LAPORAN SEVEN JUMP SKENARIO KASUS 2 DENGAN GANGGUAN PADA SISTEM PERSEPSI SENSORI: KATARAK
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sistem Persepsi Sensori Dosen Pengampu : Ns. Dewi Erna Melisa, M.Kep
Disusun oleh : Kelompok A Siti Kholifah (213.C.0003) Yuhana (213.C.0005) Soni Riyadi (213.C.0007) Annisa Juliarni (213.C.0009) Sri Rahayu (213.C.0011) Devi Nur R (213.C.0012) Neneng Humairoh (213.C.0014) Dicky Priadi S (213.C.0016) Maula Rizka S (213.C.0017) Enika Nurul I.K (213.C.0018) Ady Hidayatullah (213.C.0023) Khaedar Ali (213.C.0030) Chintya Intansari (213.C.0032) Rivna Andrari L (213.C.0035) Afif Ubaidillah (213.C.0037) Nurtusliawati (213.C.0041) Fitria Dewi (213.C.0046) Nosa Defitha A (214.C.1037)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MAHARDIKA CIREBON 2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan dengan judul “Laporan Seven Jump Dengan Gangguan Pada Sistem Persepsi Sensori: Katarak”. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sistem Persepsi Sensori pada Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Mahardika Cirebon. Selama proses penyusunan laporan ini kami tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang berupa bimbingan, saran dan petunjuk baik berupa moril, spiritual maupun materi yang berharga dalam mengatasi hambatan yang ditemukan. Oleh karena itu, sebagai rasa syukur dengan kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat : 1. Ibu Ns. Dewi Erna Melisa, M.Kep yang telah memberikan bimbingan dan dorongan dalam penyusunan laporan ini sekaligus sebagai tutor Mata Kuliah Sistem Persepsi Sensori. 2. Orangtua kami yang tercinta serta saudara dan keluarga besar kami yang telah memberikan motivasi/dorongan dan semangat, baik berupa moril maupun materi lainnya. 3. Sahabat-sahabat kami di STIKes Mahardika, khususnya Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. Semoga Allah swt. membalas baik budi dari semua pihak yang telah berpartisipasi membantu kami dalam menyusun laporan ini. Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun untuk perbaikan penyusunan selanjutnya. Kami berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin… Wassalamu’alaikum wr.wb. Cirebon, Maret 2016 Kelompok A
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..........................................................................................
i
Daftar Isi .....................................................................................................
ii
Laporan Seven Jump ..................................................................................
1
Step 1 Kata Kunci ......................................................................................
4
Step 2 Pertanyaan Kasus ...........................................................................
6
Step 3 Jawaban Kasus ...............................................................................
7
Step 4 Mind Mapping ................................................................................
15
Step 5 Learning Objektif ...........................................................................
16
Step 6 Informasi Tambahan ......................................................................
17
Step 7 Pendahuluan ...................................................................................
28
Lampiran 1 Teori dan Analisis Kasus ........................................................
29
Lampiran 2 Jurnal ......................................................................................
79
Daftar Pustaka
ii
SEVEN JUMP Mata kuliah
: Blok Sistem Persepsi Sensori
Tingkat / semester
: 3 / VI
Hari / tanggal
: Rabu, 23 Maret 2016
SKENARIO KASUS II
Suatu hari datang seorang laki-laki berusia 56 tahun dengan keluhan penglihatan kabur seperti berawan. Padahal sudah menggunakan kacamata plus 1 dan minus 2,5 pada orbita dextra dan sinistra. Pasien mengeluh sulit beraktivitas, jika terkena sinar/paparan sinar matahari matanya silau dan jika melihat sesuatu berbayang-bayang atau menjadi dua bayangan. Hasil pemeriksaan fisik dengan ophtalmoscope diperoleh hasil pada bagian kornea ada selaput putih. Dua tahun yang lalu pasien dinyatakan menderita diabetes melitus, dan menjalankan pengobatan secara teratur. Hasil pemeriksaan TTV saat ini diperoleh: TD
: 140/90 mmHg
Nadi
: 84x/menit
Suhu
: 37,4oc
RR
: 24x/menit
BB
: 78kg dan
GDS terakhir : 210
1
A.
TUGAS MAHASISWA 1.
Setelah membaca dengan teliti skenario di atas mahasiswa membahas kasus tersebut dengan kelompok, dipimpin oleh ketua dan sekretaris.
2.
Melakukan aktifitas pembelajaran individual di kelas dengan menggunakan buku ajar, jurnal dan internet untuk mencari informasi tambahan.
3.
Melakukan diskusi kelompok mandiri (tanpa dihadiri fasilitator) untuk melakukan curah pendapat bebas antar anggota kelompok untuk menganalisa informasi dalam menyelesaikan masalah.
4.
Berkonsultasi pada narasumber yang telah ditetapkan oleh fasilitator.
5.
Mengikuti kuliah khusus dalam kelas untuk masalah yang belum jelas atau tidak ditemukan jawabannya untuk konsultasi masalah yang belum jelas
6.
B.
Melakukan praktikum pemeriksaan fisik antenatal dan sadari.
PROSES PEMECAHAN MASALAH Dalam diskusi kelompok mahasiswa diharapkan dapat memecahkan problem yang terdapat dalam scenario dengan mengikuti 7 langkah penyelesaian masalah di bawah ini: 1.
Klarifikasi istilah yang tidak jelas dalam skenario di atas, dan tentukan kata / kalimat kunci skenario di atas.
2.
Identifikasi problem dasar skenario, dengan membuat beberapa pertanyaan penting.
3.
Analisa problem-problem tersebut dengan menjawab pertanyaanpertanyaan di atas.
4.
Klarifikasikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
5.
Tentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh mahasiswa atas kasus di atas. Lahkah 1 sampai 5 dilakukan dalam diskusi tutorial pertama dengan fasilitator.
6.
Cari informasi tambahan informasi tentang kasus di atas di luar kelompok tatap muka; dilakukan dengan belajar mandiri.
2
7.
Laporkan hasil diskusi dan sintetis informasi-informasi yang baru ditemukan; dilakukan dalam kelompok diskusi dengan fasilitator.
8.
Seminar; untuk kegiatan diskusi panel dan semua pakar duduk bersama untuk memberikan penjelasan atas hal-hal yang belum jelas.
Penjelasan: Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi yang diperlukan untuk sampai pada kesimpilan akhir, maka proses 6 bisa diulangi dan selanjutnya dilakukan lagi langkah 7. Kedua langkah di atas bisa diulang-ulang di luar tutorial dan setelah informasi dirasa cukup dilakukan langkah nomor 8.
3
STEP 1 KATA KUNCI
1.
Orbita
: rongga bertulang tempat beradanya bola mata
2.
Dextra
: arah kanan
3.
Sinistra
: arah kiri
4.
Ophthalmoscope
: alat yang mengandung cermin berlubang dan lensa yang digunakan untuk memeriksa bagian dalam mata.
5.
Ophthalmoscopy
: pemeriksaan mata dengan ophthalmoscope yang dilakukan untuk tujuan diagnosis
6.
Diabetes mellitus
: suatu keadaan yang ditandai dengan hiperglikemia akibat difisiensi insulin atau penurunan efektivitas kerja insulin.
7.
Kornea
: selaput putih bersifat transparan yang terletak dibagian depan mata yang tembus pandang yang menutupi iris dan pupil.
8.
Hipertensi
: tekanan darah atau denyut jantung yang lebih tinggi dari normal, disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah atau karena gangguan lain.
9.
Silau
: suatu proses pada mata sebagai akibat dari retina terkena sinar yang berlebihan (Grandjean, 1988 dalam Firmansyah. F, 2010).
10. Mata plus (miopi)
: ketidakmampuan mata untuk melihat benda yang jauh dengan jelas. Kelainan ini dapat diatasi dengan menggunakan kacamata berlensa minus (lensa cekung).
11. Mata minus
: ketidakmampuan mata untuk melihat benda (hipermiopi) yang dekat dengan jelas. Kelainan ini dapat diatasi dengan menggunakan kacamata berlensa plus (lensa cembung)
12. Melihat dengan dua : pengelihatan samar yang tidak fokus pada satu titik bayangan
4
13. Selaput putih
: kornea yang mengeruh yang seharusnya bening transparan yang dapat menghalangi pengelihatan
14. Pengelihatan seperti : Pandangan yang tidak jelas seperti berkabut yang berawan terhalang oleh cairan seperti awan 15. Usia
: di tentukan berdasarkan perhitungan kalender, sehingga tidak dapat di cegah maupun dikurangi (Lestiani, 2010 dalam Rahmawati, M. L. A 2010).
16. GDS
: hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir (Widijanti, 2006 dalam Khudin, A. M, 2014).
5
STEP 2 PERTANYAAN KASUS
1.
Apakah gangguan mata pada kasus diatas ?
2.
Apakah perlu pemeriksaan pupil ? Apakah pemeriksaan yang lainnya selain opthalmoscope ?
3.
Apakah DM dan hipertensi dapat mempengaruhi katarak pada kasus diatas ?
4.
Mengapa klien menggunakan kacamata plus dan minus ?
5.
Apakah usia mempengaruhi terjadinya penyakit katarak ?
6.
Farmakolologi atau non farmakologi apa saja yang dapat diberikan pada pasien di kasus ?
7.
Apakah penyebab katarak pada kasus disebabkan oleh pembedahan ?
8.
Apakah riwayat keluarga harus dilakukan pemeriksaan dan Apakah riwayat genetik menjadi faktor penyebab pada kasus diatas ?
9.
Apakah paparan sinar matahari bisa menyebabkan penyakit katarak?
10. Apakah penanganan yang baik untuk kasus ini ? 11. Apakah pola makan mempengaruhi kasus ini ? 12. Apakah ada tanda dan gejala lain yang dapat timbul pada kasus ini ? 13. Apa diagnosa yang mungkin muncul dan apa intervensi yang mungkin diberikan pada klien?
6
STEP 3 JAWABAN KASUS
1.
Pasien pada kasus mengalami penyakit katarak yang didapat karena komplikasi dari Diabetes Melitus yang dideritanya. Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening menjadi keruh. Katarak umumnya merupakan keadaan keruh pada lensa mata yang biasanya bening dan transparan, lensa yang terletak dibelakan manik manik bersifat membiaskan dan memfokuskan cahaya pada retina atau selaput jala pada bintik kuningnya, bila lensa menjadi keruh atau cahaya tidak dapat di fokuskan pada bintikkuning dengan baik sehingga pengelihatan akan menjadi kabur, dalam keadaan ini kekeruhan pada lensa yang relatif kecil tidak banyak mengganggu pengelihatan, akan tetapi bila tingkat kekeruhannya tebal maka akan mengganggu pengelihatan (Ilyas, 2006 dalam Rasyid. R, Nawi. R, dan Zulkifli. 2010).
2.
Ya, ophthalmoscope merupakan salah satu pemeriksaan pupil. Selain itu, uji laboratorium kultur dan smear kornea atau konjungtiva dapat digunakan untuk mendiagnosa tentang infeksi. (Muttaqin dan Sari, 2009). Slitlamp memungkinkan dapat digunakan untuk pemeriksaan struktur anterior mata dalam gambaran mikroskopis. Dalam pemeriksaan mata yang komprehensif perlu dilakukan pengkajian TIO (Tekanan Intra Okuler). Alat yang dapat digunakan untuk mengukur TIO yaitu tonometer schiotz. Pengukuran ini hanya dilakukan pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun. Oftalmoskopi jugadapat digunakan untuk pemeriksaan mata bagian dalam (Usmarula. R, 2013).
3.
Katarak pada penyakit sistemik misalnya darah tinggi dapat disebabkan oleh karena terjadinya perubahan formasi struktur protein kapsul lensa sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas membran dan akhirnya terjadi peningkatan tekanan intra okular. Katarak yang terjadi pada diabetes melitus
7
disebabkan karena adanya perubahan glukosa menjadi sorbitol melalui jalur poliol, sehingga sorbitol menumpuk di dalam lensa dan menyebabkan kekeruhan pada lensa (Pollreisz, 2010 dalam Amindyta, O. 2013).
Sedang hubungan diabetes dengan kejadian katarak menurut Rasyid R & Nawi R, (2010) itu berpengaruh. Kelainan metabolik pada mata, ini dimaksudkan oleh adanya peningkatan glukosa darah atau hiperglikemi disertai berbagai kelainan metabolik akoibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, saraf dan pembuluh darah pada orang yang menderita diabetes melitus. Pada struktur mata dapat terkena oleh akibat penyakit diabetes melitus dan dapat mengakibatkan terjadinya katarak ini diakibatkan oleh adanya dehidrasi yang lama pada kapsul lensa yang juga mengakibatkan terjadinya kekeruhan pada lensa mata.
4.
Pada kasus, klien menggunakan kacamata plus dan minus. Data ini menunjukan bahwa klien sebelumnya mengalami miopi pada mata sebelah kanan dan hipermiopi pada mata sebelah kiri.
5.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Istiantoro, (2008) sebagai guru besar fakultas kedokteran Universitas Indonsia mengatakan bahwa proses degenerative mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh karena terjadi penurunan kerja metabolisme dalam tubuh (Rasyid. R, Nawi. R, dan Zulkifli. 2010) artinya Semakin meningkatnya usia maka semakin tinggi asam karbon, asam lemak, asam linolenat, zat-zat tersebut dapat menumpuk pada lensa dan menyebabkan kekeruhan pada lensa (Shinha et al., 2009 dalam Amindyta, O. 2013). semakin bertambahnya usia seseorang maka resiko terjadinya penyakit katarak akan semakin besar pula (Rasyid. R, Nawi. R, dan Zulkifli. 2010).
6.
