LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE NON HEMORRAGIC (SNH) DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD TIDAR MAGELANG
Disusun untuk Memenuhi Tugas Pr aktik Stase Keperawatan Gawat Darurat
Oleh: Abdul Soleh
22020115220088
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Stroke masih merupakan masalah medis yang menjadi penyebab kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat.Sebanyak
10%
penderita
stroke
mengalami
kelemahan
yang
memerlukan perawatan (Batticaca 2008). Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor 1 di dunia dan penyebab kematian
nomor
3
di
dunia.Dua
pertiga
stroke
terjadi
di
negara
berkembang.Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik (non hemoragik) dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia (Dewanto, 2009). Kejadian stroke non hemoragik di IGD RSUD Tidar cukup tinggi. Kasus ini masuk dalam 10 besar kasus yang paling sering muncul di IGD. Hal ini dibuktikan adanya perhatian khusus untuk pasien sroke dengan adanya Unit stroke. Didalam unit stroke RSUD Tidar Magelang terdapat perawatan khusus bagia pasien stroke termasuk termasuk Intensive Care Unit (ICU) stroke. Kira-kira 200.000 kematian dan 200.000 orang dengan gejala sisa akibat stroke pada tingkat umur, tetapi yang paling sering pada usia 75-85. Pada bagian ini terminologi cerebrovaskular accident ( CVA) akan dipakai sebagai istilah umum. Banyak ahli saraf dan bedah saraf menyatakan penyebab CVA paling sering adalah trombosis, emboli dan hemoragik.Stroke merupakan bagian dari CVA.Stroke klinis merujuk pada p erkembangan neurologis defisit yang mendadak dan dramatis.Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan lain sebagai gangguan fungsi otak. Kegawatan yang terjadi pada klien strokenon hemoragik adalah resiko peningkatan tekanan intracranial akibat adanya oedem serebri. Selain itu
1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Stroke masih merupakan masalah medis yang menjadi penyebab kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat.Sebanyak
10%
penderita
stroke
mengalami
kelemahan
yang
memerlukan perawatan (Batticaca 2008). Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor 1 di dunia dan penyebab kematian
nomor
3
di
dunia.Dua
pertiga
stroke
terjadi
di
negara
berkembang.Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik (non hemoragik) dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia (Dewanto, 2009). Kejadian stroke non hemoragik di IGD RSUD Tidar cukup tinggi. Kasus ini masuk dalam 10 besar kasus yang paling sering muncul di IGD. Hal ini dibuktikan adanya perhatian khusus untuk pasien sroke dengan adanya Unit stroke. Didalam unit stroke RSUD Tidar Magelang terdapat perawatan khusus bagia pasien stroke termasuk termasuk Intensive Care Unit (ICU) stroke. Kira-kira 200.000 kematian dan 200.000 orang dengan gejala sisa akibat stroke pada tingkat umur, tetapi yang paling sering pada usia 75-85. Pada bagian ini terminologi cerebrovaskular accident ( CVA) akan dipakai sebagai istilah umum. Banyak ahli saraf dan bedah saraf menyatakan penyebab CVA paling sering adalah trombosis, emboli dan hemoragik.Stroke merupakan bagian dari CVA.Stroke klinis merujuk pada p erkembangan neurologis defisit yang mendadak dan dramatis.Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan lain sebagai gangguan fungsi otak. Kegawatan yang terjadi pada klien strokenon hemoragik adalah resiko peningkatan tekanan intracranial akibat adanya oedem serebri. Selain itu
1
kegawatan yang dapat terjadi adalah kerusakan pada sistem saraf pusat yang dapat berakhir pada kegagalan napas sehingga pasien mengalami kematian. Hal ini menarik perhatian kelompok untuk mengangkat kasus stroke non hemoragik.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum Penulis
mampu
menggambarkan
asuhan
keperawatan
kegawatdaruratan secara komprehensif yang meliputi aspek bio-psikososio-kultural-spritual pada klien dengan stroke non hemoragik dengan menggunakan pendekatan proses kep erawatan. 2. Tujuan Khusus a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien stroke non hemoragik b. Mampu menentukan diagnosa diagnosa keperawatan pasa pasien stroke non hemoragik c. Mampu membuat intervensi keperawatan ada pasien stroke non hemoragik d. Mampu melakukan implementasi pada pasien stroke non hemoragik e. Mampu mengevaluasi proses keperawatan pada pasien stroke non hemoragik f.
Mampu mendokumentasikan proses keperawatan pada pasien stroke hemoragik
C. MANFAAT
1. Bagi Penulis Memberikan pengetahuan bagi penulis dalam bidang pembuatan asuhan keperawatan, dikarenakan dengan melakukan pembuatan makalah, penulis akan mampu mengembangkan wawasan, wawasan, bersikap kritis dan ilmiah berkaitan dengan teori yang didapat dalam bangku perkuliahan dengan realita yang ada.
