Ahmad Daudi, Kuliah Ilmu Kalam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1997), 99.
http://ragab304.wordpress.com/2009/02/05/mutazilah-asal-usul-dan-ide-ide-pokok/
Ahmad Daudiya, Kuliah Ilmu Kalam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 197), 100.
Nasution, Harun, Teologi Islam, (Universitas Indonesia Press, Jakarta: 2008), 45
Nasution, Harun, Teologi Islam, (Universitas Indonesia Press, Jakarta: 2008), 59.
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Harun Nasution bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Persoalan ini berdampak pada kemunculan Mu'tazilah yang tidak sepakat dengan pendapat kaum Khawarij yang mengatakan orang yang berdosa besar adalah kafir, yang tegasnya murtad dan wajib dibunuh, dan juga tidak sependapat dengan kaum Murji'ah yang mengatakan bahwa orang yang telah berbuat dosa besar masih tetap mukmin, bukanlah kafir. Golongan Mu'tazilah berpendapat bahwa orang yang telah berbuat dosa besar bukanlah mukmin dan juga bukanlah kafir, tetapi menempati posisi antara keduanya, yang dikenal dengan istilah al- Manzilah baina al-Manzilatain.
Persoalan lain yang menjadi bahan di antara aliran-aliran kalam adalah masalah sifat-sifat Tuhan. Tarik menarik di antara aliran kalam dalam menyelesaikan persoalan ini, tampaknya dipicu oleh klaim yang dibangun atas dasar kerangka berpikir masing-masing dan klaim menauhidkan Allah. Tiap-tiap aliran mengaku bahwa fahamnya dapat menyucikan dan memelihara keesaan Allah. Perdebatan antara aliran kalam tentang sifat Allah tidak berbatas pada persoalan apakah Allah memiliki sifat atau tidak, tetapi juga pada persoalan-persoalan cabang sifat-sifat Allah, seperti antropomorphisme melihat Tuhan, dan esensi al-Qur'an.
Dalam makalah ini akan di terangkan tentang aliran Mu'tazilah, dengan harapan bisa menjadi sedikit tambahan refrensi dalam keilmuan, penulis juga menyadari akan makalah ini jauh akan kesempurnaan, untuk itu penulis mengajak untuk belajar dan mengembangkan keilmuan bersama untuk menambah pengetahuan dan wawasan.
BAB II
PEMBAHASAN
Asal Usul Mu'tazilah
Golongan ini muncul pada masa pemerintahan Bani Umayyah tetapi baru menghebohkan pemikiran keislaman pada masa pemerintahan Bani 'Abbasiyah dalam masa yang cukup panjang. Namun para ulama berbeda pendapat tentang waktu munculnya golongan ini.
Pada umumnya ulama berpendapat bahwa tokoh utama Mu'tazilah adalah Washil Ibn Atha'. Ia adalah salah seorang murid semasa kuliah ilmu Hasan al-Bashri. Dalam kuliah tersebut, timbul satu masalah yang hangat pada waktu itu yaitu masalah pelaku dosa besar. Washil berselisihan pandangan dengan Hasan al-Bashri dengan mengatakan bahwa pelaku dosa besar bukan mukmin, bukan juga kafir tetapi ia berada antara keduanya. Kemudian Washil menjauhkan diri dari kuliah itu dan membentuk kuliahnya sendiri di satu sudut yang lain.
Dalam kitab-kitab Mu'tazilah pula, para penulisnya berpendapat bahwa awal kemunculan faham itu jauh lebih dahulu dari kisah Washil tersebut, mereka berpendapat bahwa di antara penganut mazhab itu adalah banyak yang berasal dari keluarga Muhammad SAW termasuklah Hasan al-Bashri sendiri.
Walau bagaimanapun berkenaan waktu yang tepat kemunculannya adalah tatkala keluarnya fatwa Washil dan 'Amr adalah masa yang yang tepat awal kemunculan aliran Mu'tazilah ini kerana kedua-duanya dianggap telah dewasa sehingga mampu untuk menganalisis terhadap masalah-masalah yang besar seperti itu.
