BAB I PENDAHULUAN
A. Pendahuluan Kementerian
Hukum
dan
HAM
sebagai
payung
sistem
pemasyarakatan Indonesia, menyelenggarakan sistem pemasyarakatan agar narapidana dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga narapidana dapat diterima kembali dalam lingkungan masyarakatnya, kembali berperan dalam pembangunan serta hidup secara wajar sebagai warga negara. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI memiliki 11 unit kerja setingkat eselon I sehingga dengan demikian Kementerian Hukum dan HAM RI memiliki pula jumlah kompetensi teknis dan fungsional yang beragam. Salah satu unit kerja Kementerian Hukum Hukum dan Ham adalah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, merupakan satu
unit
pelayanan
publik
yang
dilaksanakan
di
wilayah
yang
diintegrasikan dalam satu devisi Pemasyarakatan dan sebagai ujung tombaknya pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) ( UPT) Pemasyarakatan yang terdiri dari Rumah Tahanan Negara, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Balai Pemasyarakatan (Bapas) dan Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara (Rupbasan) Tahapan pelayanan yang ada di jajaran pemasyarakatan dimulai pada pada tahap adjudikasi, Sistem Pemasyarakatan melalui Balai Pemasyarakatan berperan dalam memberikan pertimbangan berdasarkan penelitian kepada pengadilan. Penelitian kemasyarakatan (Litmas) oleh Bapas diharapkan dapat memberi gambaran yang objektif tentang latar belakang suatu peristiwa terjadi. Diharapkan setelah itu, pengadian dapat memberikan keputusan yang tepat. Sementara pada tahap pre-adjukasi dan adjudikasi ini, Rupbasan juga berperan dalam melindungi hak atas benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
1
pengadilan.
Rupbasan
dalam
hal
ini
berperan
dalam
menjamin
keselamatan dan keamanan barang yang dimaksud. Sementara itu, pada tahap post adjudikasi, Sistem Pemasyarakatan melalui UPT Lapas berperan dalam memberikan pembinaan untuk melindungi hak asasi narapidana. Pembinaan dalam hal ini menjadi pencegah terjadinya prisonisasi (proses pembelajaran dalam kultur penjara) yang justru dapat membuat kondisi seseorang (narapidana) lebih buruk dari pada sebelum ia masuk ke dalam Lapas. Melalui modul ini diharapkan adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan Petugas Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
secara
baik
dan
benar
sehingga
keberadaan
UPT
Pemasyarakatan pada umumnya dapat bekerja secara maksimal. B. Deskripsi Singkat Modul
ini
menjelaskan
pengertian
dan
ruang
lingkup
pemasyarakatan sebagai organisasi termasuk berbagai bentuk pelayanan publik
baik
yang
disediakan
pada
Unit
Pelaksana
Teknis
(UPT)
Pemasyarakatan yang mencakup Rutan, Lapas, Bapas, dan Rupbasan C. Hasil Belajar Setelah membaca modul ini peserta diklat mampu memahami, menjelaskan, dan menerapkan pemahaman pelayanan publik yang disediakan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang terintegrasi pada UPT Pemasyarakatan . D. Indikator Hasil Belajar Indikator-indikator hasil belajar adalah: 1. Peserta mampu memahami dan menjelaskan pengertian, pengertian, ruang lingkup, lingkup, dan sasaran strategis bidang pemasyarakatan pemasyarakatan 2. Peserta mampu memahami dan menjelaskan menjelaskan proses pelayanan yang ada di UPT Pemasyarakatan 3. Peserta mampu mengaplikasikan mengaplikasikan sesuai tugas tugas dan fungsinya fungsinya di tempat kerja.
2
E. Materi Pokok 1. Eksistensi
Pemasyarakatan Pemasyarakatan
dan
Ruang
lingkup
sistem
pemasyarakatanan 2. Kelembagaan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Pemasyarakatan 3. Sasaran strategis Direktorat Jenderal Jenderal Pemasyarakatan 4. Jenis dan prosedur pelayanan UPT Pemasyarakatan Pemasyarakatan F. Manfaat Hasil Belajar Berbekal hasil belajar pada modul ini, peserta diharapkan mampu menerapkan pemahaman tugas dan fungsi pemasyarakatan yang ideal guna peningkatan berdasarkan substansinya .
3
BAB II EKSISTENSI DAN RUANG LINGKUP PEMASYARAKATAN PEMASYARAKATAN Setelah mempelajari bab ini, peserta didik diharapkan memahami sejarah pemasyarakatan, pemasyarakatan, berbagai definisi definisi yang terkait terkait dengan tugas bidang bidang pemasyarakatan dan Sistem Pemasyarakatan Pemasyarakatan di Indonesia Indonesia
A. Sejarah Singkat Pemasyarakatan Pemasyarakatan 1. Pemidanaan Masa Penjajahan Penjajahan Dalam sejarahnya pemasyarakatan yang waktu lebih dikenal dengan pemidaan tidak dapat dilepaskan dari proses dan tujuan pemidanaan masa penjajahan Belanda dan masa-masa awal Indonesia merdeka. Sebagai negara yang pernah dijajah, sistem hukum Indonesia sangat dipengaruhi oleh Belanda, demikian pula sistem pemidanaannya. Hal ini terlihat dengan jelas dalam bentuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan peninggalan Belanda. KUHP yang disebut
dengan
Wetboek
van
Strafrecht
voor
de
Inlenders
in
Nederlandsch Indie ini telah ditetapkan Belanda sejak tahun 1872. Ketentuan Kitab tersebut berIsikan dari jenis pidana utama bagi pribumi adalah pidana kerja, selain juga pidana mati dan denda. Pidana kerja ini dibagi menjadi pidana kerja paksa dan pidana dipekerjakan. Dalam kenyataannya, pidana kerja paksa ini identik dengan “pembuangan” karena pelaksanaannya dilakukan di luar dari daerah tempat keputusan pengadilan pertama dijatuhkan. Tahun 1905 muncul kebijakan baru. Jika sebelumnya terpidana kerja paksa di tempatkan jauh j auh dari daerah asalnya, dengan kebijakan baru ini kerja paksa dilakukan dalam lingkungan tembok penampungan terpidana. Alasan munculnya kebijakan baru ini adalah kurangnya kegunaan pidana kerja paksa yang dilakukan sebelumnya, serta atas alasan tidak adanya pengawasan yang efektif (dengan munculnya pelarian dan pekerja yang “bermalasan”. Perubahan dengan alasan ini dianggap dapat memenuhi sifat “membuat takut” dari pidana penjara. Dalam kebijakan ini dilakukan pengkonsentrasian para terpidana kerja
4
paksa pada pusat-pusat pusat-pusat penampungan wilayah, disebut “penjara-penjara “penjara-penjara pusat”, yang juga difungsikan untuk menampung tahanan, sandera, dan lainnya. Untuk para terpidana kerja paksa inilah didirikan bangunanbangunan “penjara” yang yang menampung mereka pada malam hari. Pemisahan terpidana dalam “penjara” ini tidak tidak dilakukan. Perlakuan terhadap terpidana sangat tidak manusiawi. Sementara untuk terpidana yang berasal dari kalangan Eropa sendiri, didirikan tempat pelaksanaan pidana
khusus
yang
disebut
sebagai
Centrale
Gevangenis
voor
Europeanen (Penjara Pusat untuk Orang-orang Orang-orang Eropa) ‘Jurnatan’ yang berada di Semarang. Berbeda dengan bangunanbangunan “penjara” untuk pribumi yang dipidana kerja paksa, bangunan penjara ‘Jurnatan’ inilah bangunan pertama yang memang difungsikan khusus untuk tempat pelaksanaan pidana di Indonesia. Setelah ditetapkannya Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (sekarang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) tanggal 15 Oktober 1915 (diberlakukan tanggal 1 Januari 1918), tidak dikenal lagi adanya “pidana kerja”, namun diganti dengan “pidana hilang kemerdekaan”. Strafrecht
Bersamaan
dengan
ini diberlakukan pula
diberlakukannya
Wetbuk
van
Gestichten Reglement Staatsblad
(Reglemen Penjara) 1917. Perubahan ini tidak terlalu menemukan kesulitan karena para terpidana kerja paksa sebelumnya juga sudah dikonsentrasikan di penjara-penjara sentral untuk merampas kebebasan bergeraknya. Pelaksanaan Reglemen Penjara ini baru benar-benar dilakukan sesudah tahun 1920, ketika digantinya sistem Penjara-Penjara Sentral dengan Sistem Penjara Pelaksana Pidana. Bersamaan dengan perubahan ke sistem Penjara Pelaksana Pidana ini, ditetapkan pula Rumah Tahanan untuk menampung orang-orang yang masih dalam proses pengadilan. Salah satu keinginan dari Hijmans, Kepala Urusan Kepenjaraan Hindia-Belanda, dalam pelaksanaan Sistem Penjara Pelaksana Pidana tahun 1921 adalah dilakukannya reformasi penjara reformasi penjara yang memberikan
5
perhatian kepada terpidana anak dan pengklasifikasian terpidana dewasa. Menurutnya, untuk anak-anak yang berusia di bawah 16 tahun ditempatkan di “rumah pendidikan”. Keinginan Hijmans ini disetujui pemerintah Hindia- Belanda saat itu dengan ditetapkannya bangunan penjara lama di Madiun sebagai rumah penjara perbaikan untuk anakanak terpidana laki-laki di bawah umur 19 tahun. Rumah penjara khusus untuk anak di Madiun ini merupakan penjara pertama untuk orang-orang Indonesia yang difungsikan sebagai pelaksana pidana. Satu pemikiran Hijmans lainnya terkait dengan kepentingan anak yang juga sangat maju saat itu adalah wacana penempatan anak di luar penjara dengan syarat ( probation) probation) serta keharusan untuk selalu mendahulukan penyelesaian perkara anak. Pada masa pendudukan Jepang, struktur organisasi kepenjaraan dan bentuk-bentuk perlakuan terhadap terpidana tidak jauh berbeda dengan yang telah diterapkan oleh Belanda. Meskipun secara teoritis Jepang sudah berfikir untuk melakukan reformasi dan rehabilitasi terhadap terpidana. Jepang juga melakukan pendidikan bagi petugaspetugas kepenjaraan. Namun dalam kenyataannya perlakuan terhadap terpidana selama pedudukan Jepang justru merupakan memori buruk bagi bangsa Indonesia. Perlakuan yang tidak lebih sebagai eksploitasi atas manusia untuk kepentingan perang Jepang saat itu. 2. Pemidanaan Masa Indonesia Merdeka (1954-1963) Pemidanaan pasca kemerdekaan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu periode sebelum dan sesudah munculnya Pemasyarakatan sebagai model pemidanaan di Indonesia. Adapun momentum awal kebijakan kepenjaraan di Indonesia terjadi sekitar dua bulan setelah kemerdekaan, tepatnya saat dikeluarkannya Surat Edaran pertama dari Menteri Kehakiman RI pertama, Mr.Dr.Supomo, nomor G.8/588 tanggal 10 Oktober 1945. Edaran ini berisi penegasan bahwa semua penjara telah dikuasai oleh RI sehingga perintah-perintah terkait kepenjaraan harus berasal dari Menteri Kehakiman atau dari Mr. RP Notosusanto sebagai Kepala Bagian Urusan Penjara. Selain itu, edaran ini
