MODUL PRAKTIKUM
NON NON I DE AL F LOW LOW PADA PADA SILO-HOPPER
TUJUAN •
Menguji dan mendiagnosis sistem aliran dalam percobaan non ideal flow dengan menggunakan stimulus response
•
Mengevaluasi serta mendiskusikan model aliran secara mendalam
•
Menghitung RTD dalam Hopper
•
Mengetahui sylo yang ideal
PENDAHULUAN
Ada dua macam pola pola aliran, yaitu : ideal plug flow dan ideal mixed mixed flow. Biasanya, salah satu atau yang lain selalu paling bagus. Pemilihan salah satunya tergantung pada tujuan. Seperti gambar 1. Migrasi burung-burung pada penerbangan jauh, plug flow selalu paling bagus. Untuk mempertahankan mereka dari serangan musuh, mixed flow selalu paling.
Contoh Plug Flow dan Mixed dan Mixed Flow Gambar 1. Contoh Plug Di dalam Teknik proses pencampuran, blending, dan dalam reaksi kimia bolak-balik mixed flow selalu paling bagus. bagus. Pada perpindahan panas, perpindahan massa, dan reaksi kimia kimia order
positif, plug flow selalu paling bagus. bagus. (Catatan : hal yang yang khusus pada reaksi Hal. 1 dari 12
L abor ator tor i um Ope Oper asi Te T ekni k K i mi a – FT FT UNTI UNTI RTA
autokatalitik dan autotermal. Seperti fermentasi bakteri dan pembakaran, juga pada aliran recycle). Di Perguruan Tinggi, perancangan reaktor, alat pertukaran panas, dan semua alat kontak fase pada umumnya dipelajari berdasarkan anggapan bahwa alirannya ide al plug flow. Bagaimanapun, aliran materi pada pada reaktor di Industri tidak pernah ideal. Paling bagus dapat dicapai dengan menggunakan pendekatan dengan menggunakan reaktor packed bed ideal. Kadang tidak dapat dielakkan adanya dispersi, flow mal-distribution seperti channelling dan by-passing, kadang juga terjadi size segregation dalam packing dalam bed. Dalam industry reactor, alat penukar panas, dsb, aliran selalu non ideal. Berapa banyak non- ideal adalah sangat penting untuk mengetahui pertimbangan ekonomi dan Teknik. Fokus pada praktikum ini yaitu pada alat Hopper. Hopper biasa digunakan sebagai alat penyimpanan suatu powder sebelum dialirkan ke pengolahan padatan lebih lanjut. Beberapa Hopper memiliki umpan berupa campuran dari berbagai powder atau satu jenis powder namun dengan ukuran partikel yang berbeda. Distribusi waktu tinggal memiliki implikasi penting untuk memprediksi waktu ejeksi dan mengetahui kualitas suatu pencampuran (Keluaran dari Hopper). Aliran produk yang ideal adalah jika semua jenis powder tersebar secara merata atau pada tiap keluaran pada berbagai waktu memiliki konsentrasi yang sama. Ketidakidealan dalam aliran Hopper bisa disebabkan oleh size segregation. Segregasi biasa terjadi pada pola aliran funnel flow. Maka dari itu, solusi untuk mencegah terjadinya segregasi yaitu dengan menggunakan pola aliran mass flow (Brown dan Richard, 1970). Dalam proses iron making, analisis dinamika aliran material granular, seperti, kokas (coke) dan bijih (ore) sangat penting untuk perbaikan segregasi dalam proses transportasi material serta realisasi penurunan beban yang stabil dalam tanur tinggi (blast furnace). Aliran padat dalam sebuah hopper dengan partikel yang terdiri dari berbagai ukuran penting dalam proses pembuatan besi. Sebagai contoh, transisi ukuran partikel dari aliran keluaran bell-less blast furnace memiliki pengaruh yang signifikan terhadap distribusi permeabilitas gas radial dalam furnace (Tsutomu Tanaka, 1988). Pola segregasi dapat dilihat pada gambar berikut:
Hal. 2 dari 12
Laboratorium Operasi Tekni k K imia – FT UNTI RTA
Gambar 2. Perbedaan segregasi dan non segregasi pada aliran keluaran Hopper
Gambar 3. Perbedaan pola suatu campuran
Selain industri pembuatan besi, analisa distribusi waktu tinggal pada Hopper banyak diaplikasikan pada industri pengolahan padatan berupa powder, seperti industri semen, baterai, obat-obatan, makanan, detergen, dan bagging (Pengepakan). Prediksi aliran keluaran pada industri bagging berguna salah satunya untuk mengetahui waktu saat pergantian karung secara otomatis.