Dalam Ensiklopedi Islam pula disebut bahwa golongan Mu'tazilah ini muncul antara tahun 105 – 131 H. Masa ini merupakan masa-masa produktifnya Washil dan 'Amr. Menurut Zuhdi Jarullah berpendapat bahwa golongan Mu'tazilah muncul antara tahun 100 – 110 H. Alasan beliau ialah kerana Washil dan Amr adalah mustahil akan memulai gerakannya sebelum mencapai usia 20 tahun. Ini kerana keduanya baru dilahirkan dalam tahun 80 H itu. Juga adalah mustahil jika ia muncul selepas tahun 110 H kerana pada tahun itu Hasan al-Bashri telah pun meninggal dunia.
Penulis kitab Adab al-Mu'tazilah pula mengemukakan bahwa tahun munculnya Mu'tazilah adalah antara tahun 98 – 100 H. Pada ketika itu, Washil Ibn Atha' dan Amr Ibn Ubaid telah pun berusia 18 tahun.
Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa Mu'tazilah itu lahir pada akhir abad pertama pada masa Hasan al-Bashri. Mu'tazilah muncul di kota Bashrah yang merupakan pusat peradaban yang dipenuhi dengan berbagai bentuk pemikiran. Kesan utama kemunculan Mu'tazilah ini adalah keluarnya Washil bin Atha' dari kuliah ilmu Hasan al-Bashri, kemudian mereka mengetengahkan idea barunya tentang al-Manzilah Baiyna al-Manzilataini
Penulis Islam klasik, seperti Syahrastani, al-Baghadadi, ar-Razi, ibn Khillikin, dan lain-lain mengatakan bahwa firqah (golongan) Mu'tazilah lahir dari Majelis pengajian (Halqah Ta'lim) hasan al-Bashri di Baghdad (wafat tahun 110). Beliau ini seorang pemuka tabiin yang terkenal dan merupakan seorang imam dan guru yang mengajar agama di Majlis agung pada waktu itu.
Dari peristiwa inilah timbul istilah Mu'tazilah yang diberikan kepada washil dan para pengikut yang sepaham dengannya, sebelum ini, istilah Mu'tazilah juga telah timbul dalam masyarakat Islam waktu itu dan diberikan kepada orang-orang yang tidak mau turun serta dalam peristiwa politik yang terjadi dalam zaman Saidina Hasan bin Ali. Setelah Saidinah Ali meninggal dunia, para pengikutnya yang terdiri dari para sahabat dan tabiin terhimpun di sekitar putranya Hasan dan melantiknya sebagai khalifah karena mereka tidak bersedia mengakui Muawiyah sebagai khalifah. Yang terjadi kemudian, saidinah Hasan menyerahkan kekhalifahannya itu kepada Muawiyah, sehingga menimbulkan kekecewaan yang sangat mendalam di kalangan para pengikut. Lalu sebagian mereka memisahkan diri dari kancah politik, tidak lagi berpihak kepada siapapun dan memilih tinggal di rumah menghabiskan masa untuk beribadat dan berpuasa.
Kaum Mu'tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofi daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum khawarij dan murjiah. Dalam pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama "Kaum Rasionalis Islam".
Berbagai analisa yang dimajukan tentang pemberian nama Mu'tazilah kepada mereka. Uraian yang biasa disebut buku-buku 'ilm kalam berpusat pada peristiwa yang terjadi antara Wasil bin Ata' serta temannya 'Amr ibn 'Ubaid dan Hasan al-Bashri di Basrah. Wasil selalu mengikuti pelajaran-pelajaran yang diberikan Hasan al-Basri di mesjid Basrah.
