LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)
A. PENGERTIAN
IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori yaitu ST-Elevation Myocard Infarction (STEMI) dan non ST-Elevation Myocard Infarction (NSTEMI). STEMI merupakan oklusi dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG (Muttaqin, A. 2009). Sindroma koroner akut dengan elevasi segment ST atau disebut juga STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction) adalah oklusi koroner akut dengan iskemia miokard berkepanjangan yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian miosit kardiak. Kerusakan miokard yang terjadi tergantung pada letak dan lamanya sumbtan aliran darah, ada atau tidaknya kolateralisasi, serta luas wilayah miokard yang diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat (SPM RSJP Harapan Kita, 2009). STEMI merupakan bagian dari sindroma koroner akut yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST. STEMI terjadi karena oklusi total pembuluh darah koroner koroner yang tiba-tiba (Fuster, 2007).
B. ETIOLOGI
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus, terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya STEMI, antara lain aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional, dan
1
penyakit dalam lainnya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA pada individu. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah. 1.
Faktor yang tidak dapat dirubah : a.
Usia Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat lima kali lipat (Kumar, et al., 2007).
b.
Jenis kelamin Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pria. Hal ini diperkirakan merupakan pengaruh dari hormon estrogen (Kumar, (Kumar, et al., 2007).
c.
Ras Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit putih. 4) Riwayat keluarga Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara, orang tua yang
menderita
penyakit
ini
sebelum
usia
50
tahun)
meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA. 2.
Faktor resiko yang dapat dirubah : a.
Hiperlipidemia Merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya
2
melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini (Muttaqin, A. 2009). b.
Hipertensi Merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60% dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa perawatan, sekitar 50% pasien hipertensi dapat meninggal karena IHD atau gagal jantung kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena stroke (Kumar, et al., 2007).
c.
Merokok Merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok mungkin
merupakan
penyebab
peningkatan
insiden
dan
keparahan atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang lama meningkatkan kematian karena IHD sekitar 200%. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko secara substansial (Kumar, et al., 2007). d.
Diabetes mellitus Menginduksi
hiperkolesterolemia
dan
juga
meningkatkan
predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi
pada
seorang
yang
menderita
diabetes.
Juga
terdapatpeningkatan resikonstroke pada seseorang yang menderita diabetes melitus e.
Gaya hidup monoton Berperan pada timbulnya penyakit jantung koroner.
f.
Stres Psikologik Stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.
3
C. PATOFISIOLOGI
STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami atherosclerosis.
STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri koroner
berkembang secara cepat pada tempat terjadinya kerusakan vascular. Kerusakan ini difasilitasi oleh beberapa faktor, seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadi ketika permukaan plak atherosclerotic mengalami ruptur sehingga komponen plak tersebut terekspos dalam darah dan kondisi yang mendukung trombogenesis (terbentuknya thrombus). Mural thrombus (thrombus yang menempel pada pembuluh darah) terbentuk pada tempat rupturnya plak, dan terjadi oklusi pada arteri koroner. Setelah platelet monolayer terbentuk pada tempat terjadinya ruptur plak, beberapa agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) menyebabkan aktivasi platelet. Setelah stimulasi agonis platelet, thromboxane A2 (vasokonstriktor local yang kuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet lebih lanjut. Selain pembentukan thromboxane A2, aktivasi platelet oleh agonis meningkatkan perubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Ketika reseptor ini dikonversi menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini akan membentuk protein adhesive seperti fibrinogen. Fibrinogen adalah molekul multivalent yang dapat berikatan dengan dua plateet secara simultan, menghasilkan ikatan silang patelet dan agregasi. Kaskade koagulasi mengalami aktivasi karena paparan faktor jaringan pada sel endotel yang rusak, tepatnya pada area rupturnya plak. Aktivasi faktor VII dan X menyebabkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner seringkali mengalami oklusi karena thrombus yang terdiri dari agregat platelet dan benang-benang fibrin. Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli arteri koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit sistemik, terutama inflamasi. Besarnya kerusakan myocardial yang disebabkan oklusi koroner tergantung:
4
1.
daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi
2.
apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak
3.
durasi oklusi koroner
4.
kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada jaringan yang terkena
5.
kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun secara tiba-tiba
6.
faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan
7.
keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri koroner epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan. Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan menyebabkan
kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian miokardium yang mengelami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Bila pinggir daerah infark mengalami nekrosis maka besar dearah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis. Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama
berlangsungnya
proses
penyembuhan,
mula-mula
otot
yang
mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat terputusnya 6 alioran darah regional kemudian dalam jangka waktu 24 jam akan timbul edema pda sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan terlepas dari sel-sel ini, menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi ringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis, kira-kira pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah terbentuk dengan jelas. Akibat yang terjadi karena infark miokardiun adalah daya kontraksi menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel, pengurangan curah sekuncup, pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan volume akhir
5
sistolok dan akhir diastolik ventrikel serta peningkatan akhir diastolik ventrikel kiri.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan pada pasien dengan STEMI. Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu dalam dan visceral, yang biasa dideskripsikan dengan nyeri terasa berat dan seperti diremas, seperti ditusuk, atau seperti terbakar. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama dengan pada angina pectoris, namun biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri biasa dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan. Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Nyeri sering disertai dengan kelemahan, berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, et al., 2008). 2.
Temuan fisik Sebagian
besar
pasien
mengalami
ansietas
dan
restless
yang
menunjukkan ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pallor yang berhubungan dengan keluarnya keringat dan dingin pada ekstremitas juga sering ditemukan pada pasien dengan STEMI. Nyeri dada substernal yang berlangsung selama >30 menit dan diaphoresis menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun sebagian besar pasien menunjukkan tekanan darah dan frekuensi nadi yang normal selama satu jam pertama STEMI, sekitar 25% pasien dengan infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas sistem saraf simpatik (takikardia dan/atau hipertensi), dan 50%
pasien
dengan
infark
inferior
menunjukkan
parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi).
6
hiperaktivitas
E. PENATALAKSANAAN
1.
Pre Hospital (Tatalaksana pra-rumah sakit) Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI : a.
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
b.
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
c.
Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih
d.
Terapi REPERFUSI (Tatalaksana di IGD) Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup mengurangi atau menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
2.
Hospital a.
Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal. Persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6 L /menit melalu binasal kanul.
b.
Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi dalam jam-jam pertama pasca serangan
c.
Aktivitas Aktivitas adalah salah satu faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal infark dan dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan STEMI harus tetap berada
7
pada tempat tidur selama 12 jam pertama. Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien harus didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak dengan menggantung kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan tekanan kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat berjalan-jalan di ruangan dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185 m minimal tiga kali sehari. d.
Diet Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ± 300 mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 5055% dari kalori total. Diet yang diberikan harus tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi rendah natrium.
e.
Bowel Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien mengalami konstipasi
f.
Farmakoterapi 1) Nitrogliserin (NTG) Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung, dapat diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat diberikan untuk
8
mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan. 2)
Morfin Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar mengalami penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardi atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg IV.
3)
Aspirin Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
4)
Beta-adrenoreceptor blocker Pemberian
beta
blocker
intravena
secara
akut
dapat
memperbaiki hubungan supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan ukuran infark, dan menurunkan insiden ventricular aritmia. 5)
Terapi reperfusi Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan
9
kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).
F.
PENGKAJIAN FOKUS
1.
Identitas Klien Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal masuk, tanggal pengkajian, sumber informasi, nama keluarga dekat yang bias dihubungi, status, alamat, no.telepon, pendidikan, dan pekerjaan.
2.
Status kesehatan saat ini Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
3.
Riwayat penyakit sekarang (PQRST) a.
Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat.
b.
Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
c.
Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri serta ketidakmampuan bahu dan tangan.
d.
Severity
(scale)
of
pain:
klien
biasanya
ditanya
dengan
menggunakan rentang 0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan. Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5 dari skala (0-5). e.
Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya lebih parah dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai
infark
miokardium
amsietas, dan pingsan.
10
meliputi
dispnea,
berkeringat,
4.
Riwayat kesehatan terdahulu Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul.
5.
Riwayat keluarga Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
6.
Aktivitas/istirahat Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup menetap, jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat/kerja.
7.
Sirkulasi Gejala: riwayat Infark Miokard sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung koroner, masalah Tekanan Darah, Diabetes Melitus. Tanda: a.