Gambar 4. Proses pengepakan setelah melewati Hopper
Hal. 3 dari 12
Laboratorium Operasi Tekni k K imia – FT UNTI RTA
Di dalam percobaan ini, kami menggunakan Teknik stimulus-response untuk memperoleh informasi yang digunakan untuk diagnosis dan perhitungan. Kami selalu mencoba untuk mengerjakan dengan cara sederhana yang masih memungkinkan dan masih didapat hasil yang benar. Cara yang paling sederhana ditunjukkan oleh jejak pulsa yang masuk dan mengukur output pada pengeluaran. Jejak dapat dibuat dari tinta, asam, basa, dan zat organik untuk cairan. Asap, uap, dan debu dengan ukuran beberapa mikron untuk gas dan partikel magnetik atau partikel-partikel berbeda ukuran untuk aliran butiran padat. Untuk ketigatiganya, substansi radioaktif dapat digunakan apabila melibatkan temperatur sangat tinggi. Tujuan dari percobaan dengan menggunakan teknik stimulus-response untuk membuat diagnosa aliran dalam sistem aliran padatan, dengan pengukuran dan perhitungan yang cocok, kita akan diperoleh model-model aliran, kemudian secara kuantitatif hasilnya dianalisa dan didiskusikan secara mendalam.
TINJAUAN PUSTAKA 1. Hopper
Dalam sebuah bejana penyimpanan, terdapat komponen terdiri dari bin atau silo dan hopper. Silo adalah bagian atas bejana dan memiliki sisi vertical. Hopper, yang memiliki setidaknya satu sisi miring, merupakan bagian antara silo dan outlet bejana. Fungsi hopper adalah sebagai alat penyimpanan granular solid.
Gambar 5. Silo-Hopper
Hal. 4 dari 12
Laboratorium Operasi Tekni k K imia – FT UNTI RTA
2. Proses pada Hopper
Dalam hal penanganan bulk solid pada fasilitas penyimpanan, 3 fase proses dapat dibedakan: (1) pengisian, (2) penyimpanan dan (3) keluaran. Pada tahap pengisian, dengan aliran outlet ditutup, material ditumpahkan secara perlahan dari bagian atas. Semakin banyak bahan yang dituangkan, tekanan, karena berat lapisan, mulai berkembang di seluruh wadah. Dalam tahap penyimpanan, tidak ada material yang mengalir masuk atau keluar dari wadah. Untuk bubuk kohesif (halus) ini dapat menyebabkan peningkatan ikatan antarpartikel. Karena beratnya sendiri, material yang disimpan, kekuatannya meningkat seiring dengan waktu. Selain itu, rongga udara yang sangat kecil menghasilkan kontak permukaan yang lebih kuat dan meningkatkan gaya gesekan. Pada tahap ketiga dan terakhir, material dikeluarkan melalui lubang di bagian bawah wadah. Setelah membuka outlet, zona pelebaran yang berdekatan dengan outlet akan terbentuk. Pada Hopper dengan sisi yang curam dan halus, zona bahan yang mengalir ini akan mencakup seluruh area penampang melintang dari wadah yang menghasilkan pola aliran mass flow, sedangkan untuk dinding kasar zona pelebaran hanya terbatas pada pusat, menghasilkan aliran funnel flow ( Saaada, 2005). 3. Pola Aliran Hopper
Ada 2 tipe yang umum dari aliran padatan di dalam hopper, yakni Mass Flow dan Funnel Flow. Di beberapa kasus, ada juga yang menggabungkan antara Mass Flow dan Funnel Flow, yang disebut Expanded Flow.
