dalam lingkup kehangatan nan basah. Saling mendorong kemudian menghisap benda lunak nan lentur itu. Menyesap saliva yang mulai membasahi bibir hingga dagu. Jaejoong menghirup nafas dengan rakus. Bibirnya yang tadinya kering kini mulai basah dan memerah bengkak. Wajahnya yang semula pucat kini mulai dihiasai rona merah. Sangat menggemaskan juga menggairahkan disaat bersamaan. Feromone Jaejoong mulai menguar. Membuat Yunho hampir lepas kendali. 'Tahan Jung. Jaejoong masih sakit' Pikirannya berteriak memperingati. "Sudah lebih baik?..." "Ummbb..." Jaejoong hanya menjawab pertanyaan Yunho dengan anggukan pelan. Tak bisa dipungkiri perasaan nyaman langsung menyelubunginya saat Yunho menciumnya dengan lembut. Ciuman lelaki tampan itu memang selalu mampu membuatnya tenang. Tetapi sebagian hatinya masih merasakan perasaan was-was yang tidak nyaman. Ia masih takut dengan Yunho tentu saja. Mengingat kembali saat Yunho menolak kehadiran bayinya membuat hatinya seolah diremas. Yunho menelusupkan wajahnya diperpotongan leher Jaejoong. Menempelkan bibirnya pada kulit leher Jaejoong yang halus dan terasa hangat. Dikecupnya pelan tanpa menggigit maupun menghisapnya. Hanya kecupan pelan yang geli dan memabukkan. "Mianhae... Jeongmal mianhae... Aku yang terlalu egois Jae..." Dan pertahanan Yunho runtuh. Tangisnya pun pecah, sesak didadanya sudah tidak bisa ia bendung lagi. Hatinya seolah dicubit melihat tatapan ketakutan sang istri kepadanya. Menangis tersedu mungkin bisa meringankan beban hatinya. "Yunnie..." Suara Jaejoong tercekat. Hatinya tersentuh mendengar suara Yunho yang begitu rapuh. Lehernya pun merasakan panas bibir Yunho bercampur dengan lelehan air mata lelaki tampan itu. Sungguh, Yunho terlihat begitu lemah tak berdaya dihadapannya. "Mianhae sayang... Jeongmal mianhae aegya..." Yunho semakin terisak pilu, menangis keras hingga membuatnya tersedak salivanya sendiri. "Gomawo... Sudah bertahan untuk selalu disampingku.. Aku janji, aku bersumpah padamu boo.. Kejadian ini takkan terulang lagi. Maafkan kebodohanku yang hampir merenggutnya dari dekapan hangatmu." Air mata Jaejoong menetes, mengalir deras membasahi rambut hitam Yunho. Kedua tangannya memeluk kepala suaminya. Mendekapnya dalam rengkuhan hangatnya. Menggigit bibirnya untuk menahan isakan yang semakin keras.
"Pabbo!..hukz... Yunnie jeongmal pabboya...hukz.. Tapi aku sangat mencintaimu suami bodohku..hukz" Yunho tertawa dalam tangisnya. Suara istrinya yang tercekat karena tangis terdengar lucu. Yunho semakin menelusupkan kepalanya mencium ceruk leher Jaejoong. Tangan kanannya memeluk pinggang Jaejoong, sedangkan tangan satunya menelusup dibalik punggung lelaki cantik itu. Perasaannya jauh lebih tenang sejak ummanya datang beberapa jam lalu, yang kemudian menghujaninya dengan tamparan keras dan pukulan yang lumayan sakit karena ummanya memakai tas tangan yang isinya tentu saja beberapa alat make up yang lumayan keras. Karena kebodohannya yang hampir saja menghilangkan cucu pertamanya. Generasi penurus dari seorang Jung. Yang diyakini akan menjadi seorang billionaire kecil. Setelah Jung Heechul menjelaskan kondisi Jaejoong yang cukup baik dan kuat saat melakukan terapi hingga sekarang yang memang dari awal ditangani oleh para dokter ahli dan salah satu dari dokter itu adalah sepupunya sendiri, Park Yoochun yang tadi dengan kalapnya ia sudah memukul lelaki itu. Entahlah dia harus bersyukur karena tubuh Jaejoong mampu beradaptasi dengan rangsangan hormon barunya dan membuahkan hasil atau harus merenung sedih karena dengan terapi ini ia akan mendapatkan seorang pesaing kecil. Hahhhh. Perhatian Jaejoong yang dulunya hanya untuk dirinya seorang kini harus berbagi? Yahh itu sudah tentu dan pasti akan terjadi. "Sudah jangan menangis lagi... Kau jelek dengan wajah seperti itu.." Jaejoong menarik kepala Yunho untuk sejajar dengan wajahnya. Kedua tangannya mengusap bekas air mata yang masih mengalir dipipi Yunho. "Yahh! Lihat wajahmu itu, hidung, pipi hingga telinga memerah seperti badut. Perutmu pun juga membuncit seperti badut. Kau tahu? Aku membencimu..." "Kalau begitu aku juga membencimu..." "Tapi aku juga sangat mencintaimu... Saranghae nae sarang.." "Nado saranghae yeobo... Poppo..." "Apa kau tahu kau baru saja mengundang beruang buas yang sedang kelaparan?" Jaejoong tersenyum lebar. Tubuhnya bergeser untuk memberi sedikit ruang agar Yunho dapat berbaring. Meringis pelan karena perutnya terasa nyeri saat tubuhnya memaksa bergerak. Yunho segera berbaring miring menghadap Jaejoong, tangannya refleks mengelus pelan perut Jaejoong saat melihat ringisan istrinya. Entahlah dia hanya ingin menenangkan buah hatinya yang mungkin masih terguncang karena kontraksi tadi pagi. Bibir hatinya
mulai memagut mesra bibir plum Jaejoong, menyesapnya kuat untuk mencecap rasa manis bibir lelaki cantik itu. "Tidurlah.. Kau perlu banyak istirahat sayang..." "Aegya memintamu menyanyikan lagu pengantar tidur..." "Ehh?..." "Wae? Kau tidak mau?" "Kapan aku mengatakannya? Baiklah..pejamkan matamu..." Jaejoong mendesakkan wajahnya menempel di dada bidang Yunho, menghirup wangi tubuh Yunho yang selalu membuatnya nyaman. Matanya menutup tatkala Yunho mulai menyanyikan lullaby pengantar tidur diiringi suara detak jantung saat ia mulai menempelkan pipinya ke permukaan dada suaminya. Dan kegelapan yang akan membawa dalam dunia mimpi pun mulai menjemputnya. **** Pagi ini ruang rawat Jaejoong diributkan oleh suara Mrs Jung dan Mrs Kim, para Umma yang akan segera berganti status menjadi para Halmeoni itu saling meributkan sesuatu yang dianggap Jaejoong tidak penting. Mau bagaimanapun ia tetap kukuh dengan keputusannya. Tidak bisa diganggu gugat. "Ayolah sayang ikut eomma ke china saja ne, nanti setelah kau melahirkan kau bisa kembali kesini. Eomma benar-benar khawatir kalau kau hanya tinggal bersama dengan Yunho saja... Nanti kalau anak nakal itu menyakitimu lagi bagaimana ?.." "Andwae. Kau harus ikut umma ke Jepang. Ahh umma jadi membayangkan bagaimana cantiknya saat kau memakai baju hamil. Ahh umma benar-benar ingin merekam semua moment kehamilanmu. Ayolah.. Kau anak yang berbakti anniya?" "Eomma... Umma.. Jawabanku akan tetap sama. Aku akan tetap di Seoul menemani Yunnie. Bukankah tadi Yunnie juga sudah mengatakan akan selalu melindungiku dan aegya." "Tapi itu tidak bisa dijadikan jaminan sayang..." Mrs Kim dan Mrs Jung menjawab serempak. "Yahh! Aku mendengarnya.." Yunho membuka pintu rawat Jaejoong dengan wajah sangarnya. Jadi ketulusannya untuk merawat istri dan buah hatinya sendiri sedang diragukan disini? Aishh.
"Jaejoongie tidak akan kemanapun. Dia akan setia mendampingi Jung Yunho apapun yang terjadi seperti sumpahnya didepan altar waktu itu. Jadi, untuk para umma silahkan kembali ke negara kalian masing-masing". Yunho menyeringai sambil melangakah menuju sofa disamping Mr Kim, abeojinya. "Kalau begitu aku akan tinggal di mansion kalian sampai Jaejoongie melahirkan. Jadi aku bisa memantau perkembangan kehamilannya." Mrs Kim tersenyum lebar. Matanya yang sipit seperti Junsu semakin menyipit kala tersenyum seperti itu. Membuat Mr Kim yang duduk di sofa mendongakkan kepalanya. Meletakkan koran yang tadi dibacanya ke atas meja. "Yeobo.. Kau tega membiarkanku berada di Jepang sendirian? Ahh baiklah, kalau nanti ada yang menggodaku aku biarkan saja. Toh istriku sedang tidak disampingku." "Yahh! Jangan coba-coba! Tidak akan kubiarkan !.." Mr Kim tersenyum menang. "Aku juga tidak bisa tinggal... Han Gege pasti akan digoda sekretarisnya yang ganjen itu. Dan wanita ular itu pasti akan melakukan cara kotor untuk memperkosa Gege. Hyaaa! Bagaimana ini?" Yunho pun tersenyum menang. Itu artinya ia akan hidup damai bersama Jaejoong seperti biasanya. Jaejoong hanya menggelengkan kepalanya saat mendapati wajah penuh kecewa, kusut dan tidak rela pada Mrs Kim dan Mrs Jung. Sedangkan wajah Yunho dan Mr Kim terlihat sumringah. Mungkin sepertinya kedua lelaki tampan itu bisa melakukan highfive ria karena keberhasilannya. Aigoo. "Apa aku mengganggu?" Yoochun membuka pintu rawat Jaejoong, karena dilihatnya ruangan itu sangat berisik jadi Yoochun hanya membuka sebagian pintu. Secara serempak mereka yang ada didalam ruangan menolehkan wajah menghadap pintu. Dan tatapan shock Jaejoong membuat Yoochun terkikik. "Yoochun-ah... Ada apa dengan wajahmu? Apa kau selingkuh lalu Junsu memukulmu secara brutal seperti itu?" "Mana bisa Junsu melakukan kekerasan seperti ini. Yang ada dia akan menangis duluan melihatku babak belur." Yoochun berjalan mendekati ranjang Jaejoong. "Kau pasti ketahuan suaminya selingkuhanmu, makanya dia emosi melihat wajah sok tampanmu itu.." Mrs Jung menyela dengan kata-kata pedasnya. "Memang ahjumma pernah melihatku berselingkuh?"
"Errr... Belum pernah sih.." Dan Yoochun hanya mendengus kasar mendengar jawaban Mrs Jung. "Err.. Sebenarnya yang memukul Yoochun itu... Yunho.." Dan jawaban gugup Mrs Kim membuat Mrs Jung dan Jaejoong terbelalak kaget. "MWOYA?" Jaejoong segera mengalihkan tatapannya ke arah Yunho. Mata bulatnya memicing tajam. Dan tersangka yang sedang dibicarakan hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil meringis kaku, merasa bersalah. "Aku kan terbawa emosi waktu itu. Kau tampak sangat kesakitan, jadi aku kalap. Aku kecewa karena Yoochun membiarkanmu melakukan terapi itu. Aku hanya takut terjadi sesuatu padamu yang tidak ingin kubayangkan sama sekali. Apa itu salah?" "Tapi tidak harus dengan kekerasan seperti itu juga kan.. Haishh. Kau sudah meminta ganti rugi?" Jaejoong mendesah pelan. Bingung mau menyalahkan Yunho atau tidak. Wajar kalau Yunho khawatir kepadanya, sudah tidak aneh lagi sebenarnya karena memang dari dulu sifat Yunho seperti itu jika menyangkut tentangnya. "Ohh.. Pastinya sudah. Yunho hyung harus membayar mahal wajah tampanku yang jadi lebam seperti ini." "Memang kau minta apa?" Koor semua orang bersamaan kecuali Yunho tentunya. "Dua Lamborghini Madura untukku dan Junsu. Sebenarnya aku ingin tiga, sekalian untuk Inhwan. Berhubung Inhwan masih sangat kecil jadi aku memberikan diskon untuk Yunho hyung." Dan jawaban Yoochun mampu membuat semua orang speechless dengan wajah horornya. Sedangkan Yunho stay cool menanggapi permintaan Yoochun yang menurutnya berlebihan. Satu pukulan saja dua mobil mewah, bahkan itu tidak sebanding dengan pukulan yang menurutnya tidak terlalu keras. Harusnya waktu itu ia merontokkan beberapa gigi Yoochun agar impas. Aigoo. Calm down Jung. Dengusnya dalam hati. **** Setelah seminggu penuh dirawat dirumah sakit hari ini Jaejoong diperbolehkan pulang. Sebenarnya sudah beberapa hari lalu lelaki cantik itu diperbolehkan pulang, namun Yunho melarangnya. Dengan alasan agar kondisinya lebih stabil terlebih dahulu. Padahal nyatanya kondisinya saat itu sudah sangat stabil. Dan sekarang mereka dalam perjalanan menuju mansion mereka. "Yunnie...?"
"Ne...?" "Aku dan aegya lapar..." Jaejoong mempoutkan bibirnya. Sebelah tangannya mengusap lembut permukaan perutnya yang tampak tidak datar lagi. "Eohh? Baiklah.. Kau ingin makan apa sayang?" "Ummbb.. Mungkin hanya bulgogi dan kimchi.." Yunho mengangguk mendengar jawaban Jaejoong. Segera saja ia menyuruh Kang ahjushi-supir keluarga Jung- untuk melajukan mobilnya menuju InterContinental Seoul COEX , sebuah hotel mewah bintang 5 yang terletak strategis didaerah Gangnam-gu. Jaejoong merasakan luapan bahagia yang tidak bisa ditutupinya. Bibirnya tersenyum manis dengan pipi merona parah sejak memasuki area hotel. Jelas saja ia dibuat terpesona, Yunho memperlakukannya dengan sangat istimewa. Menggenggam tangannya erat, dan tidak melepasnya sekalipun. Langkahnya tidak lebar seperti biasanya, lebih terkesan pelan, mungkin dikarenakan ia sedang hamil jadi Yunho tidak ingin membuatnya terlalu lelah. Dan Yunho menghiraukan kerlingan menggoda para yeoja yang tersenyum ramah kepadanya. Bibirnya menyunggingkan senyum sinis, 'Rasakan itu ..tukang-tebar-senyum-penggoda. Sekarang suamiku tidak akan tersenyum ramah lagi kepada kalian'.Tawa puas Jaejoong dalam hati melihat raut wajah kecewa mereka. "Ada yang kau inginkan lagi selain bulgogi dan kimchi?" "Ne.. Aku tidak jadi makan bulgogi dan kimchi. Aku sudah bosan Yunnie.." "Ehh?.. Arraseo,. Mau makan apa sayang?" "Soondubu Jiggae, Seolleongtang, Ddukbokkie, eumm lalu.. Dakjuk, Yangnyeom Tongdak, Bibimbap, dan satu lagi Hoeddeok." Jaejoong tersenyum sumringah, antusias membayangkan segala jenis makanan yang akan disantapnya. Perutnya semakin keroncongan kala membayangkan makanan nikmat tersebut. Yunho yang terkejut dengan nafsu makan ajaib istrinya, dibuat bengong selama beberapa menit. Apa ia tidak salah dengar? Makanan sebanyak itu bahkan bisa untuk sepuluh orang. Dan ini mereka hanya berdua saja, ahh ani bertiga dengan aegya mereka. Lalu siapa yang akan menghabiskan semua makanannya? Apa mereka sanggup?. Tanpa sadar Yunho menyuarakan isi hatinya. "Tentu saja aku dan aegya yang akan menghabiskannya... Ahh ya, untuk minumannya aku ingin Banana Milk, Omija dan Sujeonggwa."