6
juga menekankan perbaikan dalam perlakuan terhadap terpidana, seperti; mengutamakan kesehatan terpidana khususnya kecukupan makanan, pemberian pekerjaan yang bermanfaat bagi perubahan perilaku terpidana, serta perlakuan yang harus manusiawi dan adil. Pada
26
Januari
1946,
Kepala
Bagian
Urusan
Penjara
mengeluarkan surat edaran yang menyatakan bahwa Reglemen Penjara 1917 masih dinyatakan berlaku, meskipun dilakukan sedikit perubahan dalam hal pengurusan dan pengawasan terhadap penjara penjara.Tahun 1947, melalui surat edaran Nomor G.8/290 dinyatakan bahwa dalam proses pemindahan terpidana sedapat mungkin dilakukan tanpa harus berjalan kaki dan dibelenggu. Pada tahun yang sama melalui edaran nomor G.8/437 diinstruksikan agar dibentuknya bagian pendidikan dalam tata laksana kepenjaraan. Baik pendidikan untuk terpidana maupun untuk pegawai yang saat itu masih banyak yang buta huruf. Sementara itu, melalui edaran nomor G.8/1510 tahun 1948, Kepala Jawatan Kepenjaraan menginstruksikan agar dilakukan pemisahan yang ketat antara pelanggar hukum anakanak dengan dewasa serta instruksi untuk menunjuk pegawai khusus untuk pendidikan dan perawatan anak-anak terpenjara. Pada periode 1946-1948 muncul pula kebijakan untuk melakukan diversi (langkah untuk menjauhkan pemrosesan perkara pidana secara formal) untuk kasus-kasus yang sebelumnya dipidana penjara, seperti mengemis. Pada periode ini pula ditetapkan pemberian remisi (pemotongan masa pidana) setiap tanggal 17 Agustus. Langkah maju lainnya dalam kebijakan pemenjaraan pasca kemerdekaan Indonesia adalah munculnya edaran nomor J.H. 1.3/17/35 tahun 1952 tentang pedoman penempatan terpidana berdasarkan jenis kejahatan, lama pidana, status pendidikan, batas umur, jenis kelamin, status sosial, serta pemindahan terpidana dengan sisa pidana 3 (tiga) bulan ke penjara tempat asalnya agar dekat dengan keluarganya. Tahun 1952 juga merupakan tahun penyelenggaraan pertama kursus pengurus penjara. Sementara itu, tahun 1953 melalui edaran Kepala Jawatan nomor J.H. 3.18/4/33, dilakukan upaya memperoleh datadata tentang terpidana
7
tertentu
mengenai
latar
belakang
perbuatannya,
kemungkinan-
kemungkinan untuk perbaikannya, cara-cara perlakuan yang sesuai, dan lainnya. Pada tanggal 6 Februari 1956 muncul pula pernyataan bersama antara
antara
Kementrian
Sosial,
Jawatan
Kepenjaraan,
Jawatan
Pendidikan Masyarakat, Jawatan Penempatan Tenaga, dan Kantor Pusat Jawatan Penerangan Agama, tentang nasib bekas terpidana. Salah satu kesepakatan yang diambil adalah tetap merahasiakan status bekas terpidana Tepatnya tanggal 20-24 Juli 1956, diselenggarakan Konferensi Dinas Kepenjaraan Kedua di Sarangan yang yang menghasilkan menghasilkan munculnya munculnya pemikiran
tentang tujuan dari pemidanaan, yaitu mengembalikan
terpidana ke masyarakat sebagai seorang anggota yang bergunadan tidak melakukan lagi pelanggaran terhadap tata hukum masyarakat. Dalam hal ini dipahami pula bahwa dalam mewujudkan proses pemberantasan kejahatan yang dimulai dari saat penangkapan oleh polisi sampai dengan kembalinya pelanggar hukum ke tengah masyarakat diperlukan bantuan penuh dari masyarakat dan instansi lain yang bersangkutan. Pengaruh dari konferensi Sarangan ini adalah mulai diikut sertakannya terpidana tertentu dalam aktivitas-aktivitas yang berlangsung di tengah masyarakat. Pada periode ini, tujuan pemidanaan secara konseptual disebut dengan resosialisasi. Dalam perkembangannya, pengaruh pemikiranpemikiran dalam kriminologi pada tahun 1960-an menciptakan pergeseran dalam pandangan
terhadap
kejahatan
yang
lebih
memperhatikan
aspek
lingkungan kehidupan pelaku kejahatan. Sebelumnya perhatian lebih banyak diberikan pada aspek individu pelaku kejahatan itu sendiri. 3.
Munculnya Pemasyarakatan Hingga Kini Konsep Pemasyarakatan di Indonesia diperkenalkan secara formal pertama kali oleh Sahardjo SH saat pemberian gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang Ilmu Hukum kepada dirinya oleh Universitas Indonesia tanggal 5 Juli 1963. Saat itu, beliau adalah Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Di dalam pidatonya, Sahardjo menjelaskan bahwa tujuan dari pidana penjara di samping menimbulkan rasa derita pada
8
terpidana karena dihilangkannya kemerdekaan bergerak, (juga ditujukan untuk) membimbing terpidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosialis Indonesia yang berguna. Secara singkat tujuan ini disebutnya sebagai Pemasyarakatan. Dalam beberapa diskusi yang dilakukan setelah itu oleh Sahardjo dengan Bahrudin Suryobroto disepakati bahwa konsep pemasyarakatan ini berkembang lebih jauh dari apa yang telah dianut sebelumnya sebagai tujuan pemidanaan, yaitu resosialisasi. Dalam hal ini tidak lagi memandang terpidana sebagai semata-mata sebagai manusia yang tidak lengkap sosialisasinya. Konferensi Nasional Kepenjaraan di Lembang, Bandung, tanggal 27 April hingga 7 Mei 1964, menghasilkan kesepakatan bahwa Pemasyarakatan bukan hanya tujuan dari pidana penjara, melainkan suatu proses yang bertujuan memulihkan kembali kesatuan hubungan kehidupan dan penghidupan yang terjalin antara individu terpidana dan masyarakat, yang dapat dicapai melalui sebuah proses di mana terpidana turut serta secara aktif. Dalam hal inilah Pemasyarakatan berbeda dengan Resosialisasi yang lebih menekankan aspek individu terpidana bukan pada aspek integrasinya kembali dengan masyarakat. Konferensi ini dapat dikatakan bentuk komitmen pelaksanaan Pemasyarakatan Pemasyarakatan Pasca munculnya Pemasyarakatan pada tahun 1964 ini, diperlukan waktu lebih dari 30 tahun hingga Indonesia memiliki Undang-Undang khusus tentang Pemasyarakatan. Sebelum adanya UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, pelaksanaan pidana pemenjaraan di Indonesia masih menjadikan menjadikan reglemen penjara sebagai “pedoman”. Hal ini di satu sisi tidak mengundang masalah karena secara prinsip (filosofis) telah ada komitmen besar untuk pemasyarakatan yang jauh berbeda dengan filosofi pemenjaraan. pemenjaraan. Namun di sisi lain, lamanya rentang waktu untuk dibuatnya UU khusus tentang Pemasyarakatan memperlihatkan lemahnya perhatian proses politik, di legislatif dan eksekutif. Dalam perkembangannya, Pemasyarakatan sebagai sistem telah didukung oleh sejumlah momentum parsial, seperti munculnya kebijakan
9
struktural untuk pengkhususan penanganan narapidana anak. Sejak bulan November 1966, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan membawahi dua direktorat, yaitu Direktorat Pemasyarakatan dan Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA). Hal ini menunjukkan bahwa dari awalnya Pemasyarakatan telah memiliki komitmen untuk membedakan perlakuan antara narapidana anak dengan dewasa. Komitmen ini bahkan berimplikasi pada aspek struktur organisasional. Hanya saja, pengalaman kekinian dari Pemasyarakatan memperlihatkan masih terbengkalainya upaya perlakuan khusus bagi narapidana anak. Meskipun sudah didirikannya Lapas khusus anak, namun pada struktur Direktorat tidak ada unit khusus yang difungsikan untuk itu. Selama ini penanganan narapidana anak berada di bawah Direktorat Pembinaan Kemasyarakatan, namun tidak ada seksi khusus. B. Ruang Lingkup Pemasyarakatan 1. Berbagai Pengertian Bidang Pemasyarakatan Pemasyarakatan Berdasarkan
Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
1995
tentang
Pemasyarakatan terdapat berberapa pendefinsian berkaitan dengan tugas pemasyarakatan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: a. Pemasyarakatan Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem dalam tata peradilan pidana b. Sistem Pemasyarakatan Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan pembinaan WBP berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup WBP agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggungjawab
10
c. Lembaga Pemasyarakatan Lembaga
Pemasyarakatan
(Lapas)
adalah
tempat
untuk
melaksanakan pembinaan Narapida dan Anak Didik Pemasyarakatan. Juga sebagai bagian dari tata peradilan pidana yang menyangkut pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang dilaksanakan secara terpadu dengan tujuan agar mereka selama menjalani masa tahanan dan
terutama
setelah
selesai
menjalani
pidana
atau putusan
pengadilan berupa tindakan dapat menjadi warga masyarakat yang baik dan berguna. Pemasyarakatan merupakan kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. (Pasal 1 angka
1
Undang-undang
Nomor
12
Tahun
1995
tentang
Pemasyarakatan). d. Balai Pemasyarakatan (Bapas) Balai Pemasyarakatan adalah pranata untuk melaksanakan Bimbingan Klien Pemasyarakatan e. Pembimbing Kemasyarakatan Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum
yang
melaksanakan
penelitian
kemasyarakatan,
pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap Anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana. f. Rumah Tahanan Negara (Rutan) Rumah Tahanan Negara adalah tempat pelaksanaan teknis dibidang penahanan
untuk
kepentingan
penyidikan,
penuntutan
dan
pemeriksaan di sidang Pengadilan yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kantor Wilayah Departemen Kehakiman. g. Rumah Penyimpangan Barang Sitaan/Barang Rampasan negara (Rupbasan) Rupbasan adalah tempat penitipan barang sitaan sebagai sebagai barang bukti dalam persidangan
11
h. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) WBP adalah Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan dan Klien Pemasyarakatan i. Terpidana Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap j. Narapidana Narapidana
