A. Identitas Modul IDENTITAS MODUL Perguruan Tinggi Jurusan/Program Studi Kode Mata Kuliah Nama Mata Kuliah
: : : :
Akademi Komunitas Negeri Bengkalis Teknik Sistem Pembangkit SPA 025 Heat Exchanger
Pertemuan ke Modul ke Jumlah Halaman Mulai Berlaku
: : : :
1 1 1 s.d 6 2016
B. Komponen Modul 1. Judul Modul MODUL I PRINSIP-PRINSIP PERPINDAHAN PANAS 2. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa memiliki kemampuan dalam mengetahui dan memahami prinsip dasar perpindahan panas serta aplikasinya. 3. Pokok Bahasan I.1 Temperatur I.2 Kalor, Kalor Jenis, Kapasitas Kalor I.3 Perpindahan Kalor I.4 Aplikasi Perpindahan Kalor 4. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat memahami prinsip dasar perpindahan panas. 5. Referensi Halliday, Resnick.1985. Fisika Jilid 1.Edisi ketiga. Jakarta:Erlangga. Halliday, Resnick.2010. Fisika Dasar Jilid 1.Edisi ketujuh. Jakarta: Erlangga. Hesselgreaves,J.E.2001.Heat Exchanger Selection, Design and Operation.London:Pergamon An Imprint of Elsevier Science. Tipler.1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 1. Jakarta:Erlangga. Holman, J.P. 1993. Perpindahan Kalor. Terjemahan Ir. E. Jasjfi M.Sc. Erlangga: Jakarta. C. Materi Modul PRINSIP-PRINSIP PERPINDAHAN PANAS Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ketempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama sekali.
1
Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu zat dan atau perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan. Proses terjadinya perpindahan panas dapat dilakukan secara langsung, yaitu fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin tanpa adanya pemisah dan secara tidak
langsung,
yaitu
bila
diantara
fluida
panas
dan
fluida
dingin
tidak berhubungan langsung tetapi dipisahkan oleh sekat-sekat pemisah. Stabilitas fasa fluida pada HE (Heat Exchanger) suhu rendah sangat penting mengingat aliran panas/dingin harus dapat mengalir dengan baik (viscositas optimal). Pengar uh suhu, tekanan, dan jenis kriogenik akan sangat menentukan efektivitas pertukaran panas yang terjadi. Beberapa kriteria utama HE yang dibutuhkan untuk penggunaan pada suhu rendah: 1. Perbedaan suhu aliran panas dan dingin yang kecil guna meningkatkan efisiensi. 2. Rasio luas permukaan terhadap volume yang besar untuk meminimalkan 3. 4. 5. 6. 7.
kebocoran. Perpindahan panas yang tinggi untuk mengurangi luas permukaan. Massa yang rendah untuk meminimalkan waktu start up. Kemampuan multi channel untuk mengurangi jumlah HE. Kemampuan menerima tekanan yang tinggi. Pressure Drop yang rendah
Minimalisasi beda suhu aliran panas dan dingin harus juga memperhatikan pengaruh suhu terhadap panas spesifik (Cp) fluida. Jika Cp menurun dengan menurunnya suhu fluida (contoh Hidrogen), maka perbedaan suhu inlet & outlet harus ditambah dari harga minimal beda suhu aliran.
I.1 Temperatur Termodinamika adalah ilmu tentang temperatur, panas dan pertukaran energi. Termodinamika mempunyai penerapan praktis dalam semua cabang sains dan teknologi seperti halnya dalam berbagai aspek kehidupan seharihari.
2
Temperatur kita kenal sebagai ukuran panas atau dinginnya suatu benda. Temperatur merupakan ukuran energi kinetik molekuler internal rata-rata sebuah benda. Termometer adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya temperatur. Tiap sifat termometrik dapat digunakan untuk menetapkan suatu skala temperatur dan membentuk sebuah termometer. Gambar I.1 menunjukan termometer air raksa yang biasa, yang terdiri dari bola gelas dan pipa yang berisi air raksa. Bila air raksa dipanaskan dengan menyentuhkan termometer dengan benda yang lebih panas, air raksa lebih memuai dari pada gelas, dan panjang kolom air raksa bertambah.Temperatur diukur dengan membandingkan ujung kolom air raksa dengan tanda-tanda/ skala pada pipa gelas.(Tipler, 1991)
Gambar I.1 Termometer air raksa Besarnya temperatur dinyatakan dalam satuan derajat ( o) biasanya dalam derajat Celcius (oC), derajat Fahrenheit (oF), derajat Reamur (oR) dan Kelvin (K). Berikut rumus konversi temperatur: C
5 5 R F 32 K 273 4 9
(I.1) R
4 4 4 C F 32 K 273 5 9 5 (I.2)
9 9 9 F C 32 R 32 K 273 32 5 4 5
(I.3)
3
K C 273
5 5 R 273 ( F 32) 273 4 9 (I.4)
I.2 Kalor, Kalor Jenis, Kapasitas Kalor Kalor (Heat) adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berubah suhu atau wujud bentuknya. Kalor berbeda dengan suhu, karena suhu adalah ukuran dalam satuan derajat panas. Kalor merupakan suatu kuantitas atau jumlah panas baik yang diserap maupun dilepaskan oleh suatu benda. Kalor memiliki satuan Kalori (kal) dan Kilokalori (Kkal). 1 Kal sama dengan jumlah panas yang dibutuhkan untuk memanaskan 1 gram air naik 1 derajat celcius. Panas adalah energi yang berpindah akibat perbedaan suhu. Satuan SI untuk panas adalah joule. Panas bergerak dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah. Setiap benda memiliki energi-dalam yang berhubungan dengan gerak acak dari atom-atom atau molekul penyusunnya. Setiap zat memiliki karakteristik yang berbeda berkaitan dengan energi kalor. Maksudnya adalah untuk menaikkan temperatur suatu zat dibutuhkan jumlah kalor yang berbeda untuk zat yang berbeda. Sebagai contoh untuk menaikkan temperatur air dari temperatur tertentu ke temperatur lain dibutuhkan sejumlah kalor. Namun untuk menaikkan temperatur yang sama pada kayu dibutuhkan jumlah kalor yang berbeda. Besaran yang menentukan ini disebut dengan kalor jenis (specific heat) yang memiliki satuan J/(kg K). Untuk menentukan berapa jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur digunakan persamaan (I.5) dan (I.6) sebagai berikut: C
Q T
Q C.T m.c.T
(I.5) (I.6)
4
Dimana C adalah kapasitas kalor (J K-1) Q adalah jumlah kalor (J), m adalah massa (kg), c adalah kalor jenis (J/(kg K)), dan ΔT adalah selisih temperatur antara temperatur awal dan akhir (K).
I.3 Perpindahan Kalor Perpindahan
kalor
adalah
ilmu
yang
memperkirakan
terjadinya
perpindahan energi yang disebabkan oleh adanya perbedaan suhu di antara benda atau material. Ilmu perpindahan kalor menjelaskan bagaimana energi berpindah dari suatu benda ke benda lain dengan memperkirakan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu.(Holman, 1993). Perpindahan kalor dapat terjadi melalu tiga macam mekanisme yaitu: Perpindahan kalor secara konduksi, perpindahan kalor secara konveksi dan perpindahan kalor secara radiasi. I.4 Aplikasi Perpindahan Kalor Salah satu aplikasi perpindahan kalor terdapat pada Plate Heat Exchanger (PHE), PHE adalah suatu alat perpindahan panas yang berbentuk frame yang diberi plate sebagai sekat-sekat. Perpindahan panas yang ada terjadi lewat plate yang berfungsi sebagai sekat konduktor. Kelebihan PHE dibandingkan Heat Exchanger (HE) biasa adalah luas permukaan perpindahan panas lebih besar dengan jumlah fluida yang sama, sehingga dari segi pinch analysis hal ini lebih menguntungkan karena tidak memerlukan tempat yang luas. PHE dapat digunakan pada industri yang memproduksi bahan makanan karena suhu dan tekanan operasi yang terjadi tidak terlalu besar sehingga tidak merusak bahan makanan. Selain itu, ada beberapa kegunaan prinsip perpindahan kalor, diantaranya: a. Untuk menghitung kebutuhan media pemanas/ pendingin pada suatu b. c. d. e.
reboiler atau kondensor dalam kolom destilasi. Untuk perhitungan radiasi pada dapur (furnance) Untuk perancangan ketel uap (boiler) Untuk perancangan alat-alat penguapan (evaporator) Untuk perancangan reaktor kimia
5
D. Rangkuman Termodinamika adalah ilmu tentang temperatur, panas dan pertukaran energi. Temperatur merupakan ukuran energi kinetik molekuler internal rata-rata sebuah benda. Termometer adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya temperatur. Kalor (Heat) adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berubah suhu atau wujud bentuknya. Kalor berbeda dengan suhu, karena suhu adalah ukuran dalam satuan derajat panas. Panas adalah energi yang berpindah akibat perbedaan suhu. Satuan SI untuk panas adalah joule. C Kapasitas kalor dapat dihitung menggunakan persamaan:
Q T
. Ilmu
perpindahan kalor menjelaskan bagaimana energi berpindah dari suatu benda ke benda lain dengan memperkirakan laju perpindahan yang terjadi pada kondisikondisi tertentu. Salah satu aplikasi perpindahan kalor terdapat pada Plate Heat Exchanger (PHE), PHE adalah suatu alat perpindahan panas yang berbentuk frame yang diberi plate sebagai sekat-sekat. E. Evaluasi Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam memahami prinsip dasar perpindahan panas pada modul I, mahasiswa diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. 2. 3. 4.
Sebutkan definisi temperatur, suhu ! Jelaskan perbedaan panas dan kalor ! Konversi 100oC menjadi oF dan K ! Hitung kapasitas kalor sebuah pelat tembaga dengan massa 80 g, ΔT = 400K dan Q = 5 J !
6
A. Identitas Modul IDENTITAS MODUL Perguruan Tinggi Jurusan/Program Studi Kode Mata Kuliah Nama Mata Kuliah
: : : :
Akademi Komunitas Negeri Bengkalis Teknik Sistem Pembangkit SPA 025 Heat Exchanger
Pertemuan ke Modul ke Jumlah Halaman Mulai Berlaku
: : : :
2 2 7 s.d 12 2016
B. Komponen Modul 6. Judul Modul MODUL II PERPINDAHAN PANAS SECARA KONDUKSI 7. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa mengetahui dan memahami proses perpindahan panas secara konduksi. 8. Pokok Bahasan II.1 Konduksi II.2 Konduktivitas Termal II.3 Faktor yang Mempengaruhi Perpindahan Panas Secara Konduksi II.4 Perpindahan Panas Konduksi Pada Bidang Datar 9. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat memahami perpindahan panas secara konduksi serta dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi perpindahan panas secara konduksi. 10. Referensi Halliday, Resnick.1985. Fisika Jilid 1.Edisi ketiga. Jakarta:Erlangga. Halliday, Resnick.2010. Fisika Dasar Jilid 1.Edisi ketujuh. Jakarta: Erlangga. Hesselgreaves,J.E.2001.Heat Exchanger Selection, Design and Operation.London:Pergamon An Imprint of Elsevier Science. Tim Phi-Wiki.2014.Fisika Dasar 1 Soal dan Pembahasan. Bandung:HICorp. Tipler.1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 1. Jakarta:Erlangga. Holman, J.P. 1993. Perpindahan Kalor. Terjemahan Ir. E. Jasjfi M.Sc. Erlangga: Jakarta.
7
C. Materi Modul PERPINDAHAN PANAS SECARA KONDUKSI II.1 Konduksi Perpindahan panas secara konduksi adalah proses perpindahan panas yang terjadi pada media penghantar panas tetap dan tidak terjadi perpindahan material. Jika pada suatu benda terdapat gradient suhu, maka akan terjadi perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi kebagian bersuhu rendah. Laju perpindahan kalor berbanding dengan gradient suhu normal. Contohnya Peristiwa memanasnya ujung besi akibat ujung satunya dipanaskan dengan api. Dalam peristiwa tersebut, molekul-molekul besi tidak mengalami perpindahan, melainkan hanya menghantarkan kalornya saja. Besar kecilnya perpindahan kalor secara konduksi ditentukan oleh karakteristik zat atau benda yang dilalui kalor sewaktu perpindahan terjadi. Laju perpindahan kalor secara konduksi dapat dinyatakan dalam persamaan :
Qk kA
T x
(II.1)
Dengan Qk = Laju perpindahan panas secara konduksi (Watt) k
= Konduktivitas termal (W/(mK))
A = Luas penampang (m²) ∆T = Kenaikan Suhu (K) ∆x = Panjang atau tebal benda (m) II.2 Konduktivitas Termal Konduktivitas termal adalah sifat bahan yang menunjukan seberapa cepat bahan itu dapat menghantarkan panas konduksi. Pada umumnya nilai k dianggap tetap, namun sebenarnya nilai k dipengaruhi oleh suhu (T). Konduktor merupakan bahan yang memiliki konduktivitas yang baik seperti logam, sedangkan isolator adalah suatu bahan yang memiliki konduktivitas
8
yang jelek contohnya asbes. Konduktivitas termas suatu bahan dapat dilihat pada Tabel II.1 berikut. Tabel II.1 Konduktivitas termal bahan (Holman, 1993)
II.3 Faktor yang Mempengaruhi Perpindahan Panas Secara Konduksi Faktor-faktor yang mempengaruhi laju perpindahan kalor secara konduksi yaitu: 1. Beda suhu diantara kedua permukaan ΔT =T1-T2, semakin besar beda suhu diantara dua permukaan, maka makin cepat perpindahan kalor. 2. Ketebalan dinding d, makin tebal dinding makin lambat perpindahan kalor.