"Yunnie? Hey.. Kenapa melamun? Aku sudah lapar.. Haishh." "Ahh ne,.. Kami pesan itu dan secangkir Yulmu." "Ne, arraseo Yunho shi." Seorang waiter yang mencatat semua pesanan mereka dibuat heran. Ada apa dengan seorang Jung Jaejoong? Bukankah biasanya lelaki cantik itu selalu memperhatikan makanannya agar tubuhnya tetap ideal. Tapi itu tadi? Seperti mimpi saja. **** "Boo sudah.., hentikan. Yahh! Perutmu bisa sakit." "Yunnie kembalikan.. Aegya masih lapar.. Yahh! Kalau tidak percaya tanyakan saja pada aegya. Pasti akan dijawab dengan suara perutnya yang keroncongan." "Dan itu bukan suara perut aegya. Itu suara perut ummanya.." "Nahh kalau kau sudah tahu itu suara perut ummanya kenapa masih bersikeras aku tidak boleh memakannya?" Jaejoong kesal. Makanan kesekian yang akan dihabiskannya direbut Yunho. Bukan dimakan, tapi di jauhkan dari jangkauannya. Haishh. Padahal kan ia belum kenyang. "Makan besar untuk hari ini cukup sekian. Sekarang waktunya kita pulang. Kau tidak ingin aegya sakit karena ummanya kurang tidur kan?" Jaejoong menggelengkan kepala pelan masih dengan pout dibibir plumnya. Kemudian berdiri menyambut uluran tangan kokoh Yunho yang akan selalu menggenggamnya dalam kehangatan dan mulai melangkah mengikuti lelaki tampan itu keluar restaurant hotel. **** Sesampainya dimansion mereka, Jaejoong dibuat terkejut. Kamarnya tidak lagi berada dilantai atas, Yunho telah menyiapkan kamar dilantai satu agar ia tidak perlu naik turun tangga lagi. Setelah mengetahui perihal kehamilannya ternyata Yunho menyuruh para maid untuk menyiapkan kamar baru. Kamar yang lebih sederhana karena sebenarnya diperuntukkan bagi saudara mereka yang sedang menginap. Terlebih dia tidak menginginkan resiko terburuk kalau Jaejoong terlalu sering naik turun tangga. Setelah mengganti pakaiannya dengan sebuah piyama sutra yang lebih nyaman Jaejoong beranjak menuju ranjang. Dorongan untuk segera merebahkan diri memenuhi benaknya. Memasuki bulan kelima kehamilannya ia mulai merasakan perasaan gelisah. Perutnya
seperti bergerak pelan. Bukan sebuah tendangan, hanya pergerakan kecil yang membuat hatinya ikut berdesir. Mungkin bayinya sedang bermain-main, sungguh ia sangat bahagia karena itu pertanda kalau bayinya sehat. "Ouchh..." Sebuah tendangan keras dirasakan Jaejoong, menyusul dengan gerakangerakan kecil. Tidak hanya sekali, tendangan itu lebih aktif dengan jarak waktu jeda beberapa menit. Ohh sungguh ini suatu kebahagiaan tersendiri untuknya. Sebelum kembali ke Jepang ummanya telah memberi tahu kalau semakin banyak pergerakan bayinya maka itu pertanda sang bayi sedang terjaga, maka ia harus mulai mengajaknya bicara untuk merangsang perkembangan otaknya. Jaejoong menyandarkan tubuhnya pada headboard. Menselonjorkan kedua kakinya agar lebih nyaman. Mengusap lembut perutnya dengan gerakan ke atas lalu ke bawah. Jaejoong tersenyum, jadi seperti ini yang dirasakan para ibu ketika sedang mengandung. Meskipun terkadang keluhan seperti mudah lelah, punggungnya yang sakit, pegal-pegal hingga pinggangnya yang terasa linu sangat menyiksa. Tapi saat merasakan bayi dalam kandungannya bergerak, itu bagai penawar yang tak bisa dijabarkan. "Apa kau tidak mengantuk heum? Kau tahu ini sudah jam sepuluh lewat sayang. Apa kau sedang bermain sepak bola didalam perutku? Ahh atau kau sedang belajar hapkido seperti appa eum?" Jaejoong terkikik geli. Pasti sangat lucu kalau suatu saat nanti Yunho mengajari anak mereka bela diri hapkido. Pemikiran seperti itu membuatnya tidak sabar untuk segera melahirkan bayinya. Yunho yang baru saja keluar dari kamar mandi menatap kearah Jaejoong yang sedang melakukan interaksi dengan bayinya. Entah apa yang sedang difikirkan lelaki cantik itu hingga membuatnya terkikik geli seperti itu. Melihat Jaejoong yang tertawa bahagia seperti itu hatinya ikut tersentuh. Ia memang belum sepenuhnya lega dengan kabar kehamilan Jaejoong, pemikiran buruk masih berkeliaran dalam benaknya. Mau bagaimanapun kehamilan seperti yang dialami Jaejoong tetap saja membawa resiko besar. Terlepas dari itu ia sangat bahagia mendapati Jaejoong mengandung buah cinta mereka, darah daging mereka, belahan jiwa mereka. Ia bersumpah akan membahagiakan Jaejoong, tidak akan membiarkan stress dan tekanan batin mendera Jaejoong lagi. Bahkan dampaknya bisa sangat fatal jika lelaki cantik itu mengalaminya selama masa kehamilan. Tanpa sadar Yunho menitikkan air matanya. Melihat semua pengorbanan dan kegigihan Jaejoong selama ini membuat hatinya tercubit. Jaejoong melakukan semua ini demi mendapat keturunan yang memang murni dari perpaduan gen mereka. Tanpa memikirkan kondisi dan dampak yang dialaminya. Sungguh ia sangat beruntung memiliki istri seperti Jaejoong. ****
Junsu menatap takjub mobil lamborghini madura yang terparkir rapi di basemant apartement. Warna hitam yang baru saja dinaiki Yoochun dan warna putih yang kata suaminya itu untuknya. "Chunnie.. Apa boleh kusebut ini sebagai berkah dibalik musibah? Kau pulang dengan wajah memar seperti itu tapi juga membawa dua mobil mewah. Hatiku menolak kau melakukan tindakan kriminal, tapi logika ku mengatakan kau habis merampok orang sehingga wajahmu memar seperti itu. Oh My Gat.. Katakan padaku apa yang terjadi?" Junsu melotot imut menatap bergantian mobil didepannya dan Yoochun yang sedang menyandarkan tubuhnya pada pintu mobil. Menguarkan feromone casanova miliknya yang sangat tidak cocok dengan kondisi wajahnya yang lebam. "Mungkin logikamu benar sayang. Aku memang baru saja merampok Yunho hyung, tapi tentunya aku merampok secara gentle." Yoochun tersenyum manis, matanya yang sipit mengedip menggoda kepada Junsu. Mendekatkan tubuhnya yang kemudian memeluk pinggang ramping Junsu. Mendekapnya agar semakin merapat ketubuh bagian depannya. Meniup telinga Junsu yang membuat pemiliknya bergidik geli. "Hadiah apa yang bisa kau persembahkan padaku atas mobil dambaan mu ini sayang?" "Nghhh... Apakah menjadi tawananmu semalaman itu cukup?" "You know me so well babe... So.. Can I take my gift now?" "Sure.. My hubby..." Dan Junsu mulai mengikuti langkah lebar Yoochun untuk memasuki apartement mereka. Disetiap langkahnya Junsu hanya menggumam dalam hati semoga saja Inhwan tidak terbangun tengah malam nanti, putranya itu punya kebiasaan bangun tengah malam dan menyusul tidur dikamarnya dan Yoochun. Sangat tidak elite sekali kalau setengah permainan mereka dikejutkan dengan tatapan polos Inhwan yang menatap mereka dengan wajah bingung dan tentunya sangat tidak baik untuk tumbuh kembang putranya itu. Aigoo.
****
My Precious Baby ~Chapter 8~
Jung Yunho sedang memperhatikan penampilannya pagi ini lewat pantulan cermin rias. Tangannya sibuk membetulkan dasi yang akan dipakainya. Hahhh..
Ia sungguh paling payah kalau urusan memakai dasi. Biasanya Jaejoong lah yang akan membetulkan dasinya, hanya saja pagi ini lelaki cantik itu masih terbuai dalam mimpi indahnya. Maklum saja, semalam Jaejoong mulai merasakan pegal-pegal disekujur tubuhnya. Belum lagi rasa gelisah dan nyeri di dadanya kembali muncul. Karena khawatir ia langsung menghubungi Yoochun meskipun jam dinding sudah menunjukkan pukul satu dinihari. Dan entah apa yang sedang dilakukan sepupunya itu hingga suaranya terdengar putus-putus dengan nafas memburu. Hufttt...
Kata Yoochun hal yang dialami Jaejoong itu wajar. Bahkan semakin tua usia kandungannya keluhan seperti itu akan semakin menjadi. Tadi malam saja lelaki cantik itu sudah hampir menangis, kalau semakin menjadi, apa mereka harus selalu terjaga setiap malam?. Aigoo. "Kemari lah, biar aku betulkan." Yunho tersentak dari lamunannya. Tubuhnya segera berbalik, dilihatnya Jaejoong bersandar pada headboard dengan mata yang masih mengantuk imut, rambutnya pun masih acak-acakan. Entah sihir apa yang sudah Jaejoong berikan padanya hingga bangun tidur dengan keadaan kusut seperti itupun terlihat sangat menggemaskan dimatanya. "Seorang CEO Jung Financial Group tidak mungkin pergi dengan simpul dasi yang tidak rapi seperti itu." Yunho tersenyum simpul. Dilihatnya Jaejoong turun dari ranjang dan mulai menghampirinya. Tangan putih pucat itu dengan terampil membetulkan simpul dasi. Tubuh Jaejoong yang berjarak hanya beberapa centi darinya menguarkan aroma khas vanilla. Dan ia sangat menyukai aroma yang merupakan candunya itu. Tangannya segera terulur memeluk pinggang Jaejoong. Menarik tubuh lelaki cantik itu agar semakin merapat kepadanya. Tidak terlalu rapat karena perut Jaejoong yang membuncit memberikan jarak diantara mereka. "Apa masih nyeri?"
"Ehh? Tidak terlalu." "Kata Yoochun kalau terasa sakit lagi kau harus meremasnya perlahan, tidak perlu khawatir karena selama proses kehamilan air susu tidak akan keluar. Hormon prolaktin yang merangsang pengeluaran ASI dihambat oleh Prolactin Inhibiting Hormone." "Apa kau menghafalkan semua perkataan Yoochun?" "Anniyo. Aku mencari tahu sendiri." Jaejoong terperangah. Apa ia tidak salah dengar? Jadi lelaki tampan didepannya ini belajar tentang kehamilan? Aigoo. Hatinya membuncah bahagia. Kalau mengingat IQ yang dimiliki suaminya jelas tidak perlu diragukan lagi kalau Yunho cepat paham dengan hal yang baru dipelajarinya. Suaminya ini tergolong orang Genius anniya?. Jaejoong segera mendekap tubuh tegap Yunho. Memeluknya erat. Luapan bahagia memenuhi hatinya. Yunho mulai peduli dengan kehamilannya. Jaejoong terharu, semoga saja ini menjadi awal yang baik untuk keluarga kecilnya, doanya dalam hati. Lengannya semakin memeluk erat leher Yunho. "Aku harap uri aegya nanti akan genius seperti appanya.." Jaejoong berbisik pelan tepat dicuping telinga lelaki tampan itu. Menghantarkan hembusan nafas panasnya yang menggelitik daun telinga Yunho. "Dan aku harap.. Uri aegya akan kuat dan tegar seperti ummanya.." Yunho mencium pelipis Jaejoong. Memberikan kehangatan sekaligus kenyamanan dalam dekapannya. Ia akan menjaga Jaejoong dan bayi mereka hingga akhir hayatnya. Bukan karena ancaman serius Mrs Jung tempo lalu yang mengancam akan memisahkan Jaejoong darinya jika ia menyakiti istrinya seujung jaripun. Terlebih ini adalah sumpah setianya kepada Tuhan akan rasa sayangnya kepada istri dan anaknya kelak. Dughhh...
Yunho tersentak. Bayi mereka menendang keras. Hingga perutnya yang menempel dengan perut Jaejoong yang berusia tujuh bulan pun dapat merasakannya. Pelukan mereka terlepas. Jaejoong mengernyitkan keningnya menatap ekspresi wajah Yunho. Suaminya itu kenapa? Jaejoong jadi bertanya-tanya. "Dia... Dia... Menendangmu?" Dan tawa merdu Jaejoong membahana. Wajah Yunho yang takjub bercampur shock membuatnya terpingkal hingga perutnya sakit. Jelas saja lelaki tampan itu shock, ini merupakan hal baru yang belum pernah dialaminya. Selama kehamilannya sampai saat ini suaminya itu masih ragu jika harus bermonolog dengan bayi mereka, dan Yunho
selalu melewatkan reaksi bayinya saat menendang, kasihan sekali uri appa. Jaejoong segera membuka atasan piyama hingga sebatas dada. Memperlihatkan perutnya yang terlihat mulai membuncit. Kemudian meletakkan jemari Yunho diatas permukaan perutnya. Hening...
Jaejoong dibuat heran dan bingung. Sang aegya tidak hyperaktif seperti biasanya. "Ehh? Kenapa tidak menendang lagi?" Yunho mengernyit. "Ohh.. Itu.. Emm... Ahh mungkin aegya sedang tidur." "Tapi tadi.. Dia menendang." "Mungkin saja dia hanya mengeliat, dan sekarang tertidur kembali." Jaejoong tersenyum kikuk. Jelas saja dia bingung, bayinya ini sekali menendang akan terus bergerak. Tapi ini tadi berbeda. Apa karena sentuhan Yunho? Tapi kenapa?. Yunho menundukkan tubuhnya berlutut didepan Jaejoong. Lututnya menumpu diatas karpet. Kedua tangannya memegang setiap sisi pinggang Jaejoong. Wajahnya semakin mendekat hingga hanya berjarak beberapa centi dari perut buncit itu. Bibirnya memberikan kecupan lembut, menyampaikan secara tersirat kepada buah hatinya bahwa ia mulai menyayanginya sepenuh hati, tanpa ada keraguan dalam hatinya lagi. Ia berjanji pada dirinya sendiri, jika hal itu bisa membuat Jaejoong bahagia maka ia pun akan mulai berbesar hati untuk menerimanya. "Annyeong aegya, ini appa sayang..." Masih hening. Tidak ada tendangan maupun pergerakan kecil dari sang buah hati. Yunho mencelos, bibirnya tersenyum miris. Apakah buah hatinya sendiri mulai membencinya? Atau mungkin masih sakit hati terhadap perkataannya tempo dulu yang ingin membuangnya, hingga membuat sang umma pendarahan dan terbaring lemah di rumah sakit? Ohh. Sungguh kenyataan ini membuatnya ingin menangis. Apa dirinya sekejam itu hingga buah hatinya pun tidak mau membalas sapaannya. "Rayu dia Yunnie..." "Ehh?.." Yunho bingung dengan ucapan Jaejoong. Merayu anaknya? Apa dengan cara seperti itu bisa?. Dilihatnya Jaejoong yang mengangguk yakin. Ohh mungkin tidak ada salahnya mencoba keberuntungan. Pikirannya kembali melayang, membayangkan betapa nafsu makan Jaejoong semakin menjadi saat mengandung. Hingga berat tubuhnya naik drastis. Ahh. Sepertinya ia tahu.
"Appa janji akan mentraktir makanan apapun yang kau suka sampai kau puas dan membuat umma kekenyangan hingga susah berdiri. Jadi sekarang tunjukkan pada appa tendangan kerasmu atas kesepakatan kita." Beberapa detik terlewat. Hingga membuat Yunho nyaris menghembuskan nafas kecewa. Mungkin memang anaknya sedang tidur. Baiklah, Ia akan mencoba keberuntungan besok saja. Yunho hampir berdiri dari posisi berlututnya ketika sebuah tendangan keras disusul dengan tendangan kecil dari perut Jaejoong sebelah kiri bagian bawah terasa sangat kencang. Sepertinya bayi mereka bergerak lincah. Dan luapan bahagia dalam hatinya sungguh tidak bisa dilukiskan. Ia takjub, bayinya bergerak. Bayinya tumbuh dan berkembang secara nyata dalam kandungan istrinya. Yunho mengecupi seluruh permukaan perut Jaejoong. Membuat pemiliknya bergidik dan tertawa geli karena bibir basah Yunho bersatu dengan kulit tubuhnya. Yunho teramat bahagia, bibirnya berkalikali mengucapkan terimakasih dan ungkapan rasa sayang, hingga air matanya mengalir deras membasahi perut Jaejoong. Jaejoong tersentuh melihat genangan air mata Yunho yang mengalir deras, kedua tangannya membelai pelan surai hitam suaminya. Bibirnya bergetar menahan tangis. Dan Jaejoong mulai berbisik dalam hati, seolah memberitahu bayinya jika ia harus bangga mempunyai seorang appa yang baik hati, seorang appa yang akan mengajarinya tentang hal-hal baru, menjadi seseorang yang akan selalu menjaganya, membelanya saat ia dipersalahkan, memenuhi setiap keinginannya saat ia merengek manja, yang akan terjaga saat ia terbaring sakit dan menjadi panutannya saat ia dewasa kelak. Dan anaknya harus bangga akan sosok appanya bagaimanapun kekurangannya. 'Jadilah seseorang yang membuat appa dan umma bangga untuk pertama kalinya akan keberhasilan didikan kami sayang.' **** Memasuki akhir trimester ketiga, tubuh Jaejoong sudah tidak bisa dikatakan ramping lagi. Berat badannya naik hingga 7kg. Jalannya pun semakin lambat. Perutnya membuncit besar, dadanya pun mulai terlihat lebih sintal. Dan Yunho melarangnya pergi kemanapun. Cukup katakan apa keinginanmu maka akan tersedia dihadapanmu, begitu ucapan Yunho yang selalu dikatakan padanya. Ia dibuat mati bosan jika hanya duduk termenung didalam mansion besarnya. Ia ingin hang out bersama teman-temannya. Tapi apa mau dikata kalau sifat overprotective Yunho sudah keluar maka ia hanya bisa menunduk menurut. Hahhh...
"Aegya..Kau tahu? Umma sangat bosan duduk diam dirumah seperti ini. Appa mu yang super cerewet itu melarang umma pergi kemanapun...Akhh...Nnnhh... Cepatlah lahir, jadilah anak yang genius dan menggemaskan arra? Temani umma saat appamu sedang
sibuk dengan laporan-laporan yang membosankan itu. Atau kalau perlu kita ganggu appa saat ia sedang bekerja, jadi ia akan lebih memperhatikan kita, kau setuju?" Dughh..
Jaejoong tersenyum lebar. Tangannya bergerak naik turun mengusap lembut perut buncitnya. Kontraksi kecil kerap dialaminya menjelang melahirkan. Kehamilannya berjalan lancar sembilan bulan ini. Yunho selalu menjadi suami siaga, selalu memenuhi semua kebutuhannya dan selalu membuatnya merasa nyaman. Pernah waktu itu bayinya bergerak aktif saat jam menunjukkan pukul tengah malam. Dirinya yang sangat mengantuk jadi terbangun karena perutnya yang terasa sedikit nyeri. Yunho yang ikut terbangun mulai membisikkan kata-kata penenang dan mengelus perutnya. Dirinya yang memang sangat mengantuk jatuh tertidur kembali saat merasakan bayinya mulai tenang. Aegyanya akan menurut dan berubah menjadi pendiam saat sang appa mulai mengelus dan mengajaknya bicara. Sang aegya suka mencari perhatian appanya anniya?. Yunho memasuki ruang santai. Tersenyum kecil melihat istrinya yang mulai melakukan interaksi kecil dengan buah hatinya. Yunho segera mengalihkan tatapannya saat melihat dress hamil yang dikenakan Jaejoong tersingkap. Dress itu tidak bisa menutupi separuh paha istrinya karena perutnya yang membuncit besar. Dan cara duduk Jaejoong yang membuka lebar pahanya semakin sukses membuatnya bergairah. Lelaki cantik itu terlihat sangat menggoda dengan tubuh berisi seperti itu. Kulitnya yang putih pucat semakin cerah. Bibir plumnya memerah alami. Wajah cantiknya semakin cantik. Sungguh kehamilan Jaejoong adalah godaan terbesar untuknya. Semenjak kontraksi yang berujung pada pendarahan yang dialami Jaejoong saat itu, ia mulai membatasi dalam melakukan hubungan intim. Dia hanya terlalu takut menyakiti bayinya yang masih rapuh. Meskipun kata Yoochun pada trimester ketiga boleh melakukan hubungan intim asalkan berhati-hati dan tidak kasar. Namun tetap saja rasa takut dan khawatir itu selalu membayanginya. Aishh Jinjja, ia harus bisa menahannya. Pandanganya turun menatap celananya yang mulai menggembung. Aishh. Miliknya sudah sangat siap. Dengan sigap Yunho membalikkan tubuhnya. Lelaki cantik itu tidak boleh melihat keadaannya yang seperti ini. "Sudah saatnya tidur sayang..." "Ne,.." Jaejoong mulai berdiri dengan tangan kiri menopang pinggangnya yang terasa semakin pegal dan berat. Dahinya mengernyit bingung melihat Yunho yang berjalan mundur menghampirinya. "Kenapa membelakangiku seperti itu?"