Pada suatu hari datang seorang bertanya mengenai pendapatnya tentang orang yang berdosa besar. Sebagai diketahui kaum Khawarij memandang mereka kafir sedang kaum Murji'ah memandang mereka mukmin. Ketika Hasan al-Basri masih berpikir, Wasil mengeluarkan pendapatnya sendiri dengan mengatakan:
"Saya berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi mengambil posisi diantara keduanya; tidak mukmin dan tidak kafir." Kemudian ia berdiri dan menjauhkan diri dari Hasan al-Basri pergi ke tempat lain di mesjid; di sana ia mengulangi pendapatnya kembali. Atas peristiwa ini Hasan al-Basri mengatakan: "Wasil menjauhkan diri dari kita (I'tazila'anna)". Dengan demikian ia serta teman-temanya, kata al-Syarastani, disebut Mu'tazilah.
Dari penjelasan di atas, tentang penamaan aliran ini dengan Mu'tazilah, jelas bahwa penamaan ini bukanlah berasal dari kalangan Mu'tazilah sendiri, namun dari pihak lain, dalam hal ini secara kongkritnya adalah al-Hasan al-Bashri yang mengungkapkan: "Washil telah mengasingkan diri dari kita" (اعتزل عنا واصل). Kalangan Mu'tazilah sendiri pada awalnya tidak senang dengan sebutan ini, sebab sebutan ini bisa disalahartikan oleh lawan-lawannya dengan konotasi negatif untuk menyudutkan mereka. Karena tidak ada jalan untuk menghindarinya, sehingga merekapun mengemukakan alasan kebaikan penggunaan nama Mu'tazilah bagi mereka, seperti yang dilakukan Ibnu al-Murtadha dalam kitab al-Munyah wa al-Amal, dia mengatakan bahwa mereka sendiri yang memberikan nama itu atas diri mereka, bukan kelompok lain, dan mereka tidak menyalahi Ijmak, akan tetapi sebaliknya justru mereka menggunakan Ijmak yang ada di masa-masa awal Islam. Bahkan Ibnu al-Murtadha juga menggunakan al-Qur'an dan Hadits untuk mendukung penamaan ini, seperti:
1. QS. Al-Muzammil: 10
"..dan jauhilah mereka dengan cara yang baik."
Menjauhi mereka adalah dengan i'tizal (memisahkan diri) dari mereka.
2. Hadits: "Siapa yang menjauhi keburukan, akan jatuh dalam kebaikan"
Sesungghnya yang dilakukan Ibnu al-Murtadha ini hanyalah usaha untuk menutupi kelemahan dan membantah tudingan-tudingan negatif dari lawan-lawan mereka. Disamping Mu'tazilah, banyak nama lain yang mereka sandang, seperti Ahlu al-'Adli wa al-Tauhid, Ahlu al-Haq, al-Qadariyah, al-Jahmiyah, al-Khawarij, al-Wa'idiyah, dan al-Mu'aththilah. Namun mereka lebih menyukai istilah Ahlu al-'Adli wa al-Tauhid (golongan keadilan dan tauhid) sebagai nama bagi golongan mereka. Istilah ini diambil dari dua prinsip dari lima prinsip yang menjadi dasar seluruh ajaran mereka (al-ushul al-khamsah).
Meskipun banyak kalangan yang mengkonotasikan nama Mu'tazilah dengan makna negatif, tapi pada dasarnya istilah ini adalah istilah biasa yang netral, tidak berkonotasi positif ataupun negatif, hanya saja pada masa-masa berikutnya dalam perkembangan aliran ini, mereka mulai memunculkan paham-paham yang dianggap aneh dan berbahaya oleh jumhur, sehingga lambat laun istilah ini menjadi berkonotasi negatif.