9
3. Luas permukaan A, makin luas permukaan makin cepat perpindahan kalor. 4. Konduktivitas
termal
zat
k,
merupakan
ukuran
kemampuan
zat
menghantarkan kalor , makin besar nilai k makin cepat perpindahan kalor.
II.4 Perpindahan Panas Konduksi Pada Bidang Datar Skema perpindahan panas konduksi pada satu bidang datar (Slab) dapat dilihat pada Gambar II.1 berikut,
Gambar II.1 Perpindahan panas konduksi pada satu bidang datar Berdasarkan persamaan II.1 di atas dapat ditulis,
Qk
T x kA
(II.2)
Laju perpindahan panas secara konduksi Qk dapat berupa aliran, dan perbedaan temperatur ΔT dapat berupa beda potensial. Sedangkan konduktivitas termal k, panjang atau tebal bahan ∆x dan luas penampang A, ketiganya berupa tahanan, sehingga dapat dianalogikan seperti rangkaian listrik dalam Hukum Ohm, yaitu:
Aliran
Potensial V T I Qk x Tahanan R kA
(II.3)
Bila aliran panas dinyatakan dengan analogi listrik, maka:
10
Gambar II.2 Analogi listrik
q
T T1 T 2 x R kA
(II.4) q
T T2 T1 x R kA
(II.5) D. Rangkuman Perpindahan panas secara konduksi adalah proses perpindahan panas yang terjadi pada media penghantar panas tetap dan tidak terjadi perpindahan material. . Laju perpindahan kalor secara konduksi dapat dinyatakan dalam persamaan
Qk kA
T x
. Konduktivitas termal adalah sifat bahan yang menunjukan
seberapa cepat bahan itu dapat menghantarkan panas konduksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju perpindahan kalor secara konduksi yaitu perbedaan suhu diantara kedua permukaan ΔT, ketebalan dinding d, luas permukaan A, dan konduktivitas termal zat k.
E. Evaluasi Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam memahami prinsip dasar perpindahan panas secara konduksi pada modul II, mahasiswa diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Sebutkan definisi konduksi ! 2. Sebutkan definisi konduktivitas termal !
11
3. Sebutkan faktor yang mempengaruhi perpindahan panas secara konduksi ! 4. Perhatikan gambar berikut!
Perpindahan panas konduksi terjadi pada gambar di atas, berdasarkan kedua gambar tersebut, gambar manakah yang lebih cepat konduksinya? 5. Salah satu permukaan sebuah plat tembaga yang tebalnya 3 cm mempunyai suhu tetap 400oC, sedangkan suhu permukaan yang sebelah lagi dijaga tetap 100oC. Berapa panas yang berpindah melintas lempeng itu?
12
A. Identitas Modul IDENTITAS MODUL Perguruan Tinggi Jurusan/Program Studi Kode Mata Kuliah Nama Mata Kuliah
: : : :
Akademi Komunitas Negeri Bengkalis Teknik Sistem Pembangkit SPA 025 Heat Exchanger
Pertemuan ke Modul ke Jumlah Halaman Mulai Berlaku
: : : :
3 3 13 s.d 16 2016
B. Komponen Modul 11. Judul Modul MODUL III PERPINDAHAN PANAS SECARA KONVEKSI 12. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa mengetahui dan memahami proses perpindahan panas secara konveksi. 13. Pokok Bahasan III.1 Definisi Konveksi III.2 Klasifikasi Perpindahan Panas Secara Konveksi III.3 Faktor yang Mempengaruhi Perpindahan Panas Secara Konveksi 14. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat memahami perpindahan panas secara konveksi serta dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi perpindahan panas secara konveksi. 15. Referensi Halliday, Resnick.1985. Fisika Jilid 1.Edisi ketiga. Jakarta:Erlangga. Halliday, Resnick.2010. Fisika Dasar Jilid 1.Edisi ketujuh. Jakarta: Erlangga. Hesselgreaves,J.E.2001.Heat Exchanger Selection, Design and Operation.London:Pergamon An Imprint of Elsevier Science. Kreith, Frank. 1997. Prinsip-prinsip Perpindahan Panas edisi ketiga. Terjemahan Arko Prijono M.Sc. Erlangga, Jakarta. Tipler.1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 1. Jakarta:Erlangga. Holman, J.P. 1993. Perpindahan Kalor. Terjemahan Ir. E. Jasjfi M.Sc. Erlangga: Jakarta.
C. Materi Modul PERPINDAHAN PANAS SECARA KONVEKSI
13
III.1 Definisi Konveksi Perpindahan kalor secara konveksi adalah perpindahan kalor dari temperatur lebih tinggi ke temperatur yang lebih rendah disertai dengan perpindahan molekul-molekul zat pada suatu permukaan kalor. Perpindahan kalor secara konveksi dapat dinyatakan dalam persamaan : Qkv = h A ∆T
(III.1)
Dengan, Qkv
= Laju perpindahan panas secara konveksi (Watt)
h
= Koefisien Konveksi (W/ (m² K))
A
= Luas penampang (m²)
∆T
= Kenaikan Suhu (K)
III.2 Klasifikasi Perpindahan Panas Secara Konveksi Konveksi dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan aliran fluidanya yaitu konveksi alami dan konveksi paksa. Perpindahan kalor secara konveksi alami adalah proses perpindahan kalor yang disebabkan oleh perubahan kerapatan fluida, karena terjadinya perbedaan kerapatan fluida, maka fluida yang rapat massanya lebih besar akan mengalir ke bawah dan fluida yang rapat massanya lebih kecil akan mengalir ke atas, contohnya pelat panas dibiarkan berada di udara sekitar tanpa ada sumber gerakan dari luar. Konveksi paksa adalah proses perpindahan kalor dimana gerakan fluida pembawa panas disebabkan oleh pompa atau kipas mekanik, contohnya pelat panas dihembus udara dengan blower. (Krelth, F. 1986). Untuk mengetahui jenis aliran (laminer atau turbulen), persamaan yang digunakan konveksi alami dan konveksi paksa berbeda, hal ini dapat dilihat pada persamaan (III.2) dan (III.3) berikut:
14
Ra
Re
g TH Tc 3 x
x
(III.2)
(III.3)
Dengan, Ra
= Bilangan Raidegh
β
= Volumetrik coefficient of expansion (1/K)
α
= Difusi termal (m2s)
ϑ
= Viskositas kinematik (m2/s)
TH
= Temperatur tertinggi (K)
TC
= Temperatur terendah (K)
g
= Gravitasi (9,81 m/s2)
x
= Panjang (m)
Re
= Bilangan Reynold
ρ
= Densitas (Kg/m3)
v
= Kecepatan alir (m/s)
μ
= Viskositas dinamik (Kg/m.s) Pada konveksi alami, aliran dikatakan turbulen apabila bilangan Raidegh
besar dari 108, sedangkan pada konveksi paksa, aliran dikatan turbulen apabila bilangan Reynold besar dari 2000. Untuk desain Heat Exchanger aliran di dalam pipa harus turbulen agar kapasitas pendingin baik. III.3 Faktor yang Mempengaruhi Perpindahan Panas Secara Konveksi Perpindahan panas secara konveksi yang disebabkan oleh gerakan molekul dalam cairan. Ketika molekul dipanaskan, akan terjadi peningkatan suhu dan cenderung untuk menjauh dari satu sama lain. Laju perpindahan kalor secara konveksi dipengaruhi oleh: a. Koefisien Konveksi h, nilainya bergantung pada bentuk dan kedudukan permukaan
15
b. Luas permukaan A, makin besar luas permukaan makin cepat perpindahan kalor c. Beda Suhu ΔT, makin besar beda suhu makin cepat perpindahan kalor. D. Rangkuman Perpindahan kalor secara konveksi adalah perpindahan kalor dari temperatur lebih tinggi ke temperatur yang lebih rendah disertai dengan perpindahan molekul-molekul zat pada suatu permukaan kalor. Perpindahan kalor secara konveksi dapat dinyatakan dalam persamaan Qkv = h A ∆T. Faktor yang mempengaruhi perpindahan panas secara konveksi adalah koefisien konveksi h, luas permukaan A dan beda suhu ΔT. E. Evaluasi 1. Sebutkan definisi perpindahan panas secara konveksi ! 2. Sebutkan klasifikasi perpindahan panas secara konveksi ! 3. Sebutkan faktor yang mempengaruhi perpindahan panas secara konveksi ! 4. Suhu kulit seseorang tanpa pakaian kira-kira 32 0C.Jika orang tersebut dalam yang suhunya 220C dan luas permukaan orang itu kira-kira 1,6 m 2, berapa kalor yang dilepaskan tubuh orang itu melalui konveksi selama 5 menit?
A. Identitas Modul IDENTITAS MODUL Perguruan Tinggi Jurusan/Program Studi Kode Mata Kuliah Nama Mata Kuliah
: : : :
Akademi Komunitas Negeri Bengkalis Teknik Sistem Pembangkit SPA 025 Heat Exchanger
Pertemuan ke Modul ke Jumlah Halaman Mulai Berlaku
: : : :
4 4 17 s.d 20 2016
16
B. Komponen Modul 1. Judul Modul MODUL IV PERPINDAHAN PANAS SECARA RADIASI 2. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa mengetahui dan memahami proses perpindahan panas secara radiasi. 3. Pokok Bahasan IV.1 Definisi Radiasi IV.2 Faktor yang Mempengaruhi Perpindahan Panas Secara Radiasi IV. Aplikasi Perpindahan Panas Secara Radiasi. 4. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat memahami perpindahan panas secara radiasi serta dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi perpindahan panas secara radiasi. 5. Referensi Halliday, Resnick.1985. Fisika Jilid 1.Edisi ketiga. Jakarta:Erlangga. Halliday, Resnick.2010. Fisika Dasar Jilid 1.Edisi ketujuh. Jakarta: Erlangga. Hesselgreaves,J.E.2001.Heat Exchanger Selection, Design and Operation.London:Pergamon An Imprint of Elsevier Science. Kreith, Frank. 1997. Prinsip-prinsip Perpindahan Panas edisi ketiga. Terjemahan Arko Prijono M.Sc. Erlangga, Jakarta. Tipler.1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 1. Jakarta:Erlangga. Holman, J.P. 1993. Perpindahan Kalor. Terjemahan Ir. E. Jasjfi M.Sc. Erlangga: Jakarta.
C. Materi Modul PERPINDAHAN PANAS SECARA RADIASI IV.1 Radiasi Sistem perpindahan kalor secara radiasi adalah suatu sistem perpindahan kalor berbentuk pancaran (radiasi) yang tidak memerlukan zat perantara sebagai media perpindahan kalor. Radiasi sebenarnya merupakan perpindahan kalor dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Ketika kalor yang
17
dipancarkan oleh matahari sampai di permukaan bumi, kalor tersebut diserap oleh makhluk hidup dan benda mati yang berada di permukaan bumi.
Gambar IV.1 Perpindahan panas radiasi (Holman, 1993) Laju penyerapan kalor bergantung pada emisivitas (ε) benda tersebut, luas permukaan benda (A) pada suhu T yang dinyatakan dengan persamaan : (Kreith, 1997) Qr = A ε σ T4 (IV.1) Dengan, Qr = Laju perpindahan panas secara radiasi (Watt) e
= Emisivitas benda (0 < e < 1)
σ = Konstanta Stevan Boltzman = 5,672 X 10-8 (Watt/m².K4) A = Luas penampang (m²) T = Temperatur (K) Emisivitas benda (e) menyatakan suatu ukuran seberapa besar pemancaran radiasi kalor suatu benda dibandingkan dengan benda hitam sempurna dan besarnya bergantung pada sifat permukaan benda. Emisivitas bernilai 1 untuk benda hitam sempurna, dan bernilai 0 untuk benda tidak hitam sama sekali. Pengertian benda hitam sempurna disini adalah benda yang memiliki kemampuan menyerap semua kalor yang tiba padanya, atau mampu memancarkan seluruh energi yang dimilikinya. IV.2 Faktor yang Mempengaruhi Perpindahan Panas Secara Radiasi
18
a. b. c. d.
Faktor yang mempengaruhi perpindahan panas secara radiasi diantaranya: Jenis bahan radiasi Emisivitas bahan Luas permukaan bidang yang mengalami pancaran kalor Suhu bidang yang mengalami pancaran kalor
IV.3 Aplikasi Perpindahan Panas Secara Radiasi Peristiwa perpindahan panas secara radiasi dimanfaatkan dalam banyak peralatan, seperti: a. Panel surya (solar cell) digunakan untuk menyerap dan memancarkan radiasi sinar matahari, desainnya pada bidang logam berongga yang diberi warna hitam. Energi kalor radiasi dimanfaatkan untuk memanaskan air. b. Bagian atas mobil-mobil tangki pengangkut minyak dicat dengan warna putih. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari penyerapan energi panas secara konveksi oleh minyak. c. Penghangat rumah dijumpai pada daerah beriklim dingin. Gas bekas yang dihasilkan dari pembakaran akan mengalir ke atas melalui cerobong asap secara konveksi selama pembakaran berlangsung. Adapun energi kalor radiasi merambat ke segala arah dalam bentuk gelombang elektromagnetik sehingga tubuh kita akan terasa lebih hangat.
