LAPORAN KOMPREHENSIF ASUHAN KEBIDANAN PADA PERSALINAN POSTDATE, INERSIA UTERI PRESENTASI PUNCAK KEPALA, DISTOSIA BAHU, KALA II LAMA DI VK RSU HAJI SURABAYA
OLEH: Dian Ratna Fatmawati
011613243032
Arum Sartika Gerdawati
011613243079
Dyah Aprilya Sulistiani
011613243033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2017
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan postdate disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat
bulan, kehamilan lewat waktu, prolonged pregnancy, extended pregnancy, post datisme atau pascamaturitas adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus neagle dengan siklus haid rata-rata. Kehamilan postterm berpengaruh pada janin. Dalam kenyataannya kenyataannya kehamilan serotinus mempunyai pengaruh terhadap perkembangan janin sampai kematian janin. Ada janin yang dalam masa kehamilan 42 minggu atau lebih berat badannya meningkat terus, ada yang tidak bertambah, ada yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya, atau meninggal dalam kandungan karena kekurangan zat makanan dan oksigen. Kehamilan serotinus mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal, atau makrosomia. Sementara itu resiko bagi ibu dengan kehamilan serotinus dapat berupa partus lama, inersia uteri, dan perdarahan perdarahan pasca persalinan ataupun tindakan obstetric yang menigkat (Prawiroharjo, 2010). Komplikasi dapat terjadi pada ibu dan janin, komplikasi pada janin diantaranya adalah oligohidramnion yang mengakibatkan asfiksia dan gawat janin intrauterine, dan aspirasi air ketuban disertai mekonium yang mengakibatkan gangguan pernafasan janin dan gangguan sirkulasi bayi setelah lahir. Penyebab terjadinya kehamilan lewat waktu adalah ketidakpastian
tanggal
haid
terakhir,
terdapat
kelainan
kongeital
anensefalus, dan terdapat hipoplasia kelenjar adrenal (Manuaba, 2008). Dampak yang terjadi pada persalinan postdate bila tidak segera ditangani antara lain anak besar yang dapat menyebabkan disproporsi sefalopelvik, oligohidramnion oligohidramnion dapat menyebabkan kompresi tali pusat, gawat janin sampai bayi meninggal, keluarnya mekoneum yang dapat menyebakan aspirasi mekoneum pada bayi (Saifuddin, 2008) Morbilitas dan mortalitas pada ibu : dapat meningkatkan sebagian akibat dari makrosomia janin dan tulang tulan g tengkorak menjadi lebih keras yang
menyebabkan distosia persalinan, partus lama, meningkatkan tindakan obstertrik dan persalinan traumatis/perdarahan post partum akibat bayi besar(Prawiroharjo, 2010). 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan dengan Post Post date serta komplikasinya dengan menerapkan pola pikir melalui pendekatan manajemen kebidanan menurut Varney dan pendokumentasian menggunakan menggunakan SOAP. 1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan Post date serta komplikasinya. 2. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian data subjektif dan data obyektif pada ibu bersalin dengan Post date serta komplikasinya. 3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial serta tindakan antisipasi. 4. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera, kolaborasi dan rujukan. 5. Mahasiswa mampu mengembangkan rencana tindakan asuhan kebidanan secara menyeluruh pada ibu bersalin dengan Post date sert a komplikasinya. 6. Mahasiswa mampu melaksanakan rencana tindakan ti ndakan asuhan kebidanan yang menyeluruh sesuai kebutuhan. 7. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi terhadap asuhan yang diberikan pada ibu bersalin dengan Post date serta komplikasinya. komplikasinya. 8. Mahasiswa dapat mendokumentasikan asuhan kebidanan dengan menggunakan dokumentasi SOAP. 9. Mahasiswa dapat melakukan pembahasan terhadap kasus yang ditemukan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Persalinan
2.1.1 Definisi Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 40 minggu), lahir spontan melalui vagina dengan presentasi belakang kepala, tanpa adanya komplikasi baik pada ibu maupun janin (Saifuddin, 2014) Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) mi nggu) tanpa disertai adanya penyulit (JNPK-KR, 2013). Pada akhir kehamilan, secara progesif uterus lebih peka sehingga pada akhirnya timbul kontraksi yang secara ritmis semakin lama semakin kuat sehingga bayi dapat dilahirkan (Guyton & Hall, 2014) Bentuk persalinan berdasarkan definisi (Saifuddin, 2014): 1. Persalinan Spontan, persalinan yang sepenuhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri 2. Persalinan Buatan, bila proses persalinan dibantu dengan tenaga dari luar 3. Persalinan Anjuran, bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan 2.1.2 Faktor Penting dalam Persalinan Terdapat 3 faktor penting dalam persalinan yang disebut dengan 3P yaitu Power (kekuatan), Passage (jalan lahir), Passanger (janin). Berikut adalah penjelasan dari 3P (Saifuddin, 2014): 1. Power Power adalah kekuatan pada saat persalinan yang berasal dari His (Kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, dan keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu (Saifuddin, 2014).
a. His Kontraksi uterus selama persalinan dimulai terutama dari puncak fundus uteri dan menyebar kebawah ke seluruh korpus uteri. Selain itu,
intensitas kontraksi sangat besar pada puncak dan korpus uteri, tetapi lemah pada segmen bawah uterus yang berdekatan dengan serviks. Oleh karena itu, setiap kontraksi uterus cenderung mendorong bayi kebawah ke arah serviks. b. Kekuatan mengejan ibu Tenaga mengejan ibu sebenarnya merupakan koordinasi antara kontraksi diafragma dan otot dinding abdomen. Dan kekuatan meneran ini akan menjadi sangat maksimal jika ibu dalam posisi fleksi, dagu ibu menempel di dada dan tangan merangkul pahanya mendekat ke perut. c. Keadaan kardiovaskular respirasi metabolik Saat kepala sampai pada dasar panggul timbul suatu releks yang mengakibatkan
ibu
menutup
glotisnya
dan
usaha
mengejan
meningkatkan tekanan intratorak. Kombinasi ini akan menyebabkan penurunan tekanan arteri yang disebabkan penurunan curah jantung akibat aliran balik vena ke jantung menurun. Kondisi kardiovaskular yang baik sangat diperlukan. Apabila jatung tidak bisa mengkompensasi keadaan ini bisa terjadi dekompensasi kordis. 2. Passage Passage adalah jalan lahir. Jalan lahir yang dimaksud disini adalah panggul ibu terutama panggul dalam. Ukuran panggul dalam yang sempit akan mempersulit pengeluaran bayi. Kecuali apabila bayi berukuran kecil. Pada umumnya terdapat empat macam bentuk tulang panggul pada wanita (Saifuddin, 2014): a. Ginekoid Umumnya dikenal sebagai “pelvis wanita” karena merupakan tipe yang paling banyak ditemukan pada wanita. Segmen anterior, lateral, dan posterior pelvis berbentuk lingkaran sempurna, dengan diameter transversal kira-kira sama atau sedikit lebih besar daripada diameter anteroposterior. Diameter posterior hanya sedikit lebih pendek dibandingkan diameter sagitalis anterior. b. Android
Umumnya dikenal sebagai “pelvis pria” karena bentuk ini lebih sering ditemukan pada pria. Segmen posterior berbentuk wajik dan segmen anterior (pelvis depan) sempit dan berbentuk segitiga.
