MAKALAH “
SYRAT KERJA DAN JENIS POMPA PERTANIAN
”
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari Dosen Pengampu Mata Kuliah “
MEKANISME PERTANIAN
”
Disusun oleh : Muhammad Ulil Albab (15542012742) Bahdi (15542012733)
FAKULTAS ILMU PERTANIAN UNIVERSITAS ACHMAD YANI BANJARBARU 2017
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit memiliki nama latin (Elaeis guineensis Jacq) saat ini merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting disektor pertanian umumnya, dan sektor perkebunan khususnya, hal ini disebabkan karena dari sekian banyak tanaman yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia (Balai Informasi Pertanian, 1990). Melihat pentingnya tanaman kelapa sawit dewasa ini dan masa yang akan datang, seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk dunia akan minyak sawit, maka perlu dipikirkan usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi kelapasawit secara tepat agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Salah satu diantaranya adalah pengendalian hama dan penyakit. (Sastrosayono 2003). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat menjadi andalan dimasa depan karena berbagai kegunaannya bagi kebutuhan manusia. Kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan nasional Indonesia. Selain menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumberdevisa negara. Penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini sudah berkembang di 22 daerah propinsi. Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 1968 seluas 105.808 hadengan produksi 167.669 ton, pada tahun 2007 telah meningkat menjadi 6.6 juta ha dengan produksi sekitar 17.3 juta ton CPO (Sastrosayono 2003). Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan primadona Indonesia. Di tengah krisis global yang melanda dunia saat ini, industri sawit tetap bertahan dan memberi sumbangan besar terhadap perekonomian negara. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang luas, industri sawit menjadi salah satu sumber devisa terbesar bagi Indonesia. Data dari Direktorat Jendral Perkebunan (2008) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia, dari 4 713 435 ha pada tahun 2001 menjadi 7.363.847 ha pada tahun 2008 dan luas areal perkebunan kelapa sawit ini terus mengalami peningkatan. Peningkatan luas areal tersebut juga diimbangi dengan peningkatan produktifitas. Produktivitas kelapa sawit adalah 1.78 ton/ha pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 2.17 ton/ha pada tahun 2005. Hal ini merupakan kecenderungan yang positif dan harus dipertahankan. Untuk mempertahankan produktifitas tanaman tetap tinggi diperlukan pemeliharaan yang tepat dan salah satu unsur pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM) adalah pengendalian hama dan penyakit. Sektor perkebunan merupakan salah satu potensi dari subsektor pertanian yang berpeluang besar untuk meningkatkan perekonomian rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat ini, sektor perkebunan dapat menjadi penggerak pembangunan nasional karena dengan adanya dukungan sumber daya yang besar, orientasi pada ekspor, dan komponen impor yang kecil akan dapat menghasilkan devisa non migas dalam jumlah yang besar. Produktivitas kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya yang diterapkan. Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu kegiatan budidaya yang sangat penting dan menentukan masa produktif tanaman. Salah satu aspek pemeliharaan tanaman yang perlu diperhatikan dalam kegiatan budidaya kelapa sawit adalah pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit yang baik dapat
meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman. Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk menyusun makalah ini dengan tema “ Budidaya Kelapa Sawit”. B. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah budidaya tanaman kelapa sawit ini antara lain : 1. Mengetahui cara penanaman kelapa sawit dengan baik dan benar. 2. Mengetahui cara budidaya tanaman kelapa sawit dan teknik pengendalian hama dan penyakit. 3. Mengetahui tata cara pengolahan hasil panen tanaman kelapa sawit.
BAB II PEMBAHASAN
A. Tahap penanaman Kelapa Sawit 1. Persiapan Lahan Pembukaan lahan merupakan salah satu tahapan kegiatan dalam budidaya Kelapa Sawit yang sudah ditentukan jadwalnya berdasarkan tahapan pekerjaan yang akan dilakukan sesuai dengan jenis lahannya (areal) hutan, areal alang-alang, areal gambut. Supaya areal tersebut dapat ditanami Kelapa sawit maka areal tersebut harus bersih dari vegetasi atau semak belukar yang akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman pokok. Sedangkan untuk memudahkan dalam pengelolaan tanaman Kelapa sawit dibutuhkan suatu perencanaan tata ruang kebun yang direncanakan pada saat pembukaan lahan dan sebelum penanaman Kelapa sawit (Setyamidjaja, 2003).
