DISUSUN OLEH :
NAMA : ZARAH ARWIENY HANAMI NIM : D12113019 JURUSAN : TEKNIK SIPIL PRODI : TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah saya masih sempat menyelesaikan makalah ini dan terima kasih pula penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga makalah berjudul “Metana (CH4)” dapat selesai tepat waktu sebagai tugas mata kuliah Kesehatan Lingkungan.
Makalah ini berisi penjelasan mengenai salah satu zat pencemar udara yaitu metana dengan menjelaskan sifat hingga pengendalian zat pencemar tersebut. Masih banyak terdapat kekurangan dalam pembuatan makalah ini, mohon dimaklumi. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.
Mei 2014 Penulis
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bumi terdiri dari empat jenis lapisan., yaitu: lapisan biosfer, atmosfer, hidrosfer dan litosfer. Keempat lapisan ini saling berkesinambungan satu sama lain guna mempertahankan kehidupan makhluk hidup. Atmosfer merupakan lapisan udara, dimana di dalam atmosfer terdiri dari banyak gas-gas yang mendukung kelangsungan hidup manusia. Mengingat pentingnya udara pada makhluk hidup maka udara harus dijaga kebersihannya dari partikulat pencemar udara. Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia. Bila keadaan seperti itu terjadi maka udara dikatakan telah tercemar. Zat-zat pencemar udara dapat berupa partikulat maupun senyawa kimia yang berbentuk gas. Gas-gas dan partikulat-partikulat tersebut, baik yang diperoleh secara alami maupun yang diperoleh dari kegiatan manusia ini akan mengganggu siklus yang ada di udara dan dengan sendirinya akan mengganggu sistem keseimbangan dinamik di udara, sehingga dapat menyebabkan terjadinya pencemaran udara
.
Salah satu zat pencemar udara adalah gas Metan (CH4) yang merupakan senyawa hidrokarbon. Mengingat akan dampak gas ini terhadap keseimbangan hidup manusia, maka dari itu penulis akan membahas mengenai Metana yang diharapkan dapat memberikan informasi mengenai senyawa ini. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pokok permasalahannya adalah : 1. Bagaimana sifat fisik dan kimia Metana? 2. Darimana sumber Metana?
3.
Bagaimana distribusi dan dinamika Metana di Lingkungan?
4. Bagaimana standar dan nilai ambang batas Metana? 5.
Apakah dampak Metana terhadap lingkungan dan kesehatan?
6.
Bagaimana upaya pengendalian Metana?
I.3 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu : 1. Mengetahui sifat fisik dan kimia Metana 2. Mengetahui sumber Metana 3. Mengetahui distribusi dan dinamika Metana di lingkungan 4. Mengetahui standar dan nilai ambang batas Metana 5. Mengetahui dampak Metana terhadap lingkungan dan kesehatan. 6. Mengetahui upaya pengendalian Metana.
BAB II PEMBAHASAN II. 1 Sifat fisik dan kimia Sifat fisika metana sebagai berikut :
Tidak berwarna
Tidak berbau
Merupakan senyawa non polar
Berat molekul : 16,04 gram/mol
Densitas : 7,2 x 10-4 gram/ml (pada 1 atm dan 0oC)
Titik didih : -161,4 oC
Titik leleh : -182,6 oC
Nilai kalor CH4 : 13.279,302 Kkal/kg
Nilai kalor biogas : 6.720 – 9660 Kkal/kg
dP : 3,8 A
Tc : 109,4 K
Solubilitas metana dalam air dapat dilihat dalam Tabel berikut: Tabel II.1 Solubilitas Metana dalam Air
Sifat kimia metana sebagai berikut :