Penatalaksanaan Katarak Perawatan pasien dengan katarak mungkin memerlukan rujukan untuk konsultasi dengan atau pengobatan oleh dokter mata yang lain atau dokter
8
mata berpengalaman dalam pengobatan katarak, untuk pelayanan di luar ruang lingkup dokter mata praktek. dokter mata dapat berpartisipasi dalam pengelolaan pasien, termasuk kedua perawatan pra operasi dan pasca operasi. Sejauh mana seorang dokter mata dapat memberikan pengobatan pasca operasi untuk pasien yang telah menjalani operasi katarak dapat bervariasi, tergantung pada lingkup negara hukum praktek dan peraturan dan sertifikasi dokter mata individu tersebut (Cynthia A. Murrill, 2014). a. Dasar untuk Pengobatan Keputusan pengobatan untuk pasien dengan katarak tergantung pada sejauh mana kecacatan visual nya. 1) Pasien Non Bedah Kebanyakan orang yang berusia di atas 60 tahun memiliki beberapa tingkat pembentukan katarak. Namun, beberapa orang tidak mengalami penurunan ketajaman visual atau memiliki gejala yang mengganggu aktivitas mereka sehari-hari. Jika pasien memiliki beberapa keterbatasan fungsional sebagai akibat dari katarak dan operasi tidak diindikasikan, mungkin tepat untuk mengikuti pasien dengan selang waktu 4 sampai 12 bulan untuk mengevaluasi kesehatan mata dan penglihatan untuk menentukan apakah kecacatan fungsionalnya berkembang. Hal ini penting bagi pasien untuk memiliki pemahaman dasar tentang pembentukan katarak, tanda-tanda nyata dan gejala yang berhubungan dengan perkembangan katarak, dan risiko dan manfaat dari perawatan bedah dan non-bedah. Pasien harus dianjurkan untuk melaporkan semua gejala nyata seperti penglihatan kabur, penurunan penglihatan dengan silau atau kondisi kontras rendah, diplopia, penurunan persepsi warna, berkedip, atau floaters. Karena kemajuan katarak sebagian besar dari waktu ke waktu, adalah penting bahwa pasien mengerti bahwa tepat waktu menindaklanjuti pemeriksaan dan manajemen yang penting untuk pengambilan keputusan yang
9
tepat dan intervensi untuk mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut (Cynthia A. Murrill, 2014). 2) Pasien bedah Dalam sebagian besar keadaan, tidak ada alternatif untuk operasi katarak untuk mengoreksi gangguan visual dan / atau meningkatkan kemampuan fungsional. Pasien harus diberikan informasi tentang hasil temuan dari pemeriksaan mata, pilihan intervensi bedah, dan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi ketajaman visual pasca
operasi
atau
kesehatan
mata.
Potensi
manfaat
dan
kemungkinan komplikasi harus dibahas. Selain itu, pasien harus disarankan bahwa operasi katarak merupakan prosedur elektif dalam banyak kasus yang harus dilakukan apabila ketajaman visual dan kemampuan fungsionalnya terganggu. Informasi ini harus diberikan sebelum pasien memutuskan apakah melanjutkan operasi katarak atau tidak. Jika pasien telah membuat keputusan untuk melakukan operasi katarak dokter mata harus membantu pasien dalam memilih ahli bedah mata dan membuat pengaturan yang diperlukan untuk prosedur ini. dokter mata harus menyiapka ahli bedah dengan hasil pemeriksaan diagnostik sebelum operasi (Cynthia A. Murrill, 2014) b. Pilihan yang tersedia Pengobatan 1) Pengobatan non bedah Katarak yang baru terdiagnosa dapat menyebabkan pergeseran kesalahan bias, kekaburan, berkurangnya kontras, dan silau masalah bagi pasien. Pengobatan awal untuk katarak gejala mungkin termasuk merubah pandangan atau resep kontak lensa untuk memperbaiki penglihatan, dilengkapi dengan filter ke dalam kacamata untuk mengurangi silau cacat, memberikan saran pada pasien untuk memakai topi bertepi dan kacamata hitam untuk mengurangi silau, dan dilatasi pupil untuk memungkinkan melihat dengan daerah yang lebih perifer lensa.
10
Mengganti resep lensa untuk mengimbangi perubahan dengan kesalahan bias akan sering secara signifikan meningkatkan penglihatan pasien. Namun, sebagai akibat dari perbaikan pandangan perubahan bias yang tidak sama atau unilateral, perbedaan ukuran gambar mungkin terjadi. Resep lensa dengan kurva dasar yang sama dan ketebalan pusat dapat membantu mengurangi masalah ini. Pasien katarak dalam satu mata mungkin memiliki kesulitan dengan tugastugas yang membutuhkan penglihatan binokular yang baik dan mungkin menjadi calon dari lensa kontak atau kombinasi lensa pemandangan-kontak. lensa kontak biasanya membantu untuk meminimalkan perbedaan ukuran gambar. Lensa kontak biasanya membantu untuk meminimalkan perbedaan ukuran gambar. Demikian pula, perubahan bias merata atau unilateral dapat menyebabkan deviasi vertikal yang menghasilkan ketidaknyamanan visual atau diplopia saat mendekati tugas yang dilakukan. Masalah ini sering dapat dikelola oleh desentrasi dari lensa kacamata, mengubah posisi bifocal, atau resep gaya berbeda segmen, daya prisma, atau lensa kontak. (Cynthia A. Murrill, 2014) 2) Pengobatan Kombinasi topikal dan oral antiglaucoma, antibiotik, dan obat antiinflamasi dapat diberikan kepada pasien sebelum, selama, dan setelah operasi (Cynthia A. Murrill, 2014)
7.
Pasien diabetes melitus memiliki komplikasi pascaoperasi katarak yang lebih banyak dibandingkan dengan pasien non diabetes melitus, terutama karena inflamasi pasca operasi yang lebih hebat dan tajam pengelihatan yang buruk (Nungki R.P, 2014).
8.
Pemeriksaan riwayat dahulu pada keluarga perlu dilakukan untuk menentukan faktor penyebab terjadinya katarak pada klien, karen a genetik cukup berperan dalam insidensi, onset, dan kematangan katarak senilis pada
11
keluarga yang berbeda dan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya katarak senilis.
9.
Ya, sinar matahari merupakan salah satu faktor penyebab penyakit katarak. Menurur Sirlan F, 2000 dalam Arimbi A.T, 2012 katarak penyakit degeneratif yang di pengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain : umur, dan jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain : pekerjaan, dan pendididkan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang, serta faktor lingkungan, yang dalam hubungannya dalam paparan sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari.
10. Salah astu penanganan
terbaik untuk katarak adalah pembedahan yang
dilakukan jika penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kaca mata untuk melakukan kegiatannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kaca matanya, menggunakan kaca mata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensan pembesar. Jika katarak tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan (Mutiarasari, D 2011).
11. Faktor nutrisi merupakan salah satu resiko untuk terjadinya katarak. Diet kaya laktosa dan galaktosa dapat menyebabkan katarak. Begitu pula dengan diet rendah riboflavin, triftopan dan berbagai asam amino lain. Penyelidikan di Punjab India memperlihatkan hubungan katarak dengan tingkat gizi, dimana katarak lebih umum terjadi pada tingkat gizi dan status ekonomi yang rendah dengan konsumsi makanan rendah protein dapat terlihat prevalensi katarak meningkat. Harding dan Rixon mengatakan bahwa diare berat dapat meningkatkan resiko terjadinya katarak. Bebrapa penelitian mengatakan bahwa diet tinggi vitamin C, E, karoten yang berefek antioksidan dapat mengurangi resiko katarak akibat pengaruh radikal bebas (Vitale. S & Taylor A, 2004 dalam Arimbi, A.T, 2012).
12
12. Tanda dan gejala lain yang dapat timbul pada klien adalah penurunan ketajaman pengelihatan. Opasitas pada lensa mata yang terjadi pada katarak menyebabkan gejala penurunan tajam penglihatan baik jauh maupun dekat tanpa rasa nyeri. Penglihatan menjadi kabur ketika lensa kehilangan kemampuan untuk membedakan dan memperjelas suatu obyek. Distorsi penglihatan juga dapat terjadi bahkan sampai menyebabkan diplopia monokular. Gejala lain yang dapat timbul antara lain rasa silau (glare), perubahan persepsi warna atau kontras, dan dapat mengubah kelainan refraksi. Selain itu katarak ditandai dengan kekeruhan pada lensa dan pupil berwarna putih dan abu-abu (leukokoria) (Ilyas S. 2010).
13. Diagnosa Keperawatan yang muncul pada ksus diatas adalah : a. Gangguan mobiltas fisik berhubungan dengan peurunan persepsi sensori Intervensi: 1.
Tentukan kemampuan klien untuk berpartisipasi di dalam aktivitas yang spesifik
2.
Anjurkan untuk menggunakan metode dalam meningkatkan aktivitas fisik sehari-hari secara tepat
3.
Kolaborasi
dengan
ahli
terapi
dalam
merencanakan
dan
memonitoring program aktivitas dengan tepat 4.
Instruksikan klien dan keluarga mengenai peran dalam aktivitas fisik, spiritusl dan kognitiv yang meyangkut fungsi dan kesehatan
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pisikologi disorder (kecemasan) Intervensi: 1.
Identifikasi perubahan terbaru dalam berat badan
2.
Monitor mual dan muntah
3.
Pantau keadaan mental (kebingungan, depresi, dan kecemasan)
4.
Lakukan pengujian laboratorium, hasil monitoring (kolesterol, serum albumin, transferrin, prealbumin, nitrogen urea darah, kreatinin,
13
hemoglobin, hematokrit, imunitas seluler, jumlah limfosit total, dan tingkat elektrolit). c.
Resiko injury berhubungan dengan adanya selaput putih pada kornea Intervensi: 1.
Identifikasi kebutuhan keamanan klien, berdasarkan tingkat fungsi fisik dan kognitif dan sejarah masa lalu dari perilaku
2.
Jauhkan obyek berbahaya dari lingkungan
3.
Ciptakan lingkungan yang aman untuk klien (posisi tempat tidur rendah)
4.
Manipulasi pencahayan untuk manfaat terapeutik
5.
Edukasi klien dan pengunjung tentang perubahan/pencegahan, sehingga mereka tidak akan sengaja mengganggu lingkungan direncanakan
14
STEP 4 MIND MAPPING
ASKEP: PENGKAJIAN DIAGNOSA INTERVENSI
PENCEGAHAN: PRIMER SEKUNDER TERSIER KATARAK
LP: DEFINISI ANFIS ETIOLOGI PATOFISIOLOGI
JURNAL: DIABETIC CATARACT PATHOGENESIS, EPIDEMIOLOGY AND TREATMENT
MEKANISME PERUBAHAN PASIEN DENGAN KATARAK
15
STEP 5 LEARNING OBJEKTIF
1. Mahasiswa mampu memahami anatomi dan fisiologi indera penglihatan 2. Mahasiswa mampu memahami penyakit katarak 3. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi katarak 4. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada klien katarak
16
STEP 6 INFORMASI TAMBAHAN
Hindawi Publishing Corporation, Journal of Ophthalmology Volume 2010, Article ID 608751, 8 pages
KATARAK DIABETES – PATOGENESIS, EPIDEMIOLOGI, DAN PENATALAKSANAAN
Katarak pada pasien diabetes merupakan penyebab utama kebutaan di negara-negara maju dan berkembang. Patogenesis pembangunan katarak diabetes masih belum sepenuhnya dipahami. Studi penelitian dasar terbaru telah menekankan peran dari jalur poliol dalam inisiasi proses penyakit. Studi berbasis populasi telah sangat meningkat pengetahuan kita mengenai hubungan antara diabetes dan pembentukan katarak dan memiliki fi faktor risiko didefinisikan de untuk pengembangan katarak. pasien diabetes juga memiliki risiko yang lebih tinggi komplikasi setelah operasi phacoemulsi fi kasi katarak dibandingkan dengan non diabetes. Aldosa-reductase inhibitors dan antioksidan telah terbukti manfaat resmi dalam pencegahan atau pengobatan dari pandangan kondisi yang mengancam ini di in vitro dan in vivo studi eksperimental. Makalah ini memberikan gambaran tentang patogenesis katarak diabetes, studi klinis menyelidiki hubungan antara diabetes dan pengembangan katarak, dan pengobatan saat ini katarak pada penderita diabetes. 1.
Pendahuluan Di seluruh dunia lebih dari 285 juta orang yang terkena diabetes mellitus. Jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi 439.000.000 pada tahun 2030 menurut International Diabetes Federation. Komplikasi yang sering dari kedua diabetes tipe 1 dan tipe 2 adalah diabetes retinopathy, yang dianggap kelima penyebab paling umum kebutaan hukum di Amerika Serikat. Dalam 95% dari penderita diabetes tipe 1 dan 60% dari penderita diabetes tipe 2 dengan durasi penyakit lebih dari 20 tahun, tanda-tanda retinopati diabetik terjadi. kasus yang lebih parah 17
dari retinopati diabetik proliferatif terlihat pada pasien yang menderita diabetes tipe 1. kontrol ketat dari hiperglikemia, lipid darah, dan tekanan darah telah terbukti manfaat resmi untuk mencegah perkembangan atau kemajuan. katarak dianggap sebagai penyebab utama gangguan penglihatan pada pasien diabetes sebagai kejadian dan perkembangan katarak meningkat pada pasien dengan diabetes mellitus. Hubungan antara diabetes dan pembentukan katarak memiliki telah ditunjukkan dalam penelitian epidemiologi dan dasar klinis studi. Karena meningkatnya jumlah tipe 1 dan tipe 2 penderita diabetes di seluruh dunia, kejadian katarak diabetes terus meningkat. Meskipun operasi katarak, yang paling umum prosedur ophthalmic bedah di seluruh dunia, adalah e ff efektif menyembuhkan, penjelasan pathomechanisms untuk menunda atau mencegah perkembangan katarak pada pasien diabetes masih menjadi tantangan. Lebih lanjut, pasien dengan diabetes mellitus memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi fromcataract operasi. Diabetes dan katarak menimbulkan kesehatan yang sangat besar dan beban ekonomi, khususnya di negara-negara berkembang, di mana pengobatan diabetes adalah insu FFI efisien dan operasi katarak sering tidak dapat diakses. 2.