Akidah Mu'tazilah
Walaupun golongan Mu'tazilah mengalami berbagai perpecahan dan paham yang berbeda, sesama mereka dalam masalah akidah, seperti halnya Syiah dan Khawarij, namun mereka memiliki asas atau prinsip yang mengikat mereka dalam suatu golongan (firqah) dan yang karena ini, mereka disebut sebagai golongan Mu'tazilah. Selagi mereka berpegang pada lima prinsip الاصول الحمسة)) gelar tersebut tetap melekat pada mereka walaupun dalam masalah rinciannya mereka berselisih. Dalam zaman washil, baru empat prinsip yang telah dirumuskan, yaitu: tauhid, keadilan Allah, manzilah baina al-manzilataini, dan penilaian bahwa ada yang salah antara pihak yang bertarung. Siapa yang bersalah dalam peristiwa-peristiwa yang berdarah itu. Dengan empat prinsip ini, golongan ini menjadi lebih jelas perbedaannya dengan golongan lain. Dan pada masa golongan ini dipimpin oleh Abu al-Huzail bin Atha', ajaran asas golongan ini telah berkembang menjadi lima, yaitu:
At-Tauhid (Keesaan Allah)
At-Tauhid adalah prinsip dan dasar pertama dan yang paling utama dalam aqidah islam. Dengan demikian prinsip ini bukan hanya milik mu'tazilah, melainkan milik semua umat islam. Akan tetapi mu'tazilah lebih mengkhususkannya lagi kedalam empat, beberapa pendapat diantaranya:
Menafikan sifat-sifat Allah.
Dalam hal ini mu'tazilah tidak mengakui adanya sifat pada Allah. Apa yang dipandang orang sebagai sifat bagi mu'tazilah tidak lain adalah Dzat Allah itu sendiri, dalam artian Allah tidak mempunyai sifat karena yang mempunyai sifat itu adalah makhluk. Jika tuhan mempunyai sifat berarti ada dua yang qadim yaitu dzat dan sifat sedangkan Allah melihat, mendengar itu dengan dzatnya bukan dengan sifatnya.
Al-Qur'an adalah makhluk.
Dikatakan makhluk karena al-Qur'an adalah firman dan tidak qadim dan perlu diyakini bahwa segala sesuatu selain Allah itu adalah makhluk.
Allah tidak dapat dilihat dengan mata.
Karena Allah adalah dzat yang ghaib, dan tidak mungkin dapat dilihat dengan mata akan tetapi kita harus meyakininya dengan keyakinan yang pasti.
Berbeda dengan makhluknya (Mukhalafatuhulilhawadist)
Al-'Adl (keadilan tuhan)
Prinsip ini mengajarkan bahwa, Allah tidak menghendaki keburukan bagi hambanya, manusia sendirilah yang menghendaki keburukan itu. Karena pada dasarnya manusia diciptakan dalam kedaan fitrah (Suci). Hanya dengan kemampuan yang diberikan tuhanlah, manusia dapat melakukan yang baik. Karena itu, jika ia melakukan kejahatan, berarti manusia itu sendirilah yang menghendaki hal tersebut. Dari prinsip inilah, timbul ajaran mu'tazilah yang dikenal dengan nama Al-Shalah Wa Al-Ashlah, artinya Allah hany menghendaki sesuatu yang baik, bahkan sesuatu terbaik untuk kemaslahatan manusia.
Al-Wa'd Wa-Al-Wai'd (Janji baik dan ancaman)
Dalam hal ini Allah menjanjikan akan memberikan pahala kepada orang yang berbuat baik dan akan menyiksa kepada orang yang berbuat jahat. Janji ini pasti dipenuhi oleh tuhan karena Allah tidak akan ingkar terhadap janjinya. Dalam prinsip ini mu'tazilah menolak adanya syafa'at atau pertolonagn dihari kiamat. Sebab syafaat bertentangan dengan janji tuhan.
Al-Manzilah Bain Al-Manzilatain (Posisi diantara dua posisi)
Pendapat ini dikemukakan oleh Washil Bin Atha' dan merupakan pendapat yang pertama dari aliran mu'tazilah. Menurut ajaran ini, seorang muslim yang melakukan dosa besar dan tidak sempat bertaubat kepada Allah SWT maka ia tidaklah mukmin dan tidak pula kafr. Ia berada diantara keduanya. Dikatakan tidak mukmin karena ia melakukan dosa besar dan dikatakan tidak kafir karena ia masi percaya kepada Allah dan berpegang teguh pada dua kalimat syahadat. Dengan demikian Washil bin atha' menyebutnya sebagai orang fasiq.