Oksidasi Kuat Reaksi pembakaran sempurna gas metana menghasilkan gas karbondioksida dan uap air. Bunga api
CH4 + O2
CO2 + H2O
Reaksi ini yang mendasari penggunaan metana sebagai sumber energi (BBG dan BBM)
Reaksi halogenasi gas metana menghasilkan klorometana dan HCl Bunga api
CH4 + Cl2
CH3Cl + HCl
Pirolisis (Cracking) Proses pirolisis atau cracking adalah proses pemecahan alkana dengan jalan pemanasan pada temperature tinggi, sekitar 1000ºC tanpa oksigen. CH4
2H2 + C
Ikatan pada metana Atom karbon memiliki empat electron yang tersedia pada kulit luar untuk ikatan. Ikatan ion mungkin terbentuk jika keempat elektronnya diberikan kepada keempat atom hydrogen untuk menjadikan suatu struktur gas mulia dengan muatan +4 pada karbon. Kemungkinan lainnya ialah bahwa masing-masing dari keempat atom hydrogen dapat memberikan satu elektron untuk menghasilkan struktur gas mulia oktet karbon dengan muatan -4
II. 2 Sumber Metana merupakan salah satu dari beberapa gas rumah kaca. Gas rumah kaca merupakan suatu istilah yang tepat digunakan pada gas-gas yang menyebabkan peningkatan suhu bumi. Gas-gas ini terdapat diudara membentuk suatu perisai yang membendung panas bumi yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia dan alam itu sendiri, tetapi panas bumi ini tidak dapat lepas ke udara hingga batas tertinggi sebab adanya gas-gas ini yang membendungnya sehingga panas bumi terperangkap dan terpantul kembali ke bumi sehingga bumi semakin tinggi suhunya. Semua gas-
gas rumah kaca ini merupakan hasil buang pembakaran bahan bakar fosil dan aktivitas alam yang sampai saat ini sulit dikendalikan sebab penggunaan bahan bakar fosil/minyak tetap me ningkat dengan pesat. Sumber Alamiah
Jumlah emisi gas metana ke atmosfir yang berasal dari sumber-sumber alamiah pada saat ini diperkirakan mencapai 208 juta ton per tahunnya. Dari keseluruhan sumber-sumber alamiah yang ada, sumber dari lahan basah (wetland) merupakan sumber yang terbesar yang jumlahnya diperkirakan sebanyak 170 Tg atau 170 juta ton pertahunnya. Sumber-sumber lainnya adalah emisi geologis (geological emissions) yang diperkirakan sebanyak 42-64 juta ton/tahun, emisi dari danau-danau sekitar 30 juta ton per tahun dan emisi dari tumbuh-tumbuhan sebanyak 20-60 juta ton pertahunnya. Metana dapat ditemukan dalam : 1. Rawa-rawa dan danau Gas metana terbentuk di dasar danau akibat aktifitas mikroorganisme methanogens pada kondisi anaerobik (kekurangan oksigen). 2. Gas alam, kadang-kadang sampai 90% Gas metana dapat keluar secara alamiah dari permukaan bumi. Emisi gas metana dari permukaan bumi kadang-kadang keluar melalui “macroseepage” dimana gas keluar dalam jumlah yang relatif besar di suatu lokasi. Gas metana dapat juga keluar dari perut bumi melalui gunung-gunung berapi yang masih aktif atau di daerah geothermal. Selain mengeluarkan partikel-partikel. Gas polutan seperti SO2, H2S. dan metana juga dikeluarkan dari letusan gunung berapi. Emisi dari letusan mungkin besarnya seperti untuk merusak lingkungan untuk jarak yang cukup jauh dari sumber vulkanik. Lokasi keluarnya gas metana dari perut bumi ini dapat terjadi di daratan atau di laut di bawah permukaan air. 3. Gas-gas usus terdiri ± 50% atas metana, yang terjadi dari penguraian sisa-sisa makanan.
