BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
PKMRS AGUSTUS 2017
TUBERKULOSIS
OLEH: Hasrini C11113369 RESIDEN PEMBIMBING: dr. Zaidatul Amalia dr. Rahmi Utami
SUPERVISOR PEMBIMBING: dr. Rahmawaty, M.Kes, Sp. A
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
HALAMAN PENGESAHAN Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa: Nama
: Hasrini
NIM
: C11113369
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
: Hasanuddin
Judul PKMRS
: Tuberkulosis
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, 28 Agustus 2017
Residen Pembimbing I
Residen Pembimbing II
dr. Zaidatul Amalia
dr. Rahmi Utami
Supervisor Pembimbing
dr. Rahmawaty, M.Kes, Sp. A
BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Sampai saat ini di beberapa negara, tuberkulosis masih merupakan penyebab kematian. Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang masyarakat dengan kelas sosial ekonomi rendah karena umumnya masyarakat ini mengalami gangguan nutrisi sehingga daya tahan tubuh rendah dan tinggal di pemukiman yang padat dan tidak sehat sehingga mudah terjadi penularan penyakit. 1,2 Cara penularan penyakit ini adalah melalui droplet atau percikan air ludah, sedangkan reservoar adalah manusia. Imunisasi yang dapat mencegah penyakit ini adalah BCG. Namun, ada kesulitan untuk menilai dampak imunisasi BCG terhadap angka kejadian tuberkulosis karena banyaknya faktor yang memengaruhi. Walaupun demikian, dampak vaksinasi BCG paling tidak apabila terkena penyakit, akan lebih ringan sehingga menurunkan angka kematian atau kecacatan. 2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 DEFINISI Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membarana selnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari 1 Sampai saat ini di beberapa negara, tuberkulosis masih merupakan penyebab kematian. Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang masyarakat dengan kelas sosial ekonomi rendah karena umumnya masyarakat ini mengalami gangguan nutrisi sehingga daya tahan tubuh rendah dan tinggal di pemukiman yang padat dan tidak sehat sehingga mudah terjadi penularan penyakit. 2
2.2 EPIDEMIOLOGI Penyakit tuberkulosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan. Tuberkulosis pada anak dapat terjadi di usia berapa pun, namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun. Anak-anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonary) dibanding TB paruparu dengan perbandingan 3 :1. Tuberkulosis luar paru adalah TB berat yang terutama ditemukan pada usia <3 tahun. Angka kejadian TB paru pada usia 5-12 tahun cukup rendah,
kemudian meningkat setelah usia remaja dimana TB paru menyerupai kasus pada pasien dewasa.3 Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang sejarahnya dapat dilacak sampai ribuan tahun sebelum masehi. Sejak zaman purba, penyakit ini dikenal sebagai penyebab kematian yang menakutkan. WHO memperkirakan bahwa seperempat penduduk dunia pernah terinfeksi kuman tuberkulosis, hingga tuberkulosis pernah dicanangkan sebagai kedaruratan global. 4 Di beberapa negara berkembang, 10-15 % dari morbiditas berbagai penyakit anak di bawah umur 6 tahun adalah penyakit tuberkulosis paru (Tabrani, 2013). Di indonesia, TB Paru menduduki urutan ke-4 untuk angka kesakitan sedangkan sebagai penyebab kematian menduduki urutan ke-5, dimana penyakit ini menyerang sebagian besar kelompok usia produktif dari kelompok sosioekonomi lemah. 4 Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus TB anak per tahun adalah 5-6% dari total kasus TB. Di Amerika Serikat dan Kanaada, peningkatan TB pada anak berusia 0-4 tahun adalah 19%, sedangkan pada usia 5-15 tahun adalah 40%. Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang karena jumlah anak berusia <15 tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh populasi. WHO memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan kematian pada anak dan orang dewasa. Kematian akibat TB lebih banyak daripada kematian karena kematian akibat malaria dan AIDS. 5
