Laporan Makalah 5
Komunikasi Komunikasi Dalam Konteks Sosial, Kebudayaan Dan Keyakinan
QINTAN ZENTIA PUTRI RAHMIANA HELDAYANTI RANI NOVELIA RARA NATASYA RATIH SAPUTRI RATRI RATIH MAGFIRAH YUNISA
DOSEN PEMBIMBING NS.HIDAYATUL HASMI S.Kep
PRODI S1 KEPERAWATAN STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa kita ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia yang telah diberikan, saya dapat menyusun makalah mengenai Komunikasi dalam konteks sosial, keragaman budaya, dan keyakinan . Makalah ini merupakan hasil dari membaca berbagai referensi yang telah saya lakukan sebelumnya. “
”
Makalah yang saya susun bertujuan agar para pembaca dapat lebih memahami mengenai Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan. Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dan bermakna dalam proses belajar dan dalam kehidupan sehari-hari khusunya di bidang keperawatan. Dari lubuk hati yang paling dalam,saya sangat menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran membangun sangat kami harapkan. Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah yang telah memberikan masukan dalam membuat makalah ini, serta semua orang yang telah membantu kelancaran pembuatan makalah ini. Amin.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi berperan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berbagai bidang komunikasi merupakan factor pertama dan utama agar hubungan dengan orang lain dapat berjalan dengan lancar. Tanpa adanya komunikasi tentu akan membuat pekerjaan atau pun aktivitas kita terganggu. oleh sebab itu dapat kita lihat betapa besarnya peranan komunikasi dalam kehidupan kita. B. Batasan Masalah
1. Pengertian komunikasi menurut konteks sosial, budaya, dan ke yakinan. 2. Fungsi komunikasi.
C. Tujuan
1. Menjelaskan komunikasi dalam setiap konteks-konteksnya. 2. Menjelaskan fungsi dan hakekat komunikasi dari setiap kontek-konteksnya.
D. Manfaat
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Komunikasi dan fungsinya dalam konteks sosial, antarkebudayaan dan keyakinan.
BAB II PEMBAHASAN A. Komunikasi Sosial 1. Definisi Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi. Manusia mungkin akan mati, atau setidaknya sengsara manakala dikucilkan sama sekali sehingga ia tidak bisa melakukan komunikasi dengan dunia sekelilingnya. Oleh sebab itu komunikasi merupakan tindakan manusia yang lahir dengan penuh kesadaran, bahkan secara aktif manusia sengaja melahirkannya karena ada maksud atau tujuan ter tentu.
Memang apabila manusia dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya seperti hewan, ia tidak akan hidup sendiri. Seekor anak ayam, walaupun tanpa induk, mampu mencari makan sendiri. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Manusia tidak dikaruniai Tuhan dengan alat-alat fisik yang cukup untuk hidup sendiri. Dapat dikatakan bahwa didalam kehidupan komunikasi adalah persyaratan yang utama dalam kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang melepaskan hidupnya untuk berkomuikasi antar sesama. Dengan seperti itu, komunikasi sosial sangat penting dalam kehidupan manusia pada umumnya untuk membantunya berinteraksi dengan sesama, karena manusia tercipta sebagai mahluk sosial.Karena sifat manusia yang selalu berubah-ubah hingga kini belum dapat diselidiki dan dianalisis secara tuntas hubungan antara unsur-unsur didalam masyarakat secara lebih mendalam dan terorganisir 2. Fungsi Komunikasi Sosial Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia bisa dipastikan akan tersesat, karena ia tidak sempat menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Komunikasi yang memungkin individu membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai pantuan untuk menafsirkan, situasi apapun yang ia hadapi.