4. Ternak Emisi gas metana yang berasal dari ternak ke atmosfir dapat terjadi dalam dua cara. Cara pertama yang disebut “enteric fermentation” yang terjadi dalam perut binatang ternak
memamah biak seperti sapi, domba dan kambing. Pada saat binatang-binatang ini melakukan pencernakan terbentuklah gas metana dalam jumlah yang cukup banyak. Cara yang kedua adalah melalui kotoran dari binatang-binatang tersebut. Kotoran binatang tersebut mengandung banyak bahan-bahan organik. Apabila bahan organik tersebut terdekomposisi dalam suasana anaerob maka akan menghasilkan gas metana. Dilakukan suatu penelitian yang dilakukan oleh seorang yang berasal dari Argentina, bahwasanya didapatkan fakta kalau gas metana dari sapi menyumbang lebih dari 30% total emisi penyebab efek rumah kaca negara Argentina. 5. Berasal dari tumbuhan Tumbuh-tumbuhan sudah lama diketahui dapat berfungsi sebagai media transportasi gas metana dari tanah atau sedimen dasar ke atmosfir. Penelitian terbaru ternyata menyimpulkan bahwa tumbuh-tumbuhan itu sendiri juga dapat menghasilkan gas metana. Peneliti memperkirakan metana yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ini mencapai sepertiga dari seluruh gas metana yang dihasilkan secara alamiah. Sumber Non Alamiah
Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (U.S.-EPA) dalam “Inventory of U.S. Greenhouse Gas Emissions and Sinks (2008)”, sumber gas metana yang diakibatkan oleh kegiatan manusia terutama berasal dari kegiatan penambangan dan pemakaian bahan bakar, serta tempat pembuangan akhir sampah. a. Sumber dari penambangan dan pemakaian bahan bakar Gas metana selalu dijumpai pada lokasi-lokasi penambangan bahan bakar fosil dimana ia terbentuk dengan peragian anaerob (tanpa O2 atau udara). Gas metana ini akan keluar apabila bahan bakar fosil, baik batubara, minyak ataupun berupa gas ditambang dari perut bumi. Selain pada saat proses penambangan, gas metana juga teremisi ke atmosfir pada saat pemrosesan, transportasi, dan pemakaian bahan bakar fosil.
Peledakan dalam tambang-tambang kebanyakan terjadi oleh campuran metana dan udara yang membentuk suatu campuran yang mudah meletus. Untuk menghindarkan letupan ini dipakai dalam tambang-tambang lampu Davy dimana letusan terbatas di dalam lampu itu. b. Tempat Pembuangan Sampah Tempat pembuangan sampah merupakan tempat dimana terdapat bahan-bahan organik dalam jumlah yang cukup besar. Karena sampah yang dibuang ke lokasi pembuangan tersebut terus menumpuk maka terjadilah tumpukan sampah yang makin lama makin tinggi. Degradasi sampah organic secara alamiah terjadi dalam kondisi aerobic dan anaerobic. Kondisi anaerobic akan menghasilkan gas-bio, salah satunya adlah gas metan sebesar 5060% volume dari total produksi gas-bio (Wang-Yao et a., 2006). Berdasarkan hal ini gas metan yang dihasilkan dari sanitary landfill akan lebih banyak daripada dari lahan urug terbuka karena timbunan sampah ditutup oleh tanah sehingga menghasilkan kondisi anaerobic. Namun, pada lahan urug tertutup dilengkapi oleh sistem pengelolaan gas-bio dimana gas-bio yang diproduksi akan dikumpulkan dan dibakar (Tchobanoglous, 2002). Sedangkan pada open dumping gas metan yang dihasilkan akan langsung teremisikan ke atmosfer. c. Waduk Menurut World Commission on Dams, air bendungan yang menggenangi kawasan lahan yang cukup luas, termasuk hutan, sawah dan ladang mengandung bahan-bahan organik. Bahan-bahan organik yang terendam di dasar bendungan ini akan menjadi lapuk dan terdekomposisi menghasilkan gas metana. Diperkirakan emisi gas metana dari waduk-waduk di dunia ini dapat mencapai 120 juta ton per tahunnya Metana dibuat dengan: 1. Cara-cara umum : a. Destilasi kering dari Na — asetat + NaOH b. Reduksi metilyodina
2. Al-karbida + H2O atau asam encer Al4C3 + 12H2O 3CH4 + 4Al(OH)3 3. Reduksi CO atau CO2 dengan H2 + Ni pada 300ºC CO + 3H2 CH4 + H2O CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O II.3 Distribusi dan Dinamika a. Distribusi Metana terbentuk karena aktivitas mikroorganisme yang melakukan proses metanogenesis. Gas ini kemudian terbawa ke stratosfer oleh udara yang naik di iklim tropis. Metana memiliki waktu hidup sekitar 10 tahun, baru setelah itu akan hilang dengan berubah menjadi karbon dioksida dan air. Pada tahun 2008, kandungan gas metana di atmosfer sudah meningkat kembali menjadi 1.800 nmol/mol. Pada tahun 2010, kandungan metana di Arktik diperkirakan 1850 nmol/mol, 2 kali lebih tinggi jika dibandingkan sampai 400.000 tahun sebelumnya. Pada sejarahnya, konsentrasi metana di atmosfer bumi berkisar antara 300 dan 400 nmol/mol selama periode glasial/zaman es dan 600-700 nmol/mol pada periode interglasial. Level konsentrasi metana ini bahkan bertambah jauh lebih besar daripada penambahan karbon dioksida. b. Dinamika di Lingkungan Reaksi-reaksi utama pada metana adalah pembakaran, pembentukan ulang uap menjadi syngas, dan halogenasi. Reaksi dengan halogen
Metana bereaksi dengan halogen maka reaksi kimianya adalah: CH4 + X2 → CH3X + HX dimana
X
adalah
atom halogen: fluorin (F), klorin (Cl), bromin (Br),
Mekanisme untuk proses ini dinamakan halogenasi radikal bebas.