2. 3 LANGKAH DIAGNOSIS 2.3.1 Anamnesis Manifestasi klinis penyakit TB ada dua yaitu gejala umum dan gejala spesifik sesuai organ yang terkena. Gejala umum penyakit TB tidak khas. Gejala yang perlu dipertimbangkan untuk menjadikan TB sebagai penyebab adalah masalah makanan dan berat badan. Nafsu makan yang kurang, berat badan yang sulit naik, menetap, atau malah turun merupakan gejala penyakit TB. Kemungkinan masalah gizi sebagai penyebab harus disingkirkan dulu dengan tatalaksana yang adekuat selama minimal 1 bulan. Pasien sakit TB dapat memberi gejala demam subfebris berkepanjangan. Etiologi demam kronik yang lain perlu disingkirkan, seperti infeksi saluran kemih, tifus, atau malaria. Pembesaran kelenjar superfisial di daerah leher, aksila, inguinal, atau tempat lain jarang menjadi keluhan. Keluhan respiratorik dapat berupa batuk kronik lebih dari 3 minggu atau nyeri dada. Dapat pula dijumpai gejala gastrointestinal seperti diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku, perut membesar karena cairan, atau teraba massa dalam perut. 6 Keluhan spesifik organ dapat terjadi bila TB mengenai organ ekstrapulmonal seperti ditemukannya benjolan di punggung (gibbus), sulit membungkuk, pincang, atau pembengkakan sendi. Bila mengenai susunan saraf pusat, dapat terjadi gejala iritabel, seperti leher kaku, muntah-muntah, dan kesadaran menurun. 6
2.3.2 Pemeriksaan fisis Pada sebagian besar kasus TB tidak dijumpai kelainan fisis yang khas. Biasanya sesuai dengan keluhan masalah makan dan berat bada, pada pemeriksaan antropometri dijumpai gizi kurang dengan grafik berat badan dan tinggi badan pada posisi di daerah bawah atau dibawah persentil 5. Suhu subfebris dapat ditemukan pada sebagian besar pasien. 6
Kelainan pada pemeriksaan fisis baru dijumpai jika TB mengenai organ tertentu. Pada TB vertebra dapat dijumpai gibus, kifosis, paraparesis, atau paraplegia. Jalan pincang, nyeri pada pangkal paha atau lutut dapat terjadi pada TB koksae atau TB genu. Pembesaran kelenjar getah bening dicurigai ke arah TB jika bersifat multipel, tidak nyeri tekan, dan konfluens (saling menyatu). Jika terjadi meningitis TB, dapat ditemukan kaku kuduk dan tanda rangsang meningeal lain. Ulkus kulit dengan skin bridge yang merupakan ciri khas skrofuloderma biasanya terjadi di daerah leher, aksila, atau inguinal. Pada mata dapat dijumpai konjungtiva fliktenularis yaitu bintik putih di limbus kornea yang sangat nyeri. 6
2.3.3 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang terpenting adalah uji tuberkulin. Foto rontgen toraks dapat mendukung diagnosis TB namun tidak dapat digunakan sebagai alat diagnosis tunggal. Pemeriksaan mikrobiologik dari bahan bilasan lambung atau sputum dapat digunakan untuk mencari basil tahan asam (BTA). 6
2.4 FAKTOR RESIKO Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor tersebut dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit (risiko penyakit). 5
2.4.1 Risiko infeksi TB Faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat
(higiene dan sanitasi tidak baik), dan tempat penampungan umum, yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. 5 Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang deasa yang infeksius, terutama dengan BTA positif. Berarti, bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko tinggi terinfeksi TB. Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebu mempunyai BTA sputum positif, infiltrat luas, atau kavitas pada lobus atas, produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang tidak baik. 5 Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya. Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di dalam sekret endobronkial pasien anak. Pertama, karena jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit, namun karena imunitas anak masih lemah, maka jumlah sedikit sudah menyebabkan sakit. Kedua, lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasnya terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi produksi sputum. Ketiga, tidak ada atau sedikitnya produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di daerah parenkim menyebabkan jarangnya teradapat gejala batuk pada TB anak. 5
2.4.2 Risiko sakit TB Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB. Ada faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB. Faktor pertama adalah usia. Anak berusia ≤5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selularnya belum berkembang sempurna (imatur). Namun, risiko ini akan berkurang secara bertahap seiring dengan pertambahan usia. 5
