MODEL KOLABORASI PERENCANAAN ANTARA BALAI TAMAN NASIONAL WAKATOBI DAN PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM HAYATI SECARA LESTARI A MODEL OF PLANNING COLLABORATION BETWEEN WAKATOBI NATIONAL PARK AUTHORITY AND WAKATOBI REGENCY GOVERNMENT IN SUSTAINABLE NATURAL RESOURCE MANAGEMENT
HERY SOPARI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
MODEL KOLABORASI PERENCANAAN ANTARA BALAI TAMAN NASIONAL WAKATOBI DAN PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM HAYATI SECARA LESTARI
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
Disusun dan diajukan oleh
HERY SOPARI
kepada
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
TESIS MODEL KOLABORASI PERENCANAAN ANTARA BALAI TAMAN NASIONAL WAKATOBI DAN PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM HAYATI SECARA LESTARI
Disusun dan diajukan oleh
HERY SOPARI Nomor Pokok P0204212516
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis pada tanggal 11 Maret 2014 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui Komisi Penasehat,
Prof. D r. I r. Ngakan Putu Oka, M.Sc Ketua
Prof. Dr. I r. D armawan Salman, MS Anggota
Ketua Program Studi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah,
Dr.I r. Roland A. Barkey
Direktur Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin,
Prof. Dr. Ir.M ursalim
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Hery Sopari
Nomor Mahasiswa : P0204212516 Program studi
: Perencanaan Pengembangan Wilayah
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar
merupakan
hasil
karya
sendiri,
bukan
merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut. Makassar,
Maret 2014
Yang menyatakan,
HERY SOPARI
PRAKATA
Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Model Kolaborasi Perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati secara Lestari” , untuk memenuhi salah satu syarat
penyelesaian
studi
magister
pada
Program
Pascasarjana
Universitas Hasanuddin. Ide penulisan tesis ini timbul dari hasil pengamatan penulis terhadap identifikasi permasalahan dalam pengelolaan sumber daya alam hayati di Wakatobi yang merupakan taman nasional dan juga sebagai kabupaten. Adanya dua instansi yang memiliki ruang kelola sumber daya alam yang sama, maka diperlukan kebijakan pengelolaan yang sinergis dan harmonis. Penulis bermaksud untuk mengetahui potensi ResourcesOrganizations-Norms (R-O-N) Taman Nasional dan Kabupaten Wakatobi, kontribusi
dan
arah
perencanaan
dalam
mendukung
kolaborasi
perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari dan merumuskan model kolaborasi
perencanaan
pengelolaan
SDAH
secara
lestari
untuk
memecahkan berbagai permalasahan dalam pengelolaan SDAH di Wakatobi. Penulis menyadari bahwa banyak kendala yang dihadapi dan karena bantuan dari berbagai pihak lah, maka penyusunan tesis ini dapat selesai tepat pada waktunya. Dari hati yang paling dalam penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc selaku Ketua Komisi Penasihat dan Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman, MS selaku Anggota Komisi Penasihat atas semua bimbingan, arahan, dan motivasi yang diberikan dalam penulisan tesis ini; Tim Komisi Penguji Dr. Suryadi Lambali, M.A., Prof. Dr. Ir. Yusran Jusuf, S.Hut., M.Si dan Muh. Abduh
Ibnu Hajar, S.Pi., MP., Ph.D yang telah memberikan kritik dan saran demi perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada: 1. Menteri Kehutanan Republik Indonesia yang telah memberikan ijin tugas belajar kepada penulis. 2. Sekretaris Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) atas fasilitasinya dalam memberikan ijin tugas belajar. 3. Kepala Balai TN Wakatobi yang telah memfasilitasi dan mendorong penulis untuk terus menimba ilmu pengetahuan. 4. Kepala Pusbindikaltren Bappenas yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada jenjang magister. 5. Pemerintah Kabupaten Wakatobi (SKPD terkait) yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data dan informasi penelitian. 6. Ketua program studi Perencanaan Pengembangan Wilayah beserta Ketua Konsentrasi Manajemen Perencanaan. 7. Keluarga tercinta: Bapak Opan Sopandi, Ibu Nunung Sumiati serta Emma Herawati (Istri) dan Anak-anakku tersayang (Risty Khaerunnisa Putri, Raisha Aliya S., dan M. Fadly Bukhary) yang telah memberikan dukungan moril dan materil. 8. Rekan-rekan
mahasiswa
Magister Perencanaan
Pengembangan
Wilayah (Konsentrasi Studi Manajemen Perencanaan Angkatan X) yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani perkuliahan dan penyelesaian tesis. 9. Kepada
semua
pihak
yang
telah
banyak
membantu
dalam
penyelesaian tesis ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Makassar,
Maret 2014
HERY SOPARI
ABSTRAK HERY SOPARI. Model Kolaborasi Perencanaan antara Balai Taman Nasional Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati (SDAH) Secara Lestari (dibimbing oleh Ngakan Pu tu Oka dan Darmawan Salman)
Penelitian ini bertujuan untuk 1) Menganalisis potensi yang ada pada Resources-Organization-Norms (R-O-N) Taman Nasional Wakatobi dan Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH di wilayah tersebut, 2) Menganalisis kontribusi dan arah perencanaan Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH, dan 3) merumuskan model kolaborasi perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan SDAH secara lestari. Penelitian ini dilakukan di kota Bau-Bau dan Kabupaten Wakatobi. Metode yang digunakan adalah indepth interview, studi dokumen dan Focus Group Discussion. Data dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, sumber daya alam hayati yang dikelola oleh kedua pihak yaitu 8 sumber daya penting/target konservasi. Kedua, kontribusi dan arah perencanaan Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari. Ketiga, untuk memecahkan berbagai permasalahan SDAH, terdapat 8 model kolaborasi perencanaan yaitu a) penanganan kasus; b) patroli/operasi pengamanan c) penyuluhan/sosialisasi peraturan, d) monitoring 8 sumber daya penting/target konservasi e) rehabilitasi sumber daya alam hayati, f) pengelolaan pengunjung, g) pengelolaan ijin usaha perikanan dan h) pengembangan dan perijinan pariwisata alam.
Kata kunci: Kolaborasi, Perencanaan, Sumber Daya Alam Hayati
ABSTRACT
HERY SOPARI. A Model of Planning Collaboration between Wakatobi National Park Authority and Wakatobi Regency Government in Sustainable Natural Resource Management (Supervised by Ngakan Putu Oka and Darmawan Salman)
This study aims to: (1) analyze the potentials of Resources Organization - Norms (RON) in Wakatobi National Park Authority (WNPA) and Wakatobi Regency Government (WRG) in supporting the collaboration of natural resource management planning in the area; (2) analyze the contribution and the direction of WNPA and WRG planning in supporting the collaboration of natural resource management planning; and (3) formulate a model of planning collaboration between WNPA and WRG in sustainable natural resource management. This research was conducted in Bau-Bau city and Wakatobi Regency. It used indepth interviews, document study and focus group discussions(FGD). descriptive analysis.The data were analyzed by using the qualitative The results reveal that: (1) natural resources managed by WNPA and WRG are 8 (eight) important resources which become the targets of conservation, (2) the contributions and planning direction of WNPA and WRG support the collaborative planning of sustainable natural resource management; and (3) various natural resource problems can be solved by using 8 models of collaborative planning, including (a) case administration, (b) security patrols / operations (c) education / regulation socialization, (d ) the monitoring of 8 important natural resources / conservation targets, (e) natural resource rehabilitation, (f) visitor management, (g) the management of fisheries business license, and (h) the development and licensing of natural tourism. Keywords: collaboration, planning, natural resource
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...............................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................... ..................... .......
iii
DAFTAR ISI ............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi BAB I.
BAB II.
PENDAHULUAN .....................................................................
1
A. Latar Belakang ..................................................................
1
B. Rumusan Masalah ............................................................
6
C. Tujuan Penelitian ...............................................................
8
D. Kegunaan Penelitian .........................................................
8
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 10 A. Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Secara Lestari ................................................................................ 10 1. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ............................................................... 10 2. Kawasan Konservasi..................................................... 14 B. Peranan Balai Taman Nasional dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati ................................................. 21 1. Pengelolaan Taman Nasional............. .......................... 21 2. Peranan Balai Taman Nasional dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati.................. .......................... 23
C. Peranan Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati ................................................. 27 D. Manajemen Kolaboratif dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati ................................................. 31 1. Konsep Perencanaan.................................................... 31 2. Konsep Manajemen Kolaboratif .................................... 36 3. Pentingnya Kolaborasi Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati ........................................................ 41 4. Penelitian Terdahulu .................................................... 46 E. Kerangka Pikir Penelitian .................................................. 50 BAB III.
METODE PENELITIAN .......................................................... 53 A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................ ...... 53 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................. 54 C. Jenis dan Sumber Data ..................................................... 54 D. Teknik Pengumpulan Data ................................................ 59 E. Teknik Analisa Data .......................................................... 60 F. Pengecekan Validitas Temuan .......................................... 64 G. Definisi Operasional .......................................................... 65
BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 67 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................. 67 B. Potensi Resources-Organizations- Norms TN Wakatobi dan Kabupaten Wakatobi ............................. 72 1. Sumber Daya Alam Hayati yang dapat dikolaborasikan Pengelolaannya............... ..................... 72
2. Sarana Pendukung Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati .................................................................... 90 3. Sumber Daya Manusia pada Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi ....... 92 4. Sumber Daya Finansial Pengelolaan
Sumber
Daya Alam Hayati .......................................................... 94 5. Permasalahan Sumber Daya (SDA, SDM dan Finansial) ....................................................................... 97 6. Kondisi Organisasi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi (SKPD Pengelola SDAH) ............................................................................ 103 7. Norma Pengelolaan SDAH Secara Lestari ................... 111 C. Kontribusi dan Arah Perencanaan Balai TN Wakatobi dan Pemertintah dalam Mendukung Kolaborasi Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati............................................. ................................. . 137 1. Kabupaten Kontribusi Balai TN Wakatobi Pemerintah Wakatobi dalam dan Mendukung Kolaborasi Perencanaan Pengelolaan SDAH Secara Lestari ............................................. ......................... 137 2. Arah Perencanaan Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Mendukung Kolaborasi Perencanaan Pengelolaan SDAH SecaraLestari ...................................................... 159 D. Model Kolaborasi Perencanaan Antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Secara Lestari .................................................................... 166 BAB V.
KESIMPULAN DAN SAR AN ................................................... 217 A. Kesimpulan.......................................................................... 217 B. Saran .................................................................................. 219
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 221 LAMPIRAN
........................................................................................... 229
DAFTAR
TABEL
1. 2. 3. 4.
Berbagai Kategori Kawasan Konservasi ........................................ Definisi Kawasan Konservasi menurut IUCN (2008) ...................... Perubahan Paradigma Pengelolaan Kawasan Konservasi ............ Perspektif Kolaborasi .....................................................................
5.
Matriks Penelitian Model Kolaborasi Perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Secara Lestari............................................................................................. Analisis Data Penelitian yang Ada Pada Balai TN Wakatobi Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Secara Lestari ............................................................................................ Analisis Data Penelitian yang Ada Pada Pemerintah Kabupaten Wakatobi Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Secara Lestari................................ ........................... Jumlah Desa Menurut Kecamatan dan Letak Wilayah di Kabupaten Wakatobi Tahun 2012 .................................................. Persebaran Penduduk Menurut Kecamatan di Wakatobi Tahun 2012 .................................................................................... Pendapat Pemangku Kepentingan pada Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi terhadap Kolaborasi Pengelolaan 8 Sumber Daya Penting ............................................ Fungsi dan Potensi 8 Sumber Daya Penting ................................. Lokasi dan Luasan Terumbu Karang di Wakatobi .......................... Deskripsi lokasi SPAGs di Wakatobi .............................................. Sumber Daya Alam Hayati yang dikelola oleh Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi ............................
6.
7.
8. 9. 10.
11. 12. 13. 14.
16 17 20 37
56
64
64 69 72
73 74 75 84 87
15. Ketersediaan Sarana Pendukung Pengelolaan SDAH Pada Balai Taman Nasional Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi ....................................................................................... 91 16. Jumlah Pegawai Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi ...................................................................... 93 17. Anggaran Pengelolaan SDAH Oleh Balai TN Wakatobi 18. 19.
Tahun 2012 .................................................................................... 95 Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Pengelolaan SDAH Secara Lestari Tahun 2012 ........................... 95 Perbandingan Anggaran Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Pengelolaan SDAH Secara Lestari ............................................................................................ 97
20.
Undang-Undang yang Berlaku Pada Taman Nasional dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi .................................................. 112 21. Tindakan Pertama Oleh Petugas Keamanan Menurut Modus Operandi ........................................................................................ 118 22. Tujuan, Waktu dan Tim Pelaksana Monitoring Kesehatan Karang ............................................................................................ 121 23. 24. 25. 26. 27.
Tujuan, Waktu dan Tim Pelaksana Monitoring Lamun .................. 121 Tujuan, Waktu dan Tim Pelaksana Monitoring Mangrove.............. 122 Tujuan, Waktu dan Tim Pelaksana Monitoring SPAGs.................. 124 Tujuan, Waktu dan Tim Pelaksana Monitoring Penyu ................... 125 Tujuan, Waktu dan Tim Pelaksana Monitoring Burung Pantai/Laut...................................................................................... 126
28. Tujuan, Waktu dan Tim Pelaksana Monitoring Cetacean .............. 127 29. Tarif PNBP Yang Berlaku di Kawasan Konservasi berdasarkan PP No. 59 Tahun 1998 .............................................. 129 30. Retribusi Penelitian berdasarkan Perda Kabupaten Wakatobi No. 19 Tahun 2006 ......................................................................... 132 31. Retribusi Kegiatan Wisata Berdasarkan Perda Kabupaten Wakatobi No. 15 Tahun 2013 ......................................................... 133 32. Kontribusi Balai TN Wakatobi dalam Pengelolaan SDAH Secara Lestari Tahun 2012............................................................. 137 33. Pelatihan dalam Rangka Peningkatan Kualitas SDM Tahun 2012................................................................................................ 148 34. SKPD terkait Pengelolaan SDAH ................................................... 150 35. Visi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi ....... 159 36. Analisis Visi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Mendukung Kolaborasi ....................................... 160 37. Misi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi ...... 161 38. Analisis Misi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi Perencanaan Pengelolaan SDAH............. ............................................................ 162 39. Rencana Kerja Balai TN Wakatobi dalam Pengelolaan SDAH Tahun 2014..................................................................................... 164 40. Ringkasan Rencana Kerja Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Pengelolaan SDAH Tahun 2014 .......................................... 165 41. Ringkasan Analisis Data Penelitian Pada Balai TN Wakatobi ........ 177
42. Ringkasan Analisis Data Penelitian Pada Pemerintah Kabupaten Wakatobi ...................................................................... 179 43. Kolaborasi Perencanaan Penanganan Kasus ................................ 181 44. Model Kolaborasi Perencanaan Penanganan Kasus...................... 182 45. Kolaborasi Perencanaan Patro li/Operasi Pengamanan.................. 185 46. Model Kolaborasi Perencanaan Operasi Gabungan....................... 186 47. Model Kolaborasi Perencanaan Operasi Intelejen....... ................... 187 48. Model Kolaborasi Perencanaan Patroli Mendadak ........................ 187 49. Model Kolaborasi Perencanaan Patroli Penjagaan di Resort ......... 188 50. Kolaborasi Perencanaan Penyuluhan/Sosialisasi Peraturan .......... 190 51. Model Kolaborasi Perencanaan Pendidikan Konservasi/ Penyuluhan/ Sosialisasi di tingkat SLTP/SLTA .............................. 191 52. Model Kolaborasi Perencanaan Pembinaan Kader Konservasi ...................................................................................... 192 53. Model Kolaborasi Perencanaan Pembinaan KPA........................... 193 54. Kolaborasi Perencanaan Monitoring 8 Sumber Daya Penting/ Target Konservasi........................................................................... 196 55. Model Kolaborasi Perencanaan Monitoring Lamun ........................ 197 56. Model Kolaborasi Perencanaan Monitoring SPAGs ....................... 197 57. Kolaborasi Perencanaan Rehabilitasi SDAH ................................. 199 58. Model Kolaborasi Perencanaan Transplantasi Karang....... ............ 200 59. Model Kolaborasi Perencanaan Persemaian Mangrove ................. 201 60. Kolaborasi Perencanaan Pengelolaan Pengunjung (Untuk Tujuan Wisata, Penelitian, Shooting Film dan lain-lain)............. .... 203 61. Model Kolaborasi Perencanaan Pengelolaan Pengunjung...... ....... 204 62. Contoh Rencana Pembangunan Tempat Pengelolaan Pengunjung..................................................................................... 205 63. Model Kolaborasi Perencanaan Pengelolaan Ijin Usaha Perikanan........................................................................................ 206 64. Kolaborasi Perencanaan Pengembangan dan Perijinan Pariwisata Alam ............................................................................. 209 65. Model Kolaborasi Perencanaan Pengembangan Ekowisata Mangrove........... ............................................................................. 210 66. Model Kolaborasi Perencanaan Perijinan Pariwisata Alam ............ 211
D AFTAR
GAMBAR
1.
Pembagian Kawasan Konservasi di Indonesia .............................. 14
2.
Kerangka Kolaborasi Dua Pihak antara Balai Taman Nasional dan Pemerintah Daerah (SKPD) (dikerangkakan dari Salman, 2012a) .......................................................................................... 43
3.
Kerangka Pikir Penelitian .............................................................. 52
4.
Lokasi Wakatobi berada di Provinsi Sulawesi Tenggara dan segi tiga karang dunia (Balai TN Wakatobi, 2008) ................. 67
5.
Peta Batas Wilayah Kabupaten Wakatobi (Pemerintah Kabupaten Wakatobi, 2013b) .................................... 68
6.
Peta Lokasi Monitoring SPAGs (BTNW, 2013a)... ......................... 84
7.
Organisasi Balai Taman Nasional Wakatobi Berdasarkan Permenhut No. P.03/Menhut-II/2007 (BTNW, 2013a) ................... 104
8.
Zonasi Taman Nasional Wakatobi (BTNW dkk. 2007) .................. 151
9.
Alternatif Forum Pengelola SDAH Wakatobi.................................. 170
DAFTAR
LAMPIRAN
1. Panduan Wawancara ...................................................................... 229 2. Rekomendasi Teknis Pengesahan Rencana Pengelolaan Jangka (RPJP)..................................................................... Taman Nasional Wakatobi Tahun 1998 s/d 2023Panjang (Revisi 2008) 230 3. Daftar Informan Penelitian............................................................... 231 4. Daftar Peserta FGD ......................................................................... 231 5. Pendapat Pihak Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi tentang Kolaborasi Perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Haya ti Secara Lestari .................. 232 6. Permasalahan SDA di Wakatobi menurut Pihak Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi ............................. 235 7. Sarana Pendukung Pengelolaan SDAH yang dimiliki Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi .............................. 237 8. Sumber Daya Manusia Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi ...................................................................... 239 9. Zonasi Taman Nasional Wakatobi............... ..................................... 241 10. Visi dan Misi SKPD yang terkait dengan Pengelolaan SDAH Secara Lestari ................................................................................. 244 11. Kontribusi SKPD terkait dalam Pengelolaan SDAH Secara Lestari .............................................................................................. 245 12. Rencana Kerja SKPD yang berperan dalam Pengelolaan SDAH Secara Lestari tahun 2014 .............................................................. 248
1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar B elakang
Sebagai upaya aktif dalam mempertahankan ekosistem dan keanekaragamanhayati,
pemerintah
telah
menetapkan
kawasan
konservasi daratan dan laut seluas 27.190.992,91 ha dengan total jumlah kawasannya 527 unit, yang terbagi menjadi 499 unit kawasan konservasi daratan dan 28 unit kawasan konservasi perairan. Salah satu kategori kawasan konservasi adalah taman nasional, yang mana di Indonesia terdapat 50 unit Taman Nasional, 7 unit diantaranya merupakan Taman Nasional laut (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), 2010). Wakatobi adalah sebuah kepulauan yang namanya diambil dari kependekan nama ke-empat pulau utama yang ada di wilayah ini yaitu Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Dahulu wilayah ini dikenal dengan nama kepulauan “Tukang Besi”. Perairan di Kepulauan Wakatobi memiliki keanekaragaman terumbu karang dan jenis biota laut lain yang tinggi, sehingga ditunjuk sebagai Taman Nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 393/KPTS-VI/1996 tanggal 30 Juli 1996, dan penetapannya dilakukan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 7651/Kpts-II/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang meliputi kawasan seluas
2
1,39 juta hektar termasuk kawasan perairan dan seluruh kawasan
daratan pulau-pulau yang ada di wilayah ini (Balai TN Wakatobi, 2008). Taman Nasional Wakatobi (TNW) berada di Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara. Taman nasional ini terletak di tengah kawasan segitiga karang dunia dan mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi, tercatat 396 jenis karang sceleractanian, 942 spesies ikan, 31 spesies
karang
fungi,
31
spesies
foraminifera
dan
34
spesies
stomatopoda (WWF-TNC, 2003). Hingga tahun 2006 telah tercatat 12 jenis cetacean (8 jenis paus dan 5 jenis lumba-lumba), penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau ( Chelonia mydas), sedangkan mangrove terdapat 22 jenis dari 13 famili mangrove sejati (Balai TN Wakatobi, 2008). Pada bulan Desember 2003 berdasarkan Undang-Undang No. 29 tahun 2003, Kepulauan Wakatobi ditetapkan sebagai kabupaten tersendiri sebagai pemekaran Kabupaten
Wakatobi,
dari Kabupaten isu
pertama
Buton. Dengan yang
muncul
terbentuknya
terkait
dengan
pengelolaan TN Wakatobi adalah batas dan luas kawasannya yang berhimpit dengan batas dan luas wilayah Kabupaten Wakatobi (Balai TN Wakatobi, 2008). Rudianto dan Santoso (2007) menyatakan bahwa luas kawasan Wakatobi pada kenyataannya tumpang tindih atau menjadi bagian yang berada di Kabupaten Wakatobi. Dualisme kewenangan dalam pengelolaan suatu kawasan, tentu dapat berpotensi memunculkan adanya kebijakan yang kurang sinergis
3
diantara kedua pihak pembuat kebijakan. Hal tersebut dapat menjadi hambatan baik bagi pembangunan wilayah Wakatobi sebagai sebuah kabupaten dan pengelolaan Taman Nasional Wakatobi sebagai Kawasan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati & Ekosistemnya (KSDAH&E). Oleh karena
itu
kebijakan
pengelolaan
wilayah
Wakatobi
haruslah
mengakomodir dua instansi pemerintah ini agar selaras dan harmonis. Penetapan zonasi Taman Nasional Wakatobi (SK Zonasi ditandatangani bersama Bupati Wakatobi) merupakan upaya bersama Balai Taman Nasional Wakatobi dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam menjaga kelestarian sumber daya alam hayati untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat di dalam wilayah tersebut. Awang
(2010)
mengemukakan
bahwa
pasca
pembentukan
kabupaten Wakatobi terdapat beberapa permasalahan kewenangan yaitu perijinan
usaha
pariwisata,
perijinan
usaha
perikanan,
perijinan
penambangan karang dan pasir. Dimana dalam pemberian perijinannya belum ada koordinasi antara Pemerintah Kabupaten Wakatobi dan pihak Balai TN Wakatobi. Dalam hal kunjungan wisata maupun kegiatan lainnya di kawasan taman nasional (khususnya pada areal perairan/laut), setiap pengunjung kawasan taman nasional harus mendapatkan ijin masuk kawasan dari pihak Balai TN Wakatobi, oleh karena itu jika belum terjalinnya koordinasi antara kedua pihak ini, maka permasalahan seperti penertiban pengunjung oleh pihak Balai TN Wakatobi dapat terjadi, dan
4
tentu hal ini menimbulkan ketidaknyamanan terhadap pengunjung.
Saat
ini Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi telah menetapkan daerah perlindungan laut (DPL) sebanyak 35 lokasi yang berada dalam zona pemanfaatan lokal berdasarkan zonasi Taman Nasional Wakatobi. Hal ini tentu berpotensi memunculkan permasalahan dimana Taman Nasional Wakatobi mengijinkan untuk pemanfaatan secara tradisional oleh masyarakat lokal namun disisi lain merupakan kawasan yang dilindungi. Permasalahan lainnya yaitu masih terjadinya kegiatan illegal fishing, destructive fishing , pemanfaatan satwa yang dilindungi oleh masyarakat, penambangan pasir, keterbatasan sumber daya baik manusia, sarana pengelolaan dan finansial tidak dapat diselesaikan dengan cara sendiri-sendiri. Oleh karena itu diperlukan kolaborasi khususnya yang memiliki kewenangan dalam mengelola SDAH di Wakatobi. Konflik mungkin bisa terjadi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, serta antara pengelola kawasan konservasi dan masyarakat di sekitar kawasan. Konflik antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah
bisa
muncul
karena
perbedaan
kepentingan,
pemerintah pusat menghendaki suatu kawasan dilindungi,
sehingga
pembangunan fisik kawasan harus dilakukan secara hati-hati, jangan sampai berdampak negatif pada sumber daya hayati yang ada di dalam kawasan yang dilindungi. Di sisi lain, pemerintah daerah menginginkan daerahnya bisa dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan.
5
Adanya kawasan konservasi sering kali dianggap sebagai beban, bukan manfaat (Setyowati, 2008). Oleh karena itulah perlu strategi khusus yang dapat mengakomodir kepentingan konservasi dengan pembangunan daerah. Kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari merupakan salah satu upaya mencegah konflik kepentingan serta untuk mensinergikan pembangunan daerah dengan pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga pembangunan berkelanjutan dapat direalisasikan. Putro dkk. (2012) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan konservasi sumberdaya alam, termasuk pengelolaan kawasan konservasi, pemerintah daerah memiliki peran penting, oleh karena itu pemerintah pusat dan daerah perlu menata pembagian biaya dan manfaat yang lebih adil dari pengelolaan sumber daya alam, guna peningkatan kapasitas pengelolaan kawasan konservasi, sekaligus meningkatkan pendapatan asli daerah. Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui gambaran potensi yang ada pada Taman Nasional Wakatobi dan Kabupaten Wakatobi
dalam
mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati yang ada di wilayah tersebut. Potensi yang akan dianalisis meliputi sumber daya (Resources), Organisasi (O) dan mekanisme/aturan N ( orms) dalam kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati. kolaborasi
perencanaan,
perlu
mengetahui
kontribusi
Dalam
serta
arah
perencanaan kedua pihak yang akan berkolaborasi agar mempermudah dalam merumuskan model kolaborasi yang perlu dibentuk, oleh karena itu
6
penelitian ini juga diarahkan untuk menganalisis kontribusi dan arah perencanaan pengelola Taman Nasional dan Pemerintah Kabupaten dalam mendukung pengelolaan kolaboratif. Kemudian berdasarkan hasil analisis tujuan sebelumnya, maka akan dirumuskan model kolaborasi perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari. B.
Rumusan Masalah
Wakatobi merupakan kawasan taman nasional yang berada di wilayah Kabupaten Wakatobi. Dengan adanya dua otoritas pengelola tentu akan berpotensi memunculkan permasalahan seperti kurang sinerginya
kebijakan,
dimana
Pemerintah
Kabupaten
Wakatobi
berorientasi pada pengembangan wilayahnya dan juga meningkatkan pendapatan asli daerahnya (PAD), sedangkan kebijakan pemerintah pusat (Kementerian Kehutanan/Balai TN Wakatobi) adalah Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Disisi lain, masih terjadinya kegiatan illegal fishing, destructive fishing, pemanfaatan satwa yang dilindungi oleh masyarakat, penambangan pasir, keterbatasan sumber daya baik manusia, sarana pengelolaan dan finansial tentu tidak dapat diselesaikan dengan cara sendiri-sendiri. Oleh karena itu diperlukan kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati dalam rangka mensinergikan kebijakan, sumber daya, organisasi dan normanorma Taman Nasional Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi.
7
Dengan adanya sinergitas kebijakan, sumber daya, organisasi dan norma antara Balai TN Wakatobi dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam suatu model kolaborasi perencanaan, maka pengelolaan sumber daya alam hayati diharapkan akan menjadi lebih baik sehingga akan memberikan hasil yang bermanfaat bagi kepentingan bersama, diantaranya yaitu: a) terjaganya kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya; b) pembangunan wilayah Wakatobi selaras dengan prinsipprinsip konservasi; dan c) kesejahteraan masyarakat dapat meningkat sebagai akibat dari sinerginya kebijakan dan efektifnya pengelolaan. Oleh karena itu yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana
potensi
sumber
daya
( Resources/R),
organisasi
(Organizations/O) dan norma (Norms/N) TN Wakatobi dan Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati yang ada di wilayah tersebut?; 2. Bagaimana kontribusi dan arah perencanaan Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati? 3. Bagaimana model kolaborasi perencanaan yang perlu dirumuskan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari?.
8
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini ditujukan untuk : 1. Menganalisis
potensi
sumber
daya
( Resources/R),
organisasi
(Organizations/O) dan norma (Norms/N) TN Wakatobi dan Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati yang ada di wilayah tersebut; 2. Menganalisis kontribusi dan arah perencanaan Balai TN Wak atobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati; 3. Merumuskan
model
kolaborasi
perencanaan
antara
Balai
TN
Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari.
D. Kegunaan Penelitian Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi
dalam
pengelolaan Taman Nasional maupun Kabupaten Wakatobi. Berikut adalah kegunaan penelitian ini: 1. Dapat memberikan gambaran potensi sumber daya ( Resources/R), organisasi (Organizations/O) dan norma (Norms/N) Taman Nasional Wakatobi dan Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati di wilayah tersebut;
9
2. Sebagai bahan informasi tentang kontribusi dan arah perencanaan Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati; 3. Sebagai bahan masukan bagi Balai Taman Nasional Wakatobi, Pemerintah Kabupaten Wakatobi, serta para pihak terkait lainnya dalam penentuan kebijakan pengelolaan sumber daya alam hayati di wilayah Wakatobi.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Secar a Lestari Pengelolaan sumber daya alam hayati pada hakikatnya merupakan upaya untuk mempertahankan pilihan-pilihan masa depan melalui pencadangan atau perlindungan komponen hayati dan mengoptimalkan pemanfaatan lestari komponen hayati yang telah diketahui nilainya dari pengalaman dan pengkajian terus-menerus manusia selama mengarungi kehidupan (Putro dkk., 2012). Di Indonesia upaya pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari dilakukan melalui
konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya (KSDAH&E) dengan membentuk kawasan konservasi. 1. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Menurut Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang KSDAH&E (Pasal 1),
definisi konservasi sumber daya alam hayati adalah
pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Sementara ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun non hayati yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi. Sedangkan Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani
11
(satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem. Adapun pelaksanaan KSDAH&E dilaksanakan melalui kegiatan (pasal 5 UU No. 5 tahun 1990):
a. perlindungan sistem penyangga kehidupan; b. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; c.
pemanfaatan
secara
lestari
sumber
daya
alam
hayati
dan
ekosistemnya. McNeely (1988) mengemukakan bahwa agar dapat berkompetisi dalam
menarik
perhatian
pembuat
keputusan,
kebijakan-kebijakan
mengenai keanekaragaman hayati harus menggunakan istilah-istilah ekonomi dalam mendemonstrasikan nilai keanekaragaman hayati itu untuk pembangunan sosial dan ekonomi negara. Cukup banyak pembenaran
ekonomi
dapat
disusun
oleh
mereka
yang
hendak
mengeksploitasi sumberdaya hayati. Maka penalaran yang sama perlu digunakan untuk menunjang pemanfaatan alternatif sumberdaya itu. Untuk menaksir prioritas yang akan mereka berikan pada konservasi keanekaragaman hayati, pemerintah memerlukan indikasi yang kuat tentang sumbangan apa yang diberikan oleh sumberdaya hayati pada ekonomi nasionalnya. Selanjutnya McNeely (1988) menyatakan bahwa penting untuk dicatat bahwa “konservasi” bukan berarti tidak digunakan, tetapi konservasi berarti pemanfaatan secara bijaksana yang menunjang pembangunan
12
berkelanjutan. Sebagaimana didefinisikan oleh IUCN (1980), pengertian dari konservasi yaitu pengelolaan penggunaan manusia atas biosfer, sehingga dapat menghasilkan manfaat berkelanjutan terbesar pada generasi sekarang, sementara memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi-generasi masa depan. Dengan demikian konservasi itu positif, mencakup pelestarian, pemeliharaan, pemanfaatan berkelanjutan, pemulihan dan peningkatan mutu lingkungan alamiah. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan upaya
untuk
menjaga
kelestarian
sumberdaya
alam
hayati
dan
ekosistemnya agar dapat menunjang kehidupan baik untuk generasi saat ini maupun generasi yang akan datang. Konservasi merupakan konsep pembangunan berkelanjutan. Bethan (2008) menyatakan bahwa lahirnya konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) bukan sesuatu yang muncul begitu saja, namun didasarkan pada sikap keprihatinan terhadap kerusakan lingkungan
yang bersifat lintas batas
negara yang dipandang sangat mengkhawatirkan keberlangsungan lingkungan hidup dalam jangka panjang dan berimplikasi pula pada generasi mendatang. Wacana pembangunan berkelanjutan tersebut sesungguhnya telah menjadi perhatian negara-negara di dunia dalam konferensi Stockholm tahun 1972. Konferensi PBB tentang lingkungan hidup manusia ini menuangkan pembangunan berkelanjutan dalam Prinsip II Deklarasi Stockholm yang berbunyi:
13
“The natural resources of the earth including the air, water, land, flora and fauna and especially representative samples of natural ecosystems must be safeguarded for the benefit of present and future generations through careful planning or management, as appropriate”. (Sumber daya alam yang ada di bumi termasuk udara, air, tanah, flora dan fauna serta khususnya sampel-sampel perwakilan ekosistem, harus diselamatkan untuk kepentingan generasi kini dan mendatang melalui perencanaan atau pengelolaan yang secermat mungkin). Selanjutnya
Bethan
(2008)
menyatakan
bahwa
pembangunan
berkelanjutan secara teoritis atau praktis menjadi tujuan dalam berbagai pernyataan kebijakan lingkungan nasional dan internasional. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro pada Juni 1992 telah menghasilkan agenda 21, yaitu suatu kesepakatan yang memuat
daftar
rencana
tindakan
penting
dunia.
Dalam
paragaf
pembukaan agenda 21 dinyatakan bahwa untuk menghadapi tantangan dari lingkungan dan pembangunan, negara-negara memutuskan untuk membangun suatu kerjasama baru secara global. Kerjasama ini diilhami oleh kebutuhan untuk mencapai ekonomi dunia yang lebih efisien dan adil dengan memperhatikan peningkatan kerjasama antar komunitas, dan bahwa pembangunan berkelanjutan harus menjadi prioritas dalam agenda komunitas internasional.
14
2. Kawasan Konservasi Berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kawasan konservasi di Indonesia terdiri atas Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Sedangkan KPA yaitu kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang
mempunyai
fungsi
sebagai
perlindungan
sistem
penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Berikut adalah pembagian kawasan konservasi menurut UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Kawasan Konservasi
Kawasan Suaka Alam/KSA
Cagar Alam (CA)
Suaka Margasatwa SM
Kawasan Pelestarian Alam/KPA
Taman Hutan Raya THR
Taman Nasional TN
Taman Wisata Alam
Gambar 1. Pembagian Kawasan Konservasi di Indonesia
15
Menurut Wiratno dkk. (2004) sistem klasifikasi kawasan konservasi yang ada sekarang sebenarnya didasarkan pada beberapa pokok penilaian dalam konteks internasional, diantaranya menurut Philips dan Harrison (1999) : 1)
Menekankan pada kepentingan kawasan lindung.
2)
Menunjukkan cakupan tujuan kawasan lindung yang luas.
3)
Mempromosikan ide mengenai kawasan lindung sebagai sebuah sistem dari pada sebagai unit-unit yang terisolasi.
4)
Mengurangi salah paham dalam memandang kawasan lindung.
5)
Menetapkan persetujuan dengan standar internasional.
6)
Meningkatkan komunikasi dan pengertian. Selanjutnya Wiratno dkk. (2004) mengemukakan bahwa dalam
kategorisasi kawasan konservasi sebenarnya lebih tergantung pada tujuan utama pengelolaannya. Prinsip ini penting dan harus dipegang oleh semua kawasan konservasi karena persetujuan terhadap kategori tertentu tidak akan secara otomatis mencerminkan keefektifan pengelolaannya. Penilaian sebaiknya lebih ditekankan kepada tujuan utama manajemen kawasan dan keefektifan pengelolaan. Sistem kategorisasi ini sebenarnya bersifat fleksibel. Kategorisasi Kawasan versi IUCN (International Union for Conservation of Nature) sendiri merupakan kompilasi dari berbagai panduan dari seluruh dunia. Karenanya disepakati bahwa jika ada negara yang mampu membuat interpretasi sendiri dalam pengelolaan kawasan-
16
kawasan lindungnya secara lebih aplikatif, maka hal itu dapat dibenarkan. Berikut adalah berbagai kategori kawasan konservasi. Tabel 1. Berbagai Kategori Kawasan Konservasi Sumber Menurut UU No. 5 tahun 1990 tentang KSDAHE Menurut IUCN
Kategori -
Kawasan Suaka Alam (KSA) terdiri dari Cagar Alam (CA) dan Suaka Margasatwa (SM) Kawasan Pelestarian alam (KPA) terdiri dari Taman Nasional (TN), Taman Wisata Alam (TWA), Taman Hutan Raya (Tahura) dan Taman Buru (TB) 1A. Kawasan Lindung untuk ilmu pengetahuan 1B. Kawasan Lindung untuk hidupan liar 2. 3. 4. 5.
6. Menurut UU
-
No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
-
Kawasan lindung untuk perlindungan ekosistem Kawasan lindung untuk konservasi pemandangan alam yang spesifik Kawasan lindung untuk konservasi melalui intervensi pengelolaan oleh manusia Kawasan lindung untuk konservasi lanskap atau bentang laut dan rekreasi Kawasan lindung untuk pe manfaatan yang lestari terhadap ekosistem alam Hutan Suaka Alam, terdiri atas Cagar Alam dan Suaka Margasatwa Hutan Pelestarian Alam, berupa Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Hutan Raya Taman Buru
Sumber: diringkas dari Wiratno dkk. (2004)
International Union for Conservation of Nature (IUCN) (2008) mendefinisikan kawasan konservasi (Protected Area) sebagai berikut: “ A protected area is: A clearly defined geographical space, recognised, dedicated and managed, through legal or other effective means, to achieve the long-term conservation of nature with associated ecosystem services and cultural values” ( Kawasan konservasi adalah sebuah kawasan yang memiliki ruang geografis yang terdefinisi dengan jelas, diakui, didedikasikan dan dikelola dengan legal atau metode efektif
17
lainnya untuk mencapai konservasi alam jangka panjang yang terkait dengan layanan ekosistem dan nilai-nilai budaya). Berikut adalah penjelasan mengenai definisi kawasan konservasi menurut IUCN (2008).
Tabel 2. Definisi Kawasan Konservasi menurut IUCN (2008)
Hal Ruang geografis yang terdefinisi dengan jelas (clearly defined geographical space)
Diakui (recognized)
Penjelasan
Kawasan Konservasi meliputi tanah, perairan darat, laut dan daerah pesisir atau kombinasi dari dua atau lebih dari hal tersebut. Hal ini menyiratkan bahwa kawasan konservasi harus memiliki batas yang jelas dan memiliki persetujuan. Batas dapat berupa ciri-ciri fisik yang dapat berubah sepanjang waktu atau dengan tindakan manajemen (seperti: adanya persetujuan untuk menetapkan zona larang ambil/ No Take Zones) Kawasan konservasi tidak hanya harus diakui oleh masyarakat dan negara, tetapi juga harus diakui oleh pihak lainnya (khususnya Database Dunia untuk Kawasan Lindung – WDPA/World Comission on Protected Areas).
Didedikasikan (dedicated)
Kawasan konser vasi harus memil iki komitmen tertentu yang mengikat untuk melaksanakan konservasi jangka panjang,
Dikelola (managed)
misalnya melalui: 1. Konvensi dan perjanjian inte rnasional 2. Hukum nas ional, hukum provinsi dan hukum lokal 3. Hukum adat 4. Perjanjian dengan LSM 5. Kerjasama dengan swasta 6. Skema sertifikasi Melaksanakan beberapa langkah-langkah aktif untuk konservasi alam (dan mu ngkin hal lainnya) sebagaimana kawasan lindung dibentuk untuk tujuan tersebut. Dapat dikatakan bahwa "Dikelola/managed" dapat menc akup suatu keputusan untuk meninggalkan daerah yang utuh (tidak tersentuh), jika hal ini dianggap sebagai strategi Konservasi yang terbaik.
Legal dan cara yang efektif lainnya (Legal or other Effective Means) Untuk Mencapai (To Achieve)
Berarti bahwa kawasan lindung tersebut harus dikukuhkan (diakui dalam hukum sipil), diakui m elalui konvensi atau persetujuan internasional, atau dikelola melalui langkah efektif lainnya seperti melalui aturan tradisional dimana masyarakat telah melestarikan kawasan tersebut, atau melalui kebijakan yang ditetapkan organisasi non-pemerintah. Hal ini menyiratkan adanya tingkat efektifitas, yang merupakan unsur baru yang tidak terdapat pada definisi IUCN (1994), namun sangat diharapkan oleh berbagai manajer kawasan konservasi dan pihak lainnya. Meskipun kategori ini masih ditentukan berdasarkan tujuan pengelolaan, namun efektifitas pengelolaan akan tercatat pada WDPS (World Data-
18
Lanjutan Tabel 2 Hal
Penjelasan base on Protected Areas) dan dari waktu ke waktu akan menjadi kriteria penting untuk identifikasi dan pengakuan suatu kawasan konservasi.
Jangka-Panjang (long-term)
Kawasan konservasi harus dikelola dengan strategi pengelolaan jangka panjang dan bukan dikelola dengan strategi pengelolaan jangka pendek atau sementara.
Konservasi (Conservation)
Dalam konteks ini mengacu pada definisi konservasi untuk pemeliharaan: in-situ ekosistem, habitat alami da n semialami, serta populasi yang layak untuk spesies tertentu dalam lingkungan alaminya, sehingga spesies terdomestikasi atau terbudidayakan dalam l ingkungan yang co cok un tuk mengembangkan sifat kekhasannya.
Alam (Nature)
Dalam konteks ini, alam selalu mengacu pada keanekaragaman hayati, baik pada tingkat genetik, spesies, dan ekosistem, dan sering juga mengacu pada geodiversity, bentuk lahan dan nilai-nilai alami yang lebih luas
Jasa Lingkungan Terkait (Associated ecosystem
Hal ini berarti jasa ekosistem yang ada pada kawasan konservasi tetapi dalam pemanfaatannya tidak mengganggu tujuan dari konservasi alam. Hal tersebut meliputi jasa penyediaan seperti makanan dan air; jasa pengaturan seperti mencegah banjir, kekeringan, degradasi lahan, dan penyakit; jasa pendukung seperti pembentukan tanah dan siklus hara, dan Jasa budaya seperti rekreasi, spiritual, reliji dan manfaat-manfaat non-materi lainnya.
services)
Nilai-nilai budaya (cultural values)
Hal ini mencakup aturan bahwa siapapun tidak boleh mengganggu suatu hasil dari upaya konservasi (semua nilainilai budaya di suatu kawasan konservasi haruslah memenuhi kriteria tersebut), khususnya termasuk: Hal-hal yang berkontribusi terhadap hasil dari upaya konservasi (misalnya, praktek manajemen tradision al yang telah menjadikan bergantungny a spesies kunci) Hal-hal yang berada di bawah ancaman kepunahan
Sumber: IUCN (2008)
Putro dkk. (2012) mengatakan bahwa kawasan konservasi pada hakikatnya
merupakan
upaya
masif
untuk
mempertahankan
keseimbangan ekosistem, manusia, dan bahkan iklim pada skala global dan pada skala yang lebih mikro, mempertahankan keseimbangan antara berbagai bentuk permintaan dan tekanan yang terus menggerogoti kualitas ekosistem alam. Kawasan konservasi yang dikelola negara,
19
komunitas asli, atau bahkan kawasan konservasi swasta, yang dikelola oleh institusi tertentu, baik secara kolaboratif atau tidak, merupakan sistem yang efektif guna menghadapi tekanan pembangunan yang akselerasinya
cenderung
terus
meningkat
dan
mengancam
keseimbangan alam. Pengakuan atas nilai penting suatu kawasan konservasi pada tingkat lokal, nasional dan internasional seringkali merupakan cara yang efektif agar kawasan dilindungi tersebut menjadi areal yang efektif bagi pencapaian tujuan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Terdapatnya sistem legal atau kerangka kerja konservasi yang diwujudkan dalam rencana pengelolaan, struktur tata kelola dan tata kepemerintahan yang baik, didukung dengan kapasitas pengelolaan dan kompetensi professional sumber daya manusia, telah disepakati
menjadi
prasyarat
penting
bagi
pengelolaan
kawasan
konservasi. Menurut Setyowati dkk. (2008) pengelolaan Kawasan Konservasi, pada hakikatnya merupakan salah satu aspek pembangunan yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan, sehingga berdampak nyata terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang sekaligus akan mendapatkan pula pendapatan negara dan penerimaan devisa negara, yang dapat memajukan kualitas hidup dan kehidupan bangsa. Oleh karena itu perlu perubahan paradigma pengelolaan kawasan konservasi, tidak hanya didasarkan pada prinsip konservasi untuk konservasi itu sendiri (hanya perlindungan saja), tetapi konservasi untuk
20
kepentingan bangsa dan seluruh masyarakat Indonesia secara luas, serta harus memberi
manfaat secara bijaksana dan berkelanjutan. Dalam
konteks ini diperlukan satu perubahan paradigma, khususnya inisiatif untuk mendefinisikan kembali pengertian maupun regulasi mengenai pengelolaan kawasan konservasi, termasuk menata kembali sistem kategorisasi/klasifikasi
kawasan konservasi yang dapat menjembatani
kepentingan pemahaman konservasi yang lebih moderat. Dalam kaitan tersebut diperlukan adanya perubahan paradigma terhadap fungsi kawasan yang dilindungi. Perubahan yang dimaksud dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3. Perubahan Paradigma Pengelolaan Kawasan Konservasi Topik
Perubahandari
Arti dan Fungsi Kawasan Konservasi
Semata-mata sebagai kawasan perlindungan keanekaragaman hayati
Beban pembiayaan
Beban pembiayaan yang semula ditanggung pemerintah Penentuan kebijakan dari top-down
Pengambilan keputusan (kebijakan) Pengelolaan
Perubahanmenjadi
Pengelolaan berbasis pemerintah (state basedmanagement)
Kawasan perlindungan keanekaragaman hayati yang memiliki fungsi sosial, ekonomi, budaya jangka panjang guna mendukung pembangunan yang berkesinambungan Beban bersama pemerintah dan penerima manfaat ( beneficiary pays principle) Bottom-up(participatory)
Pelayanan
Pelayanan pemerintah dari birokratis-normatif
Pengelolaan berbasis multipihak based (multi-stakeholders management/collaborative management ) atau berbasis masyarakat lokal (local community based ) Professional-responsif fleksibelnetral
Tata pemerintah
Tata
dari
Desentralistis
Peran pemerintah
sentralistis Peran pemerintah provider
dari
Enabler, fasilitator
pemerintah
Sumber: Setyowati dkk. (2008)
Selanjutnya Setyowati dkk. (2008) menyatakan bahwa perubahan paradigma tersebut mencerminkan suatu upaya untuk mewujudkan
21
efektivitas pengelolaan kawasan yang dilindungi, terpenuhinya kebutuhan kesetaraan, keadilan sosial dan demokrasi dalam pengelolaan sumber daya alam, serta terpenuhi keinginan para pihak untuk mengakhiri konflik tanpa adanya pihak yang dikalahkan.
B. Peranan Balai Taman Nasional dalam Pe ngelolaan Sumber Daya Alam Hayati 1.
Pengelolaan Taman Nasional Menurut UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya, taman nasional adalah kawasan pelesatarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem
zonasi
yang
dimanfaatkan
untuk
tujuan
penelitian,
ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Setyowati dkk. (2008) menyatakan bahwa konsep taman nasional di Indonesia muncul tahun 1980. Lima taman nasional pertama yang dideklarasikan adalah Taman Nasional Gunung Leuseur, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Komodo. Kemudian pada Tahun 1982 bersamaan dengan Kongres Taman Nasional Dunia ke 2 di Bali, pemerintah mendeklarasikan 11 taman nasional. Tentu saja dalam pengelolaan taman nasional pada saat itu masih belum jelas dan masih mencari bentuknya. Sepuluh tahun kemudian baru lahir UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang mensyaratkan tidak kurang dari 11 peraturan pemerintah untuk
22
pelaksanaannya.
Selanjutnya
berbagai
upaya
penunjukkan
dan
penetapan kawasan konservasi terus dilakukan dan cenderung mengarah pada sistem pengelolaan taman nasional. Pada saat ini terdapat
50
taman nasional dengan luas 16,38 juta hektar atau sekitar 65 % dari keseluruhan luas kawasan konservasi di Indonesia. Selanjutnya
Departemen
Kehutanan
juga
berencana
mengembangkan 21 Taman Nasional Model dan meningkatkan status sebagian Balai Taman Nasional menjadi Balai Besar Taman Nasional. Taman Nasional Model diartikan sebagai suatu taman nasional yang dikelola sesuai dengan kondisi spesifik lokasi, termasuk perubahan yang terjadi
secara
efektif,
efisien,
transparan,
dan
akuntabel
menuju
tercapainya taman nasional mandiri (Ditjen PHKA, 2006). Wiratno dkk. (2004) mengemukakan bahwa pengelolaan taman nasional secara internal juga selalu dihadapkan pada masalah klasik, seperti keterbatasan sumber daya manusia, baik kualitas maupun kuantitasnya, keterbatasan sarana prasarana serta dana pengelolaan. Dalam hal sumberdaya manusia, misalnya data terakhir menunjukkan bahwa jumlah pegawai di 22 Taman Nasional baru terpenuhi sekitar 50 % dari target ideal. Sedangkan di 12 unit Taman Nasional bahkan lebih buruk lagi, yaitu kurang dari 20%. Konsentrasi SDM pengelola juga lebih banyak dialokasikan di Jawa dibandingkan dengan Sumatera. Selanjutnya Wiratno dkk. (2004) mengemukakan bahwa penelitian Leksono (2000) telah menunjukkan bahwa perbandingan luas kawasan
23
konservasi dengan SDM adalah sebagai berikut: 3.500 ha/pegawai di Sumatera dan 158 ha/pegawai di Jawa. Beberapa faktor internal yang berpengaruh terhadap pembangunan taman nasional seperti aksesibilitas yang rendah, kondisi lapangan yang berat, kemampuan kontrol yang rendah di pihak pengelola kawasan, masih menjadi tantangan klasik yang belum juga mendapat pemecahan yang tepat. Kondisi tersebut masih diperburuk lagi oleh kondisi eksternal yang juga sering mendukung, seperti kecepatan perubahan tata guna lahan di sekitar taman nasional untuk kegiatan-kegiatan yang sering tidak sesuai dengan tujuan pengelolaan taman nasional. Belum lagi jika ditambah dengan apresiasi dan andil pemerintah daerah yang masih rendah dalam pengelolaan taman nasional. 2.
Peranan Balai Taman Nasional dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Pengelolaan
Kawasan
Suaka
Alam
(KSA)
dan
Kawasan
Pelestarian Alam (KPA, yang salah satunya bentuknya adalah taman nasional) bertujuan untuk mengawetkan keanekaragaman tumbuhan dan satwa dalam rangka mencegah kepunahan spesies, melindungi sistem penyangga kehidupan, dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara lestari (Pasal 2 PP No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA dan KPA). Putro dkk. (2012) mengemukakan bahwa dengan merujuk Pasal 2 PP No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA)
24
dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA), secara umum tujuan pengelolaan taman nasional di Indonesia adalah untuk: a)
Perlindungan sistem penyangga kehidupan dengan cara memelihara proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
dan
mutu
kehidupan
manusia. b)
Pengawetan
keanekaragaman
tumbuhan
dan
satwa
beserta
ekosistemya yang dilaksanakan dengan menjaga keutuhan kawasan. c)
Pemanfaatan
secara
lestari
sumber
daya
alam
hayati
dan
ekosistemnya yang dilakukan melalui:
Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam, dan Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.
Ketiga point diatas merupakan peran dari Balai Taman Nasional dalam pengelolaan sumber daya alam hayati. Berikut adalah penjabaran dari ketiga peran diatas menurut PP No. 28 Tahun 2011. a)
Kegiatan perlindungan termasuk perlindungan terhadap kawasan
ekosistem esensial, dapat dilakukan melalui:
Pencegahan, penanggulangan, dan pembatasan kerusakan yang disebabkan oleh manusia, ternak, alam, spesies invasif, hama, dan penyakit;
melakukan penjagaan kawasan secara efektif.
b)
Pengawetan
memelihara
(preservasi)
keanekaragaman
adalah jenis
upaya
untuk
tumbuhan
dan
menjaga satwa
dan
beserta
25
ekosistemnya
baik
di
dalam
keberadaannya tidak punah,
maupun
di
luar
habitatnya
agar
tetap seimbang dan dinamis dalam
perkembangannya. Pengawetan meliputi:
Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa beserta habitatnya mencakup ( identifikasi jenis tumbuhan dan satwa; inventarisasi jenis tumbuhan dan
satwa;
pemantauan;
pembinaan
habitat
dan
populasi;
penyelamatan jenis; dan penelitian dan pengembangan)
Penetapan koridor hidupan liar untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan antara manusia dan hidupan liar serta memudahkan hidupan liar bergerak sesuai daerah jelajahnya dari satu kawasan ke kawasan lainnya
Pemulihan ekosistem untuk memulihkan struktur, fungsi, dinamika populasi, serta keanekaragaman hayati dan ekosistemnya melalui mekanisme alam, rehabilitasi, dan restorasi.
Penutupan kawasan dalam hal terdapat kondisi kerusakan yang berpotensi mengancam kelestarian dan/atau kondisi yang dapat mengancam keselamatan pengunjung atau kehidupan tumbuhan dan satwa.
c) Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar adalah pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa dengan memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung,
dan
keanekaragaman
jenis
tumbuhan
dan
satwa
liar.
Sedangkan Pemanfaatan kondisi lingkungan adalah pemanfaatan potensi ekosistem,
keadaan
iklim,
fenomena
alam,
kekhasan
jenis
dan
26
peninggalan budaya yang berada dalam taman nasional. Dalam upaya mengelola sumber daya alam hayati secara lestari, maka sumber daya alam hayati tersebut dapat dimanfaatkan untuk kegiatan:
Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam;
Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar;
Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya;
Pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat. Dalam pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari,
kebijakan pengelolaan Taman Nasional menurut UU No. 5 Tahun 1990 dinyatakan sebagai berikut: a)
Taman nasional sebagai kawasan pelestarian alam berfungsi untuk perlindungan
sistem
penyangga
kehidupan,
pengawetan
keanekaragaman flora dan fauna dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. b)
Kegiatan yang diperbolehkan di kawasan taman nasional mencakup: penelitian, pendidikan, menunjang budi daya, budaya, dan wisata alam. Semua kegiatan yang akan berdampak negatif terhadap fungsi ekosistem, yang mengubah bentang alam kawasan secara permanen, atau yang akan mengakibatkan satwa terancam punah, dilarang.
27
c)
Kawasan taman nasional dikelola berdasarkan sistem zonasi, yang terdiri atas zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan intensif, dan zona lain menurut keperluan.
d)
Fasilitas wisata dapat dibangun di zona pemanfaatan intensif, sesuai dengan rencana pengelolaan dan hasil analisis mengenai dampak lingkungan.
e)
Untuk
kegiatan
pariwisata
dan
rekreasi,
pemerintah
dapat
memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan dengan mengikutsertakan masyarakat setempat (Putro dkk., 2012).
C. Peranan Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Putro dkk. (2012) mengemukakan bahwa sejalan dengan UU No.5 Tahun 1990 dan Strategi dan Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Keanekaragaman Hayati 2003-2020, serta untuk mendorong pengelolaan keanekaragaman hayati demi kesejahteraan rakyat, peran dan tanggung jawab pemerintah kabupaten yaitu : 1.
Koordinasi dalam perencanaan konservasi keanekaragaman hayati skala kabupaten;
2.
Penetapan dan pelaksanaan kebijakan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati skala kabupaten;
3.
Penetapan
dan
Pelaksanaan
pengendalian
keanekaragaman hayati skala kabupaten;
kemerosotan
28
4.
Pemantauan
dan
pengawasan
pelaksanaan
konservasi
keanekaragaman hayati skala kabupaten; 5.
Penyelesaian konflik dalam pemanfaatan keanekaragaman hayati skala kabupaten;
6.
Pengembangan manajemen sistem informasi dan pengelolaan data base keanekaragaman hayati skala kabupaten;
7.
Pengembangan
kapasitas
masyarakat
dalam
pengelolaan
keanekaragaman hayati. Selanjutnya
Putro
dkk.