D. Rangkuman Sistem perpindahan kalor secara radiasi adalah suatu sistem perpindahan kalor berbentuk pancaran (radiasi) yang tidak memerlukan zat perantara sebagai media perpindahan kalor. Emisivitas benda (e) menyatakan suatu ukuran seberapa besar pemancaran radiasi kalor suatu benda dibandingkan dengan benda hitam sempurna dan besarnya bergantung pada sifat permukaan benda. Faktor yang mempengaruhi perpindahan panas secara radiasi adalah jenis bahan radiasi, emisivitas bahan, luas permukaan bidang yang mengalami pancaran kalor, dan suhu bidang yang mengalami pancaran kalor. E. Evaluasi
19
1. Sebutkan definisi perpindahan panas secara radiasi ! 2. Sebutkan faktor yang mempengaruhi perpindahan panas secara radiasi ! 3. Berikan contoh aplikasi penerapan prinsip radiasi dalam kehidupan sehari4.
hari ! Benda hitam sempurna luas permukaannya 0,5 m2 dan suhunya 27 ºC. Jika suhu sekelilingnya 77 ºC, hitunglah: a. kalor yang diserap persatuan waktu persatuan luas b. energi total yang dipancarkan selama 1 jam.
A. Identitas Modul IDENTITAS MODUL Perguruan Tinggi Jurusan/Program Studi Kode Mata Kuliah Nama Mata Kuliah
: : : :
Akademi Komunitas Negeri Bengkalis Teknik Sistem Pembangkit SPA 025 Heat Exchanger
Pertemuan ke Modul ke Jumlah Halaman Mulai Berlaku
: : : :
5 dan 6 5 21 s.d 27 2016
B. Komponen Modul 1. Judul Modul MODUL V JENIS DAN APLIKASI PENUKAR KALOR 2. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa memiliki kemampuan dalam mengetahui dan memahami definisi, jenis dan aplikasi alat penukar kalor (Heat Exchanger). 3. Pokok Bahasan V.1 Alat Penukar Kalor V.2 Jenis-jenis Penukar Kalor V.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor
20
4. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat memahami definisi Heat Exchanger, memahami jenis alat penukar kalor serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari dan industri. 5. Referensi Halliday, Resnick.1985. Fisika Jilid 1.Edisi ketiga. Jakarta:Erlangga. Halliday, Resnick.2010. Fisika Dasar Jilid 1.Edisi ketujuh. Jakarta: Erlangga. Hesselgreaves,J.E.2001.Heat Exchanger Selection, Design and Operation.London:Pergamon An Imprint of Elsevier Science. Tipler.1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 1. Jakarta:Erlangga. Holman, J.P. 1993. Perpindahan Kalor. Terjemahan Ir. E. Jasjfi M.Sc. Erlangga: Jakarta. C. Materi Modul JENIS DAN APLIKASI PENUKAR KALOR V.1 Alat Penukar Kalor Pada dasarnya prinsip kerja dari alat penukar kalor yaitu memindahkan panas dari dua fluida pada temperatur berbeda dimana transfer panas dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. a. Secara kontak langsung Panas yang dipindahkan antara fluida panas dan dingin melalui permukaan kontak langsung berarti tidak ada dinding antara kedua fluida.Transfer panas yang terjadi yaitu melalui interfase / penghubung antara kedua fluida. Contoh : aliran steam pada kontak langsung yaitu 2 zat cair yang immiscible (tidak dapat bercampur), gas-liquid, dan partikel padat-kombinasi fluida. b. Secara kontak tak langsung Perpindahan panas terjadi antara fluida panas dan dingin melalui dinding pemisah. Dalam sistem ini, kedua fluida akan mengalir. V.2 Jenis-jenis Penukar Kalor Terdapat banyak sekali jenis-jenis alat penukar kalor, untuk mencegah timbulnya kesalah pahaman maka alat penukar kalor dikelompokan berdasarkan fungsinya :
21
a. Chiller, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida sampai pada temperature yang rendah. Temperatur fluida hasil pendinginan di dalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan dengan fluida pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media pendingin biasanya digunakan amoniak atau freon. b. Kondensor, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas atent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin,
maka
uap bekas dari turbin akan dimasukkan ke dalam
kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat. c. Cooler, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin cooler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan bantuan fan (kipas). d. Evaporator, alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi uap. Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat yang digunakan adalah air atau refrigerant cair. e. Reboiler, alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri. f. Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu: •
Memanaskan fluida
•
Mendinginkan fluida yang panas
22
Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan kebutuhannya. Pada gambar V.1 diperlihatkan sebuah heat exchanger, dimana fluida yang berada didalam tube adalah air, disebelah luar dari tube fluida yang mengalir adalah kerosene yang semuanya berada di dalam shell.
Gambar V.1 Konstruksi Heat Exchanger (Hesselgreaves, 2001) V.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor Melihat begitu banyaknya jenis alat penukar kalor (heat exchanger), maka dapat diklasifikasikan berdasarkan bermacam-macam pertimbangan yaitu : 1.
Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas a. Tipe kontak tidak langsung 1) Tipe dari satu fase 2) Tipe dari banyak fase 3) Tipe yang ditimbun (storage type) 4) Tipe fluidized bed b. Tipe kontak langsung 1) Immiscible fluids 2) Gas liquid 3) Liquid vapor
2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir a. Dua jenis fluida
23
b. Tiga jenis fluida c. N – Jenis fluida (N lebih dari tiga) 3. Klasifikasi berdasarkan kompaknya permukaan a. Tipe penukar kalor yang kompak, Density luas permukaan > 700 m b. Tipe penukar kalor yang tidak kompak, Density luas permukaan < 700 m 4. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas a. Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya b. Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya terdapat cara konveksi 2 aliran c. Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2 pass aliran masingmasing d. Kombinasi cara konveksi dan radiasi 5. Klasifikasi berdasarkan konstruksi a. Konstruksi tubular (shell and tube) 1) Tube ganda (double tube) 2) Konstruksi shell and tube (Sekat plat (plate baffle), sekat batang (rod baffle), konstruksi tube spiral) b. Konstruksi tipe pelat 1) Tipe pelat 2) Tipe spiral 3) Tipe lamella 4) Tipe pelat koil c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas (extended surface) 1) Sirip pelat (plate fin) 2) Sirip tube (tube fin) •
Heat pipe wall
•
Ordinary separating wall
d. Regenerative 1) Tipe rotary 2) Tipe drum 3) Tipe disk (piringan)
24
4) Tipe matrik tetap 6. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran a. Aliran dengan satu pass 1) Aliran berlawanan
4) Aliran
parallel 2) Aliran melintang 5) Aliran split 3) Aliran yang dibagi (divided) b. Aliran multipass 1) Permukaan yang diperbesar (extended surface) •
Aliran counter menyilang
•
Aliran paralel menyilang
•
Aliran compound
Shell and tube •
Aliran paralel yang berlawanan (M pass pada shell dan N pass pada tube)
•
Aliran split
•
Aliran dibagi (devided)
2) Multipass plat •
N – paralel plat multipass
D. Rangkuman Pada dasarnya prinsip kerja dari alat penukar kalor yaitu memindahkan panas dari dua fluida pada temperatur berbeda dimana transfer panas dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Berdasarkan fungsinya, alat penukar kalor dikelompokan menjadi 6 yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Chiller Kondensor Cooler Evaporator Reboiler Heat Exchanger Alat penukar kalor dapat diklasifikasikan berdasarkan: 1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas 2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir
25
3. 4. 5. 6.
Klasifikasi berdasarkan kompaknya permukaan Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas Klasifikasi berdasarkan konstruksi Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran
E. Evaluasi 1. 2. 3. 4.
Sebutkan prinsip dasar alat penukar kalor ! Sebutkan jenis-jenis alat penukar kalor ! Jelaskan klasifikasi alat penukar kalor ! Jelaskan fungsi Heat Exchanger !
26
A. Identitas Modul IDENTITAS MODUL Perguruan Tinggi Jurusan/Program Studi Kode Mata Kuliah Nama Mata Kuliah
: : : :
Akademi Komunitas Negeri Bengkalis Teknik Sistem Pembangkit SPA 025 Heat Exchanger
Pertemuan ke Modul ke Jumlah Halaman Mulai Berlaku
: : : :
7 s.d 9 6 28 s.d 40 2016
B. Komponen Modul 1. Judul Modul MODUL VI KONSTRUKSI DAN KOMPONEN PENUKAR KALOR 2. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa memiliki kemampuan dalam mengetahui dan memahami konstruksi dan komponen alat penukar kalor. 3. Pokok Bahasan VI.1 Heat Exchanger VI.2 Shell and Tube VI.3 Pipa Ganda (Double pipe) VI.4 Koil Pipa VI.5 Pipa Terbuka (Open Tube Section) VI.6 Plate and Frame Heat Exchanger VI.7 Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Heat Exchanger 4. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat memahami tentang konstruksi dan komponen alat penukar kalor. 5. Referensi Halliday, Resnick.1985. Fisika Jilid 1.Edisi ketiga. Jakarta:Erlangga. Halliday, Resnick.2010. Fisika Dasar Jilid 1.Edisi ketujuh. Jakarta: Erlangga. Hesselgreaves,J.E.2001.Heat Exchanger Selection, Design and Operation.London:Pergamon An Imprint of Elsevier Science. Tipler.1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 1. Jakarta:Erlangga. Holman, J.P. 1993. Perpindahan Kalor. Terjemahan Ir. E. Jasjfi M.Sc. Erlangga: Jakarta.
C. Materi Modul KONSTRUKSI DAN KOMPONEN PENUKAR KALOR
27
VI.1 Heat Exchanger Dikarenakan banyaknya jenis dari alat penukar kalor, maka dalam pembahasan akan dibatasi pada alat penukar kalor jenis heat exchanger yang banyak dijumpai dalam industri perminyakan. Heat exchanger ini juga banyak mempunyai jenis-jenisnya. Perlu diketahui bahwa untuk alat-alat ini terdapat suatu terminologi yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tublar Exchanger Manufactures Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini beroperasi pada temperature dan tekanan yang tinggi. Didalam standar mekanik TEMA, terdapat dua macam kelas heat Exchanger, yaitu : 1. Kelas R, yaitu untuk peraalatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya untuk industri minyak dan kimia berat. 2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk
proses-proses umum
industri. VI.2 Shell and Tube Alat ini terdiri dari sebuah shell (tabung/slinder besar) dimana di dalamnya terdapat suatu bandle (berkas) pipa dengan diameter yang relative kecil. Satu jenis fluida mengalir didalam pipa-pipa sedangkan fluida lainnya mengalir dibagian luar pipa tetapi masih didalam shell. Alat penukar panas cangkang dan buluh terdiri atas suatu bundel pipa yang dihubungkan secara parallel dan ditempatkan dalam sebuah pipa mantel (cangkang ). Fluida yang satu mengalir di dalam bundel pipa, sedangkan fluida yang lain mengalir di luar pipa pada arah yang sama, berlawanan, atau bersilangan. Kedua ujung pipa tersebut dilas pada penunjang pipa yang menempel pada mantel. Untuk meningkatkan effisiensi pertukaran panas, biasanya pada alat penukar panas cangkang dan buluh dipasang sekat ( buffle
28
). Ini bertujuan untuk membuat turbulensi aliran fluida dan menambah waktu tinggal ( residence time ), namun pemasangan sekat akan memperbesar pressure drop operasi dan menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir fluida yang dipertukarkan panasnya harus diatur. Ada beberapa fitur desain termal yang akan diperhitungkan saat merancang tabung di shell dan penukar panas tabung. Ini termasuk: a. Diameter pipa : Menggunakan tabung kecil berdiameter membuat penukar panas baik ekonomis dan kompak. Namun, lebih mungkin untuk heat exchanger untuk mengacau-balaukan lebih cepat dan ukuran kecil membuat mekanik membersihkan fouling yang sulit. Untuk menang atas masalah fouling dan pembersihan, diameter tabung yang lebih besar dapat digunakan. Jadi untuk menentukan diameter tabung, ruang yang tersedia, biaya dan sifat fouling dari cairan harus dipertimbangkan. b. Ketebalan tabung: Ketebalan dinding tabung biasanya ditentukan untuk memastikan: •
Ada ruang yang cukup untuk korosi
•
Itu getaran aliran-diinduksi memiliki ketahanan
•
Axial kekuatan
•
Kemampuan untuk dengan mudah stok suku cadang biaya
Kadang-kadang ketebalan dinding ditentukan oleh perbedaan tekanan maksimum di dinding. c. Panjang tabung : penukar panas biasanya lebih murah ketika mereka memiliki diameter shell yang lebih kecil dan panjang tabung panjang. Dengan demikian, biasanya ada tujuan untuk membuat penukar panas selama mungkin. Namun, ada banyak keterbatasan untuk ini, termasuk ruang yang tersedia di situs mana akan digunakan dan kebutuhan untuk memastikan bahwa ada tabung tersedia dalam panjang yang dua kali panjang yang dibutuhkan (sehingga tabung dapat ditarik dan diganti). Juga, itu harus diingat bahwa tunggal, tabung tipis yang sulit untuk mengambil dan mengganti.