Faktor risiko selanjutnya adalah infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir. Faktor risiko lainnya adalah malnutrisi, keadaan imunokompramais (misalnya pada infeksi HIV, keganasan, transplantasi organ, dan pengobatan imunosupresi), diabetes melitus, dan gagal ginjal kronik. Faktor yang tidak kalah penting pada epidemiologi TB adalah status sosioekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran, pendidikan yang rendah, dan kurangnya dana untuk pelayanan masyarakat. Di negara maju, migrasi penduduk termasuk faktor risiko, sedangkan di Indonesia hal ini bukan masalah berarti. Faktor lain yang mempunyai risiko terjadinya penyakit TB adalah virulensi dari M. tuberculosis dan dosis infeksinya. Akan tetapi, secara klinis hal ini sulit dibuktikan. 5
2.5 MANIFESTASI KLINIS Patogenesis TB sangat kompleks, sehingga manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan bergantung pada beberapa faktor. Faktor yang berperan adalah kuman TB, pejamu, serta interaksi antar keduanya. Faktor kuman bergantung pada jumlah dan virulensi kuman, sedangkan faktor pejamu bergantung pada usia, dan kompensasi imun serta kerentanan pejamu pada awal terjadinya infeksi. Anak kecil seringkali tidak menunjukkan gejala walaupun sudah tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto toraks. Manifestasi klinis TB terbagi dua, yaitu manifestasi sistemik dan manifestasi spesifik organ/lokal. 5
2.5.1 Manifestasi sistemik (umum/nonspesifik) Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain. Sebagian besar anak dengan TB tidak memperlihatkan gejala dan tanda selama beberapa waktu. Sesuai dengan sifat kuman TB yang
lambat membelah, manifestasi klinis TB umumnya berlangsung bertahap dan perlahan, kecuali TB diseminata yang dapat berlangsung dengan cepat dan progresif. Tuberkulosis yang mengenai organ manapun dapat memberikan gejala dan tanda klinis sistemik yang tidak khas, terkait dengan organ yang terkena. 5 Salah satu gejala sistemik yang sering terjadi adalah demam. Demam biasanya tidak tinggi dan hilang-timbul dalam jangka waktu yang cukup lama. Manifestasi lain yang sering dijumpai adalah anoreksia, berat badan tidak naik (turun, tetap, naik, tetapi tidak sesuai dengan grafik tumbuh), dan malaise (letih, lesu, lemah, lelah). Keluhan ini sulit diukur dan mungkin terkait penyakit penyerta. 5 Pada sebagian besar kasus TB paru pada anak, tidak ada manifestasi respiratorik yang mnonjol. Batuk kronik merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa, namun pada anak bukan meupakan gejala utama. Pada anak, gejala batuk berulang lebih sering disebabkan oleh asma, sehingga jika menghadapi anak dengan batuk kronik berulang, telusuri dahulu kemungkinan asma. Fokus primer TB paru anak umumnya terdapat di daerah parenkim yang tidak mempunyai reseptor batuk. Akan tetapi, gejala batuk kronik pada TB anak dapat timbul bila limfadenitis regional menekan bronkus sehingga merangsang reseptor batuk secara kronik. Selain itu, batuk berulang dapat timbul karena anak dengan TB mengalami penurunan imunitas tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi respiratorik akut berulang. Gejala batuk kronik berulang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit lain, misalnya rinosinusitis, refluks gastroesofageal, pertusis, rinitis kronik, dan lain-lain. Gejala sesak jrang dijumpai, kecuali pada keadaan sakit berat yang berlangsung akut, misalnya pada TB milier, efusi pleura, dan pneumonia TB. 5
Rangkuman dari gejala umum pada TB anak adalah sebagai berikut : 5 1. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain), yang dapat disertai dengan keringat malam. Demam umumnya tinggi. 2. Batuk lama >3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan. 3. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi yang adekuat. 4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan BB tidak naik dengan adekuat (failure to thrive). 5. Lesu atau malaise 6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan buku diare.