2. Pembibitan Bibit merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa selanjutnya. Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan sesuai standar teknis diharapkan dapat dihasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik adalah bibit yang memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan pada saat pelaksanaan penanaman (transplanting). Menurut Setyamidjaja, (2006), untuk menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas seperti tersebut di atas, diperlukan pedoman kerja yang dapat menjadi acuan, sekaligus kontrol selama pelaksanaan di lapang. Untuk itu berikut ini disampaikan tahapan pembibitan, mulai dari persiapan, pembibitan awal dan pembibitan utama.
3. Pemilihan Lokasi Penentuan lokasi pembibitan perlu memperhatikan beberapa persyaratan sebagai berikut: a. Lokasi Pembibitan mempunyai jalan yang mudah dijangkau dan mempunyai kondisi baik. b. Areal harus jauh dari sumber hama dan penyakit, serta mempunyai sanitasi yang baik. c. Dekat dengan tenaga kerja lapangan sehingga memudahkan dalam pengawasan. d. Dekat dengan tempat pengambilan media tanam untuk pembibitan. Drainase baik, sehingga pada musim hujan tidak tergenang air. e. Dekat dengan sumber air dan air tersedia cukup untuk penyiraman, dengan kualitas yang memenuhi syarat. f. Areal diusahakan mempunyai topografi datar dan berada di tengah-tengah Kebun g. Areal pembibitan harus terletak sedekat mungkin dengan daerah yang direncanakan untuk ditanami dengan memperhitungkan biaya pengangkutan bibit
4. Luas Pembibitan Kebutuhan areal pembibitan umumnya 1,0 – 1,5% dari luas areal pertanaman yang direncanakan. Luas areal pembibitan yang dibutuhkan bergantung pada jumlah bibit dan jarak tanam yang digunakan. Dalam menentukan luasan pembibitan perlu diperhitungkan pemakaian jalan, yang untuk setiap hektar pembibitan diperlukan jalan pengawasan sepanjang 200 m dengan lebar 5 m.
5. Sistem Pembibitan Pembibitan kelapa sawit dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau dua tahapan pekerjaan, tergantung kepada persiapan yang dimiliki sebelum kecambah dikirim ke lokasi pembibitan. Untuk pembibitan yang menggunakan satu tahap (single stage), berarti penanaman kecambah kelapa sawit langsung dilakukan ke pembibitan utama (Main Nursery). Sedangkan pada sistem pembibitan dua tahap (double stage), dilakukan pembibitan awal (Pre Nursery) terlebih dahulu selama ± 3 bulan pada polybag berukuran kecil dan selanjutnya dipindah ke pembibitan utama (Main Nursery) dengan polybag berukuran lebih besar. Sistem pembibitan dua tahap banyak dilaksanakan oleh perusahaan perkebunan, karena memiliki beberapa keuntungan, antara lain: a. Terjaminnya bibit yang akan ditanam ke lapangan, karena telah melalui beberapa tahapan seleksi, baik di pembibitan awal maupun di pembibitan utama. b. Seleksi yang ketat (10%) di pembibitan awal dapat mengurangi keperluan tanah dan polybag besar di pembibitan utama. c. Kemudahan dalam pengawasan dan pemeliharaan serta tersedianya waktu persiapan pembibitan utama pada tiga bulan pertama. 6. Media Tanam Media tanam yang digunakan seharusnya adalah tanah yang berkualitas baik, misalnya tanah bagian atas (top soil) pada ketebalan 10-20 cm. Tanah yang digunakan harus memiliki struktur yang baik, gembur, serta bebas kontaminasi (hama dan penyakit, pelarut, residu dan bahan kimia). Bila tanah yang akan digunakan kurang gembur dapat dicampur pasir dengan perbandingan pasir : tanah = 3 : 1 (kadar pasir tidak melebihi 60%). Sebelum dimasukkan ke dalam polybag, campuran tanah dan pasir diayak dengan ayakan kasar berdiameter 2 cm. Proses pengayakan bertujuan untuk membebaskan media tanam dari sisa-sisa kayu, batuan kecil dan material lainnya. 7. Kantong Plastik (Polybag) Ukuran polybag tergantung pada lamanya bibit di pembibitan. Pada tahap pembibitan awal (Pre-Nursery), polybag yang digunakan berwarna putih atau hitam dengan ukuran panjang 22 cm, lebar 14 cm, dan tebal 0,07 mm. Setiap polybag dibuat lubang diameter 0,3 cm sebanyak 12-20 buah. Pada tahap pembibitan utama (Main Nursery) digunakan polybag berwarna hitam dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 3740 cm dan tebal 0,2 mm. Pada setiap polybag dibuat lubang diameter 0,5 cm sebanyak 12 buah pada ketinggian 10 cm dari bawah polybag. 