Laporan Kelompok PBL Sistem Imunologi
MODUL I
´PILEK MENAHUN´
Disusun Oleh : KELOMPOK I
Tutor : dr. Indria Hafizah
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2011
NAMA ANGGOTA KELOMPOK 1 1. Wa Ode Asfiya Asfiyai S. S.
F1E110009 1E110009
2. Anggun Perma Permata
F1E110082 1E110082
3. Erlin Dwi Ca C ahya hyani
F1E110003 1E110003
4. Mei Asrina Asrina
F1E11002 1E110020
5. Andi Nurma Nurmaya Sari
F1E11004 1E110040
6. Putu Ya Yayuk W. yuk W.
F1E110043 1E110043
7. Andi Sugia Sugiarti
F1E110013 1E110013
8. Nur M Nur Muslima uslimah
F1E110067 1E110067
9. Rahm Rahmaat Ja Jaya
F1E110037 1E110037
10. Dwi Nur Akta Aktafia fiani
F1E110026 1E110026
11. Novri 11. Novriaanti R estu estu
F1E110074 1E110074
12. Nur Indria Indri a R eski eski
F1E110032 1E110032
2
KATA PENGANTAR Assalamualikum wr wb Alhamdulillah Alhamdulillah hirobbil¶alamin, Puji da dan syukur k ami pa panja njatk an keha kehadir at Alla Allah SW SWT, tuha tuhan pencipta pencipta seluruh ala m semesta semest a besa besarta rta isinya isinya, k arena rena tela telah memberik an r ahma hmat dan hida hidayahnya hnya sehingga sehingga k a mi da pa pat menyelesa menyeles aik an la por an ini tepa tepat pada waktunya ktunya, tak lupa lupa salawat dan salam k a mi junjungk an kepa kepada Rasulull Rasulullaah SAW SAW, yang tela telah memba memba wa kita kita semua semua dari za za man ja jahiliya hiliyah kepa kepada za man ya yang ter ang bender ang.
Dala m r angk a melengk a pi tuga tugas tutoria tutorial I sistem Imunologi k a mi membua membuat la por a n ini. ini. Uca Uca pa pan terima terimak asih sebesa sebesar-besa r-besarnya rnya k a mi berik an kepa kepada tutor k a mi yaitu dr . Indria Indria Hafiza fizah, yang tela telah membimbing k a mi sela sela ma tutoria tutorial, dan tema tema n-tema n-tema n kelompok 1 yang tela telah kompa kompak berusa berusaha untuk menyelesa menyeles aik an la por an ini. ini. Memng buk anla nlah hal yang muda mudah dala m menyusun la la por an ini, na na mun k a mi tela telah berusa berusa sema sema ksima ksimal mungkin da dan bersungguhsungguh da dala m menyelesa menyelesaik a nnya. nnya.
K a mi pun menya menyadari bahwa hwa masih ba banya nyak kekur anga ngan da dala m pembua pembuatan la l a por an ini, ba baik dari segi penulisa penulis an, isi ma maupun informa informasi yang terda terda pa pat dala m la l a por an ini, oleh k arena rena itu k a mi mohon maa maaff ya yang sebesa sebes ar-besa r-besarnya rnya, dan mohon sa s ar an, kritik da dan masuk an da d ari pa p ar a pemba pembaca sek alia lian sehingga sehingga da pa pat meyempurna meyempurnak an dala m proses pembua pembu atan la por a n sela selanjutnya. njutnya.
Akhir k ata, k ami sa sanga ngat berterima berterima k asih kepa kepada par a pemba pembaca, teristimewa teristimewa kepa kepada merek a yang berkena berkenan memberik an kritik da dan sa sar annya. nnya. Har a pa pan k a mi , semoga semoga la por an ini berma bermanf aat aat untuk kita kit a semua. semua. Amin ya robbal¶alamin. Wassalamualikum wr wb Kenda Kendari, April 200 2009 9
Penulis
3
DAFTAR ISI KATA PE NGANTAR ................................ ................................ .......................... 3 DAFTAR ISI ........................................................................................................
4
BAB 1 PE NDAHULUAN 1.1. Latar Belak ang................................................................................. 5 1.2. Tujuan .............................................................................................
5
BAB 2 ISI 2.1. K asus ...............................................................................................
7
2.2. K at a Sulit .........................................................................................
7
2.3. K at a Kunci .......................................................................................
7
2.4. Pertanyaan .......................................................................................
7
2.5. Jawa ban Pertanyaan ......................................................................... 8 1. Anatomi, Fisiologi d an Histologi THT ................................ ....... 8
2. Differensial Diagnosa gejala pilek menahun ............................... 16 3. Patomek anisme gejala pilek ........................................................ 21 4. R espon Imun .............................................................................. 24 5. Mek anisme Alergi Tipe 1 ................................ ................................ ... 23
6. Gejala Dan Tanda Alergi Tipe 1 Pada DD ................................ . 23 7. Patomek anisme Sesak Naf as....................................................... 26 8. Penegak an Diagnos a................................................................... 27 9. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pilek Pada Penyakit ............ 30 10. Car a Penatalaksanaannya............................................................ 30 11. Prognosisnya .............................................................................. 32 12. Pengaruh Sesak Naf as Dengan Pilek ........................................... 33 13. Perubahan Histopatologis Jaringan Pada Penyakit ...................... 33
4
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
LATAR BELAKANG Modul pilek diberik a n pada mahasiswa semester 2 f akultas kedokter an yang
mengambil mata kuliah immunologi. Tujuan membahas modul pilek harus dipahami agar megerti tentang konsep dasar penyakit-penyakit yang memberik an gejala pilek . Mahasiswa dihar a pk an mampu menjelask an semua aspek tentang penyakit-penyakit dengan gejala pilek, antar a lain: penyeba b dan patomek a nisme terjadinya penyakit, utamanya imunopatogenesis terjadi reaksi alergi khususnya tipe I dari Gell dan Coombs, kerusak an jaringan, gejala dan tanda-tanda kelainan organ dan penatalaksanaan penyakit-penyakit dengan gejala pilek .
1.2.