(2012)
menyatakan
bahwa
dalam
melaksanaan konservasi sumber daya alam, pemerintah daerah memiliki peran penting. Oleh karena itu pemerintah pusat dan daerah perlu pembagian biaya dan manfaat yang lebih adil
dari pengelolaan suatu
sumber daya alam, guna peningkatan kapasitas pengelolaan kawasan konservasi sekaligus meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Peranan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam hayati sangatlah diperlukan, dimana kawasan taman nasional selalu berada di dalam kawasan kabupaten, dengan demikian tentu dalam pengelolaan
sumber
daya
alam
hayati
secara
lestari
sangat
membutuhkan peran besar dari pemerintah kabupaten. Tanpa adanya peran pemerintah kabupaten, khususnya kebijakan-kebijakan yang mendukung konservasi, maka pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari tentu akan terkendala. Tim Perumus Pertemuan Regional Pengelolaan Taman Nasional Kawasan Timur Indonesia menyampaikan
29
bahwa hal-hal yang memerlukan dukungan peranan Pemerintah Daerah bagi pengelolaan taman nasional (khususnya sumber daya alam hayati) secara optimal adalah : 1) Sumber daya manusia : Pemerintah Daerah baik di tingkat propinsi dan kabupaten/kota perlu menyiapkan SDM yang memadai serta handal, serta melaksanakan pelatihan dan pendidikan untuk
meningkatkan
SDM
dalam
mendukung
pengelolaan
taman
nasional; 2) Pendanaan: Pemerintah Daerah diharapkan menyediakan dana untuk kegiatan pokok pengelolaan taman nasional, serta menyusun rencana
pendapatan
infrastruktur:
dari
Pemerintah
taman
Daerah
nasional; diharapkan
3)
Sarana-prasarana
dapat
melaksanakan
koordinasi dan evaluasi bagi kegiatan-kegiatan untuk mendukung pengelolaan taman nasional, serta melakukan identifikasi kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana infrastruktur dalam mendukung pengelolaan taman nasional 4) Lintas sektoral: diharapkan Kepala Taman Nasional dapat berperan sebagai fasilitator untuk koordinasi teknis di tingkat lintas sektoral dan daerah yang ada di sekitar kawasan taman nasional (NRM dkk., 1999). Pasal 2 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan
bahwa
ada
hubungan
antara
pemerintah
pusat
dan
pemerintah daerah mengenai bidang pemanfaatan sumber daya alam. Hubungan tersebut meliputi kewenangan, keadilan dan keselarasan serta yang meimbulkan dampak administrasi dan kewilayahan. Dalam pasal 17 diatur
lebih
rinci
mengenai
hubungan
pemerintah
pusat
dengan
30
pemerintah
daerah
dalam
hal
kewenangan,
tanggung
jawab,
pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budi daya dan pelestarian, bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam serta penyerasian lingkungan dengan tata ruang. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan konservasi alam bukan semata-mata wewenang pemerintah pusat tapi juga tanggung jawab dan wewenang pemerintah daerah (Putro dkk., 2012). Pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, diperbolehkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) sebagaimana diatur dalam pasal 157 UU No. 32 tahun 2004 dimana dikatakan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari: pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: hasil pajak daerah; hasil retribusi daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan PAD lainnya yang sah. Kegiatan pariwisata merupakan salah satu pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, yang dapat menghasilkan pajak daerah, dimana para wisatawan dapat mempergunakan
penginapan,
yang
dapat
menggerakan
ekonomi
masyarakat dan daerah. Hocking (2006) menyatakan bahwa saat ini kawasan lindung mencapai 10% dari permukaan bumi dan meningkat sangat cepat pada kawasan laut. Hal ini menandakan bahwa sangat besar komitmen pemerintah pusat dan daerah, masyarakat lokal, dan pemilik lahan pribadi untuk melindungi keanekaragaman hayati, yang juga berasosiasi dengan jasa lingkungan, dan nilai nilai budaya. Orang berinvestasi pada kawasan
31
lindung apakah melalui donasi pada LSM, atau melalui pajak kepada pemerintah, hal ini tentunya dengan harapan bahwa agar kawasan tersebut dikelola dengan baik. Dengan demikian pemerintah daerah sangat diharapkan kontribusinya dalam pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
pasal
13
menyatakan
bahwa
Pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Kegiatan ini meliputi
pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. Kegiatan pengendalian ini dilaksanakan oleh dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing. Oleh sebab itu peran pemerintah daerah sangat penting dalam pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari, karena merupakan amanat dari undangundang.
D. Manajemen Kolaboratif dalam Penge lolaan Sumber Daya Alam Hayati 1. Konsep Perencanaan Menurut Undang-undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
arti dari perencanaan adalah
suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
32
Perencanaan adalah aplikasi pengetahuan ke dalam tindakan (friedman, 1988 dalam Salman, 2012a). Arah dan kecepatan perubahan dapat dipengaruhi jika tindakan yang dilaksanakan dilandasi dengan pengetahuan yang luas dan dalam tentang konteks dan substansi perubahan tersebut. Sebuah perencanaan harus dilandasi oleh kajian tentang kondisi masa kini, kondisi masa depan yang diharapkan serta langkah-langkah dalam mewujudkan kondisi masa depan yang hendak dicapai tersebut. Berdasarkan jenis pengetahuan yang diaplikasikannya, perencanaan pembangunan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni perencanaan
yang
(scientific-based
mengaplikasikan
knowledge
pengetahuan
planning)
dan
berbasis
ilmiah
perencanaan
yang
mengaplikasikan pengetahuan berbasis pengalaman (experience-based knowledge planning). Perencanaan yang pertama disebut perencanaan teknokratis, fokusnya memberi arahan kepada masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan tentang kondisi yang ingin dicapai serta langkahlangkah pencapaiannya. Sedangkan perencanaan yang kedua disebut perencanaan partisipatoris, fokusnya adalah menguatkan kapabilitas dan kelembagaan
masyarakat
agar
dapat
mentransformasikan
dirinya
sehingga mampu menjalankan langkah-langkah untuk mencapai kondisi yang diharapkan (Salman, 2012a). Selanjutnya Salman (2012a) mengemukakan bahwa kualitas dari perencanaan ditentukan oleh kedalaman dan keluasan pengetahuan yang melandasinya. Perencanaan yang valid dengan dukungan pengetahuan
33
yang cukup itulah yang dapat menjamin pelaksanaan langkah-langkah agar efektif mempengaruhi perubahan menuju kondisi yang ingin dicapai. Rustiadi dkk. (2011) menyatakan bahwa berdasarkan prosesnya, perencanaan dapat diklasifikasikan menjadi perencanaan inkremental, adaptif, rasional dan partisipatif. a. Perencanaan inkremental Perencanaan ini mengadopsi proses akibat terbatasnya kapasitas pengambil keputusan, mereduksi cakupan (scope) dan biaya dari pengumpulan informasi dan analisis. Pendekatan ini dilakukan sedemikian rupa agar tidak berbeda dengan kondisi perencanaan saat ini (status quo). Adapun komponen-komponen utama dari pendekatan ini adalah: (1) pilihan-pilihan
diturunkan
dari
kebijakan
dan
perencanaan
yang
merupakan peningkatan, penambahan atau perbaikan dari kebijakan yang ada (status quo), (2) hanya sejumlah kecil pilihan yang dipertimbangkan, (3) hanya sejumlah kecil konsekuensi yang diinvestigasi, (4) tujuan dan pendekatan yang dipilih didasarkan atas pertimbangan yang mudah dilakukan, dan (5) keputusan dibuat dari proses analisis iteratif dan evaluasi. Pendekatan ini fokus pada isu-isu saat ini atau jangka pendek dan kurang mempertimbangkan tujuan-tujuan jangka panjang, sehingga pendekatan ini terkadang dianggap sebagai pendekatan pro-inertia anti inovasi.
34
b. Perencanaan Adaptif Perencanaan ini merupakan suatu pendekatan yang didasarkan atas proses pengendalian adaptif yang berfokus pada proses pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman. Dalam perencanaan adaptif,
jika
diperoleh informasi baru maka akan segera dilakukan review terhadap pengelolaan
yang
sedang
berjalan,
kemudian
pendekatan-pendekatan baru berikutnya.
akan
dirumuskan
Perencanaan adaptif hanya
dapat dilaksanakan oleh pihak-pihak yang relatif independen atau memiliki kewenangan yang luas (tidak sempit dan tidak parsial) yang biasanya dimiliki oleh pucuk pimpinan/pengambil keputusan. Dalam perencanaan adaptif yang terlalu longgar, dapat menimbulkan keberlanjutan kebijakan perencanaan dan program antar waktu yang tidak konsisten sehingga tujuan strategis jangka panjang sulit tercapai. c.
Perencanaan Rasional (Rational Planning) Rasionalitas merupakan cara memilih pendekatan terbaik dengan
berpikir secara sistematis dan menyeluruh (komprehensif). Pendekatan rasional dalam proses perencanaan membutuhkan sejumlah pengetahuan untuk dapat mengambil keputusan-keputusan yang logis dalam menelaah alternatif dengan mengedepankan rasionalitas (cara atau proses berfikir tertib, logis dan menyeluruh). Kesempurnaan dan keunggulan pendekatan ini
terletak
pada
ketersediaan
informasi.
Tanpa
informasi
atau
pengetahuan yang “sempurna” maka perencanaan yang baik akan sulit dihasilkan. Oleh karena itu suatu proses perencanaan dilakukan dengan
35
menguji berbagai arah pencapaian dan mengkaji berbagai ketidakpastian yang ada, mengukur kemampuan (kapasitas) untuk mencapainya kemudian memilih arah terbaik serta memilih
langkah-langkah untuk
mencapainya. Secara umum tahapan-tahapan proses dalam kerangka perencanaan rasional adalah: (1) identifikasi masalah, (2) menetapkan tujuan/sasaran, (3) identifikasi peluang dan hambatan, (4) memunculkan alternatif-alternatif, serta (5) menetapkan pilihan dan melaksanakannya. d. Perencanaan Partisipatif/Konsensus Permasalahan yang dihadapi berkembang sedemikian kompleks, sehingga informasi pun terbatas dan membatasi kapasitas perencana serta stakeholders terkait, maka rasionalitas dari perencana maupun stakeholders juga akan bersifat terbatas akibat perbedaan informasi yang dimilikinya. Pada dasarnya sifat komprehensif perencanaan dapat dipenuhi dengan membangun partisipasi seluruh
stakeholder agar
diperoleh informasi yang lengkap dan dipahami bersama untuk membuat keputusan terbaik yang disepakati bersama. Selanjutnya Rustiadi dkk. (2011) menyatakan bahwa proses perencanaan merupakan bagian dari proses capacity building, yakni membangun kapasitas suatu institusi masyarakat. Implementasi dari suatu perencanaan diharapkan mengarah pada tercapainya tujuan-tujuan (goals) yang diharapkan, seperti melalui proses monitoring dan evaluasi berdasarkan indikator-indikator kinerja yang ditetapkan. Hasil evaluasi atas pencapaian kinerja dari proses implementasi ditindaklanjuti dengan
36
proses pengendalian baik berupa koreksi maupun perbaikan dengan melakukan perubahan pada perencanaan-perencanaan pada tahap berikutnya.
2. Konsep Manajemen Kolaboratif Kolaborasi berasal dari kata ‘co-labor’ yang artinya ‘bersama-bekerja’. Makna dari bersama-bekerja disini adalah ‘saling berinteraksi’ dan ‘saling berkontribusi’. Dalam konteks pembangunan, kolaborasi berarti dapat dipahami dalam perspektif kondisi, proses, dan pendekatan. Dalam perspektif kondisi, kolaborasi berarti keadaan dimana dua pihak atau lebih berinteraksi dan berkontribusi bersama dalam pencapaian tujuan bersama sebuah tatanan, baik tatanan lokal, daerah maupun nasional. Dalam perspektif proses, kolaborasi berarti proses perubahan dari satu tahap ke tahap berikutnya pada sebuah tatanan, baik lokal, daerah maupun nasional, yang didalamnya berinteraksi dan berkontribusi bersama dua pihak atau lebih. Dalam perspektif pendekatan, kolaborasi berarti cara atau metode yang berguna untuk menciptakan keadaan dimana dua pihak atau lebih berkontribusi dalam tahap-tahap pencapaian tujuan bersama sebuah tatanan, baik lokal, daerah maupun nasional (Salman, 2012a). Pokok pikiran dari pengertian ini dapat diringkas seperti tabel berikut ini.
37
Tabel 4. Perspektif Kolaborasi PerspektifKolaborasi
Penanda
Kolaborasi sebagai keadaan
Keadaan pada tatanan lokal, daerah ataupun nasional dimana dua pihak atau lebih berinteraksi dan berkontribusi bersama secara sinergis bagi efektifnya pencapaian tujuan bersama tatanan tersebut
Kolaborasi sebagai proses
Proses perubahan dari satu tahap ke tahap berikutnya menuju pencapaian tujuan bersama pada tatanan lokal, daerah ataupun nasional yang didalamnya berinteraksi dan berkontribusi dua pihak atau lebih Metode atau cara untuk mendorong interaksi dan kontribusi dua pihak atau lebih dari satu tahap ke tahap berikutnya dalam pencapaian tujuan bersama sebuah tatanan lokal, daerah ataupun nasional
Kolaborasi sebagai pendekatan
Sumber: Salman (2012a) Selanjutnya Salman (2012a) menyatakan bahwa ketiga perspektif tersebut dapat menjadi acuan bagi pengembangan rangkaian pemikiran tentang: 1) Perlunya mengaplikasikan pendekatan kolaboratif dalam manajemen pembangunan sebuah tatanan; 2) Agar proses perubahan dalam tatanan tersebut dapat berlangsung secara kolaboratif; 3) Sehingga keadaan kolaboratif dalam keberlanjutan pembangunan pada tatanan tersebut dapat terlembagakan. Pengelolaan kolaboratif diartikan sebagai suatu situasi dimana dua atau lebih aktor-aktor sosial bernegosiasi, mendefinisikan dan menjamin diantara mereka berbagi secara adil fungsi-fungsi manajemen, hak-hak, dan kewajiban-kewajiban atas wilayah atau suatu set sumber daya alam (Borrini-Feyerabend dkk., 2007).
38
Menurut
Salman
(2012b),
perubahan
tindak-perilaku
menuju
pengelolaan lingkungan yang arif, memerlukan kontribusi sumberdaya yang multi pihak, karena dengan cara itulah norma yang disepakati bersama bisa efektif terpenuhi. Selain itu, kolaborasi multi pihak memungkinkan perubahan perilaku pada tingkat individu memanifest pada tingkat struktur sosial. Tanpa manifestasi di tingkat struktur sosial, pengelolaan lingkungan yang arif hanya akan menjadi aksi individual atau golongan, dan pada gilirannya akan dipinggirkan oleh struktur sosial. Mengingat pentingnya kolaborasi pengelolaan kawasan konservasi, Kementerian Kehutanan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2004 tentang kolaborasi pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Menurut peraturan ini, Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam didefinisikan sebagai pelaksanaan suatu kegiatan atau penanganan suatu masalah dalam rangka membantu meningkatkan efektivitas pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam secara bersama dan sinergis oleh para pihak atas dasar kesepahaman dan kesepakatan bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelembagaan kolaborasi dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam adalah pengaturan yang meliputi wadah (organisasi), sarana pendukung, pembiayaan termasuk mekanisme kerja dalam rangka melaksanakan pengelolaan
39
kolaborasi
yang
ditetapkan
berdasarkan
kesepakatan
para
pihak
(Permenhut No. P.19 tahun 2004). Wiratno dkk. (2004) menyatakan bahwa ada beberapa prinsip dan asumsi yang harus dipegang dalam berkolaborasi yaitu: 1) Manajemen kolaboratif berjalan dalam konteks keragaman dan perbedaan dalam melihat pengelolaan kawasan. Setiap pihak yang berkolaborasi mempunyai perbedaan dalam hal kapasitas maupun fokus pengelolaan, oleh karena itu diharapkan dapat saling melengkapi dari pada saling berkompetisi dalam berbagai peran yang dijalankan. 2) Manajemen kolaboratif didasarkan pada pemikiran positif bahwa pendekatan ini secara khusus baik dan efektif terhadap pengelolaan Taman Nasional sesuai dengan tanggapan dan keadilan masyarakat. 3) Manajemen kolaboratif berdiri diatas prinsip pengelolaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban. 4) Manajemen kolaboratif merupakan bagian dari pengembangan sosial menuju emansipasi langsung. Kesepakatan yang dibuat menyediakan sebuah jaminan terakomodirnya kepentingan dan hak tiap-tiap pihak, oleh karena itu hal ini mendorong keadilan sosial. 5) Manajemen kolaboratif adalah proses yang harus didahului oleh kajian dan peningkatan, daripada aplikasi peran-peran yang dilakukan secara kaku. Hasil yang paling penting terletak pada sebuah rencana kemitraan yang dapat memberikan respon atas berbagai kebutuhan secara efektif.
40
Pembuatan kebijakan kolaboratif tidak hanya sekedar metode yang dapat memecahkan masalah ketika terjadi konflik dalam sistem kebijakan tradisional, ada hal yang lebih penting lagi yaitu untuk membuat jaringan baru diantara pihak-pihak dalam sebuah sistem dan juga meningkatkan pertukaran pengetahuan diantara pihak-pihak tersebut. Perencanaan kolaboratif telah muncul sebagai bentuk kebijakan dan tindakan yang sangat adaptif dan kreatif dalam era informasi dan kompleksitas. (Innes dan Booher, 2003). Didalam kolaborasi pengelolaan terdapat unsur-unsur pembangunan yang dapat disinergikan. Menurut PSKMP (2002) ada 3 unsur dalam proses pembangunan yaitu: 1. Resources (R) yakni berbagai sumberdaya yang merupakan unsur dasar dalam setiap program pembangunan. Tanpa sumberdaya tersebut, kita tidak dapat menginisiasi sesuatu kegiatan secara berarti dan substantif. Sumberdaya tersebut membutuhkan persiapan, untuk mendapatkan sumberdaya-sumberdaya penting, pendanaan, informasi serta teknologi, dan lain sebagainya, agar dapat dipergunakan dan dimanfaatkan
untuk
mencapai
sasaran-sasaran
dan
cita-cita
pembangunan. 2. Organizations (O), yakni organisasi-organisasi yang melaksanakan peran,
pelaku
atau
aktor
pembangunan.
Dengan
cara
mengintegrasikan dan memadukan berbagai sumberdaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
41
3. Norms (N), yakni norma-norma manajerial, dimana membutuhkan tingkat penghargaan terhadap mekanisme konsultasi, kerjasama dan partisipasi serta komitmen yang kuat untuk mencapai tujuan bersama. Menurut
Salman
(2012a),
unsur
pembangunan
adalah
saling
keterkaitan antara unsur yang dikelola (R), unsur yang mengelola (O) dan unsur
yang
mengatur
pengelolaan
(N).
Terdapat
rangkaian
interkonektivitas R-O-N di dalam sebuah tatanan memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah, dan mewujudkan visi bersama. Terdapat tatanan yang memiliki sumber daya yang melimpah (R), tetapi pelaku (O) yang mengelolanya berkapasitas rendah, serta nilai dan norma yang berlaku (N) tidak mengarah dengan efektif pengelolaan sumber daya yang baik. Sebaliknya, terdapat tatanan yang memiliki pelaku berkapasitas (O) dan memiliki nilai dan norma yang mendukung kemajuan (N), tetapi sumberdayanya terbatas (R). Pada dasarnya lokalitas, daerah, dan negara adalah rangkaian interkonektivitas R-O-N dengan berbagai variasinya. 3. Pentingnya Kolaborasi Pengelolaan Sumber Daya Alam hayati Salman (2012a) mengemukakan bahwa kondisi dimana kolaboratif perlu diwujudkan (terlembagakan) dalam pembangunan sebuah tatanan karena: 1) Masalah dan kebutuhan pembangunan yang dihadapi oleh sebuah tatanan semakin kompleks;
42
2) Arah dan kecepatan perubahan pada sebuah tatanan semakin tidak linier dan mudah dikontrol melainkan cenderung liar/kacau dan sulit dikontrol; 3) Kapasitas dan kompetensi pemecahan masalah dan kebutuhan yang makin
kompleks
tersebut
tidak
cukup
dengan
mengandalkan
pelayanan pemerintah saja, keberdayaan komunitas saja, atau kewirausahaan saja, karena itu: 4) Saling
kontribusi
antar
pihak
diperlukan
agar
kapasitas
dan
kompetensi dalam mengelola kompleksitas masalah dan kebutuhan tercukupi, karena itu: 5) Saling interaksi antar pihak pemerintah, dunia usaha dan komunitas diperlukan agar saling percaya, hubungan timbal balik, dan jejaring diantara mereka terjaga di dalam memelihara kapasitas dan kompetensi pemecahan masalah dan kebutuhan yang semakin kompleks. Dalam konteks pengelolaan sumber daya alam hayati, kolaborasi dua pihak adalah saling bekerja dan saling berkontribusi antara Pemerintah Pusat (Balai Taman Nasional) dan Pemerintah Daerah dalam pencapaian visi bersama. Artinya kedua pihak melakukan penghantaran sumber daya, pengorganisasian, serta pendidikan dan penyadaran nilai/norma
secara
bersinergi/komplementer
secara
bertahap
dan
berkelanjutan dapat dilihat gambar berikut (disubstansikan dari Salman, 2012a).
43
Pemerintah Pusat (Balai Taman Nasional)
R-O-N (1) R-O-N
R-O-N (2) R-O-N
R-O-N (3) R-O-N
R-O-N (4) R-O-N
Pemerintah Daerah (SKPD) Gambar 2. Kerangka Kolaborasi Dua Pihak anta ra Balai Taman N asional dan Pemerintah Daerah (SKPD) (dikerangkakan dari Salman, 2012a)
Dalam kolaborasi dua pihak antara Balai Taman Nasional dan Pemerintah Daerah dimana masing-masing memiliki 1) kapabilitas teknis/manajerial dalam mengelola sumber daya alam hayati serta 2) kekuatan kelembagaan dalam mengelola sumber daya alam hayati, maka kedua pihak tersebut berinteraksi sebagai aktor (penghasil manfaat) yang secara relatif berposisi sama, yakni sama-sama sebagai kontributor terhadap pengelolaan sumber daya alam hayati sebagai satu kesatuan tujuan bersama, serta sama-sama bertukar nilai, norma, pengetahuan dan saling belajar satu sama lain (disubstansikan dari Salman, 2012a). Kolaborasi dua pihak ini bukan hanya sekedar saling mendukung antara kedua pihak, namun bagaimana rencana kerja masing-masing pihak dapat dipertemukan sehingga terjadi aksi bersama pengelolaan sumber daya alam hayati. Proses dan mekanisme kolaborasi berdampak pada peningkatan kapasitas kedua pihak bila kolaborasi dua pihak dapat ditransformasi
menjadi
kolaborasi
multipihak.
Dengan
kolaborasi
multipihak berlangsung transformasi sumber daya ke skala yang besar dan interaksi antar pihak yang lebih intensif. Interaksi multipihak
44
membelajarkan para pihak untuk berevolusi bersama. Dalam makna itulah kapasitas pemerintah pusat (Balai Taman Nasional) dan pemerintah daerah di kontribusi oleh proses dan mekanisme kolaborasi. Implikasinya, monitoring dan evaluasi terhadap proses dan mekanisme kolaborasi yang berjalan bukan hanya memperhatikan output-outcome-benefit-impact dari substansi kegiatan/program yang melibatkan kolaborasi, tetapi juga perlu melihat perubahan kapasitas secara individual dan organisasional dari multipihak yang berkontribusi pada kegiatan/program yang berjalan (disubstansikan dari Salman, 2012a). Kolaborasi
pengelolaan
sumber
daya
alam
hayati
antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk mensinergikan berbagai sumber daya yang dimiliki serta berbagai kebijakan yang dimiliki masing-masing pihak, dengan demikian disharmoni kebijakan dapat diminimalisir. Menurut Setyowati dkk. (2008) beberapa sebab yang berkaitan
dengan disharmoni kebijakan konservasi di
Indonesia antara lain adalah: 1. Kuatnya ego sektoral telah menghambat terjalinnya koordinasi dan kerjasama
dalam
pengelolaan
sumber
daya
alam
secara
berkelanjutan. 2. Terjadinya tarik menarik kewenangan pengelolaan sumber daya alam. 3. Adanya kepentingan yang melekat pada berbagai pihak. 4. Tidak ada visi yang sama di Pemerintah Pusat dalam konservasi sumber daya alam.
45
5. Kuatnya agenda jangka pendek pemerintah atau instansi-instansi tertentu melalui kebijakan dan peraturan perundang-undangan. 6. Buruknya koordinasi dan komunikasi antara instansi pemerintah dalam penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan. Terjadinya disharmoni kebijakan konservasi ini juga bisa terjadi karena jumlah peraturan dan kebijakan konservasi yang makin besar dan banyak. Hal ini menyebabkan terbatasnya instansi penyusun, parlemen, serta para pihak pengambil keputusan lainnya untuk mengetahui dan menjadikan dasar pijakan bagi penyusunan kebijakan dan peraturan konservasi sumber daya alam atau mengenal semua aturan tersebut. Disharmoni juga sering terjadi karena adanya pertentangan antara Undang-Undang dengan peraturan
pelaksananya. Seringkali
peraturan perundang-
undangan dengan kebijakan peraturan instansi pemerintah tidak sejalan. Kebijakan-kebijakan bertabrakan.
antar
instansi
pemerintah
sering
kali
saling
Berdasarkan uraian Setyowati dkk. (2008) tersebut,
kolaborasi merupakan salah satu syarat untuk menuju pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari, dimana dengan adanya kolaborasi tentu akan menyatukan langkah, menyamakan visi, misi dan aksi dalam pengelolaan sumber daya alam hayati. Kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan, karena bagaimanapun masing-masing pihak memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Menurut Setyowati dkk. (2008), secara kelembagaan masih terlihat lemahnya kerjasama dan koordinasi lintas
46
sektoral, lintas daerah, dan lintas aktor menyebabkan timbulnya konflik berkepanjangan dalam hal penataan pengelolaan dan konservasi SDA. Salah satu permasalahan yang menyebabkan lemahnya kerjasama tersebut adalah keterbatasan kapasitas pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menjaga keutuhan kawasan konservasi, sehingga pada saat ini banyak kawasan konservasi di Indonesia menjadi sumberdaya alam yang terbuka (open acces). Kondisi tersebut seringkali dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab (free rider) untuk mengambil manfaat ekonomi jangka pendek yang menimbulkan dampak negatif terhadap keutuhan ekosistem kawasan konservasi.
Kerusakan yang
terjadi di kawasan konservasi telah menurunkan fungsi jasa ekologi dan ekonomi kawasan konservasi secara signifikan, guna mendukung ekonomi jangka panjang di daerah dimana kawasan konservasi tersebut berada. 4.
Penelitian T erdahulu Purwanti (2008) melakukan kajian mengenai konsep co-management
TN Karimun Jawa. Hasil kajiannya terhadap potensi dan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam TNKJ menunjukkan bahwa, potensi keanekaragaman hayati semakin menurun dan tingkat pemanfaatan sumber daya alam TNKJ yang kurang terkontrol sehingga mengancam status TNKJ. Kajian kebijakan dan kelembagaan menunjukkan bahwa, peraturan pengelolaan kawasan konservasi lebih mengkonsentrasikan pada
kewenangan
pemerintah, selain
itu
terdapat disharmonisasi
47
peraturan dalam hal kewenangan pengelolaan antara Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Pemerintah Daerah sehingga cenderung timbul konflik institusional karena peraturan sulit diterapkan lintas sektor.
Pengelolaan TNKJ belum efektif karena
keterbatasan sarana dan prasarana, selain itu alokasi penggunaan anggaran
juga
kurang
mendukung
kegiatan
perlindungan
dan
pengamanan kawasan. Hasil analisa prospektif didapatkan empat faktor kunci pengembangan co-management TNKJ, yaitu : kesamaan persepsi dan visi, mekanisme komunikasi dan negosiasi, partisipasi aktif dan komitmen para pihak; dan koordinasi lintas sektor, dimana koordinasi dipilih sebagai driven factor untuk mengatur keterkaitan dan saling ketergantungan antar berbagai kegiatan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistem TNKJ. Adapun langkah yang harus dilakukan untuk menuju co-management perikanan dan pariwisata di TNKJ, antara lain: a) Koordinasi perijinan perikanan dan pariwisata antara Pemerintah Kabupaten Jepara dan Balai Taman Nasional Karimun Jawa; b) Penyusunan program kerja dan pendanaan bersama antara Pemda Provinsi Jawa Tengah, Pemda Kabupaten Jepara dan Balai Taman Nasional Karimun Jawa; c) Pembuatan aturan representasi stakeholders; d) Monitoring bersama untuk kegiatan pemanfaatan perikanan dan pariwisata sumber daya alam hayati dan ekosistem TNKJ;
48
e) Membentuk
forum
stakeholders
untuk
mengorganisir
dan
mensinergikan kegiatan pemanfaatan perikanan dan pariwisata; f) Mengadakan pelatihan keterampilan bagi masyarakat Karimunjawa di bidang usaha perikanan dan pariwisata. Konsep untuk co-management TNKJ antara lain adalah: membangun komitmen, membentuk kelembagaan, menyiapkan perangkat hukum, dan meningkatkan kapasitas SDM. Anshari (2006)
mengemukakan bahwa pengelolaan kolaboratif
adalah sebuah harapan yang dapat menyelamatkan Taman Nasional Danau Sentarum. Pendekatan ini semakin relevan untuk dilaksanakan karena tingginya motivasi masyarakat untuk melakukan kerjasama dan keputusan politik dari Kabupaten Kapuas Hulu untuk menjadi kabupaten konservasi. Untuk mengurangi biaya transaksi dan komunikasi yang terlalu mahal, kolaborasi dapat dilaksanakan oleh 2 sampai 3 pemangku kepentingan. Untuk memelihara hubungan antara pemangku kepentingan, pertemuan berkala penting dilakukan. Pada tingkat lembaga, antara pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu dengan Departemen Kehutanan, sangat perlu dirumuskan mekanisme yang saling menguntungkan, terutama tentang otoritas pengelolaan Taman Nasional Danau Sentarum. Secara hukum, otoritas (dalam hal ini diartikan sebagai wujud dari kekuasaan) pengelolaan TNDS berada pada Departemen Kehutanan dan status ini sulit diganggu gugat.Yang mungkin dilakukan adalah pembagian
49
wewenang dan tanggung jawab berdasarkan fungsi-fungsinya. Jika kekuasaan
tidak
dapat
dibagi,
Departemen
Kehutanan
mendelegasikan sebagian wewenang dan tanggung
dapat
jawab
dalam
pengelolaan Taman Nasional Danau Sentarum. Hal ini masih perlu dibahas lebih rinci dan diteliti lebih lanjut. Winara dan Mukhtar (2012) dalam kajiannya terhadap potensi kolaborasi dalam pengelolaan Taman Nasional Teluk Cendrawasih mengemukakan bahwa semua program pengelolaan taman nasional berpotensi untuk didistribusikan pada pihak lain dalam sebuah sinergi manajemen kolaborasi, sehingga manajemen kolaborasi sangat potensial untuk
diterapkan
meskipun
keberhasilan
penerapan
manajemen
kolaborasi harus didukung oleh aspek kelembagaan yang kuat.
Luasnya
cakupan wilayah administrasi TN Teluk Cenderawasih yang terbagi pada dua kabupaten dan dua provinsi memerlukan dukungan energi yang besar dalam membangun kolaborasi. Proses komunikasi dalam mengakomodasi berbagai
kepentingan
dan
membangun
konsensus
bersama
membutuhkan proses yang tidak cepat. Meskipun demikian, menurut Suporahardjo (2005 dalam Winara dan Mukhtar, 2011), walaupun kolaborasi memiliki kesulitan dalam pelaksanaannya, meningkatnya kesuksesan dan manfaat kolaborasi dalam menyelesaikan permasalahan telah membuat pendekatan ini semakin populer. Selanjutnya Winara dan Mukhtar (2012) menyatakan bahwa dalam membangun kolaborasi dalam pengelolaan TN Teluk Cenderawasih dapat
50
dilakukan melalui beberapa langkah antara lain : (1) membangun kesamaan pandangan berkolaborasi dari para pemangku kepentingan, (2) membangun
kelembagaan
kolaborasi
yang
kuat
termasuk
nota
kesepahaman dan kesepakatan kerja kolaborasi dari semua pihak yang terlibat, (3) membangun iklim kolaborasi yang kondusif, (4) menghadirkan pihak yang mampu menjadi inisiator dalam mengawal proses kolaborasi.
E. Kerangka Pikir Penelitian Pemerintah Pusat dalam hal ini Balai TN Wakatobi beserta Pemerintah Kabupaten Wakatobi merupakan dua pengelola sumber daya alam hayati yang ada di Wakatobi. Kebijakan Balai TN Wakatobi sebagai wakil dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan yaitu mengemban tugas konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya). Sedangkan kebijakan Pemerintah Kabupaten Wakatobi adalah pembangunan daerah, kebijakannya antara lain adalah pengelolaan sumber daya alam dan peningkatan pendapatan asli daerah (UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah). Di Wakatobi, hingga saat ini masih terdapat permasalahan pengelolaan SDAH sepertiillegal fishing, destructive fishing , pemanfaatan satwa yang dilindungi oleh masyarakat, penambangan pasir, keterbatasan sumber daya (SDM, sarana dan finansial), belum sinerginya pengelolaan pengunjung, perijinan usaha perikanan dan pariwisata alam.
51
Oleh karena itulah perlu berkolaborasi untuk mensinergikan kebijakan dan berbagai sumber daya, organisasi dan norma yang dimiliki kedua pihak dalam pengelolaan sumber daya alam hayati yang ada di Wakatobi. Semakin
sinergi
kebijakan,
sumber
daya,
organisasi
(pelaku
pembangunan) dan norma maka pengelolaan sumber daya alam hayati akan semakin baik, harmonis, dan lestari. Baik Balai TN Wakatobi maupun Pemerintah Kabupaten Wakatobi masing-masing memiliki potensi R-O-N (Resources-Organizations-Norms) dalam pengelolaan sumber daya alam hayati, oleh karena itu perlu menganalisis potensi R-O-N Taman Nasional dan Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari. Kedua belah pihak hingga saat ini tentu telah melakukan berbagai kegiatan (berkontribusi) dan menyusun perencanaan dalam pengelolaan sumber daya alam hayati,
oleh karena itu agar
memudahkan upaya kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati, perlu menganalisis kontribusi dan arah perencanaan Balai Taman Nasional Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati. Berdasarkan hasil analisis terhadap potensi yang ada pada R-O-N, kontribusi dan arah perencanaan kedua belah pihak,
maka model
kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati seperti apa yang perlu dikembangkan kedua belah pihak, oleh karena itu perlu dirumuskan model kolaborasi perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan
52
Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari. Kerangka pemikiran penelitian disajikan dalam bagan alir pada Gambar 3.
Pemerintah Kabupaten
Kebijakan Pembangunan Daerah
Balai TN Wakatobi
Permasalahan Resources, Organizations dan Norms
Kebijakan KSDAH&E
Potensi R-O-N yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Wakatobi
Potensi R-O-N yang dimiliki Balai TN Wakatobi
Kontribusi dan arah perencanaan Pemerintah Kabu aten Wakatobi
Kontribusi dan arah perencanaan Balai TN Wakatobi
Model Kolaborasi Perencanaan Antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Secara Lestari
Gambar 3. Kerangka Pikir Penelitian
53
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengetahui potensi
R-O-N
Kabupaten
(Resources-Organizations-Norms)
Wakatobi
dalam
mendukung
TN
Wakatobi
kolaborasi
dan
perencanaan
pengelolaan sumber daya alam hayati. Kemudian akan dianalisis secara kualitatif kontribusi dan arah perencanaan Balai Taman Nasional Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati. Setelah itu, pada akhirnya akan dirumuskan model kolaborasi perencanaan antara Balai TN Wakatobi dalam Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari. Dalam kolaborasi diperlukan kelembagaan
kolaborasi,
kelembagaan
ini
akan
disusun
dengan
berpedoman pada Permenhut No.19 Tahun 2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) khususnya terkait kelembagaan kolaborasi. Penelitian kualitatif dilakukan untuk mengungkap gejala holistikkontekstual
menjadi
pengumpulan
data
dari
latar
alami
dengan
memanfaatkan peneliti sebagai instrumen kunci. Penelitian ini bersifat deskriptif, cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif,
54
proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan (Sedarmayanti dan dan Hidayat, 2011). B. Lokasi da n Wakt u Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai TN Wakatobi serta Kabupaten Wakatobi Propinsi Sulawesi Tenggara. Proses pengambilan dan pengolahan data dilakukan di kantor Balai TN Wakatobi, di Kodya Bau-Bau, dan perkantoran Kabupaten Wakatobi, yaitu kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, serta Badan Lingkungan Hidup Daerah. Adapun
waktu
pelaksanaannya
adalah
bulan
November
sampai
Desember 2013. C. Jenis dan Sumber Data Data yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian baik melalui wawancara maupun catatan lapangan. Data primer yang dikumpulkan berupa beberapa data tentang potensi R-O-N (Resources-Organization-Norms ) TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi yang mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati serta model kolaborasi yang diinginkan oleh masing-masing pihak. Sumber data primer adalahpara informan yangterlibat langsung dalam pengelolaan kawasan Wakatobi baik dari Balai TN Waktobi maupun Pemerintah Kebupaten Wakatobi. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi dokumen maupun publikasi lainnya yang
55
diterbitkan oleh instansi yang terkait dengan penelitian ini. Data yang dikumpulkan berupa data mengenai beberapa potensi (R-O-N), kegiatan pengelolaan taman nasional serta data kebijakan dan rencana pembangunan daerah Wakatobi. Pemilihan informan dilakukan dengan metode purposive sampling yang
didasarkan
pada
beberapa
pertimbangan,
antara
lain:
keterkaitannya dengan fokus penelitian, keterlibatan dalam pengelolaan TN Wakatobi, serta kesediaannya untuk memberikan informasi. Rencana informan yang akan dipilih terdiri dari: 1. Pengelola TN Wakatobi, yaitu: Kepala Balai, Kepala Sub Bagian Tata Usaha (KSBTU), Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (KSPTN), staf
perencanaan,
staf
pengawetan
dan
perlindungan,
staf
pemanfaatan dan pelayanan TN, staf fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH), staf fungsional penyuluh TN, dan staf fungsional Polisi Hutan (Polhut)/PPNS. 2. Kepala Bappeda, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan, Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kepala Bidang Standarisasi dan Konservasi SDA Badan Lingkungan Hidup, Kepala Bidang Kehutanan Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan (PKP2), Kepala
bidang
Tata
Ruang
Dinas
Tata
Ruang,
Kebersihan,
Pertamanan, Pemakaman dan Pemadam Kebakaran (TRKP3K), Staf Perencana Program DKP, serta pihak DPRD yang mengurusi lingkungan hidup. Adapun matriks penelitiandapat dilihat pada Tabel 5.
56
Tabel 5. Matriks Penelitian Model Kolaborasi Perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Secara Lestari Rumusan Masalah 1. Bagaimana
potensi R-ON TN Wakatobi dan Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati di wilayah tersebut?
Tujuan & Konsep Tujuan: Menganalisis potensi R-O-N TN Wakatobi dan Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati
V a r ia b e l Sumber daya (Resources) Potensi Biofisik/data lapangan Potensi Finansial Potensi SDM
D a t a d a n In f o r m a s i
Organisasi Pengelola sumber daya alam hayati secara lestari Norma/Aturan Kebijakan pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari yang dapat dikolaborasikan
Konsep: Potensi (R-ON) pada TN dan kabupaten mendukung kolaborasi perencanaan jika masingmasing pihak mendukung untuk dikolaborasikan
Sumber daya alam hayati yang dapat dikolaborasikan perencanaan pengelolaannya Sarana pendukung Pembiayaan pengelolaan sumber daya alam hayati, Kondisi SDM pengelola sumber daya alam hayati
Permasalahan sumber daya Organisasi TN dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi (SKPD terkait) Permasalahan Organisasi Mekanisme kerja organisasi/Aturan dalam kegiatan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati secara lestari Permasalahan dalam mekanisme/aturan
Teknik Pengumpulan data
Su mb e r Da t a
Dokumen Pengelolaan Kawasan Wakatobi (rencana & laporan kegiatan pengelolaan, dokumen lainnya) Informan: Balai TN Wakatobi, Pemerintah Kabupaten Wakatobi (Bappeda, DKP, Disparbud, BLHD)
Studi literatur/ dokumen Wawancara
Analisis data Analisis Deskriptif Kualitatif terhadap R-O-N dengan Berpedoman pada UU No. 5 Tahun 1990 (terkait kegiatan konservasi sumber daya alam hayati yang dapat dilakukan)
57
Lanjutan Tabel 5 Rumusan Masalah 2. Bagaimana
kontribusi dan arah perencanaan Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati?
Tujuan & Konsep Menganalisis kontribusi dan arah perencanaan Balai TN Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati Konsep: Kontribusi dan arah perencanaan mendukung kolaborasi, jika memberi ruang untuk berkolaborasi
V ar i a b e l
Kebijakan Balai TN Wakatobi
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Wakatobi
D at ad anI n f o r m as i
Kebijakan, Rencana dan Program pengelolaan Taman Nasional dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati
Kebijakan, Rencana dan Program pembangunan Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayat i
SumberData
Te kn i k Anali sis data Pengumpulan data Analisis Dokumen Perencanaan Studi literatur/ deskriptif dan pengelolaan (RPTN, dokumen kualitatif Renstra TN Wakatobi, Wawancara laporan kegiatan pengelolaan) Informan: Balai TN Wakatobi
Dokumen Perencanaan Daerah (RPJPD, RPJMD, Renstra Kabupaten, RKPD) Informan: Pemerintah Kabupaten Wakatobi (SKPD terkait)
58
Lanjutan Tabel 5 Rumusan Masalah 3. Bagaimana
model kolaborasi perencanaan yang perlu dirumuskan antara Balai TN Wakatobi dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari?
Tujuan & Konsep Merumuskan model antara Balai TN Wakatobi dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan sumber daya
Variabel
Model Kolaborasi
D at ad anI n f o r m as i
R-O-N Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi Kontribusi dan Arah perencanaan Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi Model kolaborasi yang perlu dibentuk ( Hasil wawancara)
SumberData
Hasil analisa pada tujuan pertama, kedua, dan ketiga penelitian ini
Te kn i k Pengumpulan data
alam hayati secara lestari
Konsep: Model kolaborasi yang akan dirumuskan adalah yang dapat disepakati kedua pihak Ket: UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya: Permenhut No. 19 tahun 2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
Wawancara Studi dokumen Focus Group Discussion (FGD)
Analisis data
Analisis Deskriptif Kualitatif untuk merumuskan model kolaborasi perencanaan merumuskan kelembagaan kolaborasi menurut
Permenhut No.19 tahun 2004 yaitu meliputi wadah/organisasi, sarana, pembiayaan dan mekanisme kerja kolaborasi
59
D. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Berikut adalah teknik pengumpulan data-data dimaksud:
1) Data Primer Data primer dikumpulkan melalui kegiatan sebagai berikut:
Wawancara Mendalam (indepth Interview) Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara (Noor, 2011). Tujuan dilakukan wawancara mendalam adalah untuk mengetahui secara lebih mendetail potensi R-ON, kontribusi dan arah perencanaan Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten
Wakatobi
dalam
mendukung
kolaborasi
perencanaan
pengelolaan sumber daya alam hayati serta model kolaborasi yang diharapkan oleh kedua belah pihak.
Diskusi kelompok terbatas (Focus Group Discussions) Focus Group Discussion(FGD) merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok (Noor, 2011). Dalam penelitian ini, FGD dilakukan untuk menentukan
model
kolaborasi
perencanaan
dan
kelembagaan
kolaborasi yang perlu dibentuk antara Balai Taman Nasional Wakatobi
60
dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari. 2) Data Sekunder Data sekunder diperoleh melalui studi literatur terhadap beberapa dokumen
antara
lain
dokumen
perencanaan,
laporan
kegiatan,
laporan/buku statistik, dan arsip atau jenis dokumen lainnya yang berisi tentang pengelolaan sumber daya alam hayati baik dari Balai TN Wakatobi maupun Pemerintah Kabupaten Wakatobi.
E. Teknik Analisa Da ta Penelitian ini dirancang untuk menganalisis potensi R-O-N TN Wakatobi dan Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati serta menganalisis kontribusi dan arah perencanaan Balai Taman Nasional dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati sehingga akan mendapat rumusan untuk membuat model kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut, data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif. Untuk mengetahui gambaranpotensi R-O-N (Resources-OrganizationsNorms) TN Wakatobi dan Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumberdaya alam hayati secara lestari, maka akan dilakukan analisis terhadap R-O-N dengan berpedoman pada UU No. 5
61
Tahun 1990 tentang KSDAH&E khususnya terkait kegiatan konservasi yang dapat dilakukan dan dikolaborasikan. Hasil analisis data tersebut
dapat
memberikan informasi mengenai kondisi potensi R-O-N TN Wakatobi dan Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati. Kemudian dengan menganalisis kontribusi dan arah perencanaan pengelola taman nasional serta pemerintah kabupaten dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati, maka akan memberikan informasi tentang peranan kedua belah pihak dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati. Dengan mempertimbangkan hasil analisis tujuan sebelumnya, maka akan disusun rumusan model kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari yang diinginkan oleh kedua pihak. Analisa data tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Analisis deskriptif kualitatif untuk menjawab tujuan pertama Analisis ini untuk menggambarkan potensi yang ada pada R-O-N (Resources-Organizations-Norms) TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi meliputi: a. Sumberdaya (Resources) meliputi sumber daya biofisik, sumber daya finansial, sumber daya manusia b. Organisasi meliputi kondisi organisasi pengelola sumber daya alam hayati dalam mendukung kolaborasi
62
c. Norma/Aturan meliputi mekanisme kerja organisasi dalam kegiatan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati secara lestari. Masing-masing
R-O-N,
akan
dianalisis
apa
yang
menjadi
permasalahannya dan bagaimana kedua pihak memberi ruang untuk berkolaborasi. 2. Analisis deskriptif kualitatif untuk menjawab tujuan kedua Proses ini dilakukan untuk menggambarkan kontribusi dan arah perencanaan Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati. Kontribusi dan arah perencanaan kedua pihak akan dianalisis tentang bagaimana dapat memberikan ruang bagi kolaborasi. 3. Analisis Deskriptif Kualitatif untuk menjawab tujuan ketiga Model kolaborasi perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi yang akan dirumuskan adalah kolaborasi rencana kerja tahun 2014 atau kolaborasi rencana kegiatan yang perlu direncanakan untuk memecahkan permasalahan yang terjadi di Wakatobi. Didalam kolaborasi perencanaan perlu ada kelembagaan kolaborasi, sehingga akan dirumuskan kelembagaan kolaborasi yang mengacu pada Permenhut No. 19 Tahun 2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, yaitu bahwa kelembagaan kolaborasi tersebut merupakan pengaturan yang meliputi wadah (organisasi), sarana
63
pendukung, pembiayaan serta mekanisme kerja dalam rangka melaksanakan pengelolaan kolaborasi. Dengan demikian kelembagaan kolaborasi perencanaan yang akan dirumuskan meliputi: a. Wadah
(organisasi)
yang
perlu
dibentuk
bersama
dalam
kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari. b. Pengaturan
sarana
pendukung
yang
diperlukan
dalam
pelaksanaan kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari. c.
Pengaturan
pembiayaan
kegiatan
kolaborasi
perencanaan
pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari. d. Mekanisme kerja kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari. Ke-empat aspek kelembagaan tersebut akan dianalisis tentang bagaimana kedua pihak dapat memberikan ruang dan mengharapkan untuk kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati. Berikut adalah tabel untuk analisis data tujuan 1 sampai 3.
64
Tabel 6. Analisis Data Penelitian yang Ada Pada Balai TN Wakatobi Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Secara Lestari Unsur Pembangunan Resources (Sumber daya)
Potens i
M as al ah
Ko n tr i bu s i Balai TNW
Arah Perencanaan
Model Kolaborasi Sumber daya yang dapat dikolaborasikan
Organisasi
Lembaga/ wadah yang perlu dibentuk
Norms (Kebijakan/Aturan/ Mekanisme)
Mekanisme kolaborasi yang diharapkan
Tabel 7. Analisis Data Penelitian yang Ada Pada Pemerintah Kabupaten Wakatobi Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Secara Lestari Potensi (Unsur Pembangunan)
P o te n s i
M a s a la h
Kontribusi Pemkab. Wakatobi
Arah Perencanaan
Model Kolaborasi
Resources (Sumber daya)
Sumberdaya yang dapat dikolaborasikan
Organisasi
Lembaga/Wadah Yang Perlu dibentuk
Norms (Kebijakan/Aturan/ mekanisme )
Mekanisme kolaborasi yang diharapkan
F. Pengecekan Validitas Temuan Pengujian keabsahan informasi yang diperoleh dilakukan dengan teknik triangulasi
dan teknik pemeriksaan sejawat melalui diskusi.
Menurut Moleong (2012) teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain, sebagai pembanding data (baik sumber, metode, penyidik, maupun teori). Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya, sedangkan teknik pemeriksaan sejawat melalui diskusi dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat.
65
G. Definisi Ope rasional 1. Taman Nasional adalah adalah kawasan pelesatarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. 2. Zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona yang mencakup kegiatan tahapan persiapan, pengumpulan
dan
analisis
data, penyusunan
draft
rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspekaspek ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. 3. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah upaya perlindungan
sistem
penyangga
kehidupan,
pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati. 4. Kawasan Konservasi dalah kawasan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan Konservasi di Indonesia terdiri dari Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman, Cagar Alam Suaka Margasatwa dan Taman Buru 5. Pengelolaan kolaboratif diartikan sebagai suatu situasi dimana dua atau lebih aktor-aktor sosial bernegosiasi, mendefinisikan dan menjamin
diantara
mereka
berbagi
secara
adil
fungsi-fungsi
66
manajemen, hak-hak, dan kewajiban-kewajiban atas wilayah atau suatu set sumber daya alam (Borrini-Feyerabend dkk., 2007). 6. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem (UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya). 7.
Pengelolaan
sumber daya alam hayati
secara lestari
adalah
pengelolaan yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip kelestarian menurut peraturan yang berlaku. 8.
Model kolaborasi perencanaan adalah kolaborasi rencana kerja tahun 2014 atau kolaborasi rencana kegiatan yang perlu direncanakan untuk memecahkan
permasalahan
yang
terjadi di Wakatobi.
Model
kolaborasi perencanaan ini akan disajikan dalam bentuk tabel serta penjelasannya.
Didalam
kolaborasi
perencanaan
perlu
ada
kelembagaan kolaborasi, sehingga akan dirumuskan kelembagaan kolaborasi berupa pengaturan wadah (organisasi), sarana pendukung, pembiayaan serta mekanisme kerja dalam rangka melaksanakan pengelolaan kolaborasi.
67
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak dan Batas Ad ministrasi Taman Nasional Wakatobi terletak di Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara. Kawasan ini berada pada wilayah “Coral Tri-Angle”
atau wilayah segitiga terumbu karang dunia, yaitu wilayah yang memiliki keanekaragaman terumbu karang dan keanekaragaman hayati laut lainnya (termasuk ikan) tertinggi di dunia (Balai TN Wakatobi, 2008).
U
B
Coral Tri-angle
T S
Wakatobi
Gambar 4. Lokasi Wakatobi berada di Provinsi Sulawesi Tenggara dan Segi Tiga Karang Dunia (Balai TN Wakatobi, 2008) Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi (2013), secara geografis, Wakatobi terletak
di bagian selatan garis khatulistiwa,
memanjang dari utara ke selatan di antara 5.00 0 – 6.250 Lintang Selatan
68
(sepanjang ± 160 km) dan membentang imur diantara dari Barat ke 123.340
-
124.640 Bujur Timur m). Wilayah (sepanjang ± 120 k
Kabupaten Wakat bi diapit oleh perairan n Buton, lautLaut yaitu perair Banda, dan Flor es.
Batas-batas h Kabupaten administratif daer
Wakatobi berada (Pemerintah p ada wilayah perairan laut, sebagai berikut Kabupaten Wakato bi, 2013b): - Sebelah Utaraberbatasan dengan wilayah perairan l
ut Kabupaten
Buton dan Buto Utara - SebelahTimurberbatasan dengan Laut Banda - Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores - Sebelah Baratberbatasan dengan wilayah perairan l
ut Kabupaten
Buton.
Gambar 5. Peta Batas Wilayah Kabupaten Wak atobi (Pemerintah Kabupaten Wakatobi, 20 13b)
69
Pada tahun 1996, Wakatobi ditunjuk oleh Menteri Kehutanan menjadi kawasan konservasi dengan status sebagai taman nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 393/KPTS-VI/1996 tanggal 30 Juli 1996 dan pada Tahun 2002 ditetapkan menjadi taman nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.7651/KPTSII/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang meliputi kawasan dengan luas 1,39 Juta hektar termasuk kawasan perairan dan seluruh kawasan daratan. Berdasarkan Undang-Undang No. 29 tahun 2003, Kepulauan Wakatobi ditetapkan sebagai kabupaten yang terpisah dari Kabupaten Buton (Balai TN Wakatobi, 2008).
Dengan demikian Balai TN Wakatobi dan
Pemerintah Kabupaten Wakatobi, memiliki ruang kelola sumber daya alam (khususnya sumber daya laut) yang sama. Secara administratif, Kabupaten Wakatobi terdiri dari 8 kecamatan yang terdiri dari 100 desa/kelurahan sebagaimana disajikan pada tabel berikut. Tabel 8. Jumlah Desa Menurut Kecamatan dan Letak Wilayah di Kabupaten Wakatobi Tahun 2012 No
Kecamatan
Pesisir Tepi Pantai
Bukan Pesisir
Jumlah
1
Binongko
9
-
2
TogoBinongko
5
-
5
3
Tomia
10
-
10
4
TomiaTimur
9
-
9
5
Kaledupa
15
1
16
6
Kaledupa Selatan
10
-
10
7
Wangi-Wangi
13
7
20
8
Wangi-Wangi Selatan
19
2
21
Wakatobi
90
10
100
Sumber: BPS Kabu paten Wakatobi (2013)
9
70
2. Iklim Menurut klasifikasi Schmidt-Fergusson, iklim di Kepulauan Wakatobi termasuk tipe C, dengan dua musim yaitu musim kemarau (musim timur: April–Agustus) dan musim hujan (musim barat: September–April). Musim angin barat berlangsung dari bulan Desember sampai dengan Maret yang ditandai dengan sering terjadi hujan.
Musim angin timur berlangsung
bulan Juni sampai dengan September. Peralihan musim yang biasa disebut musim pancaroba terjadi pada bulan Oktober-November dan bulan April-Mei (Pemerintah Kabupaten Wakatobi, 2013b). Di Wakatobi, suhu tertinggi terjadi pada bulan Nopember–Januari dengan rata-rata 34 0C sedangkan suhu terendah terjadi pada bulan Mei– Juli dengan rata-rata 28 0C. Rata-rata curah hujan tahunan selama 10 tahun (1995–2004) adalah 130,7 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei dengan rata-rata 234,7 mm dan curah hujan terendah terjadi bulan September yakni rata-rata 9,1 mm (Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Wakatobi, 2013b). 3. Hidrologi Balai TN Wakatobi (2008) menyatakan bahwa secara umum kondisi hidrologi di pulau-pulau yang ada di Kepulauan Wakatobi adalah bersumber dari air tanah, yang berbentuk semacam goa (masyarakat Wakatobi menyebutnya Topa) yang dipengaruhi pasang surut air laut, sehingga rasanya tidak terlalu tawar. Semakin dekat sumber air tersebut ke laut semakin payau rasa air tersebut. Di seluruh pulau-pulau yang ada
71
di kawasan TN Wakatobi semuanya tidak mempunyai sungai, sehingga air hujan yang jatuh langsung diserap oleh tumbuhan dan sebagian lagi mengalami aliran permukaan. Air hujan oleh kebanyakan masyarakat Wakatobi ditampung dalam bak penampungan sebagai cadangan air dalam musim kemarau yang digunakan untuk kebutuhan rumah tangga dan air minum. 4. Aksesibilitas Wakatobi merupakan gugusan kepulauan yang berjumlah 39 pulau, terdiri atas 4 (empat) pulau besar, yakni Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko.
Keempat pulau tersebut mudah terjangkau baik dalam
Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, regional Kawasan Timur Indonesia, nasional maupun internasional. Di Pulau Wangi-Wangi terdapat Bandara Udara Matahora, Pelabuhan Laut Nasional Panggulu Belo dan jalur angkutan ferry ASDP Kamaru-Wanci. Bandara Udara Maranggo juga tersedia di Pulau Tomia yang merupakan moda transportasi khusus untuk wisatawan dari Bali dan Singapura.
Transportasi laut antar pulau di
Kabupaten Wakatobi cukup lancar. Akses dari ibukota kabupaten (WangiWangi) ke Pulau Kaledupa dan Binongko tersedia setiap hari dengan armada kapal cepat (speed boat). Satu-satunya wilayah pulau kecil yang relatif sulit dijangkau namun telah berpenghuni ialah Pulau Runduma yang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Tomia (Pemerintah Kabupaten Wakatobi, 2013b).
72
5. Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Wakatobi hingga pertengahan Juni 2012 adalah 94.953 jiwa (tabel 9.). Sebagian besar (sekitar 51,61%) penduduk berada di Pulau Wangi-Wangi.
Hal ini dikarenakan pusat
pemerintahan dan perekonomian berada di pulau tersebut. Tabel berikut ini adalah persebaran penduduk di Wakatobi menurut kecamatan. Tabel 9. Persebaran Penduduk Menurut Kecamatan di Wakatobi Tahun 2012 Jun2 i 011
Jun2 i 0 12
Kecamatan Penduduk (jiwa) 1 2 3 4 5 6 7 8
Binongko Togo Binongko Tomia Tomia Timur Kaledupa Kaledupa Selatan Wangi-Wangi Wangi-Wangi Selatan Jumlah
Persebaran (%)
9.130 5.139 7.520 9.188 10.870 7.258 25.589 26.790 94.846
Penduduk (jiwa)
9,00 5,06 7,41 9,05 10,71 7,15 25,21 26,40 100,00
8.550 4.828 7.035 8.588 10.181 6.772 23.935 25.064 94.953
Persebaran (%) 9,00 5,08 7,41 9,04 10,72 7,13 25,21 26,40 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Wakatobi (2013)
B. Potensi Resources-O rganiza tions-Norms TN Wakatobi dan Kabupaten Wakatobi
1. Sumber D aya Alam Pengelolaannya
Hayati
yang
d apat
d ikolaborasikan
Wakatobi merupakan taman nasional laut, sehingga Balai TN Wakatobi fokus pada pengelolaan sumber daya laut. Terdapat 8 sumber daya sebagai target konservasi, yaitu 1) terumbu karang, 2) lamun, 3) mangrove, 4) cetacean (paus/lumba-lumba), 5) Burung pantai/laut (serta habitatnya), 6) Penyu (dan pantai penelurannya),
7) SPAGs (Tempat
73
pemijahan Ikan) dan 8) Ikan ekonomis penting. Target ini sering disebut sebagai 8 sumber daya penting. Untuk mengelola 8 sumber daya penting ini, baik dari aspek perlindungan, pengawetan (monitoring) maupun pemanfaatannya secara lestari, maka diperlukan berbagai sumber daya mulai dari SDM, finansial, maupun sarana pendukung. Oleh karena itulah perlu adanya suatu kolaborasi dalam pengelolaan SDAH tersebut. Untuk mengetahui apakah pengelolaan ke-8 sumber daya penting tersebut dapat dikolaborasikan atau tidak, maka pendapat kedua pihak yaitu Balai TN Wakatobi dan Pemer intah Kabupaten Wakatobi perlu diketahui. Pendapat pemangku kepentingan disajikan pada Tabel 10, sedangkan fungsi dan potensi sumber daya disajikan pada Tabel 11. Tabel 10. Pendapat Pemangku Kepentingan pada Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi terhadap Kolaborasi Pengelolaan 8 Sumber Daya Penting Informan A1
B1
Pendapat
Alasan
Dapat Sinergitas berbagai sumber daya pengelolaan dikolaborasikan yang ada (finansial, SDM dan sarana lain), sehingga dapat terjadi pembelajaran bersama, saling memahami aturan yang berlaku pada masing-masing pihak. Perlu Kita punya domain yang sama, sehingga dikolaborasikan bagaimana pendekatan konservasi dapat menjadi sumber pendapatan dan pengembangan ekonomi. Oleh karena itu mutlak dibutuhkan kolaborasi, karena kalau kontraproduktif serta jalan sendiri-sendiri maka hasilnya tentu tidak akan berdampak luas dan baik. Pemerintah kabupaten fokus untuk mensejahterakan rakyat, dimana pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat diatur dan diawasi oleh peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu konservasi sebagai sumber ekonomi dan juga kesejahteraan.