Tekanan Darah dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri
b. Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi. c.
Bunyi
jantung
ekstra
(S3/S4)
mungkin
menunjukkan
gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel. d.
Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar
e.
Friksi; dicurigai perikarditis.
f.
Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
11
g.
Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.
h. 8.
Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
Integritas ego Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan. Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
9.
Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun
10. Makanan/cairan Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar. Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan perubahan berat badan. 11. Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri 12. Neurosensori Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat). Tanda: perubahan mental dan kelemahan 13. Nyeri/ketidaknyamanan Gejala: a. Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin. b.
Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher
c.
Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
d.
Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
e.
Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi dan lansia.
12
Tanda: 1)
Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
2)
Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
3)
Menarik diri, kehilangan kontak mata
4)
Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, Tekanan Darah, pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.
14. Pernapasan Gejala:
dispnea
dengan/tanpa
kerja,
dispnea
nocturnal,
batuk
produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental. 15. Interaksi social Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi) Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan menarik diri dari keluarga 16. Penyuluhan/pembelajaran Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi penyakit vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau. 17. Pengkajian fisik Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut: a.
Tingkat kesadaran
b. Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting) c.
Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak mencukupinya oksigen ke dalam miokard
d.
Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
e.
Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan, perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan miokard infark, menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel
13
f.
Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume
g.
Warna dan suhu kulit
h.
Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap tanda-tanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
i.
Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika merupakan potensial komplikasi yang fatal
j.
Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema, adanya tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria (Wilkinson. 2012)
18. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Laboratotium a.
Pemeriksaan Enzim jantung : 1)
CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam (3-5 hari).
2)
CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan kembali n ormal pada 48-72 jam
3)
AST /SGOT : Meningkat
4) LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu setelah 24 jam kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi sampai dengan 2 minggu.Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi penggunaan klinisnya masih kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama Troponin T. Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH selain ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada otot skeletal. 5) Troponin T &
I merupakan protein penanda paling
spesifik
cedera otot jantung, terutama Troponin T (TnT)Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard
dan masih tetap
tinggi dalam serum selama 1-3 minggu.Pengukuran serial enzim
14
jantung diukur setiap selama tiga hari pertama; peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal. b.
Elektrokardiogram (EKG) 1.
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik jantung. Melalui aktivitas elektrik jantung dapat diketahui irama jantung, besarnya jantung, dan kondisi otot jantung, kondisi otot jantung inilah yang memiliki kaitanya dengan PJK.
2.
Menentukan lokasi infark miokard 7.
3. Lokasi IMA Anterior
4. Lokasi ST Elevasi 8. V3, V4
12. Anteroseptal
13. V1, V2, V3, V4
18. Anterior ekstensif
19. I, aVL, V2-V6
22. Anterolateral
23. I, aVL, V3, V4, V5, V6
26. Inferior
27. II, III, aVF
30. Lateral
31. I, aVL, V5, V6
15
c.
Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan beban) Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan
untuk
mendiagnosis
apakah
seseorang
terkena
menderita penyakit jantung dan juga untuk menstratifikasi berat ringannya penyakit jantung. Selain itu tes treadmill juga dapat dipakai untuk mengukur kapasitas jantung, gangguan irama, dan lain-lain. d.
Echocardiography (Ekokardiografi) Echokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara ultra untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai fungsi jantung.
e.
Angiografi korener Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang disuntikan kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya penyempitan diarteri koroner.
f.
Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT) CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X yang menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor yang mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem komputer untuk diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
g.
Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI) Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran, yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan gelombang radio-frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla) untuk menghasilkan tampilan penampang (irisan) tubuh.
16
h.
Radionuclear Medicine Dengan menggunakan radio aktif dimasukan ke dalam tubuh pasien, kemudian dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera positron, sehingga pola tampilan yang terjadi berdasarkan pola organ yang memancarkan sinar gamma. (Kabo, 2008).
17
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
18
1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan miokard 2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan irama jantung, stroke volume, pre load dan afterload, kontraktilitas jantung 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. 4. Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi, perubahan membran kapiler-alveolar 5. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah,
misalnya
vasokonstriksi,hipovolemia,
dan
pembentukan
troboemboli 6. Ansietas berhubungan dengan ketakutan akan kematian 7. Resiko ketidakpatuhan terhadap program perawatan diri yang berhubungan dengan penolakan terhadap diagnosis miokard infark (Wilkinson.2012)
I.
FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Nyeri akut berhubungan dengan Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan aringan miokard
Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pasien tidak mengalami nyeri. Kriteria Hasil: mengontrol nyeri Mampu (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi
NIC : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
19
Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan irama jantung, perubahan frekuensi antung, perubahan pre load dan afterload, perubahan kontraktilitas jantung. DO/DS: Aritmia, takikardia, bradikardia Palpitasi, oedem Kelelahan Peningkatan/penurunan JVP Distensi vena jugularis Kulit dingin dan lembab Penurunan denyut nadi perifer Oliguria, kaplari refill lambat Nafas pendek/ sesak nafas Perubahan warna kulit Batuk, bunyi jantung S3/S4
dan tanda nyeri) 7. Ajarkan tentang teknik non rasa nyaman farmakologi: napas dala, Menyatakan setelah nyeri berkurang relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin Tanda vital dalam rentang normal 8. Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri Tidak mengalami gangguan tidur 9. Tingkatkan istirahat 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur 11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali NOC : NIC : Pompa jantung efektif dan status 1. Pantau tanda vital: frekuensi sirkulasi. jantung, TD,nadi Kriteria Hasil : Rasional: Untuk mengetahui adanya perubahan TD, nadi secara Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, dini sehingga memudahkan dalam Nadi, respirasi) melakukan intervensi karena TD dapat meningkatkan rangsangan Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan simpatis, kemudian turun bila Tidak ada edema paru, curah jantung perifer, dan tidak ada asites dipengaruhi. Tidak ada suara jantung yang 2. Catat urin output abnormal. Rasional : untuk mengetahui Warna kulit normal kecukupan perfusi jantung 3. Evaluasi adanya bunyi jantung S3,S4 Untuk megetahui Rasional: adanya komplikasi pada GJK gagal mitral untuk S3, sedangkan S4 karena iskemia miokardia, kekakuan ventrikel, dan hipertensi pulmonal /sistemik 4. Auskultasi bunyi napas Rasional: Untuk mengetahui adanya kongesti paru akibat penurunan fungsi miokard 5. Berikan makanan porsi makan kecil dan mudah dikunyah, batasi asupan kafein,kopi, coklat, cola Rasional: Untuk menghindari
20
kerja miokardia, bradikardi, peningkatan frekuensi jantung Kolaborasi: 1. Berikan oksigen sesuai indikasi memenuhi Rasional: Untuk kebutuhan miokard, menurunkan iskemia dan disritmia lanjut 2. Pertahankan cairan IV Rasional: Jalur yang paten untuk pemberian obat darurat pada disritmia/nyeri dada 3. Kaji ulang seri EKG Rasional: memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan atau perbaikan infark, fungsi ventrikel, keseimbangan elektrolit, dan efek terapi obat 4. Pantau laboratorium (enzim jantung, GDA, elektrolit) Rasional: Untuk mengetahui perbaikan/perluasan infark adanya hipoksia, hipokalemia/hiperkalsemia 5. Berikan obat antidisritmia Intoleransi aktivitas NOC : Berhubungan dengan Self Care : ADLs ketidakseimbangan antara Toleransi aktivitas suplai dan kebutuhan Konservasi energi oksigen setelah dilakukan tindakan DS: keperawatan selama ….Pasien Melaporkan secara bertoleransi terhadap aktivitas verbal adanya kelelahan Kriteria Hasil atau kelemahan. Berpartisipasi dalam aktivitas Adanya dyspneu atau fisik tanpa disertai ketidaknyamanan saat peningkatan tekanan darah, beraktivitas. nadi dan RR Mampu melakukan aktivitas DO : Respon abnormal dari sehari hari (ADLs) secara tekanan darah atau nadi mandiri terhadap aktifitas Keseimbangan aktivitas dan Perubahan ECG : istirahat aritmia, iskemia
21
NIC : 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan 3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat 4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan 5. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik) 6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien 7. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang tepat. 8. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan 9. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial 10. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan 11. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek 12. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai 13. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang 14. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas 15. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas 16. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan 17. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan: Ketidakseimbangan perfusi ventilasi Perubahan membran kapiler-alveolar DS: kepala ketika Sakit bangun Dyspnoe Gangguan penglihatan DO: Penurunan CO2 Takikardi