Patogenesis Katarak Diabetes Enzim aldosa reduktase (AR) mengkatalisis reduksi glukosa menjadi sorbitol melalui jalur poliol, proses terkait dengan perkembangan katarak diabetes. Luas Penelitian telah difokuskan pada peran sentral jalur AR sebagai faktor memulai dalam pembentukan katarak diabetes. Telah terbukti bahwa akumulasi intraselular sorbitol menyebabkan perubahan osmotik yang mengakibatkan lensa hidropik serat-serat yang merosot dan katarak bentuk gula. Di lensa, sorbitol diproduksi lebih cepat daripada dikonversi ke fruktosa oleh enzim dehidrogenase sorbitol. Selain itu, karakter polar dari sorbitol mencegah intraselular penghapusan melalui di fusion. peningkatan akumulasi dari sorbitol menciptakan hyperosmotic efek yang menghasilkan suatu infus cairan untuk menyeimbangkan gradien osmotik. Hewan penelitian telah menunjukkan bahwa akumulasi intraselular poliol
18
menyebabkan
keruntuhan
menghasilkan
pembentukan
dan
pencairan
kekeruhan
berlensa, lensa.
yang
Temuan
akhirnya ini
telah
menyebabkan "osmotik Hipotesis" dari pembentukan katarak gula, menekankan bahwa intraseluler yang peningkatan cairan dalam menanggapi akumulasi AR-dimediasi poliol hasil di lensa bengkak yang terkait dengan kompleks perubahan biokimia akhirnya menyebabkan pembentukan katarak. Selain itu, penelitian telah menunjukkan bahwa stres osmotik di lensa disebabkan oleh sorbitol menginduksi akumulasi apoptosis pada sel epitel lensa (LEC) yang mengarah ke pengembangan katarak. hiperglikemik transgenik tikus mengekspresikan AR dan fosfolipase D (PLD) gen menjadi rentan untuk mengembangkan katarak diabetes kontras untuk tikus diabetes mengekspresikan PLD saja, enzim dengan fungsi kunci dalam osmoregulasi lensa. Ini Temuan menunjukkan bahwa gangguan dalam osmoregulasi yang mungkin membuat lensa rentan terhadap kenaikan bahkan kecil Armediated stres osmotik, berpotensi menyebabkan progresif pembentukan katarak. Peran stres osmotik sangat penting untuk pembentukan katarak yang cepat pada pasien muda dengan jenis diabetes mellitus 1 karena pembengkakan yang luas dari korteks bers lensa fi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Oishi et al. menyelidiki apakah AR terkait dengan pengembangan katarak diabetes dewasa. Tingkat AR dalam sel darah merah dari pasien di bawah 60 tahun dengan durasi singkat diabetes berkorelasi positif dengan prevalensi posterior katarak subkapsular. Sebuah korelasi negatif memiliki telah ditunjukkan pada pasien diabetes antara jumlah AR di eritrosit dan kepadatan lensa sel epitel, yang diketahui menurun pada penderita diabetes dibandingkan dengan non diabetes menunjukkan peran potensial dari AR di pathomechanism ini. Poliol jalur telah digambarkan sebagai primary mediator stres oksidatif diabetes yang diinduksi dalam lensa. stres osmotik disebabkan oleh akumulasi sorbitol menginduksi stres dalam retikulum endoplasma (ER), yang Situs utama dari sintesis protein, pada akhirnya mengarah ke generasi radikal bebas. stres ER juga dapat terjadi akibat fluktuasi kadar glukosa memulai sebuah protein dilipat respon (UPR) yang
19
menghasilkan spesies oksigen reaktif (ROS) dan menyebabkan stres oksidatif kerusakan anggota-lensa fi. Sana banyak publikasi terbaru yang menggambarkan oksidatif stres kerusakan bers lensa fi oleh pemulung radikal bebas di diabetics.However, tidak ada bukti bahwa radikal bebas memulai proses pembentukan katarak melainkan mempercepat meningkat pada aqueous humor dari penderita diabetes dan menginduksi generasi radikal hidroksil (OH-) setelah memasuki lensa melalui proses digambarkan sebagai reaksi Fenton. Radikal bebas oksida nitrat (NO) dan memperburuk perkembangannya. Hidrogen peroksida (H2O2), faktor lain meningkat pada lensa diabetes dan dalam aqueous humor, dapat menyebabkan formasi peroxynitrite meningkat, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan sel karena sifat oksidasi nya. Selanjutnya, peningkatan kadar glukosa dalam aqueous humor dapat menyebabkan glycation protein lensa, proses menghasilkan generasi radikal superoksida (O2) dan dalam pembentukan produk akhir glikasi lanjut (USIA). Dengan interaksi AGE dengan reseptor permukaan sel seperti reseptor untuk produk akhir glikasi maju dalam epitel lensa lanjut O2 dan H2O2are dihasilkan Selain peningkatan kadar radikal bebas, diabetes lensa menunjukkan gangguan kapasitas antioksidan, meningkatkan kerentanan mereka terhadap stres oksidatif. Hilangnya antioksidan diperburuk oleh glycation dan inaktivasi antioksidan lensa enzim seperti dismutases superoksida. Tembaga-seng superoksida dismutase 1 (defisiensi SOD-1) adalah yang paling dominan superoxide dismutase isoenzim di lensa. yang penting untuk degradasi radikal superoksida (O2) menjadi hidrogen peroksida (H2O) dan oksigen. Pentingnya defisiensi SOD-1 dalam perlindungan terhadap pengembangan katarak di hadapan diabetes mellitus telah terbukti dalam berbagai in vitro dan in vivo studi hewan. Kesimpulannya, berbagai publikasi mendukung hipotesis bahwa mekanisme memulai pembentukan katarak diabetes adalah generasi poliol dari glukosa oleh AR, yang menghasilkan peningkatan tekanan osmotik di bers lensa fi mengarah ke pembengkakan dan pecah mereka. Studi klinis Investigasi yang Insiden Katarak Diabetes Beberapa.
20
3.
Studi Klinis Telah Menunjukkan Bahwa Pembangunan Katarak Terjadi lebih sering dan pada usia awal diabetes dibandingkan dengan pasien nondiabetes. Data dari Framingham dan studi mata lainnya menunjukkan tiga sampai empat kali lipat peningkatan prevalensi katarak pada pasien dengan diabetes di bawah usia 65, dan sampai kelebihan prevalensi dua kali lipat pada pasien di atas 65, Risiko meningkat pada pasien dengan durasi yang lebih lama diabetes dan pada mereka dengan kontrol metabolik yang buruk. Jenis khusus dari katarak dikenal sebagai salju fl ake katarak-terlihat didominasi tipe muda 1 pasien diabetes dan cenderung berkembang cepat. Katarak mungkin reversibel di muda penderita diabetes dengan peningkatan kontrol metabolik. Jenis yang paling sering terlihat katarak pada penderita diabetes adalah usia-terkait atau berbagai pikun, yang cenderung terjadi sebelumnya dan berlangsung lebih cepat daripada di non diabetes. Wisconsin Epidemiologi Studi Retinopati Diabetik meneliti kejadian ekstraksi katarak pada penderita diabetes. Selanjutnya, faktor tambahan yang terkait dengan risiko yang lebih tinggi dari operasi katarak ditentukan. 10-tahun kejadian kumulatif katarak operasi adalah 8,3% pada pasien su ff kenai dari diabetes tipe 1 dan 24,9% pada mereka dari diabetes tipe 2. Prediktor operasi katarak termasuk usia, tingkat keparahan retinopati diabetes dan proteinuria dalam penderita diabetes tipe 1 sedangkan usia dan penggunaan insulin dikaitkan dengan peningkatan risiko tipe 2 diabetes. Pemeriksaan tindak lanjut dari Beaver Dam Eye Study kohort, yang terdiri dari 3.684 peserta 43 tahun dan lebih tua, dilakukan 5 tahun setelah evaluasi awal menunjukkan hubungan antara diabetes mellitus dan
katarak
pembentukan.
Dalam
studi
tersebut,
kejadian
dan
perkembangan kortikal dan posterior subkapsular katarak dikaitkan dengan diabetes. Selain itu, peningkatan kadar hemoglobin terglikasi yang terbukti berhubungan dengan peningkatan risiko katarak nuklir dan kortikal. Dalam analisis lebih lanjut dari studi Beaver Dam Eye prevalensi perkembangan katarak dipelajari dalam populasi 4.926 orang dewasa. Pasien diabetes lebih mungkin untuk mengembangkan kekeruhan lensa kortikal dan menunjukkan
21
tingkat yang lebih tinggi dari operasi katarak sebelumnya dari non diabetes. Analisis data membuktikan bahwa durasi yang lebih lama diabetes dikaitkan dengan peningkatan frekuensi katarak kortikal serta peningkatan frekuensi operasi katarak. Tujuan dari cross-sectional Blue Mountains Eye Study berbasis populasi adalah untuk menguji hubungan antara nuklir, cortical, dan posterior subkapsular katarak di 3654 peserta antara tahun 1992-1994. Penelitian ini mendukung temuan sebelumnya dari proyek-e ff berbahaya dari diabetes pada lensa. Posterior katarak subkapsular itu terbukti signi fi statistik cantly terkait dengan diabetes. Namun, berbeda dengan Beaver Dam Eye Study, katarak nuklir menunjukkan lemah, statistik tidak signifikan, asosiasi setelah disesuaikan untuk faktor risiko katarak lain yang dikenal. Sebuah studi kohort berbasis populasi dari 2335 orang lebih tua dari 49 tahun yang dilakukan di kawasan Blue Mountains Australia menyelidiki hubungan antara diabetes dan kejadian 5 tahun katarak. Hasil studi longitudinal ini dilakukan oleh kelompok yang sama dari peneliti sebagai Blue Mountains Eye Study menunjukkan kejadian 5 tahun dua kali lipat lebih tinggi dari katarak kortikal pada peserta dengan glukosa puasa terganggu. Statistik asosiasi signifikan fi ditunjukkan antara insiden posterior subkapsular katarak dan jumlah pasien diabetes baru didiagnosis. The Penurunan Proyek Visual dievaluasi faktor risiko untuk pengembangan katarak di Indonesia. Studi ini menunjukkan bahwa diabetes mellitus merupakan faktor risiko independen untuk posterior subkapsular katarak saat ini lebih dari 5 tahun. Tujuan dari studi Barbados Eye adalah untuk mengevaluasi hubungan antara diabetes dan lensa kekeruhan antara 4314 peserta hitam. Para penulis menemukan bahwa diabetes sejarah (18% prevalensi) terkait dengan semua perubahan lensa, terutama di usia muda. 4.
Operasi Katarak Pada Pasien Diabetes Phacomulsi fikasi adalah saat teknik yang lebih disukai di sebagian besar jenis katarak. Teknik ini dikembangkan oleh Kelman pada tahun 1967 dan tidak diterima secara luas sampai 1996.It menghasilkan kurang pasca operasi peradangan dan Silindris, rehabilitasi visual yang lebih cepat dan,
22
dengan
lensa
dilipat
modern,
insiden
lebih
rendah
capsulotomy
dibandingkan dengan operasi ekstrakapsular usang. Telah ada pergeseran baru dalam penekanan terhadap ekstraksi katarak sebelumnya pada penderita diabetes. operasi katarak disarankan sebelum lensa opacity menghalangi pemeriksaan fundus rinci. Sementara hasil keseluruhan operasi katarak sangat baik, pasien dengan diabetes mungkin memiliki hasil visi miskin daripada mereka yang tidak diabetes. Bedah dapat menyebabkan percepatan retinopati, menginduksi rubeosis atau menyebabkan perubahan makula, seperti macular edema atau makula cystoid busung. Hasil terburuk dapat terjadi pada mata dioperasikan dengan retinopati proliferatif aktif dan / atau yang sudah ada sebelumnya makula edema. Pada penderita diabetes dengan atau tanpa bukti diabetic retinopathy penghalang darah-aqueous terganggu menyebabkan peningkatan risiko pasca operasi peradangan dan pengembangan edema makula melihat-mengancam, sebuah proses yang diperburuk oleh operasi katarak. Faktor-faktor yang memengaruhi jumlah pasca operasi peradangan dan kejadian cystoid klinis dan angiografi edema makula adalah durasi operasi, ukuran dan kapsuler posterior luka pecah atau kehilangan vitreous. Liu et al. menunjukkan bahwa operasi phacoemulsi fikasi sebuah penghalang darah-berair lebih parah pada pasien diabetes dengan retinopati diabetik proliferatif dibandingkan pada pasien dengan retinopati diabetik nonproliferative atau pasien nondiabetes. Sebuah analisis dari para penerima fi Medicare bene (n = 139.759) dari years1997 melalui 2001 mengungkapkan bahwa tingkat cystoid diagnosis edema makula setelah operasi katarak secara statistik secara signifikan lebih tinggi pada pasien diabetes daripada di non diabetes. Beberapa studi klinis menyelidiki peran operasi katarak fi kasi phacoemulsi pada perkembangan retinopati diabetes. Satu tahun setelah operasi katarak, tingkat perkembangan retinopati diabetes berkisar antara 21% dan 32%. Borrillo et al. melaporkan tingkat perkembangan 25% setelah periode tindak lanjut dari 6 bulan. Sebuah tinjauan retrospektif 150 mata dari 119 pasien diabetes operasi kation phacoemulsi menjalani menunjukkan perkembangan yang sama
23
retinopati diabetik pada 25% kasus dalam periode tindak lanjut dari 6-10 months.A studi prospektif mengevaluasi onset atau memburuk edema makula pada 6 bulan setelah operasi katarak pada pasien dengan retinopati diabetik nonproliferative ringan atau sedang melaporkan kejadian 29% (30 dari 104 mata) dari makula edema berdasarkan data angiografi. Krepler et al. diselidiki 42 pasien yang menjalani operasi katarak dan melaporkan perkembangan retinopati diabetes dari 12% di dioperasikan v ersus 10,8% di mata nonoperated selama tindak lanjut dari 12 bulan. Selama periode ikutan sama 12 bulan, Squirrell et al. menunjukkan bahwa dari 50 pasien dengan diabetes tipe 2 yang menjalani operasi kation phacoemulsi fi unilateral 20% dari mata dioperasikan dan 16% dari nonoperated memiliki perkembangan retinopati diabetes. Liao dan Ku ditemukan dalam studi retrospektif yang keluar dari 19 mata dengan pra operasi ringan sampai sedang retinopati diabetes nonproliferative 11 mata (57,9%) menunjukkan perkembangan retinopati diabetes 1 tahun setelah operasi, sementara 12 mata (63,2%) telah berkembang 3 tahun pasca operasi. Tingkat perkembangan secara statistik signifikan jika dibandingkan dengan mata tanpa retinopathy sebelum operasi. prospektif studi baru ini diterbitkan dievaluasi mata dari 50 pasien diabetes dengan dan tanpa retinopathy setelah operasi katarak dengan tomografi koherensi optik. Para penulis melaporkan kejadian 22% untuk macula edema setelah operasi katarak (11 dari 50 mata) sementara edema makula tidak terjadi di mata tanpa retinopathy.When hanya mata dengan confirmed retinopati diabetes dievaluasi (n = 26), kejadian untuk pasca operasi edema makula dan kelainan cystoid meningkat menjadi 42% (11 dari 26 mata). sedikit perubahan dari nilai dasar ketebalan titik pusat yang diamati pada mata tanpa retinopati. Mata dengan moderat retinopati diabetik nonproliferative
atau
retinopati
diabetik
proliferatif
dikembangkan
peningkatan dari baseline 145 m dan 131 m bulan AT1 dan 3 bulan, masingmasing. The diselisih di penebalan retina antara 2 kelompok pada 1 dan 3 bulan secara statistik signifikan dan di antara pasien dengan retinopati berbanding terbalik dengan perbaikan ketajaman visual.