adalah
terpidana
yang
menjalani
pidana
hilang
kemerdekaan di Lapas k. Anak Didik Pemasyarakatan Anak Didik Pemasyarakatan Pemasyarakatan terbagi atas : 1) Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana pidana di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 (delepan belas) tahun 2) Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di Lapas Anak paling lama sampai lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun 3) Anak Sipil yaitu anak yang yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lapas Anak paling lama sampai berumur (delepan belas) tahun 4) Klien Pemasyarakatan Pemasyarakatan adalah adalah seseorang seseorang yang dalam bimbingan Bapas. 2. Kelembagaan Pemasyarakatan Penyelenggaraan
kegiatan
Pemasyarakatan
dalam
struktur
birokrasi Kementerian Hukum dan HAM dilaksanakan oleh tiga jenjang, pertama oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, kedua oleh Kantor Wilayah
Departemen
Hukum
dan
HAM
melalui
Kepala
Divisi
Pemasyarakatan dan ketiga oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang terdiri dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan (Rutan), Balai Pemasyarakatan (Bapas) dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan
12
Negara (Rupbasan). Aturan mengenai organisasi dan tata kerja dari ketiga jenjang tersebut adalah sebagai berikut: a. Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Direktorat Jenderal Pemasyarakatan diatur dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Ham R.I Nomor: M.09-PR.07.10 Tahun 2007 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Hukum Dan HAM R.I b. Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Kantor Wilayah W ilayah Kementerian Hukum dan HAM diatur dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M – M – 01.PR.07.10 01.PR.07.10 Tahun 2005 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia c. Ketentuan
mengenai
Pemasyarakatan
organisasi
diatur
dalam
dan
tata
Keputusan
kerja
Menteri
Lembaga Kehakiman
Republik Indonesia Nomor M.01.PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan d. Ketentuan
mengenai
Pemasyarakatan
Organisasi
diatur
dalam
dan
Keputusan
Tata Menteri
Kerja
Balai
Kehakiman
Republik Indonesia Nomor M.01.PR.07.03 Tahun 1997 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02.PR.07.03 Tahun 1987 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Balai Bimbingan Kemasyarakatan Dan Pengentasan Anak e. Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Rumah Tahanan Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara diatur dalam Keputusan
Menteri
Kehakiman
Republik
Indonesia
Nomor
M.04.PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Rumah Tahanan Negara Dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara C. Sistem Pemasyarakatan Pemasyarakatan Indosnesia Sistem Pemasyarakatan bagi publik publik lebih identik dengan “penjara” atau pembinaan oleh Lembaga Pemasyarakatan. Dalam kenyataannya, tugas pokok dan fungsi Sistem Pemasyarakatan juga mencakup pelayanan terhadap tahanan, perawatan terhadap barang sitaan, pengamanan, serta
13
pembimbingan
terhadap
pemasyarakatan.
Oleh
Pemasyarakatan
(yang
warga
binaan
karenanya, kemudian
pemasyarakatan
sub-sub disebut
sistem
Unit
dan
klien
dari
Sistem
Pelaksana
Teknis
Pemasyarakatan) tidak hanya Lembaga Pemasyarakatan yang melakukan pembinaan, namun juga Rumah Tahanan Negara untuk pelayanan tahanan, Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara untuk perawatan barangbarang milik warga binaan atau yang menjadi barang bukti, serta Balai Pemasyarakatan untuk pembimbingan warga binaan dan klien pemasyarakatan Sistem membentuk
Pemasyarakatan
warga
binaan
diselenggarakan
pemasyarakatan
agar
dalam
rangka
menjadi
manusia
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan, dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Sistem Pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berinteraksi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas. 1. Filosofi Pemasyarakatan Secara filosofis Pemasyarakatan adalah sistem pemidanaan yang sudah jauh bergerak meninggalkan filosofi Retributif (pembalasan), Deterrence
(penjeraan),
dan
Resosialisasi.
Dengan
kata
lain
pemidanaan tidak ditujuan untuk membuat derita sebagai bentuk pembalasan, tidak ditujukan untuk membuat jera dengan penderitaan, juga tidak mengasumsikan terpidana sebagai seseorang yang kurang sosialisasinya. Pemasyarakatan sejalan dengan filosofi reintegrasi sosial yang berasumsi kejahatan adalah konflik yang terjadi antara terpidana dengan masyarakat. Sehingga pemidanaan ditujukan untuk memulihkan konflik atau menyatukan kembali terpidana dengan masyarakatnya (reintegrasi).
14
Diranah filosofis, Pemasyarakatan memperlihatkan komitmen dalam upaya merubah kondisi terpidana, melalui proses pembinaan dan memperlakukan dengan sangat manusiawi, melalui perlindungan hakhak terpidana. Komitmen ini secara eksplisit ditegaskan dalam pasal 5 UU
Pemasyarakatan,
bahwa
sistem
pembinaan
pemasyarakatan
dilaksanakan berdasarkan asas; pengayoman, pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan, pendidikan, pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan, dan terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. tertentu. Selain itu juga ditegaskan dalam pasal 14 UU Pemasyarakatan, bahwa setiap narapidana memiliki hak sebagai berikut: a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; kepercayaannya; b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; c.
mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; e. menyampaikan keluhan; f.
mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran siaran media media massa massa lainnya yang tidak dilarang;
g. mendapatkan upah atau premi atas atas pekerjaan pekerjaan yang dilakukan; h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang orang tertentu lainnya; i.
mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);
j.
mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;
k.
mendapatkan pembebasan bersyarat;
l.
mendapatkan cuti menjelang bebas; dan
m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Masalah Makro Struktural Kejelasan posisi Sistem Pemasyarakatan sebagai upaya reintegrasi narapidana dengan masyarakatnya di satu sisi sangat menjanjikan bagi
15
terciptanya politik pemidanaan yang sangat maju. Namun di sisi lain terus
berlarutnya
permasalahan
dalam
Sistem
Pemasyarakatan
Indonesia saat ini memberikan indikasi masih jauhnya Pemasyarakatan dari pencapaian seharusnya. Sejumlah penelitian memperlihatkan adanya beberapa masalah yang sangat berpengaruh terhadap Sistem Pemasyarakatan Indonesia selama ini. Masalah-masalah tersebut secara umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian. Pertama, masalah organisasional yang dalam banyak kasus cenderung menghambat tujuan pemasyarakatan. Isu utama terkait organisasional ini adalah diskursus tentang format kelembagaan yang
terdesentralisasi, serta proses
kebijakan antara top down policy process atau bottom up policy process. process. Kedua, masalah teknis pemasyarakatan yang secara umum menyangkut proses pembimbingan oleh Bapas, Perawatan oleh Rutan, Pembinaan oleh Lapas, dan pengelolaan oleh Rupbasan. Beberapa isu yang terkait dengan proses pembinaan ini adalah tidak berkembangnya metode pembinaan
dan
rendahnya
kemampuan
pemasyarakatan
untuk
memenuhi hak-hak narapidana. Ketiga, masalah pengawasan dan partisipasi. Dalam hal ini, mekanisme internal di Kementerian Hukum dan HAM belum cukup efektif dalam melakukan pengawasan pelaksanaan pemasyarakatan sehingga sejumlah penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi tidak terselesaikan dengan baik. Selain itu, kelemahan internal ini justru tidak secara otomatis membuat departemen membuka diri terhadap pengawasan eksternal. Sistem Pemasyarakatan juga belum mendapatkan dukungan (support ) berupa partisipasi pihak ketiga, baik dari unsur pemerintah, swasta, maupun masyarakat sipil dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Sistem Pemasyarakatan. Dengan semakin pentingnya peran Sistem
Pemasyarakatan
ke
depan,
terkait
dengan
rencana
pembangunan hukum dalam RKHUP yang semakin memperjelas tujuan penghukuman dan keberadaan hukuman alternatif, dukungan bagi Sistem Pemasyarakatan dari pihak ketiga sangat diperlukan. Terlebih bila dihadapkan dengan kompleksitas permasalahan yang tengah
16
dihadapi oleh Sistem Pemasyarakatan sekarang ini, seperti dalam manajemen organisasi, proses perencanaan dan penganggaran, teknis pemasyarakatan dan lainnya. C. Latihan 1. Apa yang saudara ketahui tentang Sejarah Pemasyarakatan, jelaskan! 2. Sebutkan dan jelaskan j elaskan apa saja yang termasuk dlam ruang lingkup Pemasyarakatan? 3. Apa yang saudara ketahui tentang Sistem Pemasyarakatan Indonesia, jelaskan! 4. Apa yang saudara ketahui tentang filosofi Pemasyarakatan, Pemasyarakatan, jelaskan! 5. Terdapat 3 masalah makro struktural coba saudara sebutkan dan jelaskan ! D. Rangkuman Dalam
sejarahnya,
pemidaan
banyak
mengalami
perubahan
walaupun secara tidak langsung masih merupakan warisan masa penjajahan Bangsa Belanda dari mulai dasar hukum sampai model bangunan penjara pun sebagian besar masih dipergunakan sampai timbulnya gagasan dari istilah penjara menjadi Lembaga Pemasyarakatan Ruang lingkup pemasyarakatan pada dasarnya meliputi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan Negara (Rutan) Balai satu Pemasyarakatan (Bapas) dan Rumah Penyimpanan Barang Sitaan dan Barang Rampasan Negara (Rupbasan). Ke empat unit kerja ini mempunyai tugas fungsi yang berlainan tetapi saling bersinergi antara unit kerja satu dengan yang lainnya.