"Gwaenchana..." Yunho memposisikan dirinya dibelakang tubuh Jaejoong, melingkarkan sebelah tangannya di pinggang istrinya dan mulai menuntun pelan menuju kamar mereka. Yunho membantu Jaejoong merebahkan tubuhnya hingga melupakan kondisi miliknya yang masih membesar semakin terpampang saat Jaejoong tidak sengaja menatap bagian itu. Lelaki cantik itu tersenyum geli, jadi karena itu suaminya berjalan aneh tadi. Ide jahil pun terlintas dibenaknya. "Yunnie,... Aku tidak mau memakai selimut" "Ne,.." Yunho menyingkap selimut sebatas mata kaki Jaejoong, yang mana perbuatan itu sangat dirutukinya. Paha mulus Jaejoong semakin terekspos. Dengan posisi berbaring dress hamil itu semakin tersingkap keatas. Dan semakin diperparah karena Jaejoong menekuk lututnya yang sebelah kiri. Membuat dress miliknya menyingkap hingga memperlihatkan celana dalamnya yang berwarna hitam. Jaejoong menyeringai lebar tatkala melihat suaminya sedang menahan gairah. Bibir hatinya mengatup rapat dengan jakunnya yang terlihat naik turun karena menelan saliva. Ia tahu suaminya itu sudah sangat hard, tapi masih keras kepala menahan hasratnya. Dirinya pun juga merasa berhasrat, intensitas hubungan intim mereka yang bisa terbilang jarang membuatnya tersiksa. Tapi gairahnya yang akan meledak selalu teralihkan oleh rasa pegal dan nyeri disekujur tubuhnya. Berbeda lagi kalau dialami suaminya. Yunho adalah lelaki sehat dengan stamina kuat, kalau ditahanpun itu akan semakin menyakitkan. "Yunnie..." "Ne...engghh.." Yunho mengerang tertahan. Giginya semakin menggertak kuat. "Kakiku pegal,... Bisa tolong kau pijatkan..?" Astaga. Apa Jaejoong bercanda? Dirinya yang sudah sangat hard seperti ini disuruh memijatnya. Yang artinya akan memegang kulit tubuhnya, merasakan kehangatan tubuh lelaki cantik itu dalam telapak tangannya. Yunho semakin merutuk dalam hati. Tidak ingin membuat istrinya menunggu lama Yunho mulai mendudukkan tubuhnya disamping kaki Jaejoong. Memijat kaki istrinya dengan sangat hati-hati. Seolah takut jika melukai kaki yang terlihat rapuh itu. "Uhh...Lebih naik,.. Ya seperti itu... Ahh tidak-tidak jangan turun lagi... Pahaku juga pegal". Yunho hanya bisa menghembuskan nafas dengan kasar. Giginya semakin menggertak kuat. "Yunnie..."
"Heemm..." Yunho hanya menjawab dengan dengungan. Hati dan pikirannya mulai berkecamuk ketika mendekati zona rawan. "Aku menginginkanmu..." Jaejoong berkata lirih, rona merah mulai menghiasi pipinya. Yunho terdiam, pikirannya sedang memproses perkataan yang baru saja diucapkan Jaejoong. Kalimat yang terselip nada sensual penggoda dengan penuh arti. Segera saja Yunho berbaring miring disamping kanan Jaejoong, melumat bibirnya dengan penuh gairah seolah menyampaikan hasrat terpendamnya. Menghisap bibir plum yang basah karena dari tadi Jaejoong menjilat bibirnya sendiri. Memasukkan seluruh bibir Jaejoong kedalam mulutnya, seperti akan memakan benda lunak nan basah itu. Lidahnya menggoda lidah Jaejoong agar membalasnya, saling membelit hingga menimbulkan gelenyar panas dalam tubuh keduanya. Merasakan gelombang gairah yang semakin menerjang. Jaejoong terengah, nafasnya memburu saat Yunho melepaskan ciumannya. Yunho mengecup lembut cuping telinga Jaejoong, meniupkan nafas hangatnya pada salah satu titik sensitif istrinya. Mengerang tertahan saat tangan kanannya bergerilya di paha mulus Jaejoong, mengelus setiap permukaan kulitnya dan melewati milik Jaejoong yang mulai menegang. "Ngghh..." Jaejoong mendesah frustasi, tangan Yunho seolah mengerjainya. Setiap mendekati miliknya tangan Yunho akan melewatinya, seolah menganggap miliknya tak kasat mata. Tangan Jaejoong menggapai pergelangan tangan Yunho. Menahannya agar menyentuh pusat gairahnya. Dan mulai mendesah keras saat Yunho mulai meremasnya pelan. Menyentuh miliknya dari luar celana, membuat ia bergidik geli merasakan pergesekan antara pusat gairahnya dengan serat celana. Tangan Yunho berpindah pada kancing dress Jaejoong. Melepas tiga kancing teratas dan mulai menelusupkan tangannya dibelahan dada Jaejoong yang kian sintal semenjak usia kehamilannya semakin tua, kemudian mulai mengelusnya lembut. Rasa geli yang luar biasa nikmat membuat dada Jaejoong ngilu dengan nipple yang mulai menegang. Ia ingin tangan Yunho meremasnya, bukan hanya sekedar mengelus lembut dadanya. "Angghh...mnnhh.." Yunho kembali melumat bibir Jaejoong dengan sangat bergairah. Hasratnya memuncak setiap mendengar desahan sexy Jaejoong. "Kyaaaa..." Drap..Drap..Drap...
Belum sempat Yunho melepas ciumannya dan menoleh ke asal suara teriakan, saat ia merasakan daun telinganya ditarik dengan sangat kencang hingga menimbulkan denyutan
panas. Yunho sudah hampir berteriak marah kepada orang yang telah menginterupsi kesenangannya, namun urung dilakukan saat matanya menatap wajah seram Mrs Jung yang melotot tajam. Aigoo. Matilah kau Jung. "Aww... ouchhh sakit umma..." "Yahh! Kau tidak lihat Jaejoongie sedang hamil besar huh? Kenapa masih memaksa untuk melakukannya eoh?" Mrs Jung berteriak emosi. Sedangkan Mrs Kim yang tadi berteriak terkejut mengintip di sela-sela jemarinya yang menutupi wajah. Sebenarnya tadi mereka sepakat untuk pulang ke Seoul bersama dan ingin memberikan kejutan kepada Yunho dan Jaejoong. Malangnya saat mereka membuka pintu kamar yang kebetulan tidak kunci yang ada dihadapan mereka adalah Yunho yang sedang mencium Jaejoong dengan sangat bernafsu dan jangan lupakan tangan Yunho yang bergerilya di dada sintal Jaejoong yang terlihat menyembul karena kancingnya terbuka. "Apa umma tidak tahu kalau berhubungan badan menjelang persalinan itu sangat baik?" "Dan apa kau tidak tahu kalau Jaejoongie itu namja? Dia tidak akan melahirkan secara normal. Dia akan melakukan operasi caesar. Kau dengar itu? Cae-Sar. Jadi motif yang kau lakukan itu tidak ada gunanya. Pabbo!" Jaejoong refleks bangun dari posisi berbaringnya lalu membenahi dress yang tersingkap dan kancingnya yang terbuka. Saat itulah perutnya merasakan mulas yang sangat hebat. Perutnya mulai sakit, dan ia tahu ini bukan kontraksi seperti biasanya. "Arghhh..." Jaejoong memegangi perutnya yang terasa sakit dan mengeras. Sepertinya ia akan melahirkan. **** Sudah hampir tiga puluh menit Yunho dan Jaejoong memasuki ruang operasi, menyisakan Mr Kim dan Mrs Kim yang duduk gelisah diruang tunggu. Mr Kim meringis sakit saat tangannya dicengkeram kuat oleh istrinya, kuku jemari Mrs Kim yang lentik dan terawat menancap kedalam kulitnya. Sejak Jaejoong memasuki ruang operasi istrinya itu tidak berhenti meremas perutnya yang terasa mulas. Bahkan keringat dingin mulai memenuhi dahinya. Mr Kim merasa dejavu, kejadian ini seperti dulu saat istrinya akan melahirkan. Berbeda lagi dengan keadaan Mr Jung yang sejak tadi menunggu istrinya di depan toilet rumah sakit. Mrs Jung yang gugup jadi harus keluar masuk toilet untuk buang air kecil.
Sedangkan didalam ruang operasi Jaejoong menitikkan air matanya menahan sakit. Ia dapat merasakan bayi dalam perutnya bergerak gelisah mencari jalan untuk segera keluar dari kehangatan perut ummanya agar dapat melihat indahnya dunia. Yunho yang berada disampingnya menangis tanpa terisak sambil membisikkan sugesti penyemangat. Dokter pun mulai memberikan bius lokal anastesi epidural, yang memungkinkan sang ibu untuk tetap sadar selama proses pembedahan dan untuk menghindari si bayi dari pembiusan. Menyuntikkan infus vitamin di tangan kiri Jaejoong. Dua puluh menit kemudian suara tangisan keras seorang bayi memecah kegelisahan yang menyelubungi anggota keluarga Jung dan Kim. Jaejoong melahirkan lebih awal dari tanggal perkiraan dokter, sepertinya sang bayi sudah tidak sabar untuk melihat wajah kedua orang tuanya. Dia bayi tampan yang sehat, dengan kulit kemerahan dan rambut tebal yang berwarna hitam kelam seperti milik appanya. Tangisannya pun sangat keras terdengar hingga luar ruang operasi. Mrs Kim dan Mrs Jung menangis haru, itu adalah suara tangisan cucu kandung mereka. Betapa kekeras kepalaan Jaejoong membuahkan hasil yang begitu menakjubkan, keajaiban malaikat kecil yang akan menemani hari tua mereka. Sedangkan Mr Jung dan Mr Kim berpelukan erat, saling menepuk punggung kokoh keduannya. Memberikan ucapan selamat lewat sebuah pelukan. Yunho terisak, dikecupnya kening Jaejoong berulang-ulang sambil mengucapkan kata terimakasih, jemari tangannya bertautan erat dengan jemari Jaejoong yang terasa dingin. Bulir peluh dan air mata Jaejoong bersatu menuruni pelipisnya dan hilang diantara helaian rambut dark brownnya. Salah satu dokter membuka sedikit kain penghalang yang menjadi pembatas, memperlihatkan bayi merah itu kepada Jaejoong dan Yunho. Mendengar tangis keras bayinya Jaejoong tahu bahwa sang aegya lahir dengan selamat dan luar biasa sehat. Yoochun segera membersihkan bayi mungil nan merah itu lalu menyelubunginya dengan selimut tebal nan lembut agar sang bayi merasa hangat dan mulai merebahkan bayi itu untuk tengkurap diatas dada Jaejoong. Refleks bayi itu langsung menghisap apapun yang berada disekitar bibir mungilnya. Jaejoong merasakan geli ketika bayinya menghisap belahan dadanya bagian atas, yang kata Yoochun hisapan dan liur sang bayi dapat menghentikan pendarahan sang umma serta dapat merangsang refleks pengeluaran hormon oksitosin dan prolaktin yang mempercepat pengeluaran ASI. Selain itu menyusui dini membentuk suatu keterikatan psikologis yang kuat dan awal stimulasi mental yang positif bagi bayi yang baru lahir. Yunho menatap takjub bayi mereka, yang merupakan darah dagingnya, dan sempat ia ragukan keberadaannya karena ia fikir akan mengancam keselamatan istrinya. Sekarang bayi mungil itu ada dihadapannya dalam dekapan hangat Jaejoong, diantara bahagia yang
menyelubunginya ia merasakan perasaan berdosa dan bersalah karena telah meragukan keajaiban Tuhan. Air mata semakin mengalir deras dari mata musangnya, Jaejoong yang melihat tangisan bahagia Yunho pun tersenyum. Dua kali Yunho menangis haru seperti itu, saat mereka melakukan USG untuk pertama kalinya, dimana Yunho juga menangis haru mendengar detak jantung bayinya dan sekarang saat melihat langsung bayi dalam dekapannya tangis bahagia itupun kembali pecah. "Yunho-shi anda bisa menunggu diluar, karena kami harus membersihkan dan menjahit perut Jaejoong-shi." Yunho ingin protes, namun melihat Yoochun yang menganggukkan kepalanya dan keadaan istrinya yang terlihat lemah ia memutuskan untuk keluar. Semakin cepat Jaejoong ditangani akan semakin baik, ia sungguh tidak sanggup melihat sayatan dan rembesan darah yang keluar dari perut bagian bawah Jaejoong. Hatinya berdesir ngilu melihat bagian tubuh Jaejoong berdarah-darah seperti itu. Sungguh Ia tidak tega. **** Paginya Jaejoong sudah dipindahkan diruang rawat, keadaannya pun terlihat membaik. Namun ia masih merasakan efek bius lokal pada bagian perut hingga kakinya, bagian tubuh itu mati rasa selama beberapa jam dan sekarang kakinya sering terasa kesemutan dan kaku. Dokter juga mengatakan kepadanya untuk tidak melakukan banyak pergerakan terlebih dahulu karena bekas jahitannya masih basah. Seorang perawat bersama Yoochun memasuki ruangannya, mendorong boxs bayi dan menempatkannya disamping ranjang Jaejoong. Tadi malam sang bayi belum sempat meminum asinya dikarenakan asi Jaejoong belum keluar, dan mungkin karena sedikit terkena efek bius saat operasi bayinya jadi cepat tertidur. Padahal Jaejoong sudah mulai merasakan dadanya berdenyut ngilu, tapi asinya pun tidak mau keluar. Dan sekarang sudah waktunya sang bayi untuk meminum asi eksklusifnya. Perawat itu pun mulai merebahkan sang bayi dalam dekapannya, menaikkan sedikit ranjangnya namun tidak sampai membuatnya bersandar. Putranya mulai menggeliat, bibirnya yang tipis menguap kecil. "Jung Changmin..." Jaejoong terkesiap, ia segera menatap Yunho yang berbinar bahagia saat mengucapkan sebuah nama. Bibir plumnya tersenyum, itulah nama anaknya. Pelengkap dalam hubungan rumah tangga mereka. "Selamat hadir Jung Changmin, My Precious baby." Jaejoong mengecup kening bayinya sepenuh hati. Sekarang kebahagiaannya sudah lengkap. Ia mempunyai seorang suami yang perhatian dan sangat mencintainya.
Ditambah dengan kehadiran Changmin kebahagiaan ini tidak bisa dilukiskan.
yang
sangat
menggemaskan.
Rasanya
Tangisan keras Changmin menyadarkan Jaejoong dari lamunannya. Ia mengelus pelan punggung Changmin untuk menenangkannya, namun sang bayi justru semakin menangis keras. Jaejoong panik, begitu pula Yunho, mereka bingung bagaimana menenangkan bayinya. Dan suara Yoochun menginterupsi kepanikan keduanya. "Coba kau berikan asi pertamamu untuknya Jae. Changmin menangis karena haus." "Ehh?.. Apa sudah keluar?" "Coba saja..." "Err, Yoochun-ah sepertinya ada yang harus kita bicarakan, ayo kita keluar." Yunho menyela cepat dan mulai membalikkan tubuh Yoochun saat dilihatnya Jaejoong mulai membuka kancing pakaian rumah sakitnya. Mana mungkin ia membiarkan benda sintal yang cukup menggoda itu dilihat orang lain. "Ne.. Ne.. arraseo, aku akan keluar. Biar suster Kwon yang membimbing Jaejoong. Aku tahu itu hanya alibimu saja hyung." Setelah melihat kepergian Yoochun, akhirnya dengan sedikit ragu Jaejoong mulai mendekatkan nipple merahnya yang menegang ke bibir mungil Changmin. Dengan refleks yang bagus Changmin segera melahapnya dan mulai menghisap kuat nipple Jaejoong untuk memperoleh asi, ia menarik nipple itu keluar masuk dalam mulut mungilnya. Jaejoong meringis ngilu ketika bayinya semakin kuat menghisap asi, hingga tubuhnya sedikit bergidik antara nyeri dan geli yang menyatu. Ini bukan seperti rasa geli dan nikmat saat Yunho menyentuhnya, tapi ini lebih kepada sensasi baru yang dirasakannya karena ia mengeluarkan cairan berwarna putih yang bernama asi. Makanan utama untuk tumbuh kembang bayinya, Jung Changmin. Tangan Jaejoong terulur, menanti jemari Yunho yang membalas ulurannya. Dan kedua jemari itu saling bertautan, bergenggaman dengan erat. Itu adalah simbolis dalam hubungan mereka, mereka akan saling bergenggaman menghadapi rintangan, saling menopang saat salah satu dari mereka terjatuh. Yunho mengecup kening Jaejoong dengan air mata yang jatuh menetes di kelopak mata Jaejoong, dengan makna tersirat bahwa ia akan selalu menjaga dan mencintai istrinya, berbagi kesedihan dan kebahagiaan bersama. Dan terakhir keduanya serempak mengecup kening Changmin, itulah awal kehidupan baru mereka, bersama-sama mendidik dan menjaga Changmin dengan penuh cinta.
Kebahagiaan putranya adalah kebahagiaan mereka. Jung Yunho, Jung Jaejoong, dan Jung Changmin akan selalu bersama selamanya.
****
My Precious Baby ~Chapter 9~
Yunho terbangun mendengar lengkingan putranya yang menagis keras. Tubuhnya ingin berlari menghampiri, namun rasa takut dan ragu menahannya. Kepalanya menegok ke samping, Jaejoong mulai menggeliat pelan, namun tak kunjung terbangun. Yunho tahu istrinya itu pasti sangat kelelahan seharian ini mengurus Changmin yang sedikit rewel. Namun bayi mereka juga harus segera ditenangkan, dan hanya Jaejoong yang bisa melakukannya. "Sayang.. Changmin terbangun dan menangis keras..." Yunho berbisik pelan ditelinga Jaejoong, berharap istrinya segera terbangun dan menolong putranya, sungguh ia tidak tega mendengar tangisan Changmin yang membuat hatinya ikut berdesir tidak nyaman. "Nggghh..." Jaejoong mengerjabkan matanya, mengumpulkan kesadaran dan mulai beranjak turun dari ranjang untuk mengecek kondisi bayi mungilnya. Tangannya terulur mengangkat tubuh Changmin. Menggendongnya dalam dekapan hangatnya. Diusapnya lelehan air mata yang mengalir deras membasahi pipi montoknya yang ikut memerah. Badan bayi itu bergetar pelan, bibirnya membuka memperlihatkan lidahnya yang ikut bergetar kecil saat tangisnya mengeras. Jaejoong segera mendudukkan tubuhnya di atas sofa three seaters berwarna coklat yang terletak disamping pintu balkon, membuka tiga kancing teratas piyamanya, mengeluarkan dada sebelah kiri dan mulai mendekatkan nipplenya untuk menyusui bayinya. Changmin berhenti menangis saat ia mendapatkan asupannya. Jaejoong mengusap kening bayinya yang berkeringat, kemudian menatap Yunho yang berdiri sekitar dua meter darinya. Lelaki itu tampak khawatir dan ragu. Jaejoong menghela nafasnya. Namun dirinya juga tidak bisa marah kepada Yunho. Suaminya itu mungkin hanya belum siap dan terbiasa dengan kehadiran bayi mereka. Semenjak pulang dari rumah sakit hingga sekarang diusia Changmin yang sudah lima bulan, Yunho tidak pernah menggendongnya. Mrs Jung mertuanya, mengatakan kalau kondisi yang dialami Yunho sama persis dengan keadaan Mr Jung saat Yunho baru lahir.