NOC: NIC : Respiratory Status : Gas 1. Monitor frekuensi, ritme, exchange kedalaman pernapasan. Keseimbangan asam Basa, Rasional : Untuk mendeteksi Elektrolit adanya gangguan pernapasan Respiratory Status : 2. Monitor adanya suara ventilation abnormal/noisy pada pernapasan seperti snoring atau crowing. Vital Sign Status Rasional : Untuk mendeteksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. adanya gangguan pernapasan Gangguan pertukaran pasien teratasi. 3. Kaji keperluan suctioning dengan melakukan auskultasi untuk mendeteksi adanya Kriteria Hasil:
22
Hiperkapnia Keletihan Iritabilitas Hypoxia Kebingungan Sianosis Warna kulit abnormal (pucat, kehitaman) Hipoksemia Hiperkarbia AGD abnormal pH arteri abnormal dan Frekuensi kedalaman nafas abnormal
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Tanda tanda vital dalam rentang normal AGD dalam batas normal Status neurologis dalam batas normal
crackles dan rhonchi di sepanjang jalan napas. Rasional : Memperlancar saluran pernapasan 4. Monitor tekanan darah, nadi, temperature, dan status respirasi, sesuai kebutuhan. Rasional : Mendeteksi adanya gangguan respirasi dan kardiovaskuler 5. Monitor respiration rate dan ritme (kedalaman dan simetris). Rasional : Mengecek adanya gangguan pernapasan 6. Monitor suara paru Rasional : Mendeteksi adanya keabnormalan suara paru 7. Monitor adanya abnormal status respirasi (cheyne stokes, apnea, kussmaul) 8. Monitor warna kulit, temperature dan kelembapan. 9. Monitor adanya sianosis pada central dan perifer 10. Pertahankan kepatenan jalan napas. Rasional : Untuk membuat klien agar bernafas dengan baik tanpa adanya gangguan 11. Pantau gas darah arteri (AGD), serum dan tingkat elektrolit urine. Rasional : Untuk mengetahui tekanan gas darah (O2 dan CO2) sehingga kondisi pasien tetap dapat dipantau Perubahan perfusi NOC: NIC : berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi adanya perubahan aringan dengan penurunan aliran keperawatan selama ...x24 jam tingkat kesadaran secara tiba-tiba Rasional: Untuk mengetahui darah, misalnya perfusi jaringan efektif vasokonstriksi,hipovolemia, Kirteria Hasil: adanya penurunan curah jantung dan pembentukan Kulit hangat dan kering 2. Observasi adanya pucat, sianosis, troboemboli kulit dingin/lembab da raba Nadi perifer kuat Tanda vital dalam batas kekuatan nadi perifer Rasional: Vasokontriksi sistemik normal
23
Kesadran compos mentis Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran Tidak edema dan nyeri
berhubungan NOC: Ansietas dengan ketakutan akan Setelah diberikan asuhan kematian keperawatan diharapkan pasien menyatakan penurunan cemas. Kriteria Hasil: mengenal perasaannya mengidentifikasi penyebab dan faktor yang mempengaruhinya secara tepat. Mendemonstrasikan pemecahan masalah positif.
24
diakibatkan oleh penurunan curah Jantung 3. Observasi adanya tanda Homan, eritema, edema Rasional: Untuk mengetahui adanya trombosis vena dalam 4. Anjurkan klien untuk latihan kaki aktif/pasif Rasional: Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan risiko tromboflebitis 5. Pantau pemasukan dan perubahan keluaran urine Rasional: Penurunan/mual terus menerus dapat megakibatkan penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan fungsi organ 6. Pantau laboratorium, kreatinin, elektrolit Rasional: Indikator dari perfusi atau fungsi organ 7. Beri obat sesuai indikasi a. Heparin: Untuk menurunkan resiko tromboflebitis atau pembentukan trombus mural b. Cimetidine untuk menetralkan asam lambung dan iritasi gaster NIC : 1. Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi. Dorong pasien mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, kehilangan, takut, dll. Rasional : . Koping terhadap nyeri dan trauma emosi IM sulit. Pasien dapat takut mati dan atau cemas tentang lingkungan. Cemas berkelanjutan (sehubungan dengan masalah tentang dampak serangan jantung pada pola hidup selanjutnya, masih tak teratasi dan efek penyakit pada keluarga). 2. Catat adanya kegelisahan,
3.