29
d. Tabung pitch : ketika mendesain tabung, adalah praktis untuk memastikan bahwa tabung pitch (yaitu jarak pusat-pusat tabung sebelah) tidak kurang dari 1,25 kali diameter luar tabung ' Shell and tube penukar panas terdiri dari serangkaian tabung. Satu set dari tabung berisi cairan yang harus baik dipanaskan atau didinginkan. Cairan kedua berjalan lebih dari tabung yang sedang dipanaskan atau didinginkan sehingga dapat menyediakan panas atau menyerap panas yang dibutuhkan. Satu set tabung disebut berkas tabung dan dapat terdiri dari beberapa jenis tabung: polos, bersirip longitudinal dll Shell dan penukar panas tabung biasanya digunakan untuk aplikasi tekanan tinggi (dengan tekanan lebih besar dari 30 bar) dan suhu lebih besar dari 260 ° C. Hal ini karena shell dan penukar panas tabung yang kuat karena bentuknya. Agar dapat memindahkan panas dengan baik, material tabung harus mempunyai thermal conductivity. Karena panas ditransfer dari suatu sisi yang panas menuju sisi yang dingin melalui tabung, terdapat perbedaan temperature sepanjang lebar tabung. Karena ada kecenderungan material tabung untuk mengembang berbeda-beda secara thermal pada berbagai temperature thermal stresses muncul selama operasi. Hal ini sesuai terhadap tegangan dari tekanan tinggi dari fluida itu sendiri. Material tabung juga harus sesuai dengan kedua hal yaitu sisi shell dan sisi tube yang dialiri untuk periode lama dibawah kondisi-kondisi operasi (temperature, tekanan, pH, dan lain-lain) untuk memperkecil hal yang buruk seperti korosi. Semua yang dibituhkan yaitu melakukan pemilihan seksama atas bahan yang kuat, thermalconductive, corrosion resistant, material tabung bermutu tinggi, yang secara khas berbahan metal. Pilihan material tabung yang buruk bisa mengakibatkan suatu kebocoran melalui suatu tabung antara sisi shell dan tube yang menyebabkan fluida yang lewat terkontaminasi dan kemungkinan hilangnya tekanan. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan aliran fluida dalam shell side dan Tube side untuk shell and Tube exchanger adalah : a. Kemampuan untuk dibersihkan (Cleanability)
30
Jika dibandingkan cara membersihkan Tube dan Shell, maka pembersihan sisi shell jauh lebih sulit. Untuk itu fluida yang bersih biasanya dialirkan di sebelah shell dan fluida yang kotor melalui Tube. b. Korosi Masalah korosi atau kebersihan sangat dipengaruhi oleh penggunaan dari paduan logam. Paduan logam tersebut mahal, oleh karena itu fluida dialirkan melalui Tube untuk menghemat biaya yang terjadi karena kerusakan shell. Jika terjadi kebocoran pada Tube, heat exchanger masih dapat difungsikan kembali. Hal ini disebabkan karena Tube mempunyai ketahanan terhadap korosif, relatif murah dan kekuatan dari small diameter Tube melebihi shell. c. Tekanan Shell yang bertekanan tinggi dan diameter yang besar akan diperlukan dinding yang tebal, hal ini akan memakan biaya yang mahal. Untuk mengatasi hal itu apabila fluida bertekanan tinggi lebih baik dialirkan melalui Tube. d. Temperatur Biasanya lebih ekonomis meletakkan fluida dengan temperatur lebih tinggi pada Tube side, karena panasnya ditransfer seluruhnya ke arah permukaan luar Tube atau ke arah shell sehingga akan diserap sepenuhnya oleh fluida yang mengalir di shell. Jika fluida dengan temperatur lebih tinggi dialirkan padashell side, maka transfer panas tidak hanya dilakukan ke arah Tube, tapi ada kemungkinan transfer panas juga terjadi ke arah luar shell (ke lingkungan). e. Sediment/ Suspended Solid / Fouling Fluida yang mengandung sediment/suspended solid atau yang menyebabkan fouling sebaiknya dialirkan di Tube sehingga Tube-Tube dengan mudah dibersihkan. Jika fluida yang mengandung sediment dialirkan di shell, maka sediment/fouling tersebut akan terakumulasi pada stagnant zone di sekitar baffles, sehingga cleaning pada sisi shell menjadi tidak mungkin dilakukan tanpa mencabutTube bundle. f. Viskositas
31
Fluida yang viscous atau yang mempunyai low transfer rate dilewatkan melalui shell karena dapat menggunakan baffle. Koefisien heat transfer yang lebih tinggi dapat diperoleh dengan menempatkan fluida yang lebih viscous pada shell side sebagai hasil dari peningkatan turbulensi akibat aliran crossflow (terutama karena pengaruh baffles). Biasanya fluida dengan viskositas > 2 cSt dialirkan di shell side untuk mengurangi luas permukaan perpindahan panas yang diminta. Koefisien perpindahan panas yang lebih tinggi terdapat pada shell side, karena aliran turbulen akan terjadi melintang melalui sisi luar Tube dan baffle. VI.3 Pipa Ganda (Double pipe) Salah satu jenis penukar panas adalah susunan pipa ganda. Dalam jenis penukar panas dapat digunakanberlawanan arah aliran atau arah aliran, baik dengan cairan panas atau dingin cairan yang terkandung dalam ruangan nular dan cairan lainnya dalam pipa. Alat penukar panas pipa rangkap terdiri dari dua pipa logam standart yang dikedua ujungnya dilas menjadi satu atau dihubungkan dengan kotak penyekat. Fluida yang satu mengalir di dalam pipa, sedangkan fluida kedua mengalir di dalam ruang anulus antara pipa luar dengan pipa dalam. Alat penukar panas jenis ini dapat digunakan pada laju alir fluida yang kecil dan tekanan operasi yang tinggi. Sedangkan untuk kapasitas yang lebih besar digunakan penukar panas jenis selongsong dan buluh ( shell and tube heat exchanger ). Pada jenis ini tiap pipa atau beberapa pipa mempunyai shell sendirisendiri. Untuk menghindari tempat yang terlalu panjang, heat exchanger ini dibentuk menjadi U. pada keperluan khusus, untuk meningkatkan kemampuan memindahkan panas, bagian diluar pipa diberi srip. Bentuk siripnya ada yang memanjang, melingkar dan sebagainya.
32
Gambar. VI.1 Alat penukar kalor jenis Double Pipa (Hesselgreaves, 2001) Keistimewaan jenis ini adalah mampu beroperasi pada tekanan yang tinggi, dank arena tidak ada sambungan, resiko tercampurnya kedua fluida sangat kecil. Kelemahannya terletak pada kapasitas perpindahan panasnya sangat kecil, Fleksibel dalam berbagai aplikasi dan pengaturan pipa, dapat dipasang secara seri ataupun paralel,
dapat diatur sedimikian rupa agar
diperoleh batas pressure drop dan LMTD sesuai dengan keperluan,mudah bila kita ingin menambahkan luas permukaannya dan kalkulasi design mudah dibuat dan akurat Sedangkan kelemahannya terletak pada kapasitas perpindahan panasnya sangat kecil, mahal, terbatas untuk fluida yang membutuhkan area perpindahan kalor kecil (<50 m2), dan biasanya digunakan untuk sejumlah kecil fluida yang akan dipanaskan atau dikondensasikan. Prinsip kerja double pipe Pada alat ini, mekanisme perpindahan kalor terjadi secara tidak langsung (indirect contact type), karena terdapat dinding pemisah antara kedua fluida sehingga kedua fluida tidak bercampur. Fluida yang memiliki suhu lebih rendah (fluida pendingin) mengalir melalui pipa kecil, sedangkan fluida dengan suhu yang lebih tinggi mengalir pada pipa yang lebih besar (pipa annulus). Penukar kalor demikian mungkin terdiri dari beberapa lintasan yang disusun dalam
33
susunan vertikal. Perpindahan kalor yang terjadi pada fluida adalah proses konveksi, sedang proses konduksi terjadi pada dinding pipa. Kalor mengalir dari fluida yang bertemperatur tinggi ke fluida yang bertemperatur rendah. Dalam desain pipa penukar panas ganda, merupakan faktor penting adalah jenis pola aliran dalam penukar panas. Sebuah penukar panas pipa ganda biasanya akan baik berlawanan arah / counterflow atau aliran paralel. Crossflow hanya tidak bekerja untuk penukar panas pipa ganda. Pola yang aliran dan tugas panas yang dibutuhkan pertukaran memungkinkan perhitungan log mean perbedaan suhu. Yang bersama-sama dengan perpindahan panas keseluruhan diperkirakan koefisien memungkinkan perhitungan luas permukaan perpindahan panas yang diperlukan. Kemudian ukuran pipa, panjang pipa dan jumlah tikungan dapat ditentukan. Prinsip kerja dari alat ini adalah memindahkan panas dari cairan dengan temperature yang lebih tinggi ke cairan yang memiliki temperatur lebih rendah. Dalam percobaan kali ini, aliran panas (steam) dialirkan pada bagian dalam pipa konsentris sedangkan air dialirkan pada bagian luar dari pipa konsentris ini (bagian anulus). Namun, terkadang dalam beberapa alat seperti HE ini, akan ada pengotor didalam pipa yang membuat proses perpindahan kalor nya menjadi terganggu. Pengotoran ini dapat terjadi endapan dari fluida yang mengalir, juga disebabkan oleh korosi pada komponen dari heat exchanger akibat pengaruh dari jenis fluida yang dialirinya. Selama heat exchanger ini dioperasikan pengaruh pengotoran pasti akan terjadi. Terjadinya pengotoran tersebut dapat menganggu atau memperngaruhi temperatur fluida mengalir juga dapat menurunkan ataau mempengaruhi koefisien perpindahan panas menyeluruh dari fluida tersebut. Beberapa faktor yang dipengaruhi akibat pengotoran antara lain : Temperatur fluida, Temperatur dinding tube dan Kecepatan aliran fluida.
VI.4 Koil Pipa
34
Heat Exchanger ini mempunyai pipa berbentuk koil yang dibenamkan didalam sebuah box berisi air dingin yang mengalir atau yang disemprotkan untuk mendinginkan fluida panas yang mengalir di dalam pipa. Jenis ini disebut juga sebagai box cooler jenis ini biasanya digunakan untuk pemindahan kalor yang relativ kecil dan fluida yang di dalam shell yang akan diproses lanjut.
Gambar VI.2 Pipa Coil Heat Exchanger (Hesselgreaves, 2001) HE jenis ini disusun dari tabung-tabung (tubes) dengan jumlah besar mengelilingi tabung inti, dimana setiap HE terdiri dari lapisan-lapisan tabung sepanjang arah aksial maupun radial. Aliran tekanan tinggi diberikan pada tube diameter kecil, sementara untuk tekanan rendah dialirkan pada bagian luar tube diameter kecil. HE jenis ini memiliki keuntungan untuk kondisi suhu rendah antara lain: 1. Perpindahan kalor dapat dilakukan lebih dari dari dua aliran secara simultan. 2. Memiliki jumlah unit Heat transfer yang tinggi 3. Dapat dilakukan pada tekanan tinggi. Geometri HE Coiled Tube sangat bervariasi, tergantung pada kondisi aliran dan drop pressure yang dibutuhkan. Parameter yang berpengaruh antara lain: kecepatan aliran pada shell dan tube, diameter tube, jarak antar tube (tube pitch), layer spacer diameter. Faktor lain yang juga harus diperhitungkan yaitu jumlah fasa aliran, terjadinya kondensasi dan evaporasi pada shell atau tube.