Ketakutan saat ingin menggendong bayinya. Itulah yang dialami Yunho, lelaki itu takut jika lengan kokohnya yang keras akan menyakiti bayi mungilnya yang masih terlihat rapuh. Rasa takut dan ragu selalu membuatnya menghindar. Memang ia memakluminya karena mungkin Yunho hanya perlu waktu untuk beradaptasi dan terbiasa dengan kehadiran malaikat kecil mereka. Namun jika Yunho tidak mau mencobanya bagaimana mungkin akan terbiasa. Jaejoong menghela nafas untuk kesekian kalinya, dilihatnya Changmin yang sudah mulai tenang, tangan montoknya memainkan jemari kakinya dengan lutut yang sedikit ditekuk. Salah satu kebiasaan bayinya saat sedang menyusu. Mata hitamnya yang jernih memandang polos kearahnya. Jaejoong terkekeh, tatapan Changmin sangat mirip dengan foto Yunho ketika masih bayi. Betapa darah Changmin mengalir kuat darah seorang Jung. Semakin bertambahnya usia Changmin, ia semakin menyadari kalau bayi mungil ini adalah duplikat appanya. Sangat mirip. Mungkin hanya sedikit dari dirinya yang menurun ke Changmin. Selebihnya ia sangat tampan seperti appanya. "Changmin kenapa sayang...?" Yunho menatap Jaejoong dengan wajah panik dan pucat, tangisan Changmin memang selalu membuatnya cemas. Takut-takut kalau bayi mereka sakit. "Dia hanya haus dan merasa tidak nyaman karena popoknya basah, tidak perlu cemas Yunnie.." Jaejoong memberikan senyum lembutnya, meyakinkan suaminya jika tidak terjadi suatu hal buruk terhadap bayi mereka. Yunho segera berjalan menuju lemari dua pintu yang terletak di samping boks bayi mereka. Tempat seluruh peralatan Changmin. Lelaki itu mengambil popok baru dan berjalan mendekati Jaejoong. Menyerahkan popoknya dan melangkah mundur memberi jangkauan sekitar satu meter. Membuat Jaejoong menggelengkan kepa lanya sedikit kesal. "Yunnie kemarilah, duduk disampingku, Changmin ingin melihat appanya lebih dekat.." Jaejoong menepuk ruang kosong disebelahnya, mengisyaratkan Yunho untuk berada didekatnya. Namun hanya dibalas dengan pandangan memelas dari Yunho. "Sayang...aku tidak bisa.." "Kau tidak akan pernah bisa kalau tidak mencobanya.. Ayolah, hanya memandangnya lebih dekat bukan menggendongnya, oke?" "Oh Tuhan... Kenapa sesulit ini." Yunho mengacak rambutnya frustasi. Kakinya dengan ragu segera menghampiri Jaejoong. Dengan tangan gemetar ia mulai mendudukkan tubuhnya disamping Jaejoong, mengamati putranya lebih dekat. Changmin menoleh, menatap appanya dengan senyuman tipis, bayi itu tidak menangis dan tidak takut terhadapnya. Perasaan lega menyelubunginya.
Jaejoong membimbing Yunho untuk mengganti popok bayi mereka. Mengangkat sedikit tubuh Changmin untuk memudahkan Yunho melepas popoknya. Membersihkan tubuh itu dengan air hangat, lalu menaburkan bedak bayi secukupnya dibagian kulit tubuh Changmin yang basah dan memakaikan popoknya. Jaejoong tersenyum, secara tidak langsung tubuh Yunho sudah mulai berinteraksi dengan bayinya. **** Jam dinding sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Cukup lama Changmin menyusu, setelah kenyang dan merasa lebih nyaman bayi itu mulai tertidur pulas. Dengan perlahan Jaejoong melepas nipple dadanya. Kemudian membimbing Yunho untuk menggendong Changmin. Meski awalnya Yunho melotot horror karena takut namun Jaejoong berhasil membujuknya. Changmin akan semakin tumbuh besar, kalau suatu saat nanti bayi mereka menyadari jika tingkah laku appanya yang tidak mau menggendong dan menjangkaunya bagaimana? Kasihan Changmin yang mungkin akan sakit hati karena appanya sendiri menjauhinya. Dengan ragu Yunho mengikuti intruksi Jaejoong. Dahi dan tangannya pun mulai berkeringat dingin. "Aku harus bagaimana?" "Letakkan dia senyaman mungkin dalam dekapanmu, sangga kepalanya dengan lenganmu, dan gunakan tanganmu yang lain untuk menopang tubuhnya." Jaejoong meletakkan Changmin kedalam dekapan tubuh Yunho yang kaku, astaga suaminya itu tegang seperti sedang menunggu hasil eksekusi saja. "Aku..bisa..melakukannya...dia..dia tidak menangis dan terbangun." "Memang." Yunho menatap takjub putranya. Meski masih kaku namun ini kemajuan pesat. Yunho tahu ia gugup, tangannya gemetar, membuat Changmin menggeliat pelan dalam pelukannya. Lalu tertidur kembali dengan pulasnya. "Dia masih polos dan sangat rapuh, kulitnya pun begitu lembut. Aku pernah berdosa padanya, aku sempat mempunyai pikiran untuk aku bersumpah, dia tidak akan sekalipun merasakan perasaan dibuang lagi. Ia akan sangat bahagia, sebagai putra seorang Jung Yunho. Tidak akan ada yang menyakitinya. Malaikat kecilku." Yunho bahagia, teramat sangat bahagia hingga rasa penuh didadanya membuatnya sesak. Lelaki itu tersenyum. Tersenyum bersamaan dengan derai air mata yang menumpuk di kelopak matanya. Jaejoong terharu, ia tahu Yunho akan menjaga dan menyayangi putra mereka. Bibirnya tersenyum manis, mata bulatnya ikut berkaca-kaca. Jaejoong segera memeluk lengan Yunho, mengusap air mata yang masih berderai dipipi suaminya.
"Kita akan merawatnya bersama-sama, kita buat dia mendapatkan segala limpahan kasih sayang kita." **** Yunho memasang handycam diatas meja ruang santai, mengaturnya sedemikian rupa agar dapat merekam pergerakan putranya dengan jelas. Changmin yang bersandar diatas kereta bayi hanya menatap pergerakan appanya dengan menggumam dan mendecakkan lidahnya, membuat Yunho yang melihatnya ikut tersenyum bahagia. Luapan kebahagiaan memenuhi hatinya, mata musangnya menatap penuh kasih kepada bayinya. "Sekarang kita buat para halmeoni iri karena tidak berada disampingmu, arra?" Yunho mulai menunjukkan beberapa mainan lucu, namun tak kunjung membuat Changmin tertawa, padahal tadi saja Jaejoong hanya mengguman cepat dan putranya itu langsung tertawa lucu. Sedikit frustasi Yunho mengacak rambutnya gemas, tanpa sadar jika pergerakannya membuat Changmin tersenyum. Matanya yang berkilat jernih menatap pergerakan appanya. "Sulit sekali membuatmu tertawa." Yunho mendesah lemas, kedua tangannya menopang dagu, bibirnya pun merajuk. Mata musangnya menatap mata Changmin yang sedang memandangnya. Bayi itu menggumam dan kemudian tertawa lucu, pipinya yang montok semakin chubby saat ia tertawa, kedua tangan mungilnya bergerak-gerak senang, kakinya pun ikut menghentak-hentak. Yunho memekik senang, ia berhasil membuat Changmin tertawa. Bibirnya tertawa puas karena bahagia, namun segera pudar secepat kilat saat bayinya mulai menampilkan wajah seakan ingin menangis. Ohh, tidak lagi. Istrinya sedang keluar, kalau Changmin menangis siapa yang akan menyusuinya nanti. Ini petaka. Kepalanya menggeleng mengisyaratkan bayinya agar tidak menangis, namun terlambat, Changmin mulai menangis keras. Seunghyun dan beberapa maid berjalan tergesa menghampiri arah suara. Mendengar Changmin yang menangis keras di ruang santai membuat mereka berfikir jika mungkin saja tuan kecil mereka terjatuh. Mereka semua berhenti dan berjajar rapi disamping pintu, didalam ruangan itu Yunho mulai panik dan cemas, bingung menenangkan Changmin. Seunghyun dan para maid hanya menunduk sambil menatap tuan besar mereka, bingung harus melakukan apa jika tuan mereka belum memberi perintah. "Apa istriku sudah kembali?" Yunho menatap Seunghyun dengan wajah kusutnya, kepanikan dan rasa cemas tergambar di wajah tampannya. "Belum tuan."
"Ponsel ku...dimana ponselku..aku harus segera menelfonnya." "Ini tuan..." Seunghyun segera mendial nomor Jaejoong dan menyodorkan ponselnya kepada Yunho. Membuat Yunho berhenti mondar-mandir dan segera menerima ponsel itu. Karena dipenuhi oleh perasaan cemas dan kalut, Yunho jadi berbicara dengan cepat dan tergesa, deru nafasnya memburu, membuat Jaejoong yang berada di line seberang bengong karena heran dan tidak memahami ucapan Yunho sama sekali. Dan suara tangisan Changmin membuatnya mengerti kegelisahan sang suami. **** "Dia bersemangat sekali meminumnya." Yunho duduk diatas sofa menatap Jaejoong yang berbaring miring menghadapnya sambil menyusui Changmin, ia semakin kagum dengan istrinya, semenjak ada Changmin lelaki cantik itu semakin dewasa. Dari mulai memandikan, menggantikan popok, terbangun tengah malam untuk menenangkan dan menyusui putranya. Jaejoong tidak pernah mengeluh ketika berperan sebagai umma baru, dan karena itulah yang membuat rasa cintanya semakin besar terhadap sang istri. Jaejoong memindahkan Changmin yang baru saja tertidur kedalam boks bayi. Mengusap pipi lembut Changmin yang semakin montok. Jaejoong terkekeh pelan, saat pulang tadi Yunho sudah menyambutnya dengan wajah frustasi yang super kusut. Rambut tebalnya yang berwarna hitam acak-acakan, beberapa bekas tamparan dan cakaran tercetak dipipinya. Changmin begitu mengerikan saat marah, ia memang sedikit terlambat karena jalan yang ia lalui macet total karena terjadi kecelakaan, dirinya harus berbalik arah untuk mencari jalan alternatif, membuat Changmin semakin murka karena tidak segera mendapatkan kemauannya. "Kau ini rewel sekali kalau ditinggal sebentar saja. Apa aku harus selalu membawamu seperti koala eum?" Jaejoong tersenyum manis, bibirnya mengecup kening dan pipi Changmin, membuat bayinya menggeliat pelan. Ketika sedang menatap putranya, Jaejoong tidak menyadari jika Yunho berjalan mengendap ke arahnya. Tangan kokohnya melingkar erat diatas perutnya, membuatnya hampir memekik karena terkejut. "Hmm.. Kau harum..seperti bayi.." Yunho memeluk Jaejoong dari belakang, bibir dan hidungnya memberi kecupan dan mengendus leher istrinya. Selalu bersentuhan dengan Changmin membuat tubuh istrinya menguarkan aroma sabun dan bedak bayi. "Apa... Ini sudah sembuh?" Yunho meraba pelan bekas jahitan diperut Jaejoong, membuat Jaejoong menggelinjang geli karena dorongan gairahnya. "Nnmmmhh..." Jaejoong hanya menganggukkan kepalanya, ia tahu Yunho sudah sangat menginginkannya, beberapa bulan ini ia disibukkan mengurus Changmin, meskipun
Yunho juga membantunya namun lelaki itu berdiri dalam radius satu meter. Yunho benar-benar tidak berani mendekati Changmin. Sehingga intensitas kedekatan mereka pun juga harus tertunda, Yunho sendiri belum berani menyentuhnya dikarenakan luka jahitan diperutnya. "Sepertinya kita belum pernah melakukannya dalam posisi berdiri.." Yunho mendesahkan kalimatnya. Tubuhnya menempel erat dengan tubuh bagian belakang Jaejoong. Bergerak pelan menggesek kesejatiannya dengan belahan pantat mungil istrinya. Menimbulkan getaran dan dorongan gairah yang semakin menyelimuti keduanya. Yunho menghela tubuh Jaejoong untuk menjauhi boks Changmin, ia tidak mau mengambil resiko membangunkan putranya dengan suara bercinta mereka yang berisik. Sebenarnya Yunho ingin membawa Jaejoong kedalam kamar Changmin yang memang sudah disiapkan, namun batinnya menolak, terkesan buruk sekali jika ia menyambut Changmin saat balita nanti dikamar perdananya dengan aura bekas bercinta. Itu sungguh gila. Jaejoong hanya menurut ketika Yunho membawanya disudut ruangan kamar mereka. Lebih tepatnya dibalik sofa yang memang diletakkan didekat pintu balkon kamar. Milik Yunho yang sudah mengeras begitu terasa dibelahan pantatnya. Yunho merindukan tubuhnya begitu pula dengannya, ia juga sangat mendamba sentuhan Yunho. Yunho segera menelusupkan jemarinya dibalik piyama tidur Jaejoong, meremas dada sintal itu perlahan. Jaejoong mendesah, tangannya segera menangkup jemari Yunho, memperkuat remasannya, ia sangat merindukan remasan kasar Yunho di kedua dadanya yang telah lama tidak tersentuh oleh keintiman Yunho menjelajahi tubuhnya. Yunho merasakan telapak tangannya basah dan lengket karena cairan asi milik Jaejoong keluar dengan memancar ketika ia meremasnya. Sebelah tangannya segera memeluk perut Jaejoong, mendesak tubuh istrinya untuk semakin menempel ke tembok, dengan gerakan sensual ia mulai menggesekkan bagian tubuh ternikmat milik mereka yang berkedut saling mendamba. Jaejoong mendesah keras tatkala tangan terampil Yunho mulai memainkan miliknya, membuatnya semakin terbawa dalam gelombang gairah yang menyelubungi sekujur tubuhnya. Jemari Yunho menggeseknya, memainkannya, membuatnya semakin memekik kala gelenyar nikmat membuat tubuhnya bergetar. Ia akan mencapai klimaksnya. Jaejoong menggigit bibirnya, tangannya mencengkeram lengan Yunho yang semakin intens menyentuh daerah intimya. Tubuhnya melengkung kebelakang ketika aliran panas itu mendesak keluar.
Yunho sedikit memberi jarak diantara mereka, tangan kirinya masih meremas dada sintal Jaejoong. Sedangkan jemari tangan kanannya yang basah oleh cairan Jaejoong bergerak dibagian tubuh Jaejoong yang selalu menyelubungi miliknya dengan rasa hangat dan kelembaban yang lembut. Yunho semakin memperdalam jemarinya saat mendengar pekikan nikmat Jaejoong yang mendesah tertahan, lelaki cantik itu menggigit bibirnya menahan erangan dan desahan. Jaejoong memiringkan kepalanya, bibirnya menyambut lidah panas Yunho yang menggelitik bibir bawahnya. Melumat dan menghisapnya semakin dalam, membuat Jaejoong semakin menggelinjang nikmat kala kedua titik ternikmatnya sedang dijamah oleh tangan terampil Yunho. Bibirnya mengimbangi lumatan basah Yunho yang sangat bergairah. Tangannya memeluk leher suaminya, meremas rambut hitam kelam itu dengan penuh sensual. Yunho sudah tidak bisa menahannya lagi, ia sudah sangat merindukan tubuh Jaejoong yang mencengkeram miliknya dengan sangat ketat. Miliknya pun sudah sangat mengeras ketika ia menurunkan celana piyama sutra miliknya dan kemudian disusul dengan celana milik Jaejoong. Melihat bongkahan putih kenyal itu membuat libidonya semakin memuncak. Yunho meremas gemas bongkahan kenyal itu, membuat pusat kenikmatan Jaejoong semakin berkedut mendamba untuk segera dihujam dan dipenuhi. Jaejoong memekik tertahan, tangannya membekap bibirnya untuk meredam jeritannya. Ia merasakan sakit luar biasa hingga membuat ngilu sekujur tubuhnya. Ini adalah pertama kali mereka bercinta setelah beberapa bulan tidak melakukannya sama sekali. Tubuhnya terasa seperti dirobek paksa untuk kedua kalinya. Ia pun juga merasakan milik Yunho yang berkedut didalam tubuhnya. Sensasi ini Jaejoong sangat merindukannya. Dengan perlahan Yunho mulai bergerak, meski dorongan untuk bergerak cepat memenuhi benaknya namun Yunho mencoba untuk menahannya. Ia tahu Jaejoong masih merasa kesakitan karena miliknya. Yunho sungguh tidak bisa menahan desahannya, penyatuan ini luar biasa nikmat. Membuatnya melambung karena pijatan dinding lembab didalam tubuh Jaejoong menyelubunginya. Yunho menghujamnya semakin dalam, hingga pekikan nikmat Jaejoong menyadarkannya akan sensitif spot yang tersentuh oleh miliknya. Tepat disana, dengan cepat Yunho mulai menghujamnya keras dan kuat. Beberapa kali hingga tubuh mereka bergetar kecil karena orgasme membawa mereka mencapai kepuasan bercinta. Jaejoong mendesis pelan ketika Yunho mengeluarkan miliknya. Bersamaan dengan cairan hangat Yunho yang ikut mengalir menuruni paha dalamnya. Jaejoong hampir terjatuh karena rasa lemas pasca orgasme masih menderanya, dengan sigap lengan kokoh Yunho mengangkat tubuh telanjangnya dan membawanya menuju ranjang mereka.
Jaejoong sudah hampir terlelap kala ia merasakan kecupan basah dibahu telanjangnya. Ia tahu Yunho tidak akan berhenti setelah memulainya. Suaminya tidak akan puas sebelum membuat dirinya penuh oleh cairan kental dengan aroma khas itu. Jaejoong semakin mendongakkan kepalanya kala lidah hangat Yunho mulai menyusuri lehernya, meninggalkan beberapa ruam merah yang akan tercetak jelas selama beberapa hari. Tangan kiri Yunho menelusup meremas dada sintalnya. Sedangkan tangan lainnya dengan perlahan membuka pahanya, memasukkan miliknya dan mulai menghujam sensitif spotnya. Bergerak seirama dan berlawanan untuk saling memuaskan. Desahan keras keduanya menandakan bahwa keduanya telah mencapai klimaks. Rasa lelah membawa mereka untuk segera terbang dalam alam bawah sadar. **** Jaejoong terbangun ketika merasakan belaian lembut diatas rambutnya, lalu jemari Yunho yang menelusuri tulang pipinya. Kedua matanya mengerjab pelan. Yunho berbaring miring menghadapnya dengan senyum mengembang, membuat suasana pagi kian romantis dengan kecupan dan kata-kata sayang yang terucap dari bibir hatinya. Jaejoong tersenyum, suaminya itu punya kebiasaan pagi untuk menatapnya yang masih terlelap. Kemudian membangunkannya dengan kecupan dan belaian lembutnya. Apalagi usai bercinta seperti ini, kecupan Yunho selalu disertai dengan gairah yang membara. Jaejoong sudah hampir membalas lumatan bibir Yunho kala ia merasa ada jemari mungil yang menyentuh permukaan perutnya yang telanjang. Jaejoong terkesiap, ia menemukan putranya yang berbaring diantara dirinya dan Yunho. Bibir Changmin menggumam pelan, bayi mungil itu memainkan lidahnya hingga menimbulkan gelembung saliva didalam mulutnya. Mata jernihnya yang berwarna hitam kelam seperti milik Jaejoong memandang kearah langit-langit kamar. Astaga. Jaejoong segera menaikkan selimutnya sebatas dada. Ia masih telanjang bulat tentu saja. Mata bulatnya memicing kearah Yunho. Secara tersirat meminta penjelasan kepada sang suami karena telah membawa putra polosnya ke ranjang mereka yang masih menguarkan aroma khas bekas percintaan semalam. Mereka pun, ahh bukan, disini hanya ia yang masih telanjang, karena Yunho sudah memakai celana piyamanya. "Mian sayang, tadi Changmin terbangun dan merengek, jadi tanpa berpikir ulang lagi aku langsung membawanya kesini." "Astaga Jung Yunho kau bercanda?" Yunho menggeleng polos. "See? Changmin nyaman berada disini. Bahkan dia tidak jadi menangis."