8. Pembibitan Awal (Pre-Nursery) Benih yang sudah berkecambah dideder dalam polybag kecil, kemudian diletakkan pada bedengan-bedengan yang lebarnya 120 cm dan panjang bedengan secukupnya. Ukuran polybag yang digunakan adalah 12 x 23 cm atau 15 x 23 cm ( lay flat ). Polybag diisi dengan 1,5 – 2,0 kg tanah atas yang telah diayak. Tiap polybag diberi lubang untuk drainase. Kecambah ditanam sedalam ± 2 cm dari permukaan tanah dan berjarak 2 cm. Setelah bibit dederan yang berada di prenursery telah berumur 3 – 4 bulan dan berdaun 4 – 5 helai, bibit dederan sudah dapat dipindahkan ke pembibitan utama (main-nursery). Keadaan tanah di polybag harus selalu dijaga agar tetap lembab tapi tidak becek. Pemberian air pada lapisan atas tanah polybag dapt menjaga kelembaban yang dibutuhkan oleh bibit. Penyiraman dengan sistem springkel irrigation sangat membantu dalam usaha memperoleh kelembaban yang diinginkan dan dapat melindungi bibit terhadap kerusakan karena siraman. 2.4.7 Pembibitan Utama ( Main-Nursery ) Untuk penanaman bibit pindahan dari dederan dibutuhkan polybag yang lebih besar, berukuran 40 cm x 50 cm atau 45 cm x 60 cm (lay flat), tebal 0,11 mm dan diberi lubang pada bagian bawahnya untuk drainase.
Polybag diisi dengan tanah atas yang telah diayak sebanyak 15 – 30 kg per polybag, disesuaikan dengan lamanya bibit yang akan dipelihara (sebelum dipindahkan) di pesemaian bibit (Setyamidjaja, 2006). Bibit dederan ditanam sedemikian rupa sehingga leher akar berada pada permukaan tanah polybag besar dan tanah sekitar bibit di padatkan agar bibit berdiri tegak. Bibit pada polybag besar kemudian disusun di atas lahan yang telah diratakan, dibersihkan dan diatur dengan hubungan sistem segitiga sama sisi dengan jarak misalnya 100 cm x 100 cm x 100 cm (Setyamidjaja, 2006). 9. Pemeliharaan (pada pembibitan) Bibit yang yang telah ditanam di prenursery atau nursery perlu dipelihara dengan baik agar pertumbuhannya sehat dan subur, sehingga bibit akan dapat dipindahkan ke lapang sesuai dengan umur dan saat tanam yang tepat. Pemeliharaan bibit meliputi : a. Penyiraman 1) Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari, kecuali apabila jatuh hujan lebih dari 7 – 8 mm pada hari yang bersangkutan. 2) Air untuk menyiram bibit harus bersih dan cara menyiramnya harus dengan semprotan halus agar bibit dalam polybag tidak rusak dan tanah tempat tumbuhnya tidak padat. 3) Kebutuhan air siraman ± 2 liter per polybag per hari, disesuaikan dengan umur bibit. b. Penyiangan 1) Gulma yang tumbuh dalam polybag dan di tanah antara polybag harus dibersihkan, dikored atau dengan herbisida 2) Penyiangan gulma harus dilakukan 2-3 kali dalam sebulan atau disesuaikan dengan pertumbuhan gulma. c. Pengawasan dan seleksi 1) Pengawasan bibit ditujukan terhadap pertumbuhan bibit dan perkembangan gangguan hama dan penyakit 2.Bibit yang tumbuh kerdil, abnormal, berpenyakit dan mempunyai kelainan genetis harus dibuang. 2) Pembuangan bibit (thinning out) dilakukan pada saat pemindahan ke main nursery, yaitu pada saat bibit berumur 4 bulan dan 9 bulan, serta pada saat pemindahan bibit ke lapangan. Menurut (Setyamidjaja, 2006), seleksi dilakukan sebanyak tiga kali. Seleksi pertama dilakukan pada waktu pemindahan bibit ke pembibitan utama. Seleksi kedua dilakukan setelah bibit berumur empat bulan di pembibitan utama. Seleksi terakhir dilakukan sebelum bibit dipindahkan ke lapangan. Bibit dapat dipindahkan ke lapangan setelah berumur 12-14 bulan. d. Pemupukan 1) Pemupukan bibit sangat penting untuk memperoleh bibit yang sehat, tumbuh cepat dan subur. 2) Pupuk yang diberikan adalah Urea dalam bentuk larutan dan pupuk majemuk. B. Jenis dan teknik Pengendalian Hama penyakit Kelapa Sawit 1. Hama yang menyerang tanaman kelapa sawit a. Hama Tungau Penyebab : Tungau merah ( Oligonychus ). Tungau ini berukuran 0,5 mm, hidup disepanjang tulang anak daun sambil mengisap cairan daun sehingga warna daun berubah menjadi mengkilat berwarna bronz. Hama ini berkembang pesat dan membahayakan dalam keadaan cuaca kering pada musim kemarau.Gangguan tungau pada pesemaian dapat mengakibatkan rusaknya bibit. Pengendalian : penyemprotan dengan akarisida Tetradifon (Tedion) 0,1 – 0,2 %. Racun ini dapat digunakan dengan baik karena tidak membunuh musuh alaminya.