2
2. Bagi Masyarakat Memberikan wawasan kepada masyarakat agar dapat melakukan tindakan preventif sebelum terkena stroke non hemoragik, dan juga memberikan wawasan kepada masyarakat bagaimana mengenali tanda dan gejala stroke non hemoragik.
3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredarahan darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Batticaca, 2008). Blacks and Hawks (2005) menyatakan bahwa stroke adalah perubahan neorulogis yang diakibatkan oleh interupsi aliran darah menuju ke bagian bagian otak tertentu. Menurut Smelzer and Bare (2008) stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah ketidaknormalan fungsi sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh gangguan aliran darah serebral. Sedangkan menurut Hudak (1996) stroke adalah deficit neurologi yang mempunyai awitan mendadak dan berlangsung dalam waktu 24 jam sebagai akibat dari cerebravascular disease (CVD). Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa stroke merupakan perubahan pada beberapa fungsi neurologis baik secara ringan sampai berat yang diakibatkan oleh gangguan pembuluh darah otak. Penyebab stroke adalah pecahnya (ruptur) pembuluh darah di otak dan/atau terjadinya thrombosis dan emboli. Gumpalan darah akan masuk ke aliran darah sebagai akibat dari penyakit lain atau karena adanya bagian otak yang cedera dan menutup/menyumbat arteri otak (Batticaca, 2008). Stroke dibagi menjadi dua jenis, yaitu stroke iskemik/non hemoragik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik sebagian besar merupakan komplikasi dari penyakit vaskular, yang ditandai dengan gejala penurunan tekanan d arah yang mendadak, takikardia, pucat, dan pernapasan yang tidak teratur. Sementara stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intrakranial dengan gejala peningkatan tekanan darah sistol lebih dari 200 mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah keunguan, sianosis, dan pernapasan mengorok (Batticaca, 2008).
4
Stroke non hemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari.Tidak terjadi perdarahan tapi terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.Kesadaran umumnya baik (Muttaqin, 2008).
B. KLASIFIKASI STROKE
Menurut Muttaqin (2008), klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya: 1. TIA (Transient Ischemic Attack) Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. 2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) RIND mirip dengan TIA tetapi kejadiannya lebih lama daripada TIA dimana gejala hilang lebih dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari 1 minggu. 3. Stroke involusi Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. 4. Stroke komplet Gangguan
neurologis
yang
timbul
sudah
menetap
atau
permanen.Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang. Menurut Corwin(2009), klasifikasi stroke dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Stroke Iskemik/ Non Hemoragik Penyumbatan arteri yang menyebabkan stroke iskemik dapat terjadi akibat thrombus (bekuan darah di arteri serebri) atau embolus (bekuan darah yang berjalan ke otak dari tempat lain ditubuh). a. Stroke Trombotik Stroke trombotik terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya karena aterosklerosis berat. Sering kali, individu mengalami satu atau lebih
5
serangan iskemik sementara transient ischemic attack(TIA) sebelum stroke trombotik yang sebenarn ya terjadi. b. Stroke Embolik Stroke embolik berkembang setelah oklusi arteri oleh embolus yang terbentuk diluar otak.Sumber umum embolus yang menyebabkan stroke adalah jantung setelah infark miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus yang merusak arteri karotis komunis atau aorta. Klasifikasi stroke non hemoragik menurut Dewanto (2009) berdasarkan waktunya terdiri atas: a. Transient ischaemic attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam waktu kurang dari 30 menit. b. Reversible ischaemic neurological deficit (RIND): defisit neurologis membaik kurang dari seminggu. 2. Stroke Hemoragik Stroke hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga menyebabkan iskemia (penurunan aliran) dan hipoksia disebelah hilir.Penyebab stroke hemoragik adalah hipertensi, pecahnya aneurisme atau malformasi arteriovenosa (hubungan yang abnormal).Hemoragik dalam otak secara sifnifikan meningkatkan tekanan intracranial, yang memperburuk otak yang dhasilkannya.