"Demi Tuhan, aku masih telanjang Yunnie, dan ranjang kita kotor kau tahu?" Yunho terdiam, kemudian menghela nafas pelan. Mata musangnya tidak sengaja menatap kearah Changmin yang mulai berhenti menggumam. Dalam fikirannya mungkin Changmin tertidur kembali. Namun ternyata, "Errr... Sayang?" Yunho melirik Jaejoong ragu. "Mwo?" "Sepertinya kau harus segera menyusui Changmin. Karena kelihatannya dia akan..." Terlambat. Changmin mulai menangis keras, memotong pembicaraan Yunho yang belum selesai. Membuat Yunho dan Jaejoong meringis memejamkan mata kala lengkingan Changmin membuat telinga keduanya berdengung. Changmin merasa tidak nyaman kala mendengar perdebatan kecil kedua orang tuanya. Seolah mereka sibuk dengan argumen masing-masing tanpa memperdulikan dirinya. Jaejoong segera merendahkan tubuhnya. Membuka selimut yang menutupi dada telanjangnya lalu mendekatkan nipplenya kedalam bibir mungil Changmin, sikunya menjadi tumpuan untuk kepalanya. Tangannya bergerak menepuk pelan paha montok Changmin, membuat putranya nyaman. Yunho berdecak geli melihat Changmin yang begitu rakus meminum asi. Biasanya ia yang mendominasi bagian itu setiap kali ia bercinta dengan Jaejoong maupun pagi usai bercinta, bahkan kalau ada kesempatan pun ia akan menjamahnya lebih dulu, tapi sekarang putranya lebih dominan. Berpisah sebentar saja pasti menangis kencang. "Aku mandi dulu sayang..." Yunho mengecup kening Jaejoong kemudian beranjak menuju kamar mandi. Punggung tegapnya terekspos karena lelaki itu telanjang dada. Beberapa kissmark tercetak di leher, bahu hingga ke pinggangnya. Wajah Jaejoong memerah karena malu, semalam ia sangat liar, seperti telah bertahun-tahun tidak merasakannya. Pasti Yunho akan menertawakannya dalam hati karena sifat liarnya semalam. Aigoo, ini memalukan. Jaejoong memukul jidatnya pelan, membuat Changmin yang masih menghisap nipplenya terkekeh tertahan melihat tingkahnya. Namun jauh dari semua itu ia sangat bahagia dengan kehidupan yang telah diberikan Tuhan untuknya. Dan hari-harinya semakin berwarna saat menghabiskan waktu bersama Yunho dan Changmin.
****
My Precious Baby ~Chapter 10~
Pagi ini, Jaejoong sedang menyiapkan bubur untuk Changmin, bayinya itu kini sudah berusia sepuluh bulan. Yoochun pun menyarankannya untuk memberi makanan pendamping asi bagi sang buah hati sejak Changmin berusia enam bulan. Membuatkan bubur untuk Changmin adalah kegiatan yang membuat Jaejoong selalu di liputi rasa bangga yang membuatnya semakin bersemangat karena dengan kedua tangannya sendiri ia mampu membuatkan makanan lunak dan bergizi untuk sang bayi yang memang belum mampu mengunyah makanan dengan sempurna. Dan jelas saja Jaejoong tidak berpengalaman sebelumnya, bahkan dulu tidak pernah terfikirkan olehnya jika nantinya ia akan membuat makanan untuk putranya sendiri. Meskipun mereka memiliki beberapa koki handal yang akan siap melakukan tugas mereka dengan sangat sempurna, namun Jaejoong tidak ingin mengubur kewajibannya sebagai seorang istri ditambah sekarang menjadi seorang umma hanya untuk berpangku tangan tanpa melakukan kegiatan yang berarti. Maka dari itu, setiap akhir pekan Jaejoong akan berperan sebagai seorang istri dan umma yang melayani keluarga kecilnya dengan tangannya sendiri. Melihat Yunho yang berdecak memuji masakannya hingga menghabiskan makanan yang telah dibuatnya dengan lahap adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagi Jaejoong. Istri mana yang tidak bahagia karena ia berhasil melayani suaminya dengan baik, dan suami mana yang tidak kagum dan bangga karena semua kebutuhannya dilayani istrinya sendiri bak seorang raja. Senyumnya mengembang sejak berkutat dengan kegiatannya. Sekarang ia tidak hanya menyiapkan makanan untuk sang suami, karena sekarang akan ada Changmin yang ikut memenuhi meja makan mereka. Bukankah keluarga kecil yang ia dambakan sekarang sudah lengkap? Tuhan telah memberinya seorang bayi yang begitu tampan, menggemaskan, cerdas, dan selalu sukses membuatnya terpingkal bahagia setiap mendengar celotehannya yang lucu. Memantau dan melihat sendiri tahap tumbuh kembang Changmin adalah moment bahagia dalam hidup Jaejoong sebagai seorang umma. Kalaupun suatu saat nanti sang aegya bertanya tentang bagaimana masa kecilnya, dengan sangat lantang dan bersemangat ia akan menceritakan moment ini. Karena itulah Jaejoong menolak adanya babysitter dalam merawat Changmin, karena ia tidak ingin melewatkan satu pun moment pertumbuhan bayinya.
Sedangkan di ruang santai, Yunho mulai merebahkan tubuhnya di atas ambal bulu, tangan kanannya mengelus punggung Changmin yang tengkurap di atas dadanya. Kepala batita mungil itu menghadap ke samping kiri sembari menghisap ibu jarinya. Kedua mata jernihnya pun tampak mengerjab sayu karena rasa kantuk. Jelas saja. Semalam Changmin terlalu bersemangat belajar berjalan dengan baby walker miliknya. Meskipun Jaejoong sudah memaksa untuk menyusuinya namun tetap saja tidak membuat bayi tampan itu mengantuk, yang ada ia malah bergerak aktif seolah hanya mengisi bahan bakar perutnya saja, hingga membuat Jaejoong dan Yunho menggeleng frustasi menghadapi tingkah bayinya yang mulai hyperaktif. Memasuki awal musim dingin, membuat sebagian orang malas jika harus bangun pagi. Begitu pula yang dialami Yunho saat ini, rasa kantuk masih menderanya meskipun ia sudah membasuh wajahnya. Lelaki tampan itu menguap pelan ketika rasa kantuk tidak bisa ditahannya. Suasana minggu pagi yang masih kental akan cuaca dingin dan rasa malas, di iringi suara musik klasik yang mengalun perlahan, serta harumnya aromatherapy di ruang santai yang membuat suasana semakin tenang dan damai seakan membuainya untuk segera terlelap. Keduanya pun jatuh terlelap tanpa bisa ditahan lagi, dan suara dengkuran pelan dari bibir Yunho menandakan bahwa lelaki tampan itu telah tertidur pulas. Changmin terlelap dengan bibir mungilnya mempout lucu sambil menghisap ibu jari. Sedangkan tangan kanan Yunho masih melingkar diatas punggung mungil Changmin, menjaga sang bayi agar tidak terjatuh dari dekapannya. **** Suara derap langkah tergesa dan pekikan tak sabar memenuhi pendengaran Jaejoong, kakinya segera melangkah keluar untuk melihat keributan kecil itu. Tangannya dengan cekatan segera melepas apronnya dan menaruhnya di laci dapur. Siapa kiranya yang sudah bertamu sepagi ini?. Tawa bahagia dan pelukan erat yang terlalu bersemangat membuat Jaejoong terhuyung ke belakang. Dilihatnya sang umma dan mertuanya yang mulai mengajaknya berputar putar bahagia dalam pelukan erat itu. Mrs Kim lah yang pertama kali melepaskan peluka n itu, mata sipitnya berputar menengok ke sekitar ruangan, kemudian mendesah kecewa kala tak menemukan orang yang dicarinya. "Apa Minnie belum bangun?" "Ahh ne, dimana Minnie? Aku sudah bersemangat sekali untuk menciuminya." Mrs Jung memekik senang kala nama Changmin menyeruak di dalam fikirannya. Ia sungguh tidak sabar melihat bagaimana perkembangan cucu kesayangannya sejauh ini.
"Minnie sedang bersama appanya diruang santai, mungkin mereka... " Dan tanpa menunggu Jaejoong menyelesaikan perkataannya kedua halmeoni itu segera menuju ruang santai. Membuat Jaejoong memekik kesal karena di acuhkan. Namun tak urung bibirnya segera menyunggingkan senyum geli. Umma dan mertuanya jadi sangat kekanakan jika sudah menyangkut tentang Changmin. Mereka terlihat berlarian dengan semangat mudanya di usia mereka yang bahkan tidak muda lagi. Mrs Kim dan Mrs Jung menghirup udara sebanyak mungkin, nafas keduanya memburu setelah cukup lelah berlarian di sepanjang lorong menuju ruang santai, melupakan etika kesopanan yang bagi mereka tidak penting lagi karena di dalam mansion ini mereka akan menjadi diri mereka sendiri tanpa harus terikat dengan peraturan seorang wanita berkelas dan terhormat. Jarak antara dapur dan ruang santai memang cukup jauh dan keduanya melupakan kondisi tubuhnya yang cepat lelah karena termakan oleh usia. Dengan kedua tangan yang menjinjing sepatu high heels masing-masing, langkah keduanya semakin pelan ketika belokan tepat di ruang santai hanya tinggal dua meter. Keduanya saling membekap mulut saat pekikan gemas disertai jeritan senang hampir lolos dari bibir mereka yang mungkin bisa mengagetkan Changmin. Dengan tergesa keduanya segera mengambil handycam yang kebetulan selalu mereka bawa untuk mengabadikan tingkah lucu Changmin saat berkunjung kesini. Ini adalah moment terindah yang tak terduga, melihat Yunho yang terlelap dengan tangan kanannya memeluk tubuh mungil Changmin, sedangkan sang bayi terlelap sembari menghisap ibu jarinya. Bahkan mungkin ini adalah moment langka yang belum pernah dijumpai keduanya. Yunho meski dalam keadaan tidurpun terlihat begitu menjaga Changmin. Sedangkan bayi menggemaskan itu mau bertingkah seperti apapun akan tetap terlihat sangat menggemaskan. Dengan menahan gemas Mrs Jung dan Mrs Kim semakin berjalan mendekat menghampiri keduanya. "Aigoo, manisnya..." Mrs Jung memegang pipinya yang merona bahagia. Kedua matanya berbinar senang. Kedua kakinya ikut menghentak-hentak seperti seorang gadis remaja yang baru saja mendapatkan ungkapan cinta dari sang lelaki impian. "Uhh... cucuku tampak sangat menggemaskan." Mrs Kim menggerakkan handycamnya ke wajah Changmin. Bayi dengan pipi tembam itu tampak begitu nyaman bersandar di atas dada bidang sang appa. Tanpa bisa menahan diri lagi Mrs Kim segera mencubit pelan pipi Changmin. Memekik gemas kala bibir Changmin mempout lucu dan hampir merengek karena merasa terganggu. Namun hal itu tak membuat Mrs Kim menyesali
perbuatannya, dengan lebih bersemangat jemari lentiknya mencubit gemas pipi dan dagu Changmin berulang kali. **** "Hyunggg..." "Aishh.. Umma, tidak perlu berteriak seperti itu. Kita sedang tidak di hutan arra?" Inhwan mengusap kasar telinganya yang sedikit berdengung. Selalu berteriak, itulah kebiasaan sang umma ketika memanggil ahjumma cantiknya saat mereka berkunjung ke mansion ini. Inhwan menggeleng pelan, usia ummanya memang sudah tidak lagi muda namun tingkah dan wajah babyface-nya itu menipu banyak orang. Inhwan mendengus sebal kala mengingat tingkah ummanya beberapa jam yang lalu. Sebenarnya tadi pagi ia sudah ada janji untuk pergi bermain bersama teman sebangkunya di elementary school, Mason Moon. Namun belum sampai ia menemuinya, sang umma sudah mengatakan kepada temannya jika dirinya telah membatalkan janji itu karena mendadak ada acara keluarga. Membuat temannya segera melangkah pergi meninggalkan apartement mereka dengan wajah ditekuk kecewa. Jelas saja Inhwan kesal, bukankah lebih baik jika ia sendiri yang menemui dan menjelaskannya. Karena disini dirinya lah pihak yang membatalkan acara itu secara tibatiba. Hahh. Sungguh ia merasa tidak enak dengan teman baiknya sejak kecil itu, namun mau bagaimana lagi? Semua sudah terlanjur terjadi. Mungkin permintaan maaf dengan sebuah hadiah akan ia coba lakukan seperti saran sang appa. "Hei, anak tampan, kau tidak boleh berwajah masam seperti itu. Kau bisa ditampar Minnie jika berwajah begitu." "Aku berwajah seperti ini karena ada sebabnya umma. Dan aku yakin umma sangat mengetahui penyebabnya." "Oh ayolah... Bukankah tadi umma sudah meminta maaf? Dan..." "Dan akan menggantinya dengan PSP keluaran terbaru anniya?" Inhwan tersenyum lebar, merasa menang karena telah mendesak sang umma untuk memenuhi keinginannya. Membuat Junsu menggeleng pelan sembari memutar bola matanya menanggapi permintaan putranya. Memangnya kapan ia tidak menuruti keinginan putra kesayangannya itu? Ia akan memberikan apapun itu keinginannya. Inhwan segera berlari menghampiri Jaejoong yang terlihat sibuk menata beberapa makanan di atas meja makan. Dengan segera kedua lengan kecilnya memeluk erat
pinggang ramping Jaejoong, tingginya yang hanya sebatas pinggang Jaejoong membuatnya harus mendongak untuk menatap tubuh tinggi ahjumma cantiknya. "Hei tampan.. " Jaejoong segera merendahkan tubuhnya sejajar dengan Inhwan. Kedua tangannya menangkup pipi Inhwan yang masih terlihat chubby di usianya yang ke tujuh tahun. Kemudian memberikan kecupan-kecupan sayang di seluruh wajahnya. Membuat Inhwan terkekeh geli karena ciuman gemas itu. Semenjak ada Changmin, Jaejoong jadi jarang berkunjung kerumah adiknya untuk menemui Inhwan. Jarak antara rumahnya dengan Junsu pun terbilang cukup jauh, selain itu sekarang Inhwan sudah mulai memasuki sekolah tingkat dasar, membuat mereka jadi sangat jarang bertemu karena kesibukan baru. "Hyung, kenapa ada dua koper besar diruang tamu? Apa Yunho hyung akan bepergian ke luar negeri?" "Ehh?.." Jaejoong mengernyitkan keningnya. "Ahh itu koper umma. Yunnie mana mau berpisah dengan Minnie selama beberapa hari. Ke kantor saja ia buru-buru pulang lagi." Jaejoong menjawab pertanyaan Junsu sembari mengacak gemas rambut halus Inhwan. Keponakan imutnya ini sekarang sudah tumbuh besar. Seingatnya baru beberapa bulan lalu ia masih mengendong tubuh mungilnya, melihat tingkah polosnya, sampai menggodanya yang selalu merengek manja jika dihadapan Junsu. Jaejoong jadi tersenyum geli mengingatnya. Mendengar itu Junsu menganggukan kepalanya, mengerti. Tatapannya segera beralih ke arah Inhwan, putra kecilnya itu masih tersenyum lebar menampilkan gigi kelincinya yang tersusun rapi. "Jja Inhwanie, segera temui Minnie, umma akan membantu Joongie jumma memasak, arra?" "Ne, arraseo." "Yahh! Poppo dulu baby boy !" Junsu berteriak gemas ketika melihat Inhwan sudah mulai berlari meninggalkannya. Yang mana perintahnya itu membuat Inhwan segera menghentikan langkahnya dan mulai berbalik arah sembari berlari kecil kemudian mengecup singkat bibirnya. Kebiasaan manis yang selalu mereka lakukan untuk menunjukkan rasa sayang satu sama lain. **** Inhwan memelankan langkah kakinya ketika memasuki ruang santai. Keningnya mengerut bingung ketika melihat wajah cemas dan khawatir tampak memenuhi wajah halmeoni dan ahjushi tampannya. Dan ketika pandangannya jatuh kearah Changmin yang ada dipangkuan sang ahjushi, rasa takut mulai menyelubungi perasaannya.
Changmin, bayi mungil nan menggemaskan yang sudah dianggap Inhwan sebagai adiknya sendiri itu hanya menatap datar kearahnya. Sorot mata itu tampak seperti tidak mengenalnya. Padahal biasanya Changmin akan menyambutnya dengan senyuman lebar dan pekikan lucu disertai tangan mungilnya yang menghentak-hentak semangat. Inhwan menggeleng pelan, bibirnya mencebik sedih. Kakinya segera mundur perlahan dan kemudian berlari meninggalkan ruang santai, semakin tergesa menuju dapur dimana ummanya berada. Saat ini hanya pelukan hangat dari ummanya lah yang mungkin bisa membuat hatinya sedikit tenang. Sungguh ia tidak mau jika adik kecilnya yang imut itu membencinya. Yunho menatap bingung kepergian Inhwan yang bahkan tidak menghiraukan panggilan halmeoni kesayangannya. Ada apa dengan keponakan manisnya itu?, Yunho segera merundukkan tubuhnya menatap sang aegya yang hanya terdiam sejak terbangun dari tidurnya tadi. Punggung mungil Changmin bersandar nyaman di dada bidangnya. Ini aneh. Changmin tidak hyperaktif seperti biasanya. Bahkan ketika Inhwan datang pun tidak ada reaksi ceria dan penuh semangat seperti yang biasanya ditunjukkan oleh sang aegya. Rasa cemas mulai menelusup di relung hati Yunho. Yunho segera mengangkat tubuh mungil Changmin untuk menghadap kearahnya. Mengawati wajah putranya yang tampak memerah seperti demam. Rasa khawatir semakin memenuhi hati Yunho. Suhu tubuh Changmin normal, namun pandangan sayu tampak dikedua bola matanya yang jernih, bibirnya mengatup rapat, dan hanya memandang sang appa dalam diam. "Minnie, katakan sesuatu sayang.." Yunho mulai panik saat bayi mungilnya tidak menunjukkan respon apapun. "Minnie..jja katakan app-ppa seperti semalam." Lelaki tampan itu menunggu beberapa detik, namun nihil. Changmin masih terdiam, bibirnya semakin mengatup rapat. Yunho segera mendekap tubuh Changmin, menyandarkan kepala sang aegya diatas pundak lalu mengecup pelipis putranya yang terasa hangat dipermukaan bibirnya. Dengan sedikit tergesa Yunho segera membawa bayinya menuju dapur. Menyerahkan Changmin dalam dekapan Jaejoong mungkin lebih baik, karena tidak bisa dipungkiri ikatan batin antara seorang ibu dan anak jauh lebih kuat dibanding dengan sang ayah. **** Junsu masih menenangkan Inhwan dengan mengelus punggung kecil itu dalam dekapannya. Putra kecilnya itu terdengar masih menangis tersedu hingga leher dan kemeja di bagian pundaknya terasa basah. Lengan kecil Inhwan melingkar erat memeluk leher Junsu, menyembunyikan wajah sembabnya dalam ceruk leher sang umma.