b. Hama serangga. Penyebab : Hama ulat setora (Setora nitens). Kupu-kupu Setora meletakkan telurnya di bawah permukaan daun dekat pada ujungnya. Ulat Setora memakan daun dari bawah, sehingga kadang-kadang yang tersisa hanya lidinya saja. Pengendalian : Ulat ini dapat dikendalikan dengan penyemprotan racun kontak, misalnya Hostation 25 ULV, Sevin 85 ES, Dursban 20 EC dengan konsentrasi 0,2 – 0,3% c. Kumbang oryctes Penyebab : Oryctes rhinoceros. Gejala serangan : Kumbang dewasa masuk ke dalam daerah titik tumbuh dan memakan bagian yang lunak.bila serangan mengenai titik tumbuh, tanaman akan mati, tetapi bila makan bakal daun hanya menyebabkan daun dewasa rusak seperti terpotong gunting. Pengendalian : untuk mencegah berkembangnya hama ini, kebersihan di sekitar tanaman harus dijaga baik. Sampah-sampah atau pohon yang mati dibakar agar larva hama ini mati. Pemberantasan secara biologis dengan menggunakan cendawan Metharrizium anisopliae dan virus Baculovirus oryctes. d. The oil palm bunch moth Penyebab : Ngengat Tirathaba mundella. Gejala serangan : Telur-telur Tirathaba diletakkan pada tandan buah terutama pada buah-buah yang telah masak atau busuk. Setelah menetas, ulat atau larva melubangi buah-buah muda atau memakan permukaan buah yang matang. Pengendalian : Ulat Tirathaba dapat dikendalikan dengan Dipterex atau Thiodan. Caranya : 0,55 kg Dipterex atau Thiodan dilarutkan dalam air sebanyak 370 liter (dosis per hektar) dan diaduk sampai merata, selanjutnya disemprotkan pada kelapa sawit yang terserang ulat Tirathaba tersebut. e. Mamalia Hama yang termasuk mamalia (binatang menyusui) adalah babi hutan dan kera. Hama ini sangat merusak tanaman kelapa sawit. Di beberapa daerah tertentu di Sumatera, gajah sering menyebabkan kerusakan yang serius pada tanaman kelapa sawit muda. Selain itu juga tikus (rodentia) merupakan hama yang merusak (memakan) buah kelapa sawit yang sudah tua. Pengendalianya : dengan cara biologi yaitu dengan cara memeliraha hewan peredator yg memangsa hewan tersebut. Salah satu contohnya adalah memelihara burung hantu atau ular yang bisa(racun) sudah di hilangkan sehingga tidak membahayakan bagi para pekerjayang tujuannya untuk membasmi hama tikus.
2. Penyakit yang paling sering menyerang tanaman kelapa sawit a. Penyakit akar Blast disease Penyebab : cendawan Rhyzoctonia lamellifera dan Phytium sp. Gejala serangan : 1) Bila menyerang pesemaian dapat menyebabkan kematian bibit secara mendadak. 2) Bila menyerang tanaman dewasa akan menyebabkan daun menjadi layu, kemudian tanaman mati. 3) Kalau perakaran tanaman dilihat, tampak adanya pembusukan pada akar. Pengendalian :
1) Pembuatan pesemaian yang baik agar pertumbuhan bibit sehat dan kuat. 2) Pemberian air irigasi pada musim kemarau dapat mencegah terjadinya gangguan penyakit ini. b. Penyakit garis kuning pada daun Penyebab : cendawan Fusarium oxysporum Gejala serangan : 1) Infeksi penyakit sudah terjadi pada saat daun belum membuka.