TUJUAN
1. Menjelask an dasar histologi, anatomi dan f aal organ THT 1.1.Mengur aik a n struktur histologi mukosa hidung, telinga dan tenggorok 1.2.Mengur aik a n anatomi organ THT khususnya hidung dan sinus par anasalis 1.3.Mengur aik a n f aal organ THT khususnya hidung dan sinus par anasalis 2. Menjelask an patomek a nisme penyakit-penyakit dengan gejala pilek 3. Menjelask an mek anisme dasar alergi tipe I pada organ THT 3.1.Menjelask an teori dasar timbulnya reaksi alergi 3.2.Menjelask an reagen, alergen, antibodi, dan komplemen 3.3.Menjelask an berbagai jenis reaksi alergi dan patofisiologinya 4. Menjelask an perubahan histopatologis jaringan pada organ THT pada alergi tipe I 4.1.Menjelask an proses reaksi inflamasi pada jaringan 4.2.Menjelask an reaksi inflamasi pada tipe infeksi dan alergi 4.3.Menjelask an mediator, sitokin yang mempengaruhi reaksi alergi tipe I 5. Menjelask an gejala dan tanda akibat reaksi alergi tipe 1 pada organ THT 5.1.Menjelask an/menilai f aktor komorbid dan penyeba b pada berbagai penyakit/kelainan organ THT akibat kerusak an jaringan tipe I (asma, anafilaktik, urtik aria) 5.2.Menjelask an gejala dan tanda berbagai penyakit organ THT akibat reaksi-reaksi tipe I dengan anamnesis dan pemeriksaan rutin THT
5
5.3.Menjelask an dan melakuk an penilaian atas hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan tambahan, kemungkinan diagnosis dan diagnosis banding penyakit organ THT yang memberik a n gejala pilek . 6. Menjelask an car a penatalaksanaan penyakit-penyakit pada organ THT yang menyeba bk a n gejala pilek 6.1.Menjelask an rencana penyakit/f aktor penyulit (komplik asi) dan penyeba b pada penyakit organ THTakibat reaksi alergi tipe 1 6.2.Mengenal indik asi, kontr aindik asi, car a pengobatan 6.3.Menjelask an imunoter a pi/densisitas
6
BAB 2 ISI 2.1. KASUS Seor ang laki-laki berumur 15 tahun datang ke puskesmas dengan riwayat menderita pilek selama kir a-kir a 1 tahun. K adang-k adang pilek ini disertai lendir pada tenggorok an yang dir asak a n ber asal dari belak ang hidung. Pada waktu kecil ia sering menderita sesak naf as.
2.2. KATA SULIT 1. Pilek: gejala penyakit berupa rinore yang berlebihan pada cavum nasi sampai nasof aring disertai bersin berulang 2. Sesak naf as: penyakit paru dengan k ar akteristik: Obstruksi salur an naf as yang bersif at reversible baik secar a spontan maupun secar a f armakologis, inflamasi salur an pernaf asan bersif at kronis, peningk atan respon salur an naf as terhada p berbagai r angsangan.
2.3. KATA KUNCI/KALIMAT KUNCI 1. Laki-laki 15 tahun 2. R iwayat penyakit pilek selama 1 tahun 3. Post nasal drip 4. Sesak naf as pada waktu kecil
2.4. PERTANYAAN 1. Jelask an anatomi, f aal, histologi dari organ-organ yang terk ait dengan k asus? 2. Sebutk an differensial diagnosa? (R A, RM, RV, S, PN) 3. Jelask an patomek a nisme gejala pilek? 4. Bagaimana respon imun terhada p penyakit yang diderita? 5. Jelask an mek anisme alergi tipe 1 yang terjadi pada pasien pada k asus? 6. Bagaimanak ah gejala dan tanda alergi tipe 1 pada organ terk ait? 7. Jelask an patomek a nisme sesak naf as? 8. Bagaimana penegak an diagnosa pada k asus? 9. Faktor-f aktor a pa sa ja yang mempengaruhi pilek pada penyakit? 10. Bagaimanak ah car a penatalaksanaannya? 7
11. Bagaimana prognosisnya? 12. Apak ah sesak naf as pada waktu kecil berpengaruh pada pilek yang diderita? 13. Bagaimana perubahan histopatologis jaringan pada penyakit? 14. Bagaimanak ah hubungan usia pasien dengan k asus?
2.5. JAWABAN PERTANYAAN 1. Anatomi, Faal, Histologi Dari Or gan-Organ Yang Terkait a. TELINGA -
ANATOMI
Secar a anatomi dari fungsi telinga dibagi atas: - Telinga luar - Telinga tengah - Telinga dalam a. Telinga luar
Ialah bagian telinga yang terda pat sebelah luar membr an timpani. Terdiri dari: * Daun telinga (aurikel) * Meatus acusikus eksterna liang telinga luar * Membr ana timpani Daun telinga merupak an suatu lempengan tulang r awan yang berlekuk-lekuk ditutupi oleh kulit dan dipertahank an pada tempatnya oleh otot dan ligamentum. Liang telinga luar 2/3 bagian dalam dibentuk oleh tulang. Kulit yang mela pisi tulang r awan liang telinga luar sangat longgar dan mengandung banyak folikel r ambut, kelenjar serumen dan kelenjar sebasea. Gendang telinga dan kulit liang
8
telinga bagian dalam mempunyai sif at membersihk an sendiri yang diseba bk an oleh migr asi la pisan ker atin epithelium dari membr an timpani keluar, kebagian tulang r awan. Membran
timpani t erdiri 3 lapisan, yaitu:
o La pisan squamosa o La pisan mukosa o La pisan fibrosa terdiri ser at melingk ar dan ser at r adial Bagian membr an timpani sebelah atas disebut pars flacida(membr an shr a pnel) bagian yang lebih besar disebelah bawah disebut pars t ensa membr an timpani. b . Telinga rengah
Terdiri dari: o Membr an timpani o Cavum timpani o Tulang-tulang pendengar an o Tuba eustachius o Sel-sel mastoid C avum timpani t erbagi atas: - E pitimpani - Mesotimpani - Hypotimpani Tulang-tulang pend engaran t erbagi atas: - Maleus (palu) - Sta pes (sanggurdi) - Incus (landasan) Tuba eustachius: 2/3 bagian terdiri dari tulang r awan kear ah nasof aring dan 1/3 terdiri dari tulang. Pada anak-anak tuba lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dari tuba or ang dewasa. c .
Telinga dalam terdiri dari:
- Koklea (rumah siput) - 3 buah k analis semi sirkuler: - Anterior - Posterior - Later al
9
- FIOLOGI Seseor ang da pat mendengar melalui getar an yang dialirk an melalui udar a atau tulang langsung ke koklea. Alir an suar a melalui udar a lebih baik dibandingk an dengan alir an suar a melalui tulang. Getar an suar a ditangk a p oleh daun Telinga yang dialirk an ke liang telinga dan mengenai membr a n timpani sehingga membr an timpani bergetar . Getar an ini diterusk an ke tulangtulang pendengar an yang berhubungan satu sama lain.
b.