Saat sedang memasak bersama hyungnya tadi, Junsu dikagetkan dengan kedatangan Inhwan yang memeluk pinggangnya dengan mata yang berkaca-kaca. Karena khawatir Junsu segera menggendong Inhwan, dan tangis keras putranya pun pecah tatkala ia mulai bertanya apa kiranya yang telah membuat sang anak berse dih. Jaejoong masih memperhatikan Junsu dan Inhwan dalam diam ketika derap langkah tergesa menyapa pendengarannya. Rasa tidak nyaman segera menyergap hatinya saat melihat raut cemas memenuhi wajah Yunho. "Sayang,.. Minnie...sepertinya Minnie demam." Yunho segera menyerahkan Changmin dalam pelukan Jaejoong. Ia mencoba menarik nafas beberapa kali untuk menetralkan perasaan panik dan cemas yang memenuhi hatinya. Ini adalah kali pertama jagoan tampannya tidak bersemangat seperti itu. Kalaupun bisa ia ingin menangis sejadinya, namun jika ia melakukan itu jelas akan semakin membuat keluarganya panik, disini lah perannya sebagai seorang pemimpin diuji, memendam perasaannya dalam hati dan bersikap tegar adalah yang terbaik. Jaejoong segera mendudukkan tubuhnya di salah satu kursi yang ada di meja makan. Meletakkan Changmin diatas pangkuannya dengan menghadapkan sang aegya kearahnya. Mata Changmin yang biasanya selalu berbinar ceria kini hanya mengerjab pelan dengan sayu. Jaejoong mulai menempelkan bibirnya dibawah hidung Changmin, merasakan deru nafas hangat bayinya yang menderu teratur. Ia segera menempelkan punggung tangannya di kening Changmin. Normal, bayinya sedang tidak demam. Mrs Kim memandang Changmin dengan sedih, mata sipitnya pun berkaca-kaca. Perasaan bersalah mulai memenuhi hatinya ketika melihat Changmin yang hanya terdiam, sungguh ia tidak bermaksud mengganggu tidur nyaman cucu imutnya tadi. Apa Changmin kecilnya itu kesakitan? Atau mungkin Changmin terlalu kaget dan kemudian terdiam seperti itu? Sungguh ia sangat menyesal. "Hukz.. Minnie sayang, maafkan halmeoni..hukz..sungguh halmeoni tidak bermaksud menyakitimu.." Tangisan Mrs Kim pun pecah, melihat raut khawatir di wajah putra sulungnya ia tahu Changmin sedang tidak baik-baik saja. Kalaupun waktu bisa diputar ulang kembali, ia janji tidak akan melakukan hal bodoh itu lagi. Mrs Jung yang melihatnya segera mengelus pelan punggung Mrs Kim. Rasa lemas dan sayu ikut menderanya, melihat cucu kesayangannya yang tampak tak bersemangat seperti itu membuat perasaannya tidak nyaman campur aduk. Berbagai pikiran negatif bahkan berputar-putar dibenaknya. Jantung Jaejoong semakin berdetak cepat ketika dengan perlahan jemarinya mulai membuka kancing teratas kemejanya. Ini adalah cara terakhir untuk memancing respon Changmin, bayinya itu akan semakin merengek ketika ia terlalu lama membuka
kancingnya, bahkan terkadang Changmin akan melonjak-lonjak diatas pangkuannya sembari menarik kasar pakaiannya untuk segera mendapatkan keinginannya. Wajah Jaejoong pias seketika. Changmin hanya menatap pergerakan tangannya dalam diam. Apa yang terjadi dengan bayinya? Apa yang salah? Selama ini Changmin selalu dalam pengawasannya. Bayinya itu sehat, bahkan semalam Changmin masih berjalan dengan semangatnya menggunakan baby walker. Tawa riang dan pekikan lucu masih terekam jelas dalam ingatan Jaejoong. Jaejoong terisak keras, air mata keluar dengan derasnya ketika Changmin mengulurkan tangan mungilnya untuk mengusap air mata yang menetes membasahi pipi sang umma. Mrs Jung yang melihat itupun tak kuasa menahan air matanya. Cucunya yang biasanya terlihat aktif kini tampak tak berdaya ketika hanya terdiam sayu seperti itu. Perasaan sesak serasa menghimpit dadanya melihat bayi sekecil itu tampak mengerti kesedihan ummanya. Changmin tetap mengatupkan bibirnya ketika Jaejoong mulai mendekatkan nipplenya. Dengan jemari yang sedikit bergetar Jaejoong menarik pelan dagu Changmin agar bibir mungil bayinya segera terbuka. Dan ketika lidah Changmin mulai mencecap nipplenya namun tidak menghisapnya, Jaejoong baru menyadari jika lidah kecil itu terasa panas dipermukaan kulitnya. Tubuh Changmin mungkin sedang kesakitan tanpa sepengetahuan mereka, dan bayinya hanya bisa merintih dalam diam karena belum mampu untuk mengadu. **** Yunho mendekap tubuh bergetar Jaejoong dengan erat, bibirnya tak henti meyakinkan sang istri jika bayi mereka kuat. Beberapa menit yang lalu Yoochun segera membawa Changmin ke dalam ruang ICU bersama beberapa dokter spesialis setelah melihat kondisinya yang cukup mengkhawatirkan. Serangkaian pemeriksaan dan observasi lab pun mulai dilakukan. "Shhh.. Minnie tidak akan menyukai airmata kesedihan ini sayang. Percayalah, Minnie kecil kita akan baik-baik saja." Yunho merasakan tenggorokannya tercekat setiap mengucapkan kalimat yang terasa sangat berat keluar dari bibirnya. Mungkin bibir dan mata Yunho bisa berbohong karena terlihat begitu tegar dan tampak kuat namun sungguh rasa takut dan khawatir begitu menohoknya hingga beberapa kali ia harus menahan nafas agar tidak sampai menangis. "Aku..takut.. Yunnie.. hukz.. Minnie ..aku gagal menjaganya,. Hukz ini salahku.. Aku bukan umma yang baik Yunnie..hukz"
"Kau umma yang terbaik sayang, ini bukan salahmu arra?" Yunho mengusap punggung Jaejoong yang bergetar karena tangisnya semakin menjadi, bahkan istrinya sampai tersedak karena isakan itu. Tangisan seorang umma yang tampak memilukan terdengar begitu menyayat hati setiap orang yang mendengarnya. Jaejoong terlihat begitu menyanyangi bayi mereka, dan Yunho tahu itu. Jaejoong semakin terisak keras ketika mengingat keadaan Changmin sesaat setelah mereka keluar dari mansion menuju rumah sakit. Changmin bayi mungilnya, terkulai lemas dalam pelukannya, tubuhnya mengingil hingga seluruh wajahnya berubah pucat pasi seperti tak ada aliran darah dibawah kulit tubuhnya. Ruam merah pun tampak di permukaan kulitnya yang putih. Melihat Jaejoong yang begitu rapuh membuat Mrs Kim limbung seketika dalam pelukan Mrs Jung karena tak hentinya ikut menangis merasakan kesedihan putra sulungnya. Mrs Jung mendekap tubuh orang yang sudah dianggapnya seperti adiknya sendiri sejak kecil itu. Saling menguatkan dengan menautkan jemari mereka dengan air mata yang masih berlinang sambil merapalkan doa agar tidak terjadi suatu hal buruk terhadap Changmin kecil mereka. Inhwan yang kelelahan menangis jatuh tertidur dalam pelukan Junsu. Melihat adik kecilnya yang sangat ia sayangi memasuki salah satu ruangan rumah sakit bersama sang appa membuat Inhwan tak henti meraung keras dan berontak dalam pelukan Junsu karena ingin menemani Changmin. Junsu bahkan ikut menitikkan air mata ketika mengingat tingkah Changmin yang selalu terlihat menggemaskan dan sangat nakal diwaktu yang bersamaan kini tampak lemah tak berdaya. **** Dan disinilah Jaejoong berada, dalam ruang rawat VVIP yang ditempati Changmin. Menatap putra mungilnya yang masih terlelap karena pengaruh obat yang mulai bekerja didalam tubuhnya. Tubuh kecil itu tampak tak berdaya dengan bantuan respirator untuk membantu pernafasannya, tangan kirinya terpasang infus intravena, juga diberikan coctail of drug untuk meningkatkan kekebalan tubuhnya. Jaejoong mendesah kecil, matanya yang masih sembab kembali berkaca-kaca. Lelaki cantik itu menggigit bibir bawahnya untuk menahan isakan yang mulai keluar. Digenggamnya jemari mungil Changmin yang mulai menghangat, menciumnya dengan lembut seolah takut menyakiti tangan kecil itu. Yunho memasuki ruang rawat Changmin setelah tadi mengantar sang umma dan mertuanya hingga lobby rumah sakit, menunggu Seunghyun yang akan mengantar keduanya pulang ke mansion miliknya. Dan tentunya dengan paksaan tegas Yunho, karena sebelumnya Mrs Kim dan Mrs Jung bersikeras untuk tetap menunggui Changmin
meski guratan lelah tampak kentara di wajah keduanya. Yunho tidak mungkin membiarkan keduanya semakin kelelahan, mereka bahkan belum sempat beristirahat setelah perjalanan jauh. Sedangkan Junsu sudah pulang lebih dulu karena harus menidurkan Inhwan yang tampak kelelahan, lagipula tidak cukup baik bagi anak kecil seusia Inhwan jika terlalu lama berada dilingkungan rumah sakit. Lelaki tampan itu menatap sedih istrinya yang kembali menangis dalam diam. Segera saja Yunho melangkah mendekati Jaejoong, merengkuh bahu bergetar itu dalam dekapan lengan kokohnya, mengecup puncak kepala Jaejoong dengan sepenuh hati. Menyalurkan rasa sayang agar Jaejoong tak merasa sendiri lagi, memberikan rasa nyaman dan ketenangan kepada sang istri karena ada ia yang akan selalu menjadi penopangnya. Yunho dan Jaejoong yang masih terlarut dalam keheningan tersentak ketika melihat pergerakan kecil Changmin, bayinya itu tampak menggeliat kemudian membuka perlahan kelopak matanya. Mata bulatnya yang selalu berbinar jernih mengerjab pelan, bibir mungilnya yang tipis mencebik sebelum kemudian menangis keras. Kedua tangan kecilnya merentang dihadapan Jaejoong, meminta sang umma untuk menggendongnya. Tangisan Changmin semakin keras ketika tangannya yang di infus mulai berdenyut sakit karena pergerakan tubuhnya yang hendak bangun untuk menjangkau Jaejoong. Melihat putra kecilnya yang nampak kesakitan membuat hati Jaejoong seolah diremas secara tak kasat mata. Kalaupun bisa, ia ingin menggantikan posisi Changmin, biarkan ia yang kesakitan, biarkan ia yang merasakan semua itu asal bayinya sehat dan tidak ada air mata kesakitan seperti itu. Dengan penuh sayang Jaejoong mengecup kening Changmin, seolah mengatakan rasa sayangnya secara tersirat karena bibirnya tak mampu mengucapkan sepatah katapun, menggenggam jemari mungil itu dalam kehangatan telapak tangannya, menenangkan Changmin sambil menunggu kedatangan Yoochun setelah tadi Yunho memanggilnya dengan menekan tombol emergency didalam ruang rawat itu. Yunho tak kuasa menahan air matanya yang ikut menetes ketika mengusap air mata Changmin yang mengalir deras, wajah bayi itu memerah hingga nafasnya terdengar berat. "Sshhh... Gwaenchana sayang, ada umma dan appa disini." **** Jaejoong berbaring menyamping sembari menyusui Changmin. Respirator yang tadi digunakan pun sudah dilepas beberapa saat lalu setelah Yoochun memeriksa keadaan Changmin yang mulai membaik. Dengan perlahan Jaejoong mengusap lelehan air mata yang mulai mengering dipipi chubby bayinya.
Kata Yoochun, bayinya terkena alergi terhadap musim dingin. Itulah sebabnya kondisi Changmin semakin parah kala terkena langsung cuaca dingin ketika perjalanan menuju rumah sakit, meski mobil Yunho sudah dilengkapi dengan pengatur suhu didalamnya namun tak cukup membuat tubuh Changmin membaik. Dan sekarang kondisi bayinya jauh lebih baik ketika berada dalam ruang rawat VVIP dengan suhu yang cukup hangat. Meski ruam merah disekujur tubuhnya masih tampak namun keseluruhan kondisi tubuhnya sudah normal dan membaik. Jaejoong tersenyum lega, setidaknya Changmin kecilnya yang rewel karena ingin menyusu sudah kembali lagi. Tadi saja bayi tembam itu sudah menarik kasar stetoskop milik Yoochun yang sedang digunakan untuk memeriksanya. Tangis dan jeritannya pun sudah kencang seperti biasanya. "Aku meragukan kalau ia benar-benar masih sakit." Yunho terkekeh geli, tangan kanannya mengusap lengan kiri Changmin yang terkulai disamping tubuh mungilnya. "Dia bahkan sudah kembali menyusu dengan rakusnya. Karena tergesa bahkan ia sampai tersedak, seperti ada yang ingin merebut asi itu darinya saja." Yunho menggeleng takjub melihat tingkah ajaib putra kecilnya. Ia yang tadinya dibuat ketakutan setengah mati karena sang aegya yang terdiam dengan wajah pucatnya, kini jadi ingin tertawa karena tingkah lucunya. Yoochun saja sampai dibuat kewalahan saat ingin memeriksa sang bayi, dari stetoskop yang ditarik tangan mungilnya, hingga jemari kecilnya yang meremas lengan Yoochun yang sedang membenahi infus. Yoochun saja sampai dibuat meringis kesakitan karenanya. "Ouchh.. Sakit sayang." Yunho menghentikan tawanya seketika dan beralih mengelus lengannya yang memerah karena cubitan Jaejoong. "Tidak seharusnya kau menertawai Minnie yang sedang sakit. Dia masih lemah, kau..aaa..aww.. akhh..shhh minnie jangan digigit sayang..shhh..akhh.." Jaejoong mendesis sakit ketika gigi Changmin yang mulai tumbuh mengatup rapat, membuat nipplenya terasa ditarik kasar hingga berdenyut ngilu. Dengan cepat Jaejoong segera memasukkan jari telunjuknya membuka bibir Changmin yang mengatup. "See? Dia bahkan sudah bertingkah evil lagi meski dalam keadaan tertidur lelap seperti itu." Yunho berdecak pelan, kemudian menghela nafas secara dramatis, tunggu saja sampai Changmin terbangun dari tidur lelapnya dan akan tiba gilirannya untuk menjadi sasaran 'kebuasan' putra kecilnya itu. Jaejoong yang melihat wajah pasrah suaminya jadi terkikik menahan tawa diantara ringisan sakit yang masih mendera nipplenya.
****
My Precious Baby ~Chapter 11~
Yunho sedang merapikan penampilannya di depan cermin almari sliding door yang memantulkan seluruh bayangan tubuhnya secara keseluruhan. Selalu menampilkan image kharismatik dan berwibawa adalah kebiasaannya dalam berpakaian. Selain itu, tuntutan sebagai seorang pemimpin perusahaan juga lah yang membuatnya harus bisa di jadikan panutan bagi para bawahannya. Dengan mengenakan setelan jas slim fit yang di padukan kemeja putih, lengkap dengan dasi panjang berwarna hitam, tak lupa jam tangan cartier yang selalu melingkar indah di pergelangan tangannya, semakin membuat penampilan seorang Jung Yunho tampak memukau dan mempesona. Tak heran jika banyak yang berdecak kagum dengan ketampanan CEO muda itu. Disampingnya si kecil Jung Changmin tampak tak kalah memukau dari sang appa. Jas dan kemejanya sama persis dengan milik Yunho. Baju yang memang di rancang khusus oleh desainer handal kepercayaan keluarga Jung itu nampak begitu pas dan melekat sempurna di tubuh mungilnya. Changmin sedikit melirik appanya dan kemudian menirukan pergerakan Yunho yang sedang membenahi tatanan rambut undercut style-nya. Potongan yang memiliki bagian tipis disamping kanan dan kiri. Sedangkan bagian atas agak tebal dan bagian belakanganya juga tidak terlalu tebal. Jenis style rambut yang sama seperti milik balita mungil itu. Yunho tersenyum geli ketika melihat Changmin yang tertangkap basah sedang menirukan semua pergerakannya. Kepalanya menggeleng pelan ketika Changmin sudah terlihat bagaikan cerminan dirinya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sungguh seperti kembar identik yang tak ada perbedaan sedikitpun. Bahkan tas kerja yang ia pakai pun Changmin juga mempunyainya dalam bentuk mini, hanya saja milik Changmin dibuat dalam bentuk tas ransel. Sejak berumur dua tahun, Changmin memang cenderung mengikuti semua kebiasaannya. Dan pagi ini sejak terbangun dari tidurnya balita mungil itu sudah merengek membangunkannya yang masih terlelap damai karena kelelahan, untuk segera bersiap berangkat ke kantor. Aigoo. Bahkan matahari saja masih belum berani menampakkan wajah cerianya. Yunho berdecak geli mengingat semangat Changmin yang mengalahkan semangat cahaya dari sang surya. "Appa..?"
"Ne..?" "Minnie tampan anniya?" "Eung,. Ne. Tampan seperti appa." "Andwae." Changmin berucap datar sambil membenahi dasi kupu-kupu yang sedang dikenakannya. Pura-pura tidak memperdulikan sang appa yang mendengus kesal karena ucapan datarnya. Yunho yang melihat tingkah putranya itu pun berdecak kesal. Changmin memang tidak suka jika disamakan dengan sang appa. Apalagi jika sampai dibanding-bandingkan, pasti akan ada saja ulah kenakalan yang di lakukannya. Pernah saat itu Inhwan hyungnya yang kebetulan sedang bermain bersama Changmin, bercerita kalau ia menyukai sifat dan mengagumi wajah tampan sang ahjushi. Inhwan juga mengatakan kalau ia sangat tidak menyukai sifat nakal Changmin. Niat Inhwan yang sebenarnya kala itu adalah agar adik kecilnya yang menggemaskan tidak nakal lagi, mudah diatur dan supaya menjadi aegya penurut. Namun malang, niat baiknya berujung dengan tas barunya yang berbentuk nemo, tokoh ikan dalam serial kartun favoritnya harus kehilangan salah satu siripnya yang robek di beberapa bagian. Dikarenakan Changmin melemparnya ke halaman rumah tepat disamping taepoong, anjing berjenis Siberian Husky milik sang appa. Inhwan bahkan sampai dibuat menangis hingga berjam-jam karenanya. Entah sifat evil itu menurun dari siapa Yunho pun juga tidak mengetahuinya. Kalaupun Changmin kecilnya berkata datar dan pedas itu sudah pasti ilmu dari Jung halmeoni. Sedangkan sifat penolong dan royalnya adalah dari sang umma dan Kim halmeoni, sifat cerdasnya jelas dari dirinya. Kalaupun sifat evil itu dari Jung dan Kim harabeoji jelas tidak mungkin lagi. Yunho mendesah pasrah ketika dengan santainya Changmin mulai menggunakan parfum berjenis Marc Jacobs Eau De Toilette Spray miliknya yang aromanya sangat tidak cocok digunakan untuk anak sekecil itu. Kalaupun di larang hanya akan sia-sia bahkan berakibat buruk karena mungkin saja botol parfum itu akan di lempar Changmin kedalam kolam renang atau lebih parahnya di buang ke dalam closet . Jaejoong yang kebetulan baru saja keluar dari kamar mandi hanya menggeleng pelan melihat tingkah ajaib balitanya. Tubuhnya yang masih menggunakan bathrobe dengan handuk kecil yang membungkus rambut basahnya, tampak bersandar pada kusen pintu kamar mandi sambil bersedekap. Mengamati putra mungilnya yang sudah rapi dan tampan seperti appanya sambil terkikik geli.
