"PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH (PLTSa)"
Pola Pengelolaan Sampah sampai saat ini masih menganut paradigma lama
dimana sampah masih dianggap sebagai sesuatu yang tak berguna, tak bernilai
ekonomis dan sangat menjijikkan. Masyarakat sebagai sumber sampah tak
pernah menyadari bahwa tanggung jawab pengelolaan sampah yang dihasilkan
menjadi tanggung jawab dirinya sendiri.
Apabila sampah - sampah yang luar biasa ini mulai menjadi masalah bagi
manusia, barulah manusia menyadari ketidak perduliannya selama ini terhadap
sampah dan mulai menimbulkan kepanikan dan menghantui di mana - mana tanpa
tahu apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya.
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia, karena setiap
aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau
volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap
barang/material yang kita gunakan sehari-hari. Sehari setiap warga kota
menghasilkan rata-rata 900 gram sampah, dengan komposisi, 70% sampah
organik dan 30% sampah anorganik. Peningkatan jumlah penduduk dan gaya
hidup sangat berpengaruh pada volume sampah.
Sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain
adalah sampah-sampah yang di buang ke tempat sampah walaupun masih jauh
lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses
pertambangan dan industri, tetapi merupakan sampah yang selalu menjadi
bahan pemikiran bagi manusia.
Tujuan dari sebuah PLTSa ialah untuk mengkonversi sampah menjadi energi.
Pada dasarnya ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi,
yaitu proses biologis yang menghasilkan gas-bio dan proses thermal yang
menghasilkan panas.
Jenis-jenis sampah :
Ada 2 jenis sampah, yaitu sampah organik dan anorganik (non-organik).
1. Sampah Organik (Sampah Basah)
Sampah organik yaitu sampah yang berasal dari sisa-sisa makhluk hidup
(material biologis) yang dapat membusuk dengan mudah, misalnya:
- sisa makanan,
- dedaunan kering,
- buah dan sayuran.
2. Sampah Anorganik (Sampah Kering/Non-organik)
Sampah jenis ini berasal dari bahan baku non biologis dan sulit terurai,
sehingga seringkali menumpuk di lingkungan. Sampah anorganik atau disebut
juga sampah kering sulit diuraikan secara alamiah, sehingga diperlukan
penanganan lebih lanjut. Yang tergolong ke dalam sampah anorganik yaitu:
- plastik dalam bentuk botol, kantong, dan sebagainya,
- kertas,
- styrofoam,
- dan lain-lain.
Sampah berdasarkan bentuknya :
Sampah Padat
Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine
dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah
kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini
dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik
Merupakan sampah yang berasal dari barang yang mengandung bahan-bahan
organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas, potongan-potongan kayu
dari peralatan rumah tangga, potongan-potongan ranting, rumput pada waktu
pembersihan kebun dan sebagainya.
2. Sampah alam
Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses
daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai
menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi
masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.
3. Sampah Konsumsi
Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia)
pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke
tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun
demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih kecil
dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan
industri.
Penjelasan untuk proses konversi thermal dan proses konversi biologis :
A. Proses Konversi Thermal
Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu
insinerasi, pirolisa, dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses
oksidasi bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri
merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen.
Apabila berlangsung secara sempurna, kandungan bahan organik (H dan C)
dalam sampah akan dikonversi menjadi gas karbondioksida (CO2) dan uap air
(H2O). Unsur-unsur penyusun sampah lainnya seperti belerang (S) dan
nitrogen (N) akan dioksidasi menjadi oksida-oksida dalam fasa gas (SOx,
NOx) yang terbawa di gas produk. Beberapa contoh insinerator ialah open
burning, single chamber, open pit, multiple chamber, starved air unit,
rotary kiln, dan fluidized bed incinerator.
Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan
tanpa kehadiran oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur
tinggi, molekul-molekul organik yang berukuran besar akan terurai menjadi
molekul organik yang kecil dan lebih sederhana. Hasil pirolisa dapat berupa
tar, larutan asam asetat, methanol, padatan char, dan produk gas.
Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia padatan organik menjadi
gas. Gasifikasi melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak sempurna
pada temperatur yang relatif tinggi (sekitar 900-1100 C). Seperti halnya
pirolisa, proses gasifikasi menghasilkan gas yang dapat dibakar dengan
nilai kalor sekitar 4000 kJ/Nm3.
Pembangkit listrik tenaga sampah yang banyak digunakan saat ini
menggunakan proses insenerasi. Sampah dibongkar dari truk pengakut sampah
dan diumpankan ke inserator. Didalam inserator sampah dibakar. Panas yang
dihasilkan dari hasil pembakaran digunakan untuk merubah air menjadi uap
bertekanan tinggi. Uap dari boiler langsung ke turbin. Sisa pembakaran
seperti debu diproses lebih lanjut agar tidak mencemari lingkungan (truk
mengangkut sisa proses pembakaran). Teknologi pengolahan sampah ini memang
lebih menguntungkan dari pembangkit listrik lainnya. Sebagai ilustrasi :
100.000 ton sampah sebanding dengan 10.000 ton batu bara. Selain mengatasi
masalah polusi bisa juga untuk menghasilkan energi berbahan bahan bakar
gratis juga bisa menghemat devisa.
Pemanfaatan sampah untuk tenaga listrik di beberapa negara :
Di Amerika Serikat, sekitar 2.500 MW listrik dihasilkan setiap tahunnya
dari 35 juta ton sampah (17% dari total sampah yang dihasilkan). Lebih dari
80% volume sampah di Denmark dan 60% di Jepang juga diproses di fasilitas
WTE. Akibat pola pikir ini pemerintah maupun masyarakat mau menangani
sampah secara maksimal.
Cara kerja ini mirip dengan sistem thermal biasa (PLTU) hanya saja sumber
panas diganti dari pembakaran bahan bakar fosil menjadi dari pembakaran
sampah. Dengan kapasitas penerimaan 740 ton sampah per hari atau sepertiga
dari sampah yang dihasilkan di Kabupaten Bandung, sebuah PLTS (Pembangkit
Listrik Tenaga Sampah) dapat menghasilkan listrik sebesar 168.977 MWh/tahun
dengan kapasitas daya 21 MW. Jumlah ini sama dengan kebutuhan rata-rata 57
ribu rumah tangga per tahun.
Teknologi ini pun mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 165.404 ton
ekuivalen CO2 yang sama dengan emisi dari penggunaan 30.294 mobil bila
dibandingkan energi dari PLTU batu bara.
Pembangunan diestimasi membutuhkan lahan seluas 14 hektar, dengan biaya
awal sekitar Rp 332 miliar dan biaya operasional tahunan Rp 74 miliar.
Kapan Bisa Balik Modal Investasi Listrik dari pembakaran Sampah ?
Bila listrik yang dihasilkan dijual ke PLN dengan tarif Rp 787,20 per
kWh(diadaptasi dari nilai tarif pembelian listrik oleh PLN dari PLTU batu
bara yang sedang dibangun oleh PT Bukit Asam Tbk.) maka setelah tahun ke- 4
pembangunan akan balik modal dan memiliki IRR (Internal Rate of Return)
sebesar 31%. Hal ini menunjukkan manfaat yang sangat besar pula dari segi
ekonomi.
B. Proses Konversi Biologis
Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara digestion secara
anaerobik (biogas) atau tanah urug (landfill). Biogas adalah teknologi
konversi biomassa (sampah) menjadi gas dengan bantuan mikroba anaerob.
Proses biogas menghasilkan gas yang kaya akan methane dan slurry. Gas
methane dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan energi sedangkan
slurry dapat digunakan sebagai kompos. Produk dari digester tersebut berupa
gas methane yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500 kJ/Nm3.