atau iodin (I).
Reaksi asam basa
Protonasi dari metana dapat dibuat dengan cara mereaksikannya dengan asam super sehingga menghasilkan CH5+, (terkadang disebut ion metanium). Pembakaran
Pada reaksi pembakaran metana, ada beberapa tahap yang dilewati. Hasil awal yang didapat adalah formaldehida (HCHO atau H2CO). Oksidasi formaldehid akan menghasilkan radikal formil (HCO), yang nantinya akan menghasilkan karbon dioksida (CO): CH4 + O2 → CO + H2 + H2O 2 H2 + O2 → 2 H2O (terjadi hanya dalam beberapa milisekon) 2 CO + O2 → 2 CO2 (lebih lambat beberapa milisekon) Hasil reaksi akhir dari persamaan diatas adalah: CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O Reaksi pembakaran tersebut, pada dasarnya merupakan oksidasi. Pada metana dan karbon dioksida mengandung satu atom karbon. Kedua senyawa tersebut harus memiliki bilangan oksidasi nol maka bilangan oksidasi atom karbon pada metana adalah -4, sedangkan bilangn oksidasi atom kabon pada senyawa karbon dioksida adalah +4 II.4 Standar dan Nilai Ambang Batas (NAB) Nilai ambang batas adalah konsentrasi rata-rata gas toksik terhadap gas itu; seseorang yang normal selama waktu yang tidak terbatas tanpa terganggu kesehatannya. Occupational Safety and Health Administration (OSHA) tidak memiliki batas yang diperbolehkan untuk metana, tetapi National Institute for Occupational Safety and Health’s
maksimum yang disarankan untuk pekerja selama periode 8 jam adalah 1000 ppm (0,1 persen). Metana dianggap dapat menyebabkan keadaan sesak nafas pada konsentrasi yang sangat tinggi dan dapat menggantikan oksigen dalam darah.
Tabel II.2 – Level eksposur metana dan efeknya Exposure Level (ppm)
Efek
1000
NAB NIOSH untuk 8 jam
50.000 – 150.000
Berpotensi mudah meledak
500.000
Sesak napas
II.5 Dampak terhadap Lingkungan dan Kesehatan
Perubahan Iklim Secara umum perubahan iklim yang terjadi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia dan beberapa unsur alami. Aktifitas manusia menghasilkan empat macam gas rumah kaca yang utama yaitu : Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), Dinitrogen Oksida (N2O), dan Halocarbon (kelompok gas yang mengadung Flour, Chlor, dan Brom). Gasgas ini terakumulasi di atmosfer sehingga konsentrasinya semakin meningkat dengan berjalannya waktu. Peningkatan yang signifikan pada semua gas-gas ini terjadi pada era industri.
Smog fotokimia Smog fotokimia adalah asap kabut yang disebabkan oleh zat kimia yang meliputi hidrokarbon dan nitrogen-nitrogen oksida dengan adanya sinar matahari yang dapat menyebabkan iritasi pada mata.
Menyebabkan leukemia dan kanker Tidak terbakarnya bahan bakar secara sempurna, tidak terbakarnya minyak pelumas silinder adalah salah satu penyebab munculnya emisi HC. Emisi HC pada bahan bakar HFO yang biasa digunakan pada mesin-mesin diesel besar akan lebih sedikit jika dibandingkan dengan mesin diesel yang berbahan bakar Diesel Oil (DO). Emisi HC ini berbentuk gas metana (CH4). Jenis emisi ini dapat menyebabkan leukemia dan kanker.