Diameter
sagitalis posterior cukup pendek jika dibandingkan dengan diameter sagital anterior. c. Antropoid Pelvis antropoid adalah bentuk pelvis yang sering ditemukan pada ras bukan kulit putih. Karakteristik bentuk oval dengan diameter anteroposterior lebih besar dibandingkan diameter transversal. Segmen anterior pelvis (pelvis depan) agak mengecil dan menyempit daripada segmen posterior. d. Platipeloid Pelvis ini ditemukan kurang dari tiga persen baik pada wanita kulit putih maupun bukan kulit putih. Dianggap sama dengan pelvis ginekoid datar. Tipe ini merupakan kebalikan dari pelvis antropoid, dengan diameter anteroposterior pendek dan diameter transversal yang lebar. Segmen anterior pelvis cukup lebar. 3. Passanger Passanger adalah keadaan janin yang meliputi letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada atau tidaknya kelainan anatomik mayor (Saifuddin, 2014). a. Letak Letak adalah hubungan antara sumbu panjang janin dan sumbu panjang ibu. Ada tiga kemungkinan letak pada janin, yaitu: l ongitudinal, lintang, dan oblik. b. Presentasi Presentasi merupakan bagian pertama janin yang memasuki pintu atas panggul. Ada tiga kemungkinan presentasi janin: sefalik, bokong, dan bahu. c. Ukuran/berat janin
Ukuran janin berhubungan dengan kondisi jalan lahir. Apabila ukuran janin terlalu besar dan tidak memungkinkan untuk bisa melewati jalan lahir, maka persalinan normal tidak bisa terjadi. d. Ada atau tidaknya kelainan anatomik mayor Kelainan anatomik mayor bisa menjadi salah satu penghambat terjadinya persalinan normal, misalnya hydrocephalus. Oleh karena itu, penting untuk ibu melakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui apakah ada kelainan anatomi pada bayinya. Selain 3P tersebut terdapat faktor lain yang juga mendukung terjadinya persalinan normal yaitu Psychology, Physician, Position. Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor ters ebut, persalinan normal dapat berlangsung (Saifuddin, 2014). 2.2 Konsep Dasar Postdate
2.2.1 Definisi Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, postdate, merupakan kehamilan yang berlangsung hingga 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari (Saifuddin, 2014). 2.2.2 Etiologi 1. Pengaruh progesterone Kadar progesterone tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang (Sofian, 2011) 2. Teori kortisol / ACTH janin Diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesterone berkurang dan memperbesar
sekresi
estrogen,
selanjutnya
berpengaruh
terhadap
meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat janin atau anencefalus, hypoplasia adrenal janin dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga menyebabkan kehamilan postterm (Saifuddin, 2014).
3. Saraf uterus Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi diduga sebagai penyebab kehamilan postterm (Saifuddin, 2014). 4. Herediter Riwayat kehamilan postterm akan meningkatkan risiko terjadinya kehamilan postterm pada kehamilan selanjutnya (Saifuddin, 2014). 2.2.3 Tanda-tanda bayi postmatur Berikut adalah tanda-tanda yang mungkin terlihat pada bayi postterm (Sofian, 2011): 1. Biasanya berat badan lebih dibandingkan dengan bayi matur 2. Tulang dan sutura lebih keras pada bayi matur 3. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang 4. Verniks kaseosa di badan kurang 5. Kuku-kuku panjang 6. Raambut kepala agak tebal 7. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel 2.2.4 Diagnosis Ada beberapa cara untuk mendiagnosis apakah kehamilan tersebut sudah lewat bulan atau belum, diantaranya (Saifuddin, 2014). 1. Riwayat Haid Diagnosis kehamilan postterm dapat dilihat menggunakan HPHT apabila HPHT diketahui secara pasti dan diagnosis ditentukan dengan menghitung usia kehamilan menggunakan rumus Naegele (Saifuddin, 2014). 2. Riwayat pemeriksaan antenatal a. Tes kehamilan Bila pasien melakukan tes imunologik sesudah terlambat haid 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan telah berlangsung selama 6 minggu. b. Gerak janin
Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan 18 – 20 minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu, sedangkan pada multigravida dirasakan sekitar 16 minggu. Petunjuk umum untuk taksiran persalinan pada primigravida adalah quickening ditambah 22 minggu dan multigravida ditambah 24 minggu. c. Denyut jantung janin (DJJ) DJJ dapat di dengar menggunakan Doppler pada usia kehamilan 10 – 12 minggu dan dengan stetoskop Laennec DJJ dapat di dengarkan mulai umur kehamilan 18 – 20 minggu. Kehamilan dinyatakan postterm bila didapatkan 3 atau lebih dari kriteria berikut ini:
Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif
Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler
Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali menggunakan stetoskop Laennec
3. Tinggi fundus uteri Dalam trimester pertama tinggi fundus uteri serial dalam centimeter dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar (Saifuddin, 2014). 4. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada pemeriksaan USG pada trimester pertama. Pada trimester pertama pemeriksaan crown-rump length / CRL memberikan ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan. Pada usia kehamilan sekitar 16 – 26 minggu, ukuran diameter biparietal dan panjang femur memberikan ketepatan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan (Saifuddin, 2014).
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat dilihat melalui pemeriksaan kadar lesitin/spingomeilin, aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA), sitologi cairan amnion dan pemeriksaan sitologi vagina (Saifuddin, 2014). 2.2.5 Permasalahan pada kehamilan postterm Kehamilan postterm memiliki risiko lebih tinggi terhadap kematian perinatal berkaitan dengan aspirasi mekoneum dan asfiksia. Pengaruh kehamilan postterm adalah sebagai berikut: 1. Perubahan pada plasenta Peningkatan risiko pada kehamilan possterm berkaitan dengan insufisiensi uteroplasental (Varney et al , 2015). Penurunan fungsi plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta adalah sebagai berikut (Saifuddin, 2014):
Pada kehamilan postterm terjadi penumpukan kalsium pada plasenta. Hal ini dapat menyebabkan gawat janin bahkan risiko IUFD meningkat hingga 2 – 4 kali lipat.
Selaput vaskulosinsial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya mekanisme transport plasenta.
Terjadi degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid, fibrosis, thrombosis intervili, dan infark vili.
Perubahan biokimia. Insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta dan kadar DNA di bawah normal, sedangkan konsentrasi RNA meningkat. Transport kalsiun tidak terganggu, aliran natrium, kalium, dan glukosa menurun. Pengangkutan bahan dengan berat molekul t inggi seperti asam amino, lemak, gama globulin mengalami gangguan sehingga menghambat pertumbuhan janin intrauterine.