C. ETIOLOGI
Menurut Batticaca (2008), penyebab dari stroke yaitu: 1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak. 2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak. 3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak. Menurut Dewanto (2009), etiologi dari stroke non hemoragik atau iskemik, yaitu: 1. Vaskuler: aterosklerosis, displasi fibromuskuler, inflamasi ( giant cell arteritis, poliarteritis nodosa, anginitis granuloma, arteritis sifilitika,
6
diseksi arteri, penyalahgunaan obat, sindrom Moyamoya, thrombosis sinus atau vena. 2. Kelainan jantung: thrombus mural, aritmia jantung, endokarditis infeksiosa dan noninfeksiosa, penyakit jantung rematik, penggunaan katup jantung prostetik, miksoma atrial, dan f ibrilasi atrium. 3. Kelainan darah: trombositosis, polisitemia, anemia sel sabit, leukositosis, hiperkoagulasi, dan hiperviskositas darah. Faktor resiko dari stroke non hemoragik menurut Wahyu (2009) adalah: 1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah a. Usia Setelah mencapai 55 tahun, risiko stroke meningkat dua kali lipat setiap penambahan usia 10 tahun. Dua per tiga dari kasus stroke diidap oleh mereka yang berusia 65 tahun. b. Jenis kelamin Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih beresiko terserang stroke dibandingkan wanita. Namun, kematian akibat stroke lebih banyak dijumpai pada wanita dibandingkan laki-laki karena umumnya wanita terserang stroke pada usia yang lebih tua. c. Riwayat keluarga Adanya riwayat stroke di dalam keluarga bisa jadi karena adanya kelainan bawaan pada pembuluh darah, seperti arterivenous malformation (AVM), yaitu pembuluh darah menjadi mudah pecah (ruptur) dan menyebabkan stroke. d. Ras atau etnis Ras yang paling beresiko adalah ras kulit hitam karena dari angka kejadian hipertensi dan konsumsi garam yang tinggi pada ras kulit hitam. 2. Faktor resiko yang dapat diubah a. Hipertensi b. Kebiasaan merokok c. Penyakit dan kelainan irama jantung d. Diabetes mellitus tipe 2
7
D. KONSEP DOKTRIN MONROW KELLIE
Doktrin Monro-Kellie adalah suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan
pengertian
bahwavolume
intracranial
padadasarnya
merupakan
dinamika selalu rongga
TIK.Konsep konstan
yang
karena
tidak
utamanya
adalah
rongga
kranium
mungkin mekar.Secara
sederhana, isi tengkorak terdiri atas darah (vena dan arteri), jaringan otak dan cairan intrakranial yang konstan pada tekanan 10 mmHg. Sehingga jika terjadi penambahan isi tengkorak dari salah satu komponen diatas akan menimbulkan penurunan volume pada isiyg lainnya termasuk adanya massa, hal ini akan menyebabkan peningkatan TIK. Doktrin Monro-Kellie : Kompensasi intracranial terhadap masayang berkembang. Volume isi intracranial akan selalu konstan.Bila terdapat penambahan masa seperti adanya hematoma,akanmenyebabkan tergesernya CSF dan darah vena keluar dari ruangintracranial dengan volume yang sama, TIK akan tetap normal. Namun bila mekanisme kompensasi ini terlampaui maka kenaikan jumlah masa yang sedikit saja akan menyebabkan kenaikan TIK yang tajam.TIK yang normal tidak berarti tidak adanya lesi masa intracranial,karena TIK umumnya tetap dalam batas normal sampai kondisipenderita
mencapai
titik
dekompensasi
dan
memasuki
faseekspansional kurva tekanan-volume.Karenanya semua upaya ditujukan untuk menjaga agar TIK penderita tetap pada garis datar kurva volumetekanan, dan tidak membiarkannya sampai melewati titik dekompensasi.
E. PATOFISIOLOGI
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk otak, thrombus dapat berasal dari plak atreosklerosis atau darah dapat beku pada daerah stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau turbulensi. Thrombus
8
mengakibatkan iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema serta kongesti disekitar area.Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu sendiri (Corwin, 2009).
Commented [I1]: Setelah itu bagaimana perjalanan
Pada aterotrobosis (emboli) memutuskan aliran darah otak (cerebral blod flow /CBF). Nilai normal CBF adalah 52 ml per 100mg jaringan otak per menit. Jika CBF kurang dari 30ml/100mg/menit, maka akan terjadi iskemik, jika CBF kurang dari 10ml/100mg/menit, maka akan terjadi kekurang oksigen, sehingga dilanjutkan adanya proses fosforilasi oksidatif terhambat. Hal ini dapat menyebabkan produksi ATP berkurang yang selanjutnya pompa NA-K-ATP-ASE tidak berfungsi.selanjutnya akan terjadi pembukaan kanal ion Ca untuk mendepolarisasi membrane sell saraf. Pada proses yang terus menerus maka akan terjadi kenaikan influk Ca secara cepat yang mengakibatkan gangguan homeostatis Ca. Ca merupakan signal molekul yang mengaktifasi berbagai enzyme dan memacu proses bio kimia sehingga kematian sell (nekrosis) menimbulkan gejala pada saraf yang mengalami kerusakan atau kematian. Perubahan fase stroke akut, terjadi perubahan pada aliran darah otak. Pada daerah yang terkena iskemia, aliran darah menurun secara signifikan. Secara mikroskopik daerah yang iskemik (penumbra) yang pucat ini akan dikelilingi oleh daerah hiperemis di bagian luar yaitu daerah yang disebut sebagai ‘ luxury perfusion’, karena melebihi kebutuhan metabolic sebagai akibat dari mekanisme sistem kolateral yang mencoba mengatasi keadaan iskemik. Di daerah sentral dari focus iskemik ini terdapat inti yang terdiri atas jaringa nekrotik atau jaringan dengan tingkat iskemik yang berat. Konsep penumbra iskemik merupakan landasan dasar pada pengobatan stroke, karena merupakan manifestasi terdapatnya struktur seluler n euron yang masih hidup dan mungkin masih refer sible apabila dilakukan pengobatan yang cepat. Usaha pemulihan daerah penumbra dilakukan dengan re-prefusi harus tepat waktunya agar aliran dar ah kembali ke daerah iskemik tidak terlambat.