Menyebabkan sesak nafas Metana dianggap dapat menyebabkan keadaan sesak nafas pada konsentrasi yang sangat tinggi dan dapat menggantikan oksigen dalam darah.
Efek rumah kaca Gas metan termasuk gas rumah kaca atau Green House Gases (GHG) yang 21 lebih kuat dari karbondioksida yang menyebabkan terjadinya pemanasan global karena mampu menyerap dan meneruskan radiasi sisnar matahari (gelombang pendek) namun memantulkan kembali radiasi gelombang panjang yang dipancarkan dari permukaan bumi sehingga mengakibatkan kenaikan suhu bumi. Gas metana merupakan sumber pemanasan global 21 kali dari gas CO2. Adanya peningkatan emisi gas CO2 dan CH4 ke atmosfir dari lahan hutan sekunder ke lahan bekas sawah, masing-masing untuk CO2. Sedangkan pada perubahan hutan sekunder ke lahan tanah bekas mengalami penurunan emisi gas CO2 dan CH4. Tetapi tidak kelihatan untuk emisi N2O karena mempunyai nilai negatif dari ketiga lokasi tersebut. Emisi dari fluks CO2 berada pada rentang 40 s/d 380 mgCm-2h-1 dan emisi dari fluks CH4 berada pada rentang 0 s/d 1 mgCm-2h-1. Sedangkan emisi dari fluks N2O berada pada rentang -0.04 s/d +0.03 mgNm-2h-1. Hutan bakau berperan sebagai sumber emisi gas CO2 dan CH4 ke atmosfir melalui vegetasi tumbuhan bakau. Perkiraan emisi metana jauh lebih besar dari emisi nitrous oksida. Dalam hal ini metana mendapat tempat yang paling berpengaruh terhadap efek rumah kaca dibanding nitrous oksida. Beberapa psikolog mengemukakan bahwa dampak dari pada efek rumah kaca ini adalah terjadinya peningkatan emosional dan tempramental bagi manusia, seperti kurang sabar atau cepat marah, pikiran pendek dan cepat bertindak anarkhis sehingga mengganggu ketenangan orang lain yang pada akhirnya menyebabkan depresi, tekanan darah meningkat dan stroke. Gejala ini secara umum penderita tidak menyadari berikut akibatnya terhadap kesehatan.
II.6 Pengendalian a. Sebagai biogas
Gas metana banyak dimanfaatkan oleh manusia karena sifatnya yang mudah terbakar, gas metana dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Oleh manusia, gas metana yang dihasilkan dari peristiwa metanogenesis dengan sengaja ditangkap dan dikumpulkan. Hal ini dilakukan selain mengurangi efek rumah kaca juga diperoleh manfaat yaitu sumber energi alternatif. Bioenergi selain dapat dihasilkan dari tanaman yang memang sengaja dibudidayakan untuk produksi bioenergi juga dapat diusahakan dari pengolahan limbah yang dihasilkan dari aktifitas kehidupan manusia. Sehingga, diharapkan selain dapat mengurangi emisi gas efek rumah kaca juga mengurangi masalah lingkungan dan meningkatkan nilai dari limbah itu sendiri. Dan salah satu limbah yang dihasilkan dari aktifitas kehidupan manusia adalah limbah dari usaha peternakan sapi yang terdiri dari feses, urin, gas dan sisa makanan ternak.