35
Aplikasi HE Coiled Tube untuk skala besar telah banyak diterapkan pada LNG Plant, dimana alat HE ini memiliki kapasitas 100,000 m3/h pada 289 K dan 0.101 Mpa. Luas permukaan heat transfer 25,000 m2 dan panjang keseluruhan 61 m, diameter 4.5 m dan berat 180 ton. VI.5 Pipa Terbuka (Open Tube Section) Pada heat exchanger ini pipa-pipa tidak ditempatkan lagi didalam shell, tetapi dibiarkan di udara. Pendinginan dilakukan dengan mengalirkan air atau udara pada bagian pipa. Berkas pipa itu biasanya cukup panjang. Untuk pendinginan dengan udara biasanya bagian luar pipa diberi sirip-sirip untuk memperluas permukaan perpindahan panas. Seperti halnya jenis coil pipa, perpindahan panas yang terjadi cukup lamban dengan kapasitas yang lebih kecil dari jenis shell and tube. VI.6 Plate and Frame Heat Exchanger Plate Heat Exchanger adalah salah satu jenis alat penukar panas yang terdiri atas paket pelat-pelat tegak lurus bergelombang atau dengan profil lain, yang dipisahkan antara satu dengan lainnya oleh sekat-sekat lunak. Pelat-pelat ini dipersatukan oleh suatu perangkat penekan dan jarak antara pelat-pelat ditentukan oleh sekat-sekat tersebut. Pada setiap sudut dari pelat yang berbentuk empat persegi panjang terdapat lubang. Melalui dua di antara lubang-lubang ini media yang satu disalurkan masuk dan keluar pada satu sisi, sedangkan media yang lain karena adanya sekat mengalir melalui ruang antara disebelahnya. Dalam hal itu hubungan ruang yang satu dan yang lainnya dimungkinkan. pelat-pelat yang dibentuk sesuai kebutuhan dan umumnya terbuat dari baja (stainless steel type 304, 316, 317) atau logam lainnya. Alat penukar panas pelat dan bingkai terdiri dari paket pelat – pelat tegak lurus, bergelombang, atau profil lain. Pemisah antara pelat tegak lurus dipasang penyekat lunak ( biasanya terbuat dari karet ). Pelat – pelat dan sekat disatukan oleh suatu perangkat penekan yang pada setiap sudut pelat 10 ( kebanyakan segi empat ) terdapat lubang pengalir fluida. Melalui dua dari lubang ini, fluida
36
dialirkan masuk dan keluar pada sisi yang lain, sedangkan fluida yang lain mengalir melalui lubang dan ruang pada sisi sebelahnya karena ada sekat. Sistem Kerja dari Plate Heat Exchanger Produk akan dipanaskan dan masuk kedalam suatu larutan yang kemudian akan mengalir pada sebuah pelat. Proses pemanasan ini terjadi dengan adanya medium pemanas yang mengalir pada saluran dan pelat yang lainnya. Dimana pelat yang telah tersusun ini akan secara bergantian mengalirkan produk dan medium pemanas. Pelat yang dialiri produk tidak akan dialiri oleh komponen lain. Cairan panas yang melintasi bagian bawah head dialirkan ke atas melintas diantara setiap plae genap sementara cairan dingin pada bagian puncak head dialirkan turun diantara plat-plat ganjil. Arah aliran produk dan medium pemanas di dalam pelat biasanya berbeda atau boleh dikatakan mengalir secara berlawanan. Pada umumnya produk akan masuk melalui saluran
atas dan
mengalir kebawah melewati pelat, sehingga aliran keluaran produk akan berada dibawah, sedangkan medium pemanas akan masuk melalui
saluran yang
berkebalikan dari produk, yaitu masuk melalui saluran bawah dan mengalir ke atas melewati pelat, sehingga aliran pengeluaran medium pemanas akan berada diatas. Arah aliran yang berlawanan ini dimaksudkan agar proses pemanasan dapat lebih cepat berlangsung. Produk yang mengalir pada suatu pelat akan terhimpit oleh medium pemanas dengan arah aliran yang berbeda, sehingga produk akan cepat memanas karena tertekan oleh pelat yang mengalirkan medium pemanas. Produk yang telah menjadi panas dan medium yang telah mengalir pada suatu pelat akan mengalir keluar. Saluran pengeluaran medium pemanas dan produk ada dua macam tergantung dari rangkaian pelat yang digunakan, baik itu seri maupun paralel. Pada rangkaian seri produk yang masuk dan keluar akan melewati ports pada bagian front head yang sama. Sedangkan pada rangkaian paralel produk dan medium pemanas akan masuk dan keluar melewati bagian yang berbeda, yaitu
37
masuk melewati ports pada bagian front head dan keluar melalui ports pada bagian belakangnya. VI.7 Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Heat Exchanger Faktor yang mempengaruhi efektivitas alat penukar panas (Heat Exchanger) terutama Heat exchanger tipe shell & tube: 1. Penggunaan baffle dapat meningkatkan efektifitas alat penukar panas, hal ini sejalan dengan peningkatan koefisien perpindahan panas. 2. Pengaruh tebal isolasi pada bagian luar shell, efektifitas meningkat hingga suatu harga maksimum dan kemudian berkurang. 3. Dengan menggunakan alat penukar panas tabung konsentris, efektifitas berkurang, jika kecepatan udara masuk dingin meningkat dan efektifitas meningkat, jika laju alir massa udara meningkat. 4. Menentukan jarak antar baffle minimum 0,2 dari diameter shell sedangkan jarak maksimum ialah 1x diameter bagian dalam shell. Jarak baffle yang panjang akan membuat aliran membujur dan kurang menyimpang dari aliran melintang. 5. Melakukan penelitian penggunaan baffle dapat meningkatkan efektifitas alat penukar panas, hal ini sejalan dengan peningkatan koefisien perpindahan panas. 6. Melakukan penelitian pengaruh tebal isolasi pada bagian luar shell, efektifitas meningkat hingga suatu harga maksimum dan kemudian berkurang. 7. Menyimpulkannya dengan menggunakan alat penukar panas tabung konsentris, efektifitas berkurang, jika kecepatan udara masuk dingin meningkat dan efektifitas meningkat, jika laju alir massa udara meningkat. 8. Menentukan jarak antar baffle minimum 0,2 dari diameter shell sedangkan jarak maksimum ialah 1x diameter bagian dalam shell. Jarak baffle yang panjang akan membuat aliran membujur dan kurang menyimpang dari aliran melintang.
38
D. Rangkuman Heat Exchanger adalah alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu: a. Memanaskan fluida b. Mendinginkan fluida yang panas Prinsip Alat Ukur PHE : a. Alat ukur laju alir b. Alat ukur tekanan c. Alat ukur suhu Hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan aliran fluida dalam shell side dan tube side untuk shell and tube heat exchanger: a. Kemampuan untuk dibersihkan (Cleanability) b. Korosi c. Tekanan d. Temperatur e. Sediment/ Suspended Solid / Fouling E. 1. 2. 3. 4.
Evaluasi Jelaskan prinsip kerja heat exchanger ! Sebutkan konstruksi heat exchanger ! Sebutkan komponen heat exchanger ! Sebutkan faktor yang mempengaruhi efektivitas heat exchanger !
39
A. Identitas Modul IDENTITAS MODUL Perguruan Tinggi Jurusan/Program Studi Kode Mata Kuliah Nama Mata Kuliah
: : : :
Akademi Komunitas Negeri Bengkalis Teknik Sistem Pembangkit SPA 025 Heat Exchanger
Pertemuan ke Modul ke Jumlah Halaman Mulai Berlaku
: : : :
10 s.d 12 7 41 s.d 48 2016
B. Komponen Modul 1. Judul Modul MODUL VII EVAPORATOR DAN KONDENSOR 2. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa memiliki kemampuan dalam memahami prinsip kerja evaporator dan kondensor. 3. Pokok Bahasan VII.1 Definisi Evaporator VII.2 Prinsip dan Jenis Evaporator VII.3 Definisi kondensor VII.4 Prinsip Kerja Kondensor VII.5 Komponen Utama Kondensor VII.6 Macam-macam Kondensor 4. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat memahami tentang prinsip kerja evaporator dan kondensor. 5. Referensi Hesselgreaves,J.E.2001.Heat Exchanger Selection, Design and Operation.London:Pergamon An Imprint of Elsevier Science. Tipler.1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 1. Jakarta:Erlangga. Holman, J.P. 1993. Perpindahan Kalor. Terjemahan Ir. E. Jasjfi M.Sc. Erlangga: Jakarta. C. Materi Modul EVAPORATOR DAN KONDENSOR VII.1 Definisi Evaporator
40
Evaporator adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengubah fase sebuah larutan menjadi fase uap. Evaporator mempunyai dua prinsip dasar, untuk menukar panas dan untuk memisahkan uap yang terbentuk dari cairan. Evaporator umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu penukar panas, bagian evaporasi (tempat di mana cairan mendidih lalu menguap), dan pemisah untuk memisahkan uap dari cairan lalu dimasukkan ke dalam kondenser(untuk diembunkan/ kondensasi) atau ke peralatan lainnya. VII.2 Prinsip dan Jenis Evaporator Prinsip-prinsip Evaporasi : a. Penguapan atau evaporasi merupakan perubahan wujud zat dari cair menjadi uap. b. Penguapan betujuan memisahkan pelarut (solvent) dari larutan sehingga menghsilkanlarutan yang lebih pekat. c. Evaporasi merupakan proses pemisahan terroal, dipakani secara luas untuk merekatkan cairan dalam bentuk larutan, suspensi maupun emulsi dengan cara menguapkan pelarutnya,umumnya air dan cairan. d. Evaporasi menghasilkan cairan yang lebih pekat, tetapi masih berup cairan pekat yang dapatdipompa sebagai hasil utama, reaksi kadang-kadang ada pula cairan volatile sebagai hasilutama, misalnya selama pemulihan pelarut Jenis-jenis Evaporator Evaporator dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Submerged combustion evaporator adalah evaporator yang dipanaskan oleh api yang menyala di bawah b.
permukaan cairan, dimana gas yang panas bergelembung melewati cairan. Direct fired evaporator adalah evaporator dengan pengapian langsung dimana api dan pembakaran gas dipisahkan dari cairan mendidih lewat dinding besi atau permukaan
untuk memanaskan. c. Steam heated evaporator adalah evaporator dengan pemanasan stem dimana uap atau uap lain yang dapat dikondensasi adalah sumber panas dimana uap terkondensasi di satu
41
sisi dari permukaan pemanas dan panas ditranmisi lewat dinding ke cairan yang mendidih. Pertimbangan Pemilihan Evaporator : a. b. c. d. e. f. g.
Kontak panas harus tetap menjaga produk yang harus diuapkan Pemeriksaan permukaan cukup mudah dengan membukan rak evaporator Ekonomis dibuat bertingkat atau rekompressi termal/mekanis Ukuran disesuaikan dengan kapsitas produksinya Mudah pembersihan dan perawatannya Mudah dioperasikan, suara tidak gaduh. Bahan pembuatannya cukup baik
Tipe-tipe Evaporator a. b. c. d. e.
Evaporator sirkulasi alami/ paksa Falling film evaporator Rising film (Long tube vertical) evaporator Plate evaporator Multi effect evaporator
VII.3 Definisi kondensor Kondensor merupakan alat penukar kalor pada sistem refrigerasi yang berfungsi untuk melepaskan kalor ke lingkungan. Kondensor banyak digunakan dalam kehidupan kehidupan sehari-hari baik itu dalam industri rumah tangga, industri otomotif, maupun dalam industri farmasi dan obatobatan. Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas atent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik mempergunakan
condensing turbin,
maka
tenaga
uap
yang
uap bekas dari turbin akan
dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat. Di dalam sistem kompresi uap (vapor compression) kondensor adalah suatu komponen yang berfungsi untuk merubah fase refrigerant dari uap bertekanan tinggi menjadi cairan bertekanan tinggi atau dengan kata lain pada
42
kondensor ini terjadi proses kondensasi. Refrigerant yang telah berubah menjadi cair tersebut kemudian dialirkan ke evaporator melalui pompa. VII.4 Prinsip Kerja Kondensor Uap panas yang masuk ke kondensor dengan temperatur yang tinggi dan bertekanan yang merupakan hasil proses dari turbin. Kemudian uap panas masuk ke dalam Suction Pipe dan kemudian mengalir dalam tube. Dalam tube, uap panas didinginkan dengan media pendingin air yang dialirkan melewati sisi luar tube, kemudian keluar melalui Discharge Pipe dengan temperatur yang sudah turun. Prinsip kondensasi di kondensor adalah menjaga tekanan uap Superheat Refrigerant yang masuk ke kondensor pada tekanan tertentu kemudian suhu refrigerantnya diturunkan dengan membuang sebagian kalornya ke medium pendingin yang digunakan di kondensor. Sebagai medium pendingin digunakan udara dan air atau gabungan keduanya. Dalam perancangan ini akan digunakan air sebagai media pendingin. Pada proses pendinginan (cooling) cairan refrigerant yang menguap di dalam pipa-pipa Cooling Coil (evaporator) telah menyerap panas sehingga berubah wujudnya menjadi gas dingin dengan kondisi superheat pada saat meninggalkan Cooling Coil. Panas yang telah diserap oleh refrigerant ini harus dibuang atau dipindahkan ke suatu medium lain sebelum ia dapat kembali diubah wujudnya menjadi cair untuk dapat mengulang siklusnya kembali. VII.5 Komponen Utama Kondensor Kondensor pada umumnya memiliki beberapa komponen utama, dimana masing-masing komponen memiliki fungsinya tersendiri. Adapun komponenkomponen utama dari kondensor adalah sebagai berikut: 1. Suction Pipe dan Discharge Pipe (Pipa saluran masuk dan pipa saluran keluar). a. Suction Pipe
43
Suction Pipe adalah pipa saluran masuk untuk masuknya media pendingin ke dalam kondensor,yang mana media pendingin itu berupa fluida cair yang bertekanan yang merupakan hasil dari pemampatan di kompresor. b. Discharge Pipe Discharge pipe adalah pipa saluran keluar Refrigerant dari kompresor melalui tube ke tangki receiver. 2. Tube ( Pipa dalam Kondensor ) Tube adalah pipa aliran yang dilalui Refrigerant yang bertekanan dan panas yang merupakan hasil dari turbin melalui suction pipe dan akan disalurkan ke discharge pipe dan kemudian diterima oleh tangki receiver. Umumnya terdapat empat susunan tube yaitu, triangular (30o), rotate square (60o), square (90o), rotate square (45o). 3. Buffle Buffle merupakan jarak bagi antar tube. 4. Water Box Ruang air pendingin(refrigerant) yang terbuat dari baja karbon. VII.6 Macam-macam Kondensor 1. Menurut Jenis Cooling Medium Menurut jenis cooling mediumnya kondensor dibagi menjadi 3 jenis yaitu: a. Air
Cooled
Condenser
(menggunakan
udara
sebagai cooling
mediumnya). Air Cooled Kondensor mengkondensasikan pembuangan uap dari turbin uap dan kembali kondensat (cairan yang sudah terkondensasi) ke boiler tanpa kehilangan air. b. Water Cooled Condenser (menggunakan
air
sebagai cooling
mediumnya). Water Cooled Condenser yang paling banyak digunakan yaitu : a) Shell and Tube Condenser b) Shell and Coil Condenser c) Tube and Tubes Condenser
44
. 2. Menurut Jenis Desain a. Berbelit-Belit Jenis kondensor terdiri dari satu tabung panjang yang digulung berakhir dan kembali pada dirinya sendiri dengan sirip pendingin ditambahkan di antara tabung. b. Arus Pararel Desain ini sangat mirip dengan radiator aliran silang. Alih-alih bepergian refrigeran melalui satu bagian (seperti tipe serpentine) sekarang dapat melakukan perjalanan di berbagai bagian. Ini akan memberi luas permukaan yang lebih besar untuk udara ambien dingin untuk kontak. 3. Berdasarkan Klasifikasi Umum a. Surface Condenser Prinsip kerja surface Condenser Steam masuk ke dalam shell kondensor melalui steam inlet connection pada bagian atas kondensor. Steam kemudian bersinggungan dengan tube kondensor yang bertemperatur rendah
sehingga
temperatur
steam
turun
dan
terkondensasi,
menghasilkan kondensat yang terkumpul pada hotwell. Surface Condenser dibedakan menjadi dua jenis lagi, yaitu : a) Horizontal Condenser b) Vertical Condenser b. Direct-Contact Condenser Direct-contact Condenser dibagi menjadi dua jenis lagi, yaitu : a) Spray Condenser b) Barometric dan Jet Condenser D. Rangkuman Evaporator adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengubah fase sebuah larutan menjadi fase uap. Evaporator mempunyai dua prinsip dasar,
45
untuk menukar panas dan untuk memisahkan uap yang terbentuk dari cairan. Evaporator dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Submerged combustion evaporator b. Direct fired evaporator c. Steam heated evaporator Kondensor merupakan alat penukar kalor pada sistem refrigerasi yang berfungsi untuk melepaskan kalor ke lingkungan. Prinsip kondensasi di kondensor adalah menjaga tekanan uap Superheat Refrigerant yang masuk ke kondensor pada tekanan tertentu kemudian suhu refrigerantnya diturunkan dengan membuang sebagian kalornya ke medium pendingin yang digunakan di kondensor. Sebagai medium pendingin digunakan udara dan air atau gabungan keduanya. Dalam perancangan ini akan digunakan air sebagai media pendingin. Komponen utama dari kondensor adalah: 1. Suction Pipe dan Discharge Pipe (Pipa saluran masuk dan pipa saluran keluar). 2. Tube ( Pipa dalam Kondensor ) 3. Buffle 4. Water Box Macam-macam kondensor: a. b. c. d. e. f.
