, udara, atau api, masyarakat masa depan tidak akan lagi membicarakan "kepercayaan", "gairah", dan keadaan mental lainnya. Suatu subkategori dari eliminativisme adalah behaviorismeradikal, pandangan yang dianut B. F. Skinner.
Monisme anomali, posisi yang diusulkan oleh Donald Davidson pada tahun 1970an sebagai suatu cara untuk menyelesaikan permasalahan jiwa-raga. Bisa juga dianggap sebagai materialisme atau monisme netral. Davidson percaya bahwa hanya ada persoalan fisik, tetapi objek dan kejadian mental adalah benar-benar ada dan identik dengan (beberapa) persoalan materi. Tetapi materialisme mempertahankan beberapa prioritas, seperti (1) Semua persoalan mental adalah bersifat fisik, tetapi tidak semua hal fisik adalah mental, dan (2) (seperti dinyatakan John Haugeland) Begitu kita menyingkirkan semua atom, tidak ada lagi yang tersisa. Monisme ini secara luas dianggap sebagai kemajuan dibanding teori identitas sebelumnya mengenai jiwa dan raga, karenatidak mengharuskan bahwa seseorang harus bisa menyediakan metode aktual untuk mendeskripsikan ulang jenis entitas mental dalam istilah materi murni. Tentu saja tidak ada metode demikian.
Monisme refleksif, suatu posisi yang dikembangkan oleh Max Velmans pada tahun 2000, sebagai suatu metode untuk mengatasi kesulitan yang berhubungan dengan agenda penganut dualisme dan reduksionisme mengenai kesadaran, dengan melihat fenomena fisik sebagaimana dipersepsi sebagai bagian dari isi kesadaran.
Monisme dialektika, posisi yang percaya bahwa realitas adalah kesatuan dari keseluruhan, tetapi menegaskan bahwa keseluruhan ini perlu mengekspresikan diri secara dualistik. Untuk penganut monisme dialektika, kesatuan penting adalah dua kutub saling melengkapi yang, walaupun bertentangan dengan realitas mengenai pengalaman dan persepsi, tetapi penting dalam masalah transenden.
Filsuf pasca-Socrates:
Neopythagorian seperti Apollonius memusatkan kosmologi mereka pada Monad atau Satu.
Platonisme pertengahan seperti Numenius yang mengekspresikan bahwa alam semesta berasal dari Monad atau Satu.
Neoplatonisme juga Monistik. Plotinus mengajarkan adanya Tuhan yang transenden, Yang Maha Esa, yang menjadi sumber munculnya realitas selanjutnya. Dari Tuhan muncul Nous, Psyche, dan Cosmos.
Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini.
Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan). Plato dan Aristoteles berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa "kecerdasan" seseorang (bagian dari budi atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau dijelaskan dengan fisik.
Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Lebih jauh lagi paham ini menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur.
Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M) yang terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Apa yang kita anggap benar sebelumnya dapat dikoreksi/diubah oleh pengalaman berikutnya.
Pluralisme dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok sosial yang paling penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam ilmu pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi.
Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Doktrin tentang nihilisme sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, tokohnya yaitu Gorgias (483-360 SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu: Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis, Kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak dapat diketahui, Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh modern aliran ini diantaranya: Ivan Turgeniev (1862 M) dari Rusia dan Friedrich Nietzsche (1844-1900 M), dengan pendapatnya bahwa dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Ia dilahirkan di Rocken di Prusia dari keluarga pendeta.
Pada prinsipnya, manusia hidup selalu membutuhkan pegangan, jika suatu ketika manusia telah kehilangan peganganya. Secara garis besar, pegangan itu biasanya diidentikan dengan tuhan. Jika kemudian ada wacana bahwa tuhan itu telah mati, maka secara tidak langsung manusia akan tetap mencari pegangan itu. Dengan wacana inilah bibit-bibit nihilisme lahir.
Agnotisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun ruhani. Kata Agnoticisme berasal dari bahasa Greek yaitu Agnostos yang berarti unknown. A artinya not, Gno artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini seperti FilsafatEksistensinya Soren Kierkegaar (1813-1855 M), yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme yang menyatakan bahwa manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan pendapat Martin Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa satu-satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980 M), yang mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan entre (ada), melainkan a entre (akan atau sedang). Jadi, agnostisisme adalah paham pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda, baik materi maupun ruhani.
Agnostisisme dapat dibagi menjadi beberapa kategori, beberapa di antaranya dapat diperdebatkan. Variasinya termasuk:
Agnostikateisme
Pandangan mereka yang tidak percaya pada keberadaan dewa/Tuhan apapun, tetapi tidak mengklaim tahu apakah dewa itu ada atau tidak ada.
Agnostik teisme
Pandangan mereka yang tidak mengaku tahu konsep keberadaan dewa/Tuhan apapun, tapi masih percaya pada keberadaan tersebut.
Apatis atau agnostisisme pragmatis
Pandangan bahwa tidak ada bukti baik ada atau tidaknya dewa/Tuhan apapun, tapi karena setiap dewa yang mungkin saja ada itu dapat bersikap tidak peduli kepada alam semesta atau kesejahteraan penghuninya.