2.5.2 Manifestasi spesifik organ/lokal Manifestasi klinis spesifik bergantung pada organ yang terkena, misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit. 5
Kelenjar limfe Pembesaran kelenjar limfe superfisialis sebagai manifestasi TB sering dijumpai. Kelenjar yang sering terkena adalah kelenjar limfe kolli anterior atau posterior, tetapi juga dapat terjadi di aksila, inguinal, submandibula, dan supraklavikula. Secara klinis, karakteristik kelenjar yang dijumpai biasanya multipel, unilateral, tidak nyeri tekan, tidak hangat pada perbaan, mudah digerakkan, dan dapat saling melekat (confluence) satu sama lain. Perlekatan
ini terjadi akibat adanya inflamasi pada kapsul kelenjar limfe (perfocal inflamation). Pembesaran kelenjar superfisialis ini dapat disebabkan oleh penyakit lain. 5
Susunan saraf pusat Tuberkulosis pada SSP yang tersering adalah meningitis TB. Penyakit ini merupakan penyakit yang berat dengan mortalitas dan kecacatan yang tinggi. Gejala klinis yang terjadi berupa nyeri kepala, penurunan kesadaran, kaku kuduk, muntah proyektil, dan kejang. Proses patologi meningitis TB biasanta terbatas di basal otak, sehingga gejala neurologis lain berhubungan dengan gangguan saraf kranial. Bentuk TB SSP yang lain adalah tuberkulom, yang manifestasi klinisnya lebih samar daripada meningitis TB, sehingga biasanya terdeteksi secara tidak sengaja. Bila telah terjadi lesi yang menyebabkan proses desak ruang, maka manifestasi klinisnya sesuai dengan lokasi lesi. 5
Sistem skeletal Gejala yang umum ditemukan pada TB sistem skeletal adalah nyeri, bengkak pada sendi yang terkena, dan gangguan atau keterbatasan gerak. Gejal infeksi sistemik biasanya tidak nyata. Pada bayi dan anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi tinggi yang disukai oleh kuman TB. Oleh karena itu, TB sistem skeletal lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa. Tuberkulosis sistem skeletal yang sering terjadi adalah spondilitis TB, koksitis TB, dan gonitis TB. Manifestasi klnis TB skeletaal biasanya muncul secara perlahan dan samar sehingga sering lambat terdiagnosis. Manifestasi klinis dapat muncul pascatrauma, yang berperan sebagai pencetus. Tidak jarang pasien datang dengan tahap lanjut dengan kelainan tulang yang sudah lanjut dan
ireversibel. Gejalanya dapat berupa pembengkakan sendi, gibbus, dan pincang, lumpuh, dan sulit membungkuk. 5
Kulit Mekanisme terjadinya manifestasi TB pada kulit dapat melalui dua cara, yaitu inokulasi langsung (infeksi primer) seperti tuberculous chancre, dan akibat limfadenitis TB yang pecah menjadi skrofuloderma (TB pascaprimer). Manifestasi TB pada kulit yang paling sering dijumpai adalah bentuk kedua, yaitu dalam bentuk skrofuloderma. Skrofuloderma sering diemukan di leher dan wajah, di tempat yang mempunyai kelenjar getah bening (KGB), misalnya daerah parotis, submandibula, supraklavikula, dan lateral leher. 5 Rangkuman dari gejala spesifik sesuai organ yang terkena adalah sebagai berikut : 5 1. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di regio kolli, multipel, tidak nyeri, dan saling melekat). 2. Tuberkulosis otak dan saraf 3. Tuberkulosis sistem skeletal 4. Tuberkulosis kulit, skrofuloderma 5. Tuberkulosis mata 6. Tuberkulosis organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal, dll.