2) Setelah daun membuka akan tampak adanya bulatan-bulatan oval berwarna kuning pucat mengelilingi warna coklat tempat konidiofora. 3) Bagian-bagian tersebut kemudian mengering. Pengendalian : Menanam bibit yang bebas dari infeksi pen yakit ini c. Penyakit batang dry basal rot. Penyebab : cendawan Ceratocyctis paradoxa. Gejala serangan :
1) Tandan buah yang sedang berbunga mengalami pembusukan. 2) Pelepahnya mudah patah, tetapi daun tetap berwarna hijau untuk beberapa saat, meskipun pada akhirnya akan membusuk dan mongering. 3) Semua
gejala
tersebut
sesungguhnya
disebabkan
karena
terjadinya
pembusukan (busuk kering) pada pangkal batang. Pengendalian : Menanam bibit yang bebas dari infeksi penyakit ini.
d. Penyakit busuk tandan (bunch rot) Penyebab : cendawan Marasmius palmivorus sharples. Gejala serangan : 1) Penyakit ini menyerang tanaman berumur 3 – 10 tahun. 2) Menyerang buah yang matang dan dapat menembus daging buah, sehingga menurunkan kualitas minyak sawit. Pengendalian :
1) Tindakan pencegahan dilakukan dengan melakukan penyerbukan buatan dan sanitasi kebun terutama pada musim hujan. 2) Membuang semua bunga dan buah yang membusuk dan membakar tandan buah yang terserang. 3) Dapat disemprot dengan menggunakan Difolatan atau Actidone dengan konsentrasi 0,2 % atau sebanyak 0,7 liter/ha dengan interval waktu 2 minggu sekali. C. Pengolahan Hasil Panen Kelapa Sawit 1. Identifikasi Tanaman Siap Panen Dalam budidaya kelapa sawit panen merupakan salah satu kegiatan penting dan merupakan saat-saat yang ditunggu oleh pemilik kebun, karena saat panen adalah indikator akan dimulainya pengembalian inventasi yang telah ditanamkan dalam budidaya. Melalui pemanenan yang dikelola dengan baik akan diperoleh produksi yang tinggi dengan mutu yang baik dan tanaman mampu bertahan dalam umur yang panjang. Pemanen kelapa sawit yang salah akan mengakibatkan rendahnya produksi dan pendeknya usia ekonomis. Oleh karena itu, pemanenan harus dilakukan dengan tepat agar tanaman tetap berproduksi baik dan diperoleh mutu yang baik. Selain itu setelah panen harus segera dilakukan penanganan pasca panen menginggat tandan buah kelapa sawit akan cepat mengalami penurunan mutu dalam waktu 24 jam setelah panen. Pertanyaan yang pertama kali muncul dalam benak pemilik kebun kepala sawit adalah kapan panen pertama/perdana dilakukan agar segera diperoleh hasil (baca uang) dan tidak merusak tanaman kelapa sawit. Penentuan panen pertama secara umum dilakukan berdasarkan umur tanaman dan dikoreksi melalui performa tanaman. Hal ini bermakna meskipun tanaman telah memiliki umur yang cukup untuk menghasilkan tandan buah sawit, tetapi bilamana performa tanaman, khususnya bonggol dan ukuran tandan buah terlaku kecil (kurang ari 3 kg) maka umur pertama panen di tunda dengan membuang bunga dan b akal buah yang ada. Kelapa Sawit sudah mulai berbunga, tetapi tandan buah segar yang dihasilkan belum mencapai 3 kg sehingga tanaman belum dapat dikategorikan sebagai tanaman
menghasilkan. Bilamana performa/penampilan bonggol batang belum cukup kekar tetapi sudah berbunga, maka pada tanaman tersebut harus diablasi yaitu pembuangan bunga untuk membuang tandan kecil (kurang dari 3 kg) pada tanaman baru berbuah dan untuk mendorong pertumbuhan tanaman agar diperoleh pertumbuhan tanaman yang seragam. Secara normal kelapa sawit yang tumbuh subur sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5 tahun jika dihitung mulai dari penanaman biji kecambah di pembibitan. Namun jika dihitung mulai penanaman di lapangan maka tanaman berbuah dan siap panen pada umur 2,5 tahun. 