17
BAB III KELEMBAGAAN DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN PEMASYARAKATAN Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat mampu memahami kedudukan, tugas dan fungsi unit-unit kerja dikelembagaan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
A. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan merupakan adalah sebuah unsur pelaksana Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia yang mempunyai
tugas
merumuskan
dan
melaksanakan
kebijakan
dan
standarisasi teknis di bidang pemasyarakatan. Lembaga ini dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Untuk
melaksanakan
tugas,
Direktorat
Jenderal
Pemasyarakatan
menyelenggarakan fungsi: 1. Penyiapan perumusan perumusan kebijakan kebijakan Kementerian di bidang pemayarakatan, perawatan tahanan dan pengelolaan benda sitaan Negara 2. Pelaksanaan kebijakan kebijakan di bidang pemasyarakatan, pemasyarakatan, perawatan tahanan dan pengelolaan benda sitaan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku 3. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang pemasyaraktan, perawatan tahanan dan pengelolaan benda sitaan Negara 4. Pemberian bimbingan teknis dan dan evaluasi 5. Pelaksanaan urusan administrasi administrasi dilingkungan Direktorat Jenderal 6. pemberian perijinan dan penyiapan standar teknis dibidang pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan 7. Pengamanan teknis atas pelaksanaan tugas di bidang pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan, perawatan tahanan dan pengelolaan benda sitaan Negara B. Susunan Organisasi Ditjen Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dibidang perumusan, pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pemasyarakatan, memiliki susunan organisasi yang menjalankan
18
tugas dan fungsi teknis operasional berdasarkan fungsi dan kewenangan dalam ORTA. Adapun susunan susunan organisasi organisasi Ditjen Pemasyarakatan Pemasyarakatan terdiri atas: 1. Sekretariat Direktorat Jenderal; 2. Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban; 3. Direktorat Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana dan Tahanan; 4. Direktorat Bina Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara; 5. Direktorat Informasi dan Komunikasi; Komunikasi; 6. Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Pengentasan Anak; dan 7. Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan. Tahanan. a. Sekretariat Direktorat Jenderal 1). Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal bertugas memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. 2). Fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal memiliki fungsi-fungsi yaitu: a. pelaksanaan koordinasi dan penyusunan rencana, program dan anggaran; b. pengelolaan urusan kepegawaian; kepegawaian; c. pengelolaan urusan urusan keuangan; d. pelaksanaan urusan perlengkapan; perlengkapan; e. pelaksanaan
evaluasi
dan
penyusunan
laporan
Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan; dan f. pelaksanaan urusan umum b. Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban 1). Tugas Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bina keamanan
19
dan ketertiban sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan 2). Fungsi Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang bina keamanan dan ketertiban; b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang bina keamanan dan ketertiban; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang bina keamanan dan ketertiban; d. penyiapan rancangan kebijakan standardisasi sarana hunian dan keamanan, dan standardisasi pengendalian hunian di unit pelaksana teknis pemasyarakatan; e. penyiapan rancangan kebijakan pencegahan dan penindakan gangguan f. keamanan
dan
ketertiban
di
unit
pelaksana
teknis
pemasyarakatan; g. penyiapan rancangan kebijakan pembinaan dan pengawasan internal petugas pemasyarakatan, advokasi dan bantuan hukum serta bimbingan teknis petugas keamanan dan ketertiban di unit pelaksana teknis pemasyarakatan; h. penyiapan
rancangan
kebijakan
pelayanan
pengaduan,
standardisasi sistem layanan pengaduan, investigasi dan pengaduan masyarakat, serta evaluasi dan penyusunan laporan bina keamanan dan ketertiban; dan i. pelaksanaan urusan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban. c. Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak 1). Tugas Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak mempunyai
tugas
melaksanakan
penyiapan
perumusan
dan
20
pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan 2). Fungsi Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak; b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak; d. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang registrasi anak dan klien dewasa; e. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang pendidikan; f. penyiapan kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis di bidang perlindungan dan pengentasan anak; g. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang bimbingandan pengawasan klien dewasa; h. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang penelitian kemasyarakatan; dan i. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak. d. Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan Tahanan 1) Tugas Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi evaluasi di bidang bina narapidana narapidana dan pelayanan tahanan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Pemasyarakatan.
21
2) Fungsi Direktorat Bina Narapidana memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang bina narapidana dan pelayanan tahanan; b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan bimbingan dan pelayanan pelayanan di bidang bina narapidana dan pelayanan tahanan; c. penyiapan penyusunan penyusunan norma, standar, standar, prosedur, dan kriteria di bidang bina narapidana dan pelayanan tahanan; d. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang registrasi dan klasifikasi; e. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang pelayanan tahanan dan bantuan hukum; f. penyiapan kebijakan, kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan pelaksanaan teknis di bidang integrasi dan tim pengamat pemasyarakatan; pemasyarakatan; g. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang bimbingan kemandirian; h. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang bimbingan kepribadian; dan i.
pelaksanaan urusan tata usaha usaha dan rumah tangga tangga Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan.
e. Direktorat
Bina Pengelolaan Benda
Sitaan Negara dan Barang
Rampasan Negara 1) Tugas Direktorat Bina Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bina pengelolaan benda sitaan negara dan barang rampasan negara sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan. 2) Fungsi Direktorat Bina Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara menyelenggarakan fungsi:
22
a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang bina pengelolaan benda sitaan negara dan barang raampasan negara; b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang bina pengelolaan benda sitaan negara dan barang raampasan negara; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang bina pengelolaan benda sitaan negara dan barang raampasan negara; d. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang registrasi dan identifikasi benda sitaan negara dan barang rampasan negara; e. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang pengamanan dan pemeliharaan benda sitaan negara dan barang rampasan negara; f. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang mutasi dan penghapusan benda sitaan negara dan barang rampasan negara; dan g. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Bina Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara. f. Direktorat Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana dan Tahanan 1) Tugas Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bina narapidana dan pelayanan tahanan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan. 2) Fungsi a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang bina narapidana dan pelayanan tahanan;
23
b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang bina narapidana dan pelayanan tahanan; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang bina narapidana dan pelayanan tahanan; d. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang registrasi dan klasifikasi; e. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang pelayanan tahanan dan bantuan hukum; f. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang integrasi dan tim pengamat pemasyarakatan; g. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang bimbingan kemandirian; h. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di bidang bimbingan kepribadian; dan i. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan. g. Direktorat Bina Informasi dan Komunikasi Komunikasi 1) Tugas Direktorat
Informasi
dan
Komunikasi
mempunyai
tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang informasi dan komunikasi sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan. 2) Fungsi a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang informasi dan komunikasi; b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang informasi dan komunikasi; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang informasi dan komunikasi; d. penyiapan kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis di bidang data dan informasi;
24
e. penyiapan kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis di bidang komunikasi; f. penyiapan kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis di bidang kerja sama; dan g. pelaksanaan urusan tata tat a usaha dan rumah tangga Direktorat Informasi dan Komunikasi. C. Tugas
dan
Fungsi
serta
Klasifikasi
Unit
Pelaksana
Teknis
Pemasyarakatan 1. Lembaga Pemasyarakatan Pemasyarakatan (LAPAS) Sebagai Unit Pelaksana Teknis di bidang Pemasyarakatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung Kepala Kantor Wilayah yang terintegrasi pada Kepala Divisi Pemasyarakatan. Unit kerja ini mempunyai tugas melaksanakan pembinaan narapidana/anak didik. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Lapas mempunyai fungsifungsi sebagai berikut: a) melakukan pembinaan narapidana/anak didik, b) memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja, c) melakukan bimbingan sosial/kerohanian narapidana/anak didik, d)