24
5.
Pengobatan Anticataract a.
Inhibitor Aldosa-Reductase Reduktase Aldosa (ARI) terdiri dari berbagai struktur di senyawa fferent seperti ekstrak tanaman, jaringan hewan atau spesifik molekul kecil. Pada tikus diabetes, tanaman flavonids, seperti quercitrin atau iso fl avone genistein, telah menunda pembentukan katarak diabetes. Contoh produk alami dengan diketahui AR aktivitas penghambatan ekstrak dari tanaman asli seperti Ocimum sanctum, Withania somnifera, Curcuma longa, dan Azadirachta indica atau Diabecon herbal India. Tingkat poliol dalam lensa tikus telah dikurangi dengan suntikan intrinsik ARI mengandung ekstrak dari ginjal dan sapi lensa manusia. Nonsteroidal anti-narkoba peradangan, seperti sulindac, aspirin atau naproxen telah dilaporkan untuk menunda katarak pada tikus diabetes melalui AR penghambatan lemah aktivitas. Beberapa penelitian eksperimental mendukung peran ARI dalam mencegah dan tidak hanya menunda pembentukan katarak diabetes. Dalam model tikus diabetes, hewan diperlakukan dengan AR inhibitor Renirestat. Penelitian ini melaporkan penurunan akumulasi sorbitol dalam lensa dibandingkan untuk tikus diabetes yang tidak diobati. Selanjutnya, dalam Ranirestat diperlakukan tikus diabetes tidak ada tanda-tanda kerusakan lensa seperti degenerasi, bengkak, atau gangguan dari anggota-lensa di seluruh masa pengobatan berbeda dengan kelompok yang tidak diobati. Dalam sebuah penelitian serupa, tikus diabetes diobati dengan berbagai ARI, Fidarestat. pengobatan Fidarestat benar perubahan cataractous dicegah pada hewan diabetes. Pada anjing yang dioleskan
ARI
Kinostat
telah
terbukti
untuk
membalikkan
perkembangan katarak gula. ARI lain dengan manfaat resmi effect pada katarak diabetes pencegahan mencakup Alrestatin, Imrestat, Ponalrestat, Epalrestat, Zenarestat, Minalrestat, atau Lidorestat. Studi ini memberikan alasan untuk penggunaan masa depan potensi ARI dalam pencegahan atau pengobatan katarak diabetes.
25
b.
Pengobatan antioksidan Katarak diabetes Seperti kerusakan oksidatif terjadi secara tidak langsung sebagai akibat dari akumulasi poliol selama pembentukan katarak diabetes, penggunaan agen antioksidan mungkin manfaat resmi. Anumberofdiff antioksidan erent telah dilaporkan untuk menunda pembentukan katarak pada hewan diabetes. Ini termasuk asam alpha lipoic antioksidan, yang telah terbukti menjadi efektif di kedua delay dan perkembangan
katarak
pada
tikus
diabetes.
Yoshida
et
al.
menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan tikus diabetes dengan vitamin E, lipid-larut dan vitamin antioksidan, dan insulin secara sinergis dicegah pengembangan dan perkembangan katarak pada hewan. Piruvat, antioksidan endogen, baru-baru ini mendapat perhatian untuk perusahaan penghambatan effect pada pembentukan katarak diabetes dengan mengurangi pembentukan sorbitol dan peroksidasi lipid dalam lensa. Sebuah studi yang dilakukan oleh Varma et al. menunjukkan bahwa kejadian katarak pada tikus diabetes lebih rendah pada kelompok piruvat diobati daripada di diobati kelompok kontrol. Selain itu, tingkat keparahan kekeruhan pada tikus piruvat diobati adalah kecil dibandingkan hewan kontrol. The beneficial effect piruvat dalam pencegahan katarak terutama dikaitkan dengan kemampuan efektif pemulungan untuk spesies oksigen reaktif yang dihasilkan oleh peningkatan kadar gula dalam hewan diabetes. Namun, pengamatan klinis pada manusia menunjukkan bahwa efek vitamin antioksidan pada pengembangan katarak kecil dan mungkin tidak membuktikan menjadi relevan secara klinis. c.
Agen farmakologis untuk Pengobatan Macular Edema Setelah Operasi Katarak Proin prostaglandin inflamasi telah terbukti terlibat dalam mekanisme yang mengarah ke kebocoran fluida dari kapiler perifoveal ke dalam ruang ekstraselular wilayah makula. Karena kemampuan nonsteroidal obat anti-inflamasi topikal (NSAIDs) untuk memblokir enzim
26
siklooksigenase
yang
bertanggung
jawab
untuk
produksi
prostaglandin, studi yang disarankan bahwa NSAID juga dapat mengurangi kejadian, durasi dan tingkat keparahan edema makula cystoid dengan menghambat pelepasan dan rincian dari sawar darahretina. Nepafenac, NSAID topikal diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan nyeri segmen anterior dan peradangan setelah operasi katarak, telah digunakan baru-baru ini dalam uji klinis untuk menguji keampuhan FFI dalam mengurangi kejadian edema makula setelah operasi katarak. Bahan aktif adalah prodrug yang cepat menembus kornea untuk membentuk metabolit aktif, amfenac, oleh hidrolase intraocula terutama di retina, epitel tubuh silia dan koroid. Sebuah studi retrospektif membandingkan insiden edema makula setelah lancar phacoemulsi fi kasi antara 240 pasien yang diobati selama 4 minggu dengan prednisolon topikal dan 210 pasien yang diobati dengan kombinasi prednisolon dan nepafenac untuk waktu yang sama. Para penulis menyimpulkan bahwa pasien yang diobati dengan prednisolon topikal saja memiliki insiden yang secara statistik secara signifikan lebih tinggi dari edema makula dibandingkan mereka yang diobati dengan nepafenac tambahan.
27
STEP 7 LAPORAN PENDAHULUAN
(terlampir)
28
Lampiran 1 Teori dan Analisis Kasus
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan gangguan penglihatan. Hal ini terjadi akibat adanya kerusakan pada lensa mata sehingga daya penglihatan mata berkurang (Djing, 2006). Menurut data WHO dalam Prastiyanto (2011) terdapat 50 juta kebutaan di dunia akibat katarak dan yang paling banyak adalah mereka yang tinggal di negara berkembang beresiko 10 kali lipat mengalami kebutaan akibat katarak dibandingkan penduduk negara maju. Indonesia sampai sekarang masih tercatat sebagai negara tertinggi jumlah penderita kataraknya di tingkat Asia Tenggara, mencapai 1,5% atau 2 juta jiwa (Firmansyah, 2015). Sebagai perbandingan di Bangladesh memegang angka 1%, di India 0,7% dan Thailand 0,3% (Manafe, 2013). Prevalensi penduduk dengan katarak di provinsi Jawa Timur masih dominasi dari daerah Madura dan Tapal Kuda seperti, Sampang, Bangkalan, Pamekasan, Pasuruan, Situbondo, dan Jember (Ardiantofani, 2014). Banyak faktor dikaitkan dengan terjadinya katarak antara lain umur, jenis kelamin, penyakit diabetes melitus (DM), pajanan terhadap sinar ultraviolet (sinar matahari), merokok, tingkat sosial ekonomi, tingkat
pendidikan,
paparan
asap, riwayat
penyakit
katarak,
dan
pekerjaan (Anas. Tamsuri, 2011).
B.
Rumusan Masalah Dari pemaparan dan uraian latar belakang masalah di atas, agar dalam Asuhan Keperawatan ini lebih terarah pembahasannya dan mendapatkan gambaran secara komprehensif. Maka sangat penting untuk dirumuskan pokok permasalahannya, yakni:
29
C.
1.
Apa definisi dari Katarak ?
2.
Bagaimana anatomi fisiologi dari Katarak ?
3.
Apa etiologi dari Katarak ?
4.
Bagaimana patofisiologi dari Katarak ?
5.
Apa manifestasi klinis dari Katarak ?
6.
Apa komplikasi dari Katarak ?
7.
Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Katarak ?
8.
Bagaimana penatalaksanaan dari Katarak ?
9.
Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari Katarak ?
Tujuan Penulisan 1.
Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah agar perawat atau masyarakat atau klien mampu menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif.
2.
D.
Tujuan Khusus a.
Untuk mengetahui definisi dari Katarak
b.
Untuk mengetahui fisiologi dari Katarak
c.
Untuk mengetahui etiologi dari Katarak
d.
Untuk mengetahui patofisiologi dari Katarak
e.
Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Katarak
f.
Untuk mengetahui komplikasi dari Katarak
g.
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Katarak
h.
Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Katarak
i.
Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari Katarak
Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari Asuhan Keperawatan ini adalah:
30
1.
Bagi Masyarakat atau Klien Memberikan informasi dan bahasan ilmiah tentang Asuhan Keperawatan Katarak.
2.
Bagi Penulis Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan seseorang dalam mempelajari, mengidentifikasi, dan mengembangkan teori yang telah disampaikan
mengenai
kasus
yang
berkaitan
dengan
Asuhan
Keperawatan Katarak. 3.
Bagi STIKes Mahardika Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan yang ada kaitannya dengan penyakit katarak, khususnya yang berkaitan dengan Asuhan Keperawatan Katarak.
31
BAB II TINJAUAN TEORI
A.
Definisi Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih, abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein pada lensa yang secara normal, transparan terurai dan mengalami koagulasi pada lensa (Corwin. Elizabeth J, 2009). Katarak merupakan keadaan dimana pada lensa mata atau kapsula lentis terjadi kekeruhan (opasitas) yang berangsur-angsur (Kowalak, 2011). Katarak berasal dari bahasa yunani “kataarrhakies” yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia, katarak disebut bular, yaitu penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya (Anas Tamsuri, 2011). Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa katarak merupakan penurunan ketajaman penglihatan dengan terjadinya lensa menjadi keruh yang diakibatkan oleh hidrasi (penambahan cairan) lensa.
B.
Anatomi Fisiologi Mata merupakan organ untuk penglihatan dan sangat sensitive terhadap cahaya karena terdapat photoreceptor. Influs saraf dari stimulasi photoreceptor dibawa ke otak pada lobus occipital di serebrum dimana sensasi penglihatan diubah menjadi persepsi. Reseptor penglihatan dapat memproses satu juta stimulus yang berbeda setiap detik (Tarwoto, 2009). 1.
Struktur Mata Bola mata berada diruangan cekung pada tulang tengkorak yang disebut orbit. Orbit tersusun oleh 7 tulang tengkorak yaitu tulang frontalis, lakrimalis, etmoidalis, zigomatikum, maksila, sphenoid dan
32
palatin yang berfungsi mendukung, menyanggah dan melindungi mata. Pada orbit terdapat dua lubang yaitu foramen optic untuk lintasan saraf optic dan arteri optalmik dan fisura bagian mata terdiri dari: a.
Sklera Sklera merupakan jaringan ikat fibrosa yang kuat berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya, kecuali dibagian depan yang transparan yang disebut kornea. Sklera memberi bentuk pada bola mata dan memberikan tempat melekatnya otot ekstrinsik.
b.
Kornea Kornea merupakan jendela mata, unik karena bentuknya transparan, terletak pada bagian depan mata berhubungan dengan sklera. Bagian ini merupakan tempat masuknya cahaya dan memfokuskan berkas cahaya. Kornea tersusun atas lima lapisan yaitu epithelium, membrane bowman stroma, membrane descemet dan endothelium.
c.
Lapisan koroid Lapisan koroid berwarna coklat kehitaman dan merupakan lapisan yang berpigmen, mengandung banyak pembuluh darah untuk member nutrisi dan oksigen pada retina. Warna gelap pada koroid berfungsi untuk mencegah refleksi atau pemantulan sinar. Pada bagian depan koroid membentuk korpus siliaris yang berlanjut membentuk iris.
d.
Iris Iris merupakan perpanjangan dari korpus siliaris ke enterior. Iris tidak tembus pandang dan berpigmen, berfungsi mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk kedalam mata dengan cara merubah ukuran pupil. Ukuran pupil dapat berubah karena mengandung serat-serat otot sirkuler yang mampu
33
menciutkan pupil dan serat-serat radikal yang menyebabkan pelebaran pupil. e.
Lensa Lensa mempunyai struktur bikonfeks,tidak mempunyai pembuluh darah, transparan dan tidak berwarna. Kapsul lensa merupakan membrane seni semipermiabel, tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. lensa berada dibelakang iris dan ditahan oleh ligamentum yang disebut zonula. Adanya ikatan lensa dengan ligamentum ini menyebabkan dua rongga bola mata yaitu bagian depan lensa dan bagian belakang lensa. Ruangan bagian depan lensa berisi cairan yang disebut aqueous humor, cairan ini diproduksi oleh korpus siliaris dan ruangan pada bagian belakang lensa berisi cairan vitreous humor. Kedua cairan tersebut berfungsi menjaga lensa tetap pada tempatnya dan dalam bentuk yang sesuai serta memberikan makanan pada kornea dan lensa. Lensa tersusun dari 65% air dan sekitar 35% protein dan sedikit mineral, terutama kalium. Lensa berfungsi untuk memfokuskan cahaya yang masuk kedepan retina melalui mekanisme akomodasi yaitu proses penuaan secara otomatis pada lensa untuk memfokuskan objek secara jelas dan jarak yang beragam.
f.