2. Identifikasi Tandan Buah Masak Jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan kelapa sawit bergantung dari berbagai faktor, dan salah satu faktor terpenting adalah kematangan buah pada saat dipanen dan penangananya sampai di PKS. Panen harus menghasilkan tandan buah segar pada kematangan optimal, pemanenan pada tandah buah mentah (belum optimal) cenderung akan mengakibatkan berkurangnya jumlah minyak yang dihasilkan, dan sebaliknya pemanenan yang terlalu matang dan penanganan yang lambat atau busuk akan menghasilkan minyak dengan kandungan Free Fatty Acid (asam lemak bebas) yang tinggi. Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah 20-22 tandan/tahun. Pada tanaman yang semakin tua produktivitasnya semakin menurun menjadi 12 14 tandan/tahun. Banyaknya buah yang terdapat dalam satu tandan tergantung pada faktor genetik, umur, lingkungan dan teknik budidaya. Jumlah buah pertandan pada tanaman yang cukup tua mencapai 1600 buah. Matang panen kelapa sawit dapat dilihat secara visual dan secara fisiologi. Secara visual dapat dilihat dari perubahan warna kulit buah menjadi merah jingga, sedangkan secara fisiologi dapat dilihat dari kandungan minyak yang maksimal dan kandungan asam lemak bebas yang minimal. Pada saat matang tersebut dicirikan pula oleh membrondolnya buah. Kriteria tandan buah yang masak pada tanaman muda dan tanaman menghasilkan sedikit berbeda. Pada tanaman muda yang baru pertama kali dipanen, kriteria matang tandan matang panen berupa 1-2 brondolan per tandan perlu digunakan mengingat tandan masih kecil dan cepat masak. Standar ini harus disesuaikan berdasarkan kondisi iklim setempat dan pengalaman pekerja. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih. Ciri-ciri lain yang digunakan adalah apabila sebagian buah sudah membrondol (jatuh di piringan). Secara alamiah dan bobot rata-rata tandan sudah mencapai 3 kg. Jumlah brondolan buah inilah yang dijadikan dasar untuk memanen tandan buah, yaitu tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan kurang lebih 10 butir dan tanaman dengan umur lebih 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15-20 butir. Namun secara praktis digunakan kriteria umum yaitu pada setiap 1 kg tandan buah segar (TBS) terdapat 2 brondolan. Kriteria panen yang diharapkan adalah bila tingkat kematangan buah sudah mencapai fraksi kematangan 1 – 3 dimana persentase buah luar yang jatuh sekitar 12,5 %-75 %. Ada dua jenis sistem panen, yaitu sistem giring dan sistem tetap. 3. Persiapan Panen Teknik panen yang baik bertujuan untuk memperoleh jumlah minyak maksimum dengan kualitas yang paling baik. Untuk mencapai maksud ini perlu kematangan buah yang optimum, selang panen yang tepat, metode pengumpulan buah, dan pengangkutan hasil yang baik ke pabrik pengolahan buah sawit. Aspek yang paling penting diperhatikan dalam panen dan pengangkutan buah adalah hal-hal yang mempengaruhi kualitas akhir dari minyak sawit, khususnya menyangkut kadar asam lemak bebas. Jadi, untuk mendapatkan hasil panen yang berkualitas tinggi sebaiknya dibuat persiapan panen yang baik.
Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan membentuk buah setelah umur 2-3 tahun. Buah akan menjadi masak sekitar 5-6 bulan setelah penerbukan. Agar panenan berjalan lancar, tempat pengumpulan hasil (TPH) harus dipersiapkan dan jalan pengangkutan hasil (pasar pikul) diperbaiki untuk memudahkan pengangkutan hasil panen dari kebun ke pabrik. Para pemanen juga harus mempersiapkan peralatan yang akan digunakan. Pemanenan kelapa sawit perlu memperhatikan beberapa ketentuan umum agar tandan buah segar (TBS) yang dipanen sudah matang, sehingga minyak kelapa sawit yang dihasilkan bermutu baik. 4. Kriteria Tanaman Menghasilkan Agar tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat digolongkan menjadi tanaman menghasilkan (TM), maka perlu diperhatikan kriteria berikut. a) Kerapatan panen telah mencapai 60% atau lebih b) Bobot tandan rata-rata lebih berat daripada 3 kg. c) Angka sebaran panen lebih banyak daripada 5. Tabel. Tingkatan TBS yang dipanen Tingkat 0. 1. 2. 3. 4. 5.