F. MANIFESTASI KLINIS
9
permasalahan yang terjadi pada stroke setelah terjadinya infark otak maka akan mengakibatkan kegawatan apa saja
Menurut Smeltzer & Bare ( 2002), manifestasi stroke adalah: 1. Kehilangan Motorik a. Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) b. Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh) 2. Kehilangan Komunikasi a. Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya. 3. Gangguan Persepsi a. Disfungsi persepsi visual, dikarenakan gangguan jaras sensori primer diantara
mata
dan
korteks
visual.
Homonimus
hemianopsia
(kehilangan setengah lapang pandang), sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis. Klien dapat mengalami amorfosintesis, yaitu jika kepala pasien berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan cenderung mengabaikan bahwa tempat dan ruang di sisi tersebut. b. Gangguan dalam hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial). Pasien mungkintidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke b agian tubuh. c. Kehilangan sensori (kerusakan sentuhan ringan maupun lebih berat) dengan kehilangan prepriosepsi [kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan tubuh] serta mkesulitan dalam menginterpretasikan stimulasi visual, taktil dan auditorius. 4. Kerusakan Fungsi Kognitif dan Efek Psikologik Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
10
5. Disfungsi Kandung Kemih Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara
karena
konfusi,
ketidakmampuan
mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan menggunakan urinal karena kerusakan control motorik dan postural. Menurut Muttaqin (2008), perbedaan antara stroke non hemoragik dengan stroke hemoragik, yaitu: Gejala (Anamnesa)
Awitan (onset)
Stroke Non-hemoragik
Sub-akut kurang
Stroke Hemoragik
Sangat akut/mendadak
Waktu
(saat
terjadi
Mendadak
Saat aktivitas
Peringatan
Bangun pagi/istirahat
-
Nyeri kepala
+ 50% TIA
+++
Kejang
+/-
+
Muntah
-
+
Kesadaran menurun
-
+++
awitan)
Kadang sedikit Koma/kesadaran
+/-
+++
Kaku kuduk
-
++
Tanda kernig
-
+
Edema pupil
-
+
Perdarahan retina
-
+
Bradikardia
Hari ke-4
Sejak awal
Penyakit lain
Tanda adanya
Hampir selalu
aterosklerosis di retina,
hipertensi,
koroner, perifer. Emboli
aterosklerosis,
pada kelainan katup,
penyakit jantung
fibrilasi, bising karotis.
hemolisis
menurun
Pemeriksaan
darah -
+
pada LP
11
Rontgen
+
Kemungkinan pergeseran glandula pineal
Angiografi
Oklusi, stenosis
Aneurisma, AVM, massa intrahemisfer/vasospa sme
CT scan
Densitas berkurang (lesi Massa intracranial hipodensi)
densitas bertambah (lesi hiperdensi)
Oftalmoskop
Fenomena silang
Perdarahan retina atau
Silver wire art
korpus vitreum
- Tekanan
Normal
Meningkat
- Warna
Jernih
Merah
- Eritrosit
< 250/mm3
> 1000/mm3
Arteriografi
Oklusi
Ada pergeseran
EEG
Di tengah
Bergeser dari bagian
Lumbal pungsi
tengah G. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer Pengkajian Primer a. Airway Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya sendiri. Hal ini bisa diakibatkan karena gangguan pada saraf hipoglosus sehingga lidah jatuh menutupi jalan napas. b. Breathing
12
Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas. c. Circulation Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut. d. Disability Menilai tingkat kesadaran pasien.
Commented [I2]: Pada stroke terjadi penurunan kesadaran atau tidak?penurunan kesadarannya karena apa?
2. Pengkajian sekunder a. Keadaan Umum Umumnya mengalami penurunan kesadaran.Suara bicara kadang mengalami gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan tanda-tanda vital yaitu tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi. a. Penilaian GCS Glasgow Coma Scale (GCS) memberikan 3 bidang fungsi neurologi, memberikan gambaran pada tingkat responsive pasien dan dapat digunakan saat mengevaluasi status neurologi pasien yang mengalai cedera kepala.Evaluasi ini tidak dapat digunakan dalam pengkajian neurologi yang lebih dalam, cukup hanya mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka mata.Nilai terendah adalah 3 (respon paling sedikit) dan nilai tertinggi adalah 15 (paling berespon).Nilai 7 atau nilai dibawah 7 umumnya dikatakan sebagai koma, dan membutuhkan intervensi keperawatan bagi pasien koma tersebut. Adapun penilaian GCS adalah sebagai b erikut: Membuka mata
Nilai
Spontan
4
13
Respon terhadap perintah
3
Dengan rangsangan nyeri
2
Tidak bereaksi
1
Respon verbal
Nilai
Baik dan tidak ada disorientasi Kacau
(disorientasi
waktu
5 dan
tempat) Tidak tepat (tidak berupa kalimat dan tidak tepat)
4
3
Mengerang
2
Tidak ada jawaban
1
Respon motoric
Nilai
Menurut perintah
6
Mengetahui lokasi nyeri
5
Reaksi menghindari nyeri
4
Reaksi fleksi (dekortikasi)
3
Reaksi ekstensi (deserebrasi)
2
Tidak ada reaksi
1
1. B1 (BREATHING) Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas didapatkan ronkhi pada pasien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran. 2. B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya meningkat dan bisa hipertensi masifdengan tekanan darah lebih dari 200 mmHg.