Retina Retina merupakan lapisan terdalam pada mata, melapisi dua pertiga bola mata pada bagian belakang. Pada bagian depan berhubungan dengan korpus siliaris di oraserata. Retina merupakan bagian mata yang sangat peka terhadap cahaya. Pada bagian
depan
retina
terdapat
lapisan
berpigmen
dan
berhubungan dengan koroid dan pada bagian belakang terdapat lapisan saraf dalam. Pada lapisan saraf dalam mengandung reseptor, sel bifolar, sel ganglion, sel horizontal dan sel amakrin. Ada dua sel reseptor atau photoreceptor pada retina yaitu sel
34
konus atau sel kerucut dan sel rod atau sel batang. Sel kerucut berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen ungu. Kedua pigmen tersebut akan terurai jika terkena sinar, terutama pada bagian pigmen berwarna ungu yang terdapat pada sel batang oleh karena itu pigmen pada sel batang berfungsi untuk situasi yang kurang terang atau malam hari. Sedangkan pigmen pada sel kerucut berfungsi lebih pada suasana terang atau pada tingkat intensitas cahaya yang tinggi dan berperan dalam penglihatan di siang hari. Pigmen ungu yang ada pada sel batang disebut rodopsin yang merupakan senyawa protein dan vitamin A. apabila terpapar sinar , rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A. pembentukan kembali pigmen tersebut terjadi dalam keadaan gelap dan memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap. Sedangkan pigmen lembayung dari sel kerucut merupakan senyawa yodopsin yang merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Pada sel kerucut terdapat 3 macam yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau dan biru sehingga sel kerucut dapat menangkap spectrum warna. Kerusakan pada salah satu sel kerucut akan menyebabkan buta warna. g.
Fovea sentralis Fovea sentralis merupakan bagian dari retina yang banyak sel kerucut tapi tidak ada sel batang. Pada fovea ini sel bifolar bersinap dengan sel ganglion membentuk jalur langsung ke otak. Berkas sinar yang masuk jatuh tepat pada fovea.
h.
Lutea macula Lutea macula merupakan daerah kekuningan yang berada sedikit lateral dari pusat.
35
Mata juga dilengkapi oleh organ asessoris seperti kelopak mata, alis, apparatus lakrimalis yang melindungi mata dan seperangkat otot ekstrinsik yang dapat menggerakan mata (Tarwoto, 2009). Sebagai
struktur
tambahan
mata,
dikenal
berbagai struktur
aksesori yang terdiri dari alis mata, kelopak mata, bulu mata, konjungtiva, aparatus lakrimal, dan otot-otot mata ekstrinsik. Alis mata dapat mengurangi masuknya cahaya dan mencegah masuknya keringat, yang dapat menimbulkan iritasi, ke dalam mata. Kelopak mata dan bulu mata mencegah masuknya benda asing ke dalam mata. Konjungtiva merupakan suatu membran mukosa yang tipis dan transparan. Konjungtiva palpebra melapisi bagian dalam kelopak mata dan konjuntiva bulbar melapisi bagian anterior permukaan mata yang berwarna putih. Titik pertemuan antara konjungtiva palpebra dan bulbar disebut sebagai conjunctival fornices (Seeley, 2006). Apparatus lakrimal terdiri dari kelenjar lakrimal yang terletak di sudut anterolateral orbit dan sebuah duktus nasolakrimal yang terletak di sudut inferomedial orbit. Kelenjar lakrimal diinervasi oleh serat-serat parasimpatis dari nervus fasialis. Kelenjar ini menghasilkan air mata yang keluar dari kelenjar air mata melalui berbagai duktus nasolakrimalis dan menyusuri permukaan anterior bola mata. Tindakan berkedip dapat membantu menyebarkan air mata yang dihasilkan kelenjar lakrimal (Seeley, 2006). Air mata tidak hanya dapat melubrikasi mata melainkan juga mampu melawan infeksi bakterial melalui enzim lisozim, garam serta gamma globulin. Kebanyakan air mata yang diproduksi akan menguap dari permukaan mata dan kelebihan air mata akan dikumpulkan di bagian medial mata di kanalikuli lakrimalis. Dari bagian tersebut, air mengalir
ke
saccus
lakrimalis
nasolakrimalis.
36
yang
kemudian
mata akan
menuju
duktus
Struktur aksesoris mata dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1. Otot-Otot Ekstrinsik Bola Mata Sumber: Saladin (2006)
Mata mempunyai diameter sekitar 24 mm dan tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu outer fibrous layer, middle vascular layer dan inner layer. Outer fibrous layer (tunica fibrosa) dibagi menjadi dua bagian yakni sclera dan cornea. Sclera (bagian putih dari mata) menutupi sebagian besar permukaan mata dan terdiri dari jaringan ikat kolagen padat yang ditembus oleh pembuluh darah dan saraf. Kornea merupakan bagian transparan dari sclera yang telah dimodifikasi sehingga dapat ditembus cahaya (Saladin, 2006). Middle vascular layer (tunica vasculosa) disebut juga uvea. Lapisan ini terdiri dari tiga bagian yaitu choroid, ciliary body, dan iris.
Choroid
merupakan lapisan yang sangat kaya akan pembuluh darah dan sangat terpigmentasi. Lapisan ini terletak di belakang retina. Ciliary body merupakan ekstensi choroid yang menebal serta membentuk suatu cincin muskular disekitar lensa dan berfungsi menyokong iris dan lensa serta mensekresi cairan yang disebut sebagai aqueous humor (Saladin, 2006).
37
Struktur anatomi yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3. Anatomi Bola Mata Sumber: Khurana (2007)
2.
Komponen Optik Mata Komponen optik dari mata adalah elemen transparan dari mata yang tembus cahaya serta mampu membelokkan cahaya (refraksi) dan memfokuskannya pada retina.
Bagian-bagian optik ini mencakup
kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreous body. Aqueous humor merupakan cairan serosa yang disekresi oleh ciliary body ke posterior chamber, sebuah ruang antara iris dan lensa. Cairan ini mengalir melalui pupil menuju anterior chamber yaitu ruang antara kornea dan iris. Dari area ini, cairan yang disekresikan akan direabsorbsi kembali oleh pembuluh darah yang disebut sclera venous sinus (canal of Schlemm) (Saladin, 2006). Lensa tersuspensi dibelakang pupil oleh serat-serat yang membentuk cincin
yang disebut
suspensory ligament,
menggantungkan lensa ke ciliary body.
38
yang
Tegangan pada ligamen
memipihkan lensa hingga mencapai ketebalan 3,6 mm dengan diameter 9,0 mm. Vitreous body (vitreous humor) merupakan suatu jelly transparan yang mengisi ruangan besar dibelakang lensa. Sebuah kanal (hyaloids canal) yang berada disepanjang jelly ini merupakan sisa dari arteri hyaloid yang ada semasa embrio (Saladin, 2006). 3.
Komponen Neural Mata Komponen neural dari mata adalah retina dan nervus optikus. Retina merupakan suatu membran yang tipis dan transparan dan tefiksasi pada optic disc dan ora serrata. Optic disc adalah lokasi dimana nervus optikus meninggalkan bagian belakang (fundus) bola mata. Ora serrata merupakan tepi anterior dari retina. Retina tertahan ke bagian belakang dari bola mata oleh tekanan yang diberikan oleh vitreous body. Pada bagian posterior dari titik tengah lensa, pada aksis visual mata, terdapat sekelompok sel yang disebut macula lutea dengan diameter kira-kira 3 mm. Pada bagian tengah dari macula lutea terdapat satu celah kecil yang disebut fovea centralis, yang menghasilkan gambar/visual tertajam. Sekitar 3 mm pada arah medial dari macula lutea terdapat optic disc. Serabut saraf dari seluruh bagian mata akan berkumpul pada titik ini dan keluar dari bola mata membentuk nervus optikus. Bagian optic disc dari mata tidak mengandung sel-sel reseptor sehingga dikenal juga sebagai titik buta (blind spot) pada lapang pandang setiap mata (Saladin, 2006).
4.
Mekanisme Penglihatan Fungsi utama mata adalah mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf sehingga dapat diterjemahkan oleh otak menjadi gambar visual. untuk menghasilkan gambar visual yang tepat dan diinginkan terjadi proses yang sangat kompleks dimulai adanya gelombang sinar/cahaya yang masuk ke mata (Tarwoto, 2009).
39
Berkas cahaya masuk ke mata melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor, lensa dan vitreous humor, dimana pada masing-masing bagian tersebut berkas cahaya dibiaskan (refraksi) sebelum akhirnya jatuh tepat diretina. jumlah cahaya yang masuk di mata akan diatur oleh iris dengan jalan membesarkan atau mengecilkan pupil. pada iris terdapat dua otot polos yang tersusun sirkuler dan radila yang mampu bergerak membesar atau mengecil membentuk pupil (Tarwoto, 2009). Agar sinar dari objek menghasilkan gambar yang jelas pada retina maka berkas sinar tersebut harus dibiaskan (direfrasikan). pembiasan cahaya untuk menghasilkan penglihatan yang jelas disebut pemfokusan. jarak terdekat dari objek yang dapat dilihat dengan jelas disebut titik dekat (puncutum proximum). sedangkan jarak terjauh saat benda tempak jelas tanpa kontraksi disebut titik jauh (puctum remotum). pemfokusan berkas cahaya merupakan peran utama dari lensa. lensa akan membiaskan cahaya yang masuk dan memfokuskan ke retina. kemampuan lensa untuk menyesuaikan cahaya dekat atau jauh ke titik retina disebut akomodasi. bentuk lensa sendiri dapat berubah-ubah dan diatur oleh otot siliaris yang merupakan otot polos melingkar
dan
melekat
pada
lensa
melalui
ligamentum
susupensorium. bentuk lensa yang bikonveks (cembung) akan membiaskan cahaya kesuatu titik/ mengumpul dibelakang lensa. sedangkan lensa bikonkaf (cekung) akan membiaskan cahaya menyebar di belakang lensa. sedangkan lensa bikonkaf (cekung) akan membiaskan cahaya menyebar di belakang lensa. semakin besar lingkungan suatu lensa di ukur dioptri (Tarwoto, 2009). Berkas cahaya dari lensa kemudian difokuskan di retina. retina merupakan bagian magta vertebrata yang peka terhadap cahaya dan mampu mengubahnya menjadi impuls saraf untuk dihantarkan ke otak melalui nervus optikus (nervus cranial II). pda retina terdapat lapisan saraf atau neuron yaitu neuron fotoreseptor, neuron bipolar dan neuron ganglion. neuron fotoreseptor merupakan reseptor yang peka terhadap
40
cahaya karena mengandung sel batang (rods) dan sel kerucut (cones). sel batang mengandung pigmen rodopsin yang khusus untuk penglihatan hitam putih dalam cahaya redup. rodopsin merupakan senyaawa prootein dsn vitamin A. Apanbila terkena sinar, maka rodopsin menjadi protein dan vitamin A. pembentukan kembali pigmen tersebut terjadi dalam keadaan gelap. sedangkan sel kerucut berisikan pigmen lembayung yang merupakan senyawa iodopsin yaitu gabungan senyawa retinin dan opsin. sel kerucut peka terhadap warna merah, hijau dan biru sehingga dapat menangkap spectrum warna dan dapat menghasilkan bayang yang tajam dalma cahaya terang (Tarwoto, 2009). Cahaya yang diterima oleh neuron fotoresptor akan di ubah dalam bentuk bayangan pertama, kemudian akan di ubah kembali menjadi bayangan pertama, kemudian akan diubah kembali menjadi bayangan kedua di sel bipolar dan selanjutnya menjadi bayangan ketiga di sel ganglion yang kemudian dibawa ke korteks penglihatan primer untuk dihasilkan visual penglihatan (Tarwoto, 2009).
C.
Etiologi Sebagian besar katarak, yang disebut katarak senilis, terjadi akibat perubahan degenerative yang berhubungan dengan penuaan. Pajanan terhadap sinar matahari selma hidup dan predisposisi herediter berperan dalam perkembangan katarak senilis. Katarak juga dapat terjadi pada usia berapa saja setelah trauma lensa, infeksi mata, atau pajanan terhadap radiasi atau obat tertentu. Janin yang terpajan virus rubella dapat mengalami katarak. Individu yang mengalami katarak, yang kemungkinan besar disebabkan olehg gangguan aliran darah ke mata dan perubahan penanganan dan metabolisme glukosa. (Corwin, 2009).
41
D.
Patofisiologi Lensa berisi 65% air, 35% protein dan mineral penting. Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna seperti kristal salju (Ilyas, 2008). Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak (Ilyas, 2008). Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama (Guyton, 1997). Katarak merupakan kondisi penurunan ambilan oksigen,penurunan air, peningkatan kandungan kalsium dan berubahnya protein yang dapat larut menjadi tidak larut. Pada proses penuaan, lensa secara bertahap
42
kehilangan air dan mengalami peningkatan dalam ukuran dan densitasnya. Peningkatan densitas diakibatkan oleh kompresi sentral serta lensa yang lebih tua. Saat serat lensa yang baru diproduksi dikorteks,serat lensa ditekan menuju sentral. Serat-serat lensa yang padat lama-lama menyebabkan hilangnya transparansi lensa yang tidak terasa nyeri dan sering bilateral (Ilyas, 2005). Selain itu berbagai penyebab katarak diatas menyebabkan gangguan metabolism pada lensa mata. Gangguan metabolisme ini, menyebabkan perubahan kandungan bahan-bahan yang ada didalam lensa yang pada akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan dapat berkembang diberbagai bagian lensa atau kapsulnya. Pada gangguan ini sinar yang masuk memalui kornea yang dihalangi oleh lensa yang keruh atau huram. Kondisi ini memburamkan bayangan semu yang sampai pada retina. Akibat otak mengiterprestasikan sebagai bayangan yang berkabut. Pada katarak yang tidak diterapi, lensa mata menjadi putih susu, kemudian berubah kuning, bahkan menjadi coklat atau hitam dank lien mengalami kesulitan dalam membedakan warna (Mansjoer, 2008).
43
Pathway
44
45
E.
Manifestasi Klinis Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat kemunduran secara progresif dan gangguan dari penglihatan. Penyimpangan penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis katarak ketika klien datang. 1.
Penurunan Ketajaman Visual Penurunan ketajaman visual merupakan keluhan yang paling umum dari pasien dengan katarak senilis. katarak dianggap relevan secara klinis jika ketajaman visual dipengaruhi secara signifikan. Selanjutnya, berbagai jenis katarak menghasilkan efek yang berbeda pada ketajaman visual (Vicente Victor D Ocampo, 2016). Misalnya, tingkat ringan posterior subkapsular katarak dapat menghasilkan penurunan berat ketajaman visual dengan dekat ketajaman mempengaruhi lebih dari jarak penglihatan, mungkin sebagai akibat dari miosis yang akomodatif. Namun, katarak sklerotik inti sering dikaitkan dengan penurunan ketajaman jarak dan dekat penglihatan yang baik (Vicente Victor D Ocampo, 2016).