Agnostisisme kuat (juga disebut "keras", "tertutup", "ketat", atau "agnostisisme permanen")
Pandangan bahwa pertanyaan tentang ada atau tidak adanya dewa/Tuhan, dan sifat realitas tidak dapat diketahui dengan alasan ketidakmampuan alamiah kita untuk memverifikasi pengalaman dengan apapun selain pengalaman subyektif lain. Seorang penganut agnostik kuat akan mengatakan, "Saya tidak bisa tahu apakah dewa itu ada atau tidak, begitu juga kamu."
Agnostisisme lemah (juga disebut "lunak", "terbuka", "empiris", atau "agnostisisme duniawi")
Pandangan bahwa ada atau tidaknya setiap dewa saat ini tidak diketahui, tetapi belum tentu untuk kemudian hari, sehingga orang akan menahan penilaian sampai muncul bukti yang menurutnya bisa menjadi alasan untuk percaya. Seorang penganut agnostik lemah akan berkata, "Saya tidak tahu apakah ada dewa ada atau tidak, tapi mungkin suatu hari, jika ada bukti, kita dapat menemukan sesuatu."
Perkembangan manusia dalam menjelaskan fenomena alam
Animisme
Animism adalah sebuah kepercayaan terhadap makhluk halus dan roh.Kepercayaan animism meyakini bahwa setiap benda di bumi ini seperti gua, pohon atau batu memiliki ruh yang harus dihormati agar ruh tersebut tidak mengganggu manusia dan justru membantu mereka.
Naturalisme
Naturalism menafsirkan bahwa benda memiliki kekuatan
Democritus
Tafsiran dari Democritus berkaitan dengan atom dan kehampaan dan berlandaskan pada gejala yang ditangkap indera.
Mekanistik
Berkaitan dengan kimia dan fisika, berlandaskan pemikiran bahwa benda terdiri dari zat-zat
Vitalistik
Tafsairan dari vitalistik adalah keunikan dan landasannya adalah pikiran dan kesadaran
Monistik
Tafsirannya adalah energi dengan landasan elektrokimia
Dualistik
Memiliki tafsiran berupa pikiran berlandaskan pemikiran bahwa pengalaman dan pengindraan bersifat mental.
Empirik
Memiliki tafsiran pikiran dengan alas an pikiran mengangkap dan menyimpan pengalaman indra.
Idealistic
Tafsiran berupa persepsi dengan landasan konsep bahwa setiap hal hanya berada dalam pikiran
KESIMPULAN
Penyusun dapat menyimpulkan bahwa ontologi merupakan salah satu paham dalam filsafat yang membicarakan tentang hakikat tentang segala sesuatu.
Dalam ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, yaitu monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnostisisme. Monoisme adalah paham yang menganggap bahwa hakikat asalnya sesuatu itu hanyalah satu. Asal sesuatu itu bisa berupa materi (air, udara, api) maupun ruhani (spirit, ruh). Dualisme adalah aliran yang berpendapat bahwa asal benda terdiri dari dua hakikat yaitu materi dan ruhani. Pluralisme adalah paham yang mengatakan bahwa segala hal merupakan kenyataan. Nihilisme adalah paham yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Dan agnostisisme adalah paham yang mengingkari terhadap kemampuan manusia dalam mengetahui hakikat benda.
Dalam hal ini, ontologi meliputi hakikat kebenaran dan kenyataan yang sesuai dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari perspektif filsafat tentang apa dan bagaimana yang "ada" itu. Adapun monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnostisisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologi yang pada akhirnya menentukan pendapat dan kenyakinan kita masing-masing tentang apa dan bagaimana yang "ada" itu. (what's being )
DAFTAR PUSTAKA
Agnotisisme. (2016). Retrieved October 10, 2016. From https://id.wikipedia.org/wiki/Agnotisisme
Bachtiar, Amsal. 2007. Filsafat Ilmu. Indonesia: RajaGrafindo Persada.
Dualisme. (2016). Retrieved October 10, 2016. From https://id.wikipedia.org/wiki/Dualisme
Istilah-istilah dasar dalam bidang ontologi.Retrieved October 15, 2016. From https://abraham4544.wordpress.com/umum/ontologi/
Komar, Oong. Filsafat Ilmu. Bandung
Latif, Mukhtar. 2014. Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu. Indonesia: Prenadamedia Group
Monisme. (2016). Retrieved October 10, 2016. From https://id.wikipedia.org/wiki/Monisme
Nihilisme. (2016). Retrieved October 10, 2016. From https://id.wikipedia.org/wiki/Nihilisme
Objek Ontologi Ilmu. Retrieved October 17, 2016. From http://henker17.blogspot.co.id/2014/07/objek-ontologi-ilmu.html
Ontologi. (2016) Retrieved October 10, 2016. From https://id.wikipedia.org/wiki/Ontologi
Ontologi.Retrieved October 15, 2016. From https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/06/11/ontologi-pengetahuan-filsafat-2/
Surajiyo. 2009. Ilmu FIlsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT Bumi Aksara.