melakukan
pemeliharaan
keamanan
dan
tata
tertib
lapas,
e) melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga. Lembaga Pemasyarakatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 klas, klasifikasi didasarkan atas kapasitas, tempat kedudukan dan kegiatan kerja, yaitu: a. Lembaga Pemasyarakatan Pemasyarakatan Klas I Lapas ini terdapat beberapa unit kerja yaitu 1) Bagian Tata Usaha Bertugas : a) melakukan urusan kepegawaian, kepegawaian, b) urusan keuangan, dan c) urusan surat menyurat, perlengakapan dan rumah tangga. Unit kerja ini di pimpin oleh Kepala bagian Tata Usaha dibantu oleh SuBag kepegawaian, SuBag keuangan dan SuBag Umum. 2) Bidang Pembinaan Narapidana Bertugas : a) melakukan regristrasi dan membuat statistik serta dokumentasi sidik jari narapidana, b) memberikan bimbingan
25
pemasyarakatan,
c)
mengurus
kesehatan
dan
memberikan
perawatan bagi narapidana Unit kerja ini dipimpin oleh Kepala Bidang Pembinaan Narapidana, dibantu oleh Seksi Regristrasi, Seksi Bimbingan Kemasyarakatan, Seksi Perawatan narapidana 3) Bidang Kegiatan Kerja Bertugas : a) memberikan bimbingan latihan kerja bagi narapidana, b) mempersiapkan fasilitas sarana kerja, c) mengelola hasil kerja. Unit kerja ini dipimpin oleh Kepala Bidang Bimbingan Kerja, dibantu oleh seksi Bimbingan Kerja, Seksi Sarana Kerja, dan Seksi Pengelolaan hasil Kerja 4) Bidang Administrasi Keamanan dan Tata tertib ter tib Bertugas : a) mengatur jadwal, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan, b) menerima laporan harian dan berita acara dari satuan pengamanan yang bertugas serta menyiapkan laporan berkala dibidang keamanan dan menegakkan tata tertib. Unit kerja ini dipimpin Kepala Bidang Administrasi Keamanan dan Tata tertib, dibantu oleh Seksi Keamanan, dan Seksi Pelaporan dan Tata tertib. 5) Satuan Pengamanan Lapas Bertugas : a) melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap narapidana, b) melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban, c)
melakukan
pengawalan,
penerimaan,
penempatan
dan
pengeluaran narapidana, dan d) membuat laporan harian dan berita acara pelaksanaan pengamanan. Unit
kerja
ini
dipimpim
Kepala
Pengamanan
Lembaga
Pemassyarakatan (KPLP). Secara hirarki berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kalapas. Tugasnya di bantu petugas pengamanan/regu keamanan/regu jaga
26
b. Lembaga Pemasyarakatan Pemasyarakatan Klas II Keberadaan Lapas Klas II ini terbagi menjadi 2 yaitu : Klas IIA dipimpin eselon IIIa dan Klas IIB di pimpin oleh eselon IIIb. Ruang lingkup, kapasitas dan kegiatan kerjanya lebih kecil dan berkedudukan di kabupaten/kota. Namun pada dasarnya keberadaan Lapas Klas II tidak beda dengan satuan kerjanya dengan Lapas Klas I yaitu a) Sub Bagian Kepegawaian yang membawahi kaur kepegawaian dan kaur umum, b) Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik, membawahi Subseksi Registrasi dan dan Subseksi Subseksi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan, c) Seksi Kegiatan Kerja, membawahi subseksi Bimbingan Kerja dan Pengelolaan hasil kerja, subseksi Sarana Kerja, d) Seksi Adminitrasi
Keamanan
dan
Tata
terib,
membawahi
Subseksi
Keamanan dan Subseksi Pelaporan dan Tata tertib, e) Kesatuan Pengamanan (KPLP) bertanggung jawab kepada Kalapas dan membawahi satuan pengamanan/regu jaga/regu pengamanan yang pada umumnya terbagi 4 regu pengamanan. Terdapat pula Lapas jenis lain yaitu Lapas Narkotika sebagai tempat pembinaan bagi narapidana yang berlatar belakang kejahatan narkotika dan psikotropika, Lapas wanita sebagai tempat pembinaan bagi narapidana berjenis kelamin khusus wanita. Tentu saja metode pembinaannya juga lebih spesifik dan berbeda dengan lapas umum. 2. Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Rutan adalah pelaksana teknis di bidang penahanan untuk kepentingan penyidikan , penuntutan dan pemeriksaan di sidang Pengadilan yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah yang diintegrasikan kepada Devisi Pemasyarakatan. Pembentukan Rutan didasarkan pada adanya kebutuhan dalam proses penegakan hukum. Karena, berdasarkan Undang Undang Nomor 8
Tahun
1981
tentang
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Acara
Pidana (KUHAP), Pasal 22 ayat (1) Jenis penahanan dapat berupa: (a) penahanan rumah tahanan negara, (b) penahanan rumah, (c) penahanan kota.
27
Penjelasan pasal 22 ayat (1) selama belum ada rumah tahanan negara di tempat yang bersangkutan, penahanan dapat dilakukan di kantor Kepolisian Negara, di kantor Kejaksaan negeri, di lembaga Pemasyarakatan, di rumah sakit dan dalam keadaan yang memaksa di tempat lain. Penjelasan ini memberikan isyarat bahwa penahanan Rutan dapat
dilakukan
di
Kantor
Kepolisian,
Kejaksaan,
Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas), rumah sakit dan tempat lainnya, dengan catatan apabila belum terbentuk Rutan Dengan demikian, semangat yang .
terkandung dalam KUHAP adalah bahwa penahanan rutan sudah seharusnya dilakukan di dalam Rutan, bukan di tempat lain Dalam
proses
penegakan
hukum,
kewenangan
penyidikan,
penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelayanan tahanan dilaksanakan oleh institusi yang berbeda. Pemisahan kewenangan dalam proses penegakan hukum ini merupakan satu upaya agar penegakan hukum
dapat
dilakukan
hukum terhadap
dengan
tetap memberikan
tersangka/terdakwa/terpidana tersangka/terdakw a/terpidana
dan
perlindungan menghindarkan
terjadinya penyalahgunaan kewenangan. kewenangan . Jika suatu institusi yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan atau penuntutan atau pemeriksaan sidang pengadilan juga menjalankan fungsi pelayanan tahanan (pengelolaan Rutan) maka hal ini dapat melemahkan
mekanisme
kontrol dalam
penegakan
hukum.
Bagaimana mungkin, sebuah institusi yang mempunyai kewenangan untuk menahan juga melaksanakan fungsi mengelola penahanan? Atau, bagaimana mekanisme kontrolnya, jika kewenangan penyidikan dan kewenangan pengelolaan Rutan dilaksanakan dilaksanakan oleh satu institusi. Fakta lain adalah beberapa Cabang Rutan yang berada di luar Kementerian Hukum dan HAM tersebut, selain melaksanakan fungsi pelayanan tahanan, juga menjalankan fungsi sebagai tempat pelaksanaan pidana
yang
seharusnya
hanya
dapat
dilakukan
oleh
Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas). Faktor keamanan merupakan alasan yang selalu dikemukakan. Sebuah alasan yang masuk akal, tetapi sebenarnya menafikan rasa keadilan dan tata aturan yang berlaku.
28
Jika rutan-rutan yang pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM dianggap tidak dapat memberikan rasa aman bagi penghuninya, tidak berarti dijadikan sebagai alasan untuk membentuk Rutan baru oleh institusi lain dengan menabrak aturan hukum yang ada. Yang harus dilakukan sebenarnya adalah melakukan pembenahan secara tuntas pada rutan-rutan yang sudah ada. Membangun sistem pengawasan yang efektif, melakukan pengklasifikasian secara tepat dan ketat terhadap penghuni dengan didasarkan pada jenis tindak pidana atau lama pidana, dan menghindarkan perlakuan diskriminatif yang dapat menimbulkan kecemburuan merupakan upaya yang lebih wajib untuk dilakukan. Rutan
mempunyai
tugas
melaksanakan
perawatan
terhadap
tersangka atau terdakwa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rutan memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut; a) melakukan pelayanan tahanan, b) melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib Rutan, c) melakukan pengelolaan Rutan, d) melakukan tata usaha. Seperti halnya Lapas, pada Rutan pun terdapat klasifikasi menjadi 3 Klas. Klasifikasi ini didasarkan atas kapasitas dan lokasi, yaitu: a. Rutan Klas I Keberadaan
Rutan
Klas
I
terdapat
satuan
kerja
yang
dapat
diidentifikasi : 1) Seksi Pelayanan Tahanan Bertugas
:
dokumentasi
a)
pengadministrasian,
tahanan,
serta
membuat
memberikan
statistik
dan
perawatan
dan
pemeliharaan kesehatan tahanan, b) mempersiapkan pemberian bantuan hukum dan penyuluhan bagi tahanan, c) memberikan bimbingan kegiatan bagi tahanan. Unit kerja ini dipimpin Kepala Seksi Pelayanan Tahanan yang dibantu oleh : a) Sub seksi Administrasi dan Perawatan, b) Sub seksi Bantuan hukum dan penyuluhan, c) Sub Seksi Bimbingan kegiatan. 2) Seksi Pengelolaan Rutan Bertugas
:
melakukan
urusan
keuangan
dan
perlengkapan,
melakukan urusan rumah tangga, kepegawaian dan perlengkapan.
29
Unit kerja ini di pimpin Kepala Seksi Pengelolaan Rutan, dibantu oleh subseksi keuangan dan perlengkapan dan subseksi umum. 3) Kesatuan Pengamanan Rutan Bertugas melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban Rutan. Kesatuan Pengamanan Rutan memiliki fungsi: a) melakukan administrasi
keamanan
dan
ketertiban
Rutan,
b)
melakukan
penjagaan dan pengawasan terhadap tahanan, c) melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban Rutan, d) Melakukan penerimaan, penempatan dan pengeluaran tahanan serta memonitor keamanan dan tata tertib tahanan pada tingkat pemeriksaan, e) membuat laporan dan berkas berita acara pelaksanaan pengamanan dan ketertiban. 4) Urusan Tata Usaha bertugas melakukan urusan surat menyurat dan kearsipan. Rutan Klas II
A maupun Klas IIB juga memiliki organisasi
pelaksanaa tidak beda dengan Rutan Klas I satu hanya saja pada Rutan Klas II terdapat satu unit kerja Sub Seksi Bimbingan Kegiatan. Seksi
ini
bertugas
memberikan
bimbingan
kegiatan
dan
mempersiapkan bahan bacaan bagi tahanan. 3. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan/Barang Rampasan Negara Negara Rumah Penyimpanan Benda Sitaan /Barang Rampasan Negara (Rupbasan) mempunyai tugas melakukan penyimpanan dan pengelolaan barang sitaan dan barang rampasan negara. Unit kerja Rupbasan memiliki fungsi : a) melakukan pengadministrasian benda sitaan dan barang rampasan negaran, b) melakukan pemeliharaan dan mutasi benda sitaan dan barang brampasan negara, c) melakukan pengamanan dan pengelolaan Rupbasan, d) melakukan urusan surat menyurat dan kearsipan. Keberadaan Rupbasan juga diklasifikasi dalam dua Klas yaitu Rupbasan Klas I dan Klas II berdasarkan atas beban kerja dan tempat kedudukan. Idealnya Idealnya setiap Kabupaten /Kota /Kota memiliki Rupbasan namun pada kenyataannya belum terlaksana.