Jumlah Brondolan 1-12,5% buah luar membrondol 12,5-25% buah luar membrondol 25-50% buah luar membrondol 50-75% buah luar membrondol 75-100% buah luar membrondol Buah dalam juga membrondol, dan ada buah yang busuk
Kematangan Mentah Kurang matang Matang I Matang II Lewat matang I Lewat matang II
Sumber: Pusat Penelitan Marihat, 1983 Jadi, berdasarkan tingkat TBS yang dipanen tersebut di atas, maka derajat kematangan yang baik adalah jika tandan-tandan yang dipanen berada tingkat 1,2, dan 3. Secara ideal dengan mengikuti ketentuan dan kriteria matang panen dan terkumpulnya brondolan serta pengangkutan yang lancar, maka dalam suatu panenan akan diperoleh komposisi tingkat tandan segar sebagai berikut. 1) Jumlah brondolan di pabrik sekitar 25% dari berat tandan seluruhnya. 2) Tandan yang terdiri atas tingkat kematangan 2 dan 3 minimal 65% dari jumlah tandan. 3) Tandan yang terdiri atas tingkat kematangan 1 maksimal 20% dari jumlah tandan. 4) Tandan yang terdiri atas tingkat kematangan 4 dan 5 maksimal 15% dari jumlah tandan. Untuk memperoleh tingkat kematangan tandan perlu diatur frekuensi panen atau putaran panen di suatu kebun. Dalam keadaan yang tidak terhindarkan, dapat saja hasil panenan dari tingkat kematangan tandan yang lebih tinggi, sehingga komposisi tandan buah segar (TBS) dengan tingkat kematangan (3 dan 4) : 65%, mulai matang (2) : 20%, dan lewat matang (5) : 15%. Dengan komposisi demikian akan diperoleh produksi minyak maksimum dengan biaya minimum dan asam lemak bebas (ALB) masih berada di bawah 5%. 5. Frekuensi panen Untuk memperoleh keseragaman kematangan pada standar yang dikehendaki, maka suatu areal pertanaman harus dipanen setiap hari. Karena hal seperti ini tidak ekonomis, maka perlu diadakan putaran atau rotasi panen.
Untuk menentukan selang atau interval panen yang tepat perlu dievaluasi kekurangan setiap panen serta kualitas dan kuantitas maksimum. Sebaiknya memanen tidak perlu terlalu singkat dan terlalu lama untuk memperoleh kuantitas dan kualitas hasil serta biaya panen yang optimal. Umumnya putaran panen yang dianjurkan adalah 7-10 hari. Jika selang waktu kurang dari 7 hari, banyak buah kurang matang; tetapi jika selang waktu lebih dari 10 hari, maka banyak buah kelewat matang; sehingga tandan buah segar tidak merata matangnya. 6. Pengolahan Hasil Panen Hasil panen dari kebun merupakan tandan buah segar (TBS) yang harus segera diangkut ke pabrik pengolahan untuk mendapatkan hasil minyak kelapa sawit yang bermutu tinggi. Proses pengolahan hasil panen ini b erlangsung cukup panjang, dimulai dari pengangkutan TBS dari lahan pertanaman ke pabrik pengolahan sampai menghasilkan minyak kelapa sawit dan hasil sampingannya. Hasil olahan utama TBS pada pabrik pengolahan adalah: a. Minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah, b. Minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit. 7. Pengangkutan TBS ke Pabrik Pengolahan Tandan buah segar (TBS) yang baru dipanen harus segera diangkut ke pabrik dapat segera diolah. Buah yang tidak dapat segera diolah akan mengalami kerusakan atau akan menghasilkan minyak dengan kadar asam lemak bebas tinggi, sehingga sangat berpengaruh tidak baik terhadap kualitas minyak yang dihasilkan. Salah satu upaya untuk menghindari terbentuknya asam lemak bebas adalah pengangkutan buah dari kebun ke pabrik harus dilakukan secepatnya dan menggunakan alat angkut yang baik, seperti lori, traktor gandengan, atau truk. Sebaiknya dipilih alat angkut yang besar, cepat, dan tidak terlalu banyak membuat guncangan selama dalam perjalanan. Hal ini untuk menjaga agar perlukaan pada buah tidak terlalu banyak. Segera setelah sampai di pabrik, pengolahan harus secepatnya ditimbang dulu, kemudian memasuki tahap-tahap pengelolaan selanjutnya. Tandan buah segar yang diterima dari kebun harus ditimbang dengan cermat yang nantinya perlu di dalam proses pengendalian mutu, rendemen hasil yang diperoleh. TBS yang sudah diterima dari kebun dan sudah ditimbang harus secepat mungkin masuk pengolahan tahap pertama agar gradasi mutu dapat ditekan sekecil mungkin, yaitu tahap perebusan atau sterilisasi tanda buah.