HIDUNG -
ANATOMI
Hidung terdiri dari: -Hidung bagian luar -R ongga hidung Hidung bagian luar
- Berbentuk pyr a mid - Dibentuk oleh ker angk a tulang dan tulang r awan. Rongga hidung ( cavum nasi)
-Berbentuk terowongan dari depan kebelak a ng -Dipisahk an oleh septum di bagian tengah menjadi cavum nasi k anan dan kiri -Cavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu: o
Dinding medial
o
Dinding later al
o
Dinding inferior
o
Dinding superior
10
Dinding medial hidung yaitu septum nasi, septum dibentuk oleh tulang dan tulang r awan, pada dinding later al terda pat konk a yaitu; a. Konk a superior Kecil, dibagian atas b. Konk a media Lebih kecil, letaknya ditengah c. Konk a inferior Terbesar dan paling bawah letaknya d. Konk a suprema Terkecil dan rudimenter Diantar a konk a-konk a dan dinding later al hidung terda pat rongga sempit yang disebut meatus. Ada 3 meatus, yaitu: Meatus inferior terletak diantar a konk a superior dengan dasar hidung dengan rongga hidung. Meatus medius terletak diantar a konk a media dan dinding later al rongga hidung. Meatus superior merupak an ruang diantar a konk a superior dan konk a media. Dinding superior merupak an merupak an dasar rongga hidung dengan superior atau ata p hidung sangat sempit.
-
FISIOLOGI -Jalan na pas Udar a masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konk a media dan kemudian turun ke bawah ke ar ah nasof aring, dan seterusnya. Pada ekspir asi terjadi hal sebaliknya. -Alat pengatur kondisi udar a (air condition-ing) Mukus pada hidung berfungsi untuk mengatur kondisi udar a -Penyaring udar a Mukus pada hidung berfungsi sebagai penyaring dan pelindung udar a inspir asi dari debu dan bakteri bersama r a mbut hidung, dan silia. -Sebagai indr a penghidu Fungsi utama hidung adalah sebagai organ penghidu, dilakuk a n oleh sar af olf aktorius. -Untuk resonansi udar a Fungsi sinus par anasal antar a lain sebagai pengatur kondisi udar a, sebgai penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suar a, sebagai peredam perubahan tek anan udar a, membantu produksi mukus dan sebagainya. -Turut membantu proses berbicar a 11
-R efleksi nasal. -
HISTOLOGI -E pitel organ pernaf asan yang biasa berupa tor aks bersilia, bertingk at palsu, berbeda-beda pada berbagai bagian hidung, bergantung pada tek anan dan kecepatan alir an udar a, demikian pula suhu, dan der a jat kelemba ban udar a. Mukoa pada ujung anterior konk a dan septum sedikit melampaui internum masih dila pisi oleh epitel berla pis tor ak tanpa silia, lanjutan dari epitel kulit vestibulum. Sepanjang jalur utama arus inspir asi epitel menjadi tor aks bersilia pendek dan agak ireguler . Sel-sel meatus media dan inferior yang terutama menangani arus ekspir asi memiliki silia yang panjang dan tersusun r a pi. -Lamina propria dan kelenjar mukosa tipis pada daer ah dimana alir an udar a lambat atau lemah. Jumlah kelenjar penghasil secret dan sel goblet, yaitu sumber dari mucus, sebanding dengan ketebalan lamina propria. -Terda pat dua jenis kelenjar mukosa pada hidung, yakni kelenjar mukosa respir atori dan olf aktori. Mukosa respir atori berwarna mer ah muda sedangk an mukosa olf aktori berwarna kuning kecoklatan. -Silia, struktur mirip r ambut, panjangnya sekitar 5-7 mikron, terletak pada permuk aan epitel dan berger ak serempak secar a cepat ke ar ah alir an la pisan, kemudian membengkok dan kembali tegak secar a lambat.
a. TENGGOROKAN -
FAR ING a. ANATOMI
12
o K antong fibromuskular o Bentuk seperti corong. o Dari dasar tengkor ak -Dinding f aring dibentuk oleh: o Sela put lendir . o Fasia f aringo basiler . o Pembungkus otot. o Sebagian f asia bukof aringeal. -Unsur f aring meliputi: o Muksa. o Palut lender . o Otot. -Faring terdiri atas: o Nasof aring. o Orof aring. o Laringof aring (hipof aring). 1. Nasofaring
-Batas-batas: - Superior: dasar tengkor ak . - Inferior: palatum mole. - Anterior: rongga hidung. - Posterior: vertebr a servik al -Struktur nasof aring: - Adenoid. - Jaringan limf a pada dinding nasof aring.
13
- R esesus f aring --- fossa rosenmuleri. - Muar a tuba eustakhius. - Tonus tubarius. - Koana (pintu masuk rogga mulut ke nasof aring). 2 . Orofaring (mesofaring)
-Batas-batas: - Superior: palatum mole. - Interior: tepi atas epiglotis. - Anterior: rongga mulut. - Posterior: vertebr a servik al. -Struktur penting di orof aring. - Dinding posterior f aring. - Tonsilplatina. - Fossa tonsil. - Arkus anterior dan posterior . - Uvula. - Tonsil lingual (lidah). - For a men sekum. 3. Laringofaring (hipofaring).
-Batas-batas: - Superior:tepi atas epiglottis. - Anterior: laring. - Inferior: esophagus. - Posterior: vertebr a servik al. -Struktur penting: - Valekuta atau k antong pil (pil pocket). - E piglotis.
b. Fisiologi f aring: o Untuk respir asi. o Membantu pada waktu menelan. o R esonansi sur a. o Untuk artikulasi. Fungsi menelan: 14
Terdiri dari 3 f ase proses menelan, yaitu: o Fase or al. Bolus mak anan --- f aring (voluntary / disadari.) o Fase f aringeal. Tr ansfer bolus mak anan --- f aring (involuntary / tidak disadari). o Fase esof ageal. Bolus mak anan --- esophagus --- lambung.
-
LAR ING a. ANATOMI
Bagian terbawah salur an na pas atas. Bata-batas: y
Atas: rongga laring --- aditus laring.
y
Bawah: rongga laring --- k audal k artilago krokoid.
b. FISIOLOGI Fungsi: o
Proteksi (epiglottis).
o
Batuk .
o
R espir asi.
o
Sirkulasi. 15
o
Menelan.
o
Emosi.
o
Fonasi (pembentuk an suar a).
o
Menghasilk an bunyi
o
Mencegah masuknya benda asing ke dalam tr achea/bronchus (sphincter )
o
2 .
respir asi
Differensial Diagnosa R hinitis alergi
R initis medik amentosa
R initis vasomotor
Polip nasal
sinusitis
15
+
+-
-
+
+
Pilek selama 1 tahun
+
-
-
+
+
Lendir pada tenggorok an (PND)
+
+
+
+
+
R iwayat sesak naf as sewaktu kecil
+
-
+-
+-
+-
Laki-laki tahun
Rhinitis alergi
R initis alergi adalah penyakit inflamasi yang diseba bk an oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepask annya suatu mediator kimia ketik a terjadi pa par an ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut WHO AR IA (Allergic R hinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin bersin, rinore, r asa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpa par alergen yang diper antar ai oleh IgE.
R initis alergi merupak an penyakit imunologi yang sering ditemuk an. Berdasark a n studi epidemiologi, prevalensi rinitis alergi diperkir ak an berkisar antar a 10-20% dan secar a konstan meningk at dalam dek ade ter akhir (R usmono, 1993). Definisi menurut WHO AR IA ( All ergic Rhinitis and its impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi
16
adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, r asa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpa par alergen yang diper antar ai oleh Ig E.