Landfill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam
tanah. Di dalam lahan landfill, limbah organik akan didekomposisi oleh
mikroba dalam tanah menjadi senyawa-senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa
ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh limbah dan air hujan yang
masuk ke dalam tanah dan membentuk bahan cair yang disebut lindi
(leachate). Jika landfill tidak didesain dengan baik, leachate akan
mencemari tanah dan masuk ke dalam badan-badan air di dalam tanah. Karena
itu, tanah di landfill harus mempunya permeabilitas yang rendah. Aktifias
mikroba dalamlandfill menghasilkan gas CH4 dan CO2 (pada tahap awal –
proses aerobik) dan menghasilkan gas methane (pada proses anaerobiknya).
Gas landfill tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem
pengambilan gas hasil biasanya terdiri dari sejumlah sumur-sumur dalam pipa-
pipa yang dipasang lateral dan dihubungkan dengan pompa vakum sentral.
Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas dengan pompa
desentralisasi.
Pemilihan Teknologi
Tujuan suatu sitem pemanfaatan sampah ialah dengan mengkonversi sampah
tersebut menjadi bahan yang berguna secara efisien dan ekonomis dengan
dampak lingkungan yang minimal. Untuk melakukan pemilihan alur konversi
sampah diperlukan adanya informasi tentang karakter sampah, karakter teknis
teknologi konversi yang ada, karakter pasar dari produk pengolahan,
implikasi lingkungan dan sistem, persyaratan lingkungan, dan yang pasti
perekonomian.
Beberapa Metoda Pengolahan Sampah :
1. Metode Daur-ulang
Proses pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari sampah untuk
digunakan kembali disebut sebagai daur ulang.Ada beberapa cara daur ulang ,
pertama adalah mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau mengambil
kalori dari bahan yang bisa dibakar utnuk membangkitkan listik. Metode
metode baru dari daur ulang terus ditemukan dan akan dijelaskan dibawah.
2. Pengolahan kembali secara fisik
Metode ini adalah aktifitas paling populer dari daur ulang , yaitu
mengumpulkan dan menggunakan kembali sampah yang dibuang , contohnya botol
bekas pakai yang dikumpulkan kembali untuk digunakan kembali. Pengumpulan
bisa dilakukan dari sampah yang sudah dipisahkan dari awal (kotak
sampah/kendaraan sampah khusus), atau dari sampah yang sudah tercampur.
Sampah yang biasa dikumpulkan adalah kaleng minum aluminum , kaleng baja
makanan/minuman, Botol HDPE dan PET , botol kaca , kertas karton, koran,
majalah, dan kardus. Jenis plastik lain seperti (PVC, LDPE, PP, dan PS)
juga bisa di daur ulang.Daur ulang dari produk yang komplek seperti
komputer atau mobil lebih susah, karena harus bagian bagiannya harus diurai
dan dikelompokan menurut jenis bahannya.
3. Pengolahan biologis
Material sampah organik , seperti zat tanaman , sisa makanan atau
kertas , bisa diolah dengan menggunakan proses biologis untuk kompos, atau
dikenal dengan istilah pengkomposan.Hasilnya adalah kompos yang bisa
digunakan sebagi pupuk dan gas methana yang bisa digunakan untuk
membangkitkan listrik.
Contoh dari pengelolaan sampah menggunakan teknik pengkomposan adalah Green
Bin Program (program tong hijau) di Toronto, Kanada, dimana sampah organik
rumah tangga , seperti sampah dapur dan potongan tanaman dikumpulkan di
kantong khusus untuk di komposkan.
4. Pemulihan energi
Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil langsung
dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung dengan
cara mengolahnya menajdi bahan bakar tipe lain. Daur-ulang melalui cara
"perlakuan panas" bervariasi mulai dari menggunakannya sebakai bahan bakar
memasak atau memanaskan sampai menggunakannya untuk memanaskan boiler untuk
menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator. Pirolisa dan gasifikasi
adalah dua bentuk perlakukan panas yang berhubungan , dimana sampah
dipanaskan pada suhu tinggi dengan keadaan miskin oksigen. Proses ini
biasanya dilakukan di wadah tertutup pada Tekanan tinggi. Pirolisa dari
sampah padat mengubah sampah menjadi produk berzat padat , gas, dan cair.