Kakinya segera melangkah pelan mendekati Yunho yang berdiri memunggunginya. Tangan rampingnya memeluk pinggang Yunho sembari mengusap punggungnya perlahan, sedikit menenangkan kekesalan sang suami menghadapi tingkah nakal putra mereka. Bibir plum Jaejoong segera mengecup pipi Yunho yang menatapnya dengan pandangan memelas. Menyadari kehadiran sang umma, balita mungil itu mulai menjerit senang. Kaki kecilnya berlari menghampiri Jaejoong kemudian memeluk erat kaki jenjang sang umma. Kepalanya mendongak keatas menatap ummanya sambil mempout lucu. Kebiasaannya sebelum merengek menginginkan sesuatu. "Umma, cucu..." "Andwae. Minnie harus belajar minum susu formula mulai sekarang. Tidak boleh minum asi umma lagi, arraci?" Yunho berkacak pinggang sembari menggelengkan kepalanya memperingati Changmin. Changmin yang melihatnya mulai mencebik sedih sambil menatap umma dan appanya secara bergantian. Asi ummanya jauh lebih baik untuk masa pertumbuhannya, sedangkan susu formula hanya akan membuatnya kenyang kemudian secara perlahan akan mengalihkan kegemarannya pada asi sang umma yeoppo, begitu kata Jung halmeoni kepadanya. Dan kalimat itu selalu Changmin ingat ketika sang appa mulai memaksanya untuk meminum susu formula. Melihat Changmin yang hampir menangis membuat Jaejoong segera mengangkat tubuh mungil itu dalam dekapannya. Sifat Jaejoong yang memang tidak pernah tega melihat pangeran kecilnya menitikkan airmata segera memenuhi keinginan sang buah hati. Dengan mendudukkan tubuhnya di kursi rias yang ada didekatnya, Jaejoong mencoba membuka tali simpul bathrobe-nya. Melihat itu Changmin jadi berbinar senang, kedua tangan mungilnya menghentak-hentak semangat. Yunho yang melihatnya hanya menghela nafas, sedetik kemudian bibirnya nampak menyeringai, ide jahil mulai memenuhi benaknya. "Baiklah. Karena Minnie sedang sibuk, appa akan pergi ke kantor sendiri." Dengan langkah lebarnya Yunho segera mengecup kening Jaejoong, kakinya dengan sedikit tergesa melangkah menuju pintu kamar dengan menghitung mundur dalam hati. Ia yakin idenya kali ini akan berhasil memisahkan Changmin sedikit demi sedikit dari dada Jaejoong. "Appaaaa... Andwaeee.. Appaaa.. Hikz umma cucu juceyo.. Appa andwaeeee.." Changmin bergerak-gerak panik diatas pangkuan Jaejoong sembari berteriak histeris. Hari ini ia sungguh ingin menghabiskan waktu bersama sang appa, dua hari tidak
bertemu sang appa karena perjalanan bisnisnya ke Jepang membuat Changmin sebenarnya sangat merindukan Yunho. "Yunnie!, Aishh." Jaejoong memekik kesal memanggil Yunho yang sudah berlalu meninggalkan mereka. Tangannya yang sedikit kesusahan membuka simpul tali bathrobe yang tidak sengaja ia duduki semakin kesulitan karena tubuh Changmin yang bergerakgerak liar. Kalau ia tidak memegangi tubuh Changmin dengan erat, tubuh mungil itu bisa terjatuh ke lantai. Changmin dengan cepat segera turun dari pangkuan Jaejoong, tangan mungilnya tak lupa membawa tas kerjanya yang menyerupai milik Yunho. Kakinya segera berlari mengejar sang appa yang sudah berjalan menjauhi kamar melewati lorong panjang menuju tangga untuk turun ke lantai dasar. Yunho mulai memelankan langkahnya ketika mendengar derap kaki Changmin yang berlari mengejarnya. Bibirnya tersenyum simpul karena berhasil mengalihkan perhatian putra kecilnya. Lelaki tampan itu segera menghentikan langkahnya kemudian berbalik sembari merendahkan tubuh menyambut balita mungilnya yang berlari kearahnya di iringi teriakan histeris. "Appaaaa..andwaeeee.. Minnie ikut appaaaa..Changkkamanyo..abeoji jamci gidaliceyooo." Changmin yang memang belum fasih melafalkan beberapa huruf membuat suara teriakannya terdengar begitu lucu dan menggemaskan. Jaejoong yang berlari mengikutinya pun dibuat terpingkal hingga wajahnya memerah. Yunho segera mendekap tubuh mungil Changmin yang berlari kedalam pelukannya. Lengan mungilnya melingkar ke leher sang appa. Dagunya pun menumpu diatas pundak kokoh appanya. Menghirup aroma maskulin Yunho yang selama dua hari ini selalu dirindukan balita mungil itu. "Ahh.. Minnie siap bekerja bersama appa?" Yunho mengecup pelipis Changmin yang menguarkan aroma bedak bayi. "Ciap cajangnim." Changmin meletakkan tangan kanannya didepan pelipis, melakukan penghormatan didepan wajah sang appa. Membuat Yunho tertawa karena tingkah lucu putra mungilnya itu, dan kemudian mencium gemas kedua pipinya yang chubby. **** "Kajja Minnie kita sudah sampai. Kemari sayang,, good boy. Genggam tangan appa arra?"
"Ungg.. Nde." Changmin segera menggenggam jemari appanya dengan erat. Kepalanya mengangguk mengerti sembari mengikuti langkah pelan sang appa yang membawanya menuju gedung perusahaan mewah yang menjulang tinggi di hadapannya. "Jja, katakan annyeong.." "Annyeong.. Annyeong.. Annyeong chingu-deul." Changmin menyapa para staff perusahaan yang berada disamping kanan dan kirinya. Kepalanya sedikit menunduk setiap kali mengucapkan salam. Yunho tertawa geli mendengar panggilan yang diberikan Changmin untuk para staff. Mereka bahkan jauh lebih tua, tapi Changmin memanggilnya dengan sebutan 'teman'. Aigoo. "Minnie..itu tidak sopan sayang. Jja ucapkan salam yang benar." "Allaceo... annyeong ahjuchi, annyeong ahjumma, Jung Changmin imnida, bangapceumnida." Changmin memperkenalkan dirinya sebelum kemudian membungkuk sopan kearah para staff, membuat para staff ikut membungkuk pelan ke arahnya dan sang appa. Selain imut dan menggemaskan billionaire junior itu juga sangat sopan. Begitulah bisikan sebagian para staff perusahaan yang tampak terpukau melihat tingkah laku Changmin. Tumbuh dan diasuh dalam keluarga yang menjunjung tinggi kesopanan dan keramahan membuat Changmin terbiasa berperilaku ramah tanpa memandang status sosial seperti yang di ajarkan bumonimnya. Setelah mengucapkan salamnya, balita mungil itu tampak berjalan dengan tenang tanpa memperdulikan bisikan kagum dan pekikan gemas yang dilayangkan para staff. Yunho dengan sigap segera menggendong tubuh mungil Changmin yang langsung mendekap erat lehernya ketika mereka akan memasuki lift khusus direksi yang akan membawa keduanya menuju lantai teratas dimana ruangan Yunho berada. Setelah sampai di ruangannya, Yunho segera menurunkan tubuh Changmin diatas sofa three seaters yang terletak di seberang meja kerjanya. Sedangkan ia sendiri segera menempati kursi kerjanya untuk segera berkutat dengan beberapa laporan perusahaan yang harus di periksanya. Melihat Changmin yang tampak tenang dengan menelungkupkan tubuhnya diatas sofa sembari menonton serial kartun yang ada di ipad miliknya membuat Yunho tersenyum lega. Ini memang kali pertama Changmin ikut ke kantornya, sebelumnya ia akan selalu bersembunyi dan mengendap-ngendap agar sang aegya tidak sampai mengetahui keberangkatannya. Jaejoong pun ikut andil dalam mengalihkan perhatian Changmin jika balita itu mulai menyadari keberadaannya. Kalau tidak seperti itu Changmin akan menjerit histeris dan menangis keras karena appanya pergi tanpa mengajaknya.
Sempat terbersit dalam benak Yunho jika ia mengajak putra kecilnya ke kantor pasti akan ada masalah baru yang timbul. Mengingat sifat evil dan hyperaktif Changmin yang sedikit berlebihan pasti akan sangat merepotkan dan tentunya akan membuat ia kewalahan menghadapi Changmin sendirian. Belum lagi jika balita itu sudah mengingat sang umma -lebih tepatnya dada sang umma- akan semakin tak terkendali tingkahnya. Ketukan dipintu membuat Changmin segera mendongakkan wajahnya. Bibir dan matanya serempak membulat ketika melihat seseorang yang memasuki ruangan appanya. Seseorang yang bagi Changmin cukup menawan karena wajahnya yang putih dengan sedikit rona merah dihiasi senyum manis yang menampilkan gigi putihnya yang rapi. Tak berlangsung lama, karena Changmin kembali fokus dengan serial kartun kesukaa nnya. "Rapat dengan para pimpinan direksi sudah siap sajangnim." "Ohh arraseo, siapkan proposal yang akan di presentasikan. Kita keruangan meeting lima menit lagi." "Ne sajangnim." Yunho menunggu hingga sekretarisnya keluar sebelum kemudian menatap Changmin yang terlihat masih asik dengan dunianya. Rapat akan di mulai, dan ia tidak mungkin membawa putra kecilnya ikut serta di dalam ruang meeting, karena itu jelas menyalahi prosedur kerja. Sepertinya ia memang harus meninggalkan Changmin di ruangannya sendirian, hanya dengan menonton serial kartun itu mungkin akan sedikit mengalihkan perhatian Changmin sampai meeting usai nanti. "Minnie dengarkan appa." Tidak ada sahutan. Changmin masih fokus dengan serial kartun didepannya. "Changminnie..? Appa memanggilmu sayang." Dan kali ini hanya dijawab Changmin dengan dengungan pelan. Membuat Yunho berdecak kesal karena diacuhkan putra kecilnya. Dengan langkah lebar ia segera menghampiri Changmin, mengangkat tubuh balita mungilnya untuk duduk tegak menghadapnya. "Appa andwae.. Minnie mau lihat itu.. Appa jebbal..hikz." Changmin mulai memberontak melepaskan tangan kokoh sang appa yang memegang lengannya cukup kuat. Tidak sakit, tetapi cukup membatasi pergerakannya. Merasa hanya sia-sia karena tubuh mungilnya tak cukup kuat membebaskan diri, ditambah rasa kesal karena kesenagannya terganggu, Changmin mulai merengek, bibirnya mencebik hampir menangis.
"Minnie...dengarkan appa kalau appa sedang bicara." "Andwae." "Changmin-ah tatap appa." Yunho sedikit menekankan perkataannya. Yang mana hal itu membuat Changmin terperanjat kaget. "Hikz ..umma.. umma eodiga? Appa jahat, minnie mau lihat itu..hikz..huwaaa" Changmin mulai menangis keras hingga wajahnya memerah, tangan mungilnya masih berusaha melepas tangan kokoh sang appa yang memegang bahu dan lengannya. Merasa sia-sia tubuhnya mulai melengkung ke belakang, kakinya menghentak-hentak liar. Air mata pun tampak mengalir deras menuruni pipi chubbynya. "Arraseo, kau menangis maka appa akan mematikannya." Yunho segera mematikan ipad itu hingga hanya menampilkan layar hitamnya yang tampak kosong tanpa gambar, kemudian meletakkannya ke atas meja. Tubuhnya segera berjongkok didepan Changmin yang mulai meredakan tangis kerasnya, hingga hanya isakan kecil yang keluar dari bibirnya. Yunho segera menangkupkan tangannya dikedua pipi chubby Changmin, menghapus jejak air mata yang membasahi wajah menggemaskan balita itu. Ujung hidung dan wajahnya pun tampak memerah. Dalam hati, lelaki tampan itu meringis bersalah. Kalau Jaejoong tahu, lelaki cantik itu pasti akan mengomelinya. Menurut Yunho, ada saat dimana ia akan selalu menuruti dan memanjakan putranya dan ada saat dimana ia harus tegas terhadapnya. Tidak mengekang dan membiarkan Changmin bebas menentukan kemauannya itu memang tujuannya. Tapi ada saat dimana ia harus mengajarkan Changmin sikap tegas agar kelak tidak membuat putranya lemah dan selalu tergantung pada orangtuanya. "Uljima,.sekarang perhatikan apa yang appa katakan padamu. Satu jam kedepan appa akan meninggalkanmu diruangan ini sendiri. Minnie lihat pintu keluar itu? Jangan keluar sebelum appa datang. Kalau Minnie ingin ke kamar mandi, pintunya ada disana. Kau mengerti sayang?" "Ungg.. Nde appa." Changmin mengangguk menjawab pertanyaan appanya. Pikirannya mulai mencermati setiap perintah sang appa. "Good boy, poppo appa." Yunho tersenyum senang mendengar jawaban Changmin. Dan senyumnya semakin lebar ketika balita mungil itu mulai mengecup bibirnya sekilas. Bukan tanpa alasan Yunho berani meninggalkan Changmin sendirian karena itu cukup berbahaya tanpa ada pengawasan orang dewasa. Namun putra kecilnya itu cukup pintar
untuk memahami apa yang di perintahkannya. Dan ia yakin, Changmin tidak akan meninggalkan ruangan ini sesuai peringatannya tadi. "Mau memaafkan appa aniya? Yunho segera menggendong tubuh mungil putranya setelah melihat anggukan kecil Changmin. Dengan gemas ia mulai mengecupi pipi tembam balita itu, memutar-mutar tubuh mungilnya dan mendekapnya lagi. Membuat sang aegya tertawa geli ketika ia mulai mencium gemas lehernya yang menguarkan aroma bedak bayi. **** Changmin mulai bosan dengan serial kartun yang di lihatnya ketika tayangan itu kembali memutar dari awal lagi. Bibirnya mulai mendesah kecil ketika ia tidak tahu apa yang harus di lakukannya. Kedua tangan mungil Changmin mulai menopang dagunya, kaki kecilnya yang tidak menapak lantai tampak mengayun-ayun. Mata bulatnya segera memutari sekitar ruangan. Mencari sesuatu yang mungkin bisa dijadikan mainan. Dengan ceria kaki kecil itu berlari mendekati meja kerja Yunho. Dengan sedikit kesusahan kakinya segera menaiki kursi kerja Yunho. "Uwahh... Kulci appa bica belputal." Changmin mulai menggerakkan kursi itu, maju mundur hingga berputar. Ia mulai bertepuk tangan riang ketika merasa jika kursi milik sang appa jauh lebih menarik daripada kursi gajah miliknya yang hanya bisa bergerak maju dan mundur. "Ehh.. ige mwoya?" Changmin menatap lembaran kertas yang ada di meja sang appa. Memang tidak ada yang menarik, hanya berupa tulisan kecil yang tidak di mengerti Changmin. "Aaa.. Mungkin ini keltac belgambal milik appa, cama cepelti milik Inhwan hyung. Tapi kenapa tidak ada gambal gajahnya?" Changmin mulai membolak-balikkan kertas ditangannya. Mencari-cari jika ada gambar berbentuk gajah di lembaran itu. Namun nihil, tidak ada satupun gambar dari salah satu binatang favorit ummanya. Karena itulah Changmin berinisiatif membuat kertas yang tampak membosankan itu menjadi kertas bergambar seperti buku bergambar miliknya di rumah. Menghiasnya dengan bulatan-bulatan kecil dan besar. Bibir mungilnya pun ikut bersenandung kecil menyanyikan lagu kesukaannya. "Appa gom, Eomma gom, Aegi gom.. Appa Gom eun ttungttunghae.. Eomma Gom eun nalccinhae... Aegi Gom eun neomu gwiyeowo." Kedua tangan mungilnya mulai bertepuk
tangan riang ketika seluruh lembaran di meja kerja appanya telah dihiasi dengan gambar bulatan-bulatan abstrak. "Ommo..buku appa banyak. Igo.. Igo.. Igo..hana..dul..cet..net..da-ceot..yeo-ceot.. il-gop.. yeo-deol.. a-hop.. yeol. Yeayyy." Changmin segera turun dari kursinya. Melihat buku yang berjajar rapi disudut ruangan yang diletakkan didalam rak buku hingga seperti perpustakaan dirumahnya membuat Jung kecil itu berbinar. Tangan mungilnya mencoba meraih salah satu buku yang tingginya jauh diatasnya hingga membuat kedua kakinya berjinjit. Namun apa daya, tangan kecilnya tak mampu menjangkaunya. Changmin segera melihat kesekitarnya. Mencari sesuatu yang mungkin bisa digunakan untuk menjangkau buku itu. Dan pandangannya segera tertuju pada kursi hitam milik sang appa. Kaki kecilnya dengan semangat segera mendorong kursi itu dan menempatkannya didepan rak buku. "Uhh..cucah. Minnie fighting. Yeahhh.. Dapat catu." Changmin melompat-lompat senang diatas kursinya. Namun kesenangannya segera tergantikan dengan pandangan terkejut. Buku itu... "Oo.. Ommo." Mata Changmin membulat horror ketika melihat buku yang tadinya berjajar rapi mulai bergerak pelan dan akan terjatuh. Dengan cepat Changmin segera mendudukkan tubuhnya, telapak tangannya refleks menutup bibirnya yang ikut membulat. Kakinya yang menjulur ke depan mencoba menumpu pada rak buku dan mendorongnya pelan. Membuat kursi milik sang appa mundur kebelakang agar buku itu tidak jatuh mengenainya. Suara debuman keras terdengar jelas ketika Yunho membuka pintu ruangannya. Mata sipitnya membulat horror melihat ruangannya yang satu jam lalu di tinggalkannya dalam keadaan rapi kini sudah tak berbentuk lagi. Lembaran kertas berhamburan dilantai, bolpoin dan spidol tampak berserakan diatas meja kerjanya. Tak hanya itu, sofa hitamnya pun tak kalah buruk oleh coretan abstrak menggunakan spidol warna. "Ige mwoya?" Rasanya kepala Yunho sudah ingin meledak saat itu juga. Melihat kondisi ruangannya yang hancur bagaikan gudang bekas yang tak terpakai membuat kekesalannya memuncak hingga ke ubun-ubun. "Appa gom.." Changmin memekik riang melihat sang appa sudah kembali. Balita mungil itu nampak tersenyum tanpa rasa bersalah sedikitpun. Meskipun Yunho berwajah keruh dan sedikit melotot kearahnya hal itu tak juga membuatnya gentar. Cho Kyuhyun, sang sekretaris yang mengekor dibelakang Yunho ikut tertegun melihat kekacauan ruangan pimpinannya. Ohh Gosh, demi apapun yang ada di dunia ini, ia tahu
lembaran kertas putih yang berserakan di lantai itu. Salah satunya yang dipungut Yunho dan berhasil membuat CEO-nya itu tergagap tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Beberapa lembar dokumen penting yang kemarin baru saja ditanda tangani oleh beberapa staff direksi kini tampak seperti lembaran kertas yang tidak memiliki nilai guna. Dan hasil kesepakatan kemarin yang telah di buatnya hampir semalaman suntuk hingga membuatnya harus lembur kini dalam sekejap telah berubah menjadi sampah yang tidak berguna. Kyuhyun merasa bagai tertimpa beton yang membuat tubuhnya ingin runtuh saat ini juga. Aigoo. "Kyuhyun-shi, mianhae sebelumnya. Tapi mungkin kali ini kau harus lembur lagi karena ulah putra ku." "Ahh, ne sajangnim. Gwenchansseumnida, ini memang sudah tugas saya. Saya akan membereskan ruangan anda terlebih dulu." Kyuhyun tersenyum dengan sedikit terpaksa. Bagaimana mungkin ia bisa tersenyum lebar ketika hatinya sedang kacau karena ulah putra kecil atasannya itu? Yang ada ia ingin memakan bulat-bulat bocah mungil itu. "Arraseo. Minnie kajja. Kita pulang sekarang." Yunho berjalan melewati buku-buku manajemen perusahaan dan beberapa arsip yang berserakan disekitar kursi yang di duduki Changmin. Buku yang semula berjajar rapi di rak buku itu kini berantakan tidak pada tempatnya lagi. Dengan sigap lengan kokohnya segera menggendong tubuh mungil Changmin dalam dekapannya. Membawa sang aegya pulang adalah solusi terbaik untuk saat ini. Meski jam dinding baru menunjukkan pukul 10 pagi, terhitung belum ada setengah hari ia bekerja. Sepertinya ia memang harus pulang awal hari ini karena tingkah ajaib putranya. "Appa changkkamanyo.." "Wae?" Changmin meronta dalam dekapan sang appa. Setelah diturunkan Yunho, kaki mungilnya segera berlari kecil menghampiri Kyuhyun. Membuat lelaki manis berambut ikal itu mengernyitkan keningnya bingung. Changmin tersenyum manis kemudian memeluk kaki jenjang Kyuhyun. Membuat Kyuhyun segera merendahkan tubuhnya agar sejajar dengan tinggi balita itu. "Neomu kyeopta.." Kyuhyun tersenyum gemas melihat tingkah Changmin yang tampak malu-malu ketika memeluknya. Jemarinya mengusap pelan pipi halus Changmin yang nampak chubby. Rasa kesal yang tadi melandanya karena ulah balita itu kini memudar dalam sekejap ketika melihat wajah imut dan menggemaskan milik Changmin yang tersenyum polos kearahnya.