R initis alergi merupak a n penyakit inflamasi yang diawali oleh adanya proses sensitisasi terhada p alergen sebelumnya. Melalui inhalasi, partikel alergen ak a n tertumpuk di mukosa hidung yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal ini menyeba bk a n sel Antigen Presenting Cell (APC) ak an menangk a p alergen yang menempel tersebut. Kemudian antigen tersebut ak an berga bung dengan HLA kelas II membentuk suatu kompleks molekul MHC (Ma jor Histocompa bility Complex) kelas II. Kompleks molekul ini ak an dipresentasik an terhada p sel T helper (Th 0). Th 0 ini ak an diaktifk an oleh sitokin yang dilepask an oleh APC menjadi Th1 dan Th2. Th2 ak an menghasilk an berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL9, IL10, IL13 dan lainnya.
IL4 dan IL13 da pat diik at reseptornya di permuk aan sel limfosit B, sehingga sel B menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE yang bersirkulasi dalam dar ah ini ak an terik at dengan sel mast dan basofil yang mana kedua sel ini merupak an sel mediator . Adanya IgE yang terik at ini menyeba bk an ter aktif asinya kedua sel tersebut. Etiologi dan Patogenesis
Penyeba b yang paling sering adalah alergen inhalan, terutama pada or ang dewasa, dan alergen ingestan. Alergen inhalan utama adalah alergen dalam rumah (indoor ) dan alergen di luar rumah (outdoor ). Alergen inhalan dalam rumah terda pat di k asur k a puk, tutup tempat tidur, selimut, k arpet, da pur, tumpuk an ba ju d an buku-buku, serta sof a. Komponen alergennya terutama ber asal dari serpihan kulit dan feses tungau D. pt eronyssinus, D. farinae, dan
Blomia
tropicalis, kecoa, bulu binatang pelihar aan (anjing, kucing,
burung). Alergen inhalan di luar rumah berupa polen dan jamur . Alergen ingestan sering merupak a n penyeba b pada anak-anak dan biasanya disertai dengan gejala alergi lain, seperti urtik aria, atau gangguan pencernaan. Alergen ingestan misalnya susu, telur, coklat, ik an, dan udang. Pada reaksi alergi ini dilepask an berbagai zat mediator yang ak an menimbulk an gejala klinis. Zat mediator utama dan terpenting adalah histamin yang memiliki efek dilatasi pembuluh dar ah, peningk atan permea bilitas k a piler, iritasi 17
ujung-ujung sar af sensoris, dan aktivasi sel-sel kelenjar sehingga sekret diproduksi lebih banyak .
Rinitis Vasomotor
Gangguan vasomotor hidung adalah terda patnya gangguan fisiologik la pisan mukosa hidung yang diseba bk a n oleh bertambahnya aktivitas par asimpatis.1 R initis vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung a pa bila terpa par oleh iritan spesifik .2 Kelainan ini merupak an keadaan yang non-infektif dan non-alergi. R initis vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh, vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor instability, non sp e sific all ergic rhinitis, non - Ig E mediat ed rhinitis atau intrinsic rhinitis.
R initis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga sulit untuk dibedak an. Pada umumnya pasien mengeluhk an gejala hidung tersumbat,ingus yang banyak dan encer serta bersin-bersin walaupun jar ang. P atogenesis
Ada beber a pa mek a nisme yang berinter aksi dengan hidung yang menyeba bk a n terjadinya rinitis vasomotor pada berbagai kondisi lingkungan. Sistem sar af otonom mengontrol suplai dar ah ke dalam mukosa nasal dan sekresi mukus. Diameter dari arteri hidung diatur oleh sar af simpatis sedangk an sar af par asimpatis mengontrol sekresi glandula dan mengur angi tingk at kekentalannya, serta menek a n efek dari 3
pembuluh dar ah k a pasitan (k a piler ). . Efek dari hipoaktivitas sar af simpatis atau hiper aktivitas sar af par asimpatis bisa berpengaruh pada pembuluh dar ah tersebut yaitu menyeba bk a n terjadinya peningk atan edema interstisial dan akhirnya terjadi kongesti yang bermanifestasi klinis sebagai hidung tersumbat. Aktivasi dari sar af par asimpatis juga meningk atk an sekresi mukus yang menyeba bk an terjadinya rinorea yang eksesif . Teori lain meyebutk an adanya peningk atan peptida vasoaktif yang dikeluark an sel ± sel seperti sel mast. Peptida ini termasuk histamin, leukotrien, prostaglandin dan kinin. Peningk atan peptida vasoaktif ini tidak hanya mengontrol diameter pembuluh dar ah yang meyeba bk a n kongesti, hidung tersumbat, juga meningk atk an efek dari asetilkolin pada sistem sar af par asimpatis pada sekresi nasal, yang meningk atk an terjadinya rinorea. Pelepasan dari peptida ini buk a n diper antar ai oleh IgE seperti pada rinitis alergik a. Pada beber a pa k asus rinitis vasomotor, eosinofil atau sel mast 18
kemungkinan dida pati meningk at pada mukosa hidung .
3,8,9
. Terlalu hiper aktifnya
reseptor iritans yang berper an pada terjadinya rinitis vasomotor . Banyak k asus rinitis vasomotor berk aitan dengan agen spesifik atau kondisi tertentu. Contoh beber a pa agen atau kondisi yag mempengaruhi kondisi tersebut adalah ; perubahan temper atur, kelemba ban udar a, parfum, aroma masak a n yang terlalu kuat, asa p rokok, debu, polusi udar a dan stress (fisik dan psikis)
.3,8
Mek anisme terjadinya rinitis vasomotor oleh k arena aroma dan emosi secar a langsung melibatk an kerja dari hipotalamus. Aroma yang kuat ak an mer angsang sel ± sel olf aktorius terda pat pada mukosa olf aktorii. Kemudian berjalan melalui tr aktus olf aktorius dan ber akhir secar a primer maupun sesudah merelay neuron pada dua daer ah utama otak, yaitu daer ah olf aktoris medial dan olf aktoris later al. Daer ah olf aktoris medial terletak pada bagian anterior hipotalamus. Jik a bagian anterior hipotalamus ter aktivasi misalnya oleh aroma yang kuat serta emosi, mak a ak an menimbulk an reaksi par asimpatetik di perifer sehingga terjadi dominasi fungsi syar af par asimpatis di perifer, termasuk di hidung yang da pat menimbulk an manifestasi klinis berupa rhinitis vasomotor .13 Dari penelitian binatang telah diketahui bahwa vaskularisasi hidung dipersar afi sistem adrenergik maupun oleh kolinergik . Sistem sar af otonom ini yang mengontrol vaskularisasi pada umumnya dan sinusoid vena pada khususnya, memungkinan kita memahami mek a nisme
bendungan koana. Stimulasi kolinergik menimbulk an
vasodilatasi sehingga koana membengk ak atau terbendung, hasilnya terjadi obstruksi salur an hidung. Stimulasi simpatis servik alis menim bulk an vasokonstriksi hidung. Diangga p bahwa sistem sar af otonom, k arena pengaruh dan kontrolnya atas mek a nisme hidung, da pat menimbulk an gejala yang mirip rinitis alergik a. R inopati vasomotor diseba bk an oleh gangguan sistem sar af autonom dan dikenal sebagai disfungsi vasomotor . R eaksi reaksi vasomotor ini terutama akibat stimulasi par asimpatis (atau inhibisi simpatis) yang menyeba bk a n vasodilatasi, peningk atan permea bilitas vaskular disertai udema dan peningk atan sekresi kelenjar .