BAB III KESIMPULAN
Setelah ditinjau dari pembuatan makalah ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang dibudidayakan yang memerlukan kondisi lingkungan yang baik atau cocok, agar mampu tumbuh subur dan dapat berproduksi secara maksimal. 2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit antara lain keadaan iklim dan tanah. Selain itu, faktor yang juga mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit adalah faktor genetis, perlakuan budidaya, dan penerapan teknolgi. 3. Produktifitas dan hasil produksi tanaman turut dipengaruhi oleh serangan hama dan penyakit. 4. Masing-masing hama dan penyakit memberikan serangan dan gejala yang berbeda-beda pada tiap bagian tanaman kelapa sawit. 5. Hama yang paling sering dijumpai pada tanaman kelapa sawit adalah ulat api, dan tikus sebagai hama mamalia yang paling banyak dijumpai. 6. Untuk penyakit yang meyerang tanaman ini, bagian yang paling sering diserang yaitu bagian daun tanaman. 7. Penyakit pada tanaman ini dapat dikendalikan dengan pemberian herbisida atapunu pestisida, sedangkan untuk pengendalian hama yang menyerang, dapat dikendaliakan dengan pelepasan predator dari hama itu sendiri, untk menghindari ledakan hama penyerang tanaman ini. 8. Untuk teknik panen yang baik bertujuan untuk memperoleh jumlah minyak yang maksimum dengan kualitas yang paling baik. 9. Buah yang dipanen itu harus mencapai optimum kematangannya dengan selang panen yang tepat, sesuai kriteria matangnya dan pengangkutan hasil yang baik ke pabrik pengolahan buah sawit. 10. Rendemen minyak (RM) yang diperoleh di pabrik sangat dipengaruhi oleh standar kematangan buah yang mana buah berubah warna dari hitam menjadi merah oranye hingga kematangan penuh. 11. Hasil panen dari kebun merupakan tandan buah segar (TBS) yang harus segera diangkut ke pabrik pengolahan untuk mendapatkan hasil minyak kelapa sait yang bermutu tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Setyamidjaja dan Djoehana. 1991. Budidaya Kelapa sawit. Kanisius. Yogyakarta Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. 410 hal. Perangin-angin, S.A. 2006. Pengendalian Gulma di Kebun Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Kawan Batu Estate, PT. Teguh Sempurna, Minamas Plantation, Kalimantan Tengah. Zaman, F.F.S.B. 2006. Manajemen Pengendalian Hama dan penyakit pada Tanaman Belum Mengahasilkan di Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) PT. Sastrosayono, S., 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta. Setyamidjaja, D. 2006. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta. 62 Hal. Sunarko, 2008. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta. http://hendrasagio.blogspot.com/2010/10/blog-post.html. Diakses pada tanggal 20 Maret 2012. http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/2122285-panen-kelapa-sawit/. Diakses pada tanggal 22 Maret 2012. http://isroi.com/2009/07/29/foto-foto-sawit/. Diakses pada tanggal 20 Maret 2012. http://kabarsawit.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 20 Maret 2012. http://rony-bujangjumendang.blogspot.com/2012/01/manajemen-panen-kelapa-sawittujuan.html. Diakses pada tanggal 22 Maret 2012. http://sawitgembala.blogspot.com/2010/08/kegiatan-panen-buah-segar-kelapa-sawit.html. Diakses pada tanggal 22 Maret 2012. http://sawitku.wordpress.com/2009/10/31/berbagai-hasil-olahan-dari-kelapa-sawit/. Diakses pada tanggal 20 Maret 2012. http://wwwbutonutara.blogspot.com/2011/09/kelapa-sawit-butur-untuk-kepentingan.html. Diakses pada tanggal 20 Maret 2012. Tim Bina Karya Tani. 2009. Pedoman Bertanam Kelapa Sawit . Yrama Widya. Bandung.