14
3. B3 (BRAIN) Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting yangmembutuhkan pengkajian.Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk mendeteksi disfungsi sistem persarafan. 4. B4 (BLADDER) Setelah stroke klien mungkin mengalamai inkontinensia urine sementara
karena
konfusi,
ketidakmampuan
mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang.
5. B5 (BOWEL) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, dan muntah pada fase akut.Mual samapai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. 6. B6 (BONE) Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah stu sisi tuuh, adalah tanda yang lain (Muttaqin, 2008). 7. Pemeriksaan Saraf Kranial a.
Saraf I (Olfaktorius) Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II (Optikus)
15
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer diantara mata dan korteks visual.Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kanan.Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. c.
Saraf III, IV, dan VI (Okulomotor, Troklearis, Abdusen) Apabila
akibat
stroke
mengakibatkan
paralisis
seisi
otot-otot
okularisdidapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat u nilateral disisi yang sakit. d. Saraf V (Trigeminus) Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus internus dan eksternus e. Saraf VII (Fasialis) Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. f.
Saraf VIII ( Vestibulokoklearis) Tidak ditemukan adanya tuli konduktif d an tuli persepsi
g. Saraf IX dan X (Glosofaringeal dan vagus) Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut h. Saraf XI (aksesorius) Tidak ada atrofi o tot sternokleidomastoideus dan trpezius i.
Saraf XII (Hipoglossus) Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.Indera pengecapan normal.
8. Pemeriksaan Refleks a. Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan tendon, ligamentum, atau periosteum derajat reflex pada respons normal
16
b. Pemeriksaan reflex patologis, pada fase akut reflex fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari reflex fisiologis akan muncul kembali didahului dengan reflex patologis.
H. PENATALAKSANAAN
Commented [I3]: Penatalaksanaan fase akut atau saat kegawatan di IGD untuk pasien stroke mana?
1. Umum a. Nutrisi b. Hidrasi intravena: koreksi dengan NaCl 0,9% jika hipovolemik. c. Hiperglikemia: koreksi dengan insulin skala luncur. Bila stabil, beri insulin regular subkutan. d. Neurorehabilitasi dini: stimulasi dini secepatnya dan fisioterapi gerak anggota badan aktif maupun pasif. e. Perawatan kandung kemih: kateter menetap hanya pada keadaan khusus (kesadaran menurun, demensia, dan afasia global).
2. Khusus a. Terapi spesifik stroke non hemoragik akut: 1) Trombolisis rt-PA intravena/intraarterial pada ≤3 jam setelah awitan stroke dengan dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg). Sebanyak 10% dosis awal diberi sebagai bentuk bolus, sisanya dilanjutkan melalui infus dalam waktu 1 jam. 2) Antiplatelet: asam salisilat 160-325 mg/hari 48 jam setelah awitan stroke atau Clopidogrel 75 mg/hari. 3) Obat neuroprotektif. b. Hipertensi 1) Bila tekanan darah sistolik >230 mmHg atau tekanan diastolic >140 mmHg, berikan nikardipin (5-15 mg/jam infus kontinu), diltiazem (5-40 mg/kg/menit infus kontinu) atau nimodipin (60 mg/4 jam per oral). 2) Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolik 105140 mmHg, atau tekanan darah arterial rata-rata 130 mmHg pada dua kali pengukuran tekanan darah dengan selang 20 menit atau
17
pada keadaan hipertensi gawat darurat (infark miokard, edema paru kardiogenik, retinopati, nefropati, atau ensefalopati hipertensif) dapat diberikan: labetalol (10-20 mg IV selama 1-2 menit, ulangi atau gandakan setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis awal berupa bolus yang diikuti oleh labetanol drip 28 mg/menit), nikardipin, diltiazem, dan nimodipin. 3) Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik <105 mmHg, tangguhkan pemberian obat antihipertensi. c. Thrombosis vena dalam 1) Heparin 5000 unit/12 jam selama 5-10 hari. 2) Low Molecular Weight Heparin (enoksaparin/nadroparin) 2x 0,30,4 IU SC abdomen. 3) Pneumatic
boots,
stoking
elastic,
fisioterapi,
dan
mobilisasi(Dewanto, 2009). I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Commented [I4]: Bab pemeriksaan penunjang diletakkan sebelum proses keperawatan
1. Angiografi Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri. 2. Scan Tomografi Komputer (Computerized Tomography Scanning- CT scan) Mengetahui adanya tekanan normal dan adanya thrombosis, emboli serebral, dan tekanan intrakranial (TIK).Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid dan perdarahan intrakranial. Kadar protein total meningkat, beberapa kasus thrombosis disertai proses inflamasi. Pada kasus stroke non hemoragik, warna otak akan lebih banyak warna hitam, sedangkan stroke hemoragik lebih banyak berwarna putih.