10,
Bila dibandingk a n mek anisme kerja pada rinitis alergik a dengan rinitis vasomotor, mak a reaksi alergi merupak an akibat inter aksi antigen antibodi dengan pelepasan mediator yang menyeba bk a n dilatasi arteriola dan k a piler disert ai peningk atan permea bilitas yang menimbulk an gejala obstruksi salur an pernaf asan hidung serta gejala bersin dan r asa gatal. Pelepasan mediator juga meningk atan aktivitas kelenjar dan meningk atk an sekresi, sehingga mengakibatk an gejala rinorea. Pada reaksi 19
vasomotor yang khas, terda pat disfungsi sistem sar af autonom yang menimbulk an peningk atan
kerja
par asimpatis
(penurunan
kerja
simpatis)
yang
akhirnya
menimbulk an peningk atan dilatasi arteriola dan k a piler disert ai peningk atan permea bilitas, yang menyeba bk an tr ansudasi cair an dan edema. Hal ini menimbulk an gejala obstruksi salur an pernaf asan hidung serta gejala bersin dan gatal. Peningk atan aktivitas par asimpatis meningk atk an aktivitas kelenjar dan menimbulk an peningk atan sekresi hidung yang menyeba bk an gejala rinorea. Pada pokoknya, reaksi alergi dan disfungsi vasomotor menghasilk an gejala yang sama melalui mek anisme yang berbeda. Pada reaksi alergi, ia diseba bk a n inter aksi antigen ± antibodi, sedangk an pada reaksi vasomotor ia diseba bk an oleh disfungsi sistem sar af autonom.
Rinitis Medikamentosa
R hinitis medik a mentosa adalah suatu kelainan hidung, berupa gangguan respon normal vasomotor, sebagai akibat dari pemak aian vasokonstriktor topik al (obat tetes hidung atau obat semprot hidung ), dalam waktu lama dan jumlah yang berlebihan. (drug a buse). P atofisiologi
Mukosa hidung merupak an organ yang amat pek a terhada p r angsangan atau iritan sehingga harus berhati hati dalam mengkonsumsi obat vasokonstriksi topik al dari golongan simptomatik yang da pat mengakibatk a n terganggunya siklus nasal dan ak a n berfungsi kembali dengan menghentk an pemak aian obat. Pemak aian vasokonstriktor topik al yang berulang dalam waktu lama, ak an mengakibatk an terjadinya f ase dilatasi berulang
(rebound
dilatation)
setelah vasokonstriksi, sehingga
menimbulk a n
terjadinya obstruksi atau penyumbatan. Dengan adanya gejala obstruksi hidung ini menyeba bk a n pasien lebih sering dan lebih banyak lagi memak ai obat tersebut sehingga efek vasokonstriksi berkur ang, pH hidung berubah dan aktivitas silia terganggu, sedangk a n efek blik ak an menyeba bk a n obstruksi hidung lebih heb at dari keluhan sebelumnya. Bila pemak aian obat diterusk an ak an menyeba bk an dilatasi dan kongesti jaringan. Kemudian terjadi pertambahan mukosa jaringan dan r angsangan sel±sel mukoid, sehingga sumbatan ak a n meneta p dengan produksi sekret yang berlebihan.
Polip Nasi
20
Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung. Kebanyak a n polip berwarna putih bening atau kea bu ± a buan, mengkilat, lunak k arena banyak mengandung cair an (polip edematosa). Polip yang sudah lama da pat berubah menjadi kekuning ± kuningan atau kemer ah ± mer ahan, sur am dan lebih kenyal (polip fibrosa). Polip kebanyak an ber asal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan da pat bilater al. Polip yang ber asal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke ar ah belak ang, muncul di nasof aring dan disebut polip koanal. E tiologi P olip
Hidung
Etiologi polip hidung belum diketahui secar a pasti. Namun ada 3 f aktor yang berper a n dalam terjadinya polip nasi, yaitu : 1. Per adangan. Per adangan mukosa hidung dan sinus par anasal yang kronik dan berulang. 2. Vasomotor . Gangguan keseimbangan vasomotor . 3. Edema. Peningk atan tek a nan cair an interstitial sehingga timbul edema mukosa hidung. Terjadinya
edema
ini
da pat
dijelask a n
oleh
fenomena
Bernoulli.
Fenomena Bernoulli merupak an penjelasan dari hukum sunnatullah yaitu udar a yang mengalir melalui tempat yang sempit ak an menimbulk an tek anan negatif pada daer ah sekitarnya sehingga jaringan yang lemah ik atannya ak an terisa p oleh tek anan negatif tersebut. Akibatnya timbullah edema mukosa.Keadaan ini terus berlangsung hingga terjadilah polip hidung. Ada juga bentuk variasi polip hidung yang disebut polip koana (polip antrum koana).Polip koana (polip antrum koana) adalah polip yang besar dalam nasof aring dan ber asal dari antrum sinus maksila. Polip ini keluar melalui ostium sinus maksila dan ostium asesorisnya lalu masuk ke dalam rongga hidung kemudian lanjut ke koana dan membesar dalam nasof aring. Sinusitis
Sinusitis adalah proses per adangan pada mukosa sinus par anasalis. Proses per adangan ak an menimbulk an edema mukosa disertai dengan pengeluar an sekret dari sel-sel kelenjar mukosa. Keadaan ini ak an menimbulk an gangguan ventilasi dan alir an sinus.
3.
P atomekanisme Gejala P ilek
21
Patomek anisme pilek menahun dimulai dari pema par an allergen ke individu yang mudah tersensitasi. Antibodi IgE diproduksi oleh sel plasma kemudian berik atan dengan reseptor spesifik Fc-R pada sel mast dan sel basofil. Bila terjadi pema par an ulang dari allergen yang sama mak a ik atan antibodi IgE terhada p allergen ak a n mencetusk an pengeluar an beber a pa mediator kimiawi dari sel mast dan basofil yang bersangkutan, baik berupa mediator primer meliputi histamin, protease, ECF, dan NCF, maupun mediator sekunder misalnya leukotrines B4, C4, D4, Prostaglandin D2, dan sebagainya. Mediator yang utama adalah histamin yang mempunyai efek dilatasi pada pembuluh dar ah kecil, meningk atk an permia bilitas k a piler, sehingga cair a n keluar dari pembuluh dar ah. Efek histamin pada sar af sensoris adalah meningk atk an sekresi kelenjar mukosa dan mencetusk an terjadinya bersin. Secar a klinis tampak sebagai gejala rinorhea, ter asa ada lendir di pangk al tenggorok an akibat mobilisasi mucus, bersin, dan sebagainya.