4.
5.
6.
25
menolak, dan/atau menyangkal (afek tak tepat atau menolak mengikuti program medis). Penelitian Rasional : menunjukkan adanya hubungan antara derajat/ekspresi marah atau gelisah dan peningkatan resiko IM. Mempertahankan gaya percaya (tanpa keyakinan yang salah). Rasional : Pasien dan orang terdekat dapat dipengaruhi oleh cemas/ketidaktenangan anggota tim kesehatan. Penjelasan yang jujur dapat menghilangkan kecemasan. Observasi tanda verbal/non verbal kecemasan pasien. Lakukan tindakan bila pasien menunjukkan perilaku merusak. Rasional : Pasien mungkin tidak menunjukkan masalah secara langsung, tetapi kata-kata atau tindakan dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah. Intervensi dapat membantu pasien meningkatkan kontrol terhadap perilakunya sendiri. Terima penolakan pasien tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan penolakan. Hindari konfrontasi. Menyangkal dapat Rasional : . menguntungkan dalam menurunkan cemas tetapi dapat menunda penerimaan terhadap kenyataan situasi saat ini. Konfrontasi dapat meningkatkan reasa marah dan meningkatkan penggunaan penyangkalan, menurunkan kerja sama, dan kemungkinan memperlambat penyembuhan. Orientasi pasien atau orang terdekat terhadap prosedur ruyin
dan aktivitas yang diharapkan. Tingkatkan partisipasi bila mungkin. Perkiraan dan Rasional : informasi dapat menurunkan kecemasan pasien. 7. Jawab semua pertanyaan secara nyata. Berikan informasi konsisten; ulangi sesuai indikasi. Rasional : Informasi yang tepat tentang situasi menurunkan takut, hubungan yang asing antara perawat-pasien, dan membantu pasien/orang terdekat untuk menerima situasi secara nyata. Perhatian yang diperlukan mungkin sedikit, dan pengulangan informasi membantu penyimpanan informasi. 8. Dorong pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan seseorang, berbagi pertanyaan dan masalah. Rasional : Berbagi informasi membentuk dukungan/kenyamanan dan dapat menghilangkan tegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan 9. Berikan periode istirahat/waktu tidur tidak terputus, lingkungan tenang, dengan tipe kontrol pasien, jumlah rangsang eksternal. Rasional : Penyimpanan energi dan meningkatkan kemampuan koping. 10. Dukung kenormalan proses kehilangan, melibatkan waktu yang perlu untuk penyelesaian. Rasional : . Dapat memberikan keyakinan bahwa perasaannya merupakan respon normal terhadap situasi/perubahan yang di terima. 11. Berikan privasi untuk pasien dan
26
orang terdekat. Rasional : Memungkinkan waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi. 12. Dorong keputusan tentang harapan setelah pulang. Rasional : Membantu pasien/orang terdekat untuk mengidentifikasi tujuan nyata, juga menurunkan resiko kegagalan menghadapi kenyataan adanya keterbatasan kondisi/memacu penyembuhan. Kolaborasi 13. Berikan anticemas/hipnotik sesuai indikasi contoh, diazepam (valium); fluarazepam (dalmane); lorazepam (ativan). : Meningkatkan Rasional relaksasi/istirahat dan menurunkan rasa cemas.
27
DAFTAR PUSTAKA
Fauci, et.al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th edition. TheMcGraw-Hill Companies, Inc. Herdman, T. H. (2012). NANDA internasional. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. alih bahasa Made Sumarwati, Dwi Widiarti, Estu Tiar, editor bahasa Indonesia Monica Ester. Jakarta : EGC. Kabo, P. 2008. Penyakit jantung koroner . Jakarta :Gramedia Kumar, et.al. 2007. Robbin’s Basic Pathol ogy. Elsevier Inc. Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005 . Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Edisi 8. Jakarta : EGC. Wilkinson, judith. 2012. Buku saku diagnosa keperawatan: diagnosis, NANDA, NIC, NOC 2012-2015. Jakarta: ECG
28