74
Tabel 11. Fungsi dan Potensi 8 Sumber Daya Penting No 1
S um be r Daya Alam Terumbu Karang
2
Lamun
3
Mangrove
4
Burung Pantai/Laut
F ung s i
P o te ns i
Penyedia nutrisi pelindung fisik, tempat pemijahan ikan, tempat bermain ikan. Produk ekonomi: ikan karang, udang karang, alga, teripang, kerang mutiara
- Kompleks pulau Wangi-Wangi dan sekitarnya: lebar terumbu mencapai 2,8 km (jarak terjauh) - Pulau Kaledupa dan Pulau Hoga : lebar terpendek 60 m, terjauh 5,2 km - Kompleks Atol Kaledupa: tersempit: 4,5 km, terlebar: 14,6 km, panjang sekitar: 48 km - Pulau Tomia: terjauh 1,2 km, terdekat: 130 m
Produksi oksigen, p enyedia zat hara, tempat berlindung ikan, tempat mencari makan ikan, tempat tumbuh ikan, tempat memijah Penyedia o ksigen, p enyedia nutrisi, tempat pemijahan dan asuhan berbagai macam biota, Penahan abrasi pantai, penahan amukan angin taufan dan tsunami, penyerap l imbah, pencegah intrusi air laut, habitat beberapa organisme laut/pantai, bahan bakar(untuk ranting yang sudah mati/kering) komponen penyusun ekosistem perairan laut, penyeimbang ekosistem perairan tersebut, indikator kualitas ekosistem perairan
-
Luas lamun : 4.750 Ha, terdapat 11 jenis lamun (dari 12 jenis di Indonesia). - Tutupan lamun berfluktuasi di semua lokasi dan tutupan tertinggi ditemukan di Wangi-Wangi -
-
-
-
Terdapat 20 jenis mangrove sejati dan 8 jenis mangrove ikutan Penyebaran: Pulau Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko, Pulau Darawa, Pulau Lintea Kaledupa, Pulau Lintea Tomia, Pulau Hoga, Pulau Runduma, Pulau Kentiole, Pulau Kapota, dan Pulau Moromaho Kaledupa memiliki kelimpahan dan distr ibusi yang besar dan padat
74 spesies burung pantai/laut, 14 diantaranya dilindungi Kepadatan burung tertinggi di Pulau Moromaho yaitu sula-sula Jumlah spesies lebih banyak dijumpai di Ambeua (kaledupa). Kepadatan burung tertinggi di pulau ini adalah trinil dan kapinis laut Kepadatan burung tertinggi di Pulau Hoga yaitu madu sriganti
5
Cetacean/ mamalia laut
indikator kondisi sumber daya perairan, Wisata bahari
- Sampai saat ini tercatat ada 6 jenis paus dan 5 jenis dolphin yang terlihat di Wakatobi - Paus dan lumba-lumba sering dijumpai di Wa katobi karena merupakan salah satu jalur migrasi yang terbentang dari Philipina sampai ke Australia
6
Penyu
Wisata bahari, indikator kondisi sumber daya perairan
-
-
7
SPAGs/ Tempat pemijahan ikan
Ikan kerapu merupakan target utama perdagangan ikan hidup untuk pasaran internasional terutama Hongkong
-
-
8
Ikan Ekonomis Penting
Ikan target merupakan target penangkapan atau lebih dikenal dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi
Terdapat 2 jenis penyu dari 6 jenis penyu di Indonesia yaitu penyu hijau (chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) Pantai peneluran penyu: Pulau Moromaho, Pulau Cowo-Cowo, Pulau Kentiole, Pulau Runduma, dan Pulau Anano Terdapat 4 (empat) spesies target yaitu : lutjanus bohar (kakap merah), Epinephelus fuscogutattus (kerapu macan), Plectropormus areolatus (sunu hitam) dan Epinephelus polyphekadion (kerapu hitam). Potensi Lokasi SPAGs: Hoga Channel, Marimabuk, Table Coral City, Pintu masuk Karang kaledupa, Tanjung Binongko, Pintu Masuk Karang koko, Kentiole, Runduma, Anano, Otiolo/Outer reef karang
kaledupa, Karang Kapota - Di Wakatobi ditemukan 590 jenis ikan (Rapid Ecological Assessment /REA tahun 2003)
Berikut ini adalah penjelasan beberapa sumber daya alam hayati yang ada di Wakatobi.
75
a. Terumbu karang Salah satu sumber daya penting /target konservasi di Wakatobi adalah terumbu karang. Dahuri dkk. (1996) menyatakan bahwa ekosistem terumbu karang memiliki produktivitas organik yang sangat tinggi jika dibandingkan
dengan
ekosistem
lainnya,
demikian
juga
dengan
keanekaragaman hayatinya. Disamping mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrisi bagi berbagai biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan, serta sebagai tempat bermain, terumbu karang juga dapat menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan kerang mutiara. Dari segi estetika pun terumbu karang yang masih utuh dapat menampilkan pemandangan yang sangat indah sehingga merupakan salah satu potensi wisata bahari. Berikut adalah tabel lokasi dan luasan terumbu karang yang ada di TN Wakatobi. Tabel 12. Lokasi dan Luasan Terumbu Karang di Wakatobi No
LokasT i erumbuKarang
Luas
1.
kompleks Pulau Wangi-Wangi dan sekitarnya (P. Kapota, P. Sumanga, P. Kamponaone)
lebar terumbu mencapai 120 meter (jarak terpendek) dan 2,8 kilometer (jarak terjauh)
2.
Pulau Kaledupa dan Pulau Hoga
lebar t erpendek t erumbu a dalah 6 0 m eter dan terjauh 5,2 kilometer
3.
KompleksatolKaledupa
lebar terumbu 4,5 kilometer pada daerah tersempit dan 14,6 kilometer pada daerah terlebar, Panjang atol Kaledupa sekitar 48 kilometer
4.
PulauTomia
rataan terumbunya mencapai 1,2 kilometer untuk jarak terjauh dan 130 meter untuk jarak terdekat
Sumber : Statistik Balai TN Wakatobi 2012 (BTNW, 2013a)
76
b. Lamun Beberapa lamun diketahui mengeluarkan oksigen melalui akarnya. Pengeluaran oksigen tersebut fungsinya sama dengan yang dilakukan oleh tumbuhan darat. Padang lamun juga berfungsi sebagai penyedia zat hara bagi makhluk hidup laut lainnya. Daun lamun yang sudah tua diuraikan oleh sekelompok hewan dan jasad renik yang hidup di dasar perairan, seperti teripang, kerang, kepiting, dan bakteri. Hasil penguraian tersebut menjadi nutrien yang tercampur dengan air dan bermanfaat tidak hanya bagi tumbuhan lamun sendiri, namun juga untuk pertumbuhan fitoplankton dan selanjutnya zooplankton dan juvenile ikan/udang. Sebagian hewan memanfaatkan lamun sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah. Dedaunan lamun juga berguna sebagi pelindung dari sengatan matahari bagi penghuni ekosistem ini (BTNW, 2010b). Selanjutnya
BTNW
(2010b)
juga
menyatakan
bahwa
lamun
dimanfaatkan oleh masyarakat Pulau Wangi-Wangi dan sekitarnya sebagai daerah penangkapan beberapa jenis ikan, seperti ikan baronang (Siganus sp), lencam (Lethrinus sp), teripang, rajungan dan jenis kerangkerangan. Di daerah ini dijadikan juga sebagai lokasi budidaya rumput laut. Kawasan padang lamun ini juga digunakan sebagai daerah untuk menangkap ikan dengan alat tangkap jaring insang, tombak/panah, bub penangkap baronang (kulukulu) dan sebagian kecil menggunakan pancing.
77
Menurut BTNW (2010b), luas lamun di Wakatobi adalah 4.750 Ha. BTNW (2013a) menyatakan bahwa sampai saat ini terdata 11 jenis lamun di Wakatobi yaitu: Haludule uninervis, H. pinifolia, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Thalassodendron ciliatum, Syringodium isoetifolium, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, H. decipiens dan H. minor. Tutupan lamun secara umum berfluktuasi di semua lokasi, dan tutupan lamun tertinggi ditemukan di wilayah Wangi-wangi. c. Mangrove Balai TN Wakatobi (2010a) menyatakan bahwa ekosistem mangrove sangat berpengaruh terhadap kelangsungan atau keberlanjutan ekosistem lainnya (fungsi ekologis) seperti penahan laju abrasi pantai, penahan laju intrusi air laut, habitat beberapa organisme laut/pantai, seperti penyedia oksigen, bahan bakar (ranting yang sudah mati/kering). Dahuri dkk. (1996) juga mengemukakan bahwa ekosistem mangrove merupakan ekosistem pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir dan lautan. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, penyedia nutrisi bagi biota perairan, penahan abrasi, penyerap limbah, amukan angin taufan dan tsunami, pencegah intrusi air laut, hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis penting seperti penyedia kayu (mangrove yang sudah mati) serta pemanfaatan daunnya sebagai bahan baku obat-obatan. Kondisi habitat hutan mangrove di Kawasan TN Wakatobi secara umum masih dalam kondisi baik, namun seiring dengan pergeseran waktu
78
secara perlahan terjadi penurunan luas dan kerusakan hutan mangrove. Berdasarkan hasil monitoring diketahui bahwa peningkatan laju kerusakan dan penurunan luasan hutan mangrove terjadi di lokasi hutan mangrove yang berdekatan dengan pemukiman penduduk sedangkan untuk lokasi hutan mangrove yang jauh dari pemukiman dan pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni relatif aman dan dalam kondisi sangat baik (BTNW, 2010a). Jenis-jenis ancaman atau gangguan terhadap hutan mangrove yang paling sering ditemukan adalah penebangan pohon untuk
(1)
pengambilan
kayu
bakar,
(2)
yang digunakan
pembukaan
lahan
pemukiman/sarpras umum lainnya, (3) pembukaan jalur perhubungan laut (sampan, kapal laut, dsb), (4) pengambilan bahan bangunan rumah. Kegiatan diatas umumnya dilakukan oleh masyarakat setempat (BTNW, 2010a). Data hasil monitoring mangrove Balai TNW menunjukkan bahwa penyebaran hutan mangrove hanya terdapat di Pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, Pulau Tomia, Pulau Binongko, Pulau darawa dan sekitarnya, Pulau Lintea Kaledupa,
Pulau Lintea Tomia, Pulau Hoga, Pulau
Runduma, Pulau Kentiole, Pulau Kapota, dan Pulau Moromaho. Pulau Kaledupa memiliki kelimpahan dan distribusi hutan mangrove yang besar dan padat dibandingkan pulau besar lainnya. Khusus untuk pulau WangiWangi, penyebaran lokasi hutan mangrove hanya terdapat di wilayah pesisir Desa Waha, Desa Liya Mawi dan Desa Liya Togo. Lokasi
79
penyebaran di Pulau Kaledupa yaitu wilayah pesisir Desa Sombano, Desa Mantigola, Desa Horuo, Desa Tampara, Desa Kasuari, Desa Tanomeha, Desa Ollo, Kelurahan Buranga, Kelurahan Ambeua. Untuk Pulau Tomia tersebar di Wilayah pesisir Desa Waitii Barat, Desa Waitii Timur, Kelurahan Usuku. Sedangkan untuk Pulau Binongko hanya tersebar di Wilayah Desa Sowa dan Desa Wali. Khusus untuk pulau-pulau kecil yang memiliki hutan mangrove relatif tersebar di sebagian atau beberapa titik pulau-pulau tersebut (BTNW, 2010a). d. Burung Pantai / Laut Balai TN Wakatobi (2010e)
menyatakan bahwa
salah satu
komponen penyusun ekosistem perairan laut adalah burung pantai/laut. Keberadaan
burung
pantai
tersebut
mempunyai
peran
sebagai
penyeimbang ekosistem perairan. Karena burung perairan merupakan salah satu komponen yang menyusun rantai makanan dalam ekosistem perairan, maka jika populasinya banyak, dapat diindikasikan bahwa ekosistem perairan tersebut masih baik dan begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, peran burung pantai/laut dalam suatu ekosistem perairan adalah sebagai indikator kualitas ekosistem perairan. Selanjutnya Balai TN Wakatobi (2010e) menyatakan bahwa terdapat beberapa tipe habitat burung-burung pantai yang mendiami pesisir pulau-pulau di Kawasan TNW diantaranya: pantai lumpur berbatu, hutan pantai, perkebunan kelapa, semak belukar, hutan mangrove, dengan vegetasi dominan seperti beringin (ficus benjamina), mangrove,
80
kelapa, semak belukar, putat (baringtonia sp). Habitat tersebut terutama hutan mangrove yang juga merupakan salah satu target konservasi, tentu perlu dijaga keberadaannya dari berbagai macam gangguan. Berdasarkan hasil monitoring burung pantai yang dilaksanakan tahun 2005-2012, di kawasan TN Wakatobi teridentifikasi 74 species burung pantai/laut, dengan 14 species diantaranya berstatus dilindungi berdasarkan PP No.7 tahun 1999.
Jumlah jenis species burung
cenderung lebih banyak dijumpai pada pengamatan pagi hari dan terbanyak ditemukan di P. Ambeua.
Kepadatan burung tertinggi di
Ambeua adalah Trinil pantai dan kepinis Laut. Kepadatan burung tertinggi di P. Hoga adalah Madu sriganti, selain itu ditemukan juga jenis endemik yaitu Cabai Panggul Kelabu. Sedangkan kepadatan burung tertinggi di P. Moromaho adalah jenis Sula sula yang banyak ditemukan di pagi hari (BTNW, 2013a). e. Cetacean Salah satu target konservasi adalah cetacean, yaitu paus dan lumba lumba. BTNW (2013a) menyatakan bahwa kawasan TNW sangat kaya biota laut dan keanekaragaman hayati.
Paus dan lumba-lumba
sering dijumpai dan kawasan ini merupakan salah satu jalur migrasi yang terbentang dari Philipina sampai ke Australia. Sampai saat ini tercatat ada 6 jenis paus yang terlihat di kawasan TNW yaitu Beaked whale, Blue whale, Bryde’s whale, melonhead whale, Pilot whale dan Sperm whale. Adapun jenis dolphin yang ditemukan ada 5 jenis, yaitu Bottlenose
81
dolphin, Spinner dolphin, Spotted dolphin, Risso dolphin dan dolphin kepala bundar. Keberadaan mamalia laut dapat dijadikan sebagai potensi wisata baik oleh Balai TN Wakatobi maupun Pemerintah Kabupaten Wakatobi. Namun memang masih perlu terus dikembangkan pengelolaannya, khususnya monitoring sumber daya alam hayati tersebut. Selain sebagai objek wisata, mamalia laut merupakan hewan yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 tahun 1999. Dengan demikian kedua pihak memiliki kewajiban untuk menjaga kelestarian cetacean. f.
Penyu Penyu merupakan salah satu jenis satwa yang dilindungi, berdasarkan
berdasarkan PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, oleh karena itulah penyu ini merupakan salah satu target konservasi. Balai TN Wakatobi (2010f) menyatakan bahwa di kawasan TN Wakatobi terdapat dua jenis penyu yang sering terlihat dari enam jenis penyu yang ada di Indonesia. Dua jenis penyu tersebut yaitu penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Dari kedua jenis penyu ini, yang sering terlihat naik ke darat untuk menelurkan telurtelurnya adalah penyu hijau, sedangkan penyu sisik hanya sering terlihat ketika berenang di dalam lautan. BTNW (2013a) menyatakan bahwa saat ini telah diidentifikasi 5 lokasi pantai peneluran, yaitu : Pulau Moromaho, Pulau Cowo-Cowo, Pulau Kentiole, Pulau Runduma dan Pulau Anano.
82
Ada beberapa gangguan terhadap keberadaan penyu yaitu pulaupulau habitat peneluruan penyu di Wakatobi diklaim sebagai lahan milik masyarakat lokal, adanya perkebunan kelapa masyarakat di lokasi peneluran penyu serta sebagai lokasi peristirahatan nelayan. Hal ini mengakibatkan adanya pemanfaatan/penangkapan penyu oleh nelayan lokal dan luar Wakatobi
baik untuk dijual maupun dikonsumsi. Erosi
pantai peneluran penyu serta pembangunan wilayah pesisir pantai juga merupakan gangguan terhadap hewan ini (Fasa, 2012). g. Tempat Pemijahan Ikan (SPAGS/Spawning Aggregations Sites) Spawning Aggregations Sites atau Lokasi Pemijahan Ikan secara umum dapat diartikan sebagai sekelompok ikan sejenis yang berkumpul dengan tujuan untuk memijah, dengan kepadatan ikan atau jumlah yang secara signifikan meningkat daripada yang ditemukan di area pemijahan selama masa nonreproduktif (Domeier dan Colin, 1997 dalam BTNW, 2010c). BTNW (2010c) menyatakan bahwa pada awalnya TN Wakatobi mencatat
12
belas
spesies
(11
kerapu/serranidae
dan
1
napoleon/labridae) pada awal monitoring antara bulan September 2005 – Mei 2006. Pemilihan 12 spesies tersebut didasarkan pada kelimpahan di lokasi monitoring, kerentanannya terhadap penangkapan berlebihan serta nilai ekonominya terutama dalam perdagangan internasional ikan-ikan karang hidup.
83
Hasil pemantauan pada saat survey awal menunjukkan hanya 2 spesies, E. fuscogutattus dan P. areolatus yang bergerombol dalam jumlah yang cukup banyak untuk bereproduksi sehingga keduanya dipilih untuk pemantauan jangka panjang. E. polyphekdion juga dipilih untuk pemantauan lanjutan karena kecenderungannya untuk bergerombol dan berpijah bersama dengan P. areolatus dan E. fuscogutattus dimanapun keduanya memijah (Hamilton dan Matawai, 2006 dalam BTNW 2010c). Sedangkan Lutjanus bohar dipilih untuk dimonitor karena menunjukkan jumlah dan aktifitas pemijahan yang cukup signifikan serta merupakan salah satu target penangkapan ikan oleh nelayan lokal (BTNW, 2010c). Sejak tahun 2009 pemantauan lokasi pemijahan ikan dilaksanakan terhadap 4 (empat) spesies target, yaitu: lutjanus bohar (kakap merah), Epinephelus fuscogutattus (kerapu macan), Plectropormus areolatus (sunu hitam) dan Epinephelus polyphekadion (kerapu hitam). Ikan kerapu merupakan target utama perdagangan ikan hidup untuk pasaran internasional terutama hongkong. Ketiga jenis spesies: Epinephelus fuscogutattus, Epinephelus polyphekadion dan Plectropomus areolatus merupakan tiga spesies yang paling terancam dari penangkapan berlebih (BTNW, 2010c). Berikut ini adalah peta dan tabel penjelasan lokasi SPAGs di Wakatobi.
84
Gambar 6. Peta Lokasi Monitoring SPAGs (BTNW, 2013a) Tabel 13. Deskripsi Lokasi SPAGs di Wakatobi No 1. 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
NamaSite Hoga Channel
DeskripsL i okasi
Channel antara Pulau Hoga dengan Pulau Kaledupa Marimabuk PatchreefdidekatdesaWaha-Tomia Table Coral City Patchreef d i d ekat d esa Lamanggau – Tomia Pintu masuk Karang Pintu Masuk karang kaledupa bagian kaledupa selatan Tanjung Binongko Tanjung dekat desa Taipabu –Binongko Pintu Masuk Karang koko Pintu masuk karang koko bagian selatan Kentiole Tanjungpulaukentiolebagianb arat Runduma Tanjungdidepandesarunduma Anano Sebelahutarapulauanano Otiolo/Outer reef karang Tanjung bagian barat patchreef sebelah kaledupa barat karang kaledupa Karang Kapota Berada di Karang Kapota bagian selatan
Sumber: BTNW (2013a)
85
Selanjutnya BTNW (2013a) menyatakan bahwa hanya 4 lokasi yang positif menjadi daerah pemijahan ikan yang dilakukan monitoring (2 lokasi pemijahan kerapu dan 2 lokasi pemijahan kakap), yaitu Hoga Channel, Table Coral City, Marimabuk dan Tanjung Runduma.
h. Ikan ekonomis penting Ikan ekonomis penting/ikan karang merupakan sekumpulan ikan yang berada di daerah tropis dan kehidupannya berkaitan erat dengan terumbu karang. Ikan-ikan tersebut memanfaatkan terumbu karang secara langsung maupun tidak langsung untuk kepentingan hidupnya. Tempat hidup ikan karang dapat dilihat berdasarkan dua faktor, yaitu jenis substrat dan kedalaman. Berdasarkan jenis substratnya, tempat hidup ikan karang dibedakan menjadi 5 tempat, yaitu karang hidup, karang mati, pecahan karang, pasir, dan karang lunak. Sedangkan menurut kedalamannya tempat hidup ikan karang dibagi menjadi 3(tiga) tempat yaitu, dangkal (0-4 meter), sedang (5-19 meter), dan dalam (> 20 meter). Sebaran ikan karang dalam perairan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain kebiasaan/perilaku, tempat hidup/habitat, arus dan larva (BTNW, 2010d). Selanjutnya
Balai TN Wakatobi
(2010d) menyatakan
bahwa
berdasarkan Rapid Ecological Assessment (REA) tahun 2003 yang dilakukan oleh tim dari WWF- Indonesia bekerja sama dengan Taman Nasion a l
Wakatobi
Balai
ditemukan 590 jenis ikan di dalam
K awasan Taman Nasional Wakatobi.
Bukanlah suatu hal yang
86
mengherankan
jika di Kawasan Taman Nasional Wakatobi terdapat
begitu banyak jenis ikan karang, karena memang terumbu karang yang terdapat di kawasan tersebut masih relatif
bagus dan kondusif sebagai
tempat berkembang biaknya ikan-ikan. Pengelompokkan ikan karang menurut peranannya ada 3 (tiga) yaitu ikan target, ikan indikator dan ikan lain (major family). Ikan target merupakan target penangkapan atau lebih dikenal dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi seperti : Serranidae, Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae, Labridae Hymigymnus, Choerodon) dan Haemulidae.
(Chelinus,
Ikan Indikator adalah
kelompok ikan yang dijadikan sebagai indikator kesehatan terumbu karang,
ikan
yang
termasuk
kategori
ini
yaitu
ikan
dari
familli
Chaeotodontidae (Kepe-Kepe). Ikan lain (major family), merupakan ikan yang berperan dalam rantai makanan, karena peran lainnya belum diketahui, ikan ini umumnya dalam jumlah banyak dan banyak dijadikan ikan hias air laut (Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae, Pomacanthidae, Labridae, Apogonidae, dan lain-lain) (Terangi, 2004 dalam Balai TN Wakatobi, 2010d). Informan B2 menyatakan bahwa semua SDA yang dapat dikelola, maka pada dasarnya dapat dikolaborasikan pengelolaannya. Hal ini berarti bahwa SDA yang dikelola baik oleh Balai TN Wakatobi maupun Pemerintah Kabupaten Wakatobi dapat dikelola secara kolaborasi. Berikut adalah hasil wawancara dengan informan B2.
87
“Semua sumber daya laut yang dapat dikelola merupakan anugerah Tuhan yang menjadi andalan Kabupaten Wakatobi, kalau sumber daya tersebut punah, maka Kabupaten Wakatobi akan kehilangan potensi sumber dayanya. Oleh karena itu, sumber daya laut yang dapat dikelola, pada dasarnya dapat dikolaborasikan pengelolaannya” (Wawancara tanggal 7 Desember 2013) Hal diatas sejalan dengan apa yang disampaikan oleh informan B7 yang menyatakan bahwa: “Salah satu referensi terbentuknya Kabupaten Wakatobi adalah Taman Nasional, oleh karena itu SDA yang menjadi target konservasi Balai Taman Nasional maka sekaligus juga menjadi target konservasi Pemerintah Kabupaten Wakatobi” (Wawancara tanggal 5 Desember 2013) Sumber daya alam yang dikelola oleh Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Sumber Daya Alam Hayati yang dikelola oleh Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi No.
Jenis Sumber Daya Alam Hayati
Pengelolaan oleh Balai TN Wakatobi (BTNW)
1
Terumbu Karang
Monitoring, Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi, Wisata
2
Lamun
Monitoring,PatroliPengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi
3
Mangrove
4
Burung Pantai/Laut Cetacean (Mamalia Laut/LumbaLumba , Paus)
Monitoring, Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi, wisata Monitoring, Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi Monitoring, Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi
5
6
Penyu
Monitoring,Penyuluhan/Sosialisasi PatroliPengamanan Kawasan,
7
SPAGs (Tempat Pemijahan Ikan) IkanEkonomis penting
Monitoring, Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi Monitoring, Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi
8
Pengelolaan oleh Pemerintah Kabupaten Wakatobi Monitoring, Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi, Wisata Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/Sosialisasi Patroli Pengamanan Kawasan,Penyuluhan/ Sosialisasi, wisata Patroli Pengamanan Kawasan Patroli Pengamanan Kawasan
Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan/ Sosialisasi Patroli Pengamanan Kawasan Patroli Pengamanan Kawasan, Perijinan Perikanan tangkap
88
Kegiatan konservasi baik berupa kegiatan perlindungan (seperti patroli pengamanan kawasan maupun penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga SDAH), monitoring SDAH dan pemanfaatan secara lestari (penelitian, wisata, pendidikan, dan lainnya) merupakan kegiatan yang penting untuk menunjang pembangunan berkelanjutan, kelestarian SDAH serta kese jahteraan masyarakat. Dalam pengelolaan SDAH, Pemerintah Kabupaten Wakatobi khususnya DKP telah melakukan kegiatan-kegiatan pengamanan dalam rangka melindungi 8 sumber daya penting dari berbagai aktivitas yang merusak seperti illegal fishing dan destructive fishing (sebagaimana disampaikan informan B2 dan B7). Berikut adalah hasil wawancara dengan informan B2. “Kegiatan pengawasan sumber daya alam/kawasan dilakukan dengan melibatkan instansi-instansi lain baik dari Balai Taman Nasional, Polairud, lembaga-lembaga adat, koordinasi juga dengan Kabupaten-kabupaten tetangga agar tidak ada masyarakat dari luar Wakatobi yang merusak kawasan wakatobi. Kegiatan patroli dilaksanakan secara beregu serta berdasarkan zona. Kegiatan patroli terkadang dilaksanakan bersamaan dengan monitoring SDA. Adapun untuk perikanan tangkap, sudah ada perda tentang pengelolaannya. Saat ini pun akan dibentuk UPTD di pulau-pulau besar seperti Kaledupa, Tomia dan Binongko untuk mengelola kegiatan ini” (Wawancara tanggal 7 Desember 2013). Selanjutnya
informan
B7
menyatakan
beberapa
kegiatan
pengelolaan SDA sebagaimana yang disampaikannya sebagai berikut. “Untuk kegiatan perlindungan terhadap SDA, terdapat penjaga pantai, namun masih kurang fasilitas pendukungnya. Berbeda dengan polisi air, di DKP tidak ada yang dipersenjatai, oleh karena itu perlu kolaborasi dengan pihak lain. Untuk kegiatan monitoring, dulu tahun 2008-2011 Coremap setiap tahun melakukan monitoring SDA bersama-sama dengan TNC (The Nature Conservancy) - WWF (World Wild Fund for Nature ) dan Taman Nasional juga, namun
89
sejak tahun 2012 sudah tidak ada monitoring oleh Coremap. Kalau di DKP, saya lihat masih ada juga, dan seharusnya memang ada. Untuk pemanfaatan lestari baik kegiatan penelitian maupun wisata oleh pengunjung dari luar Wakatobi, belum ada acuan yang pas baik di bandara maupun di pelabuhan, begitu juga di patuno resort dan di Wakatobi Dive Resort, sehingga pengunjung belum terkontrol. Oleh karena itu harus ada pintu masuk, baik di bandara maupun di pelabuhan untuk melayani pengunjung. Daya tarik wisata dan fasilitas pelayanan harus terjamin juga, kalau memang Wakatobi mau eksklusif, maka pengunjung pun harus dieksklusifkan” BTNW (2008) menyatakan bahwa disamping
8 sumber daya
penting, di kawasan perairan Wakatobi terdapat beberapa jenis hewan lain yang dilindungi yaitu ikan napoleon (Cheilinus undulatus), Kima (Tridacna sp), Lola (Trochus sp) dan Ketam kelapa (Birgus latro). Pengelolaan terhadap spesies tersebut masih terbatas pada kegiatan pengamanan, sedangkan untuk kegiatan monitoring belum ada kegiatan yang rutin dilakukan. Pemerintah Kabupaten Wakatobi (2013b) menyatakan bahwa upaya mengembangkan pola pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan Wakatobi yang lestari menjadi salah satu isu sentral nasional maupun internasional dewasa ini. Dengan demikian, upaya untuk mewujudkan Wakatobi sebagai kiblat dalam pemanfaatan, pelestarian dan pengkajian
biodiversitas
laut
masih
menjadi
salah
satu
sasaran
pembangunan daerah untuk lima tahu n kedepan. Adapun sumber daya penting yang perlu dikelola sebagai modal pembangunan Kabupaten Wakatobi yakni: (1) Terumbu karang, (2) Bakau (mangrove), (3) Daerah pemijahan ikan (SPAGs), (4) Padang Lamun ( Seagrass), (5) Tempat
90
bertelur burung pantai, (6) Daerah terlihatnya paus dan lumba-lumba (cetacean) dan (7) Pantai Peneluran Penyu dan (8) Ikan Ekonomis Penting. Perda Kabupaten Wakatobi No. 12 Tah un 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi tahun 2012-2032 pasal 4 poin (5) menyatakan bahwa strategi perlindungan terhadap kawasan lindung laut terdiri atas 1) mendukung penetapan kawasan Taman Nasional Wakatobi, 2) menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi sistem eko logi wilayah dan 3) mem pertahankan dan merehabilitasi kawasan mangrove dan terumbu karang sebagai ekosistem esensial pada kawasan pesisir
dan
laut
untuk
menjamin
terus
berlangsungnya reproduksi biota laut. Adapun pada pasal 36 Perda No 12 tahun 2012, dinyatakan bahwa kawasan strategis dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan hidup terdiri atas karang atol Kaledupa/Tomia, kawasan pelestarian Pulau Moromaho dan kawasan pusat penelitian dan ilmu pengetahuan Pulau Hoga. Perda ini merupakan salah satu bentuk kepedulian Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam mengelola sumber daya alam hayati khususnya sumber daya laut dan pesisir. 2. Sarana Pendukung Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Sarana
pendukung
merupakan
kebutuhan
dasar
dalam
pengelolaan sumber daya alam. Tanpa adanya peralatan yang cukup, maka pengelolaan SDAH bisa kurang optimal. Ketersedian sarana
91
pendukung pengelolaan SDAH pada Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Ketersediaan Sarana Pendukung Pengelolaan SDAH pada Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi Jenis Sarana
Ketersediaan
Pendukung
B a l a i T N W a k a t ob i S BTU/ SP TN
Juml a h( Uni t)
Sarana Transportasi 1. Speedboat SPTNW I
SPTN W II SPTN W III
1 1 2
2. Katinting
SBTU/SPTN
-
3. Bodybatang
SPTNW III
1
P e me ri n t ah K ab up at e n W akat o bi K e t.
Rusak Baik Baik
Baik
S K PD
J m l (Uni t)
Ke t.
DKP BLH Disbudpar
3 1 1
1 Rusak Baik Baik
BLH
1
Baik
SKPD
-
Sarana Komunikasi
2. Telepon
SPTNW I SPTN W II SPTN W III SBTU
1 2 1
3. Handy Talk
SPTNW I SPTN W III SBTU SPTN W III
1. SSB
(HT) 4. SKRT
Rusak
SKPD
-
Baik Baik
SKPD
6
Baik
5
Baik
DinasPKP2
10
Baik
6
5 Rusak
1 2
Baik Rusak
3 8 9
Baik Baik Baik
1 1 -
Rusak Baik
1
Baik
SKPD
-
DKP
7
DKP Dinas PKP2
11 15
Sarana Diving/ M onitoring SDA 1. Alat Selam
SPTNW I SPTN W II SPTN W III
Sarana Penjagaan 1. Pos penjagaan SDA 2. Pesawat Trike Aquilla
SPTN W I SPTN W II SPTN W III SPTN W I
SKPD
-
Disbudpar
1(aula wisata)
Baik Baik
Sarana Pengelolaan Pengunjung 1. Pusat Pengunjung
SPTNWII
1
Baik
Baik
Sumber: analisis data Balai TN Wakatobi dan SKPD terkait (data lengkap disajikan pada lampiran 7) Keterangan:SBTU : Sub Bagian Tata Usaha, SPTN : Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah, SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah (6 SKPD Kabupaten Wakatobi terkait pengelolaan SDAH), DKP : Dinas Kelautan dan Perikanan, Disbudpar: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas PKP2: Dinas Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Peternakan, Dinas TRKP3K: Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman dan Pemadam Kebakaran, Bappeda: Badan Perencanaan Pembangunan, Penanaman Modal, Penelitian dan Pengembangan Daerah
Berdasarkan Tabel 15, dapat diketahui bahwa sarana transportasi yang dimiliki oleh kedua pihak terdiri dari speedboat, katinting dan
92
bodybatang. Ketiga alat inilah yang dapat digunakan dalam rangka pengelolaan SDAH secara lestari baik upaya perlindungan (patroli pengamanan, penanganan kasus, maupun penyuluhan/sosialisasi ke desa-desa yang perlu dijangkau dengan transportasi laut), pengawetan (identifikasi/monitoring 8 sumber daya penting), maupun pemanfaatan secara lestari (yaitu memfasilitasi pengunjung baik untuk berwisata maupun melaksanakan aktivitas lainnya). Begitu juga dengan sarana lainnya
baik
pengelolaan
sarana
komunikasi,
pengunjung,
sarana
merupakan
diving,
sarana
maupun
sarana
pendukung
dalam
pengelolaan SDAH. 3. Sumber Daya Manusia pada Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi. SDM merupakan salah satu unsur pembangunan yang sangat menentukan keberhasilan dari suatu pengelolaan. Dalam pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari tentunya membutuhkan SDM yang cukup, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Namun demikian keterbatasan
SDM
pada
suatu
instansi
pemerintah
merupakan
permasalahan yang selalu ada dan perlu terus dicarikan solusinya baik melalui peningkatan kapasitas, rekruitmen pegawai baru dan bahkan berkolaborasi dengan pihak lain untuk menca pai tujuan pengelolaan. Jumlah pegawai Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi khususnya SKPD yang terkait dengan pengelolan SDAH secara lestari disajikan pada Tabel 16 .
93
Tabel 16. Jumlah Pegawai Balai Kabupaten Wakatobi No
BalaiTNWakatobi SBTU/SPTN
1 2
SBTU SPTNW I
3 4 5
SPTNW II SPTNW III BKO di Balai Besar KSDA Sulsel -
6
TN
Wa katobi
dan
Pemerintah
PemerintahKabupatenWakatobi
Jumlah(Orang)
SKPD
31 16
Jumlah(Orang)
DKP
35
BLH
14 15 10
18
Disparbud Dinas PKP2 Dinas TRKP3K
42
Bappeda
Total 86 Total Keterangan: data lengkap disajikan pada lampiran 8
26 20 20
151
Untuk mengelola kawasan seluas 1,39 juta ha, Balai TN Waka tobi dengan jumlah pegawai 86 orang masih jauh dari kondisi ideal. Hal ini merupakan permasalahan yang perlu dicarikan solusinya, diantaranya melalui kolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi. Hal tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan oleh informan A1 yaitu: “Kondisi sumber daya manusia masih kurang, baik non struktural, polhut, pengendali ekosistem hutan, maupun tenaga penyuluh masih belum memadai untuk mengelola kawasan yang sangat luas” (Wawancara tanggal 27 Desember 2013) Informan A5 juga menyatakan bahwa kondisi SDM Balai TN Wakatobi masih sangat terbatas. Berikut hasil wawancara dengan informan A5. “Kondisi SDM masih sangat terbatas, setiap SPTN belum memiliki staf perencanaan namun lebih banyak petugas fungsional (polhut). Jumlah polhut pun masih kurang dari standar, yaitu minimal terdapat 60 orang dan maksimal 85 orang pada suatu Balai Taman Nasional” (Wawancara tanggal 26 Desember 2013). Dengan demikian, kondisi SDM Balai TN Wakatobi masih sangat terbatas. Kondisi tersebut tentu akan berdampak pada kurang efektifnya pengelolaan kawasan TN Wakatobi yang luasnya 1,39 juta hektar,
94
sehingga
perlu
berkolaborasi dengan
Pemerintah
Daerah
(SKPD
pengelola SDAH). Informan B2 menyatakan kondisi pengawas SDA di DKP sebagai berikut: “Pengawas yang berstatus PNS hanya ada 4 orang sedangkan yang lainnya adalah pegawai kontrak dengan jumlah 30 orang. Tenaga penunjang ini belum memadai dan belum dapat dimaksimalkan dalam menjaga kawasan yang begitu luas” (Wawancara tanggal 7 Desember 2013) Dinas Kelautan dan Perikanan memiliki 30 orang pegawai kontrak sebagai penjaga pantai yang memiliki peran sangat penting dalam mengamankan SDA. Jika terlihat adanya kegiatan illegal fishing maupun destructive fishing,
mereka akan melaporkan kepada pihak yang
berwenang.
4. Sumber Daya Fin ansial Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayat i a. Sumber Daya Finansial Balai TN Wakatobi dalam Pengelolaan SDAH Secara Lestari Dana pengelolaan SDAH pada Balai TN Wakatobi bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pengelolaan SDAH merupakan (penanganan
upaya
konservasi
kasus,
patroli
yang
meliputi
pengamanan,
aspek
perlindungan
maupun
penyuluhan),
pengawetan (identifikasi, inventarisasi dan monitoring SDA, restorasi ekosistem) dan pemanfaatan secara lestari SDAH (pengelolaan wisata seperti Model Desa Konservasi, serta pendidikan konservasi). Pendanaan
95
kegiatan pengelolaan SDAH secara lestari oleh Balai TN Wak atobi tahun 2012 disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Anggaran Pengelolaan SDAH oleh Balai TN Wakatobi Tahun 2012 Aspek Konservasi Perlindungan Pengawetan Pemanfaatan secara Lestari
JenisKegiatan
Anggaran Tahun 2012 66.000.000 62.635.000 405.965.000 570.053.000
Penanganan Kasus Tindak pidana kehutanan Latihan Rutin Menembak Pengamanan kawasan Perkembangan Spesies terancam punah (Identifikasi, Inventarisasi, Monitoring SDAH) Pengembangan dan pemanfaatan wisata alam Model desa Konservasi Pembentukan/Pembinaan kader Konservasi dan Kelompok Pecinta Alam Pelaporan PNBP Pengusahaan Pariwisata Alam
397.189.000 454.200.000 231.785.000 8.760.000 2.196.587.000
Jumlah Sumber: Balai TN Wakatobi (2012a)
b. Sumber Daya Finansial Pemerintah Kabupaten Wakatobi Dalam pengelolaan SDAH secara lestari Pemerintah Kabupaten Wakatobi telah melaksanakan beberapa program pada Tahun 2012. Realisasi anggaran Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan SDAH Secara Lestari disajikan pada tabel 18. Tabel 18. Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Pengelolaan SDAH Secara Lestari Tahun 2012 Aspek Konservasi Perlindungan
Program Pengelolaan S DAH
Realisasi A nggaran (Rupiah)
Program Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan
297.377.000
Program Peningkatan Kesadaran dan Penegakan Hukum Dalam Pendayagunaan Sumberdaya Laut
878.337.500
Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Hutan Program P engendalian. Pencemaran dan P erusakan LH Perlindungan dan Konservasi SumberDaya Alam Program Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
270.775.000 149.473.000 540.600.000 74.250.000
96
Lanjutan Tabel 18 Aspek Konservasi Pengawetan
Realisasi Anggaran (Rupiah)
Program Pengelolaan SDAH Program Pengelolaan dan Rehabilitasi Ekosistem Pesisir Laut
135.000.000
Pemanfaatan ProgramPengembanganBudidayaPerikanan Secara lestari Program PengembanganPerikananTangkap
515.452.317 1.069.514.000
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Perikanan Program Bina Usaha dan Pemasaran Produk dan Komoditas Unggulan Program Pengembangan Data Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan PulauPulau Kecil Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan
96.769.400 772.346.997 47.275.000 60.000.000 48.834.364
ProgramDukunganSailMorotai
40.000.000
Program Pengembangan Produksi dan Pengolahan Hasil Perikanan
258.561.750
Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi SDA dan LH
31.470.000
Program Pengembangan Ekowisata dan Jasa Lingkungan di Kawasan-Kawasan Konservasi Laut dan Hutan
35.000.000
Program Perencanaan Wilayah dan Sumber Daya Alam Program Peningkatan Investasi
Iklim
Investasi
39.459.400
dan Realisasi
89.430.000
Program Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi
42.975.000
Program Peningkatan Penelitian dan Pengembangan Daerah
282.150.000
ProgramPengembanganData/Informasi
69.850.000
ProgramP engembangan pemasaran pariwisata
1.546.996.400
ProgramPengembanganDestinasiPariwisata
562.976.509
Jumlah
7.954.873.637
Sumber : DKP (2013) , LAKIP (BLH, 2013a), Bappeda (2013a), Pemerintah Kabupaten Wakatobi (2013c)
Berdasarkan tabel 17 dan
tabel 18 dapat diketahui bahwa pada
tahun 2012, anggaran Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi
dalam
pengelolaan
SDAH
secara
lestari
mencapai
Rp.10.151.460.637. Tabel 19 adalah perbandingan anggaran kedua pihak dalam pengelolaan SDAH secara lestari pada ketiga aspek konservasi.
97
Tabel 19.
Perbandingan Anggaran Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Pengelolaan SDAH Secara Lestari
Aspek Konservasi Perlindungan Pengawetan Pemanfaatan secara lestari
Balai TN Wakatobi Jumlah 534.600.000
% 24,34
Pemerintah Kabupaten Wakatobi Jumlah % 2.210.812.500 27,79
570.053.000 1.091.934.000
25,95 49,71
135.000.000 5.609.061.137
1,70 70,51
Dapat diketahui bahwa aspek pemanfaatan secara lestari pada kedua
pihak
memiliki porsi alokasi anggaran
yang
lebih
besar,
dibandingkan dengan aspek perlindungan dan pengawetan. Konservasi sendiri merupakan wujud dari pembangunan berkelanjutan, dimana dalam pemanfaatan secara lestari SDAH dimanfaatkan baik untuk kegiatan promosi wisata, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, pengembangan perikanan tangkap dan budidaya, serta pemberdayaan masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah untuk menunjang baik kesejahteraan masyarakat, pembangunan daerah dan nasional (PAD/PNBP). 5. Permasalahan Sumber Daya (SDA, SDM dan Finansial) a. Permasalahan Sumber Daya Alam Pemerintah Kabupaten Wakatobi (2013b) menyatakan bahwa pengelolaan sektor kelautan dan perikanan masih banyak menghadapi kendala dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya kelautan bagi sumber pendapatan negara serta mengoptimalkan fungsi laut sebagai sistem penyangga kehidupan dan kekayaan plasma nuftah. Masih
98
terdapatnya praktek IUU (Illegal, Unregulated, and Unreported fishing practices) dan destructive fishing merupakan salah satu kendala utama yang dihadapi saat ini. Illegal fishing yang dilakukan oleh kapal-kapal nelayan Wakatobi dengan atau tanpa ijin maupun oleh kapal-kapal asing di perairan Taman Nasional Wakatobi (TNW), tentu menyebabkan hilangnya sumber daya ikan di kawasan ini. Upaya pengendalian dan pengawasan illegal fishing masih belum optimal, akibat kurangnya sarana dan prasarana pengawasan serta dukungan operasionalnya. Sementara itu, penangkapan ikan yang merusak lingkungan seperti penggunaan bahan peledak dan racun (potasium) masih banyak terjadi, yang dipicu oleh meningkatnya permintaan ikan karang dari luar daerah dengan harga yang cukup tinggi. Kegiatan ini menyebabkan rusaknya ekosistem terumbu karang yang merupakan habitat ikan yang sangat penting. Berbagai kasus illegal fishing selama ini, modus operandi pelanggaran yang dilakukan oleh kapal nelayan dari luar daerah antara lain pelanggaran tanpa dokumen izin, menyalahi daerah tangkapan (fishing ground), menyalahi ketentuan alat tangkap, pemindahan hasil tangkapan (transhipment) di laut, pemalsuan dokumen dan manipulasi informasi hasil tangkapan atau ikan yang diangkut. Selanjutnya Pemerintah Kabupaten Wakatobi (2013b) menyatakan bahwa habitat ekosistem pesisir dan laut semakin rusak sehingga menyebabkan menurunnya ketersediaan sumber daya plasma nutfah dan meluasnya abrasi pantai. Kerusakan habitat ekosistem di wilayah pesisir
99
dan laut semakin meningkat, khususnya di wilayah padat kegiatan seperti pantai Pulau Wangi-Wangi dan pantai Pulau Kapota. Rusaknya habitat ekosistem pesisir seperti deforestasi hutan mangrove serta terjadinya degradasi sebagian besar terumbu karang dan padang lamun berpotensi mengakibatkan erosi pantai dan berkurangnya keanekaragaman hayati (biodiversity).
Permasalahan lainnya adalah pengembangan budidaya
perikanan dan penangkapan ikan di laut dalam masih menemui berbagai kendala. Pada saat ini budidaya perikanan/kelautan yang sudah cukup maksimal dikembangkan oleh masyarakat adalah budidaya rumput laut. Sedangkan budidaya komoditi perikanan lainnya masih dalam tahap pembesaran dalam skala kecil. Permasalahan sumber daya alam hayati di Wakatobi secara umum hampir sama menurut beberapa informan yaitu masih terdapatnya illegal fishing, destructive fishing, serta aktivitas yang merusak. Informan A1 berdasarkan hasil wawancara tanggal 27 Desember 2013, menyatakan tentang permasalahan SDAH sebagai berikut: “Permasalahan sumber daya alam sampai saat ini masih terjadi illegal fishing, destructive fishing yaitu penggunaan bom atau bius, bahkan penambangan pasir pun masih terjadi. Ini permasalahan yang perlu dipecahkan secara bersama-sama dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi agar solusi terbaik dapat diputuskan secara bersama-sama” Menurut Informan B1, berdasarkan hasil wawancara tanggal 22 Desember 2013, berikut :
permasalahan sumber daya alam adalah sebagai
100
“Permasalahan terhadap SDA di Wakatobi yaitu masih terdapatnya illegal fishing, meskipun sudah banyak yang ditangkap. Mereka banyak yang menggunakan bom ataupun bius. Pemanfaatan penyu serta pemanfaatan ikan-ikan yang dilindungi juga masih terjadi” Adanya berbagai permasalahan seperti illegal fishing, destructive fishing
(pemboman
dan
bius),
penambangan
pasir
merupakan
permasalahan yang perlu dipecahkan secara bersama-sama antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi. Dengan adanya kolaborasi
khususnya
diharapkan
dapat
dalam
perencanaan
diimplementasikan
pengelolaan
baik
dalam
SDAH, bentuk
pengamanan/patroli dan monitoring SDA secara bersama-sama, sehingga frekuensi kegiatan akan menjadi lebih tinggi dan dapat mengurangi berbagai permasalahan yang ada. b.
Permasalahan S umber Daya Manusia Keterbatasan kapasitas SDM maupun sarana dan prasarana
pengelolaan
khususnya
yang
mendukung
kegiatan
pengamanan
kawasan, monitoring sumber daya penting maupun untuk mendukung kegiatan operasional perkantoran menyebabkan belum optimalnya implementasi kebijakan pengelolaan berbasis resort (BTNW, 2010g). Keterbatasan jumlah pegawai Balai TN Wakatobi menjadi salah satu kendala dalam efektifitas pengelolaan kawasan TN Wakatobi. Pada tahun 2012, Balai TN Wakatobi kekurangan pegawai sebanyak 59 pegawai untuk mencapai formasi ideal sejumlah 128 orang (di luar tenaga upah) (BTNW, 2013b). Hal ini sejalan dengan yang disampaikan informan A1:
101
“Kondisi sumber daya manusia masih kurang, baik non struktural, polhut, pengendali ekosistem hutan, maupun tenaga penyuluh masih belum memadai untuk mengelola kawasan Wakatobi yang sangat luas” (Wawancara tanggal 27 Desember 2013). Informan A2 juga menyatakan bahwa secara umum kondisi SDM Balai TNW masih kurang, sebagai mana beliau sampaikan sebagai berikut: “Memang idealnya 1 orang polhut menjaga 2 ha, kawasan yang perlu dijaga secara intensif memang tidak sepenuhnya 100 %, tapi difokuskan pada zona inti, zona perlindungan bahari dan zona pariwisata. Namun penjagaan zona lainnya pun tetap perlu dijaga karena memang destructive fishing dan aktivitas lain yang merusak bisa terjadi di zona manapun. Dengan adanya BKO Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA Provinsi Sultra dan BBKSDA Sulsel), maka kondisi SDM secara umum masih kurang” Informan B2 menyatakan bahwa tenaga pengawas perikanan sangat belum memadai, sebagaimana yang beliau sampaikan sebagai berikut: “Pengawas yang berstatus PNS hanya ada 4 orang sedangkan yang lainnya adalah pegawai kontrak dengan jumla 30 orang. Tenaga penunjang ini belum memadai dan belum dapat dimaksimalkan dalam menjaga kawasan yang begitu luas” (Wawancara tanggal 7 Desember 2013) Informan B4 juga menyatakan bahwa kondisi SDM khususnya di BLH masih minim. Berikut adalah hasil wawancara dengan informan B4: “SDM di BLH ini masih banyak kekurangan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Misalnya pengawas lingkungan hidup dan PPNS BLH hingga saat ini belum ada orangnya” (Wawancara tanggal 7 desember 2013) Informan B1 pun menyatakan bahwa perlunya peningkatan SDM dari kedua pihak. Berikut adalah hasil wawancara dengan infoman B1:
102
“ SDM pada kedua pihak masih perlu peningkatan, khususnya aparatur. Saat ini Pemer intah Kabupaten Wakatobi melaksanakan pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas, diantaranya perencanaan berbasis fakta lingkungan. Kegiatan ini dilakukan untuk kepala SKPD, Sekretaris, kepala bidang, bahkan kasubid. Kedepannya akan dilakukan untuk staf juga” (Wawancara tanggal 22 Desember 2014) c. Permasalahan Sumber Daya Finansial Anggaran di Balai TN Wakatobi masih dianggap belum mencover semua kebutuhan yang diperlukan. Informan A6 menyatakan sebagai berikut: “Anggaran untuk pengelolaan sumber daya alam hayati di TN Wakatobi masih belum bisa mengcover semua kebutuhan yang diperlukan. Jika ada pengelolaan bersama dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan sumber daya alam di TN Wakatobi, diharapkan lebih baik dan optimal” (Wawancara, 27 Desember 2013). Dari
Pihak
Pemerintah
Kabupaten
Wakatobi,
informan
B4
menyatakan bahwa pendanaan pengelolaan SDA masih kurang. Berikut adalah hasil wawancara dengan informan B4. “Dalam pengelolaan SDA masih kurang dana, belum semua sumber daya penting dapat dimonitor karena keterbatasan dana. Dalam penilaian AMDAL pun memang ada DAK, namun terbatas. Untuk penilaian AMDAL terkadang ada bantuan fisik juga dari swasta dan lembaga-lembaga adat” (Wawancara tanggal 7 Desember 2013). Adanya keterbatasan sumber daya finansial tentu mengakibatkan kegiatan pengelolaan SDAH belum optimal, sebagaimana BLH belum mampu memonitor semua sumber daya yang ada. Begitu juga dengan Balai Taman Nasional belum dapat melaksanakan pengelolaan SDAH
103
secara lebih optimal. Oleh karena itu kolaborasi antara kedua pihak tentu dapat menjadi salah satu alternatif solusi terhadap keterbatasan yang ada. 6. Kondisi Organisasi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi a. Balai Taman Nasional Wakatobi Balai Taman Nasional Wakatobi merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan. Diawal pembentukannya, sebelum ditetapkan sebagai Balai TNW terlebih dahulu ditetapkan sebagai Unit Taman Nasional Kepulauan Wakatobi (TNKW), yaitu setingkat eselon IV.a berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kehutanan
No.
185/Kpts-II/1997.
Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/KptsII/2002, ditingkatkan statusnya menjadi Balai TNKW setingkat Eselon III.a, dipimpin
oleh
Kepala
Balai
yang
keberadaannya
dibawah
dan
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal PHKA dengan tugas melaksanakan pengelolaan ekosistem kawasan taman nasional dalam rangka
konservasi
sumber
daya
alam
hayati
dan
ekosistemnya
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Kemudian nama Taman Nasional Kepulauan Wakatobi diubah menjadi Taman Nasional Wakatobi berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.29/MenhutII/2006 (BTNW, 2008). Pembentukan Seksi Pengelolaan TN Wakatobi berdasarkan surat Sekretaris Direktorat Jenderal PHKA No. S. 2252/IV-Sek/HO.3/2006 tanggal 14 Desember 2006 tentang Penataan UPT Ditjen PHKA dimana
104
TN Wakatobi term asuk Kelas ubbagian II Tipe A terdiri Tata dari 1. S Usaha dan 3 S
TNW (BTNW, dalah 2013a). struktur Gambar 7 a
Organisasi Balai T
Gambar 7.
Wakatobi.
Org nisasi Balai Taman Nasio al Berdasarkan Permenhut 007 (BTNW, No. P.03/Menhut-II/2 201 a)
Wakatobi
Kantor Balaiberada di Kodya Bau-Bau ggara. Adapun Sulawesi Ten kantor Seksi Peng elolaan Taman a Nasional di Wakatobi (SPTN) bera dengan rincian seb agai berikut: 1. SPTN Wilayah I di Wanci / Wangi-Wangi Kabupaten W
katobi
2. SPTN WilayahII di Ambeua / Kaledupa Kabupaten Wa
atobi
3. SPTN WilayahIII di Waha / Tomia Kabupaten Wakatobi i Dengan ad nya kantor seksi di setiap pulau r yang besada di Wakatobi, yang
erupakan lokasi n pelaksanaan pengelolaankegiata
sumber daya ala m hayati, maka orasipotensi dengan untuk kola Pemerintah Kabup aten Wakatobi khususnya it, akan lebih SKPD terk
105
mudah dilaksanakan. Namun demikian Balai TN Wakatobi yang hanya memiliki 3 Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) di 4 Pulau Besar yang ada di Wakatobi, masih perlu dikembangkan, dimana SPTN Wilayah III Tomia dan Binongko dapat dijadikan 2 SPTN, dengan demikian beban kerja SPTN Wilayah III tersebut dapat sebanding dengan SPTN Wilayah I dan II. Hal ini pun sejalan dengan apa yang disampaikan informan A1 (berdasarkan hasil wawancara tanggal 27 Desember 2013): “Balai TN Wakatobi memiliki 3 Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) yang berada di Wangi-Wangi (SPTN Wilayah I), Kaledupa (SPTN Wilayah II) dan Tomia-Binongko (SPTN-Wilayah III). Khusus untuk SPTN Wilayah III yang wilayahnya meliputi dua pulau besar, maka dapat dikembangkan menjadi dua SPTN agar pengelolaan SDAH dapat lebih efektif.”
b. Kondisi Organisasi Pemerintah Kabupaten Wakatobi Pemerintah Kabupaten Wakatobi berkedudukan
di Provinsi
Sulawesi Tenggara yang dikepalai oleh Bupati. Adapun Organisasi yang terkait dalam pengelolaan sumber daya alam hayati adalah: (1) Badan Perencanaan Pembangunan, Penanaman Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda)
Modal,
Bappeda Kabupaten Wakatobi dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Bappeda, Penanaman Modal dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Wakatobi yang ditindak lanjuti oleh Peraturan Bupati Wakatobi Nomor 7 Tahun 2009 tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja
Bappeda
Kabupaten
Wakatobi.
Sebagai
unsur
perencana
106
penyelenggaraan pemerintahan daerah, Bappeda dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati
melalui
Sekretaris
Daerah
Kabupaten Wakatobi.
Bappeda
mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Perumusan kebijakan teknis perencanaan pembangunan, penanaman modal, penelitian dan pengembangan daerah. 2) Pengkoordinasian
penyusunan
perencanaan
pembangunan,
penanaman modal, penelitian dan pengembangan daerah. 3) Pembinaan, pelayanan dan pelaksanaan tugas di bidang perencanaan pembangunan, penanaman modal, penelitian dan pengembangan daerah. 4) Pengkoordinasian pengendalian dan evaluasi pembangunan daerah (Bappeda Kabupaten Wakatobi, 2012). (2)
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi Dinas inilah yang memiliki tugas pokok mengelola sumber daya
kelautan dan perikanan dan memiliki peran yang penting dalam pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari yang ada di Wakatobi. Adapun Tugas Pokok dan Fungsi dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) adalah sebagai berikut (DKP Kabupaten Wakatobi, 2012): 1) Kesekretariatan. Kesekretariatan di Kepalai oleh sekretaris
untuk
menyelenggarakan sebagian tugas dinas yang meliputi urusan umum
107
dan kepegawaian, keuangan dan perlengkapan serta program, evaluasi dan pelaporan. 2) Bidang Pengembangan Perikanan. Bidang ini berfungsi untuk menyelenggarakan sebagian tugas dinas yang meliputi urusan budidaya dan perikanan tangkap. 3) Bidang Bina Usaha dan Pemasaran. Bidang ini berfungsi untuk menyelenggarakan Sebagian tugas dinas dalam penyelenggaraan kegiatan
pembinaaan
terhadap
usaha-usaha
kecil
menengah
termasuk pemasaran komoditas serta pemberdayaan masyarakat. 4) Bidang Konservasi dan Pengawasan Sumberdaya Kelautan. Bidang ini berfungsi untuk menyelenggarakan sebagian tugas dinas dalam penyelenggaraan kegiatan konservasi dan tata ruang wilay ah laut serta pengawasan dan pengendalian terhadap sumber daya kelautan. 5) Jabatan Fungsional. Bidang ini berfungsi sebagai tenaga fungsional yang
membantu
Dinas
Kelautan
dan
Perikanan
dalam
penyelenggaraan kegiatan pembinaan masyarakat dilapangan, serta pelaksanaan tugas lainnya yang relevan dari Bupati. (3) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas. Dinas ini berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati serta mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah
dalam rangka
pelaksanaan tugas desentralisasi di bidang Kebudayaan dan Pariwisata.