Produk cair dan gas bisa dibakar untuk menghasilkan energi atau dimurnikan
menjadi produk lain. Padatan sisa selanjutnya bisa dimurnikan menjadi
produk seperti karbon aktif. Gasifikasi dan Gasifikasi busur plasma yang
canggih digunakan
5. Penimbunan darat
Pembuangan sampah pada penimbunan darat termasuk menguburnya untuk
membuang sampah, metode ini adalah metode paling populer di dunia.
Penimbunan ini biasanya dilakukan di tanah yg ditinggalkan , lubang bekas
pertambangan , atau lubang lubang dalam. Sebuah situs penimbunan darat yg
di desain dan di kelola dengan baik akan menjadi tempat penimbunan sampah
yang hiegenis dan murah. Sedankan penimbunan darat yg tidak dirancang dan
tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan berbagai masalah lingkungan ,
diantaranya angin berbau sampah , menarik berkumpulnya Hama , dan adanya
genangan air sampah. Efek samping lain dari sampah adalah gas methan dan
karbon dioksida yang juga sangat berbahaya. (di Bandung kandungan gas
methan ini meledak dan melongsorkan gunung sampah).
Karakter desain dari penimbunan darat yang modern diantaranya adalah
metode pengumpulan air sampah menggunakan bahan tanah liat atau pelapis
plastik.Sampah biasanya dipadatkan untuk menambah kepadatan dan
kestabilannya , dan ditutup untuk tidak menarik hama (biasanya tikus).
Banyak penimbunan samapah mempunyai sistem pengekstrasi gas yang terpasang
untuk mengambil gas yang terjadi. Gas yang terkumpul akan dialirkan keluar
dari tempat penimbunan dan dibakar di menara pemabakar atau dibakar di
mesin berbahan bakar gas untuk membangkitkan listrik.
6. Pembakaran/pengkremasian
Pembakaran adalah metode yang melibatkan pembakaran zat sampah.
Pengkremasian dan pengelolaan sampah lain yg melibatkan temperatur tinggi
baisa disebut "Perlakuan panas". kremasi merubah sampah menjadi panas, gas,
uap dan abu.
Pengkremasian dilakukan oleh perorangan atau oleh industri dalam skala
besar. Hal ini bsia dilakukan untuk sampah padat , cari maupun gas.
Pengkremasian dikenal sebagai cara yang praktis untuk membuang beberapa
jenis sampah berbahaya, contohnya sampah medis (sampah biologis).
Pengkremasian adalah metode yang kontroversial karena menghasilkan polusi
udara.
Pengkremasian biasa dilakukan dinegara seperti jepang dimana tanah
begitu terbatas ,karena fasilitas ini tidak membutuhkan lahan seluas
penimbunan darat.Sampah menjadi energi (Waste-to-energy=WtE) atau energi
dari sampah (energy-from-waste = EfW) adalah terminologi untuk menjelaskan
samapah yang dibakar dalam tungku dan boiler guna menghasilkan
panas/uap/listrik.Pembakaran pada alat kremasi tidaklah selalu sempurna ,
ada keluhan adanya polusi mikro dari emisi gas yang keluar cerobongnya.
Perhatian lebih diarahkan pada zat dioxin yang kemungkinan dihasilkan di
dalam pembakaran dan mencemari lingkungan sekitar pembakaran. Dilain pihak
, pengkremasian seperti ini dianggap positif karena menghasilkan listrik ,
contoh di Indonesia adalah rencana PLTSa Gede Bage di sekitar kota Bandung.