Hal. 5 dari 12
Laboratorium Operasi Tekni k K imia – FT UNTI RTA
Gambar 6. Pola aliran dalam Hopper
Perbedaan utama antara Mass Flow dan Funnel Flow adalah bahwa dalam Mass Flow, semua material bergerak, walaupun tidak harus dengan kecepatan yang sama. Sedangkan dalam Funnel Flow, hanya material di bagian tengah saja yang bergerak, sementara material yang dekat dengan diding tetap diam. Aliran padatan pada hopper yang ideal yaitu mass flow. Secara umum, funnel flow memiliki banyak kerugian seperti dapat mengakibatkan rat holing, segregasi, dan flooding. Maka dari itu, untuk mendesain sebuah hopper, sebisa mungkin dibuat mass flow.
Gambar 7. Tipe Hopper Hal. 6 dari 12
Laboratorium Operasi Tekni k K imia – FT UNTI RTA
Dalam mendesain Mass-flow Hopper, memerlukan minimal 3 pertimbang (J.Marinelli (1992), yaitu: 1. Kekasaran dan sudut kemiringan hopper. Kekasaran dinding berhubungan dengan gaya gesek partikel dengan dinding. Faktor yang mempengaruhi gaya gesek dinding yaitu, material dinding, temperatur, kelembababn, korosifitas, keausan, dan waktu tinggal. 2. Penentuan ukuran outlet lubang hopper. 3. Pertimbangan laju alir outlet. 4. Masalah pada Hopper 4.1 Ratholing
Serbuk mengalir hanya di bagian outlet (seperti lubang tikus). Sedangkan di tepi hopper terbentuk “dead zone” yang tidak bergerak sama sekali. “Dead zone” akan terus bertambah selama hopper tidak dibersihkan hingga kosong. Penyebabnya bisa karena Kemiringan hopper kurang curam. 4.2 Doming
Arching atau doming yaitu Serbuk menumpuk dan tidak bisa turun sama sekali karena terhambat sudut outlet hopper. Arching terjadi akibat daya tarik antar partikel yang kuat. Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya arching yakni bentuk dan ukuran partikel, temperatur, kelembababn, waktu tinggal, dan relative humidity. 4.3 Flushing
Flushing terjadi ketika material tidak cukup kohesif untuk membentuk dome yang stabil, partikel mengalir keluar dengan sangat lambat. Saat partikel keluar secara sangat lambat, udara dari luar mencoba menembus masuk ke dalam hopper sehingga melonggarkan area outlet karena partikel yang terhembus ke atas. Hal ini mengakibatkan partikel makin sulit untuk keluar.
Hal. 7 dari 12
Laboratorium Operasi Tekni k K imia – FT UNTI RTA
Gambar 8. Ratholing, doming, dan flushing. 4.4 Segregasi
Serbuk ukuran besar terkumpul di tepi, sedangkan serbuk halus berkumpul di tengah. Sehingga serbuk halus akan turun lebih cepat dari pada serbuk kasar. Efeknya pada saat pengosongan hopper sebagian besar berupa serbuk kasar. Pola segregasi umumnya ada 2 yaitu trajectory segregation dan segregation by percolation.