108
Dinas Kebudayaan dan Par iwisata Kabupaten Wakatobi
dibentuk
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Disbudpar, Penanaman Modal dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Wakatobi yang ditindak lanjuti oleh Peraturan Bupati Wakatobi Nomor 7 Tahun 2009 tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Disbudpar Kabupaten Wakatobi (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi, 2012). Dalam melaksanakan tugasnya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata memiliki fungsi sebagai berikut: b. Perumusan kebijakan teknis operasional di bidang kebudayaan dan pariwisata. c.
Pemberian bimbingan, pembinaan dan pengembangan di bidang kebudayaan dan pariwisata.
d. Pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum. e. Pengelolaan urusan ketatausahaan dinas. f.
Pemantauan dan pengendalian penyelenggaraan urusan kebudayaan dan pariwisata atas dasar tugas pokok dinas sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Bupati.
g. Pembinaan terhadap UPTD dan kelompok jabatan fungsional. h. Pelaksanaan
tugas
lain
yang
diberikan
oleh
Bupati
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi, 2012).
(Dinas
109
(4) Badan Lin gkungan Hid up Kabupaten Wa katobi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Wakatobi dibentuk dengan Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Inspekotrat, Bappeda, Penanaman Modal, Penelitian dan Pengembangan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Wakatobi. Tugas pokoknya BLH adalah untuk melaksanakan sebagian tugas Pemerintah Daerah dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang bersifat spesifik di bidang lingkungan hidup (BLH Kabupaten Wakatobi, 2012a). Untuk
menyelenggarakan tugas-tugasnya,
Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Wakatobi mempunyai fungsi antara lain: 1) Perumusan kebijakan teknis di bidang lingkungan hidup. 2) Pemberian dukungan penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang pengendalian dan pelestarian lingkungan hidup. 3) Pengkoordinasian, pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang lingkungan hidup. 4) Pelaksanaan
dan
pengkoordinasian
kegiatan
pengawasan,
pengendalian dan pengelolaan lingkungan hidup dan pelestariannya. 5) Pelaksanaan dan pegkoordinasian AMDAL, pemberian rekomendasi ijin kelayakan lingkungan terhadap jenis usaha dan atau kegiatan eksploitasi SDA berdasarkan kriteria kelayakan lingkungan (BLH Kabupaten Wakatobi, 2012).
110
(5) Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan (PKP2) Dinas ini khususnya bidang kehutanan merupakan SKPD yang berkaitan dengan pengelolaan ekosistem mangrove. Oleh karena itu SKPD ini merupakan salah satu SKPD yang dapat berkolaborasi dengan Balai Taman Nasional Wakatobi. Dinas
Pertanian,
Kehutanan,
Perkebunan
dan
Peternakan
Kabupaten Wakatobi dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Perangkat Daerah (Dinas PKP2, 2013). Dinas PKP2
mempunyai fungsi: 1. Perumusan
kebijakan teknis
di bidang Pertanian, Kehutanan,
Perkebunan dan Peternakan; 2. Pelaksanaan urusan pemerintahan Daerah dan pelayanan umum dibidang Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan; 3. Pembinaan UPTD dan kelompok jabatan fungsional; 4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. (6) Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman dan Pemadam kebakaran (TRKP3K) Dinas ini berperan dalam menyusun tata ruang wilayah di Wakatobi. Zonasi Taman Nasional merupakan penataan ruang yang dilakukan oleh Balai TN Wakatobi. Secara teknis dinas inilah yang memiliki kemampuan menyusun tata ruang, termasuk mengakomodir zonasi TN Wakatobi kedalam RTRW Kabupaten Wakatobi. Dengan demikian, dinas ini
111
mempunyai
peran
bagaimana
mengendalikan
pemanfaatan
ruang
khususnya di perairan. Oleh karena itulah dinas ini mempunyai peran dalam pengelolaan SDAH secara lestari. Dinas Tata Ruang KP3K (2012) menyatakan bahwa dinas ini dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi Nomor 5 Tahun 2008 Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Wakatobi. Dinas Tata Ruang dan KP3K Kabupaten Wakatobi mempunyai fungsi: 1. Merumuskan kebijakan teknis di bidang penataan ruang, penataan bangunan, pengelolaan kebersihan, pertamanan dan pemakaman serta pencegahan dan pengendalian ancaman bahaya kebakaran; 2. Pemberian
pelayanan
perizinan
dan
pelayanan
umum
penyelenggaraan pemerintah kabupaten yang terkait penataan ruang, penataan bangunan, pengelolaan kebersihan, pemakaman dan pencegahan dan pengendalian ancaman bahaya kebakaran; 3. Pengelolaan urusan kesekretariatan; 4. Pembinaan kelompok jabatan fungsional; dan 5. Pelaksanaan fungsi lain yang ditugaskan oleh Bupati. 7. Norma Pengelolaan SDAH Secara Lestari a. Aturan Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati di Kawasan Konservasi Secara umum, undang-undang yang berlaku dalam pengelolaan sumber daya alam hayati di Kawasan Konservasi Laut (Khususnya di Taman Nasional Wakatobi) yaitu sebagaimana disajikan pada tabel 20.
112
Tabel 20. Undang-Undang yang Berlaku Pada Taman Nasional dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi Balai T N Wakatobi -
Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Kewenangan ada di Balai TN Wakatobi)
Pemerintah Kabupaten Wakatobi -
-
-
Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Kewenangan ada di Dinas Kelautan dan Perikanan) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Kewenangan ada di Dinas Kelautan dan Perikanan) UU No. 45 tahun 2009 tentang Perubahan UU 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Kewenangan ada di Dinas Kelautan dan Perikanan) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) (Kewenangan ada di Badan Lingkungan Hidup)
(1) Undang-Undang No. 5 tahun 1990 te ntang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Dalam pengelolaan sumber daya alam baik flora dan fauna perlu berdasarkan prinsip-prinsip konservasi. Berdasarkan UU ini (Pasal 5), konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan:
perlindungan
sistem
penyangga
kehidupan;
pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1990 menjelaskan tentang larangan kepada masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang merusak atau tanpa ijin khususnya untuk tumbuhan-tumbuhan yang dilindungi. Pasal 33 UU No. 5 Tahun 1990 juga mengatur tentang dilarangnya kegiatan-kegiatan yang merusak di Kawasan Konservasi. Berikut adalah larangan pasal 33 yang dimaksud: “(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional; (2) Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli; (3) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi
113
zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.” (2)
Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Undang-Undang ini mengatur tentang konservasi dalam pengelolaan
pesisir dan pulau-pulau kecil. Dalam Pasal 28 dinyatakan bahwa: “Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diselenggarakan untuk menjaga kelestarian Ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, melindungi alur migrasi ikan dan biota laut lain, melindungi habitat biota laut dan melindungi situs budaya tradisional” Sedangkan Ayat (2) Pasal 28 UU ini menyatakan bahwa untuk kepentingan konservasi sebagian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dapat ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi untuk melindungi sumber daya ikan, tempat persinggahan dan/atau alur migrasi biota laut lain, wilayah yang diatur oleh adat tertentu, dan ekosistem pesisir yang unik dan/atau rentan terhadap perubahan. Pasal 35 UU No. 27 Tahun 2007 ini mengatur tentang beberapa kegiatan yang dilarang dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil, dimana setiap orang baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang untuk melakukan perusakan terhadap terumbu karang, mangrove lamun, menggunakan bahan peledak, bahan beracun, dan/atau bahan lain yang merusak ekosistem tersebut.
(3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 20 04 tentang Perikanan Undang-Undang ini mengatur upaya konservasi sumber daya ikan sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 ayat (8) yaitu : “Konservasi sumber daya ikan adalah upaya perlindungan,
114
pelestarian dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas niai dan keanekaragaman sumber daya ikan”. Pasal
8
Undang-Undang
tersebut
merupakan
larangan
melaksanakan kegiatan perusakan. Salah satu larangannya yaitu setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. (4) UU No. 45 ta hun 2009 tentang Perubahan UU 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Undang-Undang ini mengatur tentang pelarangan kegiatan dan penggunaan alat yang merusak dalam penangkapan ikan. Berikut adalah pasal 9 Undang-Undang No.45 Tahun 2009: “(1) Setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. (2) Ketentuan mengenai alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri”. (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Pasal
1
butir
(18)
Undang-Undang
ini
menyatakan
bahwa
Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan
115
ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. Upaya-upaya konservasi SDA menurut UU ini dinyatakan pada Pasal 57 khususnya butir (2) yang menyatakan bahwa konservasi sumber daya alam meliputi kegiatan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari. b. Mekanisme Perlindungan SDAH Berikut adalah beberapa mekanisme pengamanan di Kawasan Taman Nasional Wakatobi (BTNW, 2005). (1) Patroli Pengamanan Secara umum tujuan dari patroli pengamanan adalah untuk melakukan pengawasan dan pencegahan serta pembinaan kepada masyarakat supaya menghindarkan perbuatan yang bersifat melawan hukum di dalam kawasan konservasi. Kegiatan ini terdiri dari patroli rutin dan patroli periodik. (a) Patroli Rutin Kegiatan ini adalah pengamanan yang dilakukan polhut melalui koordinasi kepala seksi/sub seksi/resort secara rutin sesuai dengan kondisi di lapangan. Termasuk dalam patroli rutin ada lah kunjungan ke desa-desa dan wilayah-wilayah pesisir untuk melakukan pemantauan tentang pola pemanfaatan hasil laut, menganalisa situasi sosial ekonomi dan keamanan secara langsung atau melalui informan, melakukan pembinaan, mensosialisasikan peraturan dan kebijakan, menampung
116
masukan dan keluhan dari masyarakat.
Apabila memungkinkan patroli
rutin juga diadakan di laut dengan dukungan transportasi yang memadai. Pola pelaksanaan kegiatan patroli rutin adalah beregu atau kelompok dengan jumlah personil minimal 3 (tiga) orang yang terdiri dari nahkoda, navigator dan pemantau situasi. (b) Patroli Periodik Patroli ini dilaksanakan secara periodik sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh kepala Balai Taman Nasional Wakatobi. Pola pelaksanaan kegiatan patroli periodik adalah beregu atau kelompok dengan jumlah personil polhut minimal 5 (lima) orang yang bersifat mobile ke seluruh kawasan dengan menggunakan Kapal Apung (FRS) dan didukung oleh speedboat. Patroli ini dilakukan setidak-tidaknya 2 kali per bulan selama 10 hari per perjalanan patroli/trip. Selain personil BTNW patroli periodik dilaksanakan dengan melibatkan para pihak seperti Pemda Kabu paten Wakatobi, Polri, TNI maupun masyarakat. (2) Operasi Pengamanan Secara umum tujuan dari operasi pengamanan adalah untuk melakukan upaya penanggulangan tindak pidana secara langsung di lapangan. Kegiatan ini berupa operasi fungsional, operasi gabungan, operasi khusus dan operasi insidentil/mendadak. (a) Operasi Fungsional Operasi ini dilaksanakan secara beregu dengan jumlah personil minimal 5 (lima) orang terdiri dari Ketua Tim dan Anggota.
Pelibatan
117
aparat dari pihak lain dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari hasil kegiatan patroli pengamanan (rutin/periodik) yang didahului dengan operasi intelijen yang dituangkan dalam Rencana Operasi (Renops). (b) Operasi Gabungan Operasi gabungan dilaksanakan secara beregu atau berkelompok dengan jumlah personil minimal 8 (delapan) orang yang berasal dari BTNW dimana salah satunya PPNS dan aparat penegak hukum lainnya seperti Polri, TNI, Kejaksaan maupun Pemda Wakatobi, terdiri dari Ketua Tim (BTNW) dan Anggota. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari hasil kegiatan operasi pengamanan fungsional yang didahuli dengan operasi intelijen yang dituangkan dalam Rencana Operasi (Renops). (c) Operasi Khusus Pola pelaksanaan operasi khusus adalah beregu atau kelompok minimal 10 (sepuluh) orang yang terdiri dari unsur BTNW dimana salah satunya adalah PPNS dan instansi terkait lainnya seperti Pemda Wakatobi, Polri,TNI, Bea Cukai.
Kegiatan ini dilaksanakan atas dasar
pertimbangan khusus dengan ketentuan atas permintaan pimpinan unit pengelola, adanya operasi intelijen yang akurat dan atas perintah Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (d) Operasi Insidentil/Mendadak. Patroli yang dilakukan secara mendadak berdasarkan situasi di lapangan
yang membutuhkan penanganan dengan segera.
Pola
118
pelaksanaan kegiatan patroli insidentil adalah beregu minimal 5 (tiga) orang yang terdiri dari unsur Polhut (Ketua Tim) dan aparat lain (Polri/TNI). (3) Prosedur Penyidikan oleh PPNS 1) Penyidikan dilakukan oleh PPNS Kehutanan dan diarahkan kepada UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 2) Dalam
melakukan
proses
penyidikan,
penyidik
PPNS
selalu
berkoordinasi dengan Penyidik Polri 3) Bagi PPNS yang ditunjuk untuk menangani proses penyidikan akan dilengkapi dengan Surat Perintah Penyidikan oleh Kepala Balai Taman Nasional Wakatobi. 4) Setiap kasus yang diproses harus diikuti sampai dengan tingkat peradilan. 5) Tindakan pertama oleh petugas keamanan di TKP (Tempat Kejadian perkara) sesuai modus operandi. Berikut adalah tabel beberapa tindakan pertama oleh petugas keamanan menurut beberapa modus operandi. Tabel 21. Tindakan Pertama Oleh Petugas Keamanan Menurut Modus Operandi No. 1.
ModusOperandi Pelaku sedang melakukan salah satu kegiatan berikut(di dalam zona inti Taman Nasional): (1) menangkap ikan dengan alat tangkap apapun, (2) mengambil/ mendongkel terumbu karang, (3) memancangkan jangkar pada terumbu karang,
TindakanPertama 1) Menangkap pelaku untuk didengar keterangannya secara langsung. 2) Menganalisis kegiatan pelaku berdasarkan pasal 33 ayat (1), jo pasal 40 ayat (1) atau ayat (3) Undang-undang No 5 Tahun 1990. 3) Melakukan penyidikan langsung di TKP (Tempat Kejadian perkara) apabila di dalam Tim terdapat PPNS. 4) Mengamankan barang bukti berupa kapal, alat tangkap ikan, senjata, dan benda lain yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau hasil tindak pidana untuk kepentingan persidangan di Pengadilan.
119
Lanjutan Tabel 21 No.
2.
3.
ModusOperandi
TindakanPertama
(4) melakukan pencemaran 5) (5) mendirikan bangunan, (6) menginjak-injak terumbu karang Pelaku sedang melakukan 1) salah satu kegiatan berupa (di dalam kawasan Taman Nasional (laut) di luar zona inti): 2) menangkap ikan dengan alat tangkap racun / bahan 3) peledak / listrik, 4) mengambil / mendongkel 5) terumbu karang, memancangkan jangkar pada terumbu karang, melakukan pencemaran, 6) mendirikan bangunan, menginjak-injak terumbu karang. Pelaku sedang melakukan 1) kegiatan berupa merusak atau menghilangkan rambu- rambu, 2) papan peringatan, papan nama, tanda batas kawasan, di dalam kawasan konservasi
3) 4) 5)
6) 4.
5
Pelaku sedang melakukan penangkapan/ penampungan/memperniagakan biota laut dilindungi di dalam kawasan konservasi taman nasional
1)
Pelaku sedang melakukan penangkapan/penampungan ikan tanpa dilengkapi dengan dokumen yang sah (SIUP, SIPI, SIKPI) di dalam kawasan konservasi taman nasional
1)
2) 3)
2) 3) 4)
Melengkapi semua tindakan dengan BAP
Menangkap langsung.
pelaku
untuk
didengar
keterangannya
secara
Menganalisis berdasarkan pasal 33No ayat (3), jo pasal 40 ayatkegiatan (2) atau pelaku ayat (4) undang – undang 5 Tahun 1990. Melakukan penyidikan di TKP, apabila dalam tim terdapat PPNS. Melalui pihak penyidik Polri bila perlu dilakukan penahanan. Mengamankan barang bukti berupa kapal, alat tangkap ikan, senjata, dan benda lain yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau hasil tindak pidana untuk kepentingan parsidangan di Pengadilan. Melengkapi semua tindakan dengan BAP.
Menangkap pelaku untuk didengar keterangannya secara langsung. Menganalisis kegiatan pelaku berdasarkan Kitab Undang – undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan pasal 50 ayat (1) jo pasal 78 ayat (1) Undang – Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Melakukan penyidikan di TKP (Tempat Kejadian Perkara), apabila dalam tim terdapat PPNS. Melalui pihak penyidik Polri bila perlu dilakukan penahanan. Mengamankan barang bukti berupa kapal, alat tangkap ikan, senjata, dan benda lain yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau hasil tindak pidana untuk kepentingan parsidangan di Pengadilan. Melengkapi semua tindakan dengan BAP. Menangkap pelaku untuk didengar keterangannya secara langsung. Menganalisis kegiatan pelaku berdasarkan pasal 21 ayat (1) atau (2), jo pasal 40 ayat (4) Undang -Undang Nomor 5 Tahun 1990. Menyerahkan pelaku dilengkapi / bersama-sama dengan barang buktinya kepada Penyidik POLRI atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kehutanan. Melengkapi semua tindakan dengan BAP. Menangkap pelaku untuk didengar keterangannya secara langsung. Menganalisis kegiatan pelaku berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU Nomor 31 tahun 2004 yang berkaitan dengan perijinan. Menyerahkan pelaku dilengkapi / bersama-sama dengan barang buktinya kepada Penyidik POLRI atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan. Melengkapi semua tindakan dengan BAP.
Sumber: BTNW (2005)
Menurut Balai TN Wakatobi (2013b), terdapat kendala dalam penanganan kasus yaitu biaya penanganan kasus dapat dicairkan jika berkas kasus/perkara telah lengkap (statusnya P.21). Ketentuan tersebut
120
tentu menghambat pelaksanaan penanganan kasus karena untuk menuju P.21 diperlukan dana seperti biaya pemanggilan saksi, konsumsi tersangka, uji laboratorium, dan lain sebaginya.
c. Mekanisme Pengawetan SDAH Kegiatan pengawetan terdiri dari pemantauan (monitoring sumber daya penting), dilakukan untuk mengetahui kondisi terkini dari SDAH yang dikelola. Berikut adalah beberapa mekanisme pengawetan SDAH (BTNW, 2013c). (1) Monitoring Kesehatan Karang (Reef Hea lth Mon itorin g ) Kesehatan terumbu karang diukur melalui suatu penilaian struktur bentos (karang, invertebrata lainnya dan penutupan alga) dan komunitas ikan. Jika monitoring kesehatan karang dilakukan secara periodik dengan menggunakan metode yang sama maka dapat memberikan informasi mengenai keefektifan zonasi yang telah ada (kawasan konservasi laut), terutama untuk melindungi kesehatan dan keanekaragaman hayati komunitas bentos, mempertahankan atau meningkatkan kelimpahan, ukuran dan biomassa ikan karang, khususnya jenis-jenis yang menjadi target nelayan lokal atau nelayan komersial. Tujuan, waktu dan tim pelaksana monitoring kesehatan karang disajikan pada Tabel 22.
121
Tabel 22.
Tujuan, Waktu dan Tim Pelaksana Monitoring Kesehatan Karang
T ujuanM onitoring
WaktuP elaksanaan
Mengumpulkan data tentang: Tutupan bentos (life forms), yang meliputi
Dilakukan satu kali dalam 1 sampai 2 tahun Karena ukuran dan kelimpahan ikan dapat bervariasi setiap musim, maka sampling lebih baik jika dilakukan dalam bulan atau musim yang sama setiap kali dilakukan pengulangan
karang keras, karang lunak, substrat menetap, substrat bergerak, makroalga, karang memutih, dan sampling. Monitoring kategori bentos kesehatan karang di Taman lainnya. Nasional Wakatobi yang telah Kelimpahan dilakukan sejak tahun 2009(densitas) dan 2012 adalah pada bulan Aprilbiomassa ikan Mei karang herbivora dan karnivora Sumber: Balai TN Wakatob i (2013c)
T i m Pe l a k s a n a Pelaksana: 6 (enam) orang dalam 1 tim, yaitu 2 orang pencatat data karang di kedalaman 3 dan 10 m, 2 orang pencatat ikan kecil dan ikan besar, 2 orang roll master masing-masing di kedalaman 3 dan 10 m. Tim monitoring tersebut terdiri dari unsur Polisi Kehutanan, Pengendali Ekosistem Hutan, Penyuluh Kehutanan atau petugas yang ditunjuk
(2) Monitoring Lamun Monitoring
lamun
bertujuan
untuk
mengetahui
persentase
penutupan lamun, persentase komposisi spesies Lamun, persentase penutupan alga, komposisi sedimen, kehadiran makrofauna, tinggi kanopi, serta dapat mengetahui kondisi ekosistem lamun setiap periode tertentu sebagai salah satu indikator menilai efektivitas pengelolaan Taman Nasional Wakatobi (Balai TN Wakatobi, 2013c). Tujuan, waktu dan tim pelaksana monitoring lamun disajikan pada Tabel 23. Tabel 23. Tujuan, Waktu dan Tim Pelaksana Monitoring Lamun TujuanMonitoring Mengumpulkan tentang:
data
mengetahui persentase penutupan lamun, persentase komposisi spesies lamun, persentase penutupan alga,
WaktuP elaksanaan
T i m Pe l a k s a n a
Idealnya dilakukan dua kali dalam setahun yaitu antara
Pelaksana: 5 (lima) orang dalam 1 tim
bulan Mei-Juni dan OktoberNopember, jika kondisi tidak memungkinkan karena keterbatasan sumber daya (dana dan sumber daya manusia), maka pelaksanaan
yaitu 1 orang sebagai penentu arah transek menggunakan kompas dan pengambilan data koordinat GPS serta pengambil gambar, 1 orang memasang roll meter dan
122
Lanjutan Tabel 23 TujuanM onitoring
WaktuP elaksanaan kegiatan monitoring minimal dilaksanakan sekali dalam setahun dengan memilih waktu salah satu dari yang disebutkan diatas
komposisi sedimen, kehadiran makrofauna, tinggi kanopi
Tim Pelaksana sekaligus memasang patok yang telah dipetakan oleh tim kompas/GPS, 1 orang sebagai tally sheet pencatat data sekaligus mengestimasi tutupan persentase lamunpengidentifikasi dan alga, 1 orang sebagai jenis lamun, dan 1 orang mengukur tinggi kanopi
Sumber: Balai TN Wakatobi (2013c)
(3) Monitoring Mangrove Balai TN Wakatobi (2013c) menyatakan bahwa monitoring mangrove sebaiknya dilakukan di seluruh lokasi hutan mangrove, agar diperoleh data secara lengkap dan spesifik tentang kondisi masing-masing hutan mangrove yang ada dalam kawasan. Pelaksanaan monitoring mangrove sebaiknya dilakukan pada saat air laut surut, namun untuk kondisi hutan mangrove yang berlumpur dan luas sebaiknya dilakukan pada saat air laut pasang. Tabel tujuan, waktu dan tim pela ksana monitoring mangrove disajikan pada Tabel 24. Tabel 24. Tujuan, Waktu dan Tim Pelaksana Monitoring Mangrove TujuanM onitoring Mengumpulkan data tentang: Jenis, sebaran dan kerapatan mangrove Kondisi habitat ekosistem mangrove (tipe substrat, salinitas, biota laut, jenis gangguan)
WaktuP elaksanaan
Monitoring mangrove dapat dilakukan setiap satu atau dua tahun sekali dengan asumsi bahwa rentang waktu tersebut dianggap cukup untuk melihat perubahan yang terjadi dalam hutan mangrove
Disarankan untuk dapat melakukan monitoring setiap tahun sekali, terutama hutan mangrove yang masuk dalam zona inti dan zona perlindungan bahari, namun tentunya perlu mempertimbangkan ketersedian
T i m Pe l a k s a n a Pelaksana: minimal 6 (enam) orang dengan pembagian tugas: 1 orang bertugas membuat jalur transek dan memasang roll meter 1 orang bertugas membuat -
transek kuadrat 1 orang bertugas identifikasi jenis dan mencatat data 2 orang ertugas mengukur tinggi dan diameter tegakan pohon dan mengestimasi
123
Lanjutan Tabel 24 TujuanM onitoring
WaktuP elaksanaan
T i m Pe l a k s a n a
sumber daya yang ada -
tutupan kanopi 1 orang bertugas membawa logistik dan mengambil titik koordinat dan dokumentasi
Sumber: Balai TN Wakatob i (2013c)
(4) Monitoring Aggregat
Lokasi
Pemijahan
Ikan
/
SPAGs
( Spaw ni ng
ion S ite)
Balai TN Wakatobi (2013c) menyatakan bahwa meningkatnya perdagangan ikan karang hidup dan penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan sejak awal tahun 1990-an memicu penurunan populasi ikan target di banyak tempat di Indonesia. Keberadaan lokasi pemijahan (SPAGS, Spawning Aggregation Site) ikan karang hidup menjadi terancam karena meningkatnya penangkapan ikan-ikan tersebut untuk memenuhi
permintaan
pasar.
Kegiatan
monitoring
SPAGs
dapat
bermanfaat untuk me ngurangi tekanan seperti illegal fishing karena meningkatnya kehadiran petugas di lokasi pemijahan ikan. Balai TN Wakatobi (2013c) juga menyatakan bahwa hasil pemantauan SPAGS dapat digunakan sebagai penilaian dasar untuk menentukan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi laut dan jika dilakukan secara periodik dengan menggunakan metode yang sama, maka akan memberikan informasi mengenai keefektifan pengelolaan kawasan konservasi laut. Tujuan, waktu dan tim pelak sana monitoring SPAGs disajikan pada Tabel 25.
124
Tabel 25. Tujuan, Waktu dan Tim Pelaksana Monitoring SPAGs Tujuan Monitoring Mengumpulkan data tentang: Mengetahui sebaran lokasi pemijahan ikan (SPAGS).
Waktu Pelaksanaan
Mengetahui jumlah ikan per spesies yang ditemukan pada masing-masing lokasi pemijahan ikan. Mengetahui jumlah ikan berdasarkan kelas ukuran di masing-masing lokasi pemijahan.
Tim Pelaksana
Pelaksanaan monitoring SPAGS idealnya dilaksanakan setiap bulan, yaitu pada saat bulan purnama tepatnya antara 2 hari sebelum purnama, pada
Pelaksana: minimal 5 (lima) orang terdiri dari 1 orang pencatat jumlah ikan, 1 orang pencatat estimasi panjang dan tingkah
saat purnama, dan 2 hari sesudah purnama. Jika terdapat keterbatasan sumber daya (tenaga, dana, waktu) atau cuaca yang tidak mendukung, waktu monitoring dipilih terutama pada saat musim pemijahan (peak season), yaitu pada bulan April, Mei, September, Oktober, November, Desember
laku ikan, 1 orang pengambil gambar/video, 2 orang pencatat data titik koordinat diatas kapal dan membantu tim penyelam pada saat akan dan selesai melakukan penyelaman. Tim monitoring terdiri dari personil Balai Taman Nasional Wakatobi yang mempunyai kualifikasi selam minimal tingkat Advanced dan telah mengikuti pelatihan monitoring SPAGS
Sumber: Balai TN Wakatob i (2013c)
(5) Monitoring Pe nyu Balai TN Wakatobi (2013c) menyatakan bahwa penyu laut telah lama menjadi sasaran perburuan manusia, mulai dari penyu yang menuju pantai peneluran, telur penyu yang ada di dalam sarang sampai penyu yang berada di laut lepas. Alasan utama kegiatan perburuan biota ini pada umumnya karena nilai ekonomis yang tinggi dari biota tersebut. Monitoring penyu merupakan salah satu langkah dalam menggali informasi yang akan berguna bagi upaya pengelolaan. Pengamatan secara periodik dan dalam jangka panjang dapat menilai tingkat efektifitas pengelolaan kawasan konservasi terutama habitat penyu. Tujuan, waktu dan tim pelaksana monitoring penyu disajikan pada Tabel 26.
125
Tabel 26. Tujuan, Waktu dan Tim Pelaksana Monitoring Penyu Tujuan Monitoring
Waktu Pelaksanaan
1. Mengetahui keragaman jenis penyu. 2. Mengetahui sebaran habitat penyu.
3. Mengetahui luasan habitat. 4. Mengumpulkan data jumlah penyu yang naik ke pantai peneluran dan jumlah penyu yang bertelur. 5. Mengetahui jumlah telur per sarang dan tingkat keberhasilan penetasan telur penyu.
idealnya dilakukan setiap bulan, namun dengan pertimbangan cuaca disarankan untuk melakukan monitoring pada musim teduh, yaitu pada bulan MaretMei dan September-Desember.
Disarankan untuk mengambil data 5 hari di setiap lokasi untuk satu kali pengamatan, namun perlu juga mempertimbangkan ketersediaan sumber daya baik SDM, dana maupun waktu. Pengamatan penyu yang naik ke pantai peneluran dilakukan terutama pada saat bulan purnama. Jika pengamatan tidak dilakukan pada saat bulan purnama, maka disarankan dilakukan pada malam hari (pukul 22.00 - 05.00) atau pagi hari (pukul 06.00 09.00), terutama pada saat air laut pasang tertinggi Sumber: Balai TN Wakatob i (2013c)
Tim Pelaksana Pelaksana: minimal 3 (tiga) orang personil dalam 1 tim, yaitu 1 orang sebagai pengamat, 1 orang
sebagai pencatat, 1 orang pengukur. Personil tersebut terdiri dari unsur Pengendali Ekosistem Hutan, Polisi Kehutanan, Penyuluh Kehutanan atau petugas yang ditunjuk.
(6) Monitoring Buru ng Pant ai/Laut Balai TN Wakatobi (2013c) menyatakan bahwa keberadaan burung pantai/laut telah dijadikan sebagai salah satu indikator keanekaragaman hayati. Upaya konservasi burung dapat dilakukan jika informasi tentang kehidupan burung tersedia, dimana untuk mendapatkannya perlu dilakukan monitoring. Monitoring ini sangat berguna untuk menyusun strategi pelestarian keanekaragaman hayati. Pengamatan secara periodik dalam jangka panjang dapat bermanfaat bagi pengelola, salah satunya untuk mengukur tingkat efektivitas pengelolaan kawasan. Tabel tujuan, waktu dan tim pelaksana monitoring burung disajikan pada Tabel 27.
126
Tabel 27.
Tujuan, Waktu Pantai/Laut
Tujuan Monitoring 1. Mengetahui keragaman dan kelimpahan jenis burung pantai/laut 2. Mengetahui sebaran habitat burung pantai/laut 3. Mengetahui trend keragaman dan kelimpahan jenis burung pantai/laut 4. Memprediksi populasi burung pantai/laut (jika luasan habitat burung diketahui)
dan Tim Pelaksana Monitoring Burung
Waktu Pelaksanaan
Idealnya dilakukan 2 kali dalam 1 tahun yang mewakili 2 musim yang berbeda, yaitu musim timur (Juli-Agustus) dan musim barat (April-Mei) Jika cuaca tidak memungkinkan, terutama di lokasi yang jauh dari pulau utama, maka pengamatan burung dapat dilakukan pada saat musim teduh (sebagai contoh pengamatan burung di Moromaho dilakukan pada bulan November).
Tim Pelaksana Pelaksana: 5 (lima) orang dalam 1 tim, yaitu 1 orang sebagai pengamat, 1 orang sebagai pencatat, 1 orang pemegang buku identifikasi, dan 2 orang pengukur jarak lintasan transek. Tim monitoring tersebut terdiri dari unsur Pengendali Ekosistem Hutan, Polisi Kehutanan, Penyuluh Kehutanan atau petugas yang ditunjuk oleh Kepala Balai
Disarankan untuk dilakukan pada dua waktu, yaitu pagi dan sore hari. Pagi hari sekitar pukul 05.30 - 09.00 Wita, sedangkan sore hari sekitar pukul 15.30 - 18.00 Wita Sumber: Balai TN Wakatob i (2013c)
(7) Monitoring Cetacean Balai
TN
Wakatobi
(2013c)
menyatakan
bahwa
perhatian
masyarakat dunia saat ini sudah tertuju pada penyebaran, pola migrasi dan kelestarian cetacean karena makin menurunnya populasi cetacean akibat dari pengaruh aktifitas manusia, resiko dari adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Hal ini yang mendorong beberapa organisasi baik internasional (IUCN, CITES) maupun nasional menetapkan cetacean sebagai biota laut dilindungi (PP No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa). Monitoring merupakan salah satu cara untuk mengumpulkan informasi yang berguna bagi upaya pengelolaan biota ini. Tujuan, waktu dan tim pelaksana monitoring cetacean disajikan pada Tabel 28.
127
Tabel 28. Tujuan, Waktu dan Tim Pelaksana Monitoring Cetacean Tujuan Monitoring 1. Mengetahui keragaman jenis cetacean (berdasarkan kelompok maupun per
Waktu Pelaksanaan
spesies) 2. Mengetahui jumlah perjumpaan cetacean (per pengamatan, per bulan, per tahun) 3. Mengetahui sebaran habitat cetacean (menurut jenis; berdasarkan tahun)
Dapat dilakukan mengikuti trip kegiatan monitoring lainnya, karena pengamatannya bersifat insidental ( occasional observation ). Namun demikian, dengan memperhatikan kondisi musim di Wakatobi yang tidak sepanjang tahun teduh, maka pemilihan waktu monitoring disarankan pada bulan-bulan teduh, yaitu bulan April, Mei, Juni, September, Oktober dan November. Umumnya kegiatan monitoring cetacean dilakukan pada pagi hari sampai sore hari (pukul 06.00-18.00), mengingat pengamatan biota ini membutuhkan pencahayaan yang baik.
Tim Pelaksana
5 orang personil dengan pembagian tugas: 3 orang pengamat (depan, kanan dan kiri), 1 orang pencatat tally sheet, dan 1 orang pencatat titik koordinat dan pengambil dokumentasi (foto, video). Pengamat seharusnya personil yang telah mempelajari jenis dan tingkah laku dari spesies cetacea. Tim ini terdiri dari unsur Pengendali Ekosistem Hutan, Polisi Hutan, dan Penyuluh Kehutanan lingkup Balai Taman Nasional yang berkompeten dibidangnya serta personil lain yang ditugaskan.
Sumber: Balai TN Wakatob i (2013c)
c. Mekanisme Pemanfaatan Sumber Daya Alam Hayati secara Les tari Pemanfaatan secara lestari SDAH diantaranya yaitu melalui kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, kegiatan wisata, pengusahaan pariwisata alam, pembuatan film dan ekspedisi. Adapun Mekanisme dan aturan pengelolaan kegiatan pariwisata (ijin masuk kawasan dan ijin pengusahaan pariwisata alam) adalah sebagai berikut. (1) Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) No. P. 7/IV-Set/2011 tentang tata cara masuk Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru (merupakan pengganti peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Dirjen PHKA No.192 SK. 192/IV-Set/Ho/2006) Peraturan ini mengatur tentang ijin masuk kawasan untuk kegiatankegiatan tertentu. Ijin masuk kawasan konservasi dilakukan melalui
128
penerbitan SIMAKSI (surat ijin masuk kawasan konservasi). Ada beberapa kegiatan yang diatur oleh peraturan tersebut yaitu penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan dan pendidikan, pembuatan film komersial, pembuatan film non kome rsial, pembuatan film dokumenter, ekspedisi, dan jurnalistik. Setiap pengunjung yang akan melakukan salah satu kegiatan yang diatur peraturan tersebut harus mengurus ijin SIMAKSI ke Kantor Balai TN Wakatobi. Bagi pengunjung untuk berwisata, tidak diperlukan mengurus SIMAKSI. Ketentuan pemberian SIMAKSI menurut peraturan ini yaitu:
SIMAKSI
untuk
WNI
yang
akan
melakukan
kegiatan-kegiatan
sebagaimana disebutkan diatas diterbitkan oleh Kepala UPT/Balai Taman Nasional.
SIMAKSI bagi WNA dan WNI yang memiliki keterkaitan kerja dengan pihak asing untuk 1 (satu) lokasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) diterbitkan oleh Kepala UPT/Balai Taman Nasional.
SIMAKSI bagi WNA dan WNI yang memiliki keterkaitan kerja dengan pihak asing untuk lebih dari 1 lokasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) diterbitkan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal.
(2) Peraturan Pemerintah No. 59 tahun 1998 te ntang Jenis tarif PNBP yang berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan Peraturan ini mengatur tentang besaran tarif Pe nerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di Kementerian Kehutanan, sedangkan untuk penerapannya pada taman nasional didasarkan pada
Peraturan
129
Menteri Kehutanan No. P.11/Menhut-II/2007 tentang Pembagian Rayon di Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam dan Taman Buru Dalam Rangka Pengenaan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Berikut adalah tarif PNBP bagi Taman Nasional Rayon I. Pemberlakukan ini dilaksanakan sejak tahun 2008 berdasarkan Surat Kepala Balai TN Wakatobi Kepada Bupati Wakatobi No. S.450/BTNW-1/Pf/2008 tanggal 30 Mei 2008 tentang Pemberlakuan PP 59 tahun 1998. Tabel 29. Tarif PNBP Yang Berlaku di Kawasan Konservasi berdasarkan PP No. 59 Tahun 1998* J e n i sP N B P
No. I
II
Pengunjung Wisatawan Mancanegara Wisatawan Nusantara Peneliti Mancanegara a) 1-15 hari / ½ bulan b) 16-30 hari/ 1 bulan c) 1-6 bulan/ ½ tahun d) ½ -1 tahun e) di atas 1 tahun Nusantara a) 1-15 hari/ ½ bulan b) 16-30 hari/ 1 bulan c) 1-6 bulan/ ½ tahun d) ½ -1 tahun e) di atas 1 tahun
S atu an
Ta r i fP e r s a t ua n( R p . )
Orang Orang
20.000 2.500
Orang Orang Orang Orang Orang
100.000 200.000 400.000 600.000 800.000
Orang Orang Orang Orang Orang
45.000 75.000 125.000 200.000 250.000
Buah Buah Buah
50.000 75.000 100.000
III
IV
V
Kendaraan Air a) Kapal Motor s/d 40 PK b) Kapal Motor 41-80 PK c) Kapal Motor diatas 80 PK Pengambilan/Snapshoot 1) Wisatawan Mancanegara Film komersial Video Komersial Handycam Foto 2) Wisatawan Nusantara Film komersial Video Komersial Handycam Foto
Olah Raga/Rekreasi Alam Bebas Wisatawan Mancanegara Menyelam Snorkeling Berkemah Kano
Sekali masuk Dokumen cerita Non komersial Non komersial
3.000.000 2.500.000 150.000 50.000
Sekali masuk
2.000.000
Dokumen cerita Non komersial Non komersial
1.500.000 15.000 5.000
1 jam 1 jam 1 jam 1 jam
75.000 60.000 30.000 40.000
130
Lanjutan Tabel 29 N o.
J e n i sP N B P
S atu an
Selancar Wisatawan Nusantara Menyelam Snorkeling Berkemah
Kano Selancar
Ta r i fP e r s a t u a n( R p . )
1 jam
60.000
1 1 1 1 1 1
50.000 40.000 20.000 25.000 40.000
jam jam jam jam jam jam
Sumber: PP 59 Tahun 1998 dan Balai TN Wakatobi 2008 *Ket: belum sepenuhnya diterapkan Balai TNW, hanya entrance fee untuk wisatawan dan film komersial yang telah diterapkan.
(3) Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2010 dan Peraturan Menteri Kehutanan No. 48 tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam Berdasarkan kedua peraturan ini, arti dari pariwisata alam adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam, termasuk usaha pemanfaatan obyek dan daya tarik serta usaha-usaha yang terkait dengan wisata alam. Sedangkan pengertian pengusahaan pariwisata alam adalah suatu kegiatan untuk menyelenggarakan usaha pariwisata alam di suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam berdasarkan rencana pengelolaan (PP 36/2010 Pasal 1 butir 3, dan Permenhut 48/2010 Pasal 1 butir 1). Berdasarkan kedua peraturan ini, pengusahaan pariwisata alam meliputi: a. usaha penyediaan jasa wisata alam, meliputi: informasi pariwisata, pramuwisata,
transportasi,
perjalanan wisata, ci nderamata
dan
makanan dan minuman (Pasal 8 Permenhut 48/2010). b. usaha penyediaan sarana wisata alam, meliputi: wisata tirta; akomodasi; transportasi dan wisata petualangan (Pasal 8 Permenhut
131
48/2010). Pemberian ijin pengusahaan pariwisata alam dalam bentuk IUPJWA (Ijin Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam) dan IUPSWA (Ijin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam). Permohonan IUPJWA di taman nasional diajukan oleh pemohon kepada Kepala UPT, dengan tembusan kepada Kepala SKPD yang membidangi urusan kepariwisataan setempat (Pasal 11 Permenhut 48/2010) sedangkan untuk permohonan IUPSWA diajukan kepada Menteri Kehutanan. Sementara aturan mengenai pemanfaatan lestari oleh Pemerintah Kabupaten Wakatobi adalah sebagai berikut: (1) Peraturan Da erah Kabupaten Wa katobi No. 18 ta hun 2013 ten tang Retribusi Ijin Usaha Pe rikanan Perda ini mengatur tentang retribusi izin usaha perikanan, pasal 6 Perda ini menyatakan bahwa setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan usaha perikanan di daerah wajib memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) yang dibe rikan Bupati. Namun terdapat pengecualian atas ketentuan tersebut, yaitu orang dan atau instansi pemerintah yang melaksanakan kegiatan penelitian dan bagi masayarakat lokal yang termasuk kategori nelayan kecil dan pembudidaya ikan skala kecil yang melakukan
penangkapan,
pembudidayaan,
pengangkutan,
dan
pengolahan ikan. Selanjutnya pasal 7 menyatakan bahwa setiap kapal perikanan yang melakukan penangkapan ikan atau pengangkutan ikan wajib dilengkapi Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) atau Surat Ijin Kapal
132
Penangkap Ikan (SIKPI) yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah, kecuali bagi kapal ukuran 5 GT kebawah. (2) Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 19 Tahun 2006 tentang Retribusi Ijin Penelitian dan Pemberian Surat Tanda Terima Pemberitahuan Keberdayaan Organisasi Kemasyarakatan, LSM dan Yayasan Peraturan Daerah ini mengatur retribusi izin penelitian baik bagi WNI maupun WNA. Besaran retribusi penelitian disajikan pada Tabel 30. Tabel 30. Retribusi Penelitian berdasarkan Perda Kabupaten Wakatobi No. 19 Tahun 2006 N o. A
IzinPenelitian Peneliti Indonesia
Besarn yaRetribusi(Rupiah)
Program D3 Program S1 Program S2 Program S3 Peneliti Asing
1. 2. 3. 4. B 1. 2. 3. 4. Sumber:
1 s/d 30 hari 31 s/d 60 hari 61 hari s/d 121 hari 122haris/d366hari Perda Kabupaten Wakatobi No. 19 tahun 2006
5.000 10.000 25.000 50.000 250.000 450.000 750.000 1.000.000
(3) Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 15 Tahun 2013 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga Wisata Peraturan ini merupakan pengganti Perda No. 9 Tahun 2005 tentang Retribusi Obyek dan Atraksi Wisata. Perda ini mengatur tentang besaran retribusi kegiatan wisata bahari dan minat khusus kepada Pemerintah Daerah. Besaran retribusi tersebut disajikan pada Tabel 31.
133
Tabel 31.
Retribusi Kegiatan Wisata Berdasarkan Perda Kabupaten Wakatobi No. 15 Tahun 2013
Objek Rekreasi/Aktivitas 1. Wisata Bawah Laut
2. Wisata Atas Air
Jenis Pelayanan/ Golongan tariff
Sa t u a n
Tarif
Menyelam 1. Wisatawan Mancanegara
orang/tahun orang/minggu
250.000 150.000
2. Wisatawan Nusantara 1. Snorkling Mancanegara Nusantara
orang/tahun orang/minggu
150.000 75.000
perkali/orang perkali/orang
10.000 5.000
perunit/perkali masuk
500.000
2. Kendaraan Cruise/Kapal Motor Jetsky 3. Memancing
20.000 perunit/perkali masuk
50.000
Perorang/sekali masuk 3. Pengambilan gambar/ Snapshot
1.
Wisatawan Mancanegara: a. Film Komersial b. Video Komersial c. Foto Komersial 2. Wisatawan Nusantara a. Film Komersial b. Video Komersial c. Foto Komersial
Per judul film Per judul film Pertema
2.000.000 1.500.000 500.000
Per judul film Per judul film Pertema
1.000.000 500.000 100.000
Sumber: Perda Kabupaten Wakat obi No.15 Tahun 2013
(4) Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 5 Tahun 200 9 tentang Pemakaian Alat Tangkap dan atau Alat Bantu Pengambilan Hasil Laut dalam Wilayah Perairan Kabupaten Wakatobi Menurut Perda ini, alat tangkap adalah sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang digunakan untuk mengambil hasil laut sedangkan alat bantu adalah sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang digunakan untuk membantu dalam upaya pengambilan hasil laut. Jenis-jenis alat tangkap dan atau alat-alat bantu pengambilan hasil laut yang dilarang adalah:
134
a. Bahan peledak seperti ammonium dan potassium nitrat atau bom, bahan kimia, racun alami seperti tuba, racun kimia seperti potassium sianida, herbisida dan pestisida dan alat selam lainnya, jarum suntik, penyemprot, ganco dan sejenisnya. b. Alat-alat yang dianggap berpotensi merusak sumber daya laut Kabupaten Wakatobi (5) Permasalahan Pemanfaatan Secara Lestari. (a) Pemungutan karcis masuk ( entrance fee ) yang belum sinergis. Kondisi letak dan luas kawasan TN Wakatobi yang sama persis dengan letak dan luas kawasan Kabupaten Wakatobi menyebabkan peraturan pemerintah No. 59 tahu n 1998 tentang tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kehutanan belum secara menyeluruh dapat diimplementasikan. Hal ini dikarenakan belum ada kolaborasi pengelolaan
pengunjung
secara
bersama-sama. Dengan
demikian
pengenaan tarif PNBP kepada pengunjung wisata pun masih berdasarkan karcis masuk saja dan belum dikenakan pungutan kegiatan/aktivitasnya sebagaimana PP No. 59 Tahun 1998 sendiri. Permasalahan ini masih belum mendapat solusi yang tepat, oleh karena itu perlu desain kolaborasi yang dapat mengakomodir alternatif solusi bagi permasalahan ini. Pengelolaan pengunjung yang belum terintegrasi dengan baik antara Balai TN Wakatobi dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi tentu akan menyebabkan
beberapa
permasalahan
diantaranya
yaitu
adanya
ketidaknyamanan bagi pengunjung yang mendapatkan pungutan masuk
135
baik dari Balai TN Wakatobi maupun dari Pemerintah Kabupaten Wakatobi. (b) Pengelolaan pengunjung baik yang melakukan wisata, penelitian, pendidikan, maupun usaha perikanan belum terintegrasi Taman Nasional memiliki peraturan tentang ijin masuk kawasan sedangkan kabupaten memiliki ijin usaha perikanan. Hal ini masih belum sinergis, dimana ijin masuk kawasan taman nasional pun masih berjalan sendiri-sendiri, begitu juga dengan ijin usaha perikanan. Meskipun SIMAKSI yang diterbitkan Balai Taman Nasional Wakatobi terdapat tembusan kepada Pemerintah Kabupaten Wakatobi, namun hal ini belum optimal, karena sejatinya kalau terkolaborasi ijin SIMAKSI pun harus ada rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten, begitu juga perijinan masuk kawasan baik untuk penelitian khususnya yang terkait dengan penelitian di kawasan laut, seharusnya ada rekomendasi dari Balai Taman Nasional Wakatobi. Jika perijinan ini sudah terkolaborasi, maka tentu akan menciptakan pengelolaan perijinan yang sinergis dan membuat pelayanan yang nyaman bagi pengunjung dan pengusaha. Begitu juga dengan perijinan usaha perikanan yang masih belum terkolaborasi. Hal ini, dapat menimbulkan ketidaknyamanan kepada pengusaha, jika di kemudian hari ada pihak Balai TN Wakatobi yang memeriksa kelengkapan dokumen usahanya di lapangan. Hal ini pernah terjadi sebagaimana yang disampaikan informan A9 pada wawancara tanggal 16 November 2013. “Ijin usaha perikanan tangkap dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, semestinya perlu ada rekomendasi teknis dari Balai Taman Nasional. Ijin tersebut dapat berupa SIUP (surat ijin usaha
136
perikanan untuk budidaya dan pendaftaran alat tangkap) dan SIKPI (surat ijin kapal pengangkut ikan). Kapal dar i luar Wakatobi dapat memperoleh SIKPI di zona pemanfaatan lokal dan juga dapat memperoleh SIUP tetapi hanya untuk di zona pemanfaatan umum. Pernah dijumpai bahwa hasil patroli petugas Balai TNW, terdapat ijin SIUP terhadap kapal pengangkut/penampung dari luar Wakatobi di zona pemanfaatan lokal, padahal mestinya mendapatkan SIKPI saja. Kasus kedua adalah kapal-kapal lokal (yang punya SIUP), tapi ABK nya dari luar Wakatobi, hal ini tentu menjadi suatu permasalahan. Masalah lainnya ada nelayan luar wakatobi yang diberi SIKPI tetapi menangkap ikan karena bawa jaring” Lebih umum lagi informan A1 mengemukakan bahwa: “Mekanisme kerja perlindungan seperti patroli pengawasan baik patroli rutin, mendadak, intelejen, maupun patroli gabungan, dapat berjalan dengan baik. Untuk kegiatan monitoring 8 sumber daya penting pun sama, masih berjalan dengan baik. Namun terkait pengelolaan wisata, baik pengelolaan pengunjung dan pungutan masuk, serta berbagai perijinan (ijin usaha perikanan maupun wisata) memang belum optimal, dan tentu hal ini masih perlu dioptimalkan, dimana perlu ada payung bersama dalam pungutan masuk kawasan, maupun pendataan pengunjungnya. Begitu juga perijinan yang diberikan oleh DKP kepada pengusaha perikanan diperlukan rekomendasi teknis dari Balai TN Wakatobi” (Wawancara tanggal 27 Desember 2013)
Hal diatas didukung oleh informan A3 yaitu sebagai berikut: “Pemungutan PNBP oleh Balai TN Wakatobi dan Pemungutan retribusi oleh Pemda sampai saat ini belum sinergis baik dari segi mekanisme pemungutannya maupun besarannya. Penanganan wisawatan pun belum optimal, padahal Wakatobi banyak didatangi wisatawan lepas, sehingga perlu satu atap dalam pengelolaan pengunjung, khususnya terkait pemungutan PNBP. Begitu juga dengan perijinan usaha perikanan yang diterbitkan Pemda, idealnya perlu ada pertimbangan teknis dari Balai TN Wakatobi” (Wawancara tanggal 16 Desember 2013)
137
C.
Kontribusi d an A rah Perencanaan B alai T N W akatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Mendukung Kolaborasi Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Kontribusi dan arah perencanaan suatu instansi akan mendukung dilaksanakannya kolaborasi jika telah melaksanakan beberapa kegiatan yang direncanakan akan dikolaborasikan atau didalam perencanaannya merencanakan kegiatan-kegiatan pengelolaan SDAH secara lestari. Dengan demikian, hal ini akan memudahkan dalam mendesain maupun menyusun kolaborasi yang akan dibangun. Berikut adalah kontribusi dari Balai TN Wakatobi dalam pengelolaan SDAH secara lestari. 1. Kontribusi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Mendukung Kolabor asi Perencanaan Pengelolaan SDAH secara Lestari (a) Kontribusi Balai TN Wakato bi dalam Pe ngelolaan SDAH Secara Lestari Menurut Balai TN Wakatobi (2013b),
Pada tahun 2012 telah
dilakukan beberapa kegiatan sebagai kontribusi dalam pengelolaan SDAH secara lestari yaitu sebagaimana disajikan pada Tabel 32. Tabel 32. Kontribusi Balai TN Wakatobi dalam Pengelolaan SDAH Secara Lestari Tahun 2012. No 1
Aspek Konservasi Perlindungan
Jenis Kegiatan a. Patrolir utindenganpesawattrikeaquilla b. Operasi inteligen c. Operasipengamanangabungan d. Patroli Mendadak e. Rapat koordinasi pengamanan dengan instansi terkait f. Sosialisasi pengelolaan TN Wakatobi tingkat kecamatan di 3 Seksi Pengelolaan Taman Nasional g. Sosialisasi/Penyuluhan di tingkat resort (masingmasing resort 5 desa) h. Patroli penjagaan kawasan di 7 resort (5 kali per resort)
Volume 32 Kali 21 kali 7kali 26 kali 3 kali 3 kali 35 kali 35 Kali
138
Lanjutan Tabel 32 No
Aspek Konservasi
JenisKegiatan i. j. k.
2
Pengawetan/ Preservasi
a.
b.
c.
d. e.
f.
3
Pemanfaatan Secara Lestari
a. b.
c. d.
Pembuatan papan informasi/petunjuk/larangan di masing-masing resort sebanyak 4 unit Pelatihan rutin menembak (30 orang/Angkatan) PenanganankasussampaidenganP.21 Kegiatan monitoring 8 SDP: Terumbu karang (termasuk ikan karang), Lamun, Mangrove, Penyu, Burung pantai/laut, SPAGs (daerah pemijahan ikan), Monitoring Resources Use dan Cetacean Ekspose hasil monitoring 8 sumber daya prioritas di TN Wakatobi yang dilaksanakan di Bogor. Identifikasi dan inventarisasi sumberdaya lainnya dilokasi yang baru seperti identifikasi lokasi SPAGs, identifikasi dan inventarisasi kima, kepiting kenari, tanaman obat dan tanaman anggrek. Monitoring dan evaluasi pilot project rehabilitasi terumbu karang di SPTN Wilayah I Pengelolaan demplot penetasan telur penyu semi alami di SPTN Wilayah III pada t ahun 2012 tercatat jumlah telur penyu yang berhasil ditetaskan sebanyak 198 ekor dari jumlah telur yang dieram di demplot sebanyak 243 tukik, serta penyu yang berhasil dilepaskan di alam sepanjang tahun 2012 sebanyak 198 ekor Pembuatan Persemaian Mangrove di masingmasing resort Pameran Pengelolaan HUT Sultra di Kota Raha Pameran obyek wisata alam dan budaya di Batam yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Penyusunan dan pencetakan BuletinN apoleon Pencetakan: - Leaflet zonasi - kalender, - buku agenda, - seri buku pengenalan jenis 8 sumber daya penting - pembuatan dokumentasi foto dan video TN Wakatobi
e. Penyusunan master plan pengembangan pariwisata alam TN Wakatobi dilaksanakan sebagai upaya dalam peningkatan pengelolaan pengusahaan pariwisata alam f.
Pembinaan dan sosialisasi peraturan tentang pengusahaan pariwisata alam dan PNBP kepada pengusaha pariwisata alam (PT. Wakatobi Dive
Resort) g.J umlahPNBPtahun2012 h. Pengembangan usaha ekonomi produktif di 5 Model Desa Konservasi i. Pembentukan/perekrutan anggota baru kader konservasi di SPTN wilayah II dan SPTN wilayah III j.
Penyuluhan dan pendidikan konservasi bagi pelajar SLTA/SLTP di Setiap SPTN
Sumber: LAKIP Balai TN Wakatobi Tahun 2012 (Balai TN Wakatobi, 2013b)
Volume 28 unit 3 angkatan 1Kasus
Masing-Masing 1 kali
1 Kali
Masing-Masing 1 kali
1 kali 1 Unit
7 lokasi 1 kali 1 kali
4 Edisi 1000 eksemplar 200 eksemplar 100 eksemplar 800 eksemplar 1 kegiatan
1 dokumen
1 kali
Rp.80.765.000 5 MDK 30 Orang
3 kali/SPTN
139
Berikut adalah penjelasan kontribusi Balai TN Wakatobi dalam pengelolaan SDAH secara lestari. a) Kegiatan Perlindungan Sumber Daya Alam H ayati Perlindungan dan pengamanan kawasan pada dasarnya merupakan upaya melindungi dan mengamankan kawasan dari berbagai macam gangguan baik oleh manusia, atau gangguan lainnya seperti kebakaran, gangguan ternak, hama dan penyakit (Peraturan Direktur Jenderal PHKA, 2005). Kegiatan perlindungan dan pengamanan ini sangat penting dalam melestarikan sumber daya alam hayati yang ada di Wakatobi. Balai TN Wakatobi (2005) menyatakan bahwa kegiatan pengamanan ini dibagi menjadi: 1) Pengamanan Preemtif (bersifat pembinaan dan penyuluhan terhadap masyarakat), 2) Pengamanan Preventif (bersifat pengawasan dan pencegahan) dan 3) Pengamanan Represif (bersifat penindakan secara hukum terhadap pelaku tindak pidana) Disetiap tahun, Balai TN Waka tobi telah me laksanakan kegiatan perlindungan yang terdiri dari patroli rutin, patroli intelejen, patroli mendadak/insidental, kelembagaan,
patroli
penyelesaian
gabungan, kasus
hukum,
penguatan
kapasitas
sosialisasi/penyuluhan.
Kegiatan ini merupakan upaya menjaga SDAH dari gangguan manusia seperti illegal fishing, destructive fishing (pengeboman), dan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zonasi. Zonasi Taman Nasional Wakatobi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal PHKA Nomor: SK.149/IV-KK/2007 tanggal 23 Juli 2007 tentang Zonasi TN Wakatobi.