Air Cooled Condenser Water Cooled Condenser Kondensor Berbelit-Belit Kondensor Arus Pararel Surface Condenser Direct-Contact Condenser
E. Evaluasi Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam memahami evaporator dan kondensor pada modul VII, mahasiswa diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sebutkan definisi evaporator ! Jelaskan prinsip kerja evaporator ! Sebutkan jenis-jenis evaporator ! Sebutkan definisi kondensor ! Jelaskan prinsip kerja kondensor ! Sebutkan jenis-jenis kondensor !
46
A. Identitas Modul IDENTITAS MODUL Perguruan Tinggi Jurusan/Program Studi Kode Mata Kuliah Nama Mata Kuliah
: : : :
Akademi Komunitas Negeri Bengkalis Teknik Sistem Pembangkit SPA 025 Heat Exchanger
Pertemuan ke Modul ke Jumlah Halaman Mulai Berlaku
: : : :
13 - 14 8 49 s.d 59 2016
B. Komponen Modul 1. Judul Modul MODUL VIII FOULING 2. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa memahami proses pembentukan fouling serta klasifikasi fouling pada heat exchanger. 3. Pokok Bahasan VII. 1 Definisi Fouling
47
VII. 2 Proses Pembentukan Fouling VII. 3 Mekanisme Terjadinya Fouling VII. 4 Klasifikasi Fouling 4. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat memahami definisi fouling, mekanisme dan proses terjadinya fouling serta klasifikasi fouling. 5. Referensi Hesselgreaves,J.E.2001.Heat Exchanger Selection, Design and Operation.London:Pergamon An Imprint of Elsevier Science. Tipler.1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 1. Jakarta:Erlangga. Holman, J.P. 1993. Perpindahan Kalor. Terjemahan Ir. E. Jasjfi M.Sc. Erlangga: Jakarta. T.R. Bott. 1995. Fouling of Heat Exchanger. Elsevier C. Materi Modul FOULING VII. 1 Definisi Fouling Fouling dapat didefinisikan sebagai akumulasi endapan dari bahan yang tidak diinginkan pada permukaan perpindahan panas. Bahan atau senyawa itu berupa kristal, sedimen, senyawa biologi, produk reaksi kimia, ataupun korosi. Pembentukan lapisan deposit ini akan terus berkembang selama alat penukar kalor dioperasikan. Akumulasi deposit pada permukaan alat penukar kalor menimbulkan kenaikan pressure drop
dan menurunkan efisiensi
perpindahan panas. Untuk menghindari penurunan performa alat penukar kalor yang terus berlanjut dan terjadinya unpredictable cleaning, maka diperlukan suatu informasi yang jelas tentang tingkat pengotoran untuk menentukan jadwal pembersihan (cleaning schedule). Lapisan fouling dapat berasal dari partikel-partikel atau senyawa lainnya yang terangkut oleh aliran fluida. Pertumbuhan lapisan tersebut dapat meningkat apabila permukaan deposit yang terbentuk mempunyai sifat adhesif yang cukup kuat. Gradien temperatur yang cukup besar antara aliran dengan permukaan dapat juga meningkatkan kecepatan pertumbuhan deposit. Pada umumnya proses pembentukan lapisan fouling merupakan phenomena yang
48
sangat kompleks sehingga sukar sekali dianalisa secara analitik. Mekanisme pembentukannya sangat beragam, dan metode-metode pendekatannya juga berbeda-beda. VII. 2 Proses Pembentukan Fouling Berdasarkan proses terbentuknya endapan atau kotoran, faktor pengotoran dibagi 5 jenis, yaitu : 1. Pengotoran akibat pengendapan zat padat dalam larutan (precipitation fouling).
Pengotoran ini biasanya terjadi pada fluida yang
mengandung garam-garam yang terendapkan pada suhu tinggi, seperti garam kalsium sulfat, dll. 2. Pengotoran akibat pengendapan
partikel
padat
dalam
fluida
(particulate fouling). Pengotoran ini terjadi akibat pengumpulan partikel-partikel padat yang terbawa oleh fluida di atas permukaan perpindahan panas, seperti debu, pasir, dll. 3. Pengotoran akibat reaksi kimia (chemical
reaction
fouling).
Pengotoran terjadi akibat reaksi kimia di dalam fluida, di atas permukaan perpindahan panas, dimana material bahan permukaan perpindahan panas tidak ikut bereaksi, seperti adanya reaksi polimerisasi, dll. 4. Pengotoran akibat korosi (corrosion fouling). Pengotoran terjadi akibat reaksi kimia antara fluida kerja dengan material bahan permukaan perpindahan panas. 5. Pengotoran akibat aktifitas biologi (biological fouling). Pengotoran ini berhubungan dengan akitifitas organisme biologi yang terdapat atau terbawa dalam aliran fluida seperti lumut, jamur, dll. Akibat pembentukan fouling tersebut, maka kemampuan alat penukar kalor akan mengalami penurunan. Dalam beberapa kasus, pembersihan lapisan fouling dilakukan secara kimia dan mekanis. Salah satu cara mekanis yang umum dilakukan adalah dengan metode on-line cleaning dengan menggunakan bola taprogge.
49
VII. 3 Mekanisme Terjadinya Fouling Pada umumnya mekanisme terjadinya fouling, pembentukan dan pertumbuhan deposit, terdiri dari : a. Initiation, pada periode kristis dimana temperatur, konsentrasi dan gradien kecepatan, zona deplesi oksigen dan kristal terbentuk dalam waktu yang singkat. b. Transport partikel ke permukaan Secara mekanik = imfaction Secara turbulen = difusion Thermophoresis dan Electrophoresis c. Adhesi dan Kohesi pada permukaan. d. Migration, berupa perpindahan foulant (bahan atau senyawa penyebab fouling) menuju ke permukaan, dan berbagai mekanisme perpindahan difusi. e. Attchment, Awal dari terbentuknya lapisan deposit. f. Transformation or Aging, periode kristis dimana perubahan fisik ataupun struktur kimia/kristal dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan lapisan deposit. g. Removal or Re-entrainment, perpindahan lapisan fouling dengan cara pemutusan, erosi atau spalling. Kecepatan aliran dan temperatur fluida (atau beda temperatur) dapat menjadi variabel signifikan terjadinya fouling. Peningkatan kecepatan menyebabkan transfer massa spesies fouling dapat meningkat, seiring dengan terbentuknya deposit pada permukaan perpindahan kalor. Secara terus menerus, shear force pada fluida/permukaan perpindahan kalor meningkat, melalui mekanisme removal deposit. Temperatur yang digunakan pada alat penukar kalor dapat mempengaruhi besarnya luasan fouling pada permukaan perpindahan kalor. Kondisi Terjadinya Fouling Kondisi yang mempengaruhi terjadinya fouling yaitu : 1. Parameter operasi alat penukar kalor, yaitu: velocity, surface tempareture, dan fluids temperature.
50
2. Parameter alat penukar kalor, yaitu: Konfigurasi alat penukar kalor, permukaan material, dan struktur permukaan. 3. Fluids properties, yaitu : Suspended solid, Dissolved solid, Dissolved gases, dan Trace element. Deposit partikel pada permukaan perpindahan kalor banyak dijumpai pada aliran gas-partikel dengan temperatur tinggi. Proses terjadinya fouling ini dapat ditemukan di power plant system seperti di economizer, superheater, peralatan penukar kalor pipa air pendingin, dan beberapa proses di industri kimia. Salah satu contoh adalah fenomena fouling pada boiler. Partikel yang dikenal dengan fly ash (abu terbang) berasal dari sisa hasil pembakaran batubara di boiler. Fly ash ini tersuspensi dalam aliran gas yang kemudian akan masuk ke peralatan penukar kalor. Aliran gas-fly ash ini akan membentuk lapisan deposit/fouling pada dinding luar tube. Tiga modus utama ash transport dalam pembentukan lapisan deposit yaitu: 1. Inertial and eddy impaction, modus ash transport ini dapat membentuk tipe fouling deposit jenis Upstream dan downstream. 2. Vapor-phase and small-particle diffusion, modus ash transport ini dapat membentuk tipe deposit jenis Inner Layer. 3. Thermophoresis/Electrophoresis,
modus
ash
transport
ini
dapat
membentuk tipe deposit jenis Inner Layer.
Gambar VII.1 Mekanisme terbentuknya deposite partikel pada dinding luar tube
51
Lapisan deposit paling tebal terdapat pada bagian depan tube (upstream) atau pada sudut 0o. Jumlah deposit partikel yang jatuh (removed) semakin besar dengan semakin besarnya sudut sampai pada sudut 90o. Untuk sudut mendekati nol, kecepatan aliran adalah minimal, sehingga daya lepas deposit partikel (detaching force) karena aerodynamic force dapat diabaikan (Anatoli D. Zimon). Untuk sudut mendekati 90o, boleh dibilang hampir semua deposit partikel jatuh, hal ini disebabkan oleh impact dari pergerakan partikel. Sebaliknya ketika aliran melalui sisi bagian atas tube, detaching force meningkat sesuai dengan kecepatan aliran, dimana pada sisi ini kecepatan aliran adalah maksimum. Setelah deposit mencapai kondisi jenuh pada waktu tertentu, sejumlah deposit pada bagian depan (upstream) terjatuh, namun tidak semua bagian dari deposit itu terjatuh. Setelah itu terbentuk lagi deposit, kemudian setelah mencapai kondisi jenuh, terjatuh lagi. Fenomena ini terus berulang-ulang, dan keadaan akhir distribusi ketebalan deposit. Cara Mengurangi Fouling pada Heat Exchanger Berikut ini adalah cara mengurangi terjadinya fouling pada Heat Exchanger , yaitu: 1. Pemilihan heat exchanger ( HE ) yang tepat, Penggunaan beberapa tipe HE
tertentu
dapat
mengurangi
pembentukan fouling di
karenakan
area dead space yang lebih sedikit dibandingkan dengan tipe yang lainnya, seperti plate dan spiral heat exchanger, namun begitu jenis HE tersebut hanya dapat menangani design pressure sampai 20 – 25 bar dan design temperature 250 oC ( plate ) dan 400 oC ( spiral ). 2. Gunakan diameter tube yang lebih besar. STHE umumnya didesain dengan
ukuran tube dari
20
mm
atau
25
mm,
untuk
penggunaan fluida yang kotor ( fouling resistance > 0.0004 h-m2 C/kal ) gunakan tube dengan diameter ( minimum ) 25 mm ( outsidediameter, 3.
OD ) Kecepatan tinggi, seperti yang telah di jelaskan di atas bahwa pada kecepatan tinggi, fouling dapat dikurangi, koefisien heat transfer juga
52
akan semakin tinggi, namun demikian mengoperasikan HE dengan kecepatan tinggi mengakibatkan pressure dropyang tinggi pula serta erosi , kenaikan pressure drop lebih cepat dari pada kenaikan koefisien perpindahan panas, maka perlu dicari kecepatan yang optimum. 4. Margin pressure drop yang cukup. Pada HE yang digunakan untuk fluida yang berpotensi membentuk fouling yang tinggi, disarankan untuk menggunakan margin 30 – 40 % antara pressure drop yang diijinkan ( allowable ) dengan pressure drop yang dihitung ( calculated ) hal ini dilakukan untuk antisipasi pressure drop yang tinggi akibat penggunakan kecepatan yang tinggi. 5. Gunakan tube bundle dan heat exchanger cadangan. Jika penggunaan HE untuk fluidayang berpotensi membentuk fouling yang sangat ekstrim, maka tube bundle
candangan
sebaiknya
digunakan. Jika fouling telah
terjadi cukup cepat ( setiap 2 – 3 bulan ) maka sebaiknya digunakan HE cadangan.