4 .
Respon Imun Terhadap P enyakit Yang Diderita Pilek diawali oleh adanya proses sensitisasi terhada p alergen .Melalui inhalasi, partikel alergen ak an tertumpuk di mukosa hidung yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal ini menyeba bk an sel Antigen Presenting Cell (APC ) ak a n menangk a p alergen yang menempel tersebut. Kemudian antigen tersebut ak a n berga bung dengan HLA kelas II membentuk suatu kompleks molekul MHC (Ma jor Histocompa bility Complex) kelas II. Kompleks molekul ini ak a n dipresentasik an terhada p sel T helper (Th 0). Th 0 ini ak an diaktifk an oleh sitokin yang dilepask an oleh APC menjadi Th1 da n Th2. Th2 ak an menghasilk a n berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL9, IL10, IL13 dan lainnya. IL4 dan IL13 da pat diik at reseptornya di permuk aan sel limfosit B, sehingga sel B menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE yang bersirkulasi dalam dar ah ini ak an terik at dengan sel mast dan basofil yang mana kedua sel ini merupak an sel mediator . Adanya IgE yang terik at ini menyeba bk an ter aktif asinya kedua sel tersebut. R espon sekunder ditandai dengan adanya respon yang lebih cepat dan lebih banyak diproduksi antibody.yang diseba bk an oleh adanya ekspansi sel memory akibat pemberian toksoid pertama.
22
. 5
Mekanisme Alergi Tipe 1
R eaksi tipe 1 atau disebut juga reaksi tipe cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi timbul seger a sesudah tubuh terpa jan dengan alergen. Alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulk an respon imun berupa produksi IgE. Urutan kejadiannya sebagai berikut: a. Fase sensitasi: waktu yang dibutuhk an untuk pembentuk an IgE sampai diik at silang oleh reseptor spesifik (Fce-R) pada permuk aan sel mast atau basofil. b. Fase aktivasi: waktu yang diperluk a n antar a pa janan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisik an gr anul yang menimbulk a n reaksi. Hal ini terjadi oleh ik atan silang antar a antigen dengan IgE. c. Fase efektor: waktu terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek dari mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivitas f armakologik .
6 .
Gejala Dan Tanda Alergi Tipe 1 P ada DD A. R initis vasomotor Gejala
yang
dijumpai
pada
rinitis
vasomotor
k a dang-k a dang
sulit
dibedak an dengan rinitis alergi seperti hidung tersumbat dan rinore. 1.
R inore yang hebat dan bersif at mukus atau serous sering dijumpai.
2.
Gejala hidung tersumbat sangat bervariasi yang da pat bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain, terutama sewaktu perubahan posisi.
3. Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata bila dibandingk an dengan rinitis alergi dan tidak terda pat r asa gatal di hidung dan mata. 4. Gejala da pat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh k arena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udar a lemba b, dan juga oleh k arena asa p rokok dan sebagainya.
23
5. keluhan adanya ingus yang jatuh ke tenggorok ( post nasal drip ). Berdasark an gejala yang menonjol, rinitis vasomotor dibedak an dalam 2 golongan,
yaitu
golongan
obstruksi ( blockers ) dan
golongan ri
nore ( runners / sneezers ).
Gejala lain berupa : 1. R initis termasuk bersin dan selesema, 2. hidung tersumbat dan gatal-gatal hidung, 3. telinga, mata pedih, gatal-gatal dan sakit kepala.
B. Polip nasal Gejala yang ditimbulk an oleh polip hidung : 1. r asa sumbatan di hidung. Sumbatan ini meneta p, tidak hilang timbul dan makin lama semakin ber at keluhannya sumbatan yang ber at da pat menyeba bk an hilangnya indr a penciuman. 2. Gangguan dr ainase sinus da pat menyeba bk an nyeri kepala dan keluarnya sekret hidung. 3. Bila penyeba bnya alergi, penderita mengeluh adanya iritasi hidung yang disertai bersin-bersin. 4. Pada R inoskopi anterior polip hidung sering k ali harus dibedak an dari konk a hidung yang menyerupai polip ( Konk a Polipoid ).
C. R hinitis alergi R initis alergi diklasifik asik an berdasark an : 1. Lama gejala, rinitis alergi dibagi menjadi: y
Intermiten: Gejala <4 hari per minggu dan lamanya <4 minggu
y
Persisten: Gejala >4 hari per minggu dan lamanya >4 minggu 1. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terda patnya ser angan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupak a n gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terda pat kontak dengan sejumlah besar debu. 2. Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang k adang-k adang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). 24
3. Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, f aring atau laring. 4. Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang ± garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas meniruk a n pemberian hormat (all ergic salut e), pucat dan edema 5.
mukosa hidung yang da pat muncul kebiruan.
6. Lubang hidung bengk ak . Disertai dengan sekret mukoid atau cair . 7. Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingk ar hitam dibawah mata (all ergic shiner ). 8.
Tanda pada t elinga termasuk retr aksi membr an timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii.
9. Tanda f aringeal termasuk f aringitis gr anuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. Tanda laringeal termasuk suar a ser ak dan edema pita suar a.
Gejala lain yang tidak khas da pat berupa: 1. batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penek a nan pada sinus dan nyeri wa jah, post nasal drip. 2.
Beber a pa or ang juga mengalami lemah dan lesu, mudah mar ah, kehilangan nafsu mak an dan sulit tidur .
D. Sinusitis I. Gejala dan tanda sinusitis kronis termasuk : 1.
Alir an lendir yang berwarna kuning tebal atau kehijauan dari hidung atau bagian bawah belak ang tenggorok a n.
2. 3.
Obstruksi hidung yang menyeba bk a n kesulitan berna pas melalui hidung Nyeri dan pembengk ak a n di sekitar mata, pipi, hidung atau dahi
4.
Sakit di r ahang atas dan gigi
5.
Mengur angi r asa penciuman
6.
Batuk, yang mungkin lebih buruk pada malam hari
Indik asi dan gejala lain sinusitis kronis da pat termasuk : 1.
Telinga sakit
2.
Sakit tenggorok an
3.
Kelelahan atau lek as mar ah 25
4.