30
4. Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Unit kerja ini bertugas memberikan bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak sesuai peraturan per undang-undangan yang berlaku. Bapas juga diklasifikasikan menjadi dua klas yaitu Bapas Klas I dan Bapas Klas II didasarkan atas lokasi, beban kerja dan wilayah kerja. Organigram Bapas di pimpin oleh Kepala yang dibantu oleh Subagian Tata Usaha, Seksi Bimbingan Klien Dewasa dan Seksi Bimbingan Klien Anak. D. Latihan 1. Apa yang saudara ketahui tentang Kedudukan, tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, jelaskan! 2. Coba
anda
gambarkan
susunan
organisasi
Direktorat
Jenderal
Pemasyarakatan, jelaskan! 3. Apa tugas dan fungsi Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban, Ketertiban, uraikan! 4. Apa tugas dan fungsi Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Bimbingan Anak? 5. Apa tugas dan fungsi Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan? 6. Apa tugas dan fungsi Bina Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara 7. Apa tugas dan fungsi Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana dan Tahanan? E. Rangkuman Direktorat Jenderal Pemasyarakatan merupakan salah satu satuan kerja di Kementerian Hukum dan Ham Republik Indonesia yang dikepalai seorang
Direktur
Jenderal
Pemasyarakatan.
Keberadaan
Direktorat
Jenderal Pemasyarakat terdapat 1 (satu) Sekretariat Direktorat Jenderal dan beberapa Direktorat Bina : Keamanan dan Ketertiban, Kesehatan dan Perawatan Narapidana dan Tahanan, Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Rampasan Negara,
Narapidana dan Pelayanan Pelayanan Tahanan, serta
Informasi dan Komunikasi
31
BAB IV SUBSTANSI PELAYANAN BIDANG PEMASYARAKATAN Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat memahami substansi pelayanan bidang pemasyarakatan, pemasyarakatan, substansi tingkat wilayah, substansi substansi pada tingkat tingkat UPT Pemasyarakatan
B. Substansi Substansi Pelayanan Di Tingkat Direktorat Pelayanan di bidang pemasyarakatan merupakan tanggung jawab Kementerian
Hukum
dan
HAM,
dimana
pendelegasian
tugasnya
didelegasikan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sebagai satuan unit kerja teknis Kementerian Hukum dan HAM yang bertanggung jawab menyusun perumusan dan standarisasi teknis di bidang pemasyarakatan. Adapun pelayanan pemasyarakatan pemasyarakatan yang menjadi wilayah tanggung jawab Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. Pelayanan dibidang Bina Keamanan dan dan ketertiban 2. Pelayanan dibidang Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana dan Tahanan 3. Pelayanan dibidang Bimbingan Kemasyarakatan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak 4. Pelayanan dibidang Informasi dan Komunikasi Komunikasi 5. Pelayanan dibidang Pembinaan Narapidana dan Pelayanan Tahanan Tahanan 6. Pelayanan dibidang Pengelolaan Benda Sitaan dan Rampasan Negara Pelayanan yang setingkat Direktorat hanya sebatas koordinasi dan administrasi sesuai bidang tugasnya. Pelayanan bersifat koordinasi sebagai upaya untuk menyampaikan kebijakan-kebijakan serta pembinaan kepada satuan kerja masing-masing pada tingkat di bawahnya yaitu Devisi Pemasarakatan dan Unit Pelaksana Teknis yang ada pada tingkat wilayah atau provinsi. C. Substansi Substansi Pelayanan Pada Tingkat Wilayah Pada
tingkat
wilayah
atau
provinsi
pelayanan
pada
bidang
pemasyarakatan di pimpin oleh satu devisi yaitu devisi Pemasyarakatan. Pada tingkat wilayah ini tidak jauh peran dan fungsinya sebagai pengkoordinasi dari segi administrasi serta perpanjangan tangan dari tingkat direktorat. Tugas dan fungsi Devisi Pemasyarakatan sebagai satu contoh
32
usulan kaitannya dengan pemberian remisi, Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB) pada UPT yang berada dalam wilayahnya. D. Substansi Substansi Pelayanan Pada Tingkat Unit Pelayanan Teknis Pelayanan yang diharapkan meningkat adalah pelayanan yang ada di Unit Pelaksana Teknis yang terdiri dari Rumah Tahanan Negara (Rutan), Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Penyimpanan Benda dan Barang Rampasan Negara (Rupbasan) dan Balai Pemasyarakatan (Bapas). 1. Pelayanan pada tahap adjudikasi oleh Bapas b.
Tugas Balai Pemasyarakatan Pada tahap adjudikasi ini dilaksanakan oleh Bapas, dalam ha ini Petugas Kemasyarakatan (PK Bapas) berperan dalam memberikan pertimbangan berdasarkan penelitian pengadilan. Melalui kegiatan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) petugas PK Bapas diharapkan mampu memberikan gambaran yang obyektif tentang latar belakang suatu peristiwa terjadi. Dengan adanya masukan dari PK Bapas pihak pengadilan dapat memberikan keputusan yang tepat dan berasakan hukum yang berkeadilan. Petugas Pemasyarakatan memiliki tugas sesuai dengan UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada pasal;, yaitu : 1) membuat laporan laporan penelitian penelitian kemasyarakatan kemasyarakatan untuk untuk kepentingan kepentingan Diversi,
melakukan
pengawasan
terhadap
pendampingan, Anak
selama
pembimbingan,
dan
proses
dan
Diversi
pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya kepada pengadilan apabila Diversi tidak dilaksanakan 2) membuat laporan laporan penelitian penelitian kemasyarakatan kemasyarakatan untuk untuk kepentingan kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara Anak, baik di dalam maupun di luar sidang, termasuk di dalam LAPAS dan LPKA 3) menentukan program perawatan perawatan Anak di LAPAS dan dan pembinaan pembinaan Anak di LPKA bersama bersama dengan petugas pemasyarakatan pemasyarakatan lainnya; lainnya;
33
4) melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan c.
Bimbingan Sosial Klien Pemasyarakatan Bimbingan
sosial
dalam
konteks
pelayanan
bagi
klien
pemasyarakatan di Bapas adalah proses pelayanan yang ditujukkan kepada klien agar mampu mengembangkan relasi sosial yang positif dan menjalankan peranan sosialnya dalam lingkungan masyarakat . 1) Tujuan : a) Memulihkan
dan
mengembangkan
perilaku
aktif
klien
pemasyarakatan b) Meningkatkan
kemampuan
untuk
bisa
menemukan
dan
mengatasi masalah serta memenuhi kebutuhan hidup secara wajar c) Meningkatkan kemampuan melaksanakan peran sosial dengan baik d) Merencanakan kegiatan penyelesaian masalah klien e) Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki klien seoptimal mungkin. f) Mengenal dan menentukan tujuan,
rencana hidup
serta
kesulitan – kesulitan – kesulitan kesulitan klien g) Memahami dan membantu mengatasi kesulitan klien h) Mendayagunakan segala kekuatan dan kemampuan klien untuk kepentingan pemecahan masalah. i) Menyesuaikan diri
dengan keadaan dan tutuntutan
dari
lingkungan klien baik dengan keluarga maupun lingkungan sosial. 2). Fungsi Bagi Klien : a) Fungsi pencegahan, yaitu mencegah timbulnya permasalahan klien dalam relasi dengan lingkungan
34
b) Fungsi pengembangan, pengembangan, yaitu merupakan fungsi bimbingan dalam pengembangan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki klien dalam berelasi dengan lingkungan c) Fungsi penyesuaian, yaitu membantu klien dalam menemukan penyesuaian diri dan perkembangannya secara optimal dalam berelasi dengan lingkungan d) Fungsi rujukan, yaitu membantu klien, keluarga dalam memilih dan memantapkan jenis pelayanan yang sesuai dengan karakteristik, permasalahan serta kebutuhan klien. klien. 3) Sifat-Sifat Bimbingan Klien a) Edukasi
yaitu
Pembimbing
bimbingan
sosial
Kemasyarakatan
yang
kepada
dilakukan klien
oleh
dengan
memperhatikan pendidikan orang dewasa b) Bimbingan
Pengembangan
yaitu
bimbingan
sosial
yang
dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan dengan lebih mengfokuskan pada perkembangan optimal seluruh aspek kepribadian pemberian
klien
dengan
kemudahan
strategi/upaya
perkembangan
pokoknya melalui
pada
rekayasa
lingkungan c) Perluasan jangkauan digunakan sebagai usaha untuk lebih mengjangkau klien secara keseluruhan baik yang mengalami permasalahan maupun yang tidak bermasalah. Dalam hal ini termasuk semua klien dengan aspek kepribadiannya dalam konteks kehidupannya, termasuk masalah, target intervensi, setting, metode dan lamanya waktu pelayanan bimbingan. 4) Prinsip-Prinsip Bimbingan Sosial Klien Pemasyarakatan Pemasyarakatan : a) Bimbingan sosial merupakan suatu proses untuk membantu klien
agar
dapat
membantu
dirinya
sendiri
dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi b) Bimbingan sosial sebaiknya memiliki fokus pada klien yang dibimbing
35
c) Bimbingan
sosial
diarahkan
pada
klien
yang
memiliki
karakteristik tersendiri, oleh karena itu, pemahaman keragaman dan kemampuan individu yang dibimbing sangat diperlukan dalam pelaksanaan bimbingan sosial d) Bimbingan sosial dimulai dengan identifikasi masalah dan keutuhan yang dirasakan oleh klien yang akan dibimbing e) Pelaksanaan pelayanan bimbingan sosial harus luwes dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan klien. f) Program bimbingan sosial bagi klien harus sesuai dengan program pelayanan yang ditetapkan sesuai program yang ada di Bapas g) Pelaksanaan program bimbingan sosial dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian dibidang pembimbing kemasyarakatan yang bisa dapat bekerja sama dengan instansi lainya h) Pelaksanaan program bimbingan sosial dievaluasi untuk mengetahui hasil dan pelaksanaan program. 5) Proses Bimbingan Sosial Pada Klien Pemasyarakatan Bimbingan sosial bagi klien pemasyarakatan dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut : 1.