Gambar 9. Segregasi 5. Distribusi Waktu Tinggal
Kurva RTD /fungsi distribusi umur keluar ( exit-age distribution function) atau Kurva E(t) karena kurva ini menggambarkan lamanya molekul-molekul tinggal dalam alat proses. Kurva RTD ini berguna untuk :
Hal. 8 dari 12
Laboratorium Operasi Tekni k K imia – FT UNTI RTA
1. Mengetahui distribusi waktu tinggal molekul-molekul dalam alat proses. 2. Menganalisis ketidakidealan alat proses (chanelling, short circuiting, stagnant zone, recycling ). 3. Mengetahui volume reaktor sebenarnya. 4. Mengetahui konversi di dalam alat proses 5. mengevaluasi proses non ideal sehingga mendekati proses ideal Distribusi waktu tinggal dari partikel padatan dalam Hopper dinyatakan dengan kurva Distribusi Waktu Tinggal (RTD).
Hasil pengukuran konsentrasi tracer keluaran hopper
diperoleh kurva waktu terhadap %E. Hasil yang didapat dianalisa apakah terjadi segregasi atau masalah lain yang terjadi pada hopper sehingga proses dapat dievaluasi. Nilai %E dapat dirumuskan sebagai berikut:
E(t)
C(t)
0
C(t)dt
C (t) merupakan fraksi massa tracer pada tiap waktu. Fungsi penyebut dapat disederhanakan secara numeris menggunakan persamaan trapezoidal.
Gambar 10. Persamaan Trapezoidal
Hal. 9 dari 12
Laboratorium Operasi Tekni k K imia – FT UNTI RTA
Pada percobaan ini, batas integral dari waktu 0 sampai waktu ketika sudah tidak ada lagi partikel dalam hopper (pengosongan hopper). Nilai fn merupakan nilai C(t) dan ∆x merupakan nilai dari ∆t. RTD ditentukan secara eksperimen dengan menginjeksikan bahan inert yang disebut pelacak (tracer ) ke dalam reaktor pada saat tertentu, t = 0, kemudian mengukur konsentrasi pelacak, C pada aliran keluar sebagai fungsi waktu. Syarat-syarat pelacak : 1. Bahan inert (tidak bereaksi dengan zat dalam bahan yang ada dalam alat proses) 2. Dapat diukur (dideteksi) dengan mudah. 3. Sifat-sifat fisiknya mirip dengan campuran reaktannya. 4. Tidak diserap oleh dinding atau permukaan lain dalam alat proses.
PROSEDUR PERCOBAAN A. Menentukan kecepatan aliran padatan.
Dalam menentukan kecepatan aliran aliran padatan dan factor- faktor yang berpengaruh pada kecepatan aliran padatan, langkah-langkah percobaan yang dilakukan adalah : 1. Persiapkan Silo-Hopper, pasang pada stand yang disediakan dengan tegak lurus dan kuat. 2. Mula-mula gunakan corong no.1 pasang pada Silo-Hopper kemudian isi dengan sampel (misalnya pasir) setinggi 15 cm, dengan menutup ujung corong. 3. Setelah ketinggian sesuai, siapkan stopwatch. Buka aliran padatan ambil ditampung sampel yang keluar dengan kontainer yang tersedia setiap 5 detik, lakukan penggantian kontainer dengan menggeser posisinya . 4. Timbang isi sampel dalam masing-masing kontainer (berat bersih dari sampel). Catat data yang diperoleh. 5. Bersihkan Silo-Hopper dan kontainer. Isi kembali Silo-Hopper dengan ketinggian sampel 20 cm dan kemudian dengan ketinggian 25 cm. lakukan langkah-langkah seperti diatas dan catat data yang diperoleh. 6. Lakukan langkah-langkah di atas untuk ketinggian sampel 15, 20, dan 25 cm, tetapi lapisi bagian dalam Silo-Hopper dengan selongsong kertas pasir yang halus.
Hal. 10 dari 12
Laboratorium Operasi Tekni k K imia – FT UNTI RTA
7. Ganti corong pada Silo-Hopper dengan no. 2 dan no. 3. Lakukan langkah no. 1 sampai no. 4 untuk sampel yang sama dan untuk ketinggian berbeda. Catat data yang diperoleh untuk melihat perbedaan dari perlakuan terhadap jenis corong yang berbeda. 8. Ulangi langkah no. 7, tetapi lapisi bagian dalam Silo-Hopper dengan selongsong kertas pasir yang halus dan yang kasar. B. Menentukan pola aliran padatan (solid flow pattern).