140
Adanya zonasi ini merupakan salah satu kontribusi Balai TN Wakatobi dalam pengelolaan SDAH secara Lestari. Pembagian zonasi, peta zonasi, sebaran zonasi dan ketentuan pengaturan kegiatan di setiap zona disajikan pada lampiran 9. Berikut adalah uraian untuk setiap kegiatan sebagai kontribusi Balai TN Wakatobi tahun 2012 khususnya dalam upaya perlindungan SDAH secara lestari (Balai TN Wakatobi, 2012b). (1) Patroli rutin dengan pesawat trike Kegiatan ini merupakan patroli dengan menggunakan pesawat trike aquilla yang berkapasitas 2 orang. Patroli ini merupakan upaya memonitor kawasan, jika ditemukan ada pelaksanaan pelanggaran keamanan kawasan maka akan disampaikan kepada pihak SPTN Wilayah yang terdekat untuk ditindaklanjuti. (2) Operasi Intelejen Operasi ini bertujuan untuk menyajikan resume data/bahan informasi positif tentang adanya kejadian pelanggaran pidana bidang Ko nservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya di kawasan Taman Nasional Wakatobi sebagai bahan masukan bagi upaya penyelidikan atau penyidikan lebih lanjut. (3) Operasi Pengamanan gabungan Operasi pengamanan gabungan ini terdiri dari pihak Balai TN Wakatobi, serta pihak TNI/Polri. Kegiatan ini merupakan upaya untuk mengatasi dan menurunkan permasalahan praktek pemanfaatan sumber
141
daya alam yang merusak, sekaligus sebagai upaya untuk mensinergikan pengelolaan Taman Nasional Wakatobi. (4) Patroli Mendadak Untuk mengantisipasi kegiatan-kegiatan yang melanggar aturan dibidang konservasi, misalnya penggunaan bom, bius dan pemanfaatan satwa yang dilindungi seperti penyu dan telurnya maupun kima, maka pihak Balai pun melakukan patroli mendadak untuk melakukan pengecekan pada suatu lokasi. Misalnya melakukan pengecekan karamba milik nelayan untuk mengetahui apakah terdapat hewan atau tumbuhan yang dilindungi atau tidak serta pengecekan terhadap kapal-kapal penampung ikan untuk memeriksa kelengkapan surat ijin ataupun isi kapal penampung. (5) Rapat koordinasi pengamanan dengan instansi terkait Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan menjelaskan kondisi perkembangan keamanan kawasan, mengidentifikasi permasalahan yang terkait dengan pengamanan kawasan, Pemetaan masalah dan aspirasi stakeholder terkait dengan pengamanan kawasan (SPTN Wilayah II, 2012). (6) Sosialisasi pengelolaan TN Wakatobi tingkat kecamatan di 3 Seks i Pengelolaan Taman Nasional Sosialisasi pengelolaan TNW tingkat kecamatan (1 kali/SPTN). Tujuan
kegiatan
ini
diharapkan
stakeholder
di
tingkat
mengetahui dan memahami pengelolaan kawasan TN Wakatobi. (7) Sosialisasi/penyuluhan di tingkat desa/resort
kecamatan
142
Jumlah resort di TN Wakatobi ada 7 resort, kegiatan ini merupakan upaya peningkatan pemahaman tentang konservasi bagi masyarakat yang ada di desa-desa di wilayah resort. (8) Patroli penjagaan (patroli rutin) kawasan di 7 resort Patroli rutin merupakan patroli yang secara rutin dilaksanakan. Tujuan dari kegiatan ini yaitu menurunkan tingkat gangguan keamanan kawasan Taman Nasional Wakatobi khususnya di wilayah darat dan perairan pesisir pantai pada setiap Seksi Pengelolaan Taman Nasional dari kegiatan pemanfaatan dan perikanan yang merusak dan ilegal dan juga untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan tugas pengamanan kawasan TN Wakatobi khususnya di wilayah pesisir pada setiap Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah. (8) Pembuatan papan informasi/petunjuk/larangan di masing-masing resort sebanyak 4 unit Pembuatan papan informasi/petunjuk/larangan merupakan kontribusi Balai TN Wakatobi dalam rangka pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari. Informasi, petunjuk maupun larangan merupakan suatu bahan informasi bagi seluruh lapisan masyarakat tentang pengelolaan SDAH. (9) Pelatihan rutin menembak Pelatihan ini merupakan kegiatan untuk meningkatkan keterampilan menembak dengan menggunakan senjata api bagi polisi kehutanan. Dalam penggunaan senjata api ini, seorang polhut harus memiliki surat ijin
143
menembak dari Polda Sulawesi Tenggara. Dengan demikian penggunaan senjata api ini dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku khususnya dalam pengamanan kawasan. (10) Penanganan kasus sampai dengan P.21 Pada tahun 2012, dari target 5 kasus, hanya terdapat 1 kasus baru yakni
tindak
pidana
penggunaan
bahan
peledak
(bom)
dalam
penangkapan ikan di Wilayah SPTN Wilayah III Tomia tepatnya di karang koromaha yang sudah sampai pada P.21. Dalam kegiatan ini sebagian besar pelaku
pelanggaran
yang
terjadi tahun
2012
tidak
dapat
diamankan/ditangkap karena terkendala oleh beberapa hal diantaranya adalah cuaca yang kurang baik, dimana lokasi terletak jauh dari jangkauan polhut, waktu pelaksanaannya pun di malam hari, serta adanya perlawanan/tidak menghentikan kapalnya ketika akan ditangkap. b) Pengawetan Su mber Daya Alam Hayati Berdasarkan data Balai TN Wakatobi (2012b), berikut adalah kegiatan-kegiatan pengawetan yang dilakukan sepanjang tahun 2012. (1) Melaksanakan kegiatan monitoring mangrove, lamun, SPAGs (daerah pemijahan ikan), karang, cetacean, penyu, burung pantai/laut merupakan kegiatan rutin tahunan yang dilaksanakan untuk mengetahui trend kondisi 8 sumber daya target konservasi. (2) Ekspose hasil kegiatan monitoring 8 sumber daya prioritas TN Wakatobi
144
Kegiatan ini merupakan upaya mensosialisasikan hasil monitoring sumber daya target konservasi yang telah dilakukan oleh Balai TN Wakatobi untuk meminta saran dan masukannya kepada pihak-pihak yang Kompeten di bidangnya. Ekspose hasil monitoring 8 sumber daya ini dilaksanakan di Bogor yang dihadiri oleh perwakilan dari Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Konservasi Kawasan dan Bina Hutan Lindung, IPB, RARE, The Nature Conservancy (TNC) dan lain-lain. (3) Identifikasi dan inventarisasi kima, kepiting kenari, tanaman obat dan tanaman anggrek. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengidentifikasi jenis kima di lokasi
monitoring,
mengetahui
jumlah
kelimpahan
individu
kima,
mengetahui kisaran ukuran panjang kima antara zona larang ambil dan zona pemanfaatan, mengetahui komparasi ukuran panjang kima antar masing-masing lokasi pengamatan. (4) Monitoring dan evaluasi pilot project rehabilitasi terumbu karang di SPTN Wilayah I. Diperoleh data mengenai kondisi pertumbuhan karang yang relatif baik namun dibeberapa sampel/lokasi mengalami gangguan karena terlalu dangkal sehingga terbawa arus ketika air laut surut. (5) Pengelolaan demplot penetasan telur penyu semi alami di SPTN Wilayah III.
145
Pada tahun 2012 tercatat jumlah telur penyu yang berhasil ditetaskan sebanyak 198 ekor dari jumlah telur yang dieram di demplot sebanyak 243 tukik, serta penyu yang berhasil dilepaskan di alam sepanjang tahun 2012 sebanyak 198 ekor. (6) Pembuatan persemaian mangrove di masing-masing resort dengan melibatkan masyarakat dan anggota kader konservasi, kelompok pecinta alam, dan Pramuka Saka Wana Bhakti, sebagai upaya menyediakan bibit mangrove
di
lokasi
hutan
mangrove
yang
mengalami
kerusakan/gangguan. c) Pemanfaatan Su mber Daya Alam Hayati Secara L estari Kegiatan
pemanfaatan
SDAH
secara
lestari,
merupakan
pemanfaatan yang berasaskan prinsip-prinsip konservasi, diantaranya yaitu pemanfaatan SDAH sebagai objek daya tarik wisata, bahan promosi, bahan penyuluhan dan pendidikan. Berdasarkan data Balai TN Wakatobi (2012b), pada tahun 2012 kegiatan pemanfaatan SDAH secara lestari yang telah dilakukan Balai TN Wakatobi adalah sebagai berikut. (1) Peran serta dalam pameran HUT Provinsi Sultra di Kota Raha. Kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan pengelolaan Taman Nasional Wakatobi khususnya pengelolaan SDAH dan mempromosikan potensi wisata alam yang ada di TN Wakatobi sehingga diharapkan para pengunjung memiliki kesadaran akan konservasi dan berminat untuk berwisata ke TN Wakatobi.
146
(2) Pameran
obyek
wisata
alam
dan
budaya
di
Batam
yang
diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kegiatan ini bertujuan untuk mempromosikan potensi wisata alam yang ada di TN Wakatobi serta pengelolaan SDAH yang telah dilakukan Balai TN Wakatobi, sehingga diharapkan dapat menarik minat para pengusaha untuk berinvestasi di W akatobi dalam bidang pengusahaan pariwisata alam serta menarik para pengunjung untuk berwisata ke Wakatobi. (3) Penyusunan dan pencetakan buletin triwulan napoleon dan pembuatan dokumentasi TN Wakatobi (leaflet zonasi, kalender, buku agenda, pencetakan seri buku pengenalan jenis sumber daya penting, dan pembuatan dokumentasi foto dan film) Kegiatan ini merupakan kegiatan dalam rangka menyiapkan media dan bahan promosi baik terkait sumber daya prioritas maupun kegiatan lainnya. (4) Penyusunan master plan pengembangan pariwisata alam TN Wakatobi. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai upaya dalam peningkatan pengelolaan pengusahaan pariwisata alam. (5) Sosialisasi peraturan pengusahaan pariwisata alam dan PNBP kepada pengusaha pariwisata alam (PT. Wakatobi Resort) sebagai upaya mendorong pengusahaan pariwisata alam di TN Wakatobi.
147
Saat ini pengurusan IPPA Wakatobi telah diajukan ke Direktorat Jenderal PHKA, namun hingga saat ini masih menunggu ditetapkannya desain TAPAK TNW sebelum diterbitkan IPPA-nya. (6) Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan wisata alam di sekitar TN Wakatobi. Kegiatan ini dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas di 5 Model Desa Konservasi, dan juga pemberian bantuan ekonomi produktif yaitu berupa bantuan peralatan, bahan dan bibit/benih sesuai dengan usulan dari kelompok petani/nelayan. (7) Pembentukan kader konservasi tingkat pemula sebanyak 30 orang di SPTN Wilayah II dan SPTN Wilayah III. (8) Penyuluhan
dan
pendidikan
konservasi
bagi
pelajar
tingkat
SLTA/SLTP di masing-masing SPTN, serta kemah konservasi di masingmasing SPTN. (9) Pengelolaan PNBP Laporan PNBP hingga tahun 2012 yaitu sebesar Rp. 80.765.000 naik 93,94 % dari tahun 2011 (42.987.500). Jumlah pengunjung tahun 2012 tercatat 3.818 orang dimana 247 orang wisatawan dalam negeri dan 3.571 orang merupakan wisatawan mancanegara. Dalam rangka meningkatkan kapasitas SDM, pada tahun 2012 Balai TN Wakatobi telah melakukan beberapa pelatihan dan berpartisipasi dalam
pelatihan
oleh
beberapa
sebagamana disajikan pada Tabel 33.
instansi
Kementerian
Kehutanan
148
Tabel 33. Pelatihan dalam Rangka Peningkatan Kualitas 2012 No
SDM Tahun
Jumlah peserta (orang)
JenisPelatihan
1 2 3
GIS tingkat Analis Teknik Fasilitasi Pelatihan menembak
orang 5 orang 1 20orang
4 5 6
PelatihanBahasaInggris PelatihanPenatausahabarangpersediaan Bimtek Inventarisasi dan monitoring species di bandung
7 8 9 10 11 12 13 14
InhouseTrainingPepres54 PenyegaranbendaharaPenerima Pelatihananalisisdanpenulisanilmiah PelatihanUnderwaterFotografi PeningkatanKapasitasS DMp erencanaan Pelatihanselamtingkat Advance In house Training RBM( Resort based Management) PelatihanPerawatanPeralatanSelam
5orang 1o rang 1 orang 2orang 1orang 15orang 8orang 1orang 6orang 15 orang 8orang
Penyelenggara
BTN Wakatobi BDK Makassar BTN Wakatobi BTNWakatobi BiroUmum Dit. KKH BPDASSampara BiroKeuangan BTN Wakatobi BTNWakatobi BiroPerencanaan BTNWakatobi BTNW akatobi BTNWakatobi
Sumber: Statistik TN Wakatobi 2012 (BTNW,2013a)
Kontribusi Balai TN Wakatobi (BTNW) dalam pengelolaan SDAH secara lestari dapat disimpulkan bahwa kegiatan-kegiatannya fokus pada upaya-upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari yang ketiganya merupakan aspek-aspek konservasi. Hal ini berarti kontribusi BTNW sangat mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH, dimana dengan telah dilakukannya kegiatan-kegiatan konservasi mulai dari patroli/operasi pengamanan, penyuluhan/sosialisasi peraturan, monitoring 8 sumber daya penting, pembuatan persemaian mangrove, pengelolaan pengunjung dan PNBP, pembinaan pengusahaan pariwisata alam,
pameran,
pemberdayaan
masyarakat
melalui
Model
Desa
Konservasi, peningkatan penyadaran masyarakat melalui penyuluhan dan pendidikan konservasi, diharapkan pelaksanaan kolaborasi pengelolaan SDAH dapat berjalan dengan baik karena salah satu pihak telah memiliki modal pengalaman melaksanakan kegiatan konservasi.
149
Dalam kolaborasi, pihak-pihak yang berencana untuk berkolaborasi harus dalam posisi setara yaitu sama-sama sebagai kontributor dalam pengelolaan (Disubstansikan dari Salman, 2012), salah satu diantaranya adalah sama-sama harus menjadi aktor (subyek) dalam pengelolaan dan bukan dalam kondisi adanya subyek dan obyek pengelolaan sebagaimana yang terjadi pada kegiatan yang direncanakan secara teknokratis (topdown), dimana masyarakat seringkali dijadikan obyek pembangunan oleh para perencana di instansi pemerintah. Oleh karena itu kedua pihak yang berkolaborasi
harus
memiliki
pengalaman
sebelumnya
dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan konservasi, sehingga pelaksanaan kolaborasi dapat berjalan dengan baik. Dengan demikian, kontribusi dari Pemerintah Kabupaten Wakatobi pun perlu dikaji untuk mengetahui sejauh mana kontribusinya tersebut dapat mendukung kolaborasi. Bagian (b)
merupakan
kajian
terhadap
kontribusi
Pemerintah
Kabupaten
Wakatobi. (b) Kontribusi Pemerintah Kabupaten Wakatobi Dalam Pengelolaan SDAH Secara Lestari Pemerintah Kabupaten Wakatobi memiliki SKPD teknis dalam pengelolaan SDAH. Terdapat 6 SKPD yang memiliki peran/kontribusi terhadap pengelolaan SDAH secara lestari sebagaimana disajikan pada Tabel 34.
150
Tabel 34. SKPD yang terkait dengan Pengelolaan SDAH No 1
2
3 4 5 6
SKPD
Peran/Kontribusi
Badan Perencanaan Pembangunan, Pengesahan Zonasi TN dan Penanaman Modal, Penelitian dan memberikan pertimbangan teknis Pengembangan Daerah (Bappeda) Rencana Pengelolaan Taman Nasional Dinas Tata Ruang, Kebersihan Merancang RTRW dimana zonasi Pertamanan, Pemakaman, dan TN Wakatobi diakomodir Pemadam Kebakaran (TRKP3K) didalamnya Dinas Kelautan dan Perikanan Monitoring SDA, Pengamanan Kawasan Dinas Kebudayaan dan pariwisata Promosi Wisata Badan Lingkungan Hidup Monitoring SDA, Pengamanan Kawasan Dinas Pertanian, kehutanan, Pengamanan Kawasan Perkebunan dan Peternakan (PKP2) khususnya mangrove khususnya Bidang Kehutanan
Berikut ini adalah penjabaran kontribusi dari masing-masing SKPD dalam pengelolaan SDAH secara lestari. (1) Kontribusi Bappeda Kontribusi terbesar dari Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan SDAH secara lestari adalah telah menyepakati Zonasi Taman Nasional Wakatobi dengan ditandatanganinya peta zonasi Taman Nasional Wakatobi oleh Kepala Bappeda dan Bupati Wakatobi. Dengan demikian Pemerintah Kabupaten Wakatobi sangat mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari, dimana zonasi tersebut merupakan pengaturan pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari khususnya SDA laut. Berikut adalah peta zonasi TN Wakatobi yang telah ditandatangani oleh Pemerintah Kabupaten Wakatobi.
151
Gambar 8. Zonasi Taman Nasional Wakatobi (BTNW dkk. 2007) Kontribusi Pemerintah Wakatobi dalam bidang perencanaan yaitu mendukungan secara penuh Rencana Pengelolaan Taman Nasional Wakatobi (RPTN tahun 1998-2023 revisi tahun 2008 dengan memberikan rekomendasi teknis sebagaimana disajikan pada lampiran 2. Pada Tahun 2012 program-program Bappeda yang mendukung konservasi SDAH terfokus pada aspek pemanfaatan secara lestari meliputi: 1) program perencanaan wilayah dan sumber daya alam; 2) program peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi; 3) program peningkatan promosi dan kerja sama investasi; 4) program peningkatan penelitian dan pengembangan daerah; 5) program pengembangan data/informasi. Dengan demikian, maka kontribusi Bappeda sangat
152
mendukung kolaborasi khususnya dalam perencanaan pengelolaan SDAH. Rincian kegiatan setiap program disajikan pada lampiran 11. (2)
Dinas Tata Ruang KP3K Pemerintah Kabupaten Wakatobi selain telah menandatangani peta
zonasi TN Wakatobi, juga telah mengakomodir zonasi Taman Nasional Wakatobi ke dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), yaitu berdasarkan Perda No. 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2032.
Kebijakan penataan
ruang berdasarkan perda tersebut yaitu: a. pengembangan kegiatan utama berbasis kelautan-perikanan dan pariwisata serta pemanfaatan ruang secara optimal pada setiap kawasan budidaya lainnya; b. pengembangan sarana dan prasarana guna mendukung kegiatan utama berbasis kelautan - perikanan serta pariwisata c.
pengembangan sarana dan prasarana untuk mendukung setiap kawasan budidaya lainnya;
d. peningkatan
akses
pelayanan
perkotaan
dan
pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi wilayah kabupaten; e. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana dan sarana serta jaringan pelayanan sosial ekonomi; f.
perlindungan terhadap kawasan lindung laut; dan
g. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.
153
Kebijakan perlindungan terhadap kawasan lindung laut (poin e) dijabarkan lebih lanjut pada pasal (4) Perda No. 12 tahun 2012 yaitu berupa strategi pelaksanaan kebijakan tersebut. Berikut adalah strategi yang dimaksud: a. mendukung penetapan kawasan Taman Nasional Wakatobi; b. menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi sistem ekologi wilayah; dan c.
mempertahankan dan merehabilitasi kawasan mangrove dan terumbu karang sebagai ekosistem esensial pada kawasan pesisir dan laut untuk menjamin terus berlangsungnya reproduksi biota laut. Pada pasal 21 Perda No. 12 tahun 2012 disebutkan bahwa
Kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Wakatobi yang meliputi zona inti dengan luas kurang lebih 1.300 Ha, zona perlindungan bahari dengan luas kurang lebih 36.450 Ha dan zona pariwisata dengan luas kurang lebih 6.180 Ha merupakan kawasan pelestarian alam. Sementara zona pemanfaatan lokal (804.000 Ha) dan pemanfaatan umum (495.700 Ha) masuk pada kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dijelaskan pada pasal 28 Perda No. 12 tahun 2012. Berdasarkan pasal tersebut, kawasan peruntukan perikanan merupakan
kawas an yang
ditetapkan sesuai Zonasi Taman Nasional Wakatobi yang terdapat di kecamatan Wangi-Wangi, Wangi-Wangi Selatan, Kaledupa, Kaledupa Selatan, Tomia, Tomia Timur, Binongko dan Togo Binongko dengan luasan kurang lebih 1.299.700 Ha. Luasan ini merupakan jumlah dari
154
kedua zona yang memang mengatur tentang perikanan tangkap. Dengan demikian kebijakan tersebut sangat mendukung pengelolaan SDAH secara lestari dan tentu sangat memberi ruang untuk berkolaborasi baik di tataran perencanaan maupun pada tahap implementasinya. (3)
Kontribusi Dinas Kelautan dan Perikanan Pada tahun 2012 kontribusi DKP dalam pengelolaan SDAH secara
lestari adalah pada pelaksanaan dapat dikelompokkan kedalam 2 aspek konservasi sebagai berikut: 1. Program-program DKP yang termasuk aspek perlindungan SDAH yaitu: a. Program
pemberdayaan
masyarakat
dalam pengawasan dan
pengendalian sumberdaya kelautan. b. Program peningkatan kesadaran dan penegakan hukum
dalam
pendayagunaan sumberdaya laut. 2. Program-program DKP yang termasuk aspek pemanfaatan SDAH secara lestari yaitu: a. Program Pengembangan Budidaya Perikanan b. Program Pengembangan Perikanan Tangkap c. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Perikanan d. Program Bina Usaha dan Pemasaran Produk dan
Komoditas
Unggulan e. Program Pengembangan Data Sumberdaya Kelautan dan Perikanan f. Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
155
g. Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan h. Program Dukungan Sail Morotai i. Program Pengembangan Produksi dan Pengolahan Hasil Perikanan Program-program DKP tersebut sangat memberi ruang bagi kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari, khususnya pada aspek perlindungan dan pemanfaatan lestari. Rincian kegiatan untuk setiap program disajikan pada lampiran 11. (4) Kontribusi Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabup aten Wakatobi dalam mengelola SDAH secara lestari Tahun 2012 Kontribusi BLH dalam pengelolaan SDAH secara lestari adalah sebagaimana disajikan pada lampiran 11. Program-program Badan Lingkungan Hidup dapat dikelompokkan kedalam aspek konservasi sebagai berikut: 1. Program-program BLH yang termasuk aspek perlindungan SDAH yaitu: a. Pengendalian, pencemaran dan perusakan LH b. Perlindungan dan konservasi sumber daya alam c.
Program pengendalian kebakaran hutan dan lahan
2. Program-program BLH yang termasuk aspek perlindungan SDAH yaitu a. Program peningkatan kualitas dan akses informasi SDA dan LH b. Pengelolaan dan rehabilitasi ekosistem pesisir laut 3. Program-program BLH yang termasuk aspek pemanfaatan SDAH secara lestari yaitu:
156
a.
Program Pengembangan Ekowisata dan Jasa Lingkungan di Kawasan-kawasan konservasi laut dan hutan Program-program
BLH
kolaborasi perencanaan
tersebut
sangat
memberi
ruang
pengelolaan SDAH secara lestari
bagi
karena
berbagai kegiatannya terdiri dari aktivitas-aktivitas konservasi. (5) Kontribusi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (2013) menyatakan bahwa hasil pengelolaan kegiatan wisata oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menunjukkan bahwa total kunjungan wisata pada tahun 2012 adalah 6.253 orang terdiri dari 3.534 Wisatawan mancanegara dan 2.719 wisatawan domestik. Sedangkan untuk kegiatan penyelenggaraan festival seni dan budaya (yang merupakan salah satu media promosi wisata pada tahun 2012 dalam rangka meningkatkan pengunjung ke Wakatobi) telah dilakukan beberapa kegiatan yaitu: 1) festival wakatobi dalam rangka sail Wakatobi Belitung; 2) pagelaran seni pada HUT Sultra; 3) pagelaran seni pada Sail Indonesia Marotai; 4) pagelaran seni kolosal; 5) pagelaran seni pada festival keraton nusantara di Bau-Bau; 6) festival bajo nusantara di Makassar. Selain kegiatan diatas, kegiatan lainnya yang juga merupakan promosi wisata yaitu promosi wisata melalui media TV sebanyak 12 kali. serta pembuatan bahan promosi sejumlah 4531 eksemplar. Promosi diatas meskipun banyak didominasi promosi seni, diharapkan dapat menjadi penarik wisatawan/investor untuk berkunjung/berinvestasi di
157
Wakatobi khususnya dalam mengeskplorasi objek wisata yang merupakan manfaat dari adanya sumber daya alam hayati (seperti wisata bawah laut dan wisata mangrove). Kontribusi lain dari
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yaitu
sebagaimana disampaikan oleh informan B9 sebagai berikut: “Kegiatan yang telah dilakukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yaitu pengembangan sarana dan prasarana pariwisata, peningkatan dan penguatan kapasitas dibidang kepariwisataan untuk masyarakat seperti pelatihan standarisasi usaha pariwisata (kepada pemilik restoran, hotel dan rumah makan, penyedia jasa transportasi, dan pengusaha jasa peralatan selam), pelatihan pemandu wisata, pembentukan desa wisata, penguatan dan pembentukan kelompok sadar wisata, pelatihan pemandu selam, pemilihan duta wisata Wakatobi dari putra-putri Wakatobi untuk mengikuti putra-putri bahtera mas di tingkat Provinsi. Adapun untuk internal Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yaitu kegiatan peningkatan kapasitas SDM baik melalui studi banding pengembangan kepariwisataan maupun sosialisasi peraturan daerah dengan narasumber dari Provinsi” (Wawancara, tanggal 17 Desember 2013) Kontribusi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata terfokus pada upaya pengembangan pariwisata seperti pengelolaan pengunjung dan promosi wisata serta peningkatan kapasitas masyarakat. Hal ini tentu sangat mendukung
upaya
kolaborasi
perencanaan
khususnya
dibidang
pemanfaatan SDAH secara lestari. Hingga saat ini belum ada pengelolaan pengunjung satu atap dengan pihak taman nasional. Oleh karena itu dinas ini lah yang dapat berkolaborasi dalam perencanaan pengelolaan pengunjung dengan pengelola taman nasional.
158
(6)
Kontribusi Dina s Pertanian, Peternakan (PKP2)
Kehutanan,
Per kebunan
dan
Menurut informan B5 (Wawancara tanggal 7 Desember 2013), menyatakan
bahwa
kontribusi dari dinas ini
khususnya
dibidang
kehutanan yaitu pembentukan pengawas kehutanan sejumlah 26 orang di Wangi-Wangi, 11 orang di Kaledupa, 13 orang di Tomia dan 2 orang di Binongko. Pengawas kehutanan ini mempunyai tugas sebagai berikut:
Melakukan pendataan kawasan hutan yang meliputi kawasan hutan lindung, kawasan hutan rakyat, kawasan hutan adat dan kawasan hutan mangrove;
Melakukan pengawasan di wilayah tugas masing-masing; dan
Melakukan gerakan penanaman bersama aparat pemerintah dan penyuluh pertanian setempat untuk mewujudkan Wakatobi Hijau. Kontribusi tahun 2012 Dinas ini (Bidang Kehutanan) yaitu
pembuatan ilaran keliling (batas api) area pengembangan hutan seluas 80 hektar merupakan salah satu program perlindungan dan konservasi sumber
daya
hutan
yang
dilaksanakan
oleh
Bidang
Kehutanan.
Pelaksanaan kegiatan ini bertujuan untuk menghindari kebakaran hutan dan lahan (Dinas PKP2, 2013). Kedepannya diharapkan bahwa Dinas ini, khususnya Bidang Kehutanan juga fokus pada pengelolaan mangrove baik perlindungan maupun kegiatan monitoringnya, informan B10 juga menyatakan bahwa perlunya Bidang kehutanan ini menjadi dinas tersendiri sehingga dapat fokus juga dalam mengelola mangrove yang
159
ada di Wilayah pesisir. Dengan demikian bidang kehutanan mendukung kolaborasi
perencanaan
pengelolaan
SDAH
khususnya
dalam
pengelolaan mangrove.
2. Ar rencan N uk Waun kat dan Pem eri h Kab upa Waah kaPe tobi daaa lan mBalai MeTnd gobi Ko lab oras i ntaPe renca naten an Pengelolaan SDAH Secara Lestari Arah perencanaan yang mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari yaitu perencanaan yang memberikan ruang untuk dapat melakukan kolaborasi, dimana baik visi, misi, maupun program/kegiatannya mengarah pada upaya-upaya konservasi SDAH. Berikut adalah arah perencanaan Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi. (a) Visi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi Visi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi baik untuk jangka panjang maupun jangka menengah disajikan pada Tabel 35. Tabel 35. Visi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi Visi Balai TN Wakatobi
Visi berdasarkan RPTN 1998-2023 (revisi 2008) dan Renstra Tahun 2010-2014 yaitu: “Terwujudnya Taman Nasional Wakatobi yang mantap, dinamis dan lestari serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan daerah secara berkelanjutan” “(Mantap dari aspek kawasannya, dinamis dari aspek pengelolaannya, lestari dari aspek sumber daya alam hayati dan eksosistemnya)”
Visi Pemerintah Kabupaten Wakatobi Visi berdasarkan RPJP 2005 – 2025: “Wakatobi sebagai Pusat Biodiversitas Bumi” Visi berdasarkan RPJM 2012-2016: “Terwujudnya Surga Nyata Bawah Laut di Pusat Segi Tiga Karang Dunia”
Sumber: Pemerintah Kabupaten Wakatobi (2013a, 2013b), Balai TN Wakatobi (2008, 2010h)
160
Visi Balai TN Wakatobi jelas sangat memberi ruang dalam kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi, hal ini dapat dijela skan pada Tabel 36. Tabel 36. Analisis Visi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Mendukung Kolaborasi Visi
DukunganterhadapKolaborasi
Balai TN Wakatobi Visi Jangka Panjang 1998-2023 dan Renstra 2010-2014
“Mantap dari aspek kawasannya” berarti: Pengelolaan taman nasional membutuhkan dukungan dari Pemerintah Daerah, dengan demikian hal ini tentu sangat memberi ruang untuk berkolaborasi. Tanpa adanya dukungan dari pemerintah daerah, maka pengelolaan taman nasional tidak akan berjalan dengan baik dan akan menimbulkan konflik kepentingan. berarti: “Dinamis pengelolaannya” Pengelolaan taman nasional perlu merespon dinamika yang terjadi di daerah/kabupaten sehingga dapat mewujudkan sinergitas antara konservasi dengan upaya-upaya pembangunan yang dilakukan daerah. Dengan demikian, visi ini pun sangat memberi ruang untuk melaksanakan kolaborasi dengan Pemerintah Daerah . “Lestari serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan daerah secara berkelanjutan”berarti: Pengelolaan Taman Nasional Wakatobi bertujuan untuk melestarikan SDAH secara lestari sehingga dapat memberikan manfaat baik bagi masyarakat maupun kabupaten. Dengan demikian program/kegiatan-kegiatannya pun mengarah pada upaya-upaya konservasi yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan. Hal ini sangat memberi ruang untuk dapat dikolaborasikan khususnya dalam perencanaan pengelolaan SDAH antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi.
Pemerintah Kabupaten Wakatobi Vi si jangka panjang 2005-2025
“Wakatobi sebagai Pusat Biodive rsitas Bumi” Kabupaten Wakatobi mencakup beberapa segi pencapaian yaitu pencapaian kehidupan masyarakat/kesejahteraan, eksistensi pemerintahan/pelayanan umum, eksistensi wilayah/daya saing daerah, biodiversitas fisik-biologis/keanekaragaman hayati perairan dan daratan) dan biodiversitas sosial-budaya (Pemerintah Kabupaten Wakatobi, 2013a). Visi jangka panjang Kabupaten Wakatobi ini, memberi ruang untuk kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati, dimana didalamnya mendukung upaya pencapaian biodiversitas fisik-biologis yaitu keanekaragaman hayati perairan dan daratan.
Visi Jangka Menengah tahun 20122016
“Terwujudnya Surga Nyata Bawah Laut di Pusat Segi Tiga Karang Dunia” “ Surga nyata
“adalah perwujudan kesejahteraan dan kemakmuran baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan hidup serta daya saing daerah yang didukung oleh
dankemanfaatan ketentraman umum yang kondusif” ” situasi adalahketertiban perwujudan dan kelestarian atas potensi sumbe rdaya bawah laut dan perairannya khususnya dalam hal kelautan, perikanan, pariwisata, dan lingkungan/kawasannya”. “ Pusat segi tiga karang dunia “ adalah aktualisasi posisi geostrategis Wakatobi, yakni pada pusat segitiga karang dunia yang mempunyai keanekaragaman hayati tertinggi di dunia”. (Pemerintah Kabupaten Wakatobi, 2013b) .“ Bawah laut
Visi ini sangat mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH, karena didalam visi tersebut terkandung cita-cita dari Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam mewujudkan kelestarian potensi sumber daya laut, dengan demikian kebijakan/program/kegiatan diarahkan untuk mencapai cita-cita tersebut.
161
Visi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi mendukung untuk kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari sebagaimana hasil analisis pada Tabel 36. Visi tersebut tentunya dijabarkan kedalam misi maupun program dan kegiatannya sehingga dapat menjamin bahwa arah perencanaan kegiatannya tetap mendukung kolaborasi. Bagian (b) dan (c) merupakan kajian terhadap misi dan rencana kegiatan kedua instansi tersebut. (b) Misi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi Misi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi baik jangka panjang maupun jangka menengah disajikan pada Tabel 37. Tabel 37. Misi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi Misi Balai TN Wakatobi
Misi Pemerintah Kabupaten Wakatobi
Misi berdasarkan RPTN 1998-2023 (revisi 2008) dan Renstra Tahun 2010-2014 yaitu:
Misi berdasarkan RPJP 2005 – 2025:
a.
Mempertahankan status kawasan yang telah ditata batas secara fisik baik batas kawasan maupun zonasinya, memiliki status hukum yang jelas, sistem pengelolaan yang mantap dan dinamis, memperoleh pengakuan dan dukungan baik dari pemerintah Kabupaten Wakatobi dan m asyarakat.
1.
Mempertahankan keutuhan, kualitas dan daya dukung SDAHE kawasan TNW dan terjaminnya sistem penanganan limbah yang baik, yang dapat memberikan manfaat bagi perikanan berkelanjutan dan pariwisata bahari pada zona pemanfaatan pariwisata dan kawasan disekitarnya dan untuk pengembangan pendidikan dan penelitian kelautan serta tergali dan termanfaatkannya potensi jasa lingkungan
5.
dan wisata alam.
3.
TNW dikelola oleh organisasi yang mantap yang memiliki SDM yang profesional, sarpras yang memadai, sistem pengelolaan adaptif dan didukung pendanaan berkelanjutan.
4.
b.
c.
2. 3. 4.
Mendorong peningkatan dan pemerataan kesejahteraan Mendorong peningkatan dan pemerataan pelayanan umum Mendorong peningkatan dan p emerataan daya saing daerah Me ndorong ko ns er va si d an r ehabilitas i biodiversitas fisik-biologis wilayah Mendorong ko-evolusi masyarakat sesuai keragaman nilai, kearifan lokal dan spirit kehidupan yang menyatu dengan semesta.
Misi berdasarkan RPJM 2012-2016: 1. Meningkatkaan pem erataan kesejahteraan masyarakat; 2. Meningkatkan pengelola an dan pelestarian sumber daya alam;
5.
Meningkatkan kualitas dan daya dukung infrastruktur wilayah; Meningkatkan kualitas pelayanan publik dan tata kelola pemerintahan; dan Mengembangkan situasi yang kondusif bagi kehidupan masyarakat yang inovatif.
Sumber: Pemerintah Kabupaten Wakatobi (2013a , 2013b), Balai TN Wakatobi (2 008, 2010h)
162
Analisis terhadap misi Balai Taman Nasional Wakatobi dan Pemerintah
Kabupaten
Wakatobi
dalam
mendukung
kolaborasi
perencanaan pengelolaan SDAH disajikan pada Tabel 38. Tabel 38. Analisis Misi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi Perencanaan Pengelolaan SDAH M is i
Dukunganterhadapkolaborasi
Balai TN Wakatobi
Misi I
Misi pertama sangat mendukung untuk berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi, dimana untuk mempertahankan status kawasan maka perlu dukungan dari pemerintah Kabupaten Wakatobi, terutama perlunya integrasi zonasi TN Wakatobi dengan RTRW Kabupaten Wakatobi dan evaluasi implementasi zonasi dan RTRW perlu dilakukan secara bersama-sama antara Balai TN Wakatobi dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi, kemudian masyarakat yang ada di daerah penyangga pun harus dikelola secara bersamasama agar memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga SDAH secara lestari berdasarkan zonasi yang telah dibuat. Dalam mensinergiskan pengelolaan taman nasional dalam rangka meningkatkan PAD dan kesejahteraan masyarakat, tentu diperlukan kolaborasi agar dapat terwujud. Misi kedua sangat mendukung dan memberi ruang untuk kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari, dimana dalam pengelolaan SDAH yang berkelanjutan, baik
Misi II
Misi III
untuk pariwisata, pendidikan dan penelitian, sertadukungan pemanfaatan jasling dan wisata alampengembangan tidak akan berjalan optimal tanpa adanya daripotensi Pemerintah Kabupaten Wakatobi. Oleh karena itu kolabo rasi merupakan langkah penting yang per lu dilakukan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan yang dapat menjamin kelestarian SDAH. Misi ketiga sangat mendukung untuk berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi. Pengelolaan TN Wakatobi hingga saat ini masih terbatas baik dari segi SDM, sarpras, maupun pendanaannya. Oleh karena itu kolaborasi merupakan solusi yang dapat menjawab keterbatasan yang ada. Dengan adanya dukungan baik SDM, sarpras maupun pendanaan, maka tentu pengelolaan akan jauh lebih baik.
Pemerintah Kabupaten Wakatobi Misi 4 RPJP
Misi ke-II RPJM
Misi ke-4 Jangka Panjang Kabupaten Wakatobi yaitu mendorong konservasi dan rehabilitasi biodiversitas fisik-biologis wilayah. Hal ini sangat mendukung upaya kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari, karena misi tersebut sejalan dengan upaya-upaya konservasi yang dilakukan oleh Balai TN Wakatobi. Ketika visi dan misi nya sejalan, maka hal ini tentu memberikan ruang untuk kolaborasi. Namun sebaliknya, jika tidak ada visi dan misi yang sejalan, maka akan menjadi hambatan dalam upaya kolaborasi. Misi jangka menengah Pemerintah Kabupaten Wakatobi sangat mendukung upaya kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari, dimana Misi ke- II yaitu meningkatkan pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam merupakan misi yang sejalan dengan upaya konservasi yang dilakukan oleh Balai TN Wakatobi. Misi tersebut mencakup upaya-upaya yang terkait dengan pelestarian dan pemanfaatan potensi kelautan, perikanan dan ekowisata dengan prinsip pengelolaan sumber daya pesisir secara terpadu, pengelolaan sumberdaya air secara terpadu dan konservasi biodiversitas secara terpadu (Pemerintah Kabupaten Wakatobi 2013b).
163
Misi Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi berdasarkan analisis pada Tabel 38 dapat mendukung kolaborasi. Dengan demikian kolaborasi dapat terus berlangsung sehingga SDAH dapat tetap lestari. Rencana kegiatan yang merupakan wujud operasionalisasi visi dan misi tentu sangat menentukan bentuk kolaborasi yang dapat disusun, oleh karena itu perlu kajian terhadap rencana kerja kedua instansi. Bagian (c) merupakan kajian terhadap rencana kerja BTNW dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi. Hasil kajian tersebut dapat digunakan sebagai bahan penyusunan model kolaborasi. (c) Rencana Ker ja Tahun 2014 Balai TN W akatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi (1) Rencana Kerja Balai TN Wakatobi Tahun 2014 Rencana kegiatan tahun 2014 Balai TN Wakatobi sangat mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari, dimana rencana-rencana tersebut merupakan kegiatan-kegiatan yang fokus pada pelaksanaan pengelolaan SDAH, dengan demikian dapat dijadikan acuan dalam kolaborasi perencanaan khususnya pada Tahun 2014. Kegiatankegiatan yang telah direncanakan Balai TN Wakatobi pada Tahun 2014 disajikan pada Tabel 39.
164
Tabel 39. Rencana Kerja Balai TN Wakatobi dalam Pengelolaan SDAH Tahun 2014. No 1
K e g i a ta n
j.
SosialisasipengelolaanTNWakatobi Patrolirutindengan pesawattrike Operasi Intelejen Operasi Gabungan PatroliMendadak/Insidentil PengurusanSuratIzinPenggunaanSenpi Konsultasi/Koordinasi/pembinaanpengamanan PenangananKasusTindakPidanaKehutanan Pemantauan/patroli/penjagaan kawasan di wilayah Resort Penyegaran Polhut
1Kgtn 12Kali 21 Kali 12 Kali 26Kali 1Keg 1Kgtn 3kasus 9Kali
131.310 28.320 23.100 102.640 115.890 33.470 21.970 104.250 514.800
22 Org
97.396
3Lokasi 1 Keg Kali 6 6Kali 1Keg Keg 1 1 Keg Keg 1 Lokasi 3 1 Keg 3Unit
28.200 33.815 108.305 103.195 52.565 103.195 91.080 46.230 58.235 69.643 24.000
Pengawetan SD AH a. PemeliharaanRehabilitasiKarang b. Inventarisasi/ monitoring Burung pantai/ Burung Laut c. Monitoring SPAGs d. MonitoringResourceUse e. MonitoringTerumbukarang f. Monitoring Cetacean g.M onitoring penyu h. Monitoring Mangrove i. Monitoring Lamun j. Pembinaan Populasi Jenis di kawasan Konservasi k. Pembuatan Persemaian dan Penanaman Mangrove dalam rangka HKN
3
RencanaAnggaran (dalam ribuan)
Perlindungan SDAH a. b. c. d. e. f. g. h. i.
2
Vo l u m e
Pemanfaatan SDA H secara Lestari a.
PembinaandanMonevMDK
b.
HonorariumpengelolaanPNBP
5Desa
c.
42.540
12Bln
10.200
PembinaanKaderKonservasi
3SPTN
13.275
d.
PembinaanKelompokPecintaAlam(KPA)
3SPTN
13.275
e.
PembinaanPramukaSakawanabakti
3SPTN
13.275
f.
Kemah bakti konservasi
1 Kgtn
g.
Pendidikan Konservasi/penyuluhan/sosilisasi di tk. SLTP/SLTA PameranPengelolaanTNWakatobi
h. i.
k.
Penyusunan dan pencetakan buletin Triwulan Napoleon TN. Wakatobi Pencetakan bahan informasi/promosi (leaflet/, kalender dan buku agenda) PelatihanSelamTk.Advance
l.
PelatihanBahasaInggris
j.
TOTAL
3SPTN 4Kgtn 1Kgtn 1Kgtn
54.930 15.750 170.740 87.000 18.900
6Orang
33.630
4Orang
42.520 2 . 3 96 . 6 4 4
Sumber: Renja Balai TN Wakatobi 201 4 (BTNW, 2014)
Rencana kerja Balai TN Wakatobi 2014 terdiri dari kegiatan-kegiatan yang bercirikan konservasi mulai dari perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari. Oleh karena itu hal ini sangat memberikan ruang untuk berkolaborasi dengan pemerintah Kabupaten Wakatobi. Dengan demikian rencana kerja 2014 ini dapat dijadikan bahan untuk
165
merumuskan model kolaborasi perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan SDAH secara lestari. (2)
Rencana Kerja Pemerintah Kabupaten Wakatobi Tahun 2014 Arah perencanaan Pemerintah Kabupaten Wakatobi khususnya
program dan kegiatan-kegiatan SKPD yang berperan dalam pengelolaan SDAH secara lestari, dapat diketahui dari Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) yang telah di susun oleh Bappeda Kabupaten Wakatobi. Ringkasan Rencana Kerja Pemerintah Kabupaten Wakatobi khususnya SKPD yang berperan dalam Pengelolaan SDAH tahun 2014 disajikan pada tabel 40. Tabel 40. Ringkasan Rencana Kerja Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Pengelolaan SDAH Tahun 2014 No 1
K e g i a ta n
Pengelolaan Pengaduan dansengketa Lingkungan Penyelesaiansengketalingkungandipengadilan Pengawasan sumber dayakelautand an perikanan OperasiPenegakanHukumLingkungan Sosialisasi peraturan perundang-undangan melalui Radio dan TV Lokal maupun dilakukan secara langsung f. Sosialisasiprogrampantaidanlautlestari g. Pelatihank aderlingkunganuntuk320orang h. Pembinaan kesadaran hukum lingkungan untuk 60 orang i. Sosialisasi pencegahan kebakaran hutan dan lahan
j.
Sosialisasi Perda RTRW Kab. Wakatobi 2012-2032 dan IMB kepada 100 orang
BLH BLH DKP BLH DKP
10.000 20.000 200.000 15.000 25.000
BLH BLH BLH
65.200 75.000 50.000
Dinas PKP2(Bidang Kehutanan) Dinas TRKP3K
100.000
156.000
Pengawetan SD AH a. b. c. d. e.
3
R e nc a na Anggaran (dalam ribuan)
Perlindungan SDAH a. b. c. d. e.
2
SKPD
PenyusunanProfilKeanekaragamanHayati Pemantauan Keanekaragaman Hayati Darat dan Laut PelatihanPembuatanTransplantasikarang PemulihanKerusakan Pantai Pengembangan Data Informasi Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Laut
BLH BLH DKP BLH BLH
21.580 10.000 150.000 100.000 38.000
Pemanfaatan SDA H secara Lestari a. Pengembangan Sarana dan Prasarana Promosi Pariwisata b. Koordinasi Penelitian dan Pengembangan Daerah c. Pendampingan Penelitian dan Pengembangan Daerah d. Optimalisasi Penerbitan Izin Usaha dan Retribusi Perikanan Terpadu e. Penyusunan Rencana Induk Pariwisata Kabupaten Wakatobi
Disbudpar Bappeda Bappeda
200.000 100.000 30.000
DKP
50.000
Bappeda
75.000
166
Lanjutan Tabel No
K e g i a ta n
SKPD
f.
Penyusunan Updating Profil Peluang Investasi Daerah Kabupaten Wakatobi g. Pengembangan Ekowisata Mangrove (pilot project) h. Pembinaan Pengembangan eksowisat dan jasa lingkungan i. Workshop Pengembangan Ekowisata dan Jasa Lingkungan j. Penyusunan RIP Kehati Daerah l. P engawasanpemanfaatanruang
Bappeda
Rencana Anggaran (dalam ribuan) 50.000
DKP BLH
50.000 10.000
BLH
45.000
BLH TRKP3K
20.000 25.000
Sumber: Bappeda Kabupaten Wakatobi (2013a) (Data lengkap RKPD disajikan pada lampiran 12)
Berdasarkan Tabel 40, diketahui bahwa program/kegiatan-kegiatan SKPD tahun 2014 juga memberi ruang untuk kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari, dimana program/kegiatannya juga bercirikan
konservasi
mulai
dari
perlindungan,
pengawetan
dan
pemanfaatan secara lestari. Rencana kerja ini lah yang akan dijadikan dasar untuk membuat model kolaborasi perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan SDAH secara lestari. Secara umum, arah perencanaan baik Balai TN Wakatobi maupun Pemerintah Kabupaten Wakatobi khususnya rencana kerja tahun 2014 sangat memberikan ruang untuk dikolaborasikan. Dengan demikian hal ini dapat memudahkan dalam pembuatan model kolaborasi perencanaan.
D. Mo de l nta KolhabKab orasupa i Pe rencWak anaa n bi Antdal araam Bala i Tge Nlola Wak i dbe anr Pem eri ten ato Pen anatob Sum Daya Alam Hayati Secara Les tari Sebelum lebih jauh membahas bagaimana model kolaborasi perencanaan yang dapat dikembangkan, maka peneliti melakukan
167
wawancara dengan pihak Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi untuk mengetahui pendapat masing-masing pihak mengenai kolaborasi perencanaan pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati (SDAH) secara lestari antara kedua pihak tersebut. Hal ini sangat penting untuk diketahui, karena kedua pihak terlebih dahulu harus sama persepsinya mengenai pentingnya kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari, karena jika tidak, maka desain model kolaborasi yang disusun akan sulit untuk dilaksanakan. Wawancara yang dilakukan dengan pihak Balai TN Wakatobi (informan A1 sampai A9) menyatakan bahwa, semuanya memandang kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH diperlukan dengan alasan bahwa Wakatobi sebagai kawasan taman nasional juga merupakan kawasan
kabupaten,
dengan
demikian
terdapat
dua
pihak
yang
berwenang dalam pengelolaan sumber daya alam hayati di Wakatobi. Oleh karena itu kolaborasi sangat diperlukan, agar dapat duduk bersama membahas perencanaan
untuk
mempertemukan
berbagai
rencana
kegiatan kedua pihak, menghindari konflik kepentingan, menyelesaikan kendala-kendala yang ada sehingga pengelolaan SDAH dapat menjadi lebih baik dan harmonis. Pada sisi lain, pihak Pemerintah Kabupaten Wakatobi yang diwawancarai (Informan B1 sampai B9) semuanya menyatakan bahwa kolaborasi perencanaan pengelolaan SDA antara pihak Taman Nasional dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi sangat diperlukan.
168
Sebagian besar informan menyatakan bahwa Wakatobi selain sebagai taman nasional juga merupakan kabupaten. Dengan demikian, perlu kolaborasi untuk mensinergikan berbagai sumber daya (SDM, Finansial maupun Sarpras), perencanaan, tujuan ataupun kebijakan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada sehingga dapat tercipta sistem pengelolaan SDAH yang harmonis dan lebih baik guna mencapai kelestarian SDAH dan kesejahteraan masyarakat. Model
kolaborasi
perencanaan
merupakan
upaya
untuk
mempertemukan perencanaan pengelolaan SDAH yang ada pada Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi. Dalam kolaborasi, masing-masing pihak perlu memiliki pemahaman yang sama akan pentingnya pengelolaan SDAH secara lestari dan memiliki posisi yang setara yaitu sama-sama sebagai subjek/pelaku pembangunan. Dengan demikian kedua pihak memiliki tujuan bersama
dan juga saling
berkontribusi baik sumber daya maupun normsnya, sehingga akan mempertemukan
R-O-N
kedua
pihak,
kemudian
terwujud
dalam
pelaksanaan kegiatan secara bersama-sama. Tujuan bersama yang perlu dicapai yaitu mewujudkan kelestarian sumber daya alam hayati. Didalam merumuskan kolaborasi perencanaan maka diperlukan suatu kelembagaan kolaborasi sebagai suatu wadah yang akan mengelola SDAH secara lestari.
Kelembagaan kolaborasi menurut
Peraturan Menteri Kehutanan No. 19 tahun 2004 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam yaitu merupakan
169
pengaturan wadah(organisasi), sarana pendukung, pembiayaan serta mekanisme kerja dalam melaksanakan pengelolaan kolaborasi. Berikut adalah
kelembagaan
kolaborasi
yang
dapat
dirumuskan
dalam
pengelolaan SDAH di Wakatobi. 1. Wadah Kolaborasi Perencanaan Pengelolaan SDAH Lestari Pihak
Balai TN Wakatobi
(Informan A1)
Secara
menyatakan akan
pentingnya organisasi/forum bersama antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi sebagaimana disampaikan sebagai berikut: “Organisasi/forum bersama memang sangat penting keberadaannya, agar pengelolaan SDAH dapat lebih terpadu dan lebih baik lagi. Dengan adanya forum ini, maka kegiatan pengelolaan SDAH dapat direncanakan secara bersama-sama. Hal ini tentu dapat menyamakan persepsi masing-masing pihak akan pentingnya pelestarian SDAH dan juga akan dapat memberikan pembelajaran bersama bahwa pembangunan daerah perlu mengadopsi pembangunan berkelanjutan” (Wawancara tanggal 27 Desember 2013) Menurut Pihak Pemerintah Kabupaten Wakatobi (Informan B1) menyatakan
bahwa
perlunya
lembaga
yang
dapat
menjadi
penengah/wasit dalam pengelolaan SDAH di Wakatobi sebagaimana beliau sampaikan sebagai berikut: “Lembaga bersama dalam pengelolaan sumber daya alam hayati itu sangat penting, karena sebagai wadah untuk mensinergikan berbagai kebijakan/program dalam pengelolaan SDAH. Wadah tersebutlah yang menjadi wasit yang dapat memberikan finalty jika ada pembangunan yang tidak sesu ai dengan koridor-koridor yang ada. Lembaga/Organisasi/Wadah te rsebut bukan sekedar pembagian peran antara Pemda dan Balai Taman Nasional, namun bagaimana juga kabupaten dan taman nasional dapat
170
mempengaruhi phery-phery, sehingga phery-phery itu dapat mensupport pengelolaan SDAH” (Wawancara tanggal 22 Desember 2013) Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Balai Taman Nasional dan juga Pemerintah Kabupaten, dapat disimpulkan bahwa sangat penting adanya
lembaga/forum
Pemerintah
Kabupaten
bersama Wakatobi
antara dalam
Balai
TN
kolaborasi
Wakatobi
dan
perencanaan
pengelolaan SDAH secara lestari. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) dengan beberapa staf Balai Taman Nasional Wakatobi, maka dapat disimpulkan bahwa wadah bersama dalam kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari dapat dibentuk suatu forum pengelola SDAH. Berikut adalah salah satu alternatif bentuk forum pengelola SDAH secara lestari di Wakatobi.
Balai Taman Nasional Wakatobi
Pemerintah Kabupaten Wakatobi
Forum Pengelola SDAH Wakatobi
Bidang Perlindungan SDAH
Penanganan kasus Patroli/Operasi Pengamanan Kawasan Penyuluhan/sosial isasi peraturan
Bidang Pengawetan SDAH
Bidang Pemanfaatan SDAH secara Lestari
Monitoring 8 sumber daya penting Rehabilitasi sumber daya alam hayati
Pengelolaan Pengunjung Pengelolaan ijin Usaha Perikanan Pengembangan dan Perijinan Pariwisata Alam
Gambar 9. Alternatif Forum Pengelola SDAH Wakatobi
171
Adapun tugas Forum Pengelola Sumber Daya Alam Hayati (SDAH) Wakatobi,dirumuskan sebagai berikut: 1. Membuat kesepakatan pengelolaan sumber daya alam hayati secara bersama-sama 2. Menyusun perencanaan pelaksanaan pengelolaan SDAH secara bersama-sama
(meliputi
perencanaan
kegiatan,
merencanakan
sumber daya yang dibutuhkan dan penjadwalan kegiatan bersama) 3. Melaksanakan kesepakatan dan perencanaan pengelolaan SDAH secara bersama-sama 4. Melakukan evaluasi dari pelaksanaan pengelolaan SDAH 5. Melakukan revisi baik rencana maupun kesepakatan bersama, dan ini menjadi continual improvement (Disubstansikan dari Putro, 2012) (a) Bidang-Bidang Pengelolaan SDAH Secara Lestari (1) Bidang P erlindungan SDAH Bidang
ini
bertugas
melakukan
perencanaan,
pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi bersama dalam melakukan kegiatan-kegiatan penanganan kasus, patroli/operasi pengamanan baik operasi gabungan, operasi intelejen, patroli mendadak, patroli penjagaan di resort, serta kegiatan penyuluhan/sosialisasi peraturan. Kegiatan penanganan kasus merupakan kegiatan untuk menangani kasus-kasus
tindak
pidana
kehutanan/perikanan/lingkungan
hidup.
Kegiatan patroli pengamanan merupakan kegiatan penjagaan kawasan yang mana didalamnya terdapat berbagai macam sumber daya alam
172
hayati yang tidak lepas dari berbagai macam gangguan keamanan seperti kegiatan-kegiatan illegal fishing, destructive fishing (penggunaan bom dan bius atau alat-alat yang tidak ramah lingkungan). Adapun kegiatan penyuluhan/sosialisasi
peraturan
merupakan
upaya
peningkatan
kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya menjaga sumber daya alam hayati supaya lestari. Kegiatan penyuluhan ini merupakan upaya pre-emtif agar masyarakat memiliki kesadaran untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan konservasi. (2) Bidang Pengawetan SDAH Bidang ini melakukan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
bersama
dalam
melakukan
kegiatan-kegiatan
identifikasi,
inventarisasi, monitoring dan rehabilitasi sumber daya target konservasi/8 sumber daya penting. Kegiatan pengelolaan sumber daya mulai dari terumbu karang, lamun, mangrove, cetacean, penyu, burung pantai/laut, SPAGs, Ikan ekonomis penting/ikan karang. Kegiatan ini meliputi identifikasi, monitoring kondisi sumber daya alam, analisis data hasil monitoring, pemulihan ekosistem seperti rehabilitasi. (3) Bidang Pem anfaatan SDAH Secara Les tari Bidang
ini
bertugas
melakukan
perencanaan,
pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi bersama dalam melakukan kegiatan-kegiatan pemanfaatan
secara
pengembangan
ilmu
lestari
seperti
pengetahuan,
memfasilitasi pendidikan
penelitian
dan
dan
peningkatan
173
kesadartahuan konservasi alam, pengelolaan pengunjung (baik yang wisata, penelitian, shooting film, ekspedisi, dan lain-lain), pengaturan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat dan pengelolaan ijin usaha perikanan dan pengembangan dan perijinan pengusahaan pariwisata alam. 2. Pengaturan Resources (SDM, Sarana Pembiayaan) dan Mekanisme Kolaborasi
Pendukung
dan
Pihak Pemerintah Kabupaten Wakatobi (Informan B1) menyatakan bahwa
mengenai
sarana
dan
pembiayaan
maka
kedua
pihak
pendanaannya dapat digabungkan, sementara mekanisme kolaborasi perlu menciptakan mekanisme yang dapat menghilangkan ego sektoral. Berikut adalah pernyataan Infroman B1. “Mekanisme kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH harus menghilangkan ego sektoral dan menjadi ego sistem. Mekanisme tersebut harus dapat merubah dari mikro menjadi suatu sistem dan masing-masing pihak perlu berperan sesuai tupoksinya. Misalnya dalam kegiatan pengawasan, perlu ada tim tertentu yang memang menguasai bidang tersebut. Sarana dan pembiayaan kedua belah pihak dapat digabungkan atau dapat juga bekerjasama dengan pihak ketiga. Kolaborasi itu seperti matahari, kita ketahui bahwa matahari itu berwarna bening (satu warna yang merupakan hasil perpaduan dari berbagai warna) tetapi kalau terdispersi maka akan menjadi pelangi. Maka ini lah yang disebut sinergis. Maknanya para pihak bersinergi menjadi satu tujuan/visi/misi dan aksi” (Wawancara tanggal 22 Desember 2013) Sementara Pihak Balai TN Wakatobi (Informan A1) menyatakan bahwa:
174
“ Pengaturan kontribusi dalam hal sarana dan pendanaan yang dimiliki masing-masing pihak yaitu keduanya dapat digunakan sesuai kesepakatan bersama dan tentunya sesuai dengan kapasitas masing-masing. Mengenai mekanisme kolaborasi perencanaan, kita harus duduk bersama, menyusun secara bersama-sama perencanaan pengelolaan SDAH, baik dari segi pendanaan, SDM maupun teknis pelaksanannya. Dengan meningkatkan koordinasi, komunikasi dan evaluasi yang intensif, maka kolaborasi dapat berjalan dengan efektif” (Wawancara 27 Desember 2013)
Berdasarkan wawancara dapat disimpulkan bahwa pengaturan sarana pendukung dan pembiayaan dapat dilakukan dengan cara kedua belah pihak berkontribusi sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Adapun mekanisme kolaborasi perencanaan, maka perlu duduk bersama antara Balai TN Wakatobi dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi khususnya SKPD pengelola SDAH untuk menyusun rencana kegiatan pengelolaan SDAH (perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari). Perlu ada pertemuan rutin, baik mingguan, bulanan, triwulan, maupun semesteran untuk melakukan perencanaan berupa penjadwalan dan pengaturan sumber daya secara bersama-sama. Wadah berupa forum pengelola SDAH dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat mempertemukan kedua pihak untuk menyusun perencanaan pengelolaan SDAH secara bersama-sama. Adapun bidang-bidang yang ada pada forum tersebut baik bidang perlindungan SDAH, pengawetan SDAH dan pemanfaatan SDAH secara lestari adalah untuk mewadahi SDM baik dari Balai TN Wakatobi maupun Pemerintah Kabupaten Wakatobi sesuai kapasitasnya dalam pengelolaan SDAH.