"Hyung yeoppo, gamcahamnida.." Changmin mengucapkannya sembari membungkuk sopan kearah Kyuhyun. Yunho yang melihat tingkah manis putra kecilnya tersenyum senang bercampur rasa haru. Dan tak jauh berbeda dengan yang di alami Kyuhyun. Lelaki manis itu ikut tersenyum takjub oleh tingkah Changmin. Kedua pipinya memerah merona karena mendapat perlakuan sopan Changmin ditambah pelukan dan kecupan singkat dipipinya. Astaga, sekecil ini saja sudah mampu membuatnya merona malu dengan sikap manisnya. Apalagi saat besar nanti, ia yakin pesona Changmin akan meluluhkan hati banyak orang. **** "Umma...mammam juceyoooo.." Changmin mulai menghentak-hentakkan tangan mungilnya di atas meja makan. Bibirnya berteriak nyaring memanggil sang umma yang masih menemui sang appa diruang kerjanya. Beberapa maid tampak berlalu lalang menyiapkan makan malam, mereka jadi tersenyum gemas melihat tingkah antusias tuan mudanya terhadap makanan. Changmin yang melihatnya mencoba meraih salah satu makanan yang ada di atas meja. Naas, tangan mungilnya tak cukup sampai menjangkau makanan yang memang diletakkan di tengah meja makan. Kursi yang di dudukinya pun menghalangi tubuhnya yang ingin bergerak lebih jauh karena terhalang oleh pembatas pengaman kursi yang memang dibuat khusus untuk balita agar tidak membuatnya terjatuh. Jaejoong yang melihat pergerakan tak terkendali itu pun segera berlari kecil kearah putra mungilnya. Kedua tangannya segera memegang kedua bahu kecil Changmin yang mencoba menggapai makanan dengan menumpukan sebagian tubuhnya ke atas pembatas pengaman kursinya . Dan karena pergerakan itu lah kursi yang di duduki Changmin jadi bergerak-gerak tidak seimbang, terlambat sedikit saja mungkin tubuh balita itu akan terjatuh ke atas lantai marmer yang keras. "Aigoo, kau bisa jatuh sayang." "Ummaaa.., minnie mau cpidel melah itu." "Arraseo, umma akan memberikannya untuk minnie, tapi tunggu appa dulu arraci?" "Umm... Cpidel melah nyamm..nyamm." Changmin menatap penuh minat makanan berwarna merah yang seakan menantangnya untuk segera dilahap. Semakin menggugah seleranya yang sudah berada di ubun-ubun. Dengan tingkah lucunya Changmin mulai menepuk-nepuk pelan perutnya. "Ahaahaa.., Minnie, ini bukan spider sayang. It is crab."
"It ich clab.. Light?" Changmin memandang sang umma dengan mata bulatnya yang memancarkan rasa keingintahuan. "Yes that's right baby." Jaejoong tersenyum menatap Changmin yang masih mengangguk-anggukan kepalanya, bibir mungil balita itu masih mengulang perkataan yang tadi di ucapkannya. "Uwahh, minnie bisa bahasa inggris eum? Siapa yang mengajari mu sayang?" Yunho yang baru saja datang segera mengambil posisi di bagian ujung meja, tempat di mana sang pemimpin keluarga berada. Sedangkan di samping kirinya adalah tempat duduk Jaejoong, posisi yang berhadapan langsung dengan Changmin. "Yoochun camchon.." "Ohh jinjja? Bagaimana dengan Junsu imo?" "Anniya. Juncu imo macih haluc belajal cepelti minnie." "Ahaahaa.. Kau tidak boleh bilang seperti itu sayang, Junsu imo bisa marah jika mendengarnya." Yunho tertawa lantang mendengar gerutuan Changmin yang sangat lucu. Bibirnya yang mungil tampak mengerucut imut. Membuat Yunho tidak bisa menahan rasa gemas untuk mencium aegya tersayangnya. Yunho jadi tak habis fikir, di balik wajah menggemaskan putranya itu sebenarnya tersimpan kenakalan yang tak bisa di jabarkan. Tadi saja belum ada setengah hari Changmin sudah berulah, terpaksa ia membawa pulang Changmin dan memilih melanjutkan pekerjaan kantornya di rumah. "Aigoo, malaikat kecil ku yang evil." "Ahh arraseo, umma akan mengatakan itu pada Junsu imo." "Aahh andwae." "Wae?" Jaejoong dan Yunho bertanya serempak. Keduanya fokus menatap Changmin yang tampak menundukkan kepalanya. Kedua tangan mungilnya sibuk mengetukngetukkan jari telunjuknya. Hal yang sering ia lakukan ketika di tatap sedemikian rupa. "Umm, nanti kalau Juncu imo malah, Inhwanie hyung tidak boleh main kecini anniya?" Yunho dan Jaejoong yang mendengar perkataan polos Changmin jadi tergelak karenanya . Memang sejak masih bayi, Changmin cenderung sangat dekat dengan Inhwan. Sampai sekarang pun kerap kali Changmin menghubungi Inhwan jika hyung tersayangnya itu tak kunjung datang menemuinya. Jikalau Inhwan mulai sibuk dengan tugas sekolahnya, Changmin lah yang akan merengek untuk segera menemui sang Hyung. Tidak peduli kalaupun saat itu sudah malam sekalipun.
Meski sering kali dibuat menangis karena ulah jahil Changmin, tetapi tak sedikitpun membuat bocah manis itu membalas perbuatan dongsaengnya. Dengan sifat penyayangnya Inhwan akan memaafkan perbuatan Changmin kemudian memeluk dan mencium keningnya. Suatu hal manis yang selalu membuat Jaejoong maupun Junsu terharu karenanya. Mereka sudah seperti saudara kandung yang saling menyayangi dan melindungi. **** Kebiasaan Changmin ketika makan malam usai adalah menonton televisi bersama sang umma. Dan tentunya yang tak boleh terlewatkan adalah harus di temani biskuit kesukaannya. Mata dan bibirnya akan menjadi partner yang kompak pada saat itu, karena kedua indera itu akan fokus melakukan kegiatan masing-masing. Changmin segera membalikkan tubuhnya kebelakang, bermaksud memberi tahu sang umma tentang tayangan yang sedang di putar oleh salah satu stasiun televisi itu. Namun saat berbalik yang di lihatnya adalah sang appa yang membelakanginya. Kepalanya sedikit miring menghadap umma tercintanya. Entah apa yang dilakukan sang appa, Changmin pun juga tidak mengetahuinya. Ia tidak dapat melihat dengan jelas wajah sang umma karena terhalang oleh appanya. Changmin mengerutkan keningnya, sebelum kemudian menjerit histeris di iringi tangisan keras. Biskuit yang tadi di pegangnya kini jadi remahan yang mengotori ambal bulu. Kaki kecilnya pun menendang-nendang udara melampiaskan rasa kesal dan marahnya. "Appa andwaeeee... Huwaaa umma minnie.. Appa andwaeeeee..huwaa appa hajimaaaa." Mendengar tangisan putra kecilnya Yunho dan Jaejoong segera melepaskan diri. Keduanya tersenyum geli ketika mengetahui apa penyebab aegya mungil mereka meraung keras seperti itu. Khh, Changminnie nappeun. "Huwaaaa... Umma minnie..appa nappeun..huwaaa." Changmin semakin menangis keras ketika sang umma hanya tersenyum melihat tingkahnya. Tubuh mungilnya pun berguling-guling di atas ambal bulu. Sedangkan kedua kakinya menendang-nendang udara tak tentu arah. Tak cukup dengan itu saja, kedua tangannya mencengkeram dan membuang apapun yang ada di sekitarnya. "Minnie... Ussstt, sini peluk umma sayang." Jaejoong segera merentangkan tangan menyambut Changmin yang mulai berlari kecil kearahnya. Dengan penuh sayang Jaejoong mulai mengusap punggung mungil Changmin yang masih terisak kecil dalam dekapannya. "Kenapa minnie menangis eum?" "Umma punya minnie..hikz..appa nappeun."
"Geurae, umma hanya milik minnie. Shhhtt..Uljima ne." "Anniya! umma milik appa." Yunho dengan sengaja mengecup pipi Jaejoong. Mata musangnya mengerling menggoda ke arah Changmin yang kembali menangis histeris. Kaki mungil putranya yang masih menapak lantai menghentak-hentak tidak terima dengan perlakuannya terhadap Jaejoong tadi. "Sshhtt uljima, appa hanya bercanda sayang. Usssttt, jja sudah saatnya minnie tidur, kita tinggalkan appa disini sendirian arraseo?" "Hikz..hikz.. ne, appa bial di makan hantu...hikz." "Appa akan menculik umma saat minnie sudah tertidur. Dan minnie yang akan di culik hantu." Yunho mencibir Changmin yang mulai melayangkan tatapan tajamnya. Bibir mungilnya yang masih terisak bahkan sudah menjulurkan lidah untuk mengejek sang appa. "Yunnie ! Aishh, jangan mulai menggodanya lagi." Jaejoong memutar bola matanya jengah. Appa dan aegya sama-sama jahil. Suka sekali menggoda satu sama lain demi memperebutkan sesuatu. Astaga. Ia bisa cepat tua dan keriput kalau menghadapi perdebatan konyol seperti ini setiap hari. "Minnie, ucapkan selamat malam kepada appa dan berikan appa kissbye dengan aegyo termanis." "Andwae." "Kalau begitu tidak akan ada susu untuk minnie." "Celamat malam appa, mmuuaah..bye..bye." Mendengar perintah sang umma yang tidak pernah main-main, Changmin pun mulai melambaikan tangannya kearah sang appa. Diikuti ciuman selamat tinggal dengan kedua mata yang mengedip imut serta bibir yang tersenyum manis. Melakukan aegyo andalannya yang paling menggemaskan dan selalu sukses membuat orang yang melihatnya memekik histeris karena gemas. "Ahaahaa.. Selamat malam minnie, malaikat kecil appa." Yunho membalasnya dengan mengecup seluruh permukaan wajah imut Changmin penuh kasih. Bayi kecilnya yang dulu tampak begitu rapuh kini telah tumbuh menjadi sosok balita menggemaskan yang selalu membuatnya merindukan tingkah lucunya ketika ia sedang bepergian jauh. **** "Umma, changkaman.. Minnie mau poppo unicoln dulu cebelum tidul." Jaejoong yang baru saja keluar dari kamar mandi untuk membiasakan Changmin menggosok gigi sebelum tidur, hanya menggeleng pelan sambil mengamati sang balita
yang mulai berlari ke sudut kamar dekat jendela demi menghampiri patung unicorn bersayap itu kemudian menciumnya. Memang hal itu sudah m enjadi kebiasaan Changmin ketika akan tidur. Patung itu adalah pemberian halmeoni dan harabeoji Kim yang juga merupakan salah satu benda kesukaan Changmin. Setelah mencium unicornnya, Changmin bergegas menggenggam tangan Jaejoong dan membawanya menuju Magnetic Floating Bed . Tempat tidur ajaib yang mampu mengapung di udara. Perancangnya dari Belanda memasukkan magnet besar ke dalam ranjang yang membuatnya bisa mengambang. Tak hanya itu, tempat tidur ini di lengkapi dengan kabel penyangga kuat yang bisa mengikat ranjang ke dinding. Dibawahnya tersedia spring bed lantai untuk mengantisipasi jika Changmin terjatuh. "Umma cucu juceyooo." Changmin mulai menguap pelan ketika tubuh mungilnya sudah berbaring nyaman di atas ranjang. Kedua tangannya merentang menyambut sang umma yang mulai merebahkan tubuh di sampingnya. "Minnie mau air, apa susu?" "Cucu." "Susu, apa air?." "Ail cucu." Changmin yang mulai kesal karena merasa di permainkan mulai menarik kancing piyama Jaejoong dengan cukup kasar. Alhasil dua kancing piyama sang umma jadi ikut terlepas karena tarikannya yang cukup kuat. "Aishh. Kau merusak piyama kesayangan umma. Aigoo, bagaimana bisa tangan mungil ini memiliki tenaga yang cukup kuat? Tckk, appa dan aegya sama-sama mengerikannya jika menginginkan sesuatu." Jaejoong berdecak kesal. Tangannya dengan cekatan segera mengeluarkan dada sebelah kiri untuk menyusui Changmin sebelum balita itu kembali berulah dengan merobek piyamanya misalnya. Sedangkan Changmin yang mendengarnya hanya tertawa geli sembari mulai menghisap benda kesukaannya. Tangan kanannya yang bebas mulai menggerayangi nipple kanan sang umma yang masih tersembunyi di balik piyama tidurnya. Memelintirnya pelan sampai ia tertidur dengan sendirinya. Jaejoong jadi heran sendiri, di usia Changmin yang ke 3 tahun produksi asinya masih cukup banyak meski tidak berlebihan seperti dua tahun lalu. Bahkan dulu ia sampai harus memompanya agar tidak sampai tumpah. Dan kebiasaan Changmin yang hanya ingin menyusu di dada sebelah kiri saja membuat dada sebelah kanannya membengkak dan jadi besar sebelah.
Kebiasaan itu pun terbawa hingga sekarang, setiap ia memberi Changmin nipple sebelah kanannya balita itu pasti akan memberontak tidak mau. Alasannya pun cukup membuatnya sweatdrop. Dari pengakuan polos Changmin, asi sebelah kanannya terasa pahit dan sedikit hambar. Sedangkan asi sebelah kiri jauh lebih terasa manis. Entah benar atau tidak tapi karena itulah Changmin tidak terlalu sering meminum asi dari dada sebelah kanannya, balita itu cenderung meminum asi di bagian kiri. Setelah hampir setengah jam akhirnya Changmin mulai terlelap. Jaejoong sudah tidak merasakan adanya hisapan kecil di nipplenya. Itu artinya Changmin sudah benar-benar terlelap. Dengan menumpukan tubuh pada siku kirinya, Jaejoong mencoba menarik perlahan nipplenya dengan mengapit separuh dadanya menggunakan jari telunjuk dan jari manisnya. Hal itu agar tak membuat nipplenya lecet karena gesekan kasar dengan gigi atas Changmin. "Mimpi indah sayang, my precious baby." Jaejoong mengecup kening dan pipi chubby Changmin. Menatap wajah lelapnya sejenak kemudian meletakkan guling di sampingnya. Dengan perlahan kakinya segera melangkah ke arah pintu kamar Changmin yang menghubungkan langsung dengan kamarnya. Jaejoong menutup pintu sepelan mungkin. Bibirnya lalu tersenyum geli ketika melihat Yunho yang masih belum menyadari kehadirannya. Suaminya itu tampak bersandar nyaman pada headboard dengan menatap penuh perhatian buku cerita yang ada di tangannya, kaca mata baca yang di kenakannya pun masih tak mampu menutupi pesona ketampanannya. Aigoo. Pipi Jaejoong jadi bersemu merah saat menyadari jika setiap waktu ia semakin jatuh cinta dengan suami tampannya. Tak ingin menunggu lama lagi Jaejoong segera berlari kecil menuju ranjang mereka. Derap langkah kakinya yang terdengar berisik tak luput dari perhatian Yunho yang mulai meletakkan buku dan kaca mata bacanya di atas meja nakas. Bibir hatinya tersenyum melihat piyama sang istri yang sama persis seperti miliknya tampak terbuka menampilkan belahan dada sintalnya yang cukup menggoda. "Sengaja atau memang kau lupa mengancingkannya kembali sayang?" Yunho menyambut kecupan lembut Jaejoong di permukaan bibirnya sebelum tangannya memainkan piyama Jaejoong yang terbuka. Bibirnya menyeringai nakal ketika kecupan Jaejoong berubah menjadi ciuman lembut. "Mmhh.. Minnie tadi yang merusak kancingnya..ummhh..hemmpphhh." Jaejoong menjawabnya di sela-sela ciuman mereka. Posisinya yang berada di pangkuan Yunho membuat tubuhnya serasa di sengat ribuan listrik yang membuat tubuhnya bergetar nikmat ketika pusat gairah mereka bersentuhan secara intim.