Untuk menentukan pola aliran yang terjadi dalam reaktor, langkah – langkah percobaan dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Persiapkan Silo-Hopper dan pasang corong no. 1 dengan baik, kemudian isi sampel dengan ketinggian tertentu (misalnya 30 cm). Pasang kontainaer l penampung pada bagian bawah Silo-Hopper. 2. Kemudian buka aliran keluar, amati pola aliran yang terjadi dan perubahannya. Catat ketinggian sampel dalam Silo-Hopper saat terjadi perubahan pola aliran. 3. Ulangi dengan melapisi bagian dalam Silo-Hopper dengan selongsong kertas pasir yang halus. 4. Isi sampel dengan ketinggian yang sama, buka aliran keluarannya. Amati pola aliran yang terjadi dari bagian atas Silo-Hopper, catat hasil pengamatan. Kemudian ulangi dengan menggunakan kertas pasir yang kasar. 5. Ganti corong dengan no. 2, isi sampel dengan ketinggian 30 cm. mula – mula lakukan tanpa menggunakan kertas pasir, kemudian dengan menggunakan kertas pasir yang halus dan yang kasar. Amati posisi dimana terjadi pola – pola aliran dan perubahannya. Catat hasil pengamatan. 6. Ganti corong dengan no. 3, isi sampel dengan ketinggian yang sama. Lakukan secara bergantian (tanpa kertas pasir, dengan kertas pasir yang halus dan yang kasar). Amati pola aliranyang terjadi dalam Silo-Hopper dan perubahannya. C.
Menentukan segregasi ukuran dengan penjejak (tracer).
Langkah – langkah yang perlu dilakukan untuk melihat peristiwa segeregasi ukuran, adalah sebagai berikut : 1. Siapkan Silo-Hopper, pasang corong no. 1. Kemudian isi sampel dengan diameter yang kecil setinggi 10 cm, ratakan permukaannya didalam reaktor.
Hal. 11 dari 12
Laboratorium Operasi Tekni k K imia – FT UNTI RTA
2. Persiapkan sampel dengan diameter yang lebih besar sebagai penjejak. Timbang beratnya. 3. Isi ke dalam Silo-Hopper kira – kira setinggi 5 cm (berat telah diketahui) ratakan permukaannya. Lalu tambahkan sampel halus tadi setinggi 10 cm. 4. Siapkan kontainer dan stop watch, buka aliran keluar. Lakukan penggantian kontainer setiap 5 detik hingga sampel dalam Silo-Hopper habis. 5. Timbang berat bersih sampel dari masing – masing kontainer. Lakukan pengayakan untuk setiap kontainer, timbang sampel dan penjejak. Catat data yang diperoleh. 6. Lakukan percobaan di atas dengan menambah lapisan kertas pasir yang halus dan yang kasar pada bagian dalam Silo-Hopper. 7. Ulangi langkah no. 1 sampai no. 5 tetapi penjejak yang digunakan sebanyak dua kali kira – kira 2 cm di seling dengan sampel halus. 8. Lakukan percobaan no. 7 dengan menambah lapisan kertas pasir yang halus dan yang kasar pada bagian dalam Silo-Hopper. 9. Ulangi langkah no. 1 sampai no. 5, dengan menambah selingan tracer sebanyak tiga kali. 10. Lakukan percobaan no. 9 dengan menambah lapisan kertas pasir yang halus dan yang kasar pada bagian dalam Silo-Hopper. 11. Ikuti semua langkah – langkah diatas (no. 1 sampai no. 10) dengan menggunakan corong no. 2 dan kemudian dengan menggunakan corong no. 3. Catat data yang diperoleh.
Hal. 12 dari 12
Laboratorium Operasi Tekni k K imia – FT UNTI RTA