Komunikasi pula yang memungkinkannya mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi situasi-situasi problematik yang ia masuki. Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi, seseorang tidak akan tahu bagaimana makan, minum, berbicar sebagai manusia dan memperlakukan manusi lain secara beradap, karena cara-cara berprilaku tersebut harus dipelajari lewat pengasuhan kluarga dan pergaulan dengan orang lain yang intinya adalah komunikasi. Implasif adalah fungsi komunikasi sosial ini adalah fungsi komunikasi kultural. Para ilmuan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Fungsi komunikasi sosial bisa terbentuk dengan adanya pembentukan dari dalam, yaitu: Pembentukan konsep diri
Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Manusia yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia lainnya tidak mungkin mempunyai kesadaran bahwa dirinya
adalah manusia. kita sadar bahwa kita adalah manusia karena orang-orang disekeliling kita menunjukkan kepada kita lewat perilaku verban dan nonverbal mereka bahwa kita manusia. Konsep diri kita yang paling dini umumnya dipengaruhi oleh keluarga, dan orang dekat lainnya disekitar kita, termasuk kerabat. Pernyataan eksistensi diri
Orang berkomunikasi untuk menunjukan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepatnya eksistensi diri. Kita dapat memodifikasi frasa filosof Prancis Rene Descartes (1596-1650) yang terkenal itu Cogito Ergo Sum (“saya berpikir, maka saya ada”) menjadi “Saya beerbicara, maka saya ada”. Bila kita berdiam diri, orang lain akan memperlakukan kita seolah-olah kita tidak eksis. Namun kita berbicara, kita menyatakan bahwa sebenarnya kita ada. Fungsi komunikasi sebagai eksistensi diri sering terlihat pada uraian penanya seminar. Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh kebahagiaan
Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum, dan memenuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Komunikasi, dalam konteks apa pun, adalah bentuk dasar adaptasi terhadap lingkungan. Menurut Rene Spitz, komunikasi (ujaran) adalah jembatan antara bagian luar dan bagian dalam kepribadian: “mulut sebagai rongga utama adalah jembatan antara persepsi dalam dan persepsi luar, ia adalah tempat lahir semua persepsi luar dan model dasarnya, ia adalah tempat transisi bagi perkembangan aktivitas internasional, bagi munculnya kemauan dari kepasifan. Melalui komunikasi pula kita dapat memenuhi kebutuhan emosional kita dan meningkatkan kesehatan mental kita. Kita belajar makna cinta, kasih sayang, keintiman, simpati, rasa hormat, rasa bangga, bahkan irihati, dan kebencian. Melalui komunikasi sosial, kita dapat mengalami berbagai kualitas perasaan dan membandingkannya antara perasaan yang satu dengan perasaan yang lainnya.Melalui komunikasi dengan orang lain, kita dapat memenuhi kebutuhan emosional dan intelektual kita, dengan memupuk hubungan yang hangat dengan orang-orang disekitar kita. Tanpa pengasuhan dan pendidikan yang wajar, manusia akan mengalami kemerosotan emosional dan intelektual. Kebutuhan emosional dan intelektual itu kita peroleh petama-tama dari keluarga kita, lalu dari orang-orang dekat disekeliling kita seperti kerabat dan kawan-kawan sebaya dan barulah dari masyarakat umumnya.
B.Keragaman Budaya 1. Defenisi
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi). Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan: 1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan 2. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung dari persetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama 3. Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita 4. Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan berbagai cara. 2. Hakikat komunikasi antarbudaya
Enkulturasi
Tarian adalah salah satu bentuk enkulturasi budaya yang ditransmisikan sej ak kecil Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur (budaya) ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kita mempelajari kultur, bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok, teman, sekolah, lembaga k eagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru utama dibidang kultur. Enkulturasi terjadi melalui mereka.
Akulturasi
Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain. Misalnya, bila sekelompok imigran kemudian berdiam di Amerika Serikat (kultur tuan rumah), kultur mereka sendiri akan dipengaruhi oleh kultur tuan rumah ini. Berangsur-angsur, nilai-nilai, cara berperilaku, serta kepercayaan dari kultur tuan rumah akan menjadi bagian dari kultur kelompok imigran itu. Pada waktu yang sama, kultur tuan rumah pun ikut berubah. 3. Fungsi komunikasi antarbudaya Fungsi Pribadi Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu, yaitu:
Menyatakan Identitas Sosial Menyatakan Integrasi Sosial Menambah Pengetahuan Melepaskan Diri atau Jalan Keluar
Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan. Sebaliknya hubungan yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku lainnya. Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya. Fungsi Sosial Pengawasan Funsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi antarbudaya di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarlusakan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.