STHE
cadangan
STHE Fixed tubesheet pada tube ,seperti
juga
diperlukan
untuk
(pembentukan fouling yang
pada
reboiler
thermosiphon
tipe tinggi
vertikal
yang
menggunakan fluida polimer seperti pada Butadiene plant). 6. Gunakan 2 shell yang disusun secara paralel. dengan penggunaan STHE dimana Shell disusun secara seri, maka jika salah satu STHE telah terjadi penumpukan ( akumulasi ) fouling ( dimana STHE tersebut diservice ) maka STHE yang satunya lagi dapat digunakan, walaupun tentunya terjadi penurunan output, sebaiknya kapasitas yang digunakan masing- masing antara 60 – 70 % dari kapasitas total. 7. Gunakan Wire Fin tube. Penggunaan Wire fin tube,dapat mengurangi terbentuknya fouling,
pada
awalnya
penambahan wire
fin tube ini
digunakan untuk meningkatkan perpindahan panas tube pada aliran laminar. Wire fin dapat menaikkan pencampuran radial ( radial mixing ) dari dinding tube hingga kebagian centre ( tengah ), efek gerakan pengadukan
inilah
yang
dapat
meminimalisasikan
deposit
pada
dinding tube. 8. Gunakan Fluidized Bed HE, HE tipe ini dapat menghandle fouling yang ekstrim.Apabila Fluida kotor ditempatkan pada shell.
53
9. Gunakan U-Tube atau Floating head. Kelemahanan
penggunaan
U tube adalah kesulitan pembersihan pada bagian U. 10. Gunakan susunan tube secara Square atau Rotate Square. susunan square menyediakan akses yang lebih sehingga cleaning HE secara mechanical dengan menggunakan Rodding atau hydrojetting baik pada susunan triangle,
namun begitu tube yang disusun secara square
memberikan koefisien heat transfer yang rendah, untuk situasi seperti ini , maka rotate square dapat digunakan. 11. Meminimalisasikan dead space dengan desain baffle secara optimum. STHE lebih mudah mengalami Fouling dikarenakan adanya dead space, oleh sebab itu , penentuan jarak antar baffle ( baffle spacing ) dan baffle cut sangatlah penting, kedua variable tersebut sangat berpengaruh dalam pentuan besar kecilnya koefisien perpindan panas pada shell. Nilai Baffle cut sebaiknya digunakan antara 20 -30 %, dimana baffle cut sebesar 25 % adalah nilai yang cukup baik sebagai starter. Untuk perpindahan panas yang hanya melibatkan panas sensible ( seperti heater atau cooler ) disarankan tidak menempatkan posisi baffle secara vertikal, untuk perpindahan panas yang melibatkan panas laten atau terjadinya perubahan fase ( seperti condenser, vaporizer ) disarankan untuk menempatkan posisi baffle secara vertikal. 12. Kecepatan tinggi, sama seperti pada tube, pengunaan kecepatan tinggi pada shell akan dapat mengurangi pembentukan fouling, dan dapat menaikkan koefisien perpindahan panas shell. Kecepatan pada shell umumnya (disamping faktor lain seperti tube pitch dan lain –lain) dipengaruhi oleh diameter shell dan baffle spacing. 13. Gunakan tube pitch yang lebih besar untuk fouling yang lebih sangat tinggi. Umumnya tube pith yang digunakan adalah sebesar 1.25 kali dari OD untuk triangular pitch dan 6 mm lebih dari OD untuk square. VII. 4 Klasifikasi Fouling Fouling secara umum dapat dibagi menjadi:
54
1. Precipitation fouling ( scaling ), adalah pengendapan bahan – bahan terlarut pada permukaan perpindahan panas.Jika solute memiliki karakteristik inverse ( kebalikan ) solubility, maka pengendapan terjadi pada permukaan panas lanjut (superheated surface), pengendapan ini disebut dengan scaling, contohnya calsium sulfat pada air, pengkristalan garam darilarutan encer. Pengendapan juga dapat terjadi melalui sublimasi seperti pada ammonium choride pada aliran uap. 2. Particulate fouling, adalah akumulasi partikel ( dalam fluida ) pada permukaan perpindahan panas. Pada beberapa aplikasi, akumulasi partikel ini terjadi disebabkan oleh gravitasi. Fenomena ini disebut juga sedimentasi fouling. Contoh : dust , karat,pasir halus ( fine sand ). 3. Chemical reaction fouling, adalah pembentukan deposit yang disebabkan oleh reaksi kimia, chemical reaction fouling merupakan pemecahan dan pengikatan senyawa – senyawa yang tidak stabil pada permukaan perpindahan panas. Contohnya Oil sludge, Polimerisasi, coking dan cracking hidrokarbon. 4. Corrosion fouling, Terjadi ketika permukaan perpindahan panas itu sendiri bereaksi membentuk produk korosi (karat) yang kemudian mengotori foul) dan dapat menyebabkan bahan atau materi pengotor (foulant) lainnya menempel pada permukaan. 5. Biological fouling, adalah penempelan mikro atau makro organisme biologi pada permukaan perpindahan panas. 6. Solidification fouling, adalah solidifikasi (pembekuan) liquid pada permukaan subcooled heat transfer (perpindahan panaspada sub cooled) contohnya adalah pembekuan es. D. Rangkuman Fouling dapat didefinisikan sebagai akumulasi endapan dari bahan yang tidak diinginkan pada permukaan perpindahan panas. Bahan atau senyawa itu berupa kristal, sedimen, senyawa biologi, produk reaksi kimia, ataupun korosi. Berdasarkan proses terbentuknya endapan atau kotoran, faktor pengotoran dibagi 5 jenis, yaitu : 1. Pengotoran akibat pengendapan zat padat dalam larutan (precipitation fouling).
55
2. Pengotoran akibat pengendapan partikel padat dalam fluida (particulate fouling). 3. Pengotoran akibat reaksi kimia (chemical reaction fouling). 4. Pengotoran akibat korosi (corrosion fouling). 5. Pengotoran akibat aktifitas biologi (biological fouling). Pada umumnya mekanisme terjadinya fouling, pembentukan dan pertumbuhan deposit, terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Initiation Transport partikel ke permukaan Adhesi dan Kohesi pada permukaan. Migration, berupa perpindahan foulant Attchment Transformation or Aging Removal or Re-entrainment. Cara mengurangi fouling pada heat exchanger : 1. Pemilihan heat exchanger ( HE ) yang tepat 2. Gunakan diameter tube yang lebih besar 3. Kecepatan tinggi 4. Margin pressure drop yang cukup 5. Gunakan tube bundle dan heat exchanger cadangan 6. Gunakan 2 shell yang disusun secara paralel 7. Gunakan Wire Fin tube 8. Gunakan Fluidized Bed HE 9. Gunakan U-Tube atau Floating head 10. Gunakan susunan tube secara Square atau Rotate Square 11. Meminimalisasikan dead space dengan desain baffle secara optimum. 12. Kecepatan tinggi 13. Gunakan tube pitch yang lebih besar untuk fouling yang lebih sangat tinggi. E. Evaluasi Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam memahami proses fouling dan penanganannya pada modul VII, mahasiswa diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Sebutkan definisi fouling ! Jelaskan proses pembentukan fouling ! Sebutkan mekanisme terjadinya fouling ! Bagaimana cara mengurangi fouling pada heat exchanger ? Jelaskan klasifikasi fouling secara umum !
56
A. Identitas Modul IDENTITAS MODUL Perguruan Tinggi Jurusan/Program Studi Kode Mata Kuliah Nama Mata Kuliah
: : : :
Akademi Komunitas Negeri Bengkalis Teknik Sistem Pembangkit SPA 025 Heat Exchanger
Pertemuan ke Modul ke Jumlah Halaman Mulai Berlaku
: : : :
15 9 60 s.d 64 2016
B. Komponen Modul 1. Judul Modul MODUL IX STANDART RANCANGAN (DESIGN OBJECTIVES)
57
2. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa mengetahui dan memahami prinsip dasar desain Heat Exchanger. 3. Pokok Bahasan IX.1 Prinsip Dasar Desain Heat Exchanger IX.2 Desain Heat Exchanger 4. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat memahami standar desain alat penukar kalor (Heat Exchanger). 5. Referensi Hesselgreaves,J.E.2001.Heat Exchanger Selection, Design and Operation.London:Pergamon An Imprint of Elsevier Science. P2TRR-BATAN. 2002. Penerapan Perhitungan Desain untuk Penukar Kalor RSG-Gas. Prosiding seminar ke-8 Teknologi dan Keselamatan PLTN serta Fasilitas Nuklir.ISSN:0854-2910. Jakarta
C. Materi Modul STANDART RANCANGAN (DESIGN OBJECTIVES) IX.1 Prinsip Desain Heat Exchanger Prinsip desain penukar kalor adalah mampu memindahkan energi kalor secara optimal, permukaan transfer kalor minimum dan kondisi operasi yang efektif. Ada suatu batasan-batasan yang harus dipenuhi yakni rugi tekanan yang diijinkan. Parameter lain perlu dipertimbangkan juga adalah persyaratan yang terkait dengan antisipasi besaran kontra koefisien transfer kalor yaitu faktor fouling yang bisa diterima (reasonable fouling). Metodologi yang lazim dipakai dalam desain tersebut merupakan metoda tria/- error untuk memperoleh parameter koefisien transfer kalor (Uo) sampai konvergensi dimana hal ini akan banyak menghabiskan waktu. Pada awalnya nilai Uo harus diasumsikan terlebih dahulu, setelah itu di akhir proses perhitungan Uo dapat ditentukan. Kriteria dari keberhasilan perhitungan ini adalah diperolehnya
58
Uo dimana syarat limitasi rugi tekanan (ΔP) terpenuhi. Selain data-data input yang diperlukan, perhitungan desain ini juga memerlukan langkah opsi berulang untuk memilih data geometri standar yang ada. Di dalam proses perhitungan yang selalu mengerjakan langkah-langkah berulang dan metoda yang panjang ini tentu cenderung dapat diproses dengan mudah apabila diaplikasikan dengan menggunakan program komputer. Metoda trial-error merupakan proses lopping yang mana dapat dilakukan dengan komputer. Program komputer yang dibuat juga diharapkan dapat memberikan manfaat dalam perhitungan cepat (Quick calculation) desain penukar kalor, baik dilingkup instalasi reaktor fiset, petroleum refinery maupun pabrik kimia. IX.2 Desain Heat Exchanger Diagram proses desain penukar kalor secara keseluruhan ditampilkan pada Gambar IX.1. Perhitungan desain berada pada langkah I di mana problem teridentifikasi dengan lengkap. Adapun langkah II (di luar garis kotak) merupakan kegiatan tersendiri sampai pekerjaan akhir desain penukar kalor secara utuh diperoleh. Langkah II ini mencakup penentuan tersedianya bahan, proses fabrikasi, costing dan ruang instalasi yang tersedia.
Gambar IX.1 Diagram struktur proses desain (P2TRR-BATAN, 2002)
59
Secara umum Penukar kalor memiliki lintasan fluida yang dikenal sebagai sisi shell dan sisi-tube. Fluida I mengalir pada sisi-shell sedangkan fluida II melalui sisi tube. Sejumlah tube dirangkai menjadi suatu bundel yang berada di dalam ruang sisi shell. Ruang menuju dan meninggalkan sisi-sisi lintasan ini dikatakan sebagai kanal kepala penukar kalor (kanal header/end), pengertian ini ditunjukkan pada gambar IX.2. Dalam desain penukar kalor, sisi-shell clan tube masingmasing dihitung kinerjanya dan berdasarkan data input yang digunakan.
Gambar IX.2 Sketsa Penukar Kalor Shell-tube (P2TRR-BATAN, 2002) Letak tube bisa ditata dalam berbagai susunan, yang mana dalam prakteknya susunan segitiga (triangular layout) dan segi empat (square layout) paling sering digunakan. Diameter tube memiliki rentang antara 16 mm sampai 50 mm, diameter yang kecil akan lebih efisien namun menghadapi kesulitan dalam proses cleaning-up. Panjang efektif tube standar yang umum adalah 1,83 m, 2,44 m 3,66 m dan 4,88 m dengan layout pola segitiga dan segiempat. Berikut ini ditunjukkan beberapa contoh data-data standar TEMA (Tubular Exchanger Manufacturer Association) untuk dimensi tube clan pitch tube: (P2TRR-BATAN, 2002) Tabel IX.1 Dimensi Standar Tube (TEMA)
60
D. Rangkuman Prinsip desain penukar kalor adalah mampu memindahkan energi kalor secara optimal, permukaan transfer kalor minimum dan kondisi operasi yang efektif. Ada suatu batasan-batasan yang harus dipenuhi yakni rugi tekanan yang diijinkan. Parameter lain perlu dipertimbangkan juga adalah persyaratan yang terkait dengan antisipasi besaran kontra koefisien transfer kalor yaitu faktor fouling yang bisa diterima (reasonable fouling). Secara umum Penukar kalor memiliki lintasan fluida yang dikenal sebagai sisi shell dan sisi-tube. Fluida I mengalir pada sisi-shell sedangkan fluida II melalui sisi tube. E. Evaluasi Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam memahami prinsip dasar desain heat exchanger pada modul IX, mahasiswa diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Sebutkan prinsip daar desain heat exchanger ! 2. Jelaskan langkah-langkah dalam desain alat penukar kalor ! 3. Sebutkan parameter yang penting diketahui dalam desain heat exchanger !