2. Pengaruh pada janin a. Sindroma postmaturitas Berdasarkan
derajat
insufisiensi
plasenta
yang
terjadi,
tanda
postmaturitas ini dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu (Saifuddin, 2014):
Stadium I
: kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh dan mudah megelupas
Stadium II : gejala di atas disertai pewarnaan mekoneum (kehijauan) pada kulit Stadium III : disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat b. Gawat janin atau kematian perinatal Angka gawat janin meningkat setelah kehamilan 42 minggu dan sebagian besar terjadi intrapartum, umumnya disebabkan oleh:
Makrosomia, dapat menyebabkan distosia bahu, fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene, sampai kematian bayi
Insufiensi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, hipoksia janin, keluarnya mekoneum yang menyebabkan aspirasi mekoneum pada janin.
Cacat bawaan terutama akibat hypoplasia adrenal dan anencepalus.
Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi baru lahir adalah suhu yang tidak stabil hipoglikemi, polisitemi dan kelainan neurologik.
3. Pengaruh pada Ibu Morbiditas dan mortalitas pada ibu dapat meningkat sebagai akibat dari makrosomia janin menyebabkan persalinan traumatis dan perdarahan postpartum. Pada aspek emosi keluarga menjadi lebih cemas akibat kehamilan melewati taksiran persalinan. 2.2.6 Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan antisipasi Penatalaksanaan antisipasi dengan antisipasi kesejahteraan janin dengan meningkatkan pengkajian dan intervensi hanya jika terdapat indikasi. Berikut adalah penatalaksanaan antisipasi pada usia kehamilan 40 – 42 minggu (Varney et al , 2015): a. Kaji kembali TP wanita b. Kaji kembali rencana penanganan kehamilan lewat bulan dengan pasien, dokumentasikan rencana yang disepakati
c. Lakukan NST dua kali dalam seminggu, yang dimulai pada kehamilan usia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan d. Lakukan pengukuran volume cairan amnion, AFV, dua kali seminggu dimulai saat usia kehamilan 41 minggu hingga persalinan e. Lakukan uji profil biofisik dan konsultasi dengan dokter untuk hasil NST yang nonreaktif atau AFV yang rendah f. Konsultasikan dengan dokter kehamilan yang mendekati 42 minggu g. Jika usia kehamilan terus berlanjut hingga 42 minggu dan usia kehamilan dapat diandalkan, lakukan penatalaksanaan aktif sesuai dengan protokol 2. Penatalaksanaan aktif
Gambar 2.1 Alur penatalaksanaan kehamilan postdate (Saifuddin, 2014)
2.3 Konsep Dasar Persalinan Lama
2.3.1 Definisi Waktu persalinan yang memanjang karena kemajuan persalinan yang terhambat. Persalinan lama memiliki definisi berbeda sesuai dengan fase pada persalinan (Kemenkes, 2016) 2.3.2 Etiologi 1. Kelainan His a. Inersia uteri Inersia uteri adalah keadaan dimana his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada bagian-bagian lain, peranan fundus tetap menonjol. Kelainannya terletak pada kontraksi uterus lebih aman, singkat dan jarang daripada biasanya (Saifuddin, 2014). Keadaan ini disebut dengan inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction. Namun jika inersia terjadi setelah berlangsung his yang kuat dalam waktu yang lama maka disebut dengan inersia uteri sekunder. Diagnosa inersia uteri paling sulit ditegakkan pada masa laten. Setelah diagnosa inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan serviks, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul. Kemudian harus disusun rencana untuk penatalaksanaan persalinan yang lama ini (Saifuddin, 2014). Lakukan perbaikan keadaan umum pasien dan kosongkan kandung kemih serta rectum pasien. Pemberian oksitosin 5 unit dimasukkan kedalam larutan glukosa 5% diberikan dalam infus dengan kecepatan 12 tpm perlahan-lahan dan dapat di tingkatkan hingga kira-kira 50 tpm. Infus harus dihentikan apabila kontraksi uterus berlangsung lebiih dari 60 detik atau DJJ janin menjadi lebih cepat atau lebih lambat (Saifuddin, 2014). Maksud pemberian oksitosin adalah memperbaiki his sehingga serviks dapat membuka. Satu ciri khas oksitosin adalah hasil pemberiannya tampak dalam waktu singkat. Oleh karena itu tidak ada gunanya memberikan oksitosin dalam waktu berlarut-larut. Kalau tidak ada
kemajuan persalinan, hentikan pemberian selama beberapa jam untuk istirahat kemudian lanjutkan pemberian ulang. Namun apabila masih tetap tidak terdapat kemajuan, lebih baik dilakukan tindakan operasi SC (Saifuddin, 2014). 2. Kelainan pada kala I Grafik pembukaan serviks pada partograf berada di antara garis waspada dan garis bertindak, atau sudah memotong garis bertindak (Kemenkes, 2016) a. Fase laten memanjang Awitan persalinan laten merupakan saat dimana ibu mulai merasakan kontraksi yang teratur dan terjadi pembukaan serviks 1 – 4 cm. kecepatan pembukaan serviks rata-rata 1,2 cm/jam ibu nulipara dan 1,5 cm/jam pada ibu multipara. Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah anesthesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk (tebal, tidak mengalami penipisan atau pembukaan) dan persalinan palsu. Memanjangnya fase laten tidak meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin (Saifuddin, 2014). b. Fase aktif memanjang Fase aktif dimulai sejak pembukaan serviks 4 cm. secara spesifik, ibu nulipara yang masuk ke fase aktif diharapkan mencapai pembukaan 8 – 10 cm dalam 3 – 4 jam. Kriteria kelainan pembukaan serviks dapat dilihat pada tabel 2.1 (Saifuddin, 2014). 3. Fase ekspulsi (Kala II) memanjang Tidak ada kemajuan penurunan bagian terendah janin pada persalinan kala II. Dengan batasan waktu (Kemenkes, 2010):
Maksimal 2 jam untuk nulipara dan 1 jam untuk multipara, atau
Maksimal 3 jam untuk nulipara dan 2 jam untuk multipara bila pasien menggunakan analgesia epidural.