Mual
gejala dan tanda sinusitis kronis serupa dengan sinusitis kronis, yang membedak an adalah gejala sinusitis kronis berlangusng lebih lama dan lebih sering. Berbeda dengan sinusitis kronis, demam buk anlah tanda umum sinusitis kronis. II. gejala dan tanda sinusitis kronis yang serius Nyeri atau pembengk ak an di sekitar mata y
Dahi bengk ak
y
Sakit kepala par ah
y
Kebingungan
y
Pandangan ganda atau gangguan pandangan
y
Leher k aku
y
Sesak na pas
E. R hinitis medik a mentosa Gejala dan Tanda
1. Penderita mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan ber air . 2. Pada pemeriksaan konk a dengan secret hidung yang berlebihan. Apa bila diuji dengan adrenalin, adema konk a tidak berkur ang.
7 . P atomekanisme
1.
Sesak Nafas
Asma sebagai inflamasi Dalam inflamasi ada k alor (panas k arena vasodilatasi), r a bor (kemer ahan k arena vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (r asa sakit k arena r angsang sensorik ) dan functio laesa (fungsi yang terganggu). Asma sebagai inflamasi ada 2 jalur yaitu jalur imunologis (didominasi IgE) dan jalur non alergik (jalur autonom). a.
Jalur Imunologis (dominasi IgE) Alergen Masuk ke dalam Tubuh Diolah APC (Antigen Presenting Cells) Dikomunik asik an ke sell T Helper
26
Th instruksi melalui interleukin/sitokin Sel Plasma Membentuk IgE + Sel-sel Radang (sel r adang : mastosit, makrof ag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit, limfosit) Mediator Inflamasi keluar (histamine, prostalgladin, leukotrin, br adikinin, tromboksin,dll) Mempengaruhi Organ-organ Target Permea bilitas Dinding Vaskuler Edema Salur an Naf as Infiltr asi Sel-sel Radang Sekresi Mukus Fibrosis Sub E pitel Hipereaktivitas Salur an Naf as (HSN)
b.
Jalur Non Alergik (Jalur Sar af Autonom) Mer angsang Sel Inflamasi Mer angsang Sistem Sar af Otonom Inflamasi + HSN
8 . P enegakan Diagnosa
Rhinitis Alergi Diagnosis
Ditentuk an dari anamnesis dan pemeriksaan fisis. Ada pun hal-hal yang perlu diperhatik an yaitu: y
Onset pa janan umumnya lama; ditanyak a n : lama, frekuensi, waktu timbulnya dan ber atnya penyakit
27
y
Hidung ber air, hidung tersumbat, post-nasal drip, gatal di hidung dan rongga mulut, bersin-bersin
y
Mata mer ah, gatal dan ber air
y
R iwayat atopi dalam keluarga (asma, dermatitis atopi, rinitis alergi)
y
Petanda atopi (allergic shiner, geogr a phic tongue, Dennie Morgan¶s line, allergic salute).
y
Sekret hidung bening dan cair, hipertrofi konk a, mukosa dan konk a hidung pucat.
y
Hiperemia dan edema konjungtiva
P emeriksaan
penunjang
Yang biasa diperiksa pada rinitis alergi yaitu pemeriksaan dar ah tepi (hitung jenis eosinofil meningk at, hitung total eosinofil meningk at), k adar IgE total meningk at, sitologi mukosa hidung: persentase eosinofil meningk at, uji kulit alergen untuk menentuk an alergen penyeba b, foto sinus par anasalis (usia 4 tahun ke atas) atau CTscan bila dicurigai komplik asi sinusitis atau adanya deviasi septum nasi.
Sinusitis Diagnosis
Diagnosis ditegakk an berdasark an gejala pasien dan pemeriksaan fisik hidung yaitu rhinoskopi anterior dan posterior . Selain itu da pat dilakuk an pemeriksaan dengan alat nasoendoskopi di poliklinik THT, pemeriksaan r adiology konvensional serta
CT-Scan
sinus
par anasalis.
CT-Scan
mempunyai
kelebihan
da pat
menggambark an kompleks osteomeatal dengan detail, dan sanfgat diperluk an bila ak an dilakuk an tindak a n oper asi bedah endoskopi. Diagnosis sinusitis seringk ali sudah da pat dibuat berdasaek an pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior dengan menemuk an adanya sekret purulen di meatus medius atau meatus superior dan adanya post nasal drip. Untuk menentuk an sinus mana yang terkena dibantu dengan pemeriksaan tr ansluminasi, foto R ontgen sinus par anasal, pungsi sinua maksilla atau sinoskopi. Yang paling baik dalam menunjang diagnosis sinusitis ialah pemeriksaan Tomogr afi Komputer . Rhinitis vasomotor Diagnosis
Diagnosis rinitis vasomotor dibuat dengan menyingkirk an kemungkinan lain dengan mengetahui riwayat penyakit, pemeriksaan fisik pada hidung dan tenggorok serta 28
tidak dida patk annya allergen spesifik yang menyeba bk a n terjadinya gejala tersebut atau dengan pemeriksaan skin tes yang negativ. Perubahan foto rontgen, penebalan membr ana mukosa sinus tidaklah spesifik dan tidak bernilai untuk diagnosis. R initis vasomotor
bisa
terjadi
bersama
±
sama
dengan
rinitis
alergik a.
Setelah
menyingkirk a n setia p penyeba b obstruksi hidung dan sekresi hidung lainnya, mak a da pat dibuat diagnosis rinitis vasomotor . P emeriksaan
Fisik
Pada pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dida patk an konk a nasalis inferior mungkin pucat, membengk ak dan polipoid. Da pat ditemuk an eosinofil di dalam sekresi hidung, seperti yang da pat dijumpai pada rinitis alergik a. Walaupun belim diketahui menga pa eosinofil juga ditemuk a n pada rinitis vasomotor .
10
Rhinitis medikamentosa Manifestasi Klinis
Pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan ber air . Pada pemeriksaan tampak adanya edema konk a dengan sekret hidung yang berlebihan. Apa bila diuji dengan adrenalin edema konk a tidak berkur ang. Polip Nasi
Car a menegakk an diagnosa polip hidung, yaitu : 1. Anamnesis. 2. Pemeriksaan fisik . Terlihat deformitas hidung luar . 3. R inoskopi anterior . Mudah melihat polip yang sudah masuk ke dalam rongga hidung. 4. Endoskopi. Untuk melihat polip yang masih kecil dan belum keluar dari kompleks osteomeatal. 5. Foto polos rontgen & CT-scan. Untuk mendeteksi sinusitis. 6. Biopsi. Kita anjurk an jik a terda pat massa unilater al pada pasien berusia lanjut, menyerupai keganasan pada penampak a n makroskopis dan ada gambar an erosi tulang pada foto polos rontgen. Anamnesis untuk diagnosis polip hidung :
1. Hidung tersumbat. 2. Ter asa ada massa didalam hidung. 3. Suk ar membuang ingus. 4.
Gangguan penciuman : anosmia & hiposmia. 29
Gejala sekunder . Bila disertai kelainan jaringan & organ di sekitarnya seperti post nasal drip, sakit kepala, nyeri muk a, suar a nasal (bindeng), telinga r asa penuh, mendengkur, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.