2.
Kesilauan Silau adalah keluhan lain yang umum dari pasien dengan katarak senilis. Keluhan ini dapat mencakup seluruh spektrum dari penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan yang terang atau menonaktifkan silau siang hari untuk melemahkan silau dengan lampu melaju di malam hari (Vicente Victor D Ocampo, 2016). Gangguan visual seperti yang menonjol khususnya dalam katarak posterior subkapsular dan untuk tingkat yang lebih rendah, dengan katarak kortikal. Hal ini terkait frekuensi yang jarang dengan sclerosis inti. Banyak pasien mungkin mentolerir tingkat moderat silau tanpa banyak kesulitan dan dengan demikian silau dengan sendirinya tidak memerlukan manajemen bedah (Vicente Victor D Ocampo, 2016).
46
3.
Pergeseran Rabun Perkembangan katarak mungkin sering meningkatkan daya Dioptric dari lensa mengakibatkan derajat ringan sampai sedang miopia atau rabun bergeser. Akibatnya, pasien presbyopic melaporkan peningkatan pandangan dekat mereka dan kurang perlu untuk kacamata karena mereka mengalami apa yang disebut pandangan kabur atau dua bayangan. Namun, kejadian seperti ini sementara dan karena kualitas optik lensa memburuk, pandangan kabur atau dua bayangan akhirnya kalah (Vicente Victor D Ocampo, 2016). Biasanya, pergeseran rabun dan penglihatan kedua tidak terlihat di
kortikal
dan
posterior
katarak
subkapsular.
Selanjutnya,
pengembangan asimetris miopia lensa-diinduksi dapat mengakibatkan anisometropia
gejala
yang
signifikan
yang
mungkin
sendiri
memerlukan manajemen bedah. (Vicente Victor D Ocampo, 2016). 4.
Diplopia Monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area reflaktil padabagian tengah dari lensa, yang sering memberikan gerak gambaran terbaik pada reflek merah dengan retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa kotak (Vicente Victor D Ocampo, 2016).
F.
Komplikasi Menurut Ilyas (2007), komplikasi dari katarak, yaitu: 1.
Komplikasi Intra Operatif Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau efusi suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, incacerata kedalam luka serta retinal light toxicity.
47
2.
Komplikasi dini pasca operatif a.
COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan yang keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar, edema stroma dan epitel, hipotonus, brownMcLean syndrome (edema kornea perifer dengan daerah sentral yang bersih paling sering)
b.
Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus
c.
Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak adekuat yang dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan luka yang tidak sempurna, astigmatismus, uveitis anterior kronik dan endoftalmitis.
d.
Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi
3.
Komplikasi lambat pasca operatif a.
Ablasio retina
b.
Endoftalmitis kronik yang timbul karena organissme dengan virulensi rendah yang terperangkap dalam kantong kapsuler
c.
Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior lemah Malformasi lensa intraokuler, jarang terjadi.
G.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang Uji laboratorium kultur dan smear kornea atau konjungtiva dapat digunakan untuk mendiagnosa tentang infeksi. (Muttaqin dan Sari, 2009). Slitl amp memungkinkan dapat digunakan untuk pemeriksaan struktur anterior mata dalam gambaran mikroskopis. Dalam pemeriksaan mata yang komprehensif perlu dilakukan pengkajian TIO (Tekanan Intra Okuler).Alat yang dapat digunakan untuk mengukur TIO yaitu tonometer schiotz. Pengukuran ini hanya dilakukan pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun. Oftalmoskopi juga dapat digunakan untuk pemeriksaan mata bagian dalam.
48
1.
Snellen Eye Bagan Untuk menentukan berapa jelas seseorang benar-benar bisa melihatr, grafik mata snellen digunakan, dengan deretan huruf menurun dala ukuran. a.
Dari jarak tertentu, biasanya 20 kaki,seseorang membaca huruf menggunakan satu mata pada satu waktu.
b.
Jika seseorang dapat melihat hurufkecil di dibaris bertanda 20 kaki, maka visi 20/20 (penglihatan normal).
c.
Jika seseorang dapat membaca hanya turun melalui garis ditandai 40 kaki, visi 20/40 : yaitu dari 20 kaki pasien dapat membaca apa yang orang dengan penglihatan
normal dapat
dibaca dari 40 kaki. d.
Jika huruf besar pada garis bertanda 200 kaki tidak dapat dibaca dengan mata yang lebih baik, bahkan dengan kacamata, pasien dianggap buta
2.
Tes Ketajaman Visual Tes ketajaman visual dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ini adalah cara cepat untuk mendeteksi masalah penglihatan dan sering digunakan sekolah-sekolah atau untuk skrining masal.
3.
Tes Lainnya Sejumlah tes lainnya digunakan untuk mendiagnosa katarak atau menentukan apakah operasi diperlukan.sebuah grafik mirip dengan grafik snellen yang memiliki huruf ukuran yang sama, tetapi dalam kontras yang berbeda dengan
latar belakang, digunakan untuk
menguji sensitivitas kontras, kepekaan cahaya diuji dengan memiliki pasien membaca grafik dua kali, dengan dan tanpa lampu terang. 4.
Tes Fungsi Makula Tes fungsi makula yang mengevaluasi pusat visi akut mata, dapat membantu dokter mata menemukan perbaikan yang diharapkan dari operasi.Endotelium kornea, lapisan sael yang melapisi kornea, sensitif
49
terhadap trauma bedah dievaluasi sebelum operasi intraokular (University of Maryland Medical Center, 2012).
H.
Penatalaksanaan Perawatan pasien dengan katarak mungkin memerlukan rujukan untuk konsultasi dengan atau pengobatan oleh dokter mata yang lain atau dokter mata berpengalaman dalam pengobatan katarak, untuk pelayanan di luar ruang lingkup dokter mata praktek. dokter mata dapat berpartisipasi dalam pengelolaan pasien, termasuk kedua perawatan pra operasi dan pasca operasi. Sejauh mana seorang dokter mata dapat memberikan pengobatan pasca operasi untuk pasien yang telah menjalani operasi katarak dapat bervariasi, tergantung pada lingkup negara hukum praktek dan peraturan dan sertifikasi dokter mata individu tersebut (Cynthia A. Murrill, 2014). 1.
Dasar untuk Pengobatan Keputusan pengobatan untuk pasien dengan katarak tergantung pada sejauh mana kecacatan visual nya. a.
Pasien Non Bedah Kebanyakan orang yang berusia di atas 60 tahun memiliki beberapa tingkat pembentukan katarak. Namun, beberapa orang tidak mengalami penurunan ketajaman visual atau memiliki gejala yang mengganggu aktivitas mereka sehari-hari. Jika pasien memiliki beberapa keterbatasan fungsional sebagai akibat dari katarak dan operasi tidak diindikasikan, mungkin tepat untuk mengikuti pasien dengan selang waktu 4 sampai 12 bulan untuk mengevaluasi kesehatan mata dan penglihatan untuk menentukan apakah kecacatan fungsionalnya berkembang (Cynthia A. Murrill, 2014). Hal ini penting bagi pasien untuk memiliki pemahaman dasar tentang pembentukan katarak, tanda-tanda nyata dan gejala yang berhubungan dengan perkembangan katarak, dan
50
risiko dan manfaat dari perawatan bedah dan non-bedah. Pasien harus dianjurkan untuk melaporkan semua gejala nyata seperti penglihatan kabur, penurunan penglihatan dengan silau atau kondisi kontras rendah, diplopia, penurunan persepsi warna, berkedip, atau floaters. Karena kemajuan katarak sebagian besar dari waktu ke waktu, adalah penting bahwa pasien mengerti bahwa
tepat
waktu
menindaklanjuti
pemeriksaan
dan
manajemen yang penting untuk pengambilan keputusan yang tepat dan intervensi untuk mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut (Cynthia A. Murrill, 2014). b.
Pasien Bedah Dalam sebagian besar keadaan, tidak ada alternatif untuk operasi katarak untuk mengoreksi gangguan visual dan / atau meningkatkan kemampuan fungsional. Pasien harus diberikan informasi tentang hasil temuan dari pemeriksaan mata, pilihan intervensi bedah, dan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi ketajaman visual pasca operasi atau kesehatan mata. Potensi manfaat dan kemungkinan komplikasi harus dibahas. Selain itu, pasien harus disarankan bahwa operasi katarak merupakan prosedur elektif dalam banyak kasus yang harus dilakukan apabila ketajaman visual dan kemampuan fungsionalnya terganggu. Informasi ini harus diberikan sebelum pasien memutuskan apakah melanjutkan operasi katarak atau tidak (Cynthia A. Murrill, 2014) Jika pasien telah membuat keputusan untuk melakukan operasi katarak, dokter mata harus membantu pasien dalam memilih ahli bedah mata dan membuat pengaturan yang diperlukan untuk prosedur ini. dokter mata harus menyiapka ahli bedah dengan hasil pemeriksaan diagnostik sebelum operasi (Cynthia A. Murrill, 2014).
51
2.
Pilihan yang tersedia Pengobatan a.
Pengobatan Non Bedah Katarak yang baru terdiagnosa dapat menyebabkan pergeseran kesalahan bias, kekaburan, berkurangnya kontras, dan silau masalah bagi pasien. Pengobatan awal untuk katarak gejala mungkin termasuk merubah pandangan atau resep kontak lensa untuk memperbaiki penglihatan, dilengkapi dengan filter ke dalam kacamata untuk mengurangi silau cacat, memberikan saran pada pasien untuk memakai topi bertepi dan kacamata hitam untuk mengurangi silau, dan dilatasi pupil untuk memungkinkan melihat dengan daerah yang lebih perifer lensa (Cynthia A. Murrill, 2014). Mengganti resep lensa untuk mengimbangi perubahan dengan
kesalahan
bias
akan
sering
secara
signifikan
meningkatkan penglihatan pasien. Namun, sebagai akibat dari perbaikan pandangan perubahan bias yang tidak sama atau unilateral, perbedaan ukuran gambar mungkin terjadi. Resep lensa dengan kurva dasar yang sama dan ketebalan pusat dapat membantu mengurangi masalah ini. Pasien katarak dalam satu mata mungkin memiliki kesulitan dengan tugas-tugas yang membutuhkan penglihatan binokular yang baik dan mungkin menjadi calon dari lensa kontak atau kombinasi lensa pemandangan-kontak. lensa kontak biasanya membantu untuk meminimalkan perbedaan ukuran gambar (Cynthia A. Murrill, 2014). Lensa kontak biasanya membantu untuk meminimalkan perbedaan ukuran gambar. Demikian pula, perubahan bias merata atau unilateral dapat menyebabkan deviasi vertikal yang menghasilkan ketidaknyamanan visual atau diplopia saat mendekati tugas yang dilakukan. Masalah ini sering dapat dikelola oleh desentrasi dari lensa kacamata, mengubah posisi
52
bifocal, atau resep gaya berbeda segmen, daya prisma, atau lensa kontak (Cynthia A. Murrill, 2014). b.
Pengobatan Kombinasi topikal dan oral antiglaucoma, antibiotik, dan obat anti-inflamasi dapat diberikan kepada pasien sebelum, selama, dan setelah operasi (Cynthia A. Murrill, 2014). Pada katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan sebelum dilakukan pembedahan untuk melihat apakah
kekeruhan
sebanding
dengan
turunnya
tajam
penglihatan. Pada katarak nuklear tipis dengan miopia tinggi akan terlihat tajam penglihatan yang tidak sesuai, sehingga mungkin penglihatan yang turun akibat kelainan pada retina dan bila dilakukan pembedahan memberikan hasil tajam penglihatan yang tidak memuaskan. Sebaliknya pada katarak kortikal posterior yang kecil akan mengakibatkan penurunan tajam penglihatan yang sangat berat pada penerangan yang sedang akan tetapi bila pasien berada di tempat gelap maka tajam penglihatan akan memperlihatkan banyak kemajuan (Ilyas, 2007). Pengobatan definitif katarak adalah tindakan pembedahan. Pembedahan dilakukan apabila tajam penglihatan sudah menurun sehingga mengganggu kegiatan
sehari-hari
atau
adanya indikasi medis lainnya seperti timbulnya penyakitit. Pembedahan katarak dapat dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain ICCE, ECCE, dan fakoemulsifikasi. Setelah dilakukan pembedahan, lensa diganti dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tanam intraokuler (Ilyas, 2007). 1.
Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE) Tindakan
pembedahan
dengan
mengeluarkan
seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari
53
mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme,
glukoma,
uveitis,
endoftalmitis,
dan
perdarahan (Vicente Victor D Ocampo, 2016). 2.
Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE) Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder (Vicente Victor D Ocampo, 2016).
54
I.
Konsep Asuhan keperawatan 1.
Anamnesa Anamnesa menurut Rahayu (2014) yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah : a. Identitas / Data demografi 1) Identitas Klien Nama
:
Tanggal lahir (umur)
: (Katarak bisa terjadi pada semua
umur tetapi pada umumnya pada usia lanjut dan Pada pasien dengan katarak konginetal biasanya sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun, sedangakan pasien dengan katarak juvenile terjadi pada usia < 40 tahun, pasien dengan katarak presenil terjadi pada usia sesudah 30-40 tahun, dan pasien dengan katark senilis terjadi pada usia > 40 tahun) Jenis kelamin
:
Agama
:
Pendidikan
:
Pekerjaan
: (Pekerjaan yang sering terpapar
sinar matahari secara langsung atau Pada pekerjaan laboratorium atau yang berhubungan dengan bahan kimia atau terpapar radioaktif/sinar-X, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien) Status perkawinan
:
Suku bangsa
:
Golongan darah
:
Tanggal masuk RS
:
Tanggal pengkajian
:
No. Rekmed
:
Diagnose medic
:
Alamat
:
55
2) Identitas penanggung jawab Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin
:
Agama
:
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
Hubungan dengan klien
:
Alamat
:
b. Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain : Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak). Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah. Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film. Perubahan daya lihat warna Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan mata. Lampu dan matahari sangat mengganggu. Sering meminta ganti resep kaca mata. Lihat ganda. Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat (hipermetropia). Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain. c. Riwayat kesehatan 1) Riwayat Kesehatan Sekarang (OPQRS) Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada saat dianamnesa meliputi palliative, provocative, kualiti, kuantiti, region, radiator, severity, skala dan tim. Seperti penjabaran dari riwayat adanya kelainan nyeri yang dirasakan.