175
3. Alternatif Model Kolaborasi Perencanaan Model kolaborasi perencanaan
disusun dengan mengadopsi
kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan yang menurut Rustiadi dkk. (2011) disebut perencanaan inkremental dan j uga perlu adaptif untuk merespon dinamika permasalahan. Oleh karena itu model kolaborasi yang disusun merupakan upaya untuk mempertemukan rencana kegiatan kedua pihak baik yang direncanakan saat ini (rencana kerja tahun 2014), maupun kegiatan-kegiatan yang diperlukan berdasarkan hasil analisis penelitian. Menurut Rustiadi dkk. (2011), dalam perencanaan adaptif, jika diperoleh informasi baru maka akan segera dilakukan review terhadap pengelolaan
yang
sedang
berjalan,
kemudian
akan
dirumuskan
pendekatan-pendekatan yang baru. Model kolaborasi perencanaan yang disusun juga merupakan solusi terhadap permasalahan pengelolaan sumber daya alam hayati di Wakatobi.
Palma
dkk.
(2012)
membuat
suatu
model
kolaborasi
pengelolaan Taman Nasional Wasur dengan mengidentifikasi potensipotensi konflik pada setiap zona yang mungkin terjadi antara masyarakat dengan Balai TN Wasur, kemudian menentukan model kolaborasi sesuai permasalahan di setiap zona TN Wasur. Oleh karena itu sebelum membuat model kolaborasi, terlebih dahulu disajikan ringkasan analisis terhadap data penelitian yang ada pada Balai TN Wakatobi dan Pemerintah
Kabupaten
Wakatobi
terutama
untuk
meringkas
permasalahan dalam pengelolaan sumber daya alam hayati di Wakatobi.
176
Ringkasan analisis terhadap data penelitian disajikan pada Tabel 41 dan Tabel 42. Dalam
kolaborasi,
kedua
pihak
berinteraksi
sebagai
aktor
(penghasil manfaat) yang secara relatif berposisi sama, yakni sama-sama sebagai kontributor terhadap pengelolaan sumber daya alam hayati sebagai tujuan bersama, serta sama-sama bertukar nilai, norma, pengetahuan dan saling belajar satu sama lain. Kolaborasi dua pihak ini bukan sekedar saling mendukung, namun bagaimana rencana kerja masing-masing pihak dapat dipertemukan sehingga terjadi aksi bersama. Hasil pembelajaran bersama itulah akan berdampak pada peningkatan kapasitas kedua pihak (Disubstansikan dari Salman, 2012a). Dengan demikian
kolaborasi
perencanaan
yang
dibangun
juga
akan
mempertemukan rencana kerja Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi (SKPD terkait) khususnya yang dapat menjadi solusi terhadap permasalahan yang ada, sehingga memunculkan fitur baru (yang menurut Amien (2005) merupakan konsep emergensi berupa kemunculan sifat baru akibat terbent uknya suatu sistem), pembelajaran bersama serta peningkatan kapasitas yang akan diperoleh kedua pihak.
177
Tabel 41. Ringkasan Analisis Data Penelitian Pada Ba lai TN Wak atobi Unsur Pembangunan
R
P ot en si
SDA: 8 SDP, Tumbuhan dan Satwa lain yang dilindungi SDM: 86 pegawai SD Finansial: DIPA Balai TN Wakatobi, alokasi pengelolaan SDP sekitar: 2.196.587.000
M a sa l ah
O
Ada 3 Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) di Wakatobi
Destructive fishing Illegal Fishing Pemanfaatan satwa yang dilindungi oleh masyarakat (dperijualbelikan) Penambangan pasir Kondisi 8 SDP menurun SDM masih kurang SD Finansial masih kurang
Kawasan Tomia dan Binongko masih ditangani oleh 1 SPTN
Ko nt r i b u siBa la iT N Wakatobi
Ara h P ere n ca n a an
Penanganan kasus Patroli Pengamanan Sosialisasi/Penyulu han Monitoring 8 SDP Fasilitasi penelitian dan kunjungan wisata bawah laut
Rencana Kerja 2014 tetap menjalankan pelaksanaan kegiatan: Penanganan kasus Patroli pengamanan Sosialisasi/Penyulu han Fasilitasi penelitian dan kunjungan wisata bawah laut
Kolaborasi Perencanaan Kegiatan: Penanganan kasus Patroli pengamanan Sosialisasi/Penyuluhan Monitoring 8 SDP Rehabilitasi 8 SDP
SPTN Wilayah III masih mengelola 2 pulau besar (Tomia dan Binongko)
Perlu menjadi 2 SPTN agar beban kerja seimbang dengan SPTN Wilayah I dan II
Kolaborasi pengelolaan 8 SDP dengan Pemerintah Kabupaten mulai dari perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari
M o d el K ol ab o r as i
178
Lanjutan Tabel 41 Unsur Pembangunan
P ot en si
N
UU No 5 tahun 1990 PP No. 59 tahun 1998 PP No. 36 tahun 2010 dan Permenhut No. 48 tahun 2010 Peraturan Dirjen PHKA No. P. 7/IV-Set/2011 SOP Monitoring 8 SDP Juknis Pengamanan Laut
M a sa l ah
Ko nt r i b u siBa la iT N Wakatobi
Ara h P ere n ca n a an
Belum sinergisnya pengelolaan pengunjung dan PNBP/entrance fee serta ijin masuk kawasan baik untuk penelitian maupun kegiatan
Telah memfasilitasi pengunjung dan mengenakan tarif PNBP namun belum sepenuhnya diterapkan. Hanya pemungutan karcis masuk yang telah dilakukan, sedangkan untuk aktivitas oleh
Sudah ada rencana untuk membuat kesepakatan pemungutan masuk/pengelolaan pengunjung 1 atap dengan Pemerintah Kabupaten, namun hingga saat ini belum ada tindaklanjutnya.
lainnya, termasuk belum sinerginya perijinan pengusahaan perikanan dan pengusahaan pariwisata alam
wisatawan belum dikenakan pungutan masuk.
M o d el K ol ab o r as i
Perlu kolaborasi pengelolaan pengunjung dan penarikan entrance fee 1 atap dengan Pemerintah Daerah, serta perijinan pengusahaan perikanan dan pariwisata alam.
Keterangan: - UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya - PP No. 59 Tahun 1998 tentang tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan (Kementerian Kehutanan) - PP No. 36 tahun 2010 dan Permenhut No. 48 tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Dan Taman Wisata Alam - Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) No. P. 7/IV-Set/2011 tentang tata cara masuk Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru
179
Tabel 42. Ringkasan Analisis Data Penelitian Pada Pemerintah Kabupaten Wakatobi Unsur Pembangunan
P ot en si
M a sa l ah
SDA: 8 SDP, Tumbuhan dan satwa lain yang dilindungi
Destructive fishing Illegal Fishing Pemanfaatan satwa yang dilindungi oleh masyarakat (dijual belikan) Penambangan Pasir Degradasi ekosistem SDAH SDM masih kurang SD Finansial masih kurang Dinas Tata Ruang KP3K belum mengendalikan pemanfaatan ruang yang ada di laut Dinas PKP2 belum fokus pada monitoring Mangrove
R SDM: SDM pada 6 SKPD SD Finan sial: APBD, alokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati sekitar Rp. 7.954.873.637
O
6 SKPD (Bappeda, Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan/PKP2, Serta Dinas Tata Ruang KP3K
Ko n t r i b u s i Pemerintah Kabupaten Wakatobi Penanganan kasus Patroli Pengamanan Sosialisasi/Penyulu han Identifikasi/Monitori ng 8 SDP fokus pada Terumbu Karang, dan mangrove Fasilitasi penelitian dan kunjungan wisata bawah laut
Ara h P ere n ca n a an
Rencana Perangkat 2014:
Dinas PKP2 telah membentuk tim pengawas kehutanan di 4 pulau untuk menjaga hutan termasuk hutan mangrove
M o d el K ol ab o r as i
Kerja Kolaborasi Perencanaan Daerah Kegiatan: Penanganan kasus Penanganan kasus Patroli pengamanan Patroli pengamanan Sosialisasi/Penyuluhan Sosialisasi/Penyuluhan Monitoring 8 SDP Pengembangan Sarana Pelayanan penelitian dan dan Prasarana Promosi kunjungan wisata Pariwisata Rehabilitasi sumber daya Koordinasi Penelitian alam hayati dan Pengembangan Daerah Pendampingan penelitian dan pengembangan daerah Pemantauan keanekaragaman hayati Rehabilitasi sumber daya pesisir dan lau t
Bidang Kehutanan perlu menjadi Dinas Kehutanan untuk dapat meningkatkan pengelolaan hutan (khususnya mangrove) secara lebih optimal.
Kolaborasi Perencanaan monitoring 8 SDP dengan Balai TN Wakatobi dan juga pengawasan/ pengendalian pemanfaatan ruang/zona TN Wakatobi
180
Lanjutan Tabel 42 Unsur Pembangunan
P ot en si
N
UU No. 27 tahun 2007 UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan UU No. 45 tahun 2009 No. 32 Tahun 2009 Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 5 Tahun 2009 Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 18 tahun 2013 Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 19 Tahun 2006 Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 15 Tahun 2013
M a sa l ah
Perda alat tangkap masih memasukan kompresor dan linggis sebagai alat yang boleh digunakan dalam penangkapan ikan. Padalah kedua alat tersebut dapat merusak SDAH.
Ko n t r i b u s i Pemerintah Kabupaten Wakatobi Telah menjalankan perijinan usaha perikanan berdasarkan peraturan daerah yang berlaku
Ara h P ere n ca n a an
Tetap memberikan perijinan usaha perikanan dalam rangka pembangunan berkelanjutan
M o d el K ol ab o r as i
Pengelolaan pengunjung satu atap terutama dalam pengurusan retribusi masuk kawasan, serta perlunya rekomendasi teknis pemberian ijin usaha perikanan dari Balai TN Wakatobi sehingga perlu kolaborasi dalam pemberian usaha perikanan.
ijin
Keterangan :
-
UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan dan UU No 45 tahun 2009 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 5 Tahun 2009 tentang Pemakaian Alat Tangkap dan atau Alat Bantu Pengambilan hasil Laut dalam Wilayah Perairan Kabupaten Wakatobi - Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 18 tahun 2013 tentang Retribusi Ijin Usaha Perikanan - Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 19 Tahun 2006 tentang Retribusi Ijin Penelitian dan Pemberian Surat Tanda Terima Pemberitahuan Keberdayaan Organisasi Kemasyarakatan, LSM dan Yayasan - Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 15 Tahun 2013 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga Wisata
- Perda Kabupaten Wakatobi No. 12 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2032
181
Berdasarkan permasalahan yang ada sebagaimana disajikan pada tabel diatas. Berikut adalah alternatif model kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari dalam rangka menyelesaikan beberapa permasalahan/kendala dalam pengelolaan SDAH di Wakatobi. (a) Kolaborasi Peren canaan Penanganan Kasu s Model kolaborasi perencanaan penanganan kasus didesain untuk memecahkan permasalahan seperti destructive fishing dan illegal fishing. Model ini mempertemukan rencana kerja penanganan kasus pada Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi (SKPD terkait) yang dimungkinkan untuk dikolaborasikan. Dalam kolaborasi ini disajikan juga sumber daya yang dikelola, pelaksana, organisasi, norma, fitur baru, pembelajaran bersama dan peningkatan kapasitas sebagaimana tertera pada Tabel 43. Adapun bentuk kolaborasinya disajikan pada penjelasan Tabel 43. Tabel 43. Kolaborasi Perencanaan Penanganan Kasus Unsur Pembangunan (RON)
Kegiatan Penanganan Kasus - Resources yang dikelola: 8 Sumber Daya Penting, Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi. Ba l a i TN W a k a tobi
R (Resource s)
- Dana penanganan kasus Balai TN Wakatobi untuk 3 kasus (Rp. 104.250.000) PPNS - SDM: Kehutanan
P em e ri nta h K a bupa ten W a k a tobi
- Dana pada BLH Pengelolaan Pengaduan dan Sengketa Lingkungan (Rp. 10.000.000) Penyelesaian Sengketa Lingkungan di Pengadilan (Rp. 20.000.000) - Dana pada DKP Dukungan Operasional Penanganan Kasus-Kasus Illegal Fishing (15.000.000). Kegiatan ini perlu direncanakan pada tahun 2014 dan setelahnya. - SDM: PPNS Perikanan, PPNS BLH (Perlu direncanakan)
182
Lanjutan Tabel 43 Unsur Pembangunan (RON) O (Organizations )
Kegiatan Penanganan Kasus Balai TN Wakatobi
- UU No. 5 Tahun 1990
N (Norms )
Fitur Baru
Pembelajaran Bersama Peningkatan Kapasitas
Badan Lingkungan Hid up dan Dinas Kelautan dan Perikanan - UU 27 tahun 2007, UU 31 tahun 2004, UU No 45 tahun 2009, UU No. 32 Tahun 2009
- SDM bertambah dimana PPNS kehutanan dan PPNS Perikanan bergabung, pendanaan menjadi lebih besar sehingga dapat menangani kasus lebih optimal. - PPNS Perikanan dapat melakukan penyidikan dengan menggunakan UU No. 27 Tahun 2007, UU No. 31 Tahun 2004 dan UU No. 45 Tahun 2009, PPNS Lingkungan Hidup dapat menggunakan UU No. 32 Tahun 2009 sedangkan PPNS Kehutanan dapat melakukan penyidikan dengan menggunakan UU No. 5 tahun 1990, dengan demikian dapat saling menguatkan. - Pelaksanaan penanganan kasus dapat lebih dari 3 kasus - Setiap kasus dapat didanai walaupun tidak sampai lengkap (P.21), karena sebelum sampai P.21 tersebut memerlukan biaya operasional. Dimana sebelumnya, dana pada Balai TN Wakatobi tidak dapat digunakan sebelum berkas dinyatakan lengkap (P21). Dengan adanya dukungan dari BLH dan DKP, maka akan mempermudah pelaksanaan penanganan kasus. - Belajar bersama dalam penanganan kasus, dimana penyidik kehutanan dan penyidik perikanan mendapat pelajaran penanganan kasus di Wakatobi secara bersama-sama. - Peningkatan wawasan tentang peraturan-peraturan yang ada dalam penanganan kasus - Peningkatan kemampuan PPNS dalam penanganan kasus sebagai akibat dari pembelajaran bersama - Internalisasi nilai-nilai dari peraturan yang ada sehingga pemahaman lebih mendalam dan dapat menerapkannya dengan lebih optimal
Kolaborasi perencanaan penanganan kasus merupakan kolaborasi yang mempertemukan rencana kerja antara Balai TN Wakatobi (BTNW) dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam menangani kasus-kasus tindak pidana
kehutanan maupun
perikanan di Wakatobi.
Dalam
kolaborasi ini, terdapat 1 model kolaborasi perencanaan penanganan kasus sebagaimana disajikan pada Tabel 44. Tabel 44. Model Kolaborasi Perencanaan Penanganan Kasus P e n d a n aa n
BTN W 104.250.000
penanganan kasus (Rp) Total Biaya Perkasus (Rp) Output (kasus)
3
P e me r i n tahK ab u p at e n Wak ato b i DanaB LH1
20.000.000
Dana BLH2
10.000.000
104.250.000
-
34.750.000
-
30.000.000 34.750.000 1
183
Dana
BTNW
dalam
penanganan kasus tahun 2014 yaitu
Rp.104.250.000 untuk 3 kasus (Rp.34.750.000/kasus). Dengan adanya tambahan dana dari BLH se besar Rp.30.000.000, maka jumlah kasus yang dapat ditangani oleh kedua pihak menjadi sekitar 4 kasus. Pada akhir penanganan kasus, berkas perkara sangat mungkin dinyatakan tidak lengkap (belum P21), namun biaya operasional tetap ada. Sedangkan dana penanganan kasus pada BTNW dapat digunakan jika berkas perkara dinyatakan lengkap. Hal tersebut menjadi kendala karena jika berkas perkara dinyatakan tidak lengkap maka tidak dapat didanai oleh Balai TN Wakatobi, sehingga akan membebankan pada PPNS yang menangani kasus. Hal ini juga dapat menurunkan motivasi bagi PPNS dalam
menangani
kasus.
Namun
dengan
adanya
kolaborasi,
permasalahan tersebut dapat ditanggulangi oleh dana dari BLH dan juga DKP (jika menganggarkan kembali dukungan operasional penanganan kasus-kasus Illegal Fishing
Rp.15.000.000) . Dengan demikian, dana
penanganan kasus yang ada pada BLH dan DKP dapat digunakan sebagai dana pendamping dalam menangani kasus tindak pidana kehutanan dan perikanan di Wakatobi. Dengan kolaborasi, SDM pun menjadi lebih banyak, dimana semua penyidik baik PPNS Kehutanan, PPNS perikanan dan PPNS Lingkungan Hidup (jika telah diadakan) dapat bersama-sama menangani kasus tindak pidana di perairan Wakatobi, hal ini
tentu akan mempermudah
pelaksanaan penanganan kasus. PPNS kehutanan dapat menggunakan
184
aturan-aturan kehutanan dalam menangani kasusnya, begitu juga dengan PPNS Perikanan dan Lingkungan Hidup dapat menggunakan aturannya masing-masing sehingga dapat saling menguatkan dan dapat memberi efek jera yang lebih berat kepada pelaku pelanggaran. Kegiatan penanganan kasus secara bersama-sama tersebut akan memberikan pembelajaran bersama sehingga dapat meningkatkan kapasitas masingmasing pihak. Peningkatan kapasitas ini dapat berupa: 1) peningkatan wawasan tentang peraturan-peraturan yang ada dalam penanganan kasus 2) peningkatan kemampuan PPNS dalam penanganan kasus dan 3) internalisasi nilai-nilai dari peraturan yang ada sehingga pemahaman lebih mendalam dan dapat menerapkannya dengan lebih optimal. (b) Kolaborasi Perencanaan Patroli/Operasi Pengamanan Model
kolaborasi
perencanaan
patroli/operasi
pengamanan
didesain untuk memecahkan permasalahan seperti destructive fishing, illegal fishing dan pemanfaatan satwa yang dilindungi oleh masyarakat. Model ini mempertemukan rencana kerja patroli/operasi pengamanan pada Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi (SKPD terkait) yang dimungkinkan untuk dikolaborasikan. Dalam kolaborasi ini disajikan juga sumber daya yang dikelola, pelaksana, organisasi, norma, fitur
baru,
pembelajaran
bersama
dan
peningkatan
kapasitas
sebagaimana tertera pada Tabel 45. Adapun bentuk kolaborasinya disajikan pada penjelasan Tabel 45.
185
Tabel 45. Kolaborasi Perencanaan Patroli/Operasi Pengamanan Unsur Pembangunan (RON)
Kegiatan Patroli/Operas i Pengamanan - Resources yang dikelola: 8 Sumber Daya Penting, Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi. Ba l a i TN W a k a tobi
- Dana patroli pengamanan Balai TN Wakatobi: Operasi gabungan 12 kali (Rp.102.260.000) Operasi Intelejen 21 kali (Rp. 23.100.000) Patroli mendadak 26 kali (Rp. 115.890.000) Patroli penjagaan di Resort 22 orang (Rp. 97.396.000) - SDM: Polhut/PPNS Kehutanan
R (Resource s)
O (Organizations
)
Balai TN Wakatobi Untuk mengetahui aktivitas-aktivitas yang melanggar di Kawasan Konservasi maka dapat digunakan:
N ) (Norms
Fitur Baru Pembelajaran Bersama Peningkatan Kapasitas
P e me r i nta h K a bupa te n W a k a tobi
- Dana penjagaan kawasan DKP Pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan (Rp.200.000.000) Patroli terpadu d alam penanganan illegal fishing (Rp.100.000.000) - Dana patroli pengamanan Badan Lingkungan Hidup Penegakan Hukum Operasi Lingkungan (15.000.000) - SDM: Pengawas/PPNS Perikanan, Staf/PPNS/Pengawas Lingkungan Hidup BLH Dinas Kelautan dan Perikanan serta Badan Lingkungan Hidup Untuk mengetahui aktivitasaktivitas yang melanggar di Kawasan Konservasi maka dapat digunakan:
- UU No. 5 Tahun 1990 Direktur Jenderal - Peraturan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) No. P. 7/IV-Set/2011
- UU 27 tahun 2007 ; UU 31 tahun 2004 - UU No. 45 tahun; UU No. 32 Tahun 2009 ; Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 18 tahun 2013 - SDM bertambah dimana Polisi kehutanan/PPNS dan Pengawas/PPNS Perikanan dan Lingkungan Hidup dapat bersama-sama melakukan patroli pengamanan baik dalam rangka menjaga kawasan terhadap gangguan keamanan maupun penertiban ijin masuk kawasan. - Luas/jangkauan trip patroli dapat bertambah sesuai dengan kapasitas pendanaan yang meningkat. - Belajar bersama dalam pelaksanaan patroli dan dapat mengetahui kawasan yang rawan gangguan keamanan - Peningkatan wawasan tentang peraturan-peraturan yang berlaku di Kawasan Konservasi dan Kabupaten Wakatobi, baik tentang ijin masuk kawasan, ijin usaha perikanan maupun peraturan tentang kegiatan-kegiatan yang melanggar. - Peningkatan kemampuan dalam melaksanakan patroli pengamanan sebagai akibat dari belajar bersama dalam pelaksanaan patroli. - Internalisasi nilai-nilai dari peraturan yang ada sehingga pemahaman lebih mendalam dan dapat menerapkannya dengan lebih optimal
Kolaborasi perencanaan patroli/operasi pengamanan merupakan kolaborasi yang mempertemukan rencana kerja antara Balai TN Wakatobi (BTNW) dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam melaksanakan
186
kegiatan-kegiatan pengamanan kawasan. Terdapat 4 alternatif kolaborasi perencanaan patroli/operasi pengamanan sebagai berikut: a. Model Kolaborasi Perencanaan Operasi Gabungan Model ini dibangun dengan asumsi bahwa dana dari DKP dan BLH dialokasikan untuk operasi gabungan. Model kolaborasi ini disajikan pada Tabel 46. Tabel 46. Model Kolaborasi Perencanaan Operasi Gabungan P e n da n aan Dana operasi gabungan( Rp)
B TN W 102.260.000
P e me ri n t ahK ab up at e n W akat o bi Dana DKP1( Rp)
200.000.000
Dana DKP 2(Rp)
100.000.000
DanaBLH(Rp) Total BiayaPersekaliOperasi(Rp) Output (kali)
102.260.000
-
8.521.667 12
-
15.000.000 315.000.000
8.521.667 37
Dana operasi gabungan BTNW sejumlah Rp. 102.260.000 untuk 12 kali kegiatan (sekitar Rp.8.521.667/satu kali operasi gabungan) dapat dikolaborasikan dengan dana DKP Rp.300.000.000 dan BLH Rp. 15.000.000. Dengan demikian, total dana tambahan dari DKP dan BLH yaitu sejumlah Rp.315.000.000, yang dapat digunakan untuk 37 kali operasi gabungan, sehingga operasi gabungan dapat dilaksanakan sebanyak 49 kali dalam setahun. b. Model Kol aborasi Per encanaan Operasi Intelejen Model ini dibangun dengan asumsi bahwa dana dari DKP dan BLH dialokasikan untuk operasi intelejen. Model kolaborasi ini disajikan pada Tabel 47.
187
Tabel 47. Model Kolaborasi Perencanaan Operasi Intelejen Pendanaan DanaOperasiI ntelejen( Rp)
Total
BTNW 23.100.000
PemerintahKabupatenWakatobi DanaD KP1 (Rp)
200.000.000
DanaDKP 2(Rp) Dana BLH (Rp)
100.000.000 15.000.000
23.100.000
BiayaPersekaliOperasi (Rp) Output (kali)
-
1.100.000
215.000.000
-
21
1.100.000
-
286
Dana operasi intelejen BTNW sejumlah Rp. 23.100.000 untuk 21 kali kegiatan
(sekitar
Rp.1.100.000/satu
kali
operasi
intelejen)
dapat
dikolaborasikan dengan dana DKP Rp.300.000.000 dan BLH Rp. 15.000.000. Dengan demikian, total dana tambahan dari DKP dan BLH yaitu sejumlah Rp.315.000.000, yang
dapat digunakan untuk 286 kali
operasi intelejen, sehingga kegiatan operasi intelejen dapat dilaksanakan sebanyak 307 kali dalam setahun. c. Model Kolaborasi Perencanaan Pat roli Mendadak Model ini dibangun dengan asumsi bahwa dana dari DKP dan BLH dialokasikan untuk patroli mendadak. Model kolaborasi ini disajikan pada Tabel 48. Tabel 48. Model Kolaborasi Perencanaan Patroli Mendadak Pendanaan Danap atroliM endadak( Rp)
BTNW 115.890.000
Pemerintah Kabupaten Wakatobi DanaD KP1( Rp)
200.000.000
DanaDKP 2(Rp) Dana BLH
100.000.000 15.000.000
Total
115.890.000
-
315.000.000
Biaya Persekali patroli (Rp) Output (kali)
4.457.308 26
-
4.457.308 71
-
Dana patroli mendadak BTNW sejumlah Rp. 115.890.000 untuk 26 kali (sekitar Rp.1.100.000/satu kali operasi) dapat dikolaborasikan dengan
188
dana DKP Rp.300.000.000 dan BLH Rp. 15.000.000. Dengan demikian, total dana tambahan dari DKP dan BLH yaitu sejumlah Rp.315.000.000, yang dapat digunakan untuk 71 kali patroli mendadak, sehingga kegiatan patroli mendadak dapat dilaksanakan sejumlah 97 kali dalam setahun. d. Model Kolaborasi Perencanaan Patroli Penjagaan di Resort Model ini dibangun dengan asumsi bahwa dana dari DKP dan BLH dialokasikan untuk patroli penjagaan di resort. Model kolaborasi ini disajikan pada Tabel 49. Tabel 49. Model Kolaborasi Perencanaan Patroli Penjagaan di Resort P e n d a n aa n
BTN W 97.396.000
Dana patroli Penjagaan di Resort (Rp) Total
P e m e r i n t a hK a b u p a t e n W a k a t o b i DanaDKP( Rp)
200.000.000
Dana DKP 2(Rp)
100.000.000
DanaBLH( Rp)
15.000.000
97.396.000
Biaya perorang (Rp) Output (orang)
-
4.427.091 22
-
315.000.000 4.427.091 71
Dana patroli mendadak BTNW sejumlah Rp. 97.396.000 untuk 22 Orang (sekitar Rp.4.427.091/orang) dapat dikolaborasikan dengan dana DKP Rp.300.000.000 dan BLH Rp. 15.000.000. Dengan demikian, total dana tambahan dari DKP dan BLH yaitu sejumlah Rp.315.000.000, yang dapat digunakan untuk 71 orang, sehingga jumlah kegiatan patroli penjagaan di resort dapat dilaksanakan oleh 93 orang dalam setahun. Dengan adanya kolaborasi kegatan patroli /operasi pengamanan, SDM
dapat
bertambah
dimana
Polisi
kehutanan/PPNS
dan
Pengawas/PPNS Perikanan dan Lingkungan Hidup dapat bersama-sama melakukan patroli pengamanan baik dalam rangka menjaga kawasan
189
terhadap gangguan keamanan maupun penertiban ijin masuk kawasan. Intensitas pelaksanaan patroli/penjagaan juga dapat bertambah sesuai dengan kapasitas pendanaan yang meningkat. Dalam kolaborasi kegiatan ini, akan ada pembelajaran bersama yaitu belajar bersama dalam melaksanakan patroli ini dan dapat mengetahui kawasan yang rawan gangguan
keamanan
secara
bersama-sama,
sehingga
dapat
meningkatkan kapasitas masing-masing personil diantaranya yaitu 1) Peningkatan wawasan tentang peraturan-peraturan yang berlaku di Kawasan Konservasi dan Kabupaten Wakatobi, baik tentang ijin masuk kawasan, ijin usaha perikanan maupun peraturan tentang kegiatankegiatan
yang
melanggar,
2)
peningkatan
kemampuan
dalam
melaksanakan patroli pengamanan sebagai akibat dari belajar bersama dalam pelaksanaan patroli dan 3) internalisasi nilai-nilai dari peraturan yang
ada
sehingga
pemahaman
lebih
mendalam
dan
dapat
menerapkannya dengan lebih optimal. (c) Kolaborasi Perencanaan Penyuluhan/Sosialisasi Peraturan Model kolaborasi perencanaan penyuluhan/sosialisasi peraturan didesain untuk memecahkan permasalahan seperti destructive fishing, illegal fishing dan pemanfaatan satwa yang dilindungi oleh masyarakat serta
penambangan
pasir.
Model
ini
mempertemukan
rencana
penyuluhan/sosialisasi peraturan pada Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten
Wakatobi
(SKPD
terkait)
yang
dimungkinkan
untuk
dikolaborasikan. Dalam kolaborasi ini disajikan juga sumber daya yang
190
dikelola, pelaksana, organisasi, norma, fitur baru, pembelajaran bersama dan peningkatan kapasitas sebagaimana tertera pada Tabel 50. Adapun bentuk kolaborasinya disajikan pada penjelasan Tabel 50.
Tabel 50. Kolaborasi Perencanaan Penyuluhan/Sosialisasi Peraturan Unsur Pembangunan (RON) R (Resource s)
Kegiatan Penyuluhan/Sos ialisasi Peraturan
- Resources yang dikelola: 8 Sumber Daya Penting, Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi. Ba l a i TN W a k a tobi
Unsur Pembangunan (RON)
Kegiatan Penyuluhan/Sos ialisasi Peraturan - Dana Penyuluhan/Sosialisasi: Pendidikan Konservasi/penyuluhan/so sialisasi di tingkat SLTP/SLTA di 3 SPTN (Rp. 15.750.000)
Pembinaan Kader Konservasi di 3 SPTN di (Rp.13.275.000) Pembinaan Kelompok Pecinta Alam di 3 SPTN (KPA) (Rp.13.275.000)
- SDM: Penyuluh/Pengendali Ekosistem Hutan (PEH), Polhut Balai TN Wakatobi,
O (Organizations
N (Norms )
)
P em er i nta h Ka bupa ten W a k a tobi
BTNW
- UU No. 5 Tahun 1990 - PP No. 36 tahun 2010 dan Permenhut No. 48 tahun 2010 - Peraturan Dirjen PHKA No. P. 7/IV-Set/2011 Taman Nasional - Zonasi Wakatobi
- Dana sosialisasi DKP Peraturan Perundang Sosialisasi Undangan Melalui Radio dan TV lokal maupun dilakukan secara langsung (Rp. 25.000.000) - Dana sosialisasi BLH
Sosialisasi Program Pantai dan Laut Lestari (Rp. 65.200.000) Pelatihan Kader Lingkungan untuk 320 orang (Rp 75.000.000) Pembinaan Kesadaran Hukum Lingkungan untuk 60 orang (Rp 50.000.000) - Dana Bidang Kehutanan pada Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan (PKP2) Sosialisasi Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan (100.000.000) , Kebersihan, Pertamanan, - Dinas Tata Ruang Pemakaman dan Pemadam Kebakaran (TRKP3K) Sosialisasi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Wakatobi (RTRW) 20122032 dan IMB kepada 100 orang (Rp.156.000.000) - SDM: Staf pada BLH, DKP, Bidang Kehutanan dan Dinas Tata Ruang KP3K DKP, BLH, Bidang Kehutanan, Dinas Tata Ruang KP3K
- UU No. 27 Tahun 2007, UU No. 31 Tahun 2004 UU No. 45 Tahun 2009 , UU No. 32 Tahun 2009 - Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 18 Tahun 2013, Perda Kabupaten Wakatobi No. 12 Tahun 2012
191
Lanjutan Tabel 50 Unsur Pembangunan (RON) Fitur Baru Pembelajaran Bersama
Peningkatan Kapasitas
Kegiatan Penyuluhan/Sos ialisasi Peraturan - SDM yang melakukan penyuluhan bertambah. - Jumlah pelajar/masyarakat yang akan disuluh menjadi lebih banyak, dengan demikian diharapkan banyak masyarakat yang menyadari akan pentingnya menjaga kelestarian sumber daya alam hayati di Wakatobi - Belajar bersama dalam melaksanakan penyuluhan - Bersama-sama mempelajari permasalahan yang dihadapi masyarakat, harapan mereka terhadap pemerintah serta tanggapan masyarakat terhadap peraturan yang ada. Sehingga kedua pihak secara bersama-sama akan mengetahui dan mencarikan alternatif solusi bagi permasalahan dan harapan masyarakat. - Peningkatan wawasan tentang peraturan-peraturan yang berlaku di di Wakatobi baik tentang ijin masuk kawasan, ijin usaha perikanan maupun peraturan tentang kegiatan-kegiatan yang melanggar di kawasan konservasi yang disampaikan oleh narasumber masing-masing. - Peningkatan kemampuan berkomunikasi akibat dari belajar bersama-sama dalam melakukan penyuluhan/mensosialisasikan peraturan dan juga sebagai akibat mempersiapkan diri untuk m elakukan penyuluhan. - Internalisasi peraturan sehingga meningkatkan pemahaman dan kesadaran terhadap peraturan yang disampaikan dalam penyuluhan.
Adapun alternatif model kolaborasi penyuluhan/sosialisasi ini adalah sebagai berikut: a.
Model Kola borasi Pe rencanaan Pe ndidikan/ Penyuluhan/ Sosialisasi di Tingkat SLTP/SLTA
Ko nservasi/
Model ini dibangun dengan asumsi bahwa dana dari SKPD terkait dialokasikan untuk pendidikan konservasi/penyuluhan/sosialisasi di tingkat SLTP/SLTA. Model kolaborasi perencanaan tersebut disajikan pada Tabel 51. Tabel 51.
Model Kolaborasi Perencanaan Pendidikan Penyuluhan/ Sosialisasi di tingkat SLTP/SLTA
P e n d a n aa n Dana Pendidikan Konservasi/Penyuluhan/
BTN W 15.750.000
Sosialisasi di SLTP/SLTA (Rp)
Total Biaya Per SPTN (Rp) Output (SPTN)
15.750.000 5.250.000 3
Konservasi/
P e m e r i n t a hK a b u p a t e n W a k a t o b i DanaDKP (Rp)
25.000.000
DanaBLH1( Rp)
65.200.000
DanaBLH2( Rp)
75.000.000
DanaBLH3( Rp)
50.000.000
DanaPKP2( Rp)
100.000.000
Dana TRKP3K( Rp)
156.000.000 471.200.000 5.250.000 90
192
Dana pendidikan konservasi/penyuluhan/sosialisasi BTNW sejumlah Rp. 15.750.000 untuk 3 SPTN/Seksi Pengelolaan Taman Nasional (sekitar Rp.5.250.000/SPTN) dapat dikolaborasikan dengan dana DKP, BLH, Dinas PKP2 (Khususnya Bidang Kehutanan) dan Dinas Tata Ruang KP3K dengan total dana tambahan SKPD adalah Rp.471.200.000 yang dapat digunakan untuk 90 SPTN. Dengan demikian, total jumlah rencana pelaksanaan kegiatan ini yaitu 93 SPTN. Karena di Wakatobi dibagi menjadi 3 SPTN, sehingga jumlah rencana pelaksanaan pendidikan konservasi/penyuluhan/sosialisasi di tingkat SLTP/SLTA yaitu sejumlah 31 kali untuk setiap SPTN dalam setahun. b. Model Kolaborasi Perencanaan Pembinaan Kader Konservasi Model ini dibangun dengan asumsi bahwa dana dari SKPD terkait dialokasikan untuk pendidikan kader konservasi. Tabel 52 merupakan bentuk dari model kolaborasi perencanaan pembinaan kader konservasi. Tabel 52. Model Kolaborasi Perencanaan Pembinaan Kader Konservasi P e n d a n aa n
BTN W 13.275.000
Dana Pembinaan Kader Konservasi
Total
13.275.000
Biaya Per SPTN
4 . 4 25 . 0 0 0
Output (SPTN)
3
Dana
Pembinaan
P e m e r i n t a hK a b u p a t e nW a k a t o b i DanaDKP
25.000.000
DanaBLH1
65.200.000
DanaBLH2
75.000.000
DanaBLH3
50.000.000
DanaPKP2
100.000.000
DanaTRKP3K
156.000.000 471.200.000 4. 42 5. 00 0 106
kader
konservasi
BTNW
sejumlah
Rp.
13.275.000 untuk 3 SPTN/Seksi Pengelolaan Taman Nasional (sekitar
193
Rp.4.425.000/SPTN) dapat dikolaborasikan dengan dana DKP, BLH, Dinas PKP2 (Khususnya Bidang Kehutanan), dan Dinas Tata Ruang KP3K dengan total dana tambahan SKPD adalah Rp.471.200.000 yang dapat digunakan untuk 106 SPTN. Sehingga total jumlah rencana pelaksanaan kegiatan ini yaitu 109 SPTN. Di Wakatobi hanya terdapat 3 SPTN, sehingga
jumlah
rencana
pelaksanaan
pembinaan
kader
konservasi yaitu 36 kali untuk SPTN I dan II sedangkan untuk SPTN III yaitu 37 kali dalam setahun. c. Model Kolaborasi Perencanaan Pembinaan Kelompok Pecinta Alam Model ini dibangun dengan asumsi bahwa dana dari SKPD terkait dialokasikan
untuk pembinaan kelompok pecinta
alam. Tabel
53
merupakan bentuk dari model kolaborasi perencanaan pembinaan kelompok pecinta alam. Tabel 53. Model Kolaborasi Perencanaan Pembinaan KPA P e n d a n aa n
BTN W 13.275.000
Dana Pembinaan Kelompok Pecinta Alam
P e m e r i n t a hK a b u p a t e nW a k a t o b i DanaDKP
25.000.000
DanaBLH1
65.200.000
DanaBLH2
75.000.000
DanaBLH3
50.000.000
DanaPKP2
100.000.000
DanaTRKP3K
156.000.000
Total
13.275.000
471.200.000
Biaya Per SPTN Output (SPTN)
4 . 4 25 . 0 0 0 3
4 . 4 25 . 0 00 106
Dana Pembinaan kelompok pecinta alam (KPA) BTNW sejumlah Rp. 13.275.000 untuk 3 SPTN/Seksi Pengelolaan Taman Nasional (sekitar Rp.4.425.000/SPTN) dapat dikolaborasikan dengan dana SKPD terkait
194
dengan total dana tambahan yaitu Rp.471.200.000 yang dapat digunakan untuk 106 SPTN. Sehingga total jumlah rencana pelaksanaan kegiatan ini yaitu 109 SPTN. Ada 3 SPTN di Wakatobi, sehingga jumlah rencana pelaksanaan pembinaan KPA yaitu 36 kali untuk SPTN I dan II sedangkan untuk SPTN III dapat 37 kali dalam setahun. Dari segi SDM, pelaksana dari kedua instansi dapat digabungkan sehingga
dapat
bersama-sama
melaksanakan
pendidikan
konservasi/penyuluhan/sosialisasi, pembinaan kader konservasi dan pembinaan kelompok pecinta alam. Dengan adanya kolaborasi ini, SDM yang melakukan penyuluhan bertambah, jumlah pelajar/masyarakat target penyuluhan menjadi lebih banyak, dengan demikian diharapkan banyak masyarakat yang menyadari akan pentingnya menjaga kelestarian sumber daya alam hayati di Wakatobi. Dalam kolaborasi ini terdapat pem belajaran bersama yaitu belajar bersama-sama dalam melaksanakan pen yuluhan, bersama-sama
mempelajari
permasalahan
yang
dihadapi
masyarakat/pelajar dan harapan mereka terhadap pemerintah serta tanggapannya terhadap peraturan yang ada. Sehingga kedua pihak secara bersama-sama akan mengetahui dan mencarikan alternatif solusi bagi permasalahan dan harapan masyarakat. Dengan adanya kolaborasi, akan tejadi peningkatan kapasitas yaitu: 1) peningkatan wawasan tentang peraturan-peraturan yang berlaku di di Wakatobi baik tentang ijin masuk kawasan, ijin usaha perikanan maupun peraturan tentang kegiatan-kegiatan yang melanggar di kawasan
195
konservasi yang disampaikan oleh narasumber masing-masing, 2) peningkatan kemampuan berkomunikasi akibat dari belajar bersamasama dalam melakukan penyuluhan/mensosialisasikan peraturan dan juga sebagai akibat mempersiapkan diri untuk melakukan penyuluhan, dan 3) internalisasi peraturan sehingga meningkatkan pemahaman dan kesadaran terhadap peraturan yang disampaikan dalam penyuluhan. (d) Kolaborasi Perencanaan Monitoring 8 Sumber Daya Penting/ Target Konservasi Model
kolaborasi
perencanaan
monitoring
8
sumber
daya
penting/target konservasi didesain untuk memecahkan permasalahan seperti menurunnya kondisi 8 sumber daya penting atau degradasi ekosistem SDAH. Model ini mempertemukan rencana kerja monitoring 8 sumber daya penting pada Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi (SKPD terkait) yang dimungkinkan untuk dikolaborasikan. Dalam kolaborasi ini disajikan juga sumber daya yang dikelola, pelaksana, organisasi, norma, fitur baru, pembelajaran bersama dan peningkatan kapasitas
sebagaimana
tertera
pada
Tabel
kolaborasinya disajikan pada penjelasan Tabel 54.
54.
Adapun
bentuk
196
Tabel 54. Kolaborasi Perencanaan Monitoring 8 Sumber Daya Penting/ Target Konservasi Unsur Pembangunan (RON)
Kegiatan Monitorin g 8 Sumber Daya Penting/Ta rget Konservas i
- Resources yang dikelola: 8 Sumber Daya Penting Ba l a i TN W a k a tobi
- Dana Monitoring 8 SDP Balai TN Wakatobi Monitoring Terumbu Karang (Sekaligus Ikan Karang): 1 kegiatan Rp. 52.565.000 - Monitoring lamun 3 lokasi (Rp. 58.235.000) - Monitoring Mangrove 1 kegiatan (Rp. 46.230.000) - Monitoring cetacean 1 kegiatan (Rp. 103.195.000) - Monitoring SPAGs 6 Kali (Rp.108.305.000) - Monitoring Burung pantai/laut 1 kegiatan (Rp. 33.815.000) - Monitoring Penyu 1 kegiatan (Rp. 91.080.000) - SDM: PEH/Polhut,
R (Resource s)
O (Organizations N (Norms )
)
BalaiT NW akatobi
P e me r i nta h K a bupa te n W a k a tobi
- Dana Monitoring BLH - Penyusunan Profil Keanekaragaman Hayati (Rp. 21.580.000) - Pemantauan Keanekaragaman Hayati Darat dan Laut (Rp. 10.000.000) - Dana Monitoring DKP - Perlu merencanakan monitoring 8 Sumber Daya Penting - Dana Monitoring Mangrove Bidang Kehutanan Dinas Pertanian, Kehutanan, - Perkebunan dan Peternakan (PKP2) merencanakan monitoring - Perlu mangrove - SDM: Staf BLH, DKP dan Bidang Kehutanan Dinas PKP2 (Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan) BLH,D KP,D inas PKP2
- Terdapat SOP Monitoring 8 SDP di Balai TN Wakatobi, maka dapat digunakan untuk pelaksanaan monitoring secara bersama-sama.
Fitur Baru
- SDM bertambah dimana PEH/Polhut Balai TN Wakatobi bergabung dengan Staf DKP, BLH dan Bidang Kehutanan sehingga pelaksanaan kegiatan dapat menjangkau lokasi yang lebih banyak
Pembelajaran Bersama
- Belajar bersama dalam monitoring 8 sumber daya penting/target konservasi - Mengetahui lokasi-lokasi 8 sumber daya penting yang perlu dilestarikan secara bersama-sama
Peningkatan Kapasitas
- Peningkatan wawasan dan kemampuan dalam pelaksanaan monitoring 8 sumber daya penting/ target konservasi - Internalisasi nilai-nilai akan pentingnya konservasi sumber daya alam, sehingga jika ada arah pembangunan yang kontraproduktif dengan konservasi, SKPD terkait dapat memberikan arahan.
Alternatif model perencanaan monitoring 8 SDP dapat berupa 2 model kolaborasi perencanaan, yaitu:
197
a. Model Kolaborasi Perencanaan Monitoring Lamun Model ini dibangun atas asumsi bahwa dana yang ada pada BLH dialokasikan untuk monitoring lamun. Tabel 55 merupakan Model kolaborasi perencanaan monitoring lamun. Tabel 55. Model Kolaborasi Perencanaan Monitoring Lamun P e n d a n aa n Dana monitoring lamun (Rp) Total Biaya Per lokasi (Rp) Output (lokasi)
B TN W
Pe me r i n t ahK ab u p ate nW akat o b i
58.235.000
DanaBLH1 (Rp)
21.580.000
DanaBLH 2 (Rp) 58.235.000
10.000.000
-
19.411.667
31.580.000
-
3
19.411.667
-
1,63
Dana monitoring lamun BTNW sejumlah Rp. 58.235.000 untuk 3 lokasi (sekitar Rp.19.411.667/lokasi) dapat dikolaborasikan dengan dana BLH dengan total dana tambahan yaitu Rp.31.580.000, yang dapat digunakan untuk sekitar 2 lokasi. Sehingga total jumlah rencana pelaksanaan kegiatan ini yaitu 5 lokasi dalam setahun. b. Model Kolaborasi Pemijahan Ikan)
Perencanaan
Monitoring
SPAGs
(Lokasi
Model ini dibangun atas asumsi bahwa dana yang ada pada BLH dialokasikan untuk monitoring SPAGs. Tabel 56 merupakan Model kolaborasi perencanaan monitoring SPAGs. Tabel 56. Model Kolaborasi Perencanaan Monitoring SPAGs P e nd a na a n DanaMonitoring
BTNW 108.305.000
SPAGs (Rp) Total Biayaperlokasi(Rp) Output (lokasi)
P e me r i nta hK a bupa te nW a k a tobi DanaBLH1 (Rp) Dana BLH 2 (Rp)
108.305.000
-
18.050.833 6
-
21.580.000 10.000.000 31.580.000 18.050.833 2
198
Dana monitoring SPAGs BTNW sejumlah Rp. 108.305.000 untuk 6 lokasi (sekitar Rp.18.050.833/lokasi) dapat dikolaborasikan dengan dana BLH dengan total dana tambahan yaitu Rp.31.580.000, yang dapat digunakan untuk sekitar 2 lokasi. Sehingga total jumlah rencana pelaksanaan kegiatan ini yaitu 8 lokasi dalam setahun. Dengan adanya kolaborasi, SDM bertambah dimana PEH/Polhut Balai TN Wakatobi bergabung dengan Staf BLH sehingga pelaksanaan kegiatan dapat menjangkau lokasi yang lebih banyak, juga terdapat kegiatan belajar bersama dalam monitoring 8 sumber daya penting/target konservasi (khususnya Lamun dan SPAGs). Namun jika pihak DKP, dan Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan (PKP2) dapat menganggarkan monitoring 8 sumber daya penting ini, maka tentu kolaborasi perencanaanya dapat juga dilakukan pada sumber daya penting yang lainnya.
Dengan adanya kolaborasi ini masing-masing
pelaksana kegiatan akan mengetahui lokasi-lokasi 8 sumber daya penting yang perlu dilestarikan secara bersama-sama. Akibat dari pembelajaran bersama ini maka akan terjadi peningkatan kapasitas pelaksana yaitu 1) peningkatan wawasan dan kemampuan dalam pelaksanaan monitoring 8 sumber daya penting/ target konservasi dan 2) internalisasi nilai-nilai akan pentingnya konservasi sumber daya alam, sehingga jika ada arah pembangunan yang kontraproduktif dengan konservasi, SKPD terkait dapat memberikan arahan.
199
(e) Kolaborasi Perencanaan Rehabilitasi Sum ber Daya Alam Hayati Model kolaborasi perencanaan rehabilitasi sumber daya alam hayati didesain untuk memecahkan permasalahan seperti menurunnya kondisi 8 sumber daya penting atau degradasi ekosistem SDAH.
Model ini
mempertemukan rencana kerja yang berkaitan dengan rehabilitasi sumber daya alam hayati pada Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi (SKPD terkait) yang dimungkinkan untuk dikolaborasikan. Dalam kolaborasi ini disajikan juga sumber daya yang dikelola, pelaksana, organisasi, norma, fitur baru, pembelajaran bersama dan peningkatan kapasitas
sebagaimana
tertera
pada
Tabel
57.
Adapun
bentuk
kolaborasinya disajikan pada penjelasan Tabel 57. Tabel 57. Kolaborasi Perencanaan Rehabilitasi SDAH Unsur Pembangunan (RON)
Kegiatan Rehabilitasi SDAH
- Resources yang dikelola: 8 Sumber Daya Penting Ba l a i TN W a k a tobi
- Dana Rehabilitasi Balai TN Wakatobi Pemeliharaan Rehabilitasi Karang 3 lokasi (Rp. 28.200.000) Pembuatan Persemaian dan Penanaman Mangrove 3 Unit (Rp. 24.000.000)
R (Reosurce s)
- SDM: Pengendali Ekosistem Hutan (PEH), Polhut, Penyuluh
O (Organizations
Balai TN Wakatobi,
)
P e m er i nta h K a bupa te n W a k a tobi
- Dana Rehabilitasi DKP Pelatihan Pembuatan Transplantasi Terumbu Karang Dana Monitoring DKP (Rp.150.000.000) - Dana Rehabilitasi BLH Pemulihan Kerusakan Pantai (Rp.100.000.000) Pengembangan Data Informasi Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Laut (Rp. 38.000.000) Monitoring Mangrove Bidang - Dana Kehutanan Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan (PKP2) Perlu merencanakan rehabilitasi sumber daya penting khususnya mangrove - SDM: Staf Dinas Kelautan dan Perikanan, Staf BLH dan Bidang Kehutanan Dinas PKP2 (Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan) Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Lingkungan Hidup dan Dinas PKP2 khususnya Bidang Kehutanan
200
Lanjutan Tabel 57 Unsur Pembangunan (RON)
N (Norms ) Fitur Baru Pembelajaran Bersama Peningkatan Kapasitas
Kegiatan Rehabilitasi SDAH - Kegiatan rehabilitasi antara lain dilaksanakan melalui kegiatan transplantasi karang yakni upaya pemulihan karang yang rusak melalui pemindahan potongan karang hidup dari terumbu karang yang kondisinya masih baik ke lokasi terumbu karang yang rusak - Persemaian mangrove merupakan kegiatan pembuatan persemaian mangrove yang digunakan untuk merehabilitasi mangrove yang rusak - SDM bertambah dimana PEH/Polhut Balai TN Wakatobi bergabung dengan Staf DKP, BLH dan Bidang Kehutanan sehingga pelaksanaan kegiatan rehabilitasi karang dapat menjangkau lokasi yang lebih luas dan persemaian mangrove yang dibuat menjadi lebih banyak - Belajar bersama dalam melaksanakan rehabilitasi karang dan mangrove - Peningkatan wawasan dan kemampuan dalam melaksanakan rehabilitasi karang dan mangrove - Internalisasi nilai-nilai akan pentingnya konservasi sumber daya alam, sehingga dapat meningkatkan pemahaman yang mendalam sehingga upaya-upaya konservasi dapat dilakukan lebih optimal
Didalam kolaborasi rehabilitasi SDAH, terdapat dua alternatif model kolaborasi yaitu: a. Model Kolaborasi perencanaan transplantasi karang Model ini dibangun atas asumsi bahwa dana yang ada pada DKP dan BLH dan BTNW dialokasikan untuk transplantasi karang. Tabel 58 merupakan Model kolaborasi perencanaan transplantasi karang. Tabel 58. Model Kolaborasi Perencanaan Transplantasi Karang P e n da n aan
BTN W
P e me r i n t a hK a b u p a t e nW a k a t o b i
28.200.000 Dana transplantasi karang
DanaDKP (Rp)
150.000.000
DanaBLH( Rp)
100.000.000
-
288.000.000
38.000.000 Total
28.200.000
Biayasekalikegiatan
9.400.000
Output (lokasi)
Dana 28.200.000
-
3
pemeliharaan untuk
3
9.400.000
-
transplantasi
lokasi
(sekitar
karang
31
BTNW
yaitu
Rp.9.400.000/lokasi)
Rp. dapat
201
dikolaborasikan dengan dana DKP dan BLH dengan total dana tambahan yaitu Rp.288.000.000 yang dapat digunakan untuk sekitar 31 lokasi. Sehingga total jumlah rencana pelaksanaan kegiatan ini yaitu 34 lokasi dalam setahun. b. Model Kolaborasi Perencanaan Persemaian Mangrove Model ini dibangun atas asumsi bahwa dana yang ada pada BLH dialokasikan untuk persemaian mangrove. Tabel 59 merupakan Model kolaborasi perencanaan persemaian mangrove. Tabel 59. Model Kolaborasi Perencanaan Persemaian Mangrove P e n da n aan Danapersemaian
BTN W 24.000.000
Mangrove (Rp)
Total
P e m e r i n t a hK a b u p a t e n W a k a t o b i DanaBLH1 (Rp) Dana BLH 2 (Rp)
24.000.000
Biayasekalikegiatan Output (lokasi)
-
8.000.000 3
-
100.000.000 38.000.000
138.000.000 8.000.000 17
Dana persemaian mangrove BTNW yaitu Rp. 24.000.000 untuk 3 lokasi (Rp.8.000.000/lokasi) dapat dikolaborasikan dengan dana BLH dengan total dana tambahan yaitu Rp.138.000.000, yang dapat digunakan untuk sekitar 17 lokasi. Sehingga total jumlah rencana pelaksanaan kegiatan ini yaitu 20 lokasi dalam setahun. Dengan adanya kolaborasi, maka SDM bertambah dimana PEH/Polhut Balai TN Wakatobi bergabung dengan Staf BLH dan DKP sehingga pelaksanaan kegiatan transplantasi karang dapat menjangkau lokasi yang lebih luas dan persemaian mangrove yang dibuat menjadi
202
lebih banyak. Dengan kolaborasi akan terjadi belajar bersama dalam melaksanakan persemaian mangrove. Hasil pembelajaran bersama tersebut dapat meningkatan kapasitas pelaksana yaitu: 1) peningkatan wawasan dan kemampuan dalam melaksanakan rehabilitasi karang dan mangrove dan 2) internalisasi nilai-nilai akan pentingnya konservasi sumber daya alam, sehingga dapat meningkatkan pemahaman yang mendalam sehingga upaya-upaya konservasi dapat dilakukan lebih optimal dan jika ada pembangunan yang kontraproduktif, maka pelaksana (SKPD) terkait dapat memberikan arahan. (f). Kolaborasi Perencanaan Pengelolaan Pengunjung Model kolaborasi perencanaan pengelolaan pengunjung didesain untuk memecahkan permasalahan seperti belum sinergisnya pengelolaan pengunjung, PNBP/entrance fee dan ijin masuk kawasan.
Model ini
mempertemukan rencana kerja yang berkaitan dengan pengelolaan atau pelayananan terhadap pengunjung pada Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi (SKPD terkait) yang dimungkinkan untuk dikolaborasikan. Dalam kolaborasi ini disajikan juga sumber daya yang dikelola, pelaksana, organisasi, norma, fitur baru, pembelajaran bersama dan peningkatan kapasitas sebagaimana tertera pada Tabel 60. Adapun bentuk kolaborasinya disajikan pada penjelasan Tabel 60.
203
Tabel 60. Kolaborasi Perencanaan Pengelolaan Pengunjung Tujuan Wisata, Penelitian, Shooting Film dan lain-lain) Unsur Pembangunan (RON)
(Untuk
Kegiatan Pengelolaan Pengunj ung
- Resources yang dikelola: Wisata Bawah Laut (menikmati keindahan beberapa 8 Sumber Daya Penting seperti terumbu karang dan ikan)
Ba l a i TN W a k a tobi
- SDM: PEH/Polhut/Penyuluh, - Dana: pengelola PNBP (Rp. Biaya 10.200.000 untuk 12 bulan) Perlu merencanakan pembuatan sarana untuk pengelolaan pengunjung satu atap dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi
R (Reosurce s)
O (Organizations
Balai TN Wakatobi
P e me ri nta h K a bupa te n W a k a tobi
- Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pengembangan Sarana dan Prasarana Promosi Pariwisata (Rp. 200.000.000) - SDM: Staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
)
N (Norms ) Fitur Baru
Pembelajaran Bersama Peningkatan Kapasitas
Daerah Kabupaten Direktur Jenderal - Peraturan - Peraturan Wakatobi No. 19 Tahun 2006 Perlindungan Hutan dan Konservasi - Peraturan Daerah Kabupaten Alam (PHKA) No. P. 7/IV-Set/2011 Wakatobi No. 15 Tahun 2013 - PP No. 59 Tahun 1998 - SDM dapat bertambah, sehingga pendataan terhadap pengunjung akan lebih baik - Pembuatan pemungutan entrance fee satu atap, dimana didalamnya sudah mengakomodir tarif PNBP menurut PP No. 59 tahun 1998 dan Perda tentang retribusi ijin penelitian dan tempat rekreasi
- Belajar bersama-sama bagaimana pelayanan terhadap pengunjung dan mekanisme pemberian perijinan penelitian dan masuk kawasan - Belajar bersama mengelola data pengunjung, sehingga akan menghasilkan data pengunjung yang sinergis dan dapat memberikan informasi yang lebih baik. - Peningkatan wawasan mengenai peraturan tata cara m asuk kawasan konservasi baik untuk kegiatan penelitian maupun rekreasi - kemampuan dalam pelayanan terhadap pengunjung akan meningkat karena sama-sama belajar dari pengalaman masing-masing sebelum berkolaborasi - Internalisasi nilai-nilai yang ada pada peraturan, sehingga dapat meningkatkan pemahaman yang lebih mendalam dan menerapkannya dengan lebih optimal
Kolaborasi perencanaan pengelolaan pengunjung dimaksudkan untuk mengelola pengunjung satu atap dengan pemerintah daerah sebagai
solusi
dalam
menyelesaikan
permasalahan
pengelolaan
pengunjung, pemungutan PNBP/entrance fee dan ijin masuk kawasan yang belum terintegrasi. Hal ini menyebabkan ketidaknyamanan kepada pengunjung/pengelola wisata, karena dikenai pungutan baik oleh Balai Taman Nasional maupun dengan Pemerintah Daerah. Permasalahan tersebut merupakan citra yang kurang baik bagi suatu lokasi tujuan
204
wisata. Model kolaborasi pengelolaan pengunjung dapat disajikan pada Tabel 61. Tabel 61. Model Kolaborasi Perencanaan Pengelolaan Pengunjung P e n da n aan Dana Pengelolaan
BTN W 10.200.000
Pengunjung/PNBP
Total
P e me ri n t ahK abu p at e n Wa kat ob i Dana Disparbud (Rp) alokasi pembangunan gerbangdanpos
10.200.000 850.000
Biaya per bulan Output(bulan)
12
200.000.000 19.300.000
-
19.300.000
Biaya perpaket Output (Pintu gerbang dan Pos Masuk paket) 1
Model kolaborasi yang dibangun
berupa
19.300.000 1
penggabungan
dana
perencanaan pengelolaan PNBP sebesar Rp. 10.200.000 untuk 12 bulan (Rp. 850.000/bulan) dengan dana pembangunan sarana dan promosi wisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Rp. 200.000.000) sebagiannya dialokasikan untuk membuat suatu pintu gerbang dan tempat pengelolaan pengunjung serta sarana pendukung lainnya. Balai TN Wak atobi juga perlu merencanakan pembuatan pintu gerbang/tempat pengelolaan pengunjung sehingga dapat benar-benar terjadi kolaborasi khususnya dalam pembangunan sarana pengelolaan pengunjung. Sebelum adanya dana pembangunan sarana dari Balai TN Wakatobi, maka dapat juga digunakan
dana
dari Dinas
Kebudayaan
dan
Pariwisata. Biaya
operasional petugas pengelola pengunjung dapat digunakan dana yang ada pada Balai TN Wakatobi sebelum ada alokasi dari Pemerintah Kabupaten Wakatobi. Tabel 62 adalah contoh rencana pembangunan tempat pengelolaan pengunjung.