7. Metode penghindaran dan pengurangan
Sebuah metode yang penting dari pengelolaan sampah adalah pencegahan
zat sampah terbentuk , atau dikenal juga dengan "pengurangan sampah".
Metode pencegahan termasuk penggunaan kembali barang bekas pakai ,
memperbaiki barang yang rusak , mendesain produk supaya bisa diisi ulang
atau bisa digunakan kembali (seperti tas belanja katun menggantikan tas
plastik ), mengajak konsumen untuk menghindari penggunaan barang sekali
pakai (contohnya kertas tissue) ,dan mendesain produk yang menggunakan
bahan yang lebih sedikit untuk fungsi yang sama (contoh, pengurangan bobot
kaleng minuman).
Proses Konversi Sampah Menjadi Energi Listrik :
Teknologi pengolahan sampah menjadi energi listrik pada prinsipnya sangat
sederhana sekali yaitu:
Sampah dibakar sehingga menghasilkan panas (proses konversi thermal).
Panas dari hasil pembakaran dimanfaatkan untuk mengubah air menjadi uap
dengan bantuan boiler.
Uap bertekanan tinggi digunakan untuk memutar bilah turbin.
Turbin dihubungkan ke generator dengan bantuan poros.
Generator menghasilkan listrik dan listrik dialirkan ke rumah - rumah atau
ke pabrik.
Konsep Pengolahan Sampah menjadi Energi (Waste to Energy) atau PLTSa
(Pembangkit Listrik Tenaga sampah) adalah sebagai berikut :
1. Pemilahan sampah
Sampah dipilah untuk memanfaatkan sampah yang masih dapat di daur
ulang. Sisa sampah dimasukkan kedalam tungku Insinerator untuk dibakar.
2. Pembakaran sampah
Pembakaran sampah menggunakan teknologi pembakaran yang memungkinkan
berjalan efektif dan aman bagi lingkungan. Suhu pembakaran dipertahankan
dalam derajat pembakaran yang tinggi (di atas 1300°C). Asap yang keluar
dari pembakaran juga dikendalikan untuk dapat sesuai dengan standar baku
mutu emisi gas buang.
3. Pemanfaatan panas
Hasil pembakaran sampah akan menghasilkan panas yang dapat
dimanfaatkan untuk memanaskan boiler. Uap panas yang dihasilkan
digunakan untuk memutar turbin dan selanjutnya menggerakkan generator
listrik.
4. Pemanfaatan abu sisa pembakaran
Sisa dari proses pembakaran sampah adalah abu. Volume dan berat abu
yang dihasilkan diperkirakan hanya kurang 5% dari berat atau volume
sampah semula sebelum di bakar. Abu ini akan dimanfaatkan untuk menjadi
bahan baku batako atau bahan bangunan lainnya setelah diproses dan
memiliki kualitas sesuai dengan bahan bangunan.
Dikota-kota besar di Eropah, Amerika, Jepang, Belanda dll waste
energy sudah dilakukan sejak berpuluh tahun lalu, dan hasilnya diakui
lebih dapat menyelesaikan masalah sampah. Pencemaran dari PLTSa yang
selama ini dikhawatirkan oleh masyarakat sebenarnya sudah dapat
diantisipasi oleh negara yang telah menggunakan PLTSa terlebih dahulu.
Pencemaran- pencemaran tersebut seperti :
Dioxin
Dioxin adalah senyawa organik berbahaya yang merupakan hasil
sampingan dari sintesa kimia pada proses pembakaran zat organik yang
bercampur dengan bahan yang mengandung unsur halogen pada temperatur
tinggi, misalnya plastic pada sampah, dapat menghasilkan dioksin pada
temperatur yang relatif rendah seperti pembakaran di tempat
pembuangan akhir sampah (TPA).
PLTSa sudah dilengkapi dengan sistem pengolahan emisi dan efluen,
sehingga polutan yang dikeluarkan berada di bawah baku mutu yang
berlaku di Indonesia, dan tidak mencemari lingkungan.