Manusia membuat suatu wadah tertutup sehingga udara sedikit atau tidak dapat masuk ke dalam wadah. Hal ini sengaja dilakukan untuk mengoptimalkan peristiwa yang disebut fermentasi anaerobik, yaitu peristiwa dimana bakteri anaerobik mendapatkan mengolah makanannya secara optimal dengan tanpa adanya oksigen. Dengan terjadinya peristiwa ini, gas metana yang dihasilkan lebih optimal. Gas metana kemudian dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk generator sehingga generator dapat bergerak dan menghasilkan listrik atau dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar kompor gas. Karena dimanfaatkan sebagai bahan bakar selanjutnya gas metana dikenal sebagai biogas. Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam. Biogas juga sebagai salah satu jenis bioenergi yang didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayur difermentasi atau mengalami proses metanisasi. Selain mengurangi efek rumah kaca dengan memanfaatkan gas metana sebagai sumber energi alternatif, menggunakan limbah organik baik itu adalah limbah rumah tangga atau limbah pertanian sebagai material dasar dalam menghasilkan gas metana dapat
mengurangi
dampak
pencemaran
lingkungan
akibat
penumpukan
sampah
dan
mengurangi penggunaan areal untuk penampungan sampah. b. Penyaringan udara pada ventilasi Menyaring buangan udara dari rumah untuk menghilangkan penyebab bau gas, gas rumah kaca dan partikel debu dapat menjadi cara untuk mengurangi emisi metana. c. Melakukan Pengomposan Pengomposan
merupakan
alternatif
pemecah-an
masalah
manajemen
sampah.
Pengomposan adalah suatu proses biologis dimana bahan organik didegradasi pada kondisi aerobik terkendali. Dekomposisi dan transformasi tersebut dilakukan oleh bakteri, fungi dan mikroorganisme lainnya. Pada kondisi optimum, pengomposan dapat mere-duksi volume bahan baku sebesar 50-70 %. Sebagai ilustrasi, 1000 ton sampah dapat dikonversi menjadi 400-500 kompos yang siap untuk digunakan/ dipasarkan. Kompos memiliki tekstur dan bau seperti tanah. Kompos dapat meningkatkan kandungan bahan organik dan nutrien, serta memperbaiki tekstur dan kemampuan untuk mempertahankan kelembaban tanah. Kompos dapat diaplikasikan untuk pertamanan, pengendalian erosi, dan kondi-sioner tanah kebun, pembibitan, dan lapangan golf. Potensi pasar terbesar bagi kompos adalah sektor pertanian, penimbunan atau reklamasi, pertamanan, dan ekspor (misalnya ke negara-negara timur tengah). Sunyoto (2001) melaporkan bahwa potensi permintaan terhadap kompos mencapai 11 juta ton per tahun. Beberapa keuntungan lain pengomposan sampah adalah perbaikan manajemen lingkungan, terutama di daerah padat penduduk. Bisnis pengom-posan yang ekstensif juga dapat menyerap tenaga kerja. Keuntungan pengomposan sampah yang lebih bersifat lokal adalah penurunan jumlah sampah yang harus diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), yang dapat mencemari saluran air atau air tanah, serta menjadi sarang penyakit. Jumlah kebu-tuhan lahan untuk pembuangan sampah juga akan berkurang jika lebih banyak sampah yang dikompos-kan. Kualitas udara akan meningkat, karena lebih sedikit bahan organik basah yang ditumpuk diping-gir jalan atau di tanah kosong.
Protokol Kyoto menawarkan tiga mekanisme pengurangan perubahan iklim global, yaitu dalam bentuk Joint Implementation (JI), Clean Develop-ment Mechanism (CDM), dan International Emi-ssions Trade (IET ). Ketiga mekanisme tersebut di-dasarkan pada
prinsip bahwa emisi dapat diper-dagangkan dalam bentuk penurunan emisi (Emi-ssions Reduction/ER). Harga ER berkisar dalam selang US$ 5 – 20 per ton C. Dalam konteks ini,
pengomposan dapat dianggap sebagai cara untuk mengimplementasikan CDM dalam hal penurunan produksi metana dari tempat pembuangan sampah.
BAB III PENUTUP III. 1 Kesimpulan Gas metan adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan mudah terbakar yang berasal dari sumber alami dan sumber nonalami. Sumber alami misalnya seperti rawa-rawa, danau hingga tumbuhan sedangkan sumber nonalami gas ini berasal dari kegiatan manusia seperti pertambangan dan tempat pembuangan sampah. Gas metan memiliki distribusi dan dinamika di lingkungan yaitu dengan adanya reaksi-reaksi dengan senyawa lain. Mengingat gas metan memiliki dampak yang cukup berbahaya terhadap lingkungan karena merupakan salah satu penyumbang pemanasan global, untuk itu perlu dilakukan kiat-kiat untuk mereduksi emisi dari gas ini. III. 2 Saran Saya menyarankan agar semua lapisan masyarakat mulai dari pemerintah hingga rakyatnya untuk bersama-sama mereduksi emisi gas metana dengan cara memanfaatkannya menjadi suatu hal yang berguna.