2.6 TATALAKSANA Tatalaksana TB pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan antara pemberian medikamentosa, penanganan gizi, dan pengobatan penyakit penyerta. Selain itu, penting untuk dilakukan pelacakan sumber nfeksi, dan bila ditemukan sumber infeksi juga
harus mendapatkan pengobatan. Upaya perbaikan kesehatan lingkungan juga diperlukan untuk menunjang keberhasilan pengobatan. Pemberian medikamentosa tidak terlepas dari penyuluhan kesehatan kepada masyarakat atau kepada orang tua pasien mengenai pentingnya meminum obat secara teratur, pengawasan terhadap jadwal pemberian obat, dan lain-lain. 5
2.6.1 Medikamentosa Obat TB yang digunakan Obat TB utama (first line) saat ini adalah rifampisin (R), isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S). Rifampisin dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat TB lain (second line) adalah para-aminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone, ethionamide, ofloxacin, levofloxacin, ciprofloxacin, kanamyciin, amikacin, dan capromycin, yang digunakan jika terjadi MDR. 5
Isoniazid Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15 mg/kgBB/hari, maksimal 300 mg/hari, dan diberikan dalam satu kali pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg/5 ml. 5 Rifampisin Rifampisin diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari dan dosis maksimal 600 mg/hari, dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikanbersamaan
dengan isoniazid, dosis rifampisin tidak melebihi 15 mg/kgBB/hari dan dosis isoniazid 10 mg/kgBB/hari. 5
Pirazinamid Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 15-30 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari. Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500 mg, dan dapat digerus dan diberikan bersama makanan. 5
Etambutol Obat ini memiliki aktivitas bakteristatik, tetapi dapat bersifat bakterisid, jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Dosis etambutol adalah 15-20 mg/kgBB/hari, maksimal 1,25 gram/hari, dengan dosis tunggal. Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. 5
Streptomisin Streptomisin penting penggunaannya pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB. Streptomisin diberikan secara intramuskuar dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari, maksimal 1 gram/hari, dan kadar puncak 40-50 µg/ml dalam waktu 1-2 jam. 5
Paduan obat TB Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal tiga macam obat
pada fase intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan dua macam obat pada fase lanjutan (4 bulan atau lebih). Berbeda dengan orang dewasa, OAT pada anak diberikan setiap hari. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari. Pada kasus TB pada anak, pada fase intensif diberikan rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid, sedangkan pada fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan isoniazid. 5
2.6.2 Nonmedikamentosa Pendekatan DOTS Salah satu upaya untuk meningkatkan keteraturan minum obat adalah dengan melakuan pengawasan langsung terhadap pengobatan (directly observed treatment). Directly observed treatment shortcourse adalah strategi yang telah direkomendasikan oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TB. 5
Asuhan gizi Pada pasien TB, asuhan gizi berperan penting dalam keberhasilan pengobatan TB. Tanpa asupan gizi yang baik, pengobatan TB tidak akan mencapai hasil optimal. Dalam pengobatan diperlukan penanganan gizi yang baik, meliputi kecukupan asupan makanan, vitamin, dan mikronutrien. 5
Lacak sumber penularan dan case finding Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan dilakukan dengan pemeriksaan radiologis dan sputum BTA. 5
Aspek edukasi dan sosial ekonomi Pengobatan TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu cukup lama, maka perlu biaya yang cukup besar. Edukasi juga ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui mengenai TB. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB pada anak tidak menular ke orang sekitarnya. 5
2.7 PENCEGAHAN 2.7.1 Imunisasi Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan. Bila BCG diberikan pada usia >3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Manfaat BCG dilaporkan oleh beberapa peneliti mencapai 80%. Imunisasi BCG relatif aman, jarang timbul efek samping yang serius. 5
2.7.2 Kemoprofilaksis Terdapat
dua
macam
kemoprofilaksis,
yaitu
kemoprofilaksis
primer
dan
kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB, sedangkan kemprofilaksis sekunder mencegah berkembangnya infeksi menjadi sakit TB. Pada kemoprofilaksis primer diberikan isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal. Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, sedangkan klinis dan radiologi normal. Lama pemberian untuk kemoprofilaksis sekunder adalah 6-12 bulan. 5
DAFTAR PUSTAKA 1. Tabrani, Rab. 2013. Buku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta. Trans Info Medika Penerbit Buku Kesehatan. 2. Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta. EGC. Hal. 177 3. Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta. Salemba Medika. Hal. 61 4. Djojodibroto, Darmanto. 2013. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta. EGC. 5. Rahajoe, Nastini N, Bambang Supriyatno, Darmawan Budi Setyanto. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal. 162 – 227 6. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2016. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Makassar. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Hal. 41-42