Menjembatani Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.
Sosialisasi Nilai Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
Menghibur Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya. Misalnya menonton tarian hula-hula dan "Hawaian" di taman kota Hawai. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya. 4. Prinsip-prinsip komunikasi antarbudaya
Relativitas Bahasa Gagasan umum bahwa bahasa memengaruhi pemikiran dan perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis linguistik. Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang dunia.
Bahasa Sebagai Cermin Budaya Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Makin besar perbedaan antara budaya (dan, karenanya, makin besar perbedaan komunikasi), makin sulit komunikasi dilakukan.
Mengurangi Ketidak-pastian
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidak-pastian dam ambiguitas dalam komunikasi. Banyak dari komunikasi kita berusaha mengurangi ketidak-pastian ini sehingga kita dapat lebih baik menguraikan, memprediksi, dan menjelaskan perilaku orang lain. Karena letidak-pasrtian dan ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan lebih banyak waktu dan upaya untuk mengurangi ketidak-pastian dan untuk berkomunikasi secara lebih bermakna. Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness) para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positifnya adalah, kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada, ini mencegah kita mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.
Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya
Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun kita selalu menghadapi kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya.
Memaksimalkan Hasil Interaksi
Dalam komunikasi antarbudaya - seperti dalam semua komunikasi - kita berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekuensi yang dibahas oleh Sunnafrank (1989) mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh,pertama, orang akan berintraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, anda mungkin menghindarinya. Kedua, bila kita mendapatkan hasil yang positif, kita terus melibatkan diri dan meningkatkan komunikasi kita. Bila kita memperoleh hasil negatif, kita mulai menarik diri dan mengurangi komunikasi. Ketiga, kita membuat prediksi tentang mana perilaku kita yang akan menghasilkan hasil positif dalam komunikasi dan mana yang menghasilkan hasil negatif dalam komunikasi, misalnya, pilihan topik, posisisi yang anda ambil. Anda kemudian melakukan apa yang menurut anda akan memberikan hasil positif dan berusaha tidak melakkan apa yang menurut anda akan memberikan hasil negatif.
C.Komunikasi Keyakinan Keyakinan agama dan Keyakinan Spiritual adalah bagian integral dari keyakinan
budaya seseorang dan dapat memperngaruhi keyakinan klien mengenai penyebab penyakit, praktek penyembuhan, dan pilihan tabib atau pemberi perawatan kesehatan.
Keyakian spiritual dan agama dapat menjadi sumber kekuatan dan kenyamanan bagi
klien. Perawat yang memiliki keyakinan yang sama dengan kliennya cenderung lebih mudah memahami dan mengambil tindakan untuk menangani kliennya. Perawat professional harus bisa memahami,mengantisipasi dan mengambil tindakan yang tepat terhadap klien yang berbeda keyakinan terhadap perawat tersebut.Contoh : Klien yang menolak memakan daging dikarenakan oleh keyakinan yang dimiliki oleh agamanya.Perawat harus mengambil tindakan yang tepat bagaimana cara membujuk pasien tersebut untuk memakan daging tersebut, misalnya diberikan penjelasan yang kuat mengenai alasan kenapa pasien tersebut harus makan daging.
Bab IV Penutup
KESIMPULAN
Komunikasi sangatlah penting dalam setiap konteks kehidupan manusia. Sebagai perawat, kita sudah semestinya mempelajari dan memahami berbagai macam komunikasi dalam konteks-konteks yang berbeda sehingga memudahkan kita dalam melakukan tindakan keperawatan yang benar dan tepat terhadap pasien. Dengan telah mengetahui peran dan fungsi komunikasi dari setiap konteks social, budaya dan keyakinan, kita lebih tau bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan konteks-konteks tersebut.
Daftar pustaka 16 Desember 2016 13:29, Mulyana Deddy, M.A., Ph.D. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2009 16 Desember 2016 14:32, King Larry dan Gilbert Bill. Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Dimana Saja. Jakarta: gramedia Pustaka Utama. 2000 16 Desember 2016 15:20, Jallaludi Rakhmat, Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya, 1985