Tahap kontak dan kontrak
2.
Tahap Assesmen (pengkajian masalah)
3.
Tahap perencanaan bimbingan
4.
Tahap Pelaksanaan bimbingan
5.
Tahap evaluasi
6.
Tahap Akhir Harus kita akui bahwa dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya Bapas banyak menemui berbagai kendala baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kuantitas dan kualitas petugas PK Bapas yang terbatas sehingga dalam melaksnakan tugasnya tidak maksimal. Masih terdapat di kabupaten dan kotamadya belum memiliki Balai Pemasyarakatan. Ditambah lagi keberadaan SDM PK Bapas masih
36
perlu ada peningkatan pengetahuan dan keterampilan. keterampilan. Berdasarkan tersebut, maka upaya untuk membangun dan penambahan petugas PK Bapas adalah salah satu yang harus diperjuangkan sebagai upaya untuk
meningkatkan
kualitas
dan
pelayanan
yang
maksimal
khususnya dalam tugas dan fungsi Balai Pemasyarakatan. 2. Pelayanan Tahap Pre-adjudikasi oleh Rupbasan Pelayanan pada tahap ini dilakukan oleh petugas Rupbasan yang berperan dalam melindungi hak atas benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Rupbasan dalam hal ini berperan dalam menjamin keselamatan dan keamanan barang yang dimaksud. Bertitik tolak dari ketentuan pasal 44 ayat (1) UU RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang menyatakan bahwa bend sitaan disimpan dalam rumah barang benda sitaan negara, yang selanjutnya dalam ketentuan Pasal 27 ayat (1) PP RI Nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang – – Undang Hukum Acara Pidana disebutkan dalam RUPBASAN ditempatkan benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim, maka terkandung pengertian bahwa : a. Setiap barang sitaan oleh negara untuk keperluan proses proses peradilan harus disimpan di RUPBASAN. b. RUPBASAN adalah satu – satu – satunya satunya tempat penyimpanan benda sitaan oleh negara, termasuk barang yang dirampas berdasarkan putusan hakim. c.
Dari fungsi kelembagaan RUPBASAN merupakan pusat penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan negara dari seluruh instansi di Indonesia. Meskipun pada praktek dilapangan Barang Bukti tidak sedikit yang berada Kepolisian dan Kejaksaan
37
d. Dalam hal hal benda sitaan tersebut tidak mungkin dapat disimpan disimpan dalam RUPBASAN,
maka
cara
penyimpanan
benda
sitaan
tersebut
diserahkan kepada Kepala RUPBASAN (Pasal 27 ayat (2) PP No. 27 Tahun 1983). Secara garis besarnya tugas daripada Rupbasan adalah mencakup : a. Penerimaan, penelitian, penilaian, pendaftaran dan penyimpanan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara. b. Pemeliharaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Rampasan Negara. c. Pemutasian Benda Sitaan dan Barang Rampasan Rampasan Negara. d. Pengeluaran dan penghapusan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara. Berdasarkan tugas yang harus dijalankan Rupbasan, maka petugas Rupbasan harus memahami dan terampil dalam penelitian berbagai jenis benda sebagai Barang Bukti (BB), mampu dan terampil membuat Berita Acara Penerimaan dan Pengeluaran BB baik untuk keperluan sidang maupun diambil orang yang punya BB 3. Pelayanan Tahap Adjudikasi Adjudikasi oleh Lapas Pada
tahap
post
adjudikasi
yang
dilakukan
Lembaga
Pemasyarakatan yang mempunyai peran pembinaan untuk melindungi hak asasi manusia narapidana. Dalam pemberian layanan harus sesuai denganStandard Operating Procedure (SOP) Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat, dan Cuti Menjelang Bebas serta telah disahkannya Peraturan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Tanggal 31 Mei 2011 Nomor : PAS - 420.0T.02.02 TAHUN 2011 Tentang Standard Operating Procedure (SOP) Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat, dan Cuti Menjelang Bebas, dalam rangka mendukung Reformasi Birokrasi yang sedang dilaksanakan di Jajaran Pemasyarakatan yang hakekatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan menyangkut aspek kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (bisnis proses) dan sumber daya manusia.
38
a. Pelayanan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan dapat diidentifikasi sebagai berikut 1) Pelayanan Besuk/Kunjungan Pelaksanaan pelayanan besuk atau kunjungan harus sesuai protap yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaan pelayanan ini petugas harus memahami dan santun serta tegas terhadap para para pembesuk/pengunjung
sesuai
dengan
Prosedur
Tetap
yang
diberlakukan. 2) Pelayanan Kesehatan Setiap WBP harus memperoleh fasilitas pelayanan kesehatan secara adil dan merata. Apabila tidak bisa tertangani oleh Klinik Lapas yang ada harus dibuat rujukan ke Rumah Sakit Terdekat sesuai dengan SOP yang ada. 3) Pelayanan untuk beribadah sesuai dengan agama atau kepercayaan yang dianut WBP 4) Pelayanan memperoleh Pembinaan Keterampilan kegiatan kerja sesuai bakat dan minat WBP 5) Pelayanan untuk mendapatkan remisi, Pembebasan Bersyarat (PB), dan Cuti Menjelang Bebas (CMB) secara teliti, akurat, dan jauh dari diskriminasi terhadap WBP yang ada. b. Prinsip pokok Lembaga Pemasyarakatan Pemasyarakatan Sistem pemasyarakatan menurut UU No 12 tahun 1995 adalah suatu tatanan mengenai arah dan betas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu
antara
pembina,
yang
dibina
dan
masyarakat
untuk
meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan. Terdapat prinsip pokok pemasyarakatan yang dapat diidentifikasi yaitu: 1) Orang yang tersesat diayomi juga, dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
39
2) Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari Negara. Tetapi narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan, ucapan, cara perawatan ataupun penempatan. 3) Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan Bimbingan 4) Negara tidak berhak membuat seseorang seseorang lebih buruk atau atau lebih jahat daripada sebelum sebelum ia masuk ke dalam lembaga. lembaga. 5) Pekerjaan yang yang diberikan diberikan kepada kepada narapidana narapidana tidak boleh boleh bersifat mengisi waktu luang atau hanya diperuntukkan kepentingan jabatan atau kepentingan negara negara sewaktu saja. 6) Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan c. Faktor-faktor yang mempengaruhi mempengaruhi Lapas yang kondusif kondusif Untuk Indonesia, program pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan sebaiknya direncanakan sesuai dengan kebutuhan serta juga menampung minat dan aspirasi narapidana. Bagi pelaksanaannya, diperlukan bantuan para pakar dari berbagai bidang ilmu seperti : psikologi, kerja sosial, psikiatri, kriminologi dan pendidikan. Empat hal yang memperlambat terciptanya Lembaga Pemasyarakatan yang kondusif dan efektif sebagai institusi pembinaan, yaitu: a. Masih adanya ambivalensi criminal policy b. Struktur sosial Lembaga Pemasyarakatan c. Sumber daya m anusia petugas Lembaga Pemasyarakatan Pemasyarakatan d. Program dan strategi pembinaan e. Reaksi masyarakat
E. Jenis Pelatihan Substatif Yang Dibutuhkan Dalam
rangka
mewujudkan
kompetensi
pegawai
bidang
pemasyarakatan, sesuai dengan sasaran garapan pemasyarakatan, maka harus diperhatikan tiga pembelajaran
tentang
hal terkait terkait agenda pembelajaran, yaitu; agenda agenda peningkatan
integritas
petugas
Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara, agenda pembelajaran tentang peningkatan integritas petugas Balai Pemasyarakatan, dan agenda pembelajaran tentang peningkatan integritas petugas Rupbasan. Penjabaran tiga agenda pembelajaran tersebut dapat diidentifikasikan :
40
1. Pendidikan dan latihan Peningkatan Integritas Petugas Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Kegiatan ini terdiri dari beberapa materi yang kaitannya dengan: a.