61
A. Identitas Modul IDENTITAS MODUL Perguruan Tinggi Jurusan/Program Studi Kode Mata Kuliah Nama Mata Kuliah
: : : :
Akademi Komunitas Negeri Bengkalis Teknik Sistem Pembangkit SPA 025 Heat Exchanger
Pertemuan ke Modul ke Jumlah Halaman Mulai Berlaku
: : : :
16 10 65 s.d 72 2016
B. Komponen Modul 1. Judul Modul MODUL X PERAWATAN DAN INSPEKSI 2. Kompetensi Dasar Agar mahasiswa mengetahui dan memahami cara perawatan dan isnpeksi heat exchanger. 3. Pokok Bahasan X.1 Tujuan Pemeriksaan X.2 Metode Inspeksi Heat Exchanger X.3 Pemeriksan Komponen Heat Exchanger X.4 Pengujian 4. Indikator Pencapaian Mahasiswa dapat memahami tujuan dari perawatan dan inspeksi heat exchanger secara sesuai dengan standar keselamatan kerja. 5. Referensi Hesselgreaves,J.E.2001.Heat Exchanger Selection, Design and Operation.London:Pergamon An Imprint of Elsevier Science. http://wegedengineer.blogspot.co.id/2012/05/metoda-inspeksi-heat exchanger. html.
62
C. Materi Modul PERAWATAN DAN INSPEKSI X.1 Tujuan Pemeriksaan Pada umumnya tujuan untuk dilakukannya pemeriksaan adalah untuk menentukan
kondisi
fisik
dari
peralatan,
menentukan laju
korosi (corrosion rate) serta menentukan penyebab terjadinya kerusakan. Dengan adanya data pemeriksaan tersebut maka selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan tindakan perbaikan yang diperlukan untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang ataupun penggantian, mencegah ataupun memperlambat kerusakan lebih lanjut. menentukan waktu peralatan perlu diganti (remaining life), untuk menjaga kontinuitas produksi dan menghindarkan adanya stop yang tidak terencana (unscheduled shutdown). 1. Keselamatan Korosi dan erosi dapat melemahkan bagian-bagian dari Heat Exchanger yang diserangnya sehingga akan menyebabkan kerusakan, kebocoran atau kegagalan. Kebocoran dapat membahayakan keselamatan dan menimbulkan kebakaran. Walaupun kebocoran tube tidak begitu serius dari segi keselamatan, tetapi dapat menyebabkan produksi menyimpang dari spesifikasi, karena itu perlu menghentikan kegiatan alat yang bersangkutan. Kerusakan tube didalam cooler dapat menimbulkan kerugian produksi dan juga dapat menimbulkan masalah keselamatan bila minyak atau vapour atau gas terbebas bersama air pendingin. Kerusakan pada shell, channel dan cover akan menimbulkan kebocoran yang serius dan kegagalan. 2. Penghematan Biaya Pemeliharaan Heat Exchanger merupakan suatu alat yang mahal dilihat dari konstruksinya yang rumit, terdiri dari shell, channel, tube sheet, tube, cover, baffle-plate, tie-rod dan gasket, memberikan banyak kemungkinan rusak. Dengan pemeriksaan yang cermat, mencatat semua data kerusakan dan perbaikan yang dialaminya akan bermanfaat dalam menentukan perbaikan
63
yang akan datang dan penggantian yang diperlukan. Hal ini dapat membantu perencanaan pemeliharaan untuk mengurangi down-time dan biaya. X.2 Metode Inspeksi Heat Exchanger Berikut beberapa metode yang digunakan saat inspeksi heat exchanger: 1. On Stream Inspection On Stream inspection adalah pemeriksaan yang dilakukan pada kondisi peralatan sedang beroperasi. pemeriksaan ini sangat terbatas hanya pemeriksaan pada bagian luar saja. Pada umurnnya kerusakan pada heat exchanger tidak catastrophic. Hal hal yang dapat diperiksa pada kondisi on stream adalah: Pondasi dan support, tangga, struktur, Piping system, grounding, isolasi, gasket , nozzle, electrical system. Teknik pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara visual. Apabila memungkinkan dapat juga dilakukan pengukuran ketebalan pada pressure part dengan menggunakan alat ukur tebal. Pemeriksaan dengan bantuan peralatan scanning infra red dapat juga dilakukan guna mengetahui kondisi isolasi dengan endeteksi adanya kebocoran panas. Hasil pemeriksaan on stream tersebut adalah berupa rekomendasi dimana rekomendasi tersebut dapat berupa perbaikan yang bisa dilakukan saat on stream misalnya, proteksi korosi pada struktur, atau perbaikan yang harus dilakukan pada saat stop. 2. Off Stream Inspection Off stream inspection adalah pemeriksaan yang dapat dilakukan pada saat peralatan yang akan diperiksa di stop dari operasinya, pada pemeriksaan off stream diperlukan kondisi tertentu agar pemeriksaan dapat berjalan dengan akurat. Hal yang umum menjadi pertentangan adalah bahwa tingkat kebersihan yang dibutuhkan oleh inspeksi lebih tinggi dari kebutuhan operasi. Tingkat kebersihan yang dibutuhkan oleh inspeksi adalah lebih tinggi karena bila ditemukan adanya indikasi kerusakan maka untuk memastikannya akan digunakan teknik NDT sesuai dengan keperluannya yang mana pada metode NDT tersebut membutukan tingkat kebersihan tertentu pada metal yang akan diperiksa.
64
Bila diperlukan untuk memenuhi aspek kebersihan tersebut dapat dilakukan sand blasting, water jet blasting, power brush, maupun chemical cleaning. Penggunaan scrapper ataupun wire brush dapat dilakukan pada peralatan yang tidak membutuhkan pemeriksaan detail X.3 Pemeriksan Komponen Heat Exchanger Pemeriksaan heat exchanger meliputi : 1. Box Cooler Pemeriksaan Box cooler. Pemeriksaan Pipa Coils 2. Shell dan Tube Exchanger Pemeriksaan bagian luar : tangga dan platform, pondasi dan support, nozzle/ pipa connection, alat pelengkap, bagian luar
lainnya. Pemeriksaan bagian dalam : pemeriksaan shell, channel dan shell cover: coating, dudukan gasket pada nozzle, sambungan las pada shell, bagian dalam dekat
baffle plate, nozzle pada shell, semua pipa-pipa kecil. Pemeriksaan bundle. 3. Air Cooled Heat Exchanger : inspeksi tube bundle, inspeksi tube header. Jenis kerusakan pada heat exchanger : Korosi adalah type kerusakan yang umum terjadi pada peralatan heat exchanger, lokasi terjadinya korosi dari peralatan heat exchanger sangat tergantung pada service-nya. Outside tube yang berlawanan dengan nozzle inlet shell kemungkinan akan mengalami erosi atau impingement corrosion Jika fluida yang mengalir didalam shell mengandung unsur-unsur korosif maka yang memiliki kemungkinan kerusakan adalah pada bagian inletnya, selanjutnya adalah tube sheet dan baffle plate dan kerusakannya dikenal sebagai erosi korosi. Jika fluida dengan temperatur tinggi yang mengalir kedalam tube maka kemungkinan korosi dapat terjadi pada sisi belakang dari fixed tube sheet ataupun tubenya. Jika service mengandung unsur yang dapat membentuk
65
sludge maka kemungkinan yang mengalami korosi adalah pada sisi bawah dari shell dan sisi bawah dari tube. Untuk heat exchanger dengan service air, kemungkinan korosi terjadi pada kondisi temperatur air tertinggi, misalnya air di sisi tube maka pada outlet side channel adalah lokasi terparah mengalami korosi. Pada beberapa heat exchanger korosi dapat terjadi pada lokasi kontak antara 2 material yang berbeda (galvanize corrosion) sebagai contoh korosi akan terjadi pada tube sheet dengan material Al Brass dengan channel yang terbuat dari CS. Crack dapat terjadi pada daerah yang permukaannya tajam atau dekat dengan lasan, terutama yang mengalami stress. Lokasinya bisa pada nozzle, shell flange maupun tube sheet. Jika fluida yang mengalir memiliki kecepatan tinggi, maka percepatan kerusakan akan terjadi daerah perubahan arah aliran fluida yaitu pada return bend (U-Tube). Kegagalan yang sering terjadi pada Heat Exchanger secara umum dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) type kegagalan yaitu: 1. Mechanical : metal erosion, steam atau water hammer, vibrasi, thermal fatique, freeze-up, thermal expansion, loss of cooling water. 2. Bahan kimia yang menyebabkan terjadinya korosi : general corrosion, fitting corrosion, stress corrosion, dezincification, galvanic corrosion, crevice corrosion, condensate grooving, 3. Kombinasi dari mekanikal dan bahan kimia : erosion corrosion, corrosion-fatique, 4.
Kerak, lumpur dan algae fouling.
X.4 Pengujian Kriteria penerimaan untuk pengujian suatu heat exchanger sangat tergantung pada acuan standart yang diterapkan saat alat tersebut dibangun, namun metoda pengujian umumnya sama.
66
Bila suatu heat exchanger akan direlease dari operasinya , maka pengujian tekan dapat dilakukan terhadap shell maupun tube Kebocoran dapat diketahui melalui adanya fluida keluar melalui drain nozzle terendah. Pengujian umumnya memerlukan waktu tahan (holding time) yang tujuannya untuk mengetahui tighteness dan memberi kesempatan bagi inspector mengamati , seluruh bagian dari heat exchanger. Jika ditemukan ada yang bocor maka bocoran diperbaiki lebih dahulu baru kemudian dilakukan pengujian ulang. Sebagai contoh , pada pengujian floating head cover dengan tekanan ada didalam tube, dimana shell cover dilepas maka potensi bocor dapat terjadi pada gasket floating head cover, rol-rolan tube, tube. Bila ditemukan bocoran pada gasket maka perlu dilakukan menambah pengikatan baut floating head cover, bila kebocoran pada rol-rolan tube maupun tube, maka yang dapat dilakukan adalah dengan pengujian shell side untuk mengetahui tube mana yang bocor. Oleh karena itu untuk heat exchanger umumnya pengujian tekan dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu : Shell side test dan Tube side test namun ada juga yang menerapkan pengujian hingga 3 kali yaitu melakukan pengujian shell side test sebelum dan sesudah tube side test. Media pengujian dapat berupa air, air dengan spesifikasi khusus maupun udara atau N2 tergantung dengan standart dan code yang diterapkan. Untuk heat exchanger yang terbuat dari material Austenitic SS maka umumnya air yang digunakan untuk hidrostatic test memiliki batas kandungan CI (-) nya harus dibawah 50 ppm untuk menghindari SCC. Demikian juga bila menggunakan udara maka batas maksimum udara boleh ditekan maksimum 7 Kg/Cm2 karena sifat dari udara tersebut akan memiliki efek explosive.
Besarnya tekanan pengujian sangat tergantung pada standart dan code yang diterapkan sebagai contoh:
67
TEMA mengatur besar tekanan pengujian hidrostatic test adalah 1,5 kali tekanan design dengan koreksi temperatur. Untuk pneumatic test adalah 1,25 kali tekanan design dengan koreksi tempratur.
STD 160, mengatur besar tekanan pengujian hidrostatic test maupun pneumatic test sama dengan yang diatur pada TEMA RCB 1.3.
KP-9, mengatur besar tekanan pengujian hidrostatict test adalah tidak kurang dari 1,5 kali tekanan kerja maksimum yang diijinkan, untuk pneumatic test tidak diatur.
ASME VIII DIV I, mengatur besar tekanan pengujian hidrostatic test adalah paling tidak 1,5 kali tekanan design. Untuk pneumatic test adalah paling tidak 1,25 kali tekanan design dengan koreksi tempratur.
NBIC, mengatur besar tekanan pengujian tekan adalah tidak boleh lebih dari 1,5 kali tekanan maksimum yang diijinkan, Bila besar pegujian tekan original mempertimbangkan corrosion allowance maka besarnya pengujian juga mempertimbangkan sisa corrosion allowance. Untuk batasan temperatur pengujian seluruh standart maupun code
memiliki batasan pada range min 15, 6 °C s/d 49 °C. Bila dispesifikasi khusus oleh pemilik bahwa pegujian harus menggunakan air dengan tempratur diatas 49 °C maka besamya pengujian tekan harus mempertimbangkan koreksi temperatur. D. Rangkuman Pada umumnya tujuan untuk dilakukannya pemeriksaan adalah untuk menentukan kondisi fisik dari peralatan, menentukan laju korosi (corrosion rate) serta menentukan penyebab terjadinya kerusakan. Metode yang digunakan saat inspeksi heat exchanger adalah On Stream Inspection dan Off Stream inspection. Pemeriksaan heat exchanger meliputi : 1. Box Cooler 2. Shell dan Tube Exchanger 3. Air Cooled Heat Exchanger
68
E. Evaluasi Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam memahami metode perawatan dan inspeksi pada modul X, mahasiswa diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Sebutkan tujuan dari inspeksi dan pengujian heat exchanger ! Jelaskan metode yang digunakan saat pemeriksaan heat exchanger ! Sebutkan jenis kerusakan pada heat exchanger ! Sebutkan bahan yang menyebabkan korosi ! Jelaskan kriteria penerimaan untuk pengujian suatu heat exchanger !
Bibliografi Penulis Nama NIK Status Alamat No. HP
: Egi Yuliora, S.Si., M.Si : 12 00 136 : Dosen PDD Politeknik Negeri Bengkalis : Jl. Pramuka Gg. Pembina Bengkalis. : 0853 7589 3633
69
e-mail
:
[email protected] dan
[email protected]
SAP/RPKPS/RKPBM (Terlampir)
70
1