2.3.3 Faktor Predisposisi 1. Bayi
Hidrosefalus
Presentasi selain belakang kepala
Malposisi persisten
Gemeli
2. Jalan Lahir
Panggul sempit
Deformitas tulang panggul
Tumor di daerah panggul
2.3.4 Diagnosis Berikut adalah ikhtisar kriteria diagnostik dan penatalaksanaan menurut Kemenkes (2016):
Tabel 2.1 Kriteria diagnostik dan penatalaksanaan Pola Persalinan Kelainan Serviks
Nulipara
Multipara
Terapi di Rumah Sakit
Pembukaan
Kemajuan pembukaan < 1,2 cm/jam (dilatasi) serviks pada fase aktif Kemajuan turunnya < 1 cm/jam
< 1,5 cm/jam
< 2 cm/jam
Dukungan dan terapi ekspektatif SC bila CPD atau obstruksi
bagian terendah Partus Macet
Fase memanjang Terhentinya (dilatasi)
deselerasi > 3 jam
> 1 jam
> 2 jam
> 2 jam
pembukaan
Terhentinya penurunan bagian terendah
> 1 jam
Kegagalan penurunan Tidak ada bagian terendah penurunan pada fase deselerasi atau kala 2
2.3.5 Tatalaksana
> 1 jam Tidak ada penurunan pada fase deselerasi atau kala 2
Infus oksitosin, bila tidak ada kemajuan, lakukan SC SC bila CPD atau obstruksi
Berikut adalah penatalaksanaan pada ibu dengan persalinan lama (Kemenkes, 2016): 1. Tentukan penyebab persalinan lama a. Power
: His tidak adekuat (his dengan frekuensi < 3x dalam 10
menit dengan durasi < 40 detik) b. Passenger : Malpresentasi, malposisi, janin besar c. Passage : Panggul sempit, kelainan serviks atau vagina, tumor pada jalan lahir d. Gabungan dari faktor-faktor di atas 2. Lakukan penatalaksanaan sesuai dengan penyebab dan situasi
Lakukan augmentasi persalinan dengan oksitosin dan/atau amniotomi bila terdapat gangguan power . Pastikan tidak ada gangguan passenger atau passage.
Lakukan kolaborasi untuk tindakan operatif (forsep, vakum atau SC) untuk gangguan passenger dan/atau passage, serta untuk gangguan power yang tidak dapat diatasi oleh augmentasi persalinan.
Jika ditemukan obstruksi atau CPD, penatalaksanaannya adalah SC
3. Berikan antibiotika (kombinasi ampisilin 2 g IV tiap 6 jam dan gentamisin 5 mg/kgBB tiap 24 jam) jika ditemukan:
Tanda-tanda infeksi (demam, cairan pervaginam berbau), atau
Ketuban pecah lebih dari 18 jam, atau
Usia kehamilan < 37 minggu
4. Pantau tanda-tanda gawat janin 5. Catat hasil analisis dan seluruh tindakan dalam rekam medis lalu jelaskan pada ibu dan keluarga hasil analisis serta rencana tindakan selanjutnya 2.4 Konsep Dasar Distosia Bahu
2.4.1 Definisi Distosia bahu adalah keadaan dimana setelah kepala dilahirkan, bahu anterior tidak dapat lewat di bawah simfisis pubis. Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan obstetri karena bayi dapat meninggal jika tidak segera dilahirkan (Kemenkes, 2016).
2.4.2 Faktor Predisposisi 1. Antepartum a. Riwayat distosia bahu sebelumnya b. Makrosomia > 4500 gram c. DM d. IMT > 30 kg/m 2 e. Induksi persalinan 2. Intrapartum a. Kala I persalinan memanjang b. Secondary Arrest c. Kala II persalinan memanjang d. Augmentasi oksitosin 2.4.3 Diagnosis Tanda distosia bahu yang harus diamati oleh penolong persalinan adalah (Saifuddin, 2014): 1. Kesulitan melahirkan wajah dan dagu 2. Kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahka tertarik kembali (turtle sign) 3. Kegagalan putar paksi luar pada bayi 4. Kegagalah turunnya bahu 2.4.4 Penatalaksanaan
Gambar 2.2 Algoritma penanganan distosia bahu
1. Minta bantuan tenaga kesehatan lain, untuk menolong persalinan dan resusitasi
neonatus
bila
diperlukan.
Bersiaplah
juga
untuk
kemungkinan perdarahan pascasalin atau robekan perineum setelah tatalaksana 2. Lakukan maneuver McRobert. Dalam posisi ibu telentang, mintalah ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan menarik kakinya sedekat mungkin kea rah dada. Mintalah bantuan 2 asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada 3. Mintalah salah seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke arah lateral bawah pada daerah suprasimfisis untuk membantu persalinan bahu
(1)
(2)
Gambar 2.3 (1) Maneuver McRobert; (2) Penekanan suprasimfisis 4. Dengan memakai sarung tangan yang telah di DTT, lakukan tarikan
yang mantap dan terus menerus ke arah aksial (searah tulang punggung janin) pada kepala janin untuk menggerakkan bahud depan di bawah simfisis pubis 5. Jika bahu masih belum bisa dilahirkan: a. Buatlah episiotomi untuk memberi ruangan yang cukup untuk memudahkan maneuver internal b. Pakailah sarung tangan yang telah di DTT, masukkan 2 jari ke dalam vagina c. Raih humerus dari lengan posterior, kemudian sembari menjaga lengan tetap fleksi pada siku, pindahkan lengan ke arah dada. Raih pergelangan tangan bayi dan tarik lurus ke arah vagina.
6. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, terdapat maneuver-maneuver lain yang dapat dilakukan, misalnya kleidotomi, simfisiotomi, metode sling atau zavanelli. Namun maneuver-maneuver ini hanya boleh dilakukan oleh tenaga terlatih.
Gambar 2.4 Meraih humerus dari lengan posterior dan
memindahkan lengan tersebut ke arah dada
2.5 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Patologis (Manajemen Asuhan Kebidanan)
2.5.1 Pengkajian Data Pada langkah ini dilakukan pengkajian secara menyeluruh mengenai kondisi dan riwayat pasien. Hal ini ditujukan untuk menegakkan diagnosa tentang kondisi pasien. Data yang diperlukan pada pengkajian ini adalah data subjektif yang berasal dari anamnesa pasien dan data objektif yang berasal dari pemeriksaan. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
Usia untuk menetapkan risiko tinggi kehamilan bla kurang dari 20 tahun sudah hamil atau lebih dari 35 tahun ketika hamil pertama (Manuaba, 2008).
2. Keluhan Utama
Pada kehamilan postdate ibu biasanya mengeluh bahwa kehamilannya sudah melewati waktu perkiraan persalinan. Kehamilan post date salah satunya disebabkan oleh kurangnya tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akibat malposisi atau malpresentasi seperti
pada kelainan puncak sehingga kontraksi uterus lemah atau terjadi inersia uteri. Pada inersia uteri umumnya ibu merasa kenceng-kenceng hanya dalam waktu singkat. Karena his yang tidak adekuat, kemajuan persalinan berlangsung lebih lambat sehingga terjadi persalinan lama (Saifuddin, 2014) 3. Riwayat Menstruasi Diagnosis kehamilan postterm dapat dilihat menggunakan HPHT apabila HPHT diketahui secara pasti dan diagnosis ditentukan dengan menghitung usia kehamilan. Untuk menentukan usia kehamilan dan hari taksiran persalinan (HPL) dengan menggunakan rumus naegele (H+7, B-3, T+1) dengan syarat rumus ini bisa digunakan hanya pada wanita dengan siklus menstruasi teratur (Saifuddin, 2014) 4. Riwayat Perkawinan Salah satu risiko tinggi dalam kehamilan adalah apabila wanita tidak bisa hamil setelah menikah selama 5 tahun tanpa menggunakan kontrasepsi atau upaya untuk mencegah kehamilan lainnya (Manuaba, 2008) 5. Riwayat Obstetri yang Lalu
Riwayat kehamilan postterm akan meningkatkan risiko terjadinya kehamilan postterm pada kehamilan selanjutnya (Saifuddin, 2014).