18
Sumber: Sutrisno (2010) 3. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI mampu mendeteksi berbagai kelainan otak dan pembuluh darah otak yang sangat kecil yang tak mungkin dijangkau CT scan.MRI menunjukkan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena (MAV). 4. Ultrasonografi Doppler (USG doppler) Mengidentifikasi penyakit aeteriovena (masalah sistem arteri karotis /aliran darah dan timbulnya plak) dan arteriosklerosis. 5. Elektroensefalogram (EEG) Mengidentifiksi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik 6. Sinar tengkorak Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral, kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid. (Batticaca, 2008) 7. Pemeriksaan darah lengkap Jumlah sel dihitung untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia 8. Tes darah koagulasi
19
Tes ini digunakan untuk mengukur seberapa cepat darah pasien dapat menggumpal.Gangguan
penggumpalan
darah
dapat
menyebabkan
perdarahan atau pembekuan darah. 9. Tes kimia darah Tes kimia darah untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat. Jika kadar gula atau kolesterol berlebih dapat menjadi tanda menderita diabetesmellitus atau jantung. Kedua penyakit ini adalah pemicu stroke. 10. Tes lipid darah Tes ini dimanfaatkan untuk melihat kadar kolesterol, yaitu kadar kolesterol baik (HDL-high density lipoprotein), kolesterol jahat (LDL-low density lipoprotein), trigliserida, dan total kolesterol (Sutrisno, 2010).
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL
Diagnosa yang mungkin muncul pada kasus stroke non h emoragik antara lain: 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak 2. Gangguan persepsi sensori 3. Hambatan mobilitas fisik 4. Hambatan komunikasi verbal 5. Defisit perawatan diri 6. Gangguan menelan 7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 8. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 9. Gangguan eliminasi urine 10. Perubahan proses pikir 11. Resiko jatuh 12. Resiko kerusakan integritas kulit
Commented [I5]: Diagnose yang dimunculkan sesuai dengan pathway yang dibuat dan focus ke masalah kegawatdaruratan
K. INTERVENSI KEPERAWATAN No.
1.
Diagnosa
Tujuan
Ketidakefektifan
NOC
bersihan jalan napas
1. Respiratory status:
Intervensi NIC
20
Ai rway suction:
(NANDA: 00031)
ventilation 2. Respiratory status: airway patency
1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning 2. Auskultasi suara napas
Kriteria Hasil:
sebelum dan sesudah
1. Mendemonstrasikan
suctioning
batuk efektif dan suara
3. Informasikan pada
napas yang bersih, tidak
klien dan keluarga
ada sianosis dan
tentang suctioning
dispnea (mampu
4. Minta klien napas
mengeluarkan sputum,
dalam sebelum suction
mampu bernapas
dilakukan
dengan mudah, tidak ada pursed lips). 2. Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama napas, frekuensi
5. Berikan oksigen dengan menggunakan nasal kanul 6. Gunakan alat yang steril 7. Anjurkan klien untuk
napas dalam rentang
istirahat dan napas
normal, tidak ada suara
dalam setelah kateter
napas abnormal).
dikeluarkan dari
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat
nasotrakeal 8. Monitor status oksigen klien 9. Ajarkan keluarga
menghambat jalan
bagaimana cara
napas
melakukan suction 10. Hentikan suction dan berikan oksigen apabila klien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
Ai rway management:
21
1. Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw trust bila perlu 2. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi klien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan 4. Pasang mayo bila perlu 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6. Keluarkan sekret dengan batuk efektif atau suction 7. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan 8. Lakukan suction pada mayo 9. Berikan bronkodilator bila perlu 10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab 11. Atur intake untuk cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan 12. Monitor respirasi dan status O2 2.
Ketidakseimbangan
NOC:
NIC
22
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh(NANDA: 00002)
1. Nutritional status 2. Nutritional status: F ood and fluid intake
Weight Management 1. Bina hubungan dengan keluarga klien
3. Nutritional status:
2. Jelaskan keluarga
nutrient intake
klien mengenai
Commented [I6]: Kok nutrisi dulu….bukannya kegawatan pada stroke bisa terjadi di breathing??mana yang lebih dulu?
4. Weight control
pentingnya pemberian
Kriteria Hasil:
makanan, penambahan
1. Adanya peningkatan
berat badan dan
berat badan sesuai dengan tujuan 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 3. Mampu
3. Jelaskan kelurga klien tentang kondisi berat badan klien 4. Jelaskan resiko dari
mengidentifikasi
kekurangan berat
kebutuhan nutrisi
badan
4. Tidak ada tanda-tanda
5. Berikan motivasi
malnutrisi
keluarga klien untuk
5. Menunjukan
meningkatkan berat
peningkatan fungsi pengecapan dari menelan 6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti 3.
kehilagan berat badan
badan klien 6. Pantau porsi makan klien 7. Anjurkan klien makan teratur.