9 .
Faktor-faktor yang mempengaruhi pilek pada penyakit a. Genetik Seseor ang dengan riwayat keluarga memiliki
penyakit yang bergejala pilek
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menderita penyakit yang sama. b. Lingkungan Lingkungan juga sangat mempengaruhi timbulnya penyakit dengan gejala pilek . Alergen lingkungan da pat berupa outdor allergen da indoor allergen. Outdoor allergen berupa pollen, spor a jamur, bunga dan rumput. Indoor allergen berupa debu, jamur, dan binatang pelihar aan. c. Sistem Imun Seseor ang yang memiliki system imun yang baik tidak ak a n mudah terkena penyakit. Ak an teta pi, sebaliknya seseor ang yang memiliki system imun yang kur ang baik ak an mudah terkena penyakit. d. Kebugar an Seseor ang yang memiliki tubuh yang sehat dan bugar tidak ak an mudah terkena penyakit.
10. Cara P enatalaksanaannya a. Rinitis alergi
Ada pun penaalaksanan dari penyakit rhinitis alergi adalah sebgai berikut 1. Ter a pi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyeba bnya (avoidance) dan eliminasii. 2. Simtomatis a. Medik a mentosa Antihistamin yang dipak ai adalah antagonis histamine H-1, yang bekerja secar a inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupak a n prepar at f armakologik yang paling sering dipak ai sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi. [emberian da pat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secar a peror al.
30
Antihistamin dibagi dalam dua golongan yaitu golongan antihistamin gener asi-1 (klasik ) dan gener asi-2 (non sedative). Antihistamin gener asi-1 bersif at lipofilik, sehingga da pat menembus sawar dar ah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik . Yang termasuk kelompok
ini
antar a
lain
difenhidr a min,
klorfenir a min,
prometasin,
siproheptadin sedangk a n yang da pat diberik an secr a topical adalah azelastin. b. Oper atif Tindak an konkotomi (pemotongan konk a inferior ) prlu dipikirk a n bila konk a inferior hipertropi ber at dan tidak berhasil dikecilk an dengan car a k auerisasi memak ai AgNO3 25% atau triklor asetat. c. Imunoter a pi Desensitasi dan hiposensitasi, car a pengobatan ini dilakuk an pada alergi inhalan dengan gejala yang ber at dan sudah berlangsung lama serta dengan pegobatan car a lain tidak memberik an hasil yang memuask an. d. Netr alisasi Car a netr alisasi dilakuk an untuk alergi mak anan. Pada netr alisasi, tubuh tidak membentuk ³bloking antybodi´ seperti desensitasi.
b.
Polip nasi
a. Konservatif · Perbahan polipoid dini dengan edema mukosa da pat dikembalik an ke normal dengan antihistamin dan kontrol alergi. · Kortikosteroid. Da pat berupa semprotan intr anasal, maupun prednisolone or al. b. Pembedahan · Polipektomi. Satu atau dua polip yang pedunkulasi deangk at dengan snare. Polip yang sesil dan multiple membutuhk an forseps khusus. · Intr anasal ethmoidectomy · Ekstr anasal ethmoidectomy · Tr ansantr al ethmoidectomy
c.
Rhinitis Vasomotor
a. Ter a pi non medik a mentosa y
Menghindari atau mengur angi f aktor predisposisi 31
y
Banyak berolahr aga
y
Mengubah sik a p dan kebiasaan hidup
b. Medik a mentosa · Antihistamin · Obat-obat antikolinergik · Kortikostroid · Dekongestan c. Pembedahan · Cryosurgery · Vidian neurectomy · Cauterization · R eseksi sub mukosal d. Rhinitis Medikamentosa
· Hentik an seger a pemak aian obat vasokonstriktor topik al · Kortikosteroid · Obat dekongestan or al e. Sinusitis
· Pemberian antibiotik selama minimal 2 minggu dan obat simptomatik lainnya. · Diatermi, pungsi & irigasi sinus (sinusitis maksila), pencucian Proetz (sinusitis etmoid, sinusitis frontal & sinusitis sfenoid), · Pembedahan r adik al & tidak r adik al.
11. P rognosisnya RA: -
fungsi hidung ak an terganggu jik a terjadi ser angan secar a terus-menerus. polip hidung: akibat proses inflamasi dari R A. otitis media: akibat dek atnya anatomi hidung-telinga dan adanya infeksi sekunder yang menyertai.
-
sinusitis par anasal: proses sinusitis yang mengenai seluruh lok asi sinus.
RV:
-
Prognosis dari rinitis vasomotor bervariasi. Penyakit k adang-k adang da pat membaik dengan tiba ±tiba, teta pi bisa juga resisten terhada p pengobatan yang diberik an.
32
-
Pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan rinore.
Sinusitis:
Prognosis sinusitis sangat baik dengan kur ang lebih 70% pasien sembuh tanpa pengobatan. Atau da pat berprognosis baik jik a melakuk an pengobatan secar a adekuat. Polip nasal:
Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh k arena itu pengobatannya juga perlu ditujuk an kepada penyeba bnya, misalnya alergi. Ter a pi yang paling ideal pada rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan alergen penyeba b dan eliminasi. Secar a medik a mentosa, da pat diberik an antihistamin dengan atau tanpa dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung kortikosteroid atau tidak . Dan untuk alergi inhalan dengan gejala yang ber at dan sudah berlangsung lama da pat dilakuk an imunoter a pi dengan car a desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi pilihan a pa bila pengobatan car a lain tidak memberik an hasil yang memuask an.
12 . P engaruh sesak nafas dengan pilek Sesak na pas sewaktu kecil bisa berpengaruh terhada p pilek menahun. Asma bisa menyeba bk an hypersensitifitas mukosa pada salur an na pas yang ber akibat pada perubahan struktur sel yang ada pada mukosa salur an naf as termasuk mukosa hidung. Selain itu reseptor histamine pada mukosa hidung sama dengan yang ada di salur an naf as. Meskipun sesak naf as yang didiagnosis sebagai asma telah sembuh, reseptor hystamin kemungkinan masih ada di hidung. Saat terpa par oleh allergen terjadilah rhinitis alergi. Selain itu pilek menahunpun da pat berpengaruh pada sesak naf as. Akibat per adangan salur an naf as yang kronik mak a salur an naf as da pat menyempit akibat bronkokonstriksi yang dipicu oleh histamin, prostaglandin, dan leukotrin selain itu salur an naf as juga da pat terisi cair an lendir (sputum) yang ber asal dari peningk atan sekresi kelenjar mukosa sehingga menghambat inspir asi dan ekspir asi.
13. P erubahan Histopatologis Jaringan P ada P enyakit Perubahan histopatologs jaringan aki bat penyakit dengan gejala pilek adalah secar a
mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh dar ah (vascular bad ) dengan pembesar a n sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terda pat juga pembesar an ruang interseluler dan
33