Pada kehamilan postterm dapat terjadi his yang tidak adekuat atau inersia uteri. Inersia uteri, riwayat panggul sempit, deformitas tulang panggul dan tumor di daerah panggul merupakan faktor predisposisi terjadinya partus lama (Kemenkes, 2016)
Persalinan lama baik akibat kala I atau kala II yang memanjang merupakan faktor predisposisi terjadinya distosia bahu (Saifuddin, 2014). Riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya merupakan faktor predisposisi terjadinya distosia bahu pada persalinan selanjutnya (Kemenkes, 2016)
6. Riwayat Kehamilan Sekarang
Riwayat pemeriksaan antenatal penting untuk dikaji dalam menentukan kehamilan postdate. Kehamilan dinyatakan postterm bila didapatkan 3 atau lebih dari kriteria berikut ini (Saifuddin, 2014):
o
Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif
o
Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler
o
Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
o
Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali menggunakan stetoskop Laennec
Malposisi atau malpresentasi yang terjadi menyebabkan inersia uteri sehingga persalinan berlangsung lama (Saifuddin, 2014). Selain itu terdapat faktor predisposisi lain pada persalinan lama yaitu bayi hidrocepalus, gemeli dan jalan lahir pada panggul sempit, deformitas tulang panggul dan tumor di daerah panggul (Keme nkes, 2016)
Apabila pada kehamilan postterm terjadi persalinan lama hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya distosia bahu pada proses persalinan (Saifuddin, 2014 & Kemenkes, 2016)
7. Riwayat Kesehatan Ibu Ibu dengan penyakit diabetes mellitus dan obesitas memiliki risiko untuk terjadi
janin
makrosomia
pada
kehamilannya.
Janin
makrosom
berhubungan dengan terjadinya partus lama dan distosia bahu pada ibu bersalin (Saifuddin, 2014) 8. Riwayat Kesehatan Keluarga Faktor genetik merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya komplikasi pada kehamilan. Beberapa ibu menderita penyakit yang merupakan keturunan dari keluarganya sehingga faktor genetik perlu dikaji untuk menentukan faktor risiko yang ada pada ibu (Saifuddin, 2014) 9. Pola Fungsional Kesehatan Pada ibu dengan persalinan lama perlu diperhatikan asupan nutrisi dan cairan untuk memperbaiki kondisi umum pasien. Selain itu proses eliminasi untuk memastikan rectum dan kandung kemih tidak penuh karena dapat mempengaruhi proses kemajuan persalinan. Istirahat juga penting pada ibu bersalin untuk mencegah terjadinya kelelahan akibat persalinan lama (Saifuddin, 2014) 10. Riwayat Psikososial dan Budaya
Kehamilan postdate berpengaruh terhadap aspek emosi ibu yaitu ibu dan keluarga menjadi lebih cemas akibat kehamilan melewati taksiran persalinan (Varney et al , 2015)
Persalinan lama yang terjadi akibat his yang tidak adekuat pada kehamilan postterm mengakibatkan ibu merasa kelelahan dan putus asa akibat persalinannya berlangsung lama dari yang seharusnya sehingga dukungan emosional dari orang terdekat sangat dibutuhkan untuk memotivasi ibu agar tidak terjadi gangguan emosi yang berlebihan (Varney et al , 2015)
DATA OBJEKTIF
1. Keadaan Umum
: Pada persalinan lama kondisi umum ibu pada
umumnya baik hingga lemah Kesadaran
: kesadaran ibu Compos Mentis
2. Tanda-tanda Vital Pada persalinan lama perlu diperhatikan adanya tanda – tanda infeksi pada ibu (Saifuddin, 2014) 3. Antopometri IMT > 30 kg/m 2 merupakan salah satu faktor predisposisi dari terjadinya distosia bahu pada proses persalinan. 4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik penting dilakukan karena terdapat 3 faktor penting dalam persalinan yang disebut dengan 3P yaitu Power (kekuatan), Passage (jalan lahir), Passanger (janin). Pemeriksaan fisik digunakan untuk melihat apakah ada kelainan dari ketiga faktor tersebut sehingga persalinan ibu tidak berlangsung secara normal (Saifuddin, 2014 & Varney et al , 2015)
Pengukuran tinggi fundus uteri dapat digunakan sebagai salah satu penunjang untuk penentuan apakah kehamilan sudah lewat bulan. Selain itu TFU biasanya digunakan untuk memperkirakan taksiran berat janin untuk menentukan apakah janin makrosomia. Pengukuran TFU sangat penting untuk menentukan apakah ibu bisa melahirkan normal (Saifuddin, 2014 & Varney et al , 2015)
Penghitungan his pada saat persalinan sangat penting untuk mengetahui apakah ada kelainan power pada proses persalinan. Inersia uteri adalah kontraksi uterus yang berlangsung lebih aman, singkat dan jarang daripada biasanya (Saifuddin, 2014).
5. Pemeriksaan Penunjang
Kelainan anatomik mayor bisa menjadi salah satu penghambat terjadinya persalinan normal, misalnya hydrocephalus. Oleh karena itu, penting untuk ibu melakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui apakah ada kelainan anatomi pada bayinya (Saifuddin, 2014).
Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada pemeriksaan USG pada trimester pertama hal ini penting untuk penentuan diagnosis postdate. Pada trimester pertama pemeriksaan crown-rump length / CRL memberikan ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan. Pada usia kehamilan sekitar 16 – 26 minggu, ukuran diameter biparietal dan panjang femur memberikan ketepatan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan (Saifuddin, 2014).
Lakukan NST dua kali dalam seminggu, yang dimulai pada kehamilan usia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan untuk mengantisipasi adanya gawat janin pada persalinan postdate (Varney et al , 2015)
2.5.2 Identifikasi Diagnosa dan Masalah Aktual Pada langkah ini, dilakukan identifikasi diagnosa dan masalah yang ada pada klien berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan sebelumnya. Masalah Aktual : masalah yang sedang dialami oleh klien saat ini. misalnya, his tidak adekuat, persalinan lama, panggul sempit, dll. 2.5.3 Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial Masalah potensial : masalah yang mungkin timbul karena kondisi klien. Misalnya, ibu kelelahan, ibu putus asa, persalinan macet, distosia bahu, robekan perineum, aspirasi mekoneum pada janin, bayi asfiksia, dll. 2.5.4 Identifikasi Tindakan Segera
Tindakan segera dapat berupa tindakan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan, tergantung pada bagaimana masalah aktual dari klien tersebut. Kolaborasi : Kolaborasi bisa dilakukan dengan petugas atau dengan dokter untuk tindakan kuratif. Rujukan
: Apabila keadaan pasien memerlukan tindakan yang
memerlukan tindakan yang membutuhkan peralatan yang lengkap, dll. Tindakan segera yang biasanya dilakukan adalah perbaikan KU ibu. Selanjutnya apabila diperlukan lakukan tindakan kolaborasi dengan dokter spesialis untuk tindakan dan terapi selanjutnya pada ibu. Pada persalinan lama lakukan kolaborasi untuk tindakan operatif (forsep, vakum atau SC) untuk gangguan passenger dan/atau passage, serta untuk gangguan power yang tidak dapat diatasi oleh augmentasi persalinan. 2.5.5 Perencanaan Tindakan Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh berdasarkan langkah-langkah
yang
sebelumnya.