Hambatan
NOC:
NIC:
Komunikasi verbal
1. Anxiety Self Control
Communicatin and
(NANDA: 00051)
2. Coping
E nhancement: Speech
3. Sensori F unction:
Deficit
Hearing dan Vi sion 4. F ear Self Control Kriteria Hasil:
1. Komunikasi: penerimaan,
23
Commented [I7]: Kegawatan tidak?
1. Gunakan penerjemah jika diperlukan 2. Beri satu kalimat sederhana setiap bertemu jika diperlukan
interpretasi dan
3. Konsultasikan dengan
ekspresi pesan lisan,
dokter kebutuhan terapi
tulisan, dan non verbal
wicara
meningkat 2. Komunikasi ekspresif
4. Dorong pasien untuk berkomunikasi secara
(ksulitan bicara):
perlahan dan untuk
ekspresi pesan verbal
mengulangi permintaan
dan/ atau pesan
5. Dengarkan dengan
nonverbal yang
penuh perhatian
bermakna 3. Komunikasi reseptif (kesulitan mendengar):
6. Berdiri didepan pasien keika berbicara 7. Gunakan kartu baca,
penerimaan komunikasi
kertas, pensil, bahasa
dan interpretasi pesan
tubuh, gambar, daftar
verbal dan/atau
kosakata bahasa asing,
nonverbal
computer, dll untuk
4. Gerakan terkoordinasi:
memfasilitasi
mmpu mengkoordinasi
komunikasi dua arah
gerakan dalam
yang optimal
menggunakan isyarat 5. Pengolahan informasi: klien mampu untuk memperoleh, mengatur,
8. Ajarkan bicara dari esophagus jika diperlukan 9. Beri anjuran kepada
dan menggunakan
pasien dan keluarga
informasi.
tentang penggunaan
6. Mampu mnegontrol respon ketakutan dan kecemasan terhadap ketidakmampuan berbicara 7. Mampu memanajemen kemampuan fisik yang
24
alat bantu bicara 10. Berikan pujian positif jika diperlukan 11. Anjurkan pada pertemuan kelompok 12. Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur
dimiliki 8. Mampu mengomunikasikan
untuk member stimulus komunikasi 13. Anjurkan ekspresi diri
kebutuhan dengan
dengan cara lain dalam
lingkungan sosial.
menyampaikan informasi (bahasa isyarat).
4.
Resiko jatuh
NOC
NIC
(NANDA: 00155)
1. Trauma Risk F or
F all Prevention
2. I njury Risk F or
1. Mengidentifikasi
Kri teri a H asil
deficit kognitif atau
1. Keseimbangan:
fisik pasien yang dapat
kemampuan untuk
meningkatkan potensi
mempertahankan
jatuh dalam lingkungan
equilibrium
tertentu
2. Gerakan terkoordinasi:
2. Mengidentifikasi
kemampuan otot untuk
perilaku dan faktor
bekerja sama secara
yang mempengaruhi
volunteer untuk
resiko jatuh
melakukan gerakan yang bertujuan 3. Perilaku pencegahan:
3. Mengidentifikasi karakteistik lingkungan yang dapat
jatuh tindakan individu
meningkatkan potensi
atau pemberi asuhan
untuk jatuh, misalnya
untuk meminimalkan
lantai licin, tangga
faktor resiko yang
terbuka
dapat memicu jatuh di liingkungan individu
4. Sarankan perubahan dalam gaya berjalan
4. Kejadian jatuh: tidak
kepada pasien.
ada kejadian jatuh
5. Mendorong pasien
5. Pengetahuan: pemahaman
25
untuk menggunakan otngkat atau alat bantu
pencegahan jatuh, keamanan pribadi, keselamatan fisik 6. Pelanggaran perlindungan tingkat kebingungan akut
jalan. 6. Kunci roda dari kursi roda, tempat tidur, atau brankart selama transfer pasien 7. Tempatkan barang
7. Tingkat agitasi
ditempat yang mudah
8. Komunikai
dijangkau pasien
pengendalian resiko: kekerasan 9. Kejadian terjun 10. Pengendalian resiko:
8. Ajarkan pasien bagaimana jatuh untuk meminimalkan cedera 9. Memantau kemampuan
penggunaan alcohol,
untuk mentransfer dari
narkoba, pencahayaan
tempat tidur ke kursi
sinar matahari
dan sebaliknya. 10. Gunakan teknik yang tepat untuk mentransfer pasien ked dan dari kursi roda, tempat tidur, toilet, dan sebagainya. 11. Berikan pasien sarana bantuan pemanggilan misalnya bel atau cahaya panggilan 12. Berikan pencahayaaan yang memadai untuk meningkatkan visibilitas 13. Sediakan pegangan tangan 14. Anjurkan pasien untuk
26
memakai kacamata jika diperlukan 15. Edukasi keluarga teintang faktor resiko jatuh dan bagaimana meminimaliskan resiko jatuhSarankan alas kaki yang aman 16. Kolaborasi dengan terapis untuk program latihan berjalan 17. Kolaborasi dengan tenaga medis untuk meminimalkan efek samping dari obat yang berkontribsi terhadap jatuh. 5.