205
Tabel 62. Contoh Rencana Pengunjung N o.
Pembangunan
K e t e r a ng a n
Tempat
Ha r g as a tua n (Rp.)
1
PintuGerbang(Panjang5meter)
2
Pembuatan Pos masuk (4 m x 4 mr)
500.000/m
3
MejadanKursi(masing-masing2unit)
200.000
V o l um e
500.000
5meter 2
Pengelolaan Tota l (Rp) 2.500.000
2
16 m 4buah
8.000.000 800.000
4 5
Komputer Printer
6
5.000.000 1.000.000
PemasanganTelepon
2.000.000 Tota l
Unit 1 Unit 1
5.000.000 1.000.000
1Unit
2.000.000 19 . 3 0 0. 0 0 0
Dengan adanya kolaborasi dalam pengelolaan pengunjung, maka SDM dapat bertambah, sehingga pendataan terhadap pengunjung akan lebih baik karena seluruh pengunjung yang akan masuk kawasan wakatobi dapat diketahui dan terdata oleh Balai TN Wakatobi maupun Pemerintah Kabupaten Wakatobi melalui pos masuk kawasan TN Wakatobi. Dengan adanya kolaborasi, dapat dilakukan pembuatan pemungutan
entrance
fee
satu
atap,
dimana
didalamnya
sudah
mengakomodir tarif PNBP menurut PP No. 59 tahun 1998 dan Perda tentang retribusi ijin penelitian dan tempat rekreasi. Pembelajaran bersama yang diperoleh oleh pengelola pengunjung yaitu bersama-sama belajar dalam pelayanan terhadap pengunjung dan mekanisme pemberian perijinan penelitian dan masuk kawasan. Sehingga akan menghasilkan data pengunjung yang sinergis dan dapat memberikan informasi yang lebih baik. Pembelajaran bersama tersebut dapat meningkatkan kapasitas pengelola pengunjung yaitu 1) peningkatan wawasan mengenai peraturan tata cara masuk kawasan konservasi baik untuk kegiatan penelitian maupun rekreasi, 2) kemampuan dalam pelayanan terhadap pengunjung
206
akan meningkat karena sama-sama belajar dari pengalaman masingmasing sebelum berkolaborasi dan 3) internalisasi nilai-nilai yang ada pada peraturan, sehingga dapat meningkatkan pemahaman yang lebih mendalam dan menerapkannya dengan lebih optimal. (g) Kolaborasi Perencanaan Pengelolaan Ijin Usaha Perikanan Model kolaborasi perencanaan pengelolaan ijin usaha perikanan didesain untuk memecahkan permasalahan seperti belum sinergisnya pemberian ijin usaha perikanan terhadap masyarakat/pengusaha. Model ini didesain untuk mengkolaborasikan kegiatan yang berkaitan dengan pemberian ijin usaha perikanan yang perlu direncanakan oleh Balai TN Wakatobi dengan rencana optimalisasi penerbitan ijin usaha dan retribusi perikanan pada Dinas Kelautan dan Perikanan. Dalam kolaborasi ini disajikan juga sumber daya yang dikelola, pelaksana, organisasi, norma, fitur
baru,
pembelajaran
bersama
dan
peningkatan
kapasitas
sebagaimana tertera pada Tabel 63. Adapun bentuk kolaborasinya disajikan pada penjelasan Tabel 63. Tabel 63.
Model Kolaborasi Perencanaan Pengelolaan Ijin Usaha Perikanan
Unsur Pembangunan (RON) R (Reosurce s)
Kegiatan Pengelolaan Ijin Usaha Perikana n
- Resources yang dikelola: salah satu dari 8 Sumber Daya Penting yaitu ikan ekonomis penting/ikan karang) Ba l a i TN W a k a tobi
P e me ri nta h K a bupa te n W a k a tobi
207
Lanjutan Tabel 63 Unsur Pembangunan (RON)
Kegiatan Pengelolaan Ijin Usaha Perikana n - SDM: Balai TNW dan DKP - Dana Balai TNW:
O (Organizations
)
- Dana DKP: Optimalisasi
Perlu direncanakan alokasi pendanaan untuk pem buatan pertimbangan teknis bagi ijin usaha perikanan DKP
BalaiTNWakatobi
Fitur Baru
Pembelajaran Bersama Peningkatan Kapasitas
Izin
DInasKelautandanPerikanan
Direktur Jenderal - Peraturan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) No. P. 7/IV-Set/2011 - Zonasi Taman Nasional Wakatobi
N (Norms )
Penerbitan
Usaha dan Retribusi Perikanan Terpadu (Rp. 50.000.000)
Daerah Kabupaten - Peraturan Wakatobi No. 5 Tahun 2009 - Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 18 tahun 2013
- SDM bertambah dimana Staf pada Pemanfaatan dan Pelayanan Taman Nasional Balai TN Wakatobi bergabung dengan Staf DKP dibidang perijinan usaha perikanan, sehingga ijin usaha perikanan yang diterbitkan dapat dikaji dan diketahui secara bersama-sama, sehingga dapat meminimalkan potensi kekeliruan pemberian ijin usaha - Belajar bersama mengelola perijinan usaha perikanan - Peningkatan wawasan peraturan mengenai perijinan usaha perikanan. - Peningkatan kemampuan menganalisis pemberian ijin usaha yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. - Internalisasi nilai-nilai yang ada pada peraturan sehingga pemahaman lebih mendalam dan dapat diterapkan secara lebih optimal.
Model kolaborasi perencanaan pengelolaan ijin usaha perikanan merupakan
model
yang
meliputi
rencana
kegiatan
yang
perlu
direncanakan untuk dikolaborasikan khususnya oleh Balai TN Wakatobi terutama dalam pembuatan pertimbangan teknis ijin us aha perikanan. Dinas Perikanan dan Kelautan memiliki dana penerbitan ijin usaha dan retribusi ijin usaha sejumlah Rp. 50.000.000.
Balai TN Wakatobi juga
perlu menganggarkan dengan dana yang sama untuk berperan serta dalam pengelolaan ijin usaha perikanan. Sehingga dengan demikian, perijinan usaha perikanan dapat lebih optimal, dengan adanya dukungan dari Balai TN Wakatobi.
208
Dengan adanya kolaborasi, maka SDM bertambah dimana staf Balai TN Wakatobi bergabung dengan Staf DKP dibidang perijinan usaha perikanan. Ijin usaha perikanan yang diterbitkan pun dapat dikaji dan diketahui secara bersama-sama, sehingga dapat meminimalkan potensi kekeliruan pemberian ijin usaha perikanan. Disamping hal tersebut, adanya ijin usaha perikanan yang diketahui oleh kedua pihak dapat mengurangi aktivitas penjagaan kawasan yang lebih intensif, sehingga dapat mengurangi pembiayaan.
Belajar bersama dalam mengelola
perijinan usaha perikanan dapat meningkatkan kapasitas pengelola perijinan yaitu 1)
peningkatan wawasan peraturan mengenai perijinan
usaha perikanan, 2) peningkatan kemampuan menganalisis pemberian ijin usaha yang sesuai dengan peraturan yang berlaku dan 3) internalisasi nilai-nilai yang ada pada peraturan sehingga pemahaman lebih mendalam dan dapat diterapkan dengan lebih optimal. (h) Kolaborasi Per encanaan Pengembangan dan Perijinan Pariwisata Alam Model
kolaborasi
perencanaan
pengembangan
dan
perijinan
pariwisata alam didesain untuk memecahkan permasalahan seperti belum sinergisnya pengembangan pariwisata dan pemberian ijin pengusahaan pariwisata alam. Model ini didesain untuk mengkolaborasikan kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan pariwisata dan pemberian ijin usaha pariwisata alam. Dalam kolaborasi ini disajikan juga sumber daya yang dikelola, pelaksana, organisasi, norma, fitur baru, pembelajaran
209
bersama dan peningkatan kapasitas sebagaimana tertera pada Tabel 64. Adapun bentuk kolaborasinya disajikan pada penjelasan Tabel 64. Tabel
64.
Kolaborasi Perencanaan Pariwisata Alam
Unsur Pembangunan (RON)
Pengembangan
dan Perijinan
Kegiatan Pengemba ngan dan Perijinan Pariwisata Alam
- Resources yang dikelola: Wisata Mangrove, Wisata bawah laut yaitu (menikmati keindahan terumbu ka rang dan berbagai jenis ikan karang, cetacean, burung pantai/laut, penyu) Ba l a i TN W a k a tobi
R (Resource s)
- Dana Balai TN Wakatobi: Pembinaan dan Monev 5 Model Desa Konservasi (Rp. 42.540.000) Perlu merencanakan pengawasan pemanfaatan ruang
- SDM: SDM dari Balai TNW
P e me ri nta h K a bupa te n W a k a tobi
- Dana DKP Ekowisata Pengembangan Mangrove (Pilot Project ) (Rp. 50.000.000) - Dana BLH Pengembangan Pembinaan Ekowisata dan Jasa Lingkungan (Rp. 10.000.000) - Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman, dan Pemadam Kebakaran (TRKP3K) Pengawasan Pemanfaatan Ruang (Rp. 25.000.000)
- SDM: DKP, BLH, Dinas Tata Ruang KP3K
O (Organizations N (Norms ) Fitur Baru Pembelajaran Bersama Peningkatan Kapasitas
)
BTNW
DKP, BLH, DinasTRKP3K
- PP No. 36 tahun 2010 dan Permenhut No. 48 tahun 2010 - Zonasi Taman Nasional Wakatobi
- Perda Kabupaten Wakatobi No. 12 tahun 2012
- SDM dapat bertambah dalam mengembangkan ekowisata di Wakatobi. - Perijinan wisata menjadi lebih terintegrasi sehingga memudahkan investor dalam menanamkan modalnya. - Belajar bersama dalam pengembangan pariwisata dan pengelolaan perijinan pariwisata - Peningkatan wawasan peraturan tentang pengurusan ijin pariwisata di kawasan konservasi - Peningkatan kemampuan mengelola perijinan pariwisata alam - Internalisasi nilai-nilai dari peraturan yang ada sehingga pengembangan pariwisata tidak bertentangan dengan aturan tata ruang dan perijinan usaha pariwisata alam, dengan demikian tidak merusak ekosistem sumber daya alam hayati.
Kolaborasi perencanaan pengembangan dan perijinan wisata terdiri dari 2 alternatif model yaitu:
210
a. Model kolaborasi mangrove
perencanaan
pengembangan
ekowisata
Model ini dibangun berdasarkan asumsi bahwa dana pada Balai TN Wakatobi
dan
BLH
dialokasikan
untuk
pengembangan
ekowisata
mangrove seperti pada DKP. Tabel 65 merupakan Model Kolaborasi Perencanaan pengembangan ekowisata mangrove. Tabel 65.
Model Kolaborasi Perencanaan Pengembangan Ekowisata Mangrove
P e n da n aan Pengembangan ekowisata mangrove (Rp)
42.540.000
Total
42.540.000
Biaya 1 Desa
8 . 5 08 . 0 00
Output (desa)
Pemerintah Kabupaten Wakatobi
BTN W
DanaDKP( Rp)
50.000.000
DanaBLH( Rp)
10.000.000
-
60.000.000 8. 50 8 . 0 00
5
7
Model kolaborasi ini adalah mempertemukan dana pengembangan ekowisata mangrove DKP dan pembinaan pengembangan ekowisata dan jasa lingkungan dengan dana pembinaan Model Desa Konservasi di 5 desa. Sehingga hasil kolaborasinya berupa pengembangan ekowisata mangrove di 13 desa. Dengan adanya model kolaborasi ini diharapkan bahwa mangrove dapat dijaga baik oleh pihak Balai TN Wakatobi dan Pemerintah
Kabupaten
Wakatobi
maupun
oleh
masyarakat
lokal,
sehingga jika ada gangguan dari masyarakat ataupun kebijakan pembangunan y ang k ontraproduktif, memberikan arahan.
pelaksana
kegiatan
dapat
211
b. Model Kolaborasi Perencanaan Perijinan Pariwisata Alam Model ini merupakan model kolaborasi berupa kegiatan yang perlu direncanakan khususnya oleh Bal ai TN Waka tobi dalam pengendalian pemanfaatan ruang untuk ijin usaha sarana wisata alam maupun ijin usaha jasa wisata alam sebagaimana diamanatkan oleh PP 36 tahun 2010 dan Permenhut 48 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Model kolaborasi perencanaan perijinan pariwisata alam disajikan pada Tabel 66. Tabel 66. Model Kolaborasi Perencanaan Perijinan Pariwisata Alam P e nd a na a n DanaP engendalian
BTN W 25.000.000
P e me r i nta hK a bupa te nW a k a tobi Dana Dinas TRKP3K (Rp) 25.000.000
Pemanfaatan ruang
0
Total Biayasekalikegiatan Output (kali)
25.000.000
-
2.500.000 10
-
25.000.000 2.500.000 10
Dengan adanya kolaborasi antara Balai TN Wakatobi dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi khususnya Dinas Tata Ruang KP3K (Dana pengendalian pemanfaatan ruang Rp. 25.000.000), maka dapat bersama-sama mengendalikan pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh pengusaha dan masyarakat yang bergerak dibidang usaha pariwisata alam. Adanya kolaborasi ini dapat memberikan kenyamanan kepada pengusaha atau masyarakat dimana ketika mereka akan mengurus perijinan usaha pariwisata alam, maka dapat dikelola secara terintegrasi. Hal ini akan menarik kepada investor ataupun masyarakat untuk
212
mengembangkan pariwisata alam di Wakatobi, sehingga pada akhirnya akan membantu meningkatkan kesejahteraan khususnya masyarakat lokal, serta dapat berkontribusi pada peningkatan PAD dan PNBP. Dengan adanya kolaborasi dalam pengembangan dan perijinan pariwisata alam maka SDM pengelola pun bertambah, pengembangan desa wisata (model desa konservasi) dapat meningkat dan perijinan pariwisata alam menjadi lebih terintegrasi sehingga memudahkan investor maupun masyarakat dalam mengurus perijinan dan
menanamkan
modalnya. Dalam kolaborasi ini akan ada belajar bersama dalam pengembangan pariwisata dan pengelolaan perijinan pariwisata sehingga dapat meningkatkan kapasitas berupa 1) peningkatan wawasan peraturan tentang pengurusan ijin pariwisata di kawasan konservasi 2) Peningkatan kemampuan mengelola perijinan pariwisata alam 3) internalisasi nilai-nilai dari peraturan yang ada sehingga pengembangan pariwisata tidak bertentangan dengan rencana tata ruang daerah, zonasi taman nasional dan peraturan perijinan usaha pariwisata alam, sehingga tidak merusak sumber daya alam hayati yang ada di Wakatobi. Berdasarkan penjelasan model kolaborasi diatas dapat diringkas bahwa dalam menghadapi berbagai permasalahan ataupun potensi permasalahan di Wakatobi, model kolaborasi perencanaan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut. 1. Untuk memecahkan permasalahan seperti destructive fishing, illegal fishing, pemanfaatan satwa yang dilindungi (diperjual belikan) dan
213
penambangan pasir. Maka model kolaborasi perencanaan yang dirumuskan berupa: a) Model kolaborasi perencanaan penanganan kasus (terdiri dari 1 model); b) Model kolaborasi perencanaan patroli/operasi pengamanan (terdiri dari 4 alternatif model yaitu model kolaborasi perencanaan operasi gabungan, operasi intelejen, patroli mendadak dan penjagaan di resort); c) Model kolaborasi perencanaan penyuluhan/sosialisasi peraturan (terdiri dari 3 alternatif model yaitu: model kolaborasi perencanaan pendidikan, penyuluhan/sosialisasi di tingkat SLTP/SLTA, pembinaan kader konservasi, dan
pembinaan
kelompok pecinta alam). 2. Untuk
memecahkan
permasalahan
seperti
penurunan
keanekaragaman hayati maka model kolaborasi perencanaannya berupa: a) model kolaborasi perencanaan monitoring 8 sumber daya penting/target konservasi (terdiri dari 2 alternatif model yaitu model kolaborasi
perencanaan
monitoring
lamun
dan
monitoring
SPAGs/Lokasi pemijahan ikan); b) model Kolaborasi perencanaan rehabilitasi sumber daya alam hayati (terdiri dari 2 alternatif model yaitu model kolaborasi perencanaan transplantasi karang dan persemaian mangrove). 3. Untuk memecahkan permasalahan belum sinergisnya pengelolaan pengunjung dan PNBP/entrance fee serta ijin masuk kawasan baik untuk penelitian maupun kegiatan lainnya, termasuk belum sinerginya perijinan
pengusahaan
perikanan
dan
perijinan
pengusahaan
214
pariwisata maka model kolaborasinya berupa: a) model kolaborasi perencanaan
pengelolaan pengunjung (1 model);
b) model
kolaborasi perencanaan pengelolaan ijin usaha perikanan (1 model); c) model kolaborasi perencanaan pengembangan dan perijinan pariwisata alam (terdiri dari 2 alternatif model yaitu model kolaborasi perencanaan pengembangan ekowisata mangrove dan perijinan pariwisata alam). Suatu keputusan untuk berkolaborasi maupun hanya sekedar mendorong kolaborasi merupakan suatu pilihan strategis bagi suatu lembaga pemerintah khususnya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang spesifik. Banyak cara bagi pemerintah untuk dapat berpartisipasi dalam upaya-upaya kolaboratif untuk mencapai tujuannya tersebut (Koontz
dan
Thomas,
2006).
Alternatif
kolaborasi
perencanaan
merupakan salah satu pilihan dan sekaligus sebagai salah satu cara dalam mencapai tujuan kelestarian sumber daya alam hayati di Wakatobi. McGuire (2006) mengemukakan ada beberapa tipe kolaborasi yaitu: 1) intermittent coordination, yang terjadi ketika kebijakan dan prosedur dari dua atau lebih organisasi secara bersama-sama diatur untuk mencapai suatu tujuan. Interaksi terjadi pada suatu level rendah dan komitmen satu sama lain selalu dijaga terus menerus. Respon terhadap bencana merupakan contoh koordinasi ini; 2) tipe kedua yaitu temporary taskforce (gugus tugas sementara), yang dibentuk untuk bekerja pada tujuan dan spesifik yang terbatas, kemudian
membubarkan diri ketika
215
tujuan tercapai. Sebagaimana halnya dalam koordinasi intermiten, berbagi sumber daya dalam kolaborasi kedua ini, biasanya dalam lingkup yang terbatas. Tipe kolaborasi yang ke 3) yaitu yang men urut Mandell and Steelman disebut permanent atau regular coordination, yang terjadi dimana beberapa organisasi sepakat untuk bertemu/bersama-sama dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas terbatas untuk mencapai tujuan tertentu melalui pengaturan secara formal. Keanggotaan dalam pengaturan ini digambarkan secara ketat dan dibatasi sehingga ada koordinasi yang stabil. Pertukaran sumber daya pun terjadi lebih besar, tetapi risiko minimal. Berdasarkan penjelasan McGuire tersebut, diharapkan tipe kolaborasi yang didesain dapat menjadi kolaborasi yang permanen dan bukan sekedar kolaborasi yang bersifat sementara atau bahkan hanya sekedar interaksi pada level rendah, namun pembahasan pada level atas (pemangku kepentingan) tidak terjadi. Membuat keputusan kolaborasi merupakan tantangan tersendiri bagi Balai Taman nasional Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi, karena memang tidak mudah untuk dilaksanakan, perlu komitmen yang kuat antara kedua pihak tersebut, dimana masing-masing pihak harus dapat menghilangkan egosektoral, menuju suatu sistem kolaborasi yang didalamnya diperlukan saling menghargai, memahami, berkontribusi, belajar bersama dan posisi yang setara. Winara dkk. (2011) juga mengemukakan bahwa penerapan sebuah sistem pengelolaan kolaboratif di TN Teluk Cendrawasih (Papua) merupakan tantangan bagi pengelola,
216
oleh karena itu kajian penerapan sistem kolaborasi dalam pengelolaan taman nasional sangatlah penting sebagai suatu pembelajaran dan perbaikan pengelolaan. Haryono (2010) menyatakan bahwa untuk mewujudkan pengelolaan TN Bukit Tiga Puluh yang terintegrasi maka diperlukan perencanaan secara bersama-sama dengan Pemerintah daerah, sedangkan untuk manajemennya dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsinya masingmasing. Pembuatan forum pengelola SDAH Wakatobi merupakan suatu wadah dimana setiap SKPD/SDMnya dapat melakukan pengelolaan sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Bukan hal mudah untuk dapat terus mempertahankan baik kualitas maupun kuantitas keanekaragaman hayati yang ada di dalam kawasan taman nasional Rawa Aopa Watumohai. Meskipun menyandang status legal sebagai salah satu tempat perlindungan keanekaragaman hayati, faktanya tidak membuat terbebas dari gangguan dan ancaman (Putri & Allo, 2009). Oleh karena itu kolaborasi merupakan suatu keniscayaan dalam rangka memecahkan persoalan yang ada dalam pengelolaan SDAH secara lestari. Kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH di Wakatobi adalah untuk memecahkan dan bahkan mencegah potensipotensi permasalahan baik antara pemangku kepentingan maupun ancaman terhadap sumber daya alam yang ada.
217
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis penelitian ini, kondisi R-O-N dari Taman Nasional dan Kabupaten Wakatobi adalah sebagai berikut: a. Sumber
daya
alam
hayati
yang
dapat
dikolaborasikan
pengelolaannya adalah 8 sumber daya penting yang terdiri dari terumbu
karang,
lamun,
mangrove,
SPAGs
( Spawning
Aggregations Sites/lokasi pemijahan ikan), Burung pantai/laut, cetacean (paus dan lumba-lumba), penyu dan Ikan ekonomis penting. b. Terdapat
berbagai
sumber
daya
dan
norma
yang
dapat
dikolaborasikan penggunaannya dalam mendukung pengelolaan SDAH secara lestari, baik
sumber daya manusia,
sarana
pendukung, finansial maupun norma yang ada pada Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi (SKPD terkait). 2. Kontribusi dan arah perencanaan Balai TN Wak atobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi keduanya memberikan ruang untuk kolaborasi perencanaan
pengelolaan
program/kegiatan serta Pengelolaan SDAH
SDAH
secara
lestari,
karena
arah perencanaan kedua pihak dalam
meliputi kegiatan-kegiatan yang ber cirikan
konservasi mulai dari aspek perlindungan, pengawetan, hingga pemanfaatan secara lestari. Sehingga pelaksanaan kolaborasi dalam
218
pengelolaan SDAH diharapkan dapat berjalan dengan baik karena masing-masing pihak telah memiliki pengalaman dari pelaksanaan kegiatan
sebelumnya.
Begitu
juga
dengan
desain
kolaborasi
perencanaan dapat dirumuskan karena perencanaan pada masingmasing pihak masih mengakomodir aspek-aspek konservasi. 3. Model Kolaborasi Perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi yang didesain merupakan model kolaborasi perencanaan untuk memecahkan permasalahan dalam pengelolaan SDAH di Wakatobi. Model tersebut yaitu : a) Model kolaborasi perencanaan penanganan kasus (1 model); b) Model kolaborasi perencanaan patroli/operasi pengamanan (terdiri dari 4 alternatif model yaitu model kolaborasi perencanaan operasi gabungan, operasi intelejen, patroli mendadak dan penjagaan di resort); c) Model kolaborasi perencanaan penyuluhan/sosialisasi peraturan (terdiri dari 3 alternatif model yaitu: model kolaborasi perencanaan pendidikan,
penyuluhan/sosialisasi
pembinaan kader konservasi, dan
di
tingkat
SLTP/SLTA,
pembinaan kelompok pecinta
alam); d) Model
kolaborasi
perencanaan
monitoring
8
sumber
daya
penting/target konservasi (terdiri dari 2 alternatif model yaitu model kolaborasi
perencanaan
monitoring
SPAGs/Lokasi pemijahan ikan);
lamun
dan
monitoring
219
e) Model kolaborasi perencanaan rehabilitasi sumber daya alam hayati (terdiri dari 2 alternatif model yaitu model kolaborasi perencanaan transplantasi karang dan persemaian mangrove); f) Model kolaborasi perencanaan pengelolaan pengunjung (1 model) g) Model kolaborasi perencanaan pengelolaan ijin usaha perikanan (1 model) h) Model kolaborasi perencanaan pengembangan dan perijinan pariwisata alam (terdiri dari 2 alternatif model yaitu model kolaborasi perencanaan pengembangan ekowisata mangrove dan perijinan pariwisata alam). B. Saran 1. Model kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari ini hanya berupa rekomendasi bagi pengelola SDAH di Wakatobi. Masih diperlukan pembahasan lebih lanjut antara Balai TN Wakatobi dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi untuk mencapai kesepakatankesepakatan
dalam
merumuskan
kolaborasi
perencanaan
pengelolaan SDAH secara lestari terutama terkait pengaturan SDM, finansial,
sarana
prasarana
maupun
mekanisme
pelaksanaan
pengelolaannya. 2. Dalam pengelolaan SDAH di Wakatobi, masih perlu mensinergikan norma-norma perijinan masuk kawasan, perijinan usaha perikanan dan pariwisata sehingga dapat memberikan kenyamanan kepada
220
pengunjung, masyarakat, investor maupun pengusaha perikanan dan pariwisata alam. 3. Dalam menunjang pelaksanaan kolaborasi, kelembagaan yang dapat dirumuskan adalah: a. Perlu dibentuknya forum pengelola SDAH merupakan perencanaan
wadah
dalam
pengelolaan
rangka SDAH
Wakatobi
melakukan
secara
lestari
yang
kolaborasi dan
juga
implementasinya. Forum tersebut dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bidang yang menangani perlindungan SDAH, pengawetan SDAH dan Pemanfaatan SDAH secara lestari. b. Pengaturan sarana, pembiayaan dan SDM dalam kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH secara lestari yaitu masingmasing pihak dapat berkontribusi sesuai dengan kemampuannya. c. Mekanisme
kerja
kolaborasi
perencanaan
yaitu
perlu
ada
pertemuan rutin, baik mingguan, bulanan, triwulan, maupun semesteran untuk melakukan perencanaan berupa penjadwalan, pengaturan biaya, SDM, sarana pendukung secara bersama-sama. 4. Perlu penelitian lanjutan untuk merumuskan kolaborasi multipihak dalam pengelolaan SDAH di Wakatobi, sehingga kolaborasi yang didesain
dapat
melibatkan
seluruh
mensinergikan berbagai sumber daya dimiliki setiap stakeholder.
stakeholder
dan
dapat
maupun norma-norma yang
221
DAFTAR PUSTAKA
Anshari, Gusti Z. 2006. Dapatkah Pengelolaan Kolaboratif Menyelamatkan Taman Nasional Danau Sentarum. Centre For Internasional Forestry Research (CIFOR). Bogor. Amien, A. Mappadjantji. 2005. Kemandirian Lokal: Konsepsi Pembangunan, Organisasi, dan Pendidikan dari Perspektif Sains Baru. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Awang, Chris Lamba. 2010. Studi Kebijakan Partisipatif Pengelolaan Taman Nasional Wakatobi Pasca Pembentukan Kabupaten Wakatobi. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM. Badan Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi. 2013. Kabupaten Wakatobi Dalam Angka 2013. Wangi-Wangi. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Wakatobi. 2012. Rencana Strategis Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Wakatobi 2012-2016 . WangiWangi. -----------------------------. 2013a. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Wakatobi Tahun 2012. Wangi-Wangi. -----------------------------. 2013b. Dokumen Pemetaan Wilayah Pesisir dan Laut. Wangi-Wangi Balai TN Wakatobi.2005. Petunjuk Teknis Pengamanan Kawasan Taman Nasional Kepulauan Wakatobi . Bau-Bau. ----------------------------, Pemerintah Kabupaten Wakatobi, The Nature Conservancy, WWF. 2007. Buku Zonasi TN Wakatobi. Bau-bau ----------------------------. 2008. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TN Wakatobi Tahun 1998 s/d 2023 (Revisi 2008). BTNW. Bau-Bau. ----------------------------. 2010a. Seri Pengenalan Jenis Mangrove di Taman Nasional Wakatobi. Bau-Bau. -----------------------------.2010b. Seri Pengenalan Jenis Lamun di Taman Nasional Wakatobi. Bau-Bau.
222
-----------------------------.2010c. Buku Informasi SPAGS (Spawning Aggregation Sites) di Taman Nasional Wakatobi. Bau-Bau. -----------------------------.2010d. Seri Pengenalan Jenis Ikan karang di Taman Nasional Wakatobi (Jilid I). Bau-Bau. -----------------------------.2010e. Seri Pengenalan Jenis Burung Laut dan Burung Pantai di Taman Nasional Wakatobi. Bau-Bau. -----------------------------.2010f. Wakatobi. Bau-Bau.
Pengenalan Penyu di Taman Nasional
-----------------------------.2010g. Laporan Tahunan Balai TN Wakatobi Tahun 2010. Bau-Bau. -----------------------------.2010h. Rencana Strategis Balai TN Wakatobi Tahun 2010-2014. Bau-Bau. -----------------------------.2012a. Laporan Kemajuan DIPA BA 029 Perjenis Belanja. Bau-Bau. -----------------------------.2012b.
Laporan
Monitoring
dan
Evaluasi
Pelaksanaan Kegiatan Tahun 2012. Bau-Bau. -----------------------------.2013a. Statistik Balai Taman Nasional Wakatobi 2012. Bau-Bau. -----------------------------.2013b. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Balai Taman Nasional Wakatobi 2012. BauBau. -----------------------------.2013c. Standar Operasional Prosedur (SOP) Monitoring 8 Sumber Daya Penting di TN Wakatobi (Revisi 2013). Bau-Bau. -----------------------------.2014. Rencana Kerja Balai TN Wakatobi Tahun 2014. Bau-Bau. Bappeda Kabupaten Wakatobi. 2012. Rencana Strategis Badan Perencanaan Pembangunan, Penanaman Modal, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016. Wangi-Wangi.
223
-----------------------------. 2013a. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Badan Perencanaan Pembangunan, Penanaman Modal, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Kabupaten Wakatobi Tahun 2012. Wangi-Wangi. Bethan, Syamsuharya. 2008. Penerapan Prinsip Hukum Pelestarian Lingkungan Hidup dalam Aktivitas Nasional;Antar Sebuah upaya Penyelamatan Lingkungan Hidup Industri dan Kehidupan Generasi. PT. Alumni. Bandung. Borini-Feyerabend dkk. 2007. Co-Management of Natural Resources: Organising, Negotiating and Learning-by-doing. GTZ dan IUCN. Kasparek Verlag, Heiderberg, Germany. Dahuri, Rokhmin., Rais, Jacub., Ginting, Sapta Putra., SItepu, M.J. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. -----------------------------. 2012. Rencana Strategis 2012-2016 Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi. Wangi-Wangi. -----------------------------. 2013. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi. Wangi-Wangi. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi. 2012. Rencana Strategis Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi 2012-2016. Wangi-Wangi. -----------------------------. 2013. Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah (LPPD) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2012 . Wangi-Wangi. -----------------------------. 2013. LAKIP Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan Tahun 2012. Wangi-Wangi. Dinas Tata Ruang KP3K Kabupaten Wakatobi. 2012. Rencana Strategis Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman dan Pemadam Kebakaran tahun 2012-2016. Wangi-Wangi. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA). 2006. Mengenal 21 Taman Nasional Model di Indonesia. Sub Direktorat Informasi Konservasi Alam, Ditjen PHKA, Dephut. Jakarta.
224
-----------------------------. 2010. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Kawasan. Jakarta. Fasa, La. 2012. Pengelolaan TN Wakatobi (Monitoring Sumber Daya Alam). Bahan Presentasi Disampaikan pada Ekspose 8 (Delapan) Sumber Daya Taman Nasional Wakatobi di Hotel Mirah Sartika Bogor 26 Nopember 2012. Haryono, Moh. 2012. Model Pengelolaan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh secara terintegrasi. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. 9 No.1; 033-048. Hockings, M., Stolton, S., Leverington, F., Dudley, N. and Courrau, J. 2006. Evaluating Effectiveness: A Framework for Assessing Management Effectiveness of Protected Areas 2nd Edition. WCPA Best Practice Protected Areas Guidlines. Gland. IUCN. Innes, Judith E dan Booher, David E.2003. Collaborative Policymaking: Governance Through Dialogue. In Deliberative Policy Analysis: Understanding Governance in The Network Society . Edited by Maarten A. Hajer and Hendrik Wagenaar. Cambridge University Press. Cambridge, UK. IUCN-International Union for Conservation of Nature. 2008. Guidelines for Applying Protected Areas Management Catagories. IUCN.Gland, Switzerland. Keputusan Direktur Jenderal PHKA No. SK SK.149/IV-KK/2007 tentang Zonasi TN Wakatobi. Jakarta Koontz, Thomas M, Thomas, Craig W. 2006. What Do We Know and Need to Know about The Environmental Outcomes of Collaborative Management. Public Administration Review; Dec 2006; 66, SI; ProQuest Research Library pg. 111 McGuire, Michael. 2006. Collaborative Public Management: Assessing What We Know and How We Know It . Public Administration Review; Dec 2006;66,SI: ProQuest Research Library. McNeely, Jeffrey A. 1988. Ekonomi dan Keanekaragaman Hayati: Mengembangkan dan Memanfaatkan Perangsang Ekonomi untuk Melestarikan Sumberdaya Hayati. Terjemahan oleh Kusdyantinah. 1992. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
225
Moleong, Lexy J. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi Cetakan ketiga puluh. PT. Rosda Karya. Bandung. NRM (Natural Resources Management) and Forest Management Team. 1999. Pertemuan Regional Pengelolaan Taman Nasional kawasan Timur Indonesia. Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan karya Ilmiah. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Palma, Aguslavia S.M., Achmad, Amran., Dassir, Muhammad. 2012. Model Kolaborasi Pengelolaan Taman Nasional Wasur. Jurnal Sains & Teknologi Seri-Seri Ilmu Pengetahuan Vol.12 No.1: 12-21 Pemerintah Kabupaten Wakatobi. 2013a. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang 2005-2025. Wangi-Wangi. -----------------------------. 2013b. Rencana Pengelolaan Jangka Menengah 2012-2016 (Revisi 2013). Wangi-Wangi. -----------------------------. 2013c. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kabupaten Wakatobi Tahun 2012. WangiWangi. Peraturan Daerah kabupaten Wakatobi Nomor 19 tahun 2006 tentang Retribusi Izin Penelitian dan Pemberian Surat Tanda Terima Pemberitahuan Keberdayaan Organisasi Kemasyarakatan, LSDM dan Yayasan. Wangi-Wangi Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 5 Tahun 2009 tentang Pemakaian Alat Tangkap dan atau Alat Bantu Pengambilan Hasil Laut dalam Wilayah Perairan Kabupaten Wakatobi. Wangi-Wangi Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 12 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi Tahun 20122032. Wangi-Wangi Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 18 Tahun 2013 Tentang Retribusi Izin Usaha Perikanan (Lembaran Daerah Kabupaten Wakatobi Tahun 2013 No.18)
226
Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi No. 15 Tahun 2013 Tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga (Lembaran Daerah Kabupaten Wakatobi Tahun 2013 No.15) Peraturan Direktur Jenderal PHKA No. SK.102/IV/-Set/2005 tentang Petunjuk Teknis Pengamanan Kawasan Konservasi di Wilayah Laut. Jakarta Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) No. P. 7/IV-Set/2011 tentang tata cara masuk Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru. Jakarta Peraturan Menteri Kehutanan No. P19/ Menhut-II/ 2004 tentang Kolaborasi pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Jakarta. Peraturan Menteri Kehutanan No. 48 tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Dan Taman Wisata Alam. Jakarta. Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1998 tentang Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Dan Taman Wisata Alam. Jakarta Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Jakarta. PSKMP-Unhas. 2002. Pelatihan Partisipatory Local Social Development (PLSD): Modul I Konsep dan Kerangka Pembangunan Sosial Lokal Partisipatoris. Proyek Kerjasama PMD-JICA. Peningkatan Pembangunan Masyarakat Desa Sulawesi Dalam Rangka Mendukung Program Pengentasan Kemiskinan. JAPAN Official Development Assistance. Purwanti, Frida. 2008. Konsep Co-management Taman Nasional Karimun Jawa. Tesis tidak dipublikasikan. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Putri, Indra A. S.L.P., & Allo, Merryana Kidding. 2009. Degradasi Keanekaragaman Hayati Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai .
227
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. VI No.2; 169194. Putro, Haryanto R., Supriatin., Sunkar, Arzyana., Rossanda, Dicko., dan Prihatini, E.R. 2012. Pengelolaan Kolaboratif Taman Nasional di Indonesia. Kerjasama Kemenhut RI dan Japan International Cooperation Agency (JICA). PT. Penerbit IPB Press. Bogor Rudianto, Wahju dan Santoso, Priyambudi. 2008. Memilih Alternatif Pengelolaan Taman Nasional Wakatobi Yang Efektif. Hasil penugasan diklat SECEM-2008. Rustiadi, Ernan., Saefulhakim, Sunsun., Panuju, Dyah R. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta. Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II. 2012. Laporan Kegiatan Rapat Koordinasi dengan Pihak Terkait . Kaledupa Salman, Darmawan. 2012a. Manajemen Perencanaan Berbasis Komunitas dan Mekanisme Kolaborasi Serta Peran Fasilitator. Cetaan Pertama. Sulawesi Capacity Development Project: Kerjasama Teknis Kemendagri RI, Pemprov. S-Sulawesi, 29 Pemkab./Kota di Sulawes dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). -----------------------------. 2012b. Sosiologi Desa: Revolusi Senyap dan Tarian Kompleksitas. Ininnawa. Makassar. Sedarmayanti dan Hidayat, Syarifudin. 2011. Metodologi Penelitian. CV. Mandar Maju. Bandung. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta. Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tent ang Pemerintah Daerah. Jakarta. Undang-Undang RI No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118)
228
Undang-Undang No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau Pulau Kecil . Jakarta. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta.
Perlindungan
dan
Undang-Undang No 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Jakarta. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta
Perlindungan
dan
Setyowati, Abidah Billah, dkk. 2008. Konservasi Indonesia Sebuah Potret Pengelolaan dan Kebijakan. Kementerian Kehutanan, Pokja Kebijakan Konservasi, USAID, dan ESP. Jakarta. Weible, Christopher M., Moore, Richard H. 2010. Analytics and Beliefs; Competing Explanantions for Defining Problems and Choosing Allies and Opponents in Collaborative Environmental Management. Public Administration Review: Sep/Oct 2010;70,5; ProQuest Research Library pg. 756 Winara, Aji dan Mukhtar, Abdullah Syarif. 2011. Potensi Kolaborasi Dalam Pengelolaan Taman Nasional Teluk Cenderawasih Di Papua. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. 8 No. 3: 217226. Wiratno, Indriyo, D., Syarifudin, A., dan Kartikasari, A. 2004. Berkaca di Cermin Retak: Refleksi Konservasi dan Implikasi Bagi Pengelolaan Taman Nasional. The Gibbon Foundation Indonesia dan PILI – NGO Movement. Jakarta. World Wild Fund (WWF) dan The Nature Conservancy (TNC). 2003. Rapid Ecological Assesment Wakatobi National Park . A Joint Publication WWF & The Nature Conservancy. Marine Program, WWF Indonesia. Denpasar.
229
Lampiran 1. Panduan Wawancara
PANDUAN WAWANCARA
N ama
:
Pen did ikan : J a b a t an pe ne mp at an ke r ja
: :
1.
Bagaimana persepsi Bapak/Ibu terhadap kolaborasi perencanaan antara Balai TN Wakatobi dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan sumber daya alam hayati, apakah sangat diperlukan?
2.
Bagaimana potensi yang ada di TN Wakatobi/Kabupaten Wakatobi yang mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari?
Apa saja sumber daya alam hayati yang dapat dikolaborasikan pengelolaannya? Sarana pendukung apa saja yang dapat mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati? Bagaimana pembiayaan pengelolaan sumber daya alam hayati? Bagaimana kondisi SDM dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati? Bagaimana permasalahan terkait sumber daya (R-O-N) yang ada ?
3.
Bagaimana organisasi Balai TN Wakatobi/SKPD terkait dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari, apakah sudah cukup atau perlu dikembangkan?, apakah ada permasalahan?
4.
Bagaimana mekanisme kerja/aturan yang ada pada TN Wakatobi/SKPD terkait dalam kegiatan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan sumber daya sumber daya alam hayati secara lestari ? apakah ada permasalahan?
5.
Apa saja kontribusi dan arah perencanaan Balai TN Wakatobi/Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam mendukung kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya sumber daya alam hayati?
6. Bagaimana kelembagaan kolaborasi yang dapat dikembangkan terkait aspek: a. Wadah(organisasi) yang perlu dibentuk bersama dalam pengelolaan sumber daya alam hayati sec ara lestari. b. Sarana pendukung yang diperlukan dalam pelaksanaan kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari c. Pembiayaan kegiatan kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hay ati secara lestari d. Mekanisme kerja kolaborasi perencanaan pengelolaan sumber daya alam hayati secara lestari
230
Lampiran2 . Rekomendasi Teknis Pengesahan lolaan Rencana Jangka Penge Panjang (RPJP) Taman Nasional Wakatobi 1998Tahun s/d 2023 (Revisi 2008)
231
Lampiran 3. Daftar Informan Penelitian
N o. 1 2 3
4 5 6 7 8
9
InformanpadaBalaiT NWakatobi
J a ba t a n
K ode
Bpk. A.G.Martana,S.Hut.,M.H KepalaBalai A1 Bpk. ErrysMaart.,S.Pi KepalaSubBagianTU A2 Bpk. La Ode Ahyar Thamrin Mufti, S.Pi., M.T. Kepala Seksi Pengelolaan Taman A3 Nasional (SPTN) Wilayah I WangiWangi Bpk. Chris Lamba Awang, SH., M.Sc Kepala Seksi Pengelolaan TN A4 Wilayah II Ambeua, Kaledupa Bpk.L aFasaS.Sos.,M.H. KepalaUrusanPerlindungan/Polhut A5 Bpk. Union,SP KepalaUrusanPerencanaandan A6 Evaluasi Pelaporan Bpk.I smono Dg.Halim,SH PenyidikPegawaiNegeri Sipil A7 (PPNS) Bpk. Jimmy Purnama Putra S., S.Pi Kepala Urusan Pemanfaatan dan A8 Pelayanan TN/ Pengendali Ekosistem Hutan Bpk. HariSantosa,S.Pi StafFungsionalPenyuluh A9
No .
In fo rman p ad a Pem er in tah Ka bu pa te n Wakatobi
1 2 3
Bpk. Ir.AbdulManan,M.Sc Bpk.D rs.H.NadjibPrasyad Bpk.L aOdeMusahara,SE
4
Bpk.A bdul Wahid, S.Pd., M.Si
5
Bpk.L a Muhammadi, S.P., M.Si
6
Bpk.R ahman Agus, ST., M.Si
7
Bpk.H ardin,S.Kel
8
Bpk.Z akarya,S.H.,M.H
9
Bpk. La Ode Samsul Bahri, S.Pd
J a b a t an
KepalaBappeda KepalaDinasKelautandanPerikanan SekretarisDinasKebudayaandan Pariwisata Kepala Bidang Standarisasi dan Konservasi Hidup (BLH)SDA Badan Lingkungan Kepala Bidang Kehutanan Dinas Pertanian, Kehutanan, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan (PKP2) Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman dan Pemadam Kebakaran (TRKP3K) StafPerencanaanDInasKelautan dan Perikanan WakilKetuaKomisiA/KepalaBadan Kehormatan DPRD Kepala Bidang D estinasi Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kode
B1 B2 B3 B4
B5
B6
B7 B8 B9
Lampiran 4. Daftar Peserta FGD No. 1. 2.
Na ma Bpk. La Fasa, S.Sos., M.H. Bpk. Jimmy Purnama Putra S., S.Pi
J a ba ta n Kepala Urusan Perlindungan dan Pengawetan Kepala Urusan Pemanfaatan dan Pelayanan Taman Nasional/ Pengendali Ekosistem Hutan
3. Bpk.Union,SP KepalaUrusanPerencanaandanEvaluasiPelaporan 4. Bpk. Andi Subhan, S.Pi Staf FungsionalPengendali Ekosistem Hutan 5. Ibu Febyanti Muthia Anggraeni, A.Md Staf Perencanaan dan Evaluasi Pelaporan Keterangan: FGD dilakukan pada tanggal 31 Desember 2013, di Kantor Balai TN Wakatobi di Bau-Bau, dengan tujuan untuk mendiskusikan (meminta arahan/saran) mengenai model kolaborasi.
232
Lampiran 5.
Pendapat Pihak Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi tentang Kolaborasi Perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Pengelolaan Sumber daya Alam Hayati Secara Lestari
Pendapat Pihak Balai TN Wakatobi tentang Kolaborasi Perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Pengelolaan SDAH Secara Lestari Informan No.
Pendapat tentang Kolaborasi Perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah kabupaten Wakatobi “Kolaborasi perencanaan pengelolaan SDAH tersebut sangat jelas diperlukan, karena Wakatobi merupakan kawasan Taman Nasional sekaligus juga merupakan kawasan kabupaten. Dengan adanya dua kewenangan pengelola di Wakatobi, tentu perlu mensinergiskan baik dari aspek perencanaan maupun pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam hayati, agar pembangunan daerah yang menjadi fokus dari Pemerintah Kabupaten sejalan dengan upaya-upaya konservasi yang menjadi fokus Balai Taman Nasional Wakatobi. Dengan demikian dapat menghindarkan ego sektoral maupun konflik kepentingan, sehingga pengelolaan menjadi lebih harmonis dan tentu akan berdampak lebih baik bagi kelestarian sumber daya alam hayati” (wawancara tanggal 27 Desember 2013)
1
A1
2
A2
“Kolaborasi itu perlu dan tentu sesuai dengan kewenangan masing-masing pihak. Balai TN Wakatobi memiliki Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN), ini diharapkan bisa berperan aktif untuk berkolaborasi. Sebelum tahun 2010 kebijakan pelaksanaan kegiatan ada di Balai, sekarang SPTN dapat berkoordinasi langsung dengan instansi terkait. Harapannya kendala-kendala yang ada dapat diselesaikan di tingkat SPTN dan finalisasinya di tingkat Balai. Seperti tiket masuk, Pemda pun sudah ada keinginan untuk satu pintu dalam pengelolaan entrance fee, dulu terkendala karena belum ada Perda, namun sekarang kemungkinan sudah ada, sehingga permasalahan ini dapat diselesaikan di SPTN” (Wawancara tanggal 2 Desember 2013)
3
A3
“ Ya perlu kolaborasi, karena Wakatobi sebagai kawasan konservasi dan juga sebagai development area (kawasan pembangunan/kabupaten), sehingga ada kepentingan pusat yaitu upaya konservasi dan ada kepentingan daerah yaitu PAD. Ini adalah dua hal yang berbeda dan kedua hal inilah yang perlu disinergikan. Kolaborasi yang diharapkan adalah kolaborasi yang sejati yaitu yang benar-benar kolaborasi bukan sekedar rapat/pertemuan/pembuatan kesepakatan saja kemudian setelah itu tindaklanjutnya kurang nyata” (Wawancara tanggal 16 Desember 2013)
4
A4
“ Secara politis, kondisi saat ini memang membutuhkan kolaborasi. Jika dukungan pemerintah daerah minim, maka pengelolaan SDAH secara lestari tidak bisa optimal, karena yang punya tanggung jawab penuh terhadap masyarakat sebagai pengguna SDA adalah Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah mempunyai kesempatan untuk mengintervensi (mempengaruhi/menyadarkan) masyarakat. Sehingga kolaborasi pengelolaan SDA itu menjadi penting. Pemda dan Balai Taman Nasional pun berada pada ruang kelola yang sama, semua aktivitas pembangunan daerah ada di kawasan taman nasional, sehingga bagaimana konsep pembangunan berkelanjutan dapat dijalankan di Wakatobi merupakan hal yang penting, oleh karena itu pembangunan daerah harus memperhatikan kaidah-kaidah konservasi. Sehingga perlu kolaborasi di tingkat perencanaan, bahkan pada tataran implementasi pun harus sinergis” (Wawancara, 8 Desember 2013)
5
A5
“Ya kolaborasi memang perlu sekali, kalau bisa duduk bersama membahas perencanaan antara Balai TN Wakatobi dengan Instansi terkait, maka ini lebih baik, khususnya dengan Bappeda Kabupaten Wakatobi. Karena seluruh wilayah Wakatobi
233
adalah sebagai taman nasional, mau tidak mau dalam membangun wilayah Wakatobi juga membangun taman nasional, sehingga perlu sinkronisasi dalam pembangunan” (Wawancara tanggal 26 Desember 2013) 6
A6
“ Kondisi TN Wakatobi yaitu kawasannya berhimpitan dengan Kabupaten Wakatobi sehingga sangat diperlukan Kolaborasi/pengelolaan bersama khususnya kolaborasi perencanaan dengan pihak-pihak lain terutama Pemerintah Kabupaten Wakatobi. Kolaborasi perencanaan ini bertujuan untuk mensinergikan rencana-rencana pengelolaan pembangunan kawasan (daerah) dengan kelestarian kawasan agar tetap sejalan dan dapat menghindari konflik kepentingan antar instansi, sehingga diharapkan pengelolaan menjadi lebih harmonis. Kolaborasi pengelolaan Taman Nasional telah diatur didalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, oleh karena itu kolaborasi yang dibangun harus sesuai peraturan tersebut” (wawancara tanggal 30 Desember 2013)
7
A7
“Kolaborasi sangat diperlukan karena Wakatobi sebagai taman nasional dan juga sebagai kabupaten, dimana Pemerintah Kabupaten pun memiliki instansi-instansi teknis dalam pengelolaan SDAH seperti Dinas Kelautan & Perikanan (DKP) serta Dinas Kebudayaan & Pariwisata, sehingga kolaborasi sangat diperlukan agar pengelolaan SDA dapat sinergis” (Wawancara tanggal 29 November 2013)
8
A8
“Kolaborasi perencanaan tentunya sangat diperlukan, karena Wakatobi merupakan kawasan Taman Nasional sekaligus merupakan kawasan kabupaten dan Cagar Biosfer. Kolaborasi diperlukan agar pelaksanaan pembangunan daerah dengan pengelolaan kawasan taman nasional dapat sinergis dan harmonis. Dukungan para pihak terkait tentunya juga diperlukan dalam rangka menjamin pelestarian SDA, pembangunan yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam melaksanakan program-program pembangunan dan pengelolaan kawasan tentunya diperlukan suatu bentuk kolaborasi perencanaan yang baik yang mampu mensinergikan program yang
9
A9
telah disusun oleh kedua pihak” (Wawancara tanggal 30 Desember 2013) “Kolaborasi sangat diperlukan karena ada dua otoritas pengelola yang sama-sama mempunyai kekuatan hukum. Balai TN berpijak pada UU No. 5 tahun 1990 sementara Pemerintah Kabupaten Wakatobi berpijak pada Undang-Undang Otonomi Daerah, sehingga perlu selaras kebijakan pengelolaannya. Kalau ada dua nakhoda di dalam kawasan yang sama, tentu apa yang akan terjadi?, jika tidak sinergis” (Wawancara tanggal 16 November 2013)
Sumber: Hasil Wawancara Kurun Waktu November – Desember 2013
Pendapat Pihak Pemerintah Kabupaten Wakatobi tentang Kolaborasi Perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam Pengelolaan SDAH Secara Lestari No
Informan
1
B1
Pendapat tentang Kolaborasi Perencanaan antara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah kabupaten Wakatobi “Kolaborasi jelas sangat karena diserta Wakatobi terdapat Pemerintah Kabupaten Wakatobi dan juga Balaidiperlukan, Taman Nasional, keduanya berada di kawasan yang sama persis, SDA yang dikelola pun sama. Saat ini kita fokus pada 8 sumber daya penting mulai dari terumbu karang, mangrove, lamun, SPAGs (Spawning Aggregations/Tempat pemijahan ikan, penyu, burung pantai/laut, cetacean dan ikan ekonomis penting. Balai Taman Nasional konsentrasinya pada konservasi, namun Pemerintah Kabupaten juga tetap fokus pada konservasi. Pemerintah kabupaten pun fokus untuk mensejahterakan rakyat, dimana pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat diatur dan diawasi oleh peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu konservasi sebagai sumber ekonomi dan juga kesejahteraan. Kita punya domain yang sama, sehingga bagaimana pendekatan konservasi dapat menjadi sumber pendapatan
234
dan pengembangan ekonomi. Oleh karena itu mutlak dibutuhkan kolaborasi, karena kalau kontraproduktif serta jalan sendiri-sendiri maka hasilnya tentu tidak akan berdampak luas dan baik ” (Wawancara tanggal 22 Desember 2013) 2
B2
” “Perlu sekali kolaborasi, karena wilayah Wakatobi sangat luas, sehingga membutuhkan sumber daya yang besar baik SDM, sarana pendukung maupun pendanaan. Kami di Dinas Kelautan dan Perikanan merasa perlu untuk berkolaborasi dalam perencanaan pengelolaan Sumber Daya Alam, karena jumlah SDM, peralatan, maupun kemampuan masih dirasa kurang. Oleh karena itu perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak khususnya Balai TN Wakatobi, agar berbagai kekurangan tersebut dapat diatasi secara bersama-sama” (wawancara tgl 7 Desember 2013)
3
B3
“ Dalam pengelolaan Taman Nasional tentu ada kaitannya dengan Dinas Pariwisata, Bappeda, DKP, maupun pihak lainnya. Taman Nasional sudah ada sebelum Kabupaten Wakatobi dibentuk, yang dulunya berada di Kabupaten Buton. Setelah Kabupaten Wakatobi lahir, maka sangat diperlukan kolaborasi dalam rangka mendukung keberlanjutan pemeliharaan taman nasional, baik pengawasan maupun pengelolaan sumber daya alamnya. Saat ini ada pos-pos penjagaaan yang dibangun Dinas Kelautan dan Perikanan. Dahulu sebelum adanya pengawasan maupun penjagaan baik dari TN maupun DKP, banyak sekali kegiatan-kegiatan yang merusak sumber daya alam, baik dengan menggunakan dinamit maupun alat-alat yang merusak lainnya” (wawancara tanggal 6 Desember 2013)
4
B4
“Sangat perlu kolaborasi. Bahkan idealnya Balai TN harus ada di Wakatobi untuk mengintensifkan kolaborasi dalam mengelola SDA, dan juga dalam mengelola wilayah zona penyangga/darat, namun bukan berarti bahwa hingga saat ini kami tidak saling berkoordinasi” (Wawancara tanggal 7 Desember 2013)
5
B5
“Perlu sekali kolaborasi dalam perencanaan pengelolaan sumber daya alam, karena agar pekerjaan menjadi lebih mudah dan kalau ada permasalahan terkait pengelolaan SDA dapat dipecahkan secara bersama-sama” (Wawancara tanggal 7 Desember 2013)
6
B6
“Kolaborasi itu penting, dimana instansi teknis yang terkait dengan pengelolaan SDAH dapat saling berintegrasi dalam pengelolaan SDA. Instansi tersebut diantaranya yaitu Balai TN Wakatobi, DKP, dan Badan Lingkungan Hidup” (Wawancara tanggal 22 Desember 2013)
7
B7
“Kolaborasi itu sangat penting karena Taman Nasional berada di Wilayah Kabupaten Wakatobi. Sebelum ada kabupaten, sudah ada TN sejak 1996, jadi sudah ada manjemen SDA sebelum terbentuk Kabupaten Wakatobi. Kabupaten belum memiliki dana yang besar karena masih baru terbentuk, maka kolaborasi menjadi sangat penting. Dari sisi sumber daya manusia, dengan luas TN yang begitu besar yaitu sekitar 90% laut, maka membutuhkan tenaga lapangan yang banyak, seperti surveilance/patroli, monitoring SDA dan juga pendekatan kepada masyaarakat. Jadi semakin banyak SDM, maka pengelolaan akan semakin baik” (Wawancara tanggal 5 Desember 2013)
8
B8
“Ya sangat diperlukan kolaborasi di Wakatobi, karena Wakatobi sebagai taman nasional yang mempunyai dasar hukum, dan juga sebagai daerah otonom. Ada satu hal yang sangat menarik yang berkaitan dengan Kabupaten Wakatobi yang juga sebagai taman nasional, yaitu adanya perbedaan tujuan. Sektor unggulan Wakatobi adalah kelautan, didalamnya sudah dipastikan mata pencaharian masyarakatnya ada di laut, taman nasional sendiri ada zona-zona yang memang tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, oleh karena itu ini perlu dikolaborasikan pengelolaannya agar tujuan pemerintah kabupaten dalam mensejahterakan masyarakat dapat sejalan dengan tujuan taman nasional” (Wawancara tanggal 18 Desember 2013)
Sumber: Hasil Wawancara kurun waktu Desember 2013
235
Lampiran 6. Permasalahan SDA di Wakatobi menurut Pihak Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi
Permasalahan SDA di Wakatobi menurut Pihak Balai TN Wakatobi N o.