56
2) Riwayat Kesehatan Dahulu Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien seperti : DM, Hipertensi, Pembedahan mata sebelumnya dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko katarak. 3) Riwayat Kesehatan Keluarga 4) Genogram 5) Aktifitas Istirahat Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas biasanya atau hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan. 6) Neurosensori Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan penglihatan kabur / tidak jelas, sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa di ruang gelap. Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar
sinar,
perubahan
kaca
mata,
pengobatan
tidak
memperbaiki penglihatan, fotophobia (glukoma akut). Gejala tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil menyempit dan merah atau mata keras dan kornea berawan (glukoma berat dan peningkatan air mata). 7) Nyeri / Kenyamanan Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan/atau mata berair. Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala. 8) Pembelajaran / Pengajaran Pada pengkajian klien dengan gangguan mata (katarak) kaji riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin
57
dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.
2.
Pemeriksaan Fisik a.
Inspeksi Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan melihat lensa mata melalui senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit lamp, dan oftalmoskop sebaiknya dengan pupil berdilatasi. Dengan penyinaran miring (45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh (iris shadow). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur.
b.
Palpasi Palpasi dengan perlahan adanya pembengkakan dan nyeri tekan pada kelopak mata. Kemudian, palpasi bola mata dengan menempatkan ujung jari telunjuk dikelopak mata diatas sclera sementara klien melihat kebawah. Bola mata harus teras sama keras. Palpasi kantong lakrinal dengan menekankan jari telunjuk pada lingkar orbital bawah pada sisi yang paling dekat dengan hidung klien, sambil menekan, observasi adanya regurgitasi abnormal materi purulen atau air mata yang berlebihan pada punctum, yang dapat
mengindikasikan
adanya
sumbatan
dalam
duktus
nasolakrinal.
3.
Pemeriksaan Diagnostik a.
Kartu mata Snellen/mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan): mungkin terganggu dengan kerusakan lensa, system saraf atau penglihatan ke retina ayau jalan optic.
58
b.
Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optic, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme.
c.
Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik/infeksi.
d.
EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk memastikan aterosklerosis.
e.
4.
Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control diabetes.
Diagnosa Keperawatan a.
Pre Operatif 1.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penyakit kronik (diabetes mellitus)
2.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya hubungan volume cairan aktif
3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pisikologi disorder (kecemasan)
4.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan persepsi sensori
5.
Risiko injury berhubungan dengan adanya selaput putih pada kornea
b.
Post Operatif 1.
Risiko
perdarahan
berhubungan
dengan
kurangnya
pengetahuan pencegahan perdarahan. 2.
Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronik (diabetes mellitus)
59
5.
Rencana Asuhan Keperawatan a.
No. 1.
2.
Pre Operatif
Diagnosa Keperawatan Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penyakit kronik (diabetes mellitus)
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya hubungan volume cairan aktif
Tujuan (NOC) Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan kebutuhan oksigen klien terpenuhi dengan kriteria hasil : 1. RR dalam batas normal (16-20 x/menit) 2. Tidak terjadi dispnea
Intervensi (NIC)
Rasional
Airway management : 1. Monitor status pernapasan dan oksigen 1. Untuk mengetahui klien dispnea
terjadinya
2. Auskultasi bunyi napas
2. Untuk mengetahui bunyi nafas tambahan seperti wheezing.
3. Posisikan klien semiflower
3. Mengurangi terjadinya dispnea
4. Berikan oksigen 2 liter
4. Pemberian oksigen dapat membantu mengurangi terjadinya dispnea
5. Anjurkan klien melakukan pernafasan 5. dalam. Setelah dilakukan tindakan Fluid management : 3x24 jam diharapkan 1. Monitor TTV (TD, N, RR, S) 1. keseimbangan cairan klien terpenuhi dengan kriteria 2. Monitor status dehidrasi 2. hasil :
60
Teknik nafas dalam mengurangi sesak.
dapat
Mengetahui perkembagan klien Mengetahui adanya dehidrasi pada klien
1. Tidak mengalami 3. Monitor intake output cairan 3. Intake output dapat menentukan dehidrasi pemenuhan kebutuhan cairan 2. TTV normal ( TD 120/90 klien mmHg, RR 16-20 x/menit, N 60-100 x/menit, S 36- 4. Pertahankan keseimbangan intake dan 4. Menghindari kekurangan o 37 C ) output cairan volume cairan 3. Intake dan Output terpenuhi 3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pisikologi disorder (kecemasan)
Setelah dilakukan asuhan Nutritional Monitoring keperawatan selama 3x24 1. Identifikasi perubahan terbaru dalam 1. Membantu dalam perencanaan jam, diharapkan status nutrisi berat badan selanjutnya tentang kebutuhan klien adekuat. nutrisi klien Dengan kriteria hasil : 1. Intake nutrisi terkontrol 2. Monitor mual dan muntah 2. Mengetahui intake dan outpute 2. BB klien stabil kebuthan cairan klien 3. Glukosa darah norma 3. Pantau keadaan mental (kebingungan, 3. Mengethui tingkat status mental depresi, dan kecemasan) klien dan membantu mebuat perencanaan tentang status mental klien 4. Lakukan pengujian laboratorium, hasil 4. Mengetahui perencanaan monitoring (kolesterol, serum albumin, selanjutnya pada klien
61
4.
5.
transferrin, prealbumin, nitrogen urea darah, kreatinin, hemoglobin, hematokrit, imunitas seluler, jumlah limfosit total, dan tingkat elektrolit) Gangguan mobilitas keperawatan selama 3x24jam, Activity Therapy fisik berhubungan masalah mobilitas fisik 5. Tentukan kemampuan klien untuk dengan penurunan berkurang berpartisipasi di dalam aktivitas yang persepsi sensori Dengan kriteria hasil : spesifik 1. Mudah dalam melakukan aktivitas sehari-hari 6. Anjurkan untuk menggunakan metode (ADL) dalam meningkatkan aktivitas fisik 2. Tekanan darah sistolik sehari-hari secara tepat dan diastolik normal (120/90 mmHg) 7. Kolaborasi dengan ahli terapi dalam merencanakan dan memonitoring program aktivitas dengan tepat
1. Mengetahui tindakan-tindakan apa saja yang bisa dilakukan oleh klien sesuai perencanaan 2. Metode yang sesuai akan mempercepat aktivitas klien
3. Mempercepat peningkatan aktivitas klien secara tepat
8. Instruksikan klien dan keluarga 4. Memberikan informasi pada mengenai peran dalam aktivitas fisik, keluarga mengenai peran dalam spiritusl dan kognitiv yang meyangkut aktivitas fisik fungsi dan kesehatan Resiko Injury Setelah dilakukan asuhan Environtment management berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 6. Identifikasi kebutuhan keamanan klien, 1. Memberikan perencanaan alat adanya selaput putih jam, diharapkan klien dapat berdasarkan tingkat fungsi fisik dan bantu bergerak sesuai degan
62
pada kornea
menjaga lingkungan
kesehatan
kognitif dan sejarah masa lalu dari perilaku
gangguan pada mata
Dengan Kriteria Hasil : 7. Jauhkan obyek berbahaya dari 2. Obyek-obyek/lingkunganyang 1. Pencahayaan cukup lingkungan berbahaya akan memperburuk 2. Terhindar dari resiko kondisi klien jatuh 3. Posisi tempat tidur rendah 8. Ciptakan lingkungan yang aman untuk 3. Menghindari resiko jatuh pada 4. Dekatkan alat yang klien (posisi tempat tidur rendah) klien dibutuhkan oleh klien 5. Klien dan keluarga dapat 9. Manipulasi pencahayan untuk manfaat 4. Pencahayaan yang buruk akan bekerja sama dalam terapeutik membahayakan kondisi klien perubahan/pencegahan serta mengurangi manfaat lingkungan terapeutik 10.Edukasi klien dan pengunjung tentang 5. Menambah informasi perubahan/pencegahan, sehingga pengunjung/keluarga tentang mereka tidak akan sengaja mengganggu gangguan pada klien lingkungan direncanakan
63
b. No. 1.
2.
Post Operatif
Diagnosa Keperawatan Risiko perdarahan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan pencegahan perdarahan
Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronik (diabetes mellitus)
Tujuan (NOC) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan perdarahan klien dapat dihentikan. Dengan kriteria hasil: 1. Perdarahan berkurang 2. Hasil Hb dalam batas normal (12-16 g/dL)
Intervensi (NIC) Bleeding Reduction 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
Rasional 1. Memberikan pencegahan pada klien tentang pendarahan
2. Monitor perdarahan
2. Mengetahui perdarahan yang terjadi pada klien
3. Monitor hasil laboratorium
3. Mengetahui perencanaan selanjutnya yang akan dilakukan pada klien
4. Instruksikan klien pembatasan aktivitas
4. Mencegah terjadinya perdarahan yang lebih beresiko pada klien
Setelah dilakukan tindakan Infection protection: keperawatan 3x24 jam 1. Monitor tanda-tanda infeksi (calor, 1. Mengetahui adanya infeksi pada diharapkan klien tidak dolor, rubor, tumor, functio lasea) klien mengalami resiko infeksi dengan kriteria hasil : 2. Ajarkan pasien dan keluarga mengenali 2. Mengetahui adanya tanda-tanda 1. Tidak timbul tanda dan tanda-tanda infeksi (calor, dolor, rubor, infeksi bagi kelurga pasien gejala infeksi (calor, tumor, functio lasea) dolor, rubor, tumor,
64
functio lasea) 3. Ajarkan pasien dan keluarga cara untuk 3. Hewan Peliharaa Auskultasi 2. Melakukan kebersihan menghindari infeksi (jauhkan dari bunyi napas n dan bunga yang dengan cuci tangan hewan peiharaan yang berbulu dan segar dapat menimbulkan 3. Mempertahankan bunga yang segar) TORCHS (Toxoplasma, lingkungan yang bersih Rubella, Cytomrgali, Herpes Simplex, Sifilis) 4. Kolaborasi pemberian obat antibiotik
65
4. Obat antibiotik
BAB III PEMBAHASAN KASUS
A. Pengkajian 1.
Identitas a.
Identitas Klien Nama
: Tn.
Umur
: 56 Th
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
:-
Diagnosa
: Katarak
Tgl masuk RS : Tgl pengkajian : 21 Maret 2016
2.
Keluhan Utama Klien mengatakan “penglihatannya kabur seperti berawan”
3.
Riwayat Kesehatan a.
Riwayat Kesehatan Sekarang (OPQRST) Klien mengatakan “Jika terkena sinar/paparan matahari matanya silau. Saya sulit beraktivitas. Tepatnya di obita dextra dan sinistra”.
b.
Riwayat Kesehatan Dahulu Klien mengatakan “Dua tahun yang lalu pernah menderita diabetes militus,
dan
menjalankan
pengobatan
secara
menggunakan kaca mata plus 1 & minus 2,5”.
c.
Rwayat Kesehatan Keluarga Tidak Terkaji
66
teratur.
Saya
4. No. 1.
Pola Pemenuhan Aktivitas ADL (Kebutuhan Dasar)
Saat Sehat
Saat Sakit
Makanan Jenis pantangan
Gula, makanan yang
Gula,
manis-manis
makanan yang manismanis
Diet
2.
DM
DM
Minumana yang
Minuman
manis-manis
yang manis-
Minuman Jenis pantangan
manis
5.
Riwayat Psikososial, Spritual dan Budaya Tidak Terkaji
6.
Pemeriksaan Fisik a.
Penampilan umum Klien terlihat - Tingkat Kesadaran : Tidak terkaji - Berat Badan : 78 Kg - Tinggi Badan: Tidak terkaji - Tanda-tanda Vital : TD : 140/90mmHg
Suhu : 37,4oC
N : 84x/menit
RR : 24x/menit
1) Kondisi umum : klien tampak cemas 2) Sistem Indera : a.
Mata Saat dilakukan inspeksi tampak keruh pada lensa mata kanan dan kiri.
67
B. Analisa Data No 1.
Data – Data
Pathway
Ds : Klien mengatakan sulit beraktifitas dan jika melihat sesuatu bayangan menjadi dua. Do: - Menggunakan kacamata plus 1 dan minus 2,5 pada orbita dextra dan sinistra. - Pemeriksaan Opthalmoscope: ada selaput putih pada kornea. - TD: 140/90 mmHg. - Nadi: 84x/menit. - Suhu: 37,40C. - RR: 24x/menit. - BB: 78 kg - GDS: 20 mg/dL.
Diabetes Meilitus
Masalah Keperawatan Gangguan mobiltas fisik berhubungan
Kadar glukosa darah berlebihan Glukosa dalam kapsul lensa meningkat Glukosa di ubah menjadi sorbitol oleh aldose reduktse Akumulasi sorbitol Opasitas lensa Katarak Sinar terpantul kembali Cahaya ke retina berkurang Visus menurun
68
dengan peurunan persepsi sensori
Penglihatan kabur Imobilisasi kurang
2.
Gannguan mobilitas fisik Diabetes Meilitus
Ds : Klien mengatakan menderita diabetes melitus dan menjalankan pengobatan secara teratur. Do: - Diet Dm - TD: 140/90 mmHg. - Nadi: 84x/menit. - Suhu: 37,40C. - RR: 24x/menit. - BB: 78 kg - GDS: 20 mg/dL.
Kadar glukosa darah berlebihan Glukosa dalam kapsul lensa meningkat Glukosa di ubah menjadi sorbitol oleh aldose reduktse Akumulasi sorbitol Opasitas lensa Katarak Ansietas HCI meningkat Peristaltik meningkat 69
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pisikologi disorder (kecemasan
Mual, muntah Anoreksis
3.