Amar Makruf dan Nahi munkar.
Prinsip ini menitik beratkan kepada permasalahan hukum fiqh, bahwa amar makruf dan nahi munkar harus ditegakkan dan wajib dilaksanakan. Kaum mu'tazilah sangat gigih melaksanakan prinsip ini, bahkan pernah melakukan kekerasan demi amar makruf dan nahi munkar.
Tokoh-Tokoh Mu'tazilah dan Beberapa Pemikirannya
1. Washil Ibn Atha'
Abu Huzaifah ibn A'tha al-Ghazali(nama lengkap), lahir di Madinah tahun 80 H, dan wafat pada tahun 131 H. Mengenai pemikiran dan pendapat-pendapat Washil ibn Atha', yaitu tentang faham al-manzilah bain almanzilatain, dikarenakan ia menghindar atau tidak sependapat ketidak tuntasan golongan Murji'ah serta berlebih-lebihannya golongan Khawarij. Yang kedua adalah faham qodariah yang dianjurkan oleh Ma'bad dan Ghailan.tuhan itu bersifat adil dan tak dapat berbuat jahat atau dzalim, dan manusialah yang menciptakan perbuatan baik atau buruknya. Yang ketiag yaitu tentang nafy al-sifat dalam arti bahwa apa-apa yang disebut sifat tuhan sebenarnya bukanlah sifat yang mempunyai wujud diluar zat Tuhan, etapi sifat adalah esensi Tuhan itu sendiri.
2. Abu al-Huzail al- Allaf
Nama lengkapnya adalah Abu al-Huzail Muhammad ibn Abdillah ibn Makhul al-Allaf, ia lahir pada tahun 135 H, dan wafat pada tahun 235 H, dan banyak hubungannya dengan falsafah yunani. Beliau menjelaskan tentang apa arti dari nafy al-sifat, menurut beliau sifat tuhan itu adalah dzat tuhan, sehingga persoalan adanya yang qodim selain Tuhan menjadi hilang dengan sendiinya. Selanjutnya Abu Huzail berpendapat bahwa dengan akalnya manusia dapat dan wajib mengetahui Tuhan.
3. Al-Nazzam
Nama lengkap Abu Ishaq Ibrahim ibn Sayyar ibn Mani' al-Nazzam, lahir di Basrah pada tahun 185 H dan wafat pada tahun 221 H. ia adalah murid Abu Huzail al-Allaf, seorang tokoh Mu'tazilah di Basrah. Keduanya pernah sama-sama menghadiri majelis al-Makmun.
An-Nazzam mempunyai pemikiran yang sangat menarik, yaitu bahwa Allah tidak bisa disifati dengan al-qudrah untuk berbuat jahat dan maksiyat. Perbuatan tersebut tidak ada dalam kekuasaan Tuhan. Dan berlawanan dengan pendapat para sahabat yang menyatakan bahwa tuhan kuasa melakukannya. Tapi tidak melakukannya karena perbuatan tersebut termasuk buruk, melainkan Tuhan tidak sanggup berbuat yang tidak baik, tuhan yang wajib berbuat hanya bagi manusia.
Menurut An-Nazzam, bahwa yang menjadi hakekat manusia adalah jiwanya, badan hanya sebagai alat saja. Jiwalah yang mempunyai daya, kemampuan kehidupan dan kehendak.
4. Al-Jubba'i
Abu Ali Muhammad ibn Abdul Wahab ibn Khalid ibn Imran ibn Aban al-Jubba'I, di lahirkan di Jubba', daerah Khuzistan,pada tahun 235 H dan wafat pda bulan sya'ban tahun 303 H. Diantara pemikiran yang menonjol yaitu :
a. Tentang zat Allah dan sifat-sifatnya.