Apabila
diperlukan
adanya
kolaborasi lakukan dengan petugas kesehatan lainnya. Apabila diperlukan
adanya
rujukan
maka
petugas
kesehatan
harus
mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan untuk melakukan rujukan ke rumah sakit. 1. Kehamilan Postdate a. Kaji kembali TP wanita b. Kaji kembali rencana penanganan kehamilan lewat bulan dengan pasien, dokumentasikan rencana yang disepakati c. Lakukan NST d. konsultasi dengan dokter untuk hasil NST yang nonreaktif atau AFV yang rendah e. Jika usia kehamilan terus berlanjut hingga 42 minggu dan usia kehamilan dapat diandalkan, lakukan penatalaksanaan aktif sesuai dengan protocol f.
Berikut adalah alur penatalaksanaan kehamilan postdate:
2. Persalinan Lama a. Tentukan penyebab persalinan lama: power, passanger atau passage. b. Lakukan penatalaksanaan sesuai dengan penyebab dan situasi
Lakukan augmentasi persalinan dengan oksitosin dan/atau amniotomi bila terdapat gangguan power . Pastikan tidak ada gangguan passenger atau passage.
Lakukan kolaborasi untuk tindakan operatif (forsep, vakum atau SC) untuk gangguan passenger dan/atau passage, serta untuk gangguan power yang tidak dapat diatasi oleh augmentasi persalinan.
Jika ditemukan obstruksi atau CPD, penatalaksanaannya adalah SC
c. Berikan antibiotika (kombinasi ampisilin 2 g IV tiap 6 jam dan gentamisin 5 mg/kgBB tiap 24 jam) jika ditemukan:
Tanda-tanda infeksi (demam, cairan pervaginam berbau), atau
Ketuban pecah lebih dari 18 jam, atau
Usia kehamilan < 37 minggu
d. Pantau tanda-tanda gawat janin e. Catat hasil analisis dan seluruh tindakan dalam rekam medis lalu jelaskan pada ibu dan keluarga hasil analisis serta rencana tindakan selanjutnya 3. Distosia Bahu a. Minta bantuan tenaga kesehatan lain, untuk menolong persalinan dan resusitasi neonatus bila diperlukan. Bersiaplah juga untuk kemungkinan perdarahan pascasalin atau robekan perineum setelah tatalaksana b. Lakukan maneuver McRobert. Dalam posisi ibu telentang, mintalah ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan menarik kakinya sedekat mungkin kea rah dada. Mintalah bantuan 2 asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada
c. Mintalah salah seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke arah lateral bawah pada daerah suprasimfisis untuk membantu persalinan bahu f. Dengan memakai sarung tangan yang telah di DTT, lakukan tarikan yang mantap dan terus menerus ke arah aksial (searah tulang punggung janin) pada kepala janin untuk menggerakkan bahu depan di bawah simfisis pubis g. Jika bahu masih belum bisa dilahirkan:
Buatlah episiotomi untuk memberi ruangan yang cukup untuk memudahkan maneuver internal
Pakailah sarung tangan yang telah di DTT, masukkan 2 jari ke dalam vagina
Raih humerus dari lengan posterior, kemudian sembari menjaga lengan tetap fleksi pada siku, pindahkan lengan ke arah dada. Raih pergelangan tangan bayi dan tarik lurus ke arah vagina.
h. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, terdapat maneuver-maneuver lain yang dapat dilakukan, misalnya kleidotomi, simfisiotomi, metode sling atau zavanelli. Namun maneuver-maneuver ini hanya boleh dilakukan oleh tenaga terlatih. 2.5.6 Pelaksanaan Tindakan Pada langkah ini rencana asuhan yang menyeluruh dari langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya. Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam
manajemen
asuhan
bagi
klien
adalah
tanggung jawab terhadap tatalaksana rencana asuhan bersana yang menyeluruh (Varney, 2015)
2.5.7 Evaluasi Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan. Apakah benar-benar terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaiamana telah diidentifikasi pada diagnosa dan masalah.
BAB 3 TINJAUAN KASUS
Tanggal/waktu pengkajian
: 29 Mei 2017/ 07.00 WIB
Tempat pengkajian
: Ruang VK, RSU Haji Surabaya
Tanggal/waktu MRS
: 29 Mei 2017/ 02.30 WIB
No. Rekam Medik
: 570xxx
Pengkaji
: Mahasiswa Profesi Bidan Unair
3.1 Data Objektif 3.1.1
3.1.2
Identitas
Nama ibu
: Ny. AC
Nama suami
: Tn. JS
Usia
: 24 tahun
Usia
: 26 tahun
Agama
: Islam
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pendidikan
: S1
Pekerjaan
: Karyawan RS
Pekerjaan
: Karyawan RS
Alamat
: Prajurit Kulon, Surabaya
No. HP
:087851082xxx
Keluhan utama
Kenceng-kenceng sejak jam 21.30 WIB (28/05/2017) dan keluar air-air merembes sejak jam 00.30 WIB (29/05/2017) 3.1.3
Alasan MRS
Pasien datang sendiri karena keluar air-air merembes sejak jam 00.30 WIB (29/05/2017) 3.1.4
Riwayat menstruasi
Siklus
: 28 hari, teratur
Lama
: 7 hari
Dismenorrhea
: Ya, pada hari ke 2-3
Fluor albus
: Tidak ada
HPHT
: 18 – 08 – 2016
TPL
: 25 – 05 – 2017
3.1.5
3.1.6 No 1
Riwayat pernikahan
Jumlah pernikahan
: 1 kali
Usia pertama kali menikah
: 23 tahun
Lama pernikahan
: 1 tahun
Riwayat obstetri
Kehamilan Suami UK Peny. HAMIL INI
3.1.7
Persalinan Penolong Tmpt
Jenis
Peny.
BBL
Anak L/P H
M
Nifas Laktasi Peny
Riwayat kehamilan sekarang
Riwayat ANC Trimester 1
: ANC 3 kali di Poli Paviliun RSU Haji, dengan keluhan mual dan muntah, mendapatkan terapi asam folat dan kalk, mendapatkan KIE kebutuhan nutrisi dan istirahat
Trimester 2
: ANC 3 kali di Poli Paviliun RSU Haji, tidak ada keluhan, mendapatkan terapi Fe, Bc, dan Kalk, mendapatkan KIE kebutuhan nutrisi dan istirahat
Trimester 3
:
ANC 4 kali di Poli Paviliun RSU Haji, tidak ada keluhan, mendapatkan terapi Hemafort dan Kalk. Mendapatkan KIE kebutuhan nutrisi dan istirahat.