Residu
Hasil dari pembakaran sampah yang lainnya adalah berupa residu
atau abu bawah (bottom ash) dan abu terbang (fly ash) yang
termasuk limbah B3, namun hasil-hasil studi dan pengujian untuk
pemanfaatan abu PLTSa sudah banyak dilakukan di negara-negara lain.
Di Singapura saat ini digunakan untuk membuat pulau, dan pada tahun
2029 Singapura akan memiliki sebuah pulau baru seluas 350 Ha.
PLTSa akan memanfaatkan abu tersebut sebagai bahan baku batako
atau bahan bangunan.
Bau
Setiap sampah yang belum mengalami proses akan mengeluarkan bau
yang tidak sedap baik saat pengangkutan maupun penumpukkan dan akan
mengganggu kenyamanan bagi masyarakat umum.
Untuk menghindari bau yang berasal dari sampah akan dibuat jalan
tersendiri ke lokasi PLTSa melalui jalan Tol, di sekeliling bagunan
PLTSa akan ditanami pohon sehingga membentuk greenbelt (sabuk hijau)
seluas 7 hektar.
Kelebihan dan kekurangan pembangkit energi tenaga sampah:
Kelebihan
Limbah menjadi energi :
Material limbah yang berada di area pembuangan sampah dapat
dimanfaatkan sebagai pembangkit energi listrik untuk konsumsi domestik .
Kenyataanya , data yang kami peroleh dari the International Energy
Agency menunjukkan beberapa negara telah memulai pemanfaatan energi
jenis ini yang mereka dapatkan dari sampah rumah tangga maupun Industri
yang sebelumnya dibuang pada sebuah tempat dipembuangan sampah dengan
jumlah yang sangat besar .lebih dari 400 Terra watt energi listrik
dihasilkan di seluruh dunia , melalui pemanfaatan sampah .
Tempat pembuangan sampah mengandung sejumlah besar sampah organik
seperti sisa makanan ,kertas , textil dan sisa pembuangan halaman . Dan
dari material itu bisa menghasilkan gas rumah kaca dalam jumlah yang
sangat besar seperti Methana dan CO2.Sebuah yayasan di Amerika yang
bernama Environment Protection Agency (EPA) mengatakan bahwa tempat
pembuangan sampah adalah sumber terbesar ke tiga manusia yang
berhubungan dengan emisi gas methan di Amerika , berjumlah sekitar 17 %
dari total emisi gas methan.
Dengan dikembangkannya teknologi baru , hal ini mejadi lebih masuk
akal dan memungkinkan untuk pemanfaatan sejumlah besar gas methan untuk
menhasilkan listrik bersih dan ramah lingkungan.Air dan kandungan CO2
yang sangat rendah dapat dihasilkan oleh proses ini . Proses ini tidak
lagi memerlukan bahan bakar fosil lebih banyak untuk membakar gas methan
karena memang gas ini sangat mudah terbakar.
Selain listrik , teknologi baru ini juga menunjukkan bahwa ethanol
selulosa juga dapat dihasilkan dari tumpukan sampah ini. Secara organik
dapat dihasilkan karena degradasi selulosa terdapat pada berbagai sampah
organik seperti sisa potongan rumput , potongan ranting pohon dan batang
jagung yang telah dibuang serta masih banyak lagi . Bio-fuel tersebut
menghasilkan energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca lebih banyak
apabila dibandingkan dengan berbagai bio-fuel yang bisa dihasilkan hari
ini.
Kekurangan
Pembakaran gas methan pada lahan pembuangan sampah merupakan ide yang
sangat buruk :
Sementara sejumlah besar sampah global semakin bertambah , sebuah
bukti yang konyol dari metode untuk memanen energi dari bentuk ini masih
mengacu pada para ilmuwan dan para pembuat kebijakan.Pengalaman
menunjukkan pada beberapa tempat , telah menunjukkan bahwa teknologi
yang ada lebih banyakberbahayanya dari pada kebaikannya.Alasannya bahwa
sejumlah besar gas sebenarnya telah mengalami kebocoran dan mencemari
lingkungan yang bukan hanya memberikan konstribusi pada pemanasan global
akan tetapi juga sangat mengganggu kesehatan , Contohnya , gas Methan
memiliki efek 75% lebih kuat dalam gas rumah kaca pada 20 tahun
keberadaanya dibandingkan CO2(wicak).