Agenda manajemen adminisrasi Agenda ini diarahkan pada pengembangan pemahaman pemahaman prosedur tetap (PROTAP), serta standar operasional prosedur (SOP) Lembaga Pemasyarakatan kemampuan
sesuai
untuk
taat
dengan pada
peraturan
nilai-nilai,
perundangan
norma,
moralitas
dan dan
bertanggungjawab dalam pelaksanaan tugas. Eksistensi SOP dan PROTAP sebenarnya sudah dimiliki oleh lembaga pemasyarakatan dan Rutan, hanya saja kurang disosialisasikan kepada seluruh petugas pemasyarakatan. Sehingga aplikasi ditempat tugas tidak berjalan maksimal. Seharusnya setiap petugas lapas diberi buku saku tentang SOP dan PROTAP yang bisa dijadikan pegangan bila menemui berbagai kendala terkait dengan hal tersebut. Pada sisi lain, seharusnya dalam penerimaan pegawai harus dipersiapkan dengan pengetahuan tentang teknis yang berkaitan dengan tugas dan fungsinya sebagai petugas pemasyarakatan. b. Agenda manajemen pembinaan pembinaan Agenda ini diarahkan pada proses pembinaan sejak WBP/Tahanan masuk sampai menjelang bebas. Pembinaan dari mulai proses awal MAPENALING, proses pembinaan kearohanian berdasarkan agama yang dianut, proses penyelusuran minat dan bakat keterampilan WBP. Pada proses ini diberdayakan kegiatan perwalian WBP. Salah satu unsur penting pelaksanaan tugas di Lapas/Rutan adalah unsur pembinaan. Pembinaan yang dilaksanakan di Lapas/Rutan dimulai dari WBP/Tahanan masuk lembaga sampai proses keluar dari penjara. Pembinaan diawali orientasi berupa Masa Pengenalan Lingkungan (Mapenaling) sampai dengan proses-proses selanjutnya. Pembinaan selanjutnya adalah pembinaan tentang mental, kerohanian, sosial, dan keterampilan kerja sesuai dengan bakat, pengembangan bakat seperti kesenian. Dengan insentifnya pembinaan diharapkan WBP/Tahanan
41
selama dalam proses pembinaan diharapkan menjadi pribadi-pribadi yang siap kembali ke kehidupan masyarakat. c. Agenda manajeman manajeman pelayanan Agenda ini diarahkan pada proses pelayanan besuk, proses pelayanan asimilasi, proses CMB, CB, PB, proses pelayanan kesehatan di luar lapas, proses bila terjadi pimindahan tempat / lapas lain. Belum adanya data base di masing-masing lapas menajdikan proses pembinaan kurang optimal. Sebagai lembaga publik senantiasa harus memberikan pelayanan yang baik baik kepada WBP/Tahanan maupun pada publik. Terdapat berbagai pelayanan yang ada di lembaga dari mulai pelayanan kunjungan/besuk, sampai pada tingkatan pelayanan lainnya. 2. Pendidikan dan latihan peningkatan peningkatan integritas petugas PK Bapas Kegiatan ini berisikan materi yang substantif dengan tugas dan fungsi petugas PK Bapas yang mencakup: macam-macam Litmas, macammacam Bimbingan Klien, dan macam-macam sidang yang semua tercakup dalam tugas dan fungsi PK Bapas 3. Pendidikan dan Latihan Peningkatan Peningkatan integritas petugas Rupbasan Rupbasan Kegiatan ini berisikan dengan materi yang sesuai dengan bidang substatif tentang pengelolaan benda sitaan sebagai bahan bukti dipersidangan harus dikelola dengan baik dari mulai penerimaan, penelitian sekaligus dibuiatkan berita acara penelitian, perawatan dan pemeliharaan yang harus dijaga supaya aman sebagai upaya penegakan amanat sebagai rumah penyimpanan Konteks
permasalahan
yang
dihadapi
pelaksanaan
bidang
Pemasyarakatan secara garis besarnya dapat diidentifikasi sebagai berikut : a. Belum memahami terpahaminya konsep dan misi m isi Pemasyarakatan pada lembaga penegak hukum lain Kondisi
ini
memberikan
kecenderungan
atas
ketidakoptimalan
bekerjanya sistem Pemasyarakatan dalam tata peradilan pidana. Permasalahan tersebut dapat menjelaskan realitas hubungan antara lembaga-lembaga yang bernaung dalam sistem peradilan pidana yang
42
masih menunjukkan hubungan yang kurang sinergis, khususnya dalam hal interkoneksi diantara sub sistem peradilan pidana. Terkait dengan tugas-tugas
Kepolisan
penuntutan
(dan
dibidang
penyidikan),
penyidikan, serta
Kejaksaan
Pengadilan
dibidang
(hakim)
dalam
pemeriksaan dipersidangan, terdapat beberapa kondisi yang kurang kondusif yang berimplikasi pada tidak maksimalnya pelaksanaan misi Pemasyarakatan.
Uraian
dalam
bagian
ini
akan
memaparkan
permasalahan-permasalahan permasalahan-permasalaha n UPT-UPT Pemasyarakatan dalam rangka pelaksanaan misi Pemasyarakatan terkait dengan berkerjanya sistem peradilan pidana. b. Over kapsitas Fenomena over kapasitas diberbagai UPT Pemasyarakatan (Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan), merupakan salah satu gejala nyata tidak adanya sinergitas dalam bekerjanya sistem peradilan pidana. Dalam konteks sistem peradilan pidana terpadu, masing-masing lembaga penegak hukum tidak bisa menafikan permasalahan yang dihadapi oleh lembaga penegak hukum lainnya yang secara langsung atau tidak diakibatkan oleh kebijakan salah satu lembaga. Sebagai contoh adalah proses hukum terhadap tindak pidana narkotika
dan
obat
terlarang
yang
semakin
menunjukkan
kecenderungan angka yang meningkat secara signifikan divonis pidana penjara. Kondisi ini secara langsung akan mempengaruhi kualitas pembinaan dilakukan lembaga, dan pada sisi lain kondisi over kapasitas sangat rawan konflik yang cenderung adanya keributan sebagai akibat berbagai gesekan kepentingan. c. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Sebagaian besar Lapas yang ada di Indonesia adalah bekas peninggalan penjajahan Belanda yang masih menganut sistem kepenjarahan yang yang memberi kesan angker dan menakutkan menakutkan sehingga sehingga sangat bertolak belakang belakang dengan kondisi pembinaan yang yang diharapkan. diharapkan. Sementara sarana dan prasarana yang masih terbatas dalam bidang pelayanan kesehatan, bidang sarana kegiatan kerja serta berbagai
43
sarana keamanan yang banyak mengalami kerusakan karena faktor usia. d. Terbatasnya Sumber Daya Manusia Pemasyarakatan Dari mulai perekrutan pegawai baru (CPNS) petugas pemasyarakatan tidak dibekali dengan dengan berbagai berbagai pengetahuan pengetahuan dan pendidikan pendidikan tentang Lembaga Pemasyarakatan
sehingga dlam pelaksanaan tugas dan
fungsinya tidak bisa berjalan secara secara maksimal. maksimal.
Pada sisi lain, para
petugas pemasyarakatan sangat minim dengan dunia pendidikan dan latihan teknis pemasyarakatan. pemasyarakatan. F. Latihan 2. Coba saudara Jelaskan bagaimana SOP dalam pelayanan sesuai dengan Tugas dan fungsi Saudara! 3. Jika saudara bertugas di Lapas, bagaimana tindakan saudara apabila pembesuk atau pengunjung di luar jam kunjungan yang telah ditetapkan? 4. Jika saudara bertugas sebagai PK Bapas, bagaimana menjalankan tugas anda, jelaskan! 5. Jika saudara petugas di Rutan, bagaimana melaksanakan tugas menerima limpahan tahanan dari Kepolisian atau kejaksaan, jelaskan! 6. Jika saudara petugas Rupbasan, bagaimana anda menghadapi komplain atau pengaduan dari orang yang mengambil BB di Rupbasan, jelaskan!
G. Rangkuman Terdapatnya Standar Operasi Prosedur (SOP) dan Prosedur Tetap (Protap) sebagai upaya untuk melaksanakan tugas dan fungsi sesuai aturan yang berlaku. Pengetahuan baik tentang SOP maupun Protap sangat kurang khususnya bagi Petugas Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berjalan tidak maksimal. Unit Pelaksanaan Teknis Pemasyarakatan banyak menemui kendala dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, hal ini disebabkan oleh faktor internal yang mencakup SDM petugas yang masih rendah, terbatasnya sarana dan prasarana, over kapasitas, maupun faktor eksternal yang mencakup masih terdapatnya stigma negatif terhadap mantan. Lapas masih
44
dianggap sebagai tempat berkumpulnya narapidana dengan berbagai latar belakang kejahatan.
45
BAB IV KESIMPULAN
Peningkatan
integritas
petugas
dijajaran
pemasyarakatan
sangat
bersinergi dengan gerakan peningkatan pengetahuan bidang substatif tentang pemasyarakatan yang memiliki unit pelaksana teknis yaitu terdiri dari Rumah Tahanan Negara, Lembaga Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan dan Rampasan Negara. Dalam
prakteknya
masih
ditemukan
berbagai
kendala
dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya, baik kendala yang bersifat internal maupun kendala dari faktor eksternal. Namun penulis berupaya menyorot dari sisi internal salah satu adalah masih rendahnya pengetahuan dan keterampilan bidang substantif petugas pemasyarakatan. Kondisi ini secara langsung akan mempengaruhi tingkat pelayanan pada publik. Melalui Gerakan peningkatan pengetahuan bidang substantif diharapkan integritas petugas pemasyarakatan yang mampu memberikan output sekaligus outcome pada tugas dan fungsinya sehingga pada gilirannya akan berdampak pada meningkatnya pelayanan publik.
46
DAFTAR PUSTAKA Aminah Aziz, Aspek Aziz, Aspek Hukum Perlindungan Perlindungan Anak, USU Press, 1998 Darwan Prinst, Hukum Prinst, Hukum Anak Indonesia, Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997 Maulana Hassan Wadong, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Gramedia Wirasarana Indonesia, Jakarta, 2000 Marianti Soewandi, Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan Bimbingan Dan Penyululuhan Klien. Jakarta 2003 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Beserta Dengan Komentar Komentarnya lengkap Pasal Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, 1998 Sudarto, Suatu dilemma dalam pembaharuan sistem pidana I ndonesia, ndonesia , Pusat Studi Hukum dan Nasyarakat Fakultas Hukuim Universitas Diponegoro, 1974, Soediman Kartohadipirodjo, Pengantar Kartohadipirodjo, Pengantar tata hukum di Indonesia, Indonesia , cetakan. Ke-3, PT.Pembangunan Jakarta, 1961, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Peraturan Menteri Hukum dan Ham RI Nomor: M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Ham RI Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan Surat Edaran Peraturan Direktotar Jenderal Pemasyarakatan Nomor: PAS-OT.02.02-42 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Stantar Operating (SOP)
47