Tanggal 22-5-2017 jam 10.00 melakukan USG di RSU Haji dan didapatkan hasil bahwa keadaan janin baik, air ketuban cukup, usia kehamilan 39/40 minggu.
Gerak terakhir janin aktif, gerakan janin terakhir 18-04-17 jam 23.15 WIB (saat dilakukan pengkajian), tidak ada keluhan gerak janin berkurang
Status imunisasi TT
: TT5
Penyuluhan yang telah didapat: tanda bahaya kehamilan, gizi selama hamil, tanda-tanda persalinan.
KB.
Ket.
3.1.8
Riwayah kesehatan ibu
Tidak pernah atau tidak sedang menderita penyakit hipertensi, diabetes mellitus, hepatitis, penyakit jantung, penyakit paru-paru, asma, dan penyakit saluran pencernaan. 3.1.9
Riwayat kesehatan keluarga
Orang tua yaitu ibu menderita hipertensi. Orang tua dari ayah (nenek) menderita penyakit diabetes mellitus. Anggota keluarga lain t idak ada yang pernah atau sedang menderita penyakit hipertensi, diabetes mellitus, hepatitis, penyakit jantung, penyakit paru-paru, asma, serta cacat bawaan. Selain itu, dalam keluarga tidak ada riwayat gemeli 3.1.10 Pola fungsional kesehatan
Nutrisi
: Makan 4 kali sehari, dengan nasi, lauk pauk, dan sayur. Sering makan buah-buahan dan suka ngemil (roti, gorengan) sejak usia kehamilan 7 bulan
Eliminasi
: BAK sering, BAB 1x sehari
Aktivitas
: Bekerja sebagai pegawai administrasi RS, tetapi sedang cuti. Biasanya bekerja dari jam 07.00 – 15.00 WIB. Saat di rumah melakukan pekerjaan rumah tangga yang ringan
Istirahat
: Tidur rata-rata 6-7 jam. Tidur siang hanya saat libur
Kebiasaan : Tidak memiliki kebiasaan merokok, minum jamu, minum-minuman keras, pijat perut, dan memelihara hewan
Seksual
: Terakhir hubungan seksual 1 minggu yang lalu
3.1.11 Riwayat psikososialbudaya
Kehamilan ini merupakan kehamilan pertama dari pernikahan pertama. Ibu dan suami sangat bahagia dengan kehamilannya karena ini merupakan anak pertama dan menurut hasil USG bayinya laki-laki. Saat mengetahui bahwa kehamilannya lebih dari taksiran persalinan ibu menjadi cemas, takut, dan stress. Pengambil keputusan tertinggi dalam keluarga adalah suami. Dalam keluarga, tidak ada tradisi khusus tentang kehamilan, persalinan, dan nifas. 3.2 Data Objektif
3.2.1
Pemeriksaan umum
KU baik, kesadaran composmentis
3.2.2
3.2.3
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Suhu
: 36,70C
RR
: 22 x/menit
Pemeriksaan antropometri
Tinggi badan
: 158 cm
Berat badan sebelum hamil
: 51 kg
Berat badan saat ini
: 65 kg
IMT sebelum hamil
: 20,42 kg/m2
(Normal)
IMT saat ini
: 26,04 kg/m2
(Normal)
Pemeriksaan fisik
Muka
: Tidak pucat, tidak ada oedem
Mata
: Konjugtiva merah muda, sclera putih
Mulut
: Bersih, tidak ada karies gigi
Bibir
: Tidak pucat dan tidak kering
Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada thrill pada vena jugularis
Dada
: Puting susu menonjol, colostrum belum keluar, tidak ada massa
Abdomen
Leopold I
: Tidak ada bekas operasi, tidak ada bekas luka : TFU 3 jari dibawah px, pada bagian fundus teraba bagian bulat lunak tidak melenting (kesan bokong)
Leopold II : pada bagian kanan perut ibu teraba bagian keras, memanjang seperti papan (kesan punggung)
Leopold III : pada bagian bawah perut ibu teraba bagian bulat, keras, tidak melenting (kesan kepala)
Leopold IV : Sudah masuk PAP
TFU Mc Donald 32 cm, TBJ 3100 gram
DJJ 142x/menit, HIS jarang (1 kali dalam 10 menit, lama 20-30 detik)
Genetalia
: Terpasang kateter urine, produksi urine ± 100 cc, terdapat pengeluaran air ketuban merembes, lendir tidak bercampur darah
Ekstremitas
3.2.4
Atas
: Tidak ada bekas luka, tidak ada oedem
Bawah: Tidak ada bekas luka, tidak ada oedem, tidak ada varises
Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium di Poli Paviliun RSU Haji Hasil : Golongan darah O (+), PITC non reaktif, HbsAg non reaktif, TORCH negatif - Pemeriksaan USG Tanggal 22/05/2017 di Poli Paviliun RSU Haji Hasil: Janin T/H/I/U letak kepala BPD
∼
39W 5D
UK 39W 5D AFI
AC
∼
36W 1D
: Cukup
Placenta di corpus anterior, grade III EFW 3150 gram - Pemeriksaan Dalam a. VT tanggal 29/05/2017 jam 02.30 WIB Hasil : Ø 5 cm, eff 25%, ketuban (+) merembes, presentasi kepala, konsistensi lunak, Hodge I, His 1x dalam 10 menit lama 20 detik, tidak adekuat, lakmus (+) warna biru b. VT tanggal 29/05/2017 jam 07.00 WIB Hasil : Ø 8 cm, eff 50%, ketuban (+) merembes, presentasi kepala, konsistensi lunak, Hodge I, porsio oedema, His 1x dalam 10 menit lama 30 detik, tidak adekuat 3.3 Analisa
G1P0000 UK 40-41 minggu janin tunggal hidup intrauterin, presentasi kepala, inpartu kala 1 fase aktif dengan postdate dan inersia uteri. 3.4 Penatalaksanaan
Waktu
Penatalaksanaan
Oleh
29/05/2017
- Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan
Bidan VK
07.10
keluarga, ibu dan keluarga mengerti
Dian
- Memberikan dukungan psikologis, ibu tampak tenang 07.30
Melakukan kolaborasi dengan dr. Hendra Sp.OG,
Bidan VK
advise - Rehidrasi - Pro OD akselerasi 07.35
- Pro Spt B Memasang infus RL I untuk rehidrasi, infus menetes
08.00
lancar Mengganti infus RL II drip sintosinon 5 IU, infus
08.30
08.40
Bidan VK Dyah Bidan VK
menetes lancar dinaikkan mulai 4 tpm s/d 40 tpm
Arum
Mengajarkan teknik relaksasi pada ibu bersalin, ibu
Arum
dapat mengikuti
Dian
Memberikan HE tentang tanda-tanda persalinan, ibu
Dyah
mengerti 08.50
Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi, ibu telah minum
09.00