Kebanyakan area pembuangan sampah telah ditutup pada bagian atasnya
untukmembantu pencegahan kebocoran gas .namun , gas ini akan menemukan
rute yang lain untuk meloloskan diri.Contohnya : sebuah tempat
pembuangan sampah percobaan yang ada di Ontario telah menunjukkan
kerusakan potensial dari kebocoran gas bisa sangat jauh dari pada yang
bisa dimanfaatkan untuk memproduksi listrik sekitar 5000 MW dari
kesemuanya.Juga , teknologi yang ada saat ini hanya bisa mengolah sampah
sekitar 20 sampai 25 % dari total volume sampah yang ada.
Yang paling buruk
TPA pengahsil gas dan efek mengerikan dari tempat pembuangan sampah :
Selain menghasilkan gas methan , tumpukan sampah juga menghasilkan
berbagai gas berbau yang sangat berat -yang bukan hanya memberukan efek
buruk pada kingkungan saja akan tetapi jua menimbulkan gangguan serius
pada kesehatan . Sementara sekitar 50% gas methan di produksi pada
pembuangan sampah , 40 % berikutnya adalah CO2 dan beberapa gas
berbahaya lainnya seperti Sulfur dioksida, nitrogen oksida dan berbagai
partikulat lain yang dihasilkan.
Sulfur dioksida bisa menyebabkan hujan asam , berbagai partikulat
lainnya juga bisa menumbulkan gangguan pernafasan dan kelelahan
dilingkungan masyarakat yang tinggal disekitar pembuangan sampah .Juga ,
Nitrogen dioksida yang jeals akan mengganggu kandungan ozon lokal dan
pembentukan asap .Gas berbau berat mungkin akan mengakibatkan sakit
kepala dan mual pada manusia .Gas ini dapat menyebar melalui media
tanah dan terkadang menjalar hingga mendekati perumahan , tentunya hal
tersebut bisa menempatkan mereka pada sebuah resiko yang signifikan dari
gas methan yang sangat mudah terbakar.
Namun , memanen energi dari gas organik yang dihasilkan dari
pembuangan sampah , masih merupakan cara yang paling efektif untuk
mengurangi berbagai efek yang membahayakan yangtelah kita bahas diatas
.dan , pada sebuah catatan yang positif, beberapa inisiatif baru telah
diambil untuk menangani efek ini pada beberapa kota dalam waktu berkali-
kali.
Peningkatan Kualitas Hidup dan Martabat Masyarakat
Dengan memandang sampah sebagai sumber daya (energi), secara alamiah
kepedulian dan perhatian khusus terkait penanganan sampah akan muncul dari
pemerintah dan masyarakat.
Pertama-tama akan ada penciptaan lapangan pekerjaan yang diikuti oleh
peningkatan derajat profesi pengelolaan sampah. Pengumpulan sampah dan
segregasi sampah akan bisa dilakukan secara maksimal.
Tidak ada lagi sampah yang berserakan, membuat kota lebih indah dan
kehidupan lebih sehat. Sampah ditanggulangi secara tuntas sehingga tidak
ada lagi penimbunan terbuka yang mengancam warga bagaikan bom waktu. Dan
yang terpenting pula, berkurangnya kerusakan lingkungan.
Penerapan teknologi akan dikembalikan pada cara pandang kita terhadap
masalah. Bila tidak ada perubahan dalam sikap dan cara pandang kita,
tentunya peningkatan kualitas hidup dan martabat tidak bisa terjadi.
-----------------------
1