DAFTAR PUSTAKA Atia, Atta. 2004. Methane (CH4) Safety. Edmonton: Alberta Agricultural, Food and Rural Development. Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika. 2012. Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Air di Indonesia. Jakarta: BMKG Fessenden, Ralp J. and J. S. Fessenden. 1989. Kimia Organik Jilid 1, Edisi Ke-3. Jakarta : Erlangga. Harasimowicz, M., P. Orluk , G. Zakrzewska-Trznadel and A.G. Chmielewski. Application of Polyimide Membranes for Biogas Purification and Enrichment, Journal of Hazardous Materials, 2007, vol. 144, hal. 698 – 702. Hardjono,Johanes.2005.Kesehatan Lingkungan.Jakarta: Graha Ilmu. Mulia,Ricki M.2005.Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta: Graha Ilmu Natsir, Hasnah. 2013. Kimia Dasar I. Makassar : Universitas Hasanuddin Pabby, Anil K, S. S. H. Rizvi and A. M. Sastre. 2009. Handbook of Membrane Separations Chemical, Pharmaceutical, Food, and Biotechnological Applications. New York : CRC Press Taylor & Francis Group. Perry, R. H. 1997. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, 7th Edition,. New York : Mc Graw Hill Companies Inc., Pudjaatmaka, A. Hadyana. 2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka Rahayu, Imam. 2009. Praktis Belajar Kimia. Jakart : PT. Grafindo Media Pratama Rahmawati, Ari. 2013. Limbah Peternakan Sapi dan Penanggulangan. Jurnal pencemaran lingkungan,
Vol.
4,
Tahun
2013
Hal
1-19
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=books&cd=1&cad=rja&u act=8&ved=0CCsQFjAA&url=http%3A%2F%2Farirahmawati26.files.wordpress.com%2 F2013%2F07%2Fjurnal-pencemaran-
lingkungan.pdf&ei=HUSBU92cF5Dd8AXmhYCIBA&usg=AFQjCNGSnw74dql4uSc0InV_SRCUBnLbw&sig2=mAnuBLb4q6q03h89I1ei2w&bvm=bv.67720277,d.d Gc diakses pada 24 Mei 2014 pukul 10:22 WITA Riawan, S. 1990. Kimia Organik. Jakarta : Binarupa Stanley, H. Pine. 1988. Kimia Organik. Bandung : ITB Stren, Arthur. C. 1984. Fundamental of Air Pollutions 2nd editon. London : Academic Press. Inc Sugiarti. 2009. Gas Pencemar Udara dan Pengaruhnya Bagi Kesehatan Manusia. Jurnal Chemica Vol.
10
Nomor
1
Juni
2009,
Hal
50-58.
http://ojs.unm.ac.id/index.php/chemica/article/download/399/pdf Diakses pada 24 Mei 2014 pukul 10:20 WITA Sumirat, Uum, Agus Solehudin.2009.Nitrous Oksida (N2O) dan Metana (CH4) Sebagai Gas Rumah Kaca. Vol. 7, No. 2, Hal. 24-98. http://jurnal.upi.edu/torsi/view/497/nitrousoksida--n2o---dan-metana--ch4--sebagai-gas-rumah-kaca.html diakses pada 24 Mei 2014 pukul 9:00 WITA Sunyoto. 2001. Kebijakan dan Strategi Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta : Workshop on Wstern Java Environmental Management Project (WJEMP). Suprihatin, Nastiti Siswi Indrasti, dan Muhammad Romli. 2012. Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Melalui Pengomposan Sampah. J. Tek. Ind. Pert. Vol. 18(1), 53-59 http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/40324/potensi%20penurunan%20 emisi.pdf;jsessionid=D7F5FD431282FD780F659F7E5FDA0F82?sequence=1
Diakses
pada 24 Mei 2014 pukul 11:12 WITA Tchobanoglous, G., & Keith, F. 2002. Handbook of solid waste management. McGraw-Hill (2nd ed.). New York. Wellinger, A. and A. Lindeberg. 2000. Biogas Upgrading and Utilization – IEA Bioenergy, Task 24, France : International Energy Association.