Informan
Pendapat tentang P ermasalahan S D A di Wakatobi
1
A2
“Kondisi SDA secara umum disinyalir menurun kondisinya, yang relatif stabil itu karang lunak (soft coral), hasil monitoring SPAGs pun (dalam hal ukuran ikan). Saat ini banyak instansi di Wakatobi sudah peduli dengan SDA, Pemda sudah mengakomodir zonasi TNW dalam perda tata ruang, maka jika dipedomani semua pihak termasuk masyarakat tentu tidak akan ada masalah” (Wawancara tanggal 2 Desember 2013)
2
A3
“Masyarakat sebagai pengguna sumber daya alam, masih sangat tergantung pada SDA laut ini, bahkan kondisi seperti ini sebagai mata pencaharian yang tetap, pasir juga menjadi terancam karena banyaknya penambangan pasir, hingga saat ini belum ada solusi yang benar-benar efektif” (Wawancara tanggal 16 Desember 2013)
3
A4
““Terdapat demand yang tinggi terhadap SDA, namun dihadapkan pada berbagai keterbatasan, untuk mengamankan dan mengelola SDA banyak keterbatasan. Ada permasalahan klasik dalam pemanfaatan SDA, ketika orang membutuhkan pasir, maka banyak yang melakukan penambangan pasir. Hal ini akan berdampak pada kerusakan SDAH yang ada. Permasalahan ini sangat mendesak dan perlu diatur pengelolaannya agar sesuai prinsip konservasi, oleh karena itu maka perlu kolaborasi”” (Wawancara, 8 Desember 2013)
4
A5
“Saat ini kondisi SDA kecenderungannya m enurun. Adanya penambangan pasir sangat merusak eksostem lamun. SPAGs pun masih mengalami tekanan. Perlu juga ada pembatasan kuota ikan oleh Pemda bagi nelayan” (Wawancara tanggal 26 Desember 2013)
5
A6
“Wakatobi merupakan kawasan yang overlap dengan Kabupaten dan juga open acces, sehingga adanya penduduk dalam kawasan tidak dapat dipungkiri bahwa mereka sangat memerlukan sumber daya yang ada untuk kebutuhan hidupnya. Hal tersebut menyebabkan pengambilan ikan secara destructive, perambahan kayu mangrove, penambangan pasir dan penambangan batu karang masih sering terjadi. Diharapkan dengan adanya kolaborasi dengan Pemda, dapat memecahkan masalah tersebut secara bersama-sama” (Wawancara tanggal 30 Desember 2013)
6
A7
“Illegal fishing dan destructive fishing masih terjadi. Pada bulan Oktober 2013 terjadi pengeboman dan hingga saat ini masih proses penyidikan. Begitu juga ada beberapa permasalahan seperti terjadinya penebangan mangrove di sombano, masih terdapatnya budidaya kima khususnya di Tomia (memang ada manfaat kima bagi masyarakat sehingga mereka melakukan budidaya kima tersebut, namun kima ini dilindungi dan seharusnya tidak boleh dimanfaatkan oleh masyarakat). Begitu juga dengan terumbu karang, sering terjadi gangguan COT (Crown of Thorn), kalau jumlahnya banyak, maka ini akan merusak karang” (Wawancara tanggal 29 November 2013)
7
A8
“Sebagaimana biasa permasalahan terkait SDAH adalah permasalahan klasik yakni adanya kebutuhan masyarakat terhadap SDAH dan keberlanjutan SDAH. Kecenderungan masyarakat dalam memanfaatkan potensi SDAH tidak berasaskan pada konsep pemanfaatan yang berkelanjutan sehingga seringkali melakukan aktifitas yang merusak, tidak mematuhi zonasi, over fishing, dan lain-lain. Kondisi tersebut diperlukan "political will" dan kesepahaman konsep dari para pihak dalam pengelolaan SDAH. Perlu ketegasan dan kerjasama para pihak dalam mengatasi masalah klasik tersebut.” (Wawancara tanggal 30 Desember 2013)
236
8
A9
“Kondisi SDAH saat ini menurun karena aktivitas yang merusak masih terjadi. Wilayah Wakatobi sangat luas dan open acces, kekayaan SDAH pun tersebar jauh. Faktor alam seperti cuaca yang tidak dapat diprediksi sehingga menyebabkan lokasi kegiatan pengelolaan SDAH tidak bisa dijangkau sehingga sangat sulit pengawasan dan perlindungannya dari berbagai aktivitas yang merusak. Konsekuensinya butuh finansial, SDM yang sangat besar karena masih terbatas, hal ini masih menjadi kendala” (Wawancara tanggal 16 November 2013)
Sumber: Wawancara kurun waktu November-Desember 2013
Permasalahan SDA di Wa katobi menurut Pihak Pemerintah Kabupaten Wakatobi N o.
Informan
Pendapat tentang K olaborasi Perencanaan a ntara Balai TN Wakatobi dan Pemerintah kabupaten Wakatobi
1.
B2
“ Sumber daya alam seringkali mendapat ancaman berupa kegiatan yang merusak seperti penangkapan ikan dengan bom dan juga karena adanya illegal fishing. Kegiatan-kegiatan yang merusak ini berasal dari nelayan-nelayan luar Wakatobi yang menjadi ancaman terbesar” (wawancara tgl 7 Desember 2013 )
2.
B3
“Permasalahan SDA, yaitu banyaknya kegiatan-kegiatan yang destructive, banyak yang menggunakan dinamit maupun alat-alat yang merusak lainnya dalam penangkapan ikan” (wawancara tanggal 6 Desember 2013)
3
B4
“Kondisi mangrove memang saat ini diakui menurun luasannya, itu karena aktivitas manusia, dan ini banyak terjadi di wangi-wangi, kaledupa, tomia, namun di Binongko itu aman. Kondisi lamun, meningkat kerusakannya, namun di Pemda sendiri belum ada pemetaannya, pemantauan lamun itu ada di Taman Nasional. Yang rusak itu di pulau wangi-wangi hal ini disebabkan oleh pengambilan pasir laut, dan juga dampak pemanasan global, kalau ombak besar itu biasanya lamun mudah dijumpai di pantai (karena tercabut). Pasir itu perlu dijaga, sampai hari ini kami mendorong terus kepada instansi teknis untuk mengontrolnya. Karena ini kasus lingkungan, maka pelaku kita panggil ke BLH dan perlu juga teguran dari SKPD terkait pada pelaku penambangan pasir. Pemboman pun masih ada berdasarkan laporan DKP dan Balai Taman Nasional, ini tentu berdampak pada kerusakan terumbu karang, selain itu juga permasalahan yang ada yaitu pemutihan karang. BLH belum memonitor SPAGs, karena terbatas peralatan. Ini dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional dan ada trend datanya. Kesimpulan yang ada bahwa SPAGs ini semakin sedikit. Ikan juga baik kuantitas maupun kualitas ada penurunan, mungkin karena berlebihan penangkapannya. Hal ini merupakan permasalahan terkait pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Berbagai jenis biota laut yang lain, seperti kima, mata tujuh (abalon), kerangkerangan, masih banyak dijumpai, dan dieksploitasi oleh suku bajo, dan diperjualbelikan di pasar. Ikan napoleon dan hiu pun masih dijumpai di pasar. Permasalahan lainnya yaitu adanya pencurian ikan oleh nelayan dari tempat lain (dari luar Wakatobi), seperti pembom dari kendari. Penggunaan pukat harimau (lamba) pun tentu tidak ramah lingkungan, karena semua jenis ikan yang besar dan yang kecil dapat terjaring. Sumber-sumber pencemar dari B3 (seperti oli bekas dan limbah B3) memang belum ada pengujiannya, namun prilaku ini masih dilakukan oleh masyarakat terutama dari pencucian kapal, termasuk sampah plastik, dimana masih ada ABK kapal laut yang belum sadar dan membuang sampah ke laut” (hasil wawancara tanggal 7 Desember 2013).
3.
B5
“khusus untuk mangrove, terkadang b anyak nelayan yang m erusak m angrove, baik untuk kebutuhan hidupnya maupun karena mangrove dianggap menjadi
237
kendala mereka ketika mau memasang jaring penangkap ikan (Wawancara tanggal 7 Desember 2013) 4.
B6
“Permasalahan SDA di Wakatobi yaitu masih adanya illegal fishing dan destructive fishing, hal ini tentu akan merusak SDA (Wawancara tanggal 22 Desember 2013)
5.
B7
“Sampai saat ini Kondisi SDA masih ada permasalahan, ada SDA yang rusak karena masih adanya kegiatan nelayan yang merusak seperti bom dan bius” (Wawancara tanggal 5 Desember 2013)
6.
B8
“Perusakan SDA masih ada, SDM belum memadai, belum dapat menjangkau kawasan yang begitu sangat luas, begitu juga dengan sarpras. Masih banyak nelayan-nelayan dari luar. Dahulu ketika nelayan luar tidak ada, maka penghasilan masyarakat lokal cukup baik, namun dengan adanya gangguan dari nelayan luar seperti adanya penggunaan bom maupun racun atau bius, hal ini mengakibatkan penghasilan masyarakat lokal menjadi kurang” “ (Wawancara tanggal 18 Desember 2013)
Sumber: wawancara kurun waktu Desember 2013
Lampiran 7. Sarana Pendukung Pengelolaan SDAH yang dimiliki Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi Sarana Pend ukun g Pengelo laan Sumb er Daya Alam Balai Taman Nasio nal Wakato bi Tahun 2012
N o.
Su b b a g T U / SPTN
1.
Balai TN di Bau-Bau
1) 2) 3) 4)
Sarana Komunikasi (Telepon, SSB, HT, RIG, Internet, SKRT). Sarana transportasi (Kendaraan roda-2 dan roda-4) Pusat informasi (120 M2) dan perlengkapannya. Hanggar pesawat (1unit)
2.
Seksi P engelolaan Taman Nasional Wilayah I
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Shelter Sarana komunikasi (Telepon, SSB, HT, SKRT) Sarana transportasi (Speed boat, Kendaraan roda 2 dan 4, Pesawat Trike Aquila, Jet Sky) Peralatan selam Peralatan dokumentasi (kamera, handycam) Pos jaga terapung Kapal patroli (Mesin 30 PK) 1 buah Marka zonasi Hanggar pesawat (1unit) Pos Jaga Pusat pengunjung & perlengkapannya Peralatan selam Sarana komunikasi (SSB, HT, SKRT) Sarana Transportasi (Speed boat, Perahu Karet, Kendaraan roda-2 dan 4) Dermaga 1 buah Shelter (rusak berat)
8) 9) 10) 11) 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Peralatan Dokumentasi (Kamera) Kapal patroli (Mesin 30 PK) 1 buah Marka zonasi Peralatan Bina Cinta Alam Sarana komunikasi (Telepon, SSB, HT, SKRT) Sarana Transportasi (Speed boat, Kendaraan roda-2) Dermaga 1 buah Peralatan Dokumentasi (Kamera) Kapal patroli (mesin 30 PK) 1 buah Marka zonasi
3.
4.
Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II
Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III
Sarana Pendukung
Sumber : Balai TN Wakatobi (2013a)
238
Sarana Pengawasan SDA DKP Kabupaten Wakatobi
No.
SaranaPengawasanDKP
1
Jumlah
Kendaraan Operasional Speedboat Ukuran 10 x 2,5 m Speedboat ukuran 8,5 x 2 m Speedboat 2,5 x 11 m Prasarana Pengawasan
2
Pos jaga (dibangun tahun 2008)
Pos Pos jaga jaga (dibangun (dibangun thn thn 2010) 2011) Pos jaga (dibangun thn 2012) Alat selam
3
Keterangan
1 1 1
Baik Baik Rusak
2
Baik
2 2 5
Baik Baik Baik
7(set)
Baik
Sumber: Hasil wawancara dengan PPNS DKP Wakatobi (Irmanto Lantele, S.Pi) tanggal 7 Desember 2013
Sarana Pengelolaan SDAH Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Wakatobi No
S a r a na
1 2 3
gedung laboratorium dan peralatannya speedboat dalam rangka menunjang pengelolaan SDA di Wakatobi Katinting “Untuk pelaksanaan program pengelolaan SDA, kita punya sarana seperti speedboat, ini bisa digunakan secara bersama-sama, meskipun fungsinya untuk memonitor air laut, speedboat ini bisa juga digunakan untuk pengawasan sumber daya alam. BLH juga punya katinting, ada juga alat-alat laboratorium, dan GPS” (wawancara dengan informan B4 tanggal 7 Desember 2013)
Hasil Wawancara
Sumber: BLH (2013b) Sarana Pendukung Pengelolaan SDAH Secara Lestari yang dimiliki Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi
No
Saranapendukung
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Scuba diving Scuba kompresor Panel pameran Handycam LCD proyektor Camera digital GB 1 Light stand Tripot Tripot camera paper Foto Vidio editing Pinacle Alat scuba diving Mouring buoy Kapal katamaran Kompresor alat diving Aulawisatadanperlengkapannya Home stay percontohan Pusatpesanggahanbudayawakatobi
Jumlah buah 6 buah 1 buah 10 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 lusin 1 paket 1 paket 1 buah 1 1paket paket 1 1paket
Sumber: Renstra Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi Tahun 2012 – 2016
Sarana yang dimiliki Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan (PKP2) No Na m Paer a l a ta n 1 GPS berjumlah 2 Radio komunikasi Handy Talk 3 Handy Cam berjumlah 4 Kamera digital berjumlah 5 Pos jaga Kehutanan berjumlah Sumber: Renstra Dinas PKP2 Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016
Ju m l a h unit 4 10 unit unit 1 unit 4 15 unit
239
Sarana Dinas Tata Ruang dan Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman dan Pemadam Kebakaran (TRKP3K) Kabupaten Wakatobi NoJ enis Jumlah (unit) 1 2 3 4
mobilpemadamkebakaransebanyak2unit mobiltrukpengangkutsampah 3 unit mesin cetak digital (plotter A0) mesin pengolah sampah
1 3 1 1
Sumber: Dinas TRKP3 (2012).
Lampiran 8. Sumber Daya Manusia Balai TN Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi Kondisi Pegawai Balai TN Wakatobi Berdasarkan Status Kepegawaian Tahun 2012 No . 1.
2.
S ta tusKe pe ga w a i a n
Juml a h(or a ng )
Pegawai Negeri Sipil a. Struktural b. Non struktural c. Fungsional/Calon
5 19 43
TenagaUpah/honorer
K e te r a n g a n
Ka Balai, Kasubag TU, KSPTNW I, II& III Fungsional umum Polhut, PEH, dan Penyuluh
19
ha lmuJ
86
Sumber: Balai TN Wakatobi (2013a) Keadaan Pegawai Balai TN Wakatobi Berdasarkan Pendidikan Terakhir Tahun 2012
No 1
Pangkat, G ol/Ruang
2
3. 4
Keterangan
S2 Kehutanan S2 Non Kehutanan
2 3
S1 Kehutanan S2 Non Kehutanan
3 16
ManajemenHutan Kelautan,P erikanan, Pertanian,H ukum,d ll
2 2 8 34 16
Ekowisata Ekonomi SKMA SMA,SPMA,SMEA Motoris, operator komputer, pengemudi, pengaman kantor
D3 Kehutanan D3 Non Kehutanan
SMA Kehutanan SMA Non Kehutanan Pegawai tidak tetap/upah (setingkat SMA)
5.
Jumlah (orang)
h a l mu J
KonservasiSDH Ilmu dan Teknologi Kelautan
86
Sumber: Balai TN Wakatobi (2013a)
Kondisi Pegawai Balai TN Wakatobi Berdasa rkan Wilayah Tugas Tahun 2012 No. 1 2 3 4 5
Lokasi Penyebaran
Jabatan (orang) Struktural
Non. Str 16 1 1 2 -
Jumlah PE H
P ol h ut
P enyul uh
Honor e r
Bau-Bau 2 5 1 7 Wangi-Wangi 1 9 1 4 Kaledupa 1 7 1 4 Tomia 1 2 6 1 3 BKOdiBB 10 KSDA Sulsel h a l mu J 5 20 7 33 3 18 86 Keterangan: 3 orang Tugas Belajar S2, 10 orang polhut masuk dalam anggota SPORC dan di BKO-kan di Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan di Makassar ( Balai TN Wakatobi , 2013a)
31 16 14 15 10
240
Kondisi Pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi Berdasarkan Jabatan dan Fungsi Tahun 2012* No . J a b a ta n J um l a h Pe nd idi k a n Jumlah Pangkat/Go Jumlah Terakhir (Orang) longan 1. Eselon II 1 SMU 3 Golongan II 4 2. Eselon III 4 Diploma 3 1 Golongan III 26 3. Eselon IV 8 Stata 1 30 Golongan IV 5 4. PejabatFungsional Strata2 1 5. Staf/Non Struktural 22 J um l a h 35 J um l a h 35 J um l a h 35 Sumber: Renstra DKP Kabupaten Wakatobi 2012-2016 (DKP, 2012) Komposisi Pegawai Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Wakatobi tahun 2012 J a ba ta n J um l a h Tingkat Jumlah Pangkat/ Jumlah (Orang) Pendidikan (orang) Golongan (orang) 1. Eselon II/b 1 SD IV/c 1 2. Eselon III/a 1 SLTP IV/a 2 3. Eselon III/b 3 SLTA III/d 5 4. Eselon / IV/a 3 D2 4 III/b 5 5. Staf 10 D3 III/a 3 6. Sarjana (S1)/D4 11 II/c 2 7. Magister (S2): 3 Ju m l a h 18 J um l a h 18 Ju m l a h 18 Sumber: LAKIP BLH Kabupaten Wakatobi Tahun 2012 (BLH, 2012) No .
Komposisi Pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi Tahun 2012 Jumlah Jumlah Jumlah E s el oni s a s i Pendidikan Golongan (Orang) (Orang) (Orang) 1. Eselon II 1 Strata S-2) (2 2 II 8 2. Eselon III 4 Strata S-1) (1 15 III 14 3. Eselon IV 7 Sarjana Muda D3 / 7 IV 4 4 Fungsional SLTA SMK / 2 5 Staf 14 J um l a h 26 J um l a h 26 j um l a h 26 Sumber: Renstra Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016 (Disbudpar, 2012) No .
Jumlah Pegawai Dinas PKP2 Kabupaten Wakatobi Berdasarkan GolonganTahun 2012 No .
Gol onga n
J um l a h(Or a ng)
Ti ngk a tP e ndi di k a n
Jum l a h(O r a ng )
1. 2. 3. 4
II 5 Magister (S2) III 33 Sarjana (S1) IV 4 Diploma III SMA Sederajat jumlah 42 jumlah Sumber: Renstra Dinas PKP2 Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2016 (Dinas PKP2, 2012)
2 27 2 11 42
Jumlah Pegawai Dinas Tata Ruang KP3K Kabupaten Wakatobi Berdasarkan Jabatan Tahun 2012 No . 1.
J a ba ta n Eselon II
J um l a h 1
Ti ng k a tP e nd i di k a n Magister (S2)
J um l a h 1
G ol ong a n
Golongan II
J um l a h 2
2. 3. 4.
EselonIII 5 Sarjana(S1)I 14 GolonganIII 15 Eselon IV 7 Diploma III Golongan IV 3 Staf 7 SMA Sederajat 5 jumlah 20 jumlah 20 Jumlah 20 Sumber: Renstra Dinas Tata Ruang KP3K Kabupaten Wakatobi Tahun 2012- 2016 (DInas Tata Ruang KP3K, 2012)
Kondisi Pegawai Bappeda Kabupaten Wakatobi Tahun 2012 J a ba ta n J um l a h Ti ng k a tP e nd i di k a n J um l a h G ol ong a n Eselon II 1 Magister (S2) 9 GolonganII EselonIII 5 Sarjana(S1) 19 GolonganIII Eselon IV 4 Diploma III 3 GolonganIV Staf 19 SMA Sederajat 4 Ju m l a h 35 J um l a h 35 J um l a h Sumber: Renstra Bappeda Kabupaten Wakatobi 2012-2016 (Bappeda, 2012) No . 1. 2. 3. 4.
Ju m l a h 5 27 3 35
241
Lampiran 9. Zonasi Taman Nasional Wakatobi Pembagian Zonasi TN Wakatobi
No. 1.Z 2. 3.
Nam Zo ana
Luas
ona Inti ZonaPerlindunganBahari Zona Pariwisata
4. 5. 6.
ZonaPemanfaatanLokal Zona PemanfaatanUmum ZonaKhusus/Daratan Total Sumber: Balai TN Wakatobi, 2013d
Peta Zonasi Taman Nasional Wakatobi (BTNW, 2013d)
1.300 Ha 36.450Ha 6.180 Ha 804.000Ha 495.700Ha 46.370Ha 1.390.000 Ha
242
Sebaran Zonasi TN Wakatob i N o.
Z o na
1.
Zona Inti
2.
Zona Perlindungan Bahari
3.
Zona Pariwisata
4.
Zona Pemanfaatan Lokal
5.
Zona P emanfaatan Umum
6.
Zona Khusus/ Daratan
Pe nye ba r a n Wilayah perairan dan mangrove serta sebagian daratan Pulau Moromaho Sebagian wi layah pe rairan ba gian ut ara Pu lau Wa ngi-Wangi, bagian utara dan timur Pulau Hoga, sebagian perairan sekitar Pulau Lentea dan P. Derawa, perairan P. Anano, perairan sekitar P. Lintea Selatan. Wilayah p erairan b agian t imur P . W angi-Wangi ( Matahora), perairan dan pantai bagian barat P. Hoga, perairan tanjung Sombano, mangrove di pesisir Derawa, perairan bagian barat Waha P. Tomia, perairan sekitar Pulau Tolandono Tomia (Onemobaa), dan sebagian wilayah karang Koromaha Sebagian besar wilayah perairan pesisir pulau-pulau di Kep. Wakatobi selain peruntukan zona lainnya dalam radius 4 mil dari Pulau Wangi-Wangi, P. Kaledupa, P. Tomia, P. Binongko, P. Runduma, P. Kapota, P. Komponaone, P. Nuabalaa, P. Nuaponda, P. Matahora, P. Sumanga, P.Oroho, P. Ndaa dan serta sebagian besar wilayah karang Kapota, K. Kaledupa/Tomia, dan bagian utara K. Koromaha. Sebagian besar wilayah perairan diluar radius 4 mil dari pulaupulau dan gugusan terumbu karang di W akatobi. Pulau W angi-Wangi, P . Kaledupa, P . Tomia, P . Binongko, P . Runduma, P. Kapota, P. Komponaone, P. Sumanga, P. Hoga, P. Lentea, P. Derawa, P. Lentea Selatan, P. Sawa, P. Anano, P. Kentiole, P. Tuwu-Tuwu, dan sebagian P. Moromaho.
Sumber: Balai TN Wakatobi, 2013d
Penjelasan setiap zona pada Zonasi Taman Nasional Wakatobi No 1
Zona Inti (ZI)
Z o na
Penjelasan Zona Inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota atau fisiknya masih asli dan tidak atau belum terganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas. ZPB adalah bagian dari taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan. ZPr adalah bagian dari taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan lainnya
2
Zona Perlindungan Bahari
3
Zona Pariwisata (ZPr)
4
Zona Pemanfaatan Lokal (ZPL)
ZPL adalah bagian taman nasional yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan terbatas secara tradisional untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat sekitarnya yang biasanya menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam laut
5
Zona Pemanfaatan Umum (ZPU)
ZPU adalah bagian taman nasional yang diperuntukan bagi pengembangan dan pemanfaatan perikanan laut dalam.
6
Zona Khusus/Daratan
Zona khusus/ Daratan adalah wilayah daratan berupa pulau-pulau
berpenduduk yang telah memiliki kepemilikan atas tanah telah oleh masyarakat, karena kondisi yanghak tidak dapat dihindarkan terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik. Sumber: Keputusan Dirjen PHKA No. SK SK.149/IV-KK/2007 tentang Zonasi TN Wakatobi (Ditjen PHKA, 2007)
243
Ketentuan Aturan Setiap Zona pada Zonasi TN Wakatobi No 1
Z o na Zona inti
2
ZonaP erlindungan Bahari
K eg i a ta nYa ngdi bol e hk a n Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona inti meliputi: a. Perlindungan dan pengamanan; b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya; c. Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan atau penunjang budidaya; b. Dapat dibangun sarana dan prasarana tidak permanen dan terbatas untuk kegiatan penelitian dan pengelolaan.
Kegiatan-kegiatan yang boleh dilakukan dalam zona perlindungan bahari meliputi: a. Perlindungan dan pengamanan oleh Balai TNW dan pihak terkait lainnya; b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya; c. Pengembangan penelitian, pendidikan, wisata alam terbatas, pemanfaatan jasa lingkungan dan kegiatan penunjang budidaya; d. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan keberadaan populasi hidupan liar; e. Pembangunan sarana dan prasarana sepanjang untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan wisata alam terbatas; f. Alur lalu-lintas pelayaran umum. 3 Zona Pariwisata Kegiatan-kegiatan yang boleh dilakukan dalam zona pariwisata meliputi: a. Perlindungan dan pengamanan oleh Balai TNW dan pihak terkait lainnya; b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya; c. Penelitian dan pengembangan pendidikan, dan penunjang budidaya; d. Pengembangan potensi dan daya tarik wisata alam; e. Pembinaan habitat dan populasi; f. Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfatan kondisi/jasa lingkungan; g. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian, pendidikan, wisata alam dan pemanfatan kondisi/jasa lingkungan. h. Alur lalu-lintas pelayaran umum. 4 Zona Pemanfaatan Kegiatan yang diperbolehkan dilakukan di dalan zona pemanfaatan lokal Lokal adalah : a. Perlindungan dan pengamanan oleh Balai TNW dan pihak terkait lainnya; b. Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat; c. Pembinaan habitat dan populasi; d. Penelitian dan pengembangan; e. Pemanfaatan potensi dan kondisi sumberdaya alam sesuai dengan kesepakatan dan ketentuan yang berlaku. f. Alur lalu-lintas pelayaran umum. 5 Zona Pemanfaatan Kegiatan yang diperbolehkan dilakukan di dalan zona pemanfaatan umum umum adalah : a. Perlindungan dan pengamanan oleh Balai TNW dan pihak terkait lainnya; b. Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dapat dimanfaatkan; c. Pembinaan habitat dan populasi; d. Penelitian dan pengembangan; e. Pengembangan dan pemanfaatan potensi dan kondisi sumberdaya alam sesuai dengan kesepakatan dan ketentuan yang berlaku; f. Alur lalu-lintas pelayaran umum. 6 Zona Khusus/daratan Wilayah daratan berupa pulau-pulau yang berpenduduk dan telah terdapat hak kepemilikan atas tanah oleh masyarakat atau kelompok masyarakat yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional dimana pengaturannya akan dilakukan lebih lanjut melalui rencana umum tata ruang kabupaten. Sumber: Buku Zonasi TN Wakatobi (Balai TN Wakatobi dkk., 2007)
244
Lampiran 10. Visi dan Misi SK PD yang Terkait dengan Pengelolaan SDAH Secara Lestari N o.
SKPD
Vi s iRens tr a 2012-2016
1.
Bappeda
2.
Dinas Kelautan dan Perikanan
“Terwujudnya Kabupaten Wakatobi sebagai Sumberdaya Hayati Kelautan Dunia”
3.
Badan Lingkungan Hidup
“Terwujudnya Lingkungan Wakatobi Berkualitas 2025“.
“Arsitek hijau surga nyata di pusat segitiga karang dunia”
4.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
“Terwujudnya Wakatobi Sebagai Tujuan Ekowisata Dunia 2016”
5.
Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan (PKP2)
“Terwujudnya Pertanian Organik dan Hutan Lestari Menuju Masyarakat Sejahtera”
6.
Dinas
Tata
Ruang, Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman dan Pemadam Kebakaran (TRKP3K) Sumber:
”Wakatobi Biru” Bersih, Indah Rapi dan Unik
Misi Renstra 2012-2016
1. Meningkatkan kualitas perencanaan, pengendalian dan evaluasi pembangunan secara terpadu 2. Mengembangkan penanaman modal daerah 3. Mengembangkan kerjasama antar lembaga 4. Meningkatkan penelitian dan pengembangan daerah 1.
Meningkatkan Kerjasama semua Pihak (stakeholder) dalam Pemanfaatan sumberdaya Kelauatan dan Perikanan secara Berkelanjutan 2. Meningkatkan kualitas sumberdaya Manusia dalam Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. 3. Meningkatkan Kualitas Pengawasan dan Pengendalian terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara Berkelanjutan 4. Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat dengan Membuka Peluang 5. Usaha, Pemasaran dan Ekspor berbasis komoditas unggulan secara berkelanjutan 6. Mengembangkan sistem dan Mekanisme pengelolaan sumberdaya kelautan dan Perikanan 7. Meningkatkan Kualitas dan kuantitas sarana dan Prasarana Perikanan 1. Mengembangkan kapasitas kelembagaan dan tata kelola pemerintahan yang baik. 2. Mewujudkan kebijakan Pengelolaan SDA dan Lingkungan Hidup secara terintegrasi dan berkelanjutan 3. Meningkatkan pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan serta perlindungan dan konservasi SDA dan lingkungan lingkungan hidup 4. Meningkatkan koordinasi dan kemitraan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 5. Meningkatkan Kesadaran Hukum Lingkungan 1. Menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan akuntabel. 2. Meningkatkan pelestarian dan pengembangan kebudayaan daerah yang berlandaskan pada nilai-nilai kearifan lokal di berbagai bidang. 3. Mengembangkan pengelolaan pariwisata ekologi (ecotourism) yang berbasis kemaritiman, budaya dan masyarakat yang berdaya saing global. 4. Meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara. 1. Meningkatkan Mutu dan peran sumberdaya manusia dalam pengelolaan Potensi sumber daya Pertanian secara organik dan Pelestarian Hutan 2. Mengembangkan Peluang Usaha Masyarakat dalam bidang Pertanian dan Kehutanan yang ramah lingkungan 3. Meningkatkan upaya pelestarian sumber daya Pertanian dan Kehutanan dalam rangka memelihara keseimbangan ekosistem sumber daya hayati melalui pemberdayaan masyarakat; 4. Meningkatkan pengawasan dan pembinaan kepada masyarakat guna menjaga kelangsungan pengeloaan sumber daya Pertanian dan Kehutanan yang sustainable a. Mengembangkan penataan ruang yang berbudaya; b. c. d. e. f.
Mengembangkan taman manajemen pe rsampahan ya ng handal; Mengembangkan dan ruang terbuka hijau; Mengembangkan pemakaman umum yang tertata; Melaksanakan pencegahan dan penanggulangan ancaman bahaya kebakaran; dan Melaksanakan administrasi perkantoran dan pelayanan yang prima.
Renstra SKPD (Bappeda, DKP, BLH, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas PKP2, Dinas TRKP3K) Kabupaten Wakatobi 2012-2016
245
Lampiran 11. Kontribusi SKPD terkait dalam Pengelolaan SDAH Secara Lestari Kontribusi Bappeda dalam Pengelolaan SDAH secara Lestari Tahun 2012 No
P r og r a m
1
Program Wilayah
Ke gi a ta nya ngtel a hd il a k uk a n Perencanaan dan Sumber
Koordinasi perencanaan pembangunan bidang pengembangan Wilayah
Re a l i s a s iAngga r a n (Rupiah) 39.459.400
Daya Alam 2
Program Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi
Updating profil peluang investasi daerah kabupaten Wakatobi
89.430.000
3
Program Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi
a. Koordinasi antar lembaga dalam pengendalian pelaksanaan investasi PMDN/PMA b. Koordinasi perencanaan dan pengembangan penanaman modal
17.975.000
a. Koordinasi penelitian dan pengembangan daerah b. Kajian sumber-sumber potensi PAD di kab. Wakatobi a. Penyusunan buku kabupaten Wakatobi dalam angka Tahun 2012 b. Koordinasi penyusunan data perencanaan pembangunan dan statistik daerah
30.150.000
4
Program Peningkatan Penelitian dan Pengembangan Daeerah.
5
Program Pengembangan Data/Informasi
25.000.000
252.000.000 30.000.000 39.850.000
Sumber: LAKIP Bappeda Kabupaten Wakatobi Tahun 2012
Kontribusi DKP dalam Pengelolaan SDAH Secara Lestari Tahun 2012 N o.
a.
P r ogr amda nKe gi a ta n
Program Pe mberdayaan Ma syara kat D ala m Pengawas an d an Pengendalian Sumberdaya Kelautan
1.
Pengawasan Terpadu Penanganan dan Pengendalian Illegal Fishing
2.
Patroli Rutinitas Pengawasan Pengguna Alat/Bahan Yang Tidak Ramah Lingkungan
3.
DukunganOperasionalPenjagaPantaidanPokmaswas
4.
PengadaanAlat - AlatPenunjangPengawasan
5.
Pembangunan Pos Jaga
6.
Lokakarya (Memperkuat Peran Perikanan & Kelautan Sebagai Leading Sektor
Rea l i s a sA i ng g a r a n
297.377.000
86.200.000 117.913.000 34.998.000 29.766.000 28.500.000
64.000.000
& Pemantapan Implementasi Kawasan Konservasi TN Wakatobi) b.
Program Pe ningka tan K esa daran da n Pen egaka n Hukum Dalam Pendayagunaan Sumberdaya Laut
1.
Dukungan Opersional Penanganan Kasus-Kasus Ilegal Fishing
2.
Penyebaran Informasi Melalui Leaflet dan Buletin Kelautan dan Perikanan
3.
PenyediaanSaranadanPrasaranaPengawasan
4.
PengadaanAtapPondokWisata(DAK/DAU)
878.337.500
15.000.000 13.000.000 850.337.500 151.899.000
246
c.
P r ogr a mPe ng em ba nga nBud i da yaP e r i k a na n
1.
PengadaanBibitRumputLaut*
2.
PembinaanBidangPengembanganPerikananTangkap
3.
Pengadaan Bibit Ikan Kerapu
4. d.
PenyediaanSaranadanPrasaranaBudidaya
1.
PembangunanDermaga/Jetty(Lanjutan)
2.
Pengadaan Jaring
3.
Belanja Pengadaan Mesin TS
4.
BelanjaPengadaanMesinKatinting
5.
PengadaanSaranaAlatBantu/PenunjangP enangkapan
6.
PengadaanMaterialBudidayaRumputLaut
1. f.
20.000.000 74.305.000
P r ogr a mP engem ba nga n Pe r i k a na nTa ngk a p
7. e.
51 5 . 4 52 . 3 1 7 99.278.000
321.869.317 1 . 0 69 . 5 1 4. 0 0 0 90.000.000 129.153.000 24.992.000 73.953.000
SosialisasiPeningkatanProduksiNelayan Program Nasi onal Pemberdayaan Masyara kat Kelautan dan Perikanan DukunganO perasionalP rogramP NPM/PUMPK elautanP erikanan
681.664.000 44.752.000 25.000.000 96.769.400 96.769.400
P r og r a m B i n a U s a h a d a n P e m a s a r a n P r o duk d a n Kom od i ta s U n gg ul a n*
77 2 . 3 46 . 9 9 7
1.
PromosidanPameranPerikanan
88.000.000
2.
PenunjangOperasionalPabrikEsdanColdStorage
5.000.000
3. h.
PenyediaanS aranadanPrasaranaPeningkatanMutu
1.
Program Pengembangan Data Sumberdaya Kela utan dan Perikanan PenyusunanDataKelautandanPerikanan
1.
Pr ogram Pe mber da yaa n Ma syar ak at P es is ir d an P ulauPulau Kecil DukunganOperasionalProgramIMACSProject
i.
i.
679.346.997 47.275.000 47.275.000 60.000.000 60.000.000
Pr og r a m P enel i ti a n da n P engemba nga n I P TE K Ke l a uta n d a n P er i k a na n 1.
j.
DukunganUPTLaboratoriumBawahLaut
4 8. 8 3 4 . 36 4 48.834.364
Program Dukungan Sail Morotai* 1.
k.
40.000.000
KegiatanDukunganSailMorotai
40.000.000
P r ogr a m Pe ng em ba nga n Pr oduk s i dan P e ngol a ha n Ha s i l P e r i k a na n
1.
Pembangunan Pabrik Es
25 8 . 5 61 . 7 5 0 258.561.750
Sumber: LAKIP Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi 2012 Kontribusi BLH Kabupaten Wakatobi dalam pengelolaan SDAH Tahun 2012 No
1
P r og r a m
K eg i a ta nya ngtel a hdil a k uk a n
Re a l i s a s i Anggaran
Pengendalian, pencemaran dan
a. Koordinasi pendataan kelompok usaha izin kelayakan lingkungan dan penertiban kegiatan. Kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang izin/peraturan lingkungan hidup. b. Pemantauan kualitas air. Kegiatan ini untuk meningkakan kualitas sumber-sumber air di Kabupaten Wakatobi. c. Penunjangan laboratorium lingkungan hidup Kegiatan ini untuk meningkatkan kinerja pengelolaan laboratorium lingkungan hidup Kabupaten Wakatobi d. Pengkajian dampak lingkungan. Kegiatan ini untuk meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan akibat kegiatan pembangunan. a. Pantai dan laut lestari Kegiatan ini untuk meningkatkan kualitas pesisir dan laut,
23.308.000
perusakan LH
2
Perlindungan dan konservasi
32.175.000 50.000.000 43.990.000
125.600.000
247
sumber alam
3
4
5
daya
Program peningkatan kualitas dan akses informasi SDA dan LH
dimana volume sampah plastik pesisir kawasan dapat menurun 50 %. b. Pengendalian pencemaran air Kegiatan ini untuk menurunkan daerah genangan air pada lingkungan pemukiman, dimana jumlah sumur resapan yang dibangun sebanyak 10 unit. c. Adiwiyata (Sekolah berbudaya adiwiyata) Kegiatan ini untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat khususnya dikomunitas sekolah tentang lingkungan hidup. d. Pengadaan bibit (untuk penghijauan) Kegiatan ini merupakan upaya penghijauan, dimana jumlah bibit yang disediakan yaitu 8.000 bibit. a. Penyusunan status lingkungan hidup daerah Kegiatan ini merupakan penyusunan dokumen status lingkungan hidup kabupaten wakatobi sejumlah 1 dokumen b. Penyusunan data menuju Indonesia hijau Kegiatan ini merupakan penyusunan data menuju Indonesia hijau 1 dokumen c. Penyusunan profil KEHATI Kegiatan ini merupakan penyusunan profil keanekaragaman hayati 1 dokumen
Program Pengembangan Ekowisata dan Jasa Lingkungan di Kawasankawasan konservasi laut dan hutan
Workshop pengembangan ekowisata dan jasa lingkungan di kawasan konservasi.
Program Pengelolaan dan rehabilitasi ekosistem pesisir laut
a.
100.000.000 45.000.000 360.000.000
2.510.000 2.510.000
26.450.000
35.000.000
Kegiatan ini merupakan sosialisasi tentang ekowisata dan jasa lingkungan sebanyak 1 kali
b.
Pengelolaan dan rehabilitasi ekosistem pesisir laut Kegiatan ini merupakan pengawasan pesisir dan laut sebanyak 10 kali. Pemetaan rehabilitasi pesisir dan laut Kegiatan ini merupakan penyusunan dokumen pemetaan rehabilitasi pesisir dan laut 1 dokumen.
35.000.000
100.000.000 6
Program pengendalian kebakaran hutan dan lahan
a.
b.
Sosialisasi kebijakan kebakaran hutan dan lahan Dalam konteks wilayah pesisir, maka hutan yang dimaksud adalah hutan mangrove. Oleh karena itu kegiatan ini termasuk upaya perlindungan SDAH. Peningkatan peran serta masyarakat dalam perlindungan dan konservasi SDA. Kegiatan ini melibatkan 20 orang masyarakat yang terlibat dalam pengawasan lingkungan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Sumber: LAKIP BLH Kabupaten Wakatobi Tahun 2012
29.250.000
45.000.000
248
Lampiran12. Rencana Kerja SKPD yang berperan dalam Pengelolaan SDAH Secara Lestari Tahun 2014 No . 1.
S KP D Program
Ke g i a t a n
I n d i k a t o rd a nT a rg etKi n e r ja
P a g uI nd i k a t i f ( dalam ribuan)
Ba p p e d a a.
Program Perencanaan sosial budaya
b.
Program Pengembangan Informasi
c.
d.
Data
Program Perencanaan Prasarana Wilayah dan Sumber Daya Alam Program Pen gembangan Kerjasama Penelitian
e.
Program Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi
Penyusunan Rencana Induk Pariwisata Kabupaten Wakatobi
Tersedianya Dokumen Ren cana Induk Pariwisata Kabupaten Wakatobi 15 buah Penunjangan Marine and Climate Support (IMMACS) Terlaksananya Penunjangan Marine and Climate Support (IMMACS) 100% Pengumpulan Data Potensi Daerah sebagai Bahan Terselesaikannya Pengumpulan Data Penyusunan Data Base Kabupaten Wakatobi Potensi Daerah 100% Penyusunan Master Plan Persampahan Kab. Wakatobi Jumlah Masterplan Persampahan Kab. Wakatobi (Dokumen) 10 dokumen Koordinasi dan Penyusunan Laporan Perkembangan Data paket 1 SDA, Lingkungan Hidup dan Tamben Koordinasi Penelitian danPengembangan Daerah
45.000 90.000 97.000
55.000
100.000
Pendampingan Penelitian dan Pengembangan Daerah
Frekuensi Pendampingan 100%
30.000
Fasilitasip ublikasih asil-hasilp enelitian
Kajian/Penelitiant erpublikasi1 00%
40.000
Penyusunan Updating Profil Peluang Investasi Daerah Kabupaten Wakatobi Sosialisasi Peraturan Daerah Penanaman Modal
2.
Frekuensi koordinasi 100%
75.000
Tersedianya 300 booklet Profil Peluang Investasi Daerah Kab. Wakatobi Terselenggaranya 1 kali Sos ialisasi Peraturan PM
50.000
30.000
Din as Kel au t an da n Pe rik an an a.
b.
Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur Program Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan
DiklatPPNS(PenyidikPNS)
Patroli terpadu dalam penanganan ilegal Fishing Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
TerselesaikannyaDiklatPPNS100%
Jumlah Patroli terpadu 100% Terselesaikannya Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan 100%
30.000
100.000 200.000
249
No .
S KP D Program
Ke g i a t a n
I n d i k a t o rd a nT a rg etKi n e r ja
Dukungan Operasional Penjaga PosPenga wasan Karang
c.
Program Peningkatan Kesadaran hukum&wawasan Pendayagunaan Sumber Daya Laut
d.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PUMP-KP)
e.
f.
g.
h.
Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Perikanan dan Kelautan Program Pengembangan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan
Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan Program Pengembangan Perikanan Tangkap
Terselesaikannya Dukungan Operasional Penjaga Pos Pengawasan Karang 100% Pengadaan Sarana Prasarana Penunjang Pengawasan Tersedianya Sarana Prasarana (Peralatan Selam) Penunjang Pengawasan (Peralatan Selam) 100% Pelatihan Peningkatan Kapasitas Penjaga Pantai dan Karang Meningkatnya Pengetahuan Penjaga serta Pokmaswas Pantai dan Karang serta Pokmaswas 100% Koordinasi dan Konsultasi Teknis Bidang Konservasi dan Terselesaikannya Koordinasi dan Pengawasan SDK Konsultasi Teknis Bidang Konservas &Pengawasan SDK Sosialisasi Peraturan Perundang-Undangan Melalui Radio Terselesaikannya Sosialisasi dan TV Lokal Maupun dilakukan secara langsung Peraturan Perundang-Undangan Melalui Radio dan TV Lokal Maupun dilakukan secara langsung Pengadaan Papan Iklan Layanan Masyarakat Tersedianya Papan Iklan Layanan Masyarakat Bantuan Sapras Rumput laut Bagi Penambang pasir (DAK)
Tersedianya Batuan Sapras Bagi Penambang Pasir 100% Bantuan Sapras Rumput laut Bagi Penambang Batu Karang Tersedianya Batuan Sapras Bagi (DAK) Penambang Batu Karang 100% Dukungan Operasional PUMP (Sharing) Terselesaikannya Dukungan Operasional PUMP (Sharing) 1 paket Dukungan Operasional Coremap–C TI Terselesaikannya Dukungan Operasional Coremap – CTI 1 paket Pengadaan Pondok Informasi Masyarakat Tersedianya Pondok Informasi Masyarakat 100% Pelatihan Selam Dasar Bagi Aparatur Terselesaikannya Pelatihan Selam Dasar Bagi Aparatur 100% Pengembangan Ekowisata Mangrove (Pilot Project) Terselesaikannya Pengembangan Ekowisata Mangrove (Pilot Project) 100% Inisiasi Pembuatan DPL (Best Practise) Meningkatnya jumlah lokasi best practice DPL (unit): 1 unit/tahun DukunganUPTLab Bawah Laut Terselesaikannya Dukungan UPT Lab Bawah Laut 100% PengadaanMesin Katinting
JumlahMesinKatinting100%
P a g uI nd i k a t i f ( dalam ribuan) 100.000
527.500
50.000
75.000
25.000
10.000 200.000 200.000 160.000 1.500.000 280.000 150.000 50.000
100.000 150.000
208.120
250
No .
S KP D Program
Ke g i a t a n PengadaanRumpon(DAK)
I n d i k a t o rd a nT a rg etKi n e r ja TersedianyaRumpon100%
PelatihanPenanganan Ikan Tuna
Terselesaikannya Penyelenggaraan Pelatihan Penanganan Ikan Tuna 100% Pengadaan Jaring Insan 2,5 Inch (DAK) Tersedianya Jaring Insan 2,5 Inch 100% Pengadaan Freezer Box (DAK) JumlahFreezerBox:20unit Pengadaan Sampan Bermesin Katinting (DAK) Jumlah Sampan Bermesin Katinting: 20 unit Pengadaan Mesin TS (DAK) JumlahMesinTS:1p aket Rapat dan Konsultasi Teknis Pengembangan Perikanan Terselesaikannya Rapat dan Konsultasi Tangkap Teknis 100% Pengadaan Bodi Batang Viber (DAK) Jumlah Bodi Batang Fiber yang tersedia 10 unit Pengadaan Alat Bantu Penangkapan Ikan (Perangkat/Traps) Tersedianya Alat Bantu Penangkapan (DAK) Ikan (Perangkat/Traps) (DAK): 1 paket
i.
Program Bina Usaha dan Pemasaran Produk Komoditas Unggulan
j.
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
k.
l.
Program peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Program p eningkatan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir & Pulau-Pulau Kecil
Pengadaan TPI (DAK) Pengadaan Sero (DAK) Pengadaan Tambatan Perahu Nelayan Tangkap dan Budidaya Agar (DAK) Optimalisasi Penerbitan Izin Usaha dan Retribusi Perikanan Terpadu Promosi dan pameran Produk Hasil perikanan Pengembangan MPA bagi Perempuan Pesisir Pelatihan Peningkatan Kapasitas Wanita Tani Nelayan
Dukungan Operasional IMACS Project Pelatihan Pembuatan Transplantasi Terumbu Karang
Pelatihan Manajemen Ekonomi Wanita Tani Nelayan Monitoring Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir
P a g uI nd i k a t i f ( dalam ribuan) 125.650 50.000
120.000 200.000 220.000 208.120 75.000 400.000 100.000
Jumlah TPI yang tersedia: 1 unit TersedianyaSero:1paket
250.000 100.000
Jumlah Tambatan Perahu : 2 unit
1.200.000
Terselesaikannya Penertiban Izin usaha dan Retribusi Ikan 100% Terselesaikannya promosi dan pameran 100% Terselesaikannya Pengembangan MPA bagi Perempuan Pesisir 100% Terselesaikannya Pelatihan Peningkatan Kapasitas Wanita Tani Nelayan 100% Terselesaikannya Usaha Alternatif Perempuan Pesisir MPA 100% Terselesaikannya Pelatihan Pembuatan Transplantasi Terumbu Karang 100% Terselesaikannya Pelatihan Manajemen Ekonomi Wanita Tani Nelayan 100% Terselesaikannya Monitoring Sosial
50.000 50.000 160.000 40.000
150,000 150,000
100,000 150,000
251
No .
S KP D Program
Ke g i a t a n
I n d i k a t o rd a nT a rg etKi n e r ja
P a g uI nd i k a t i f ( dalam ribuan)
Ekonomi Masyarakat Pesisir 100% 3.
Ba d a n L i n g k u n g a n H i d u p a.
b.
c.
Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan
Penyediaan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan Bimbingan Teknis Pemanfaatan Sampah Organik dan Sampah Plastik Pembinaankawasan bebas sampah
Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi SDA dan LH
PemulihanKerusakanPantai
Penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah Pengembangan Data
Informasi
Kerusakan Lingkungan
Pesisir dan Laut Penyusunan Profil Keanekaragaman Hayati Publikasi Informasi Lingkungan Hidup di Daerah d.
Program Pengembangan Ekowisata dan Jasa Lingkungan
Pembinaan Pengembangan Ekowisata dan Jasa Lingkungan
Workshop Pengembangan Ekowisata dan Jasa Lingkungan
e.
Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam/Keanekaragaman Hayati Laut
Sosialisasi Program Pantai dan Laut Lestari
Pemantauan Keanekaragaman Hayati Darat dan Laut
Tersedianya Sarana dan Prasaran Pengelolaan Persampahan 1 paket Terselesaikannya Bimtek100% Terselesaikannya Kawasan Bebas Sampah 100% Terselesaikannya Pemulihan Kerusakan Pantai 100%
Terselesaikannya Penyusunan St atus Lingkungan Hidup Daerah : 1 buku Terselesaikannya Pengembangan Data Informasi Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Laut : 60 % Terlesaikannya Penyusunan Profil Keaneka Ragaman dan Hayati : 80 % Terselesaikannya Pub likasi Inf ormasi Lingkungan Hidup di Daerah 100% Terselesaikannya Pembinaan Pengembangan Ekowisata dan Jasa Lingkungan 100% Terselesaikannya Workshop Pengembangan Ekowisata dan Jasa Lingkungan** 1 kegiatan Terselesaikannya Sosialisasi Program Pantai dan Laut Lestari 60 %
Terselesaiakannya Pemantauan Keanekaragaman Hayati Darat dan Laut 10% Pengendalian Perubahan Iklim melalui Program Kampung Terselesaiakannya Pengendalian Iklim (PROKLIM) Perubahan Iklim melalui Program
50.000 35.000 50.000 100.000
75.000 38.000
21.580 35.000 10.000
45.000
65.200
10.000
20.000
252
No .
f.
g.
h.
i.
j.
S KP D Program
Program Penataan Kebijakan Pengelolaan SDA dan Lingkungan Hidup Daerah
Program Pengembangan Kerjasama dan Kemitraan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Program Peningkatan Edukasi dan Partisipasi Masyarakat dalam PPLH di Daerah
Program P eningkatan Ketaatan Usaha dan/atau Kegiatan Wajib AMDAL, UKL-UPL dan SPPL
Program Peningkatan Kesadaran Hukum Lingkungan di Daerah
Ke g i a t a n
I n d i k a t o rd a nT a rg etKi n e r ja
Kampung Iklim (PROKLIM):100% Peningkatan peran serta masyarakat dalam perlindungan Terselesaiakannya Peningkatan peran dan Konservasi SDA serta masyarakat dalam perlindungan dan Konservasi SDA: 100% Penyusunan Kurikulum dan Materi Pelatihan Kader Terselesaiakannya Penyusunan Lingkungan Kurikulum dan Materi Pelatihan Kader Lingkungan: 100% PenyusunanRIPKehatiDaerah Terselesaiakannya P enyusunan R IP Kehati Daerah: 100% Penyusunan Master Plan Pengelolaan Persampahan Terselesaikannya Pe nyusunan Ma ster Plan Pengelolaan Persampahan 100% Pengembangan Kerjasama dan Kemitraan dalam Terselesaikannya Pengembangan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kerjasama dan Kemitraan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 100% Sosialisasi dan Bimbingan teknis implementasi Kebijakan PPLH kepada pemangku kepentingan di Daerah
Terselesaikannya Sosialisasi dan Bimbingan Teknis Implementasi Kebijakan PPLH kepada Pemangku Kepentingan di Daerah 100% PelatihanKaderLingkungan Jumlah K ader L ingkungan y ang Mengikuti Pelatihan 320 orang Pengembangan aksi-aksi partisipatif dalam PPLH. Terselesaikannya Aksi-Aksi Partisipatif Bertema Lingkungan Pada Hari-Hari Besar Lingkungan Hidup dan Hari-Hari Besar : 1 kegiatan Inventarisasi kegiatan Usaha dan/atau Kegiatan Wajib Tersedianya Data Usaha dan/atau AMDAL, UKL-UPL dan SPPL Kegiatan Wajib AMDAL, UKL-UPL dan SPPL 100% Pengawasan ketataan Usaha dan/atau Kegiatan Wajib Terselesaikannya Kasus Lingkungan AMDAL, UKL-UPL dan SPPL yang Disebabkan Oleh Pemrakarsa Usaha dan/atau Kegiatan Wajib AMDAL, UKL-UPL dan SPPL 80 % Pembinaan Kesadaran Hukum Lingkungan Terselesaikannya pembinaan kesadaran hukum lingkungan kepada masyarakat di Daerah 60 org Pengelolaan Pe ngaduan da n Se ngketaLin gkungan Terselesaikannya p engelolaan pengaduan dan sengketa lingkungan secara transparan dan akuntabel
P a g uI nd i k a t i f ( dalam ribuan) 30.000
20.000
20.000 100.000 20.000
30.000
75.000 25.000
25.000
30.000
15.000
10.000
253
No .
S KP D Program
Ke g i a t a n Operasi Penegakan Hukum Lingkungan
Penyelesaian S engketa Li ngkungan d i Pe ngadilan
4.
Din as Keb uda ya an d an Pa riwi sat a
a.
Program P engembangan Destinasi Pariwisata
b.
Program P engembangan Pemasaran Pariwisata
I n d i k a t o rd a nT a rg etKi n e r ja Terselesaikannya operasi penegakan dugaan tindak pidana LH di daerahsecara berkelanjutan 12 Terselesaiakannya Up aya ad vokasi penegakan hukum kasus lingkungan sampai pada tingkat pengadilan 12
Terselesaikannya kegiatan pengembangan sarana prasarana pariwisata destinasi 100% Terselesaikannya pembangunan obyek pariwisata 100% Terselesaikannya Pengembangan Pengembangan SDM (Fasilitasi Pembentukan PHRI) SDM 100% Terselesaikannya Sosialisasi Wisata Sosialisasi Wisata Terpadu(Dukungan Usulan Desa Wisata) Terpadu 100% Pemilihanduta wisata wakatobi Terselesaikannya PemilihanDuta Wisata Wakatobi 100% Tersedianya Dukungan Pemilihan Pendukungan Pemilihan Putra-Putri BAHTERAMAS Tingkat Putra-Putri BAHTERAMAS Tingkat Sulawesi Tenggara Sulawesi Tenggara 100% Terselesaikannya Pembentukan Pembentukan Kelompok Sadar Wisata (sekaligus Penguatan Kelompok Sadar Wisata (sekaligus Kapasitas Kelembagaan) Penguatan Kapasitas Kelembagaan) 100% Pengembangan Kemitraan Dengan Lembaga Dunia Usaha Terselesaikannya Pengembangan Kemitraan Dengan Lembaga Dunia Usaha 100% PromosiPariwisataVia Media Terselesaikannya PromosiPariwisata Via Media 100% Penunjang Kegiatan Sail (Sail Komodo & Fremantle - Bali - Tersedianya Penunjang Kegiatan Sail Wakatobi) (Sail Komodo & Fremantle - Bali Wakatobi) 100% Penunjang Pemasaran Pariwisata di Bali Tersedianya Penunjang Pemasaran Pariwisata di Bali 100% Pengembangan Sarana dan Prasarana Promosi Pariwisata Terselesaikannya Pengembangan Sarana dan Prasarana Promosi
P a g uI nd i k a t i f ( dalam ribuan) 15.000
20.000
Pengembangan Sarana Prasarana Pariwisata Destinasi (Pagar Aula dan Public Space)
400.000
Fasilitasi Pembangunan Obyek Pariwisata dengan Lembaga/Dunia Usaha
75.000 75.000 50.000 110.000
30.000
75.000
80.000 300.000 200.000
200.000 200.000
254
No .
S KP D Program
Ke g i a t a n
PenyusunanBukuTravelGuide
Pengandaan H asil Pemotretan ODTW Penyusunan Buku Statistik Kepariwisataan 5.
I n d i k a t o rd a nT a rg etKi n e r ja Pariwisata 100% Terselesaikannya PenyusunanBuku Travel Guide
Terselesaikannya Pengandaan H asil Pemotretan ODTW Terselesaikannya Penyusunan Buku Statistik Kepariwisataan
P a g uI nd i k a t i f ( dalam ribuan) 100.000
100.000 75.000
Dina s Pe rt an ia n, K eh utan an , pe rkeb unan d an p et er na ka n a. b.
6.
Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan Program Perlindungan dan Konservasi sumber daya hutan
Penunjang Gerakan perempuan Tebar Tanam Pelihara
Terselesaikannya Sosialisasi Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan
Terselesaikannya GN Penanaman 1 Milyar Pohon) 100% Terselesaikannya Sosialisasi Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan 100%
75.000 100.000
Din as T ata R uan g, Kebersihan , Per tam ana n, P ema kam an Dan P ema dam K ebakar an a.
Program Perencanaan Tata Ruang
Sosialisasi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Wakatobi (RTRW) 2012-2032 dan IMB
Sebanyak 970 orang yang paham tentang Perda rencana tata ruang : target 100 orang
Rapat koordinasi tentang rencana tata ruang
156.000
70.000 Jumlah rapat kordinasi rencana tata ruang/pembahasan Perda . 3 kali
b.
Program Pengendalian dan Pemanfaatan Ruang
Pengawasan Pemanfaatan Ruang Penyusunan Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Sosialisasi kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Sosialisasi kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Teritb pemanfaatan ruang meningkat 100% Jumlah kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang / Perda & Perbup: 1 Dokumen Perda/ Perbub Jumlah masyarakat yang paham tentang Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Jumlah Informasi Pengendalian Pemanfaatan Ruang 4 Kecamatan: 100 orang Jumlah Informasi Pengendalian Pemanfaatan Ruang 4 Kecamatan :
25.000 30.000
60.000
55.000
255
No .
c.
d.
S KP D Program Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan persampahan
Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Ke g i a t a n
I n d i k a t o rd a nT a rg etKi n e r ja
10 Unit Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan Jumlah masyarakat yang terlatih persampahan (Best Practice Pendampingan Mitra tentang pengolahan sampah 3R 615 Pengelolaan Sampah di Perkotaan) 0rang, : 7 lokasi Tersedianya Sarana dan Prasarana Pengadaan Sarana dan Prasarana Kebersihan Kebersihan 100% Peningkatan Kemampuan Aparat Pengelolaan Jumlah 21 orang aparat yang terlatih: Persampahan target 4 orang Lomba Kebersihan Kecamatan, Kelurahan/Desa dan Rumah Cakupan kebersihan di seluruh Tangga kecamatan 100% PenyusunanMasterPlanP ersampahan JumlahDokumen:1dokumen Penyusunan Kebijkanan Pengelolah Sampah JumlahPerda:1perda Pengembangan Informasi Cagar Biosfer Wakatobi
Tot al
Sumber: Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Wakatobi Tahun 2014
Tersedianya Informasi dan Tugu Cagar Biosfer : 3 unit
P a g uI nd i k a t i f ( dalam ribuan)
174.000 247,750 45,000 64,000 500,000 40,000 150.280
1 3 . 4 7 8. 20 0