Kerusakan memori
NOC
NIC
(NANDA: 00131)
1. Tissue Perfusion
Neurology Monitoring
Cerebral
1.
Pantau ukuran pupil,
2. Acute Confusion Level
bentuk, kesimetrisan,
3. E nvironment
dan reaktivitas
interpretation
2.
syndrome impared
Commented [I8]: Kegawatan tidak?
Pantau tingkat kesadaran pasien
Kriteria Hasil:
3.
Pantau tingkat orientasi
1. Orientasi Kognitif :
4.
Pantau nilai GCS
5.
Monitor memori baru,
mampu mengidentifikasi orang,
rentang perhatian,
tempat dan waktu
memori masa lalu,
secara akurat
suasana hati, dan
2. Konsentrasi: mampu focus pada stimulus
27
perilaku 6.
Monitor tanda-tanda
tertentu
vital : suhu, tekanan
3. Ingatan (memori) :
darah, denyut nadi dan
mampu mengingat kembali dan
pernapasan 7.
Monitor satatus
menyampaikan kembali
pernapasan: ABG
informasi yang
tingkat, oksimetri,
disimpan sebelumnya.
kedalaman pola napas
4. Kondisi neurologis :
8.
Pantau ICP dan CPP
kemampuan system
9.
Pantau reflex kornea
saraf perifer dan system
10. Pantau reflex batuk dan
saraf pusat untuk menerima, memproses, dan member respon terhadap stimuli internal dan eksternal. 5. Kondisi neurologis: kesadaran 6. Menyatakan
muntah 11. Pantau otot, gerakan motorik. 12. Pantau kekuatan cengkeraman 13. Pantau gemetar 14. Pantau simetri wajah 15. Pantau gangguan
kemampuan mengingat
visual: diplopia,
mneingkat.
nistagmus, pemotongan bidang visual, penglihatan kabur, dan ketajaman visual 16. Catat keluhan sakit kepala 17. Pantau karakteristik bicara : kelancaran, keberadaan aphaias atau temuan kesulitan dalam berbicara 18. Pantau terhadap rangsangan: verbal,
28
taktil, dan bahaya 19. Pantau diskriminasi tajam/tumpul dan panas/dingin 20. Pantau parethesia: mati rasa atau kesemutan 21. Pantau indera penciuman 22. Pantau respon Babinski 23. Pantau respon Cushing 24. Pantau kraniotomi 25. Pantau respon terhadap obat 26. Konsultasikan dengan tenaga medis 27. Hindari kegiatan yang meningkatkan tekanan intracranial 6.
Ketidakseimbangan
NOC
NIC
perfusi jaringan
1. Ci rculation status
Peripheral Sensation
otak (NANDA :
2. Tissue Perfusion :
00201)
Management
cerebral
1. Monitor adanya daerah
Kriteria Hasil
tertentu yang hanya
1. Mendemonstrasikan
peka terhadap
status sirkulasi yang
panas/dingin/tajam,tum
ditandai dengan:
pul
tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan 2. Tidak ada hipertensi ortostatik 3. Tidak ada tanda-tanda
29
2. Monitor adanya paretese 3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi
peningkatan tekanan intracranial (<15 mmhg) 4. Mendemonstrasikan kemampuan kogntif ditandai dengan: berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan 5. Menunjukkan perhatian, konsentrasi, dan orientasi
4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan pungung 6. Monitor kemampuan BAB 7. Kolaborasi pemberian analgetik 8. Monitor adanya tromboplebtis 9. Diskusikan mengenai
6. Memproses informasi
penyebab perubahan
7. Mampu membuat
sensasi.
keputusan dengan benar 8. Mennjukkan fungsi sensorii motorik cranial yang ututh: tingkat kesadaran membaik, tidak ada gerakangerakan involunter. 7.
Hambatan mobilitas
NOC
NIC
fisik (NANDA :
1. Joint Movement :
E xercise Therapy :
00085)
Active 2. Mobility Level 3. Self Care: AD Ls
Ambulation 1. Monitor vital sign sebelum/sesudah latihan
4. Tr ansfer Performance
dan lihat respon pasien
Kriteria Hasil:
saat latihan
1. Klien dapat
2. Konsultasikan dengan
meningkatkan aktivitas
terapi fisik tentang
fisik
rencana ambulasi sesuai
30
2. Mengetahui tujuan peningkatan mobilitas fisik 3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan
dengan kebutuhan 3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera 4. Ajarkan pasien atau
dan kemampuan
tenaga kesehatan lain
berpindah
tentang teknik ambulasi
4. Memperagakan penggunaan alat untuk mobilisasi
5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi 6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan 7. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADL’s pasien 8. Berikan alat bantu jika klien membutuhkan 9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.
31