Ds : Klien mengatakan sulit beraktifitas dan jika melihat sesuatu bayangan menjadi dua. Do: - Menggunakan kacamata plus 1 dan minus 2,5 pada orbita dextra dan sinistra. - Pemeriksaan Opthalmoscope: ada selaput putih pada kornea. - Usia 56Th - TD: 140/90 mmHg. - Nadi: 84x/menit. - Suhu: 37,40C. - RR: 24x/menit. - BB: 78 kg - GDS: 20 mg/dL.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Proses penuan
Resiko injury berhubungan
Nukleus menebal/mengeras Lapisan korteks lens menghasilkan serat lensa baru
dengan adanya selaput putih pada kornea
Kompresi sentral serat lens yang lebih tua Densitas lensa Hilangnya transparansi lensa Opasitas lensa Katarak Pre operatif Blocking sinar yang masuk kornea 70
Mengaburkan bayangan yang semu yang sampai pada retina Otak menginterpretasikan sebagai bayangan berkabut Pandangan kabur Resiko injury
C. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan mobiltas fisik berhubungan dengan peurunan persepsi sensori 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pisikologi disorder (kecemasan) 3. Resiko injury berhubungan dengan adanya selaput putih pada kornea
71
D. Rencana Asuhan Keperawatan No. 1.
2.
Diagnosa Keperawatan Gangguan mobiltas fisik berhubungan dengan peurunan persepsi sensori
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Tujuan (NOC)
Intervensi (NIC)
Rasional
Setelah dilakukan asuhan Activity Therapy keperawatan selama 3x24jam, 1. Tentukan kemampuan klien untuk 1. Mengetahui tindakan-tindakan masalah mobilitas fisik berpartisipasi di dalam aktivitas yang apa saja yang bisa dilakukan berkurang. spesifik oleh klien sesuai perencanaan Dengan kriteria hasil : 1. Mudah dalam melakukan 2. Anjurkan untuk menggunakan metode 2. Metode yang sesuai akan aktivitas sehari-hari dalam meningkatkan aktivitas fisik mempercepat aktivitas klien (ADL) sehari-hari secara tepat 2. Tekanan darah sistolik dan diastolik normal (120/90 3. Kolaborasi dengan ahli terapi dalam 3. Mempercepat peningkatan mmHg) merencanakan dan memonitoring aktivitas klien secara tepat program aktivitas dengan tepat 4. Instruksikan klien dan keluarga 4. Memberikan informasi pada mengenai peran dalam aktivitas fisik, keluarga mengenai peran dalam spiritusl dan kognitiv yang meyangkut aktivitas fisik fungsi dan kesehatan Setelah dilakukan asuhan Nutritional Monitoring keperawatan selama 3x24 1. Identifikasi perubahan terbaru dalam 1. Membantu dalam perencanaan jam, diharapkan status nutrisi berat badan selanjutnya tentang kebutuhan klien adekuat. nutrisi klien
72
pisikologi disorder Dengan kriteria hasil : (kecemasan) 1. Intake nutrisi terkontrol 2. BB klien stabil 3. Glukosa darah norma
3.
Resiko injury berhubungan dengan adanya selaput putih pada kornea
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan klien dapat menjaga kesehatan lingkungan. Dengan Kriteria Hasil: 1. Pencahayaan cukup 2. Terhindar dari resiko jatuh 3. Posisi tempat tidur rendah 4. Dekatkan alat yang
2. Monitor mual dan muntah
2. Mengetahui intake dan outpute kebuthan cairan klien
3. Pantau keadaan mental (kebingungan, 3. Mengethui tingkat status mental depresi, dan kecemasan) klien dan membantu mebuat perencanaan tentang status mental klien 4. Lakukan pengujian laboratorium, hasil 4. Mengetahui perencanaan monitoring (kolesterol, serum albumin, selanjutnya pada klien transferrin, prealbumin, nitrogen urea darah, kreatinin, hemoglobin, hematokrit, imunitas seluler, jumlah limfosit total, dan tingkat elektrolit). Environtment management 1. Identifikasi kebutuhan keamanan klien, 1. Memberikan perencanaan alat berdasarkan tingkat fungsi fisik dan bantu bergerak sesuai degan kognitif dan sejarah masa lalu dari gangguan pada mata perilaku 2. Jauhkan obyek lingkungan
73
berbahaya
dari
2. Obyek-obyek/lingkunganyang berbahaya akan memperburuk kondisi klien
dibutuhkan oleh klien 5. Klien dan keluarga dapat bekerja sama dalam perubahan/pencegahan lingkungan
3. Ciptakan lingkungan yang aman untuk klien (posisi tempat tidur rendah)
3. Menghindari resiko jatuh pada klien
4. Manipulasi pencahayan untuk manfaat terapeutik
4. Pencahayaan yang buruk akan membahayakan kondisi klien serta mengurangi manfaat terapeutik
5. Edukasi klien dan pengunjung tentang perubahan/pencegahan, sehingga mereka tidak akan sengaja mengganggu lingkungan direncanakan
5. Menambah informasi pengunjung/keluarga tentang gangguan pada klien
74
E.
Kesenjangan Antara Teori dan Kasus Pada kasus, pemeriksaan diagnosis terjadinya katarak hanya pemeriksaan ophthalmoscope saja yang
muncul. Sedangkan menurut
Muttaqin dan Sari (2009) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk diagnosis antara lain: Uji laboratorium kultur dan smear kornea atau konjungtiva dapat digunakan untuk mendiagnosa terjadinya infeksi pada mata. Sedangkan dalam University of Maryland Medical center (2012), untuk mendiagnosis katarak dapat dilakukan pemeriksaan : 1.
Slit lamp: memungkinkan dapat digunakan untuk pemeriksaan struktur anterior mata dalam gambaran mikroskopis.
2.
Snellen card: dapat digunakan untuk
menentukan berapa jelas
seseorang benar-benar bisa melihat, grafik mata snellen digunakan, dengan deretan huruf menurun dalam berbagai ukuran. 3.
Dalam pemeriksaan mata yang komprehensif perlu dilakukan pengkajian TIO (Tekanan Intra Okuler). Alat yang dapat digunakan untuk mengukur TIO yaitu tonometer schiotz. Pengukuran ini hanya dilakukan pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun.
4.
Tes ketajaman visual dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ini adalah cara cara cepat untuk mendeteksi masalah penglihatan dan sering digunakan sekolah-sekolah atau untuk skrining masal.
5.
Tes fungsi makula bertujuan mengevaluasi pusat visi akut mata, dapat membantu dokter mata menemukan perbaikan yang diharapkan dari operasi. Endotelium kornea, lapisan sael yang melapisi kornea, sensitif terhadap trauma bedah dievaluasi sebelum operasi intraokular. Dalam kasus, katarak pada Tn. X disebabkan karena adanya
komplikasi penyakit sistemik diabetes melitus dan umur yang menua. Sedangkan menurut Arimbi A. T, (2012), selain kedua faktor diatas kejadian katarak dapat dipengaruhi juga oleh beberapa faktor seperti: genetik, jenis kelamin, status nutrisi, pekerjaan dan pendidikan yang berdampak langsung
75
pada status sosial ekonomi dan ststus kesehatan seseorang, serta faktor lingkungan yang ada hubungannya dalam paparan sinar ultraviolet. Menurut Vicente Victor D Ocampo (2016), menyatakan bahwa tanda dan gejala pada katarak yang muncul seperti adanya pergeseran rabun. Biasanya, pergeseran rabun dan penglihatan kedua tidak terlihat di kortikal dan posterior katarak subkapsular. Selanjutnya, pengembangan asimetris miopia lensa-diinduksi dapat mengakibatkan anisometropia gejala yang signifikan yang mungkin sendiri memerlukan manajemen bedah. Selain itu diplopia monocular dapat terjadi pada klien katarak. Kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area reflaktil pada bagian tengah dari lensa, yang sering memberikan gerak gambaran terbaik pada reflek merah dengan retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa kotak. Sedangkan tanda dan gejala katarak yang muncul pada kasus yakni hanya adanya keluhan pengelihatan yang kabur, silau jika terkena paparan sinar matahari dan pandangan berbayang-bayang menjadi dua.
76
BAB IV PENUTUP
A.
Simpulan Katarak berasal dari bahasa yunani “kataarrhakies” yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia, katarak disebut bular, yaitu penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya. Katarak juga dapat terjadi pada usia berapa saja setelah trauma lensa, infeksi mata, atau pajanan terhadap radiasi atau obat tertentu. Janin yang terpajan virus rubella dapat mengalami katarak. Individu yang mengalami katarak, yang kemungkinan besar disebabkan olehg gangguan aliran darah ke mata dan perubahan penanganan dan metabolisme glukosa. Banyak faktor dikaitkan dengan terjadinya katarak antara lain umur, jenis kelamin, penyakit diabetes melitus (DM), pajanan terhadap sinar ultraviolet (sinar matahari), merokok, tingkat sosial ekonomi, tingkat
pendidikan,
paparan
asap, riwayat
penyakit
katarak,
dan
pekerjaan . Manifestasi yang bisa terjadi yaitu Penurunan Ketajaman Visual, Kesilauan, Pergeseran Rabun, Diplopia Monocular. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu Snellen Eye Bagan, Tes Ketajaman Visual, Tes Lainnya, dan Tes Fungsi Makula. Kasus 2 merupakan kasus tentang Katarak Senilis. Keluhan utama dari kasus 2 yaitu penglihatannya kabur seperti berawan. Diagnosa keperawatan yang di temukan sesuai dengan kasus di atas yaitu gangguan mobiltas fisik berhubungan dengan penurunan persepsi sensori, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pisikologi disorder (kecemasan) dan resiko injury berhubungan dengan adanya selaput putih pada kornea.
77
B.
Saran Laporan ini merupakan makalah katarak senilis pada sistem persepsi sensori. Saran kami sebagai penulis, kepada mahasiswa keperawatan dan pembaca agar terus memperluas pengetahuan tentang katarak senilis dengan mencari referensi lain baik dari jurnal penelitian maupun buku terbaru. Diharapkan
dari
referensi-referensi
tersebut
dapat
menjadi
bahan
perbandingan kebenaran informasi oleh para pembaca, sehingga perlunya suatu analisa data hingga pengujian ilmu, dan mengambil kesimpulan, yang kemudian dapat diaplikasikan di ruang lingkup dunia kesehatan. Kasus di atas merupakan salah satu cerminan kondisi dan penyakit degenerative pada masyarakat di Indonesia. Sehingga dari hal tersebut kita sebagai calon tenaga pelayanan kesehatan perlu mengantisipasi terjadinya katarak pada lansia, dewasa, maupun anak, yaitu dengan mensosialisasikan kepada masyarakat untuk terus menjaga kesehatan dan tidak takut untuk melaporkan kondisi kesehatan kepada petugas pelayanan kesehatan, dimulai dari diri sendiri, keluarga dan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.
78
DAFTAR PUSTAKA
Amindyta, O. (2013). Katarak Senilis Imatur Pada Wanita Umur 84 Tahun. Lampung : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Anas, Tamsuri. (2011). Klien Gangguan Mata dan Penglihatan Jakarta. EGC. Arimbi, A.T. (2012). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Katarak Degeneratif Di RSUD Budhi Asih Tahun 2011. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia. Bulechek, M, Gloria, et.all. (2015). Nursing Interventions Classification (NIC). Elsevier Mosby. St. Louis Missouri. Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi Edisi : 3. Alih Bahasa : Nike Budhi Subekti. Penerbit Buku Kedokteran : EGC. Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : Aditya Media. Herdman, T, Heather and Kamitsuru Shigemi. (2015). Nursing Diagnoses: Definition
&
Classification.
Willey
Black
Well.
http://cdn.ca9.uscourts.gov/datastore/library/2014/09/12/ColwellCatar act.pdf. Diakses pada hari Selasa, 22 Maret 2016. Ilyas S. (2007). Ilmu Penyakit Mata. Tajam Penglihatan, Kelainan Refraksi Dan Penglihatan Warna. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilyas S. (2007). Ilmu Penyakit Mata. Tajam Penglihatan, Kelainan Refraksi Dan Penglihatan Warna. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilyas, S. (2010). Ilmu Penyakit Mata. 3 ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Khudin, A.M. (2014). Hubungan Kadar Gula Darah Sewaktu Dengan Kejadian Stroke Iskemik Ulang Di Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo. Naskah
Publikasi.
Solo
:
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Kowalak JP. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Alih bahasa: Hartono A. Jakarta: EGC. Moorhed, Sue et.all. (2015). Nursing Outcomes Classification (NOC). Elsevier Mosby. St. Louis Missouri. Murrill A. Cynthia. (2014). Care of the Adult Patient with Cataract. Optometric Clinical Practice Guideline. Mutiarasari, D. (2011). Katarak Juvenil. No.XIV edisi oktober. Penerbit FKUI. Jakarta. Nungki
R.
P.
(2014).
Perbedaan
Tajam
Pengeliatan
Pascaoperasi
Fakoemulsifikasi Pada Pasien Katarak Senilis Dengan Diabetes Melitus Dan Tanpa Diabetes Melitus. Laporan Hasil Karya Tulis Ilmiah. Semarang: Universitas Diponegoro. Ocampo,
Vicente
Victor
D.
(2016).
Senile
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview
Cataract. Diakses
pada hari Senin, 21 Maret 2016. Putri, Kartika N. A (2015). Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Tentang Katarak Terhadap Intensi Untuk Melakukan Operasi Katarak Pada Klien Katarak Di Wilayah Kerja Puskesmas Semboro Kabupaten Jember. Jember: Digital Repository Universitas Jember. Putri, kartika N. A. (2015). Pengaruh pemberian pendidikan kesehatan tentang katarak terhadap intensi untuk melakukan operasi katarak pada klien
katarak di wilayah kerja puskesmas semboro kabupaten jember. Jember: Digital Repository Universitas Jember Rahayu, Endang. (2014). Kamus kesehatan : Untuk Pelajar, Mahasiswa, Profesional dan Umum.
Jakarta. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Rahmawati, M. L. A. (2010). Hubungan Antara Usia Dengan Prevalensi Dugaan Mati Mendadak. Skripsi. Solo : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Rasyid. R, Nawi. R, dan Zulkifli. (2010). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Katarak Di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Makassar (BKMM Tahun 2010). Makassar : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin. Seekers, J. (2012). Cataract. University Of Maryland Medical Centre. http://umm.edu/health/medical/reports/articles/cataracts. Diakses pada hari Selasa, 23 Maret 2016. Tarwoto. (2009). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media. Tarwoto. (2009). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media. Usmarula. R. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Gangguan Sistem Sensori Visual: Pre dan Post Operasi Katarak Di Bangsal Cempaka Di Rmah Sakit Umum Daerah Pandanarang Boyolali. Naskah Publikasi. Solo: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.