Mengenai peniadaan sifat Tuhan, beliau berpendapat bahwa Tuhan mengetahui melalui esensi-Nya, demikian pula berkuasa dan hidup melalui esensinya.
b. Perbuatan Manusia
perbuatan yang diciptakan manusia yaitu kebaikan atau kejahatan, ketaatan atau kemaksiatan, itu semua karena kebebasannya dan adanya kemampuan sebelum berbuat.
c. Kedewasaan, Akal dan Ilmu
Kedewasaan manusia tidak tergantung pada umumnya, tetapi tergantung pada kesempurnaan akalnya. Yang juga disebut (al-bulugh takammulul al'aql).
Mu'tazilah dan Perkembangan Berikutnya
Aliran Mu'tazilah telah berkembang pesat pada masa khalifah al-Makmun, bahkan ia dijadikan sebagai madzhab resmi di negara. Ia beranggapan bahwa sistematika berfikir dalam mu'tazilah akan dapat melahirkan ilmu-ilmu yang tangguh dan tahan uji menghadapi serangan kaum Zindiq dan musuh-musuh Islam lainnya.
Berbeda dengan al- rasyid, khalifah al-Makmun justru mengambil keputusan untuk mengangkat Mu'tazilah sebagai madzhab negara. Yang dikeluarkan pada tahun 833 M, semua qadi harus diperiksa mengenai pendapat khalqu al-Qur'an. Dengan demikian timbullah sejarah Islam yang disebut sebagai al-Mihnah atau inquisition.
Gerakan al-Mihnah tersebut mempunyai tujuan ganda yaitu: pertama, ia ingin membersihkan para aperatur pemerintahannya dan pemimpin-pemimpin masyarakat dari perbuatan-perbuatan syirik. Kedua, ia ingin memperbesar pengikut Mu'tazilah yang minoritas itu. Akan tetapi fakta menunjukkan, al-Mihnah sama sekali tidak menguntungkan bagi khalifah, lebih-lebih bagi Mu'tazilah. Akibatnya, Mu'tazilah kehilangan simpati di kalangan masyarakat, karena di anggap sebagai sumber bencana.
Melalui al-Mihnah, al-Makmun berharap agar Mu'tazilah memperoleh pengikut dan simpatisan yang banyak, tetapi yang terjadi malah sebaliknya, Mu'tazilah dirugikan dan lawan-lawannya semakin banyak.
Kemunduran aliran Mu'tazilah merupakan kerugian besar bagi dunia Islam, karena setelah itu pemikiran dunia Islam secara perlahan-lahan menjadi beku dan jumud, seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Amin: "Hilangnya aliran mu'tazilah merupakan bencana terbesar bagi kaum muslimin ". ini disebabkan karena ungkapan-ungkapan mereka yang rasional-filosofik lebih mudah di terima para pemikir rasional yang kebanyakan dewasa, ini lahir di negara barat.
BAB III
KESIMPULAN
Mu'tazilah itu lahir pada akhir abad pertama pada masa Hasan al-Bashri. Mu'tazilah muncul di kota Bashrah yang merupakan pusat peradaban yang dipenuhi dengan berbagai bentuk pemikiran. Kesan utama kemunculan Mu'tazilah ini adalah keluarnya Washil bin Atha' dari kuliah ilmu Hasan al-Bashri, kemudian mereka mengetengahkan idea barunya tentang al-Manzilah baina al-Manzilataini.
Ada 5 hal pokok yang dijadikan dasar ajaran kaum Mu'tazilah, yang disebut al-Ushul al-Khamsah, yaitu:
1. Al-Tauhid (Tauhid)
2. Al-'Adl (Keadilan)
3. Al-Wa'd wa al-Wa'id (Janji dan Ancaman)
4. Al-Manzilah baina al-Manzilatain (Tempat di Antara Dua Tempat)
5. Al-Amru bi al-Ma'ruf wa al-Nahyu 'an al-Munkar (Menyuruh Kebaikan dan Melarang Keburukan)
Peristiwa al-Mihnah merupakan salah satu penyebab kemunduran kaum Mu'tazilah, yang mengakibatkan Mu'tazilah kehilangan simpati di kalangan masyarakat, karena di anggap sebagai sumber bencana.
12