Menganjurkan ibu untuk miring ke kiri atau posisi yang nyaman, ibu tidur miring ke kiri
09.10
Menganjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya jika terasa penuh, ibu telah kencing
09.30
Mengobservasi fase aktif pada lembar partograf, hasil terlampir
10.00
Menyiapkan partus set dan obat-obatan yang diperlukan, alat dan obat telah siap
CATATAN PERKEMBANGAN
Bidan VK Dyah
Tanggal 29 April 2017 jam 10.30 S
: Ibu ada dorongan meneran
O
: KU baik, kesadaran composmentis, TD : 120/80 mmHg, N : 82 x/menit,
RR : 21 x/menit; S: 36,5 0C, DJJ : 155 x/menit, His 3x dalam 10 menit lamanya 25 detik tidak adekuat, VT : Ø 8 cm, eff 50%, presentasi kepala, Hodge I, teraba UUB kiri melintang, terpasang infus RL + 5 IU Oksitosin 40 tpm A
: G1 P0000 UK 40-41 minggu janin tunggal hidup intrauterin, inpartu kal a 1 fase aktif dengan postdate, inersia uteri, presentasi puncak kepala
P
: Waktu
11.00 WIB
Penatalaksanaan
Oleh
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
Arum
2. Memfasilitasi kebutuhan nutrisi pasien, pasien makan ½ porsi makanan yang disediakan dan minum air mineral 500cc 3. Memberikan motivasi kepada ibu agar tenang menghadapi proses persalinannya 11.10 WIB
4. Mengobservasi kemajuan persalinan pada lembar partograf, hasil terlampir
Dyah Dian
CATATAN PERKEMBANGAN Tanggal 29 Juni 2017 pukul 11.30 WIB
S
: Ibu ada dorongan meneran
O
: KU baik, kesadaran composmentis TD : 110/70 mmHg,; N: 76x/menit; RR 18 x/m;
S: 36,6 0C
DJJ 160x/menit, His 2x dalam 10 menit lama 25 detik tidak adekuat VT : Ø 10 cm, eff 100%, ketuban (-) keruh, presentasi kepala, Hodge III, UUB kiri melintang, terpasang Infus RL + 5 IU Oksitosin 40 tpm A
: G1 P0000 UK 40-41 minggu janin tunggal hidup intrauterin, inpartu kal a II dengan postdate, inersia uteri, presentasi puncak kepala
P
:
Waktu
Penatalaksanaan
11. 30 WIB
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu
Oleh
Dian
bahwa pembukaan sudah lengkap dan jika ibu ingin meneran diperbolehkan, ibu mengerti
Dyah
2. Menurunkan tetesan infus RL + 5 unit sintosinon dari 40 tpm menjadi 30 tpm, infus menetes lancar 3. Memasang O2 kanul 3 lpm, O 2 telah
Arum Bidan VK
terpasang 4. Mendekatkan set partus dan menyiapkan diri : memakai APD (alat pelindung diri), cuci tangan dan memakai sarung tangan,
Dyah
APD telah dipakai dan alat partus set telah didekatkan 5. Mengatur posisi ibu setengah duduk atau
Arum
senyaman mungkin, ibu memilih posisi setengah duduk 6. Mengajari ibu cara meneran yang baik dan benar, yaitu meneran saat ada kontraksi, mata terbuka melihat ke arah perut dan gigi
Dyah
dirapatkan, ibu dapat meneran dengan baik 12.00 WIB
dan benar
Bidan VK
7. Memberikan minum pada ibu disela-sela 12.15 WIB
his, ibu minum air putih yang telah
Dyah
disediakan 12.20 WIB
8. Memimpin persalinan saat ada his, ibu
Bidan VK
meneran saat ada his yang kuat 9. Melanjutkan infus RL III + drip oksitosin 1 ampul (10 IU) 30 tpm, infus menetes lancar 10. Melakukan episiotomi pada perienum ibu yang kaku, episiotomi telah dilakukan
Bidan VK
11. Melakukan pertolongan persalinan dan kristeler, saat kepala lahir, ada tanda turtle sign, wajah tampak kemerahan dan sembab, bahu sulit dilahirkan
CATATAN PERKEMBANGAN Tanggal 29 April 2017 pukul 12.20 WIB
S
: ibu merasa ingin mengejan dan ibu merasa lelah serta haus
O
: KU lemah, kesadaran composmentis, DJJ 162x/menit, His 4x dalam 10 menit lamanya 30 detik, ibu meneran dengan baik, kepala sudah lahir ada tanda turtle sign, wajah bayi tampak kemerahan dan sembab, bahu sulit dilahirkan
A
: G 1 P0000 UK 40-41 minggu inpartu kala II dengan distosia bahu + kala II
lama P
:
Waktu
Penatalaksanaan
12.20 WIB
1. Melakukan prosedur pertolongan persalinan distosia bahu, dengan langkah-langkah : - H : help (meminta bantuan tim ahli dalam melakukan manuver) - E : evaluate for episiotomi (episiotomi dilakukan bila dibutuhkan ruang lebih untuk memasukkan tangan penolong ke dalam vagina - L : Legs (manuver Mc Robert). Posisikan paha ibu fleksi dan abduksi lalu ditarik ke arah perut sedekat mungkin - P : pressure on suprapubik (tangan asisten penolong diletakkan di area suprapubik, tepat diatas bahu anterior janin. Penolong tetap melakukan tarikan kepala janin.
Oleh
Bidan VK Dyah
- E : enter (manuver rotasi interna, terdiri dari manuver rubin dan manuver wood corkscrew) Rubin : 2 jari tangan penolong dimasukkan
kedalam
vagina
dan
ditempatkan disisi posterior bahu anterior janin untuk mendorong bahu kearah dada sehingga
terjadi
adduksi.
Wood
Corkscrew : gabungan dari manuver rubin dan
2
jari
dari
tangan
yang
lain
ditempatkan di sisi anterior bahu posterior kemudian mendorong bahu posterior ke arah anterior searah dengan dorongan bahu searah dengan manuver rubin) 12.25 WIB
- R : remove posterior arm (mengeluarkan bahu posterior terlebih dahulu) 2. Bayi lahir spontan presentasi puncak kepala, menangis lemah, A-S 3-5-6, warna kulit merah kebiruan, ada retraksi dada ringan, jenis kelamin laki-laki, BB : 3400 gram, PB : 52 cm, kelainan kongenital (-), anus (+).
CATATAN PERKEMBANGAN Tanggal 29 April 2017 pukul 12.25 WIB
S
: perut terasa mules
O
: Bayi telah lahir pukul 12.25 WIB, menangis lemah, jenis kelamin laki-laki, keadaan umum ibu baik, kesadaran composmentis, kontraksi baik, kandung kemih kosong, TFU setinggi pusat, tidak ada ja nin kedua.
A
: Kala III
P
: Waktu (Jam)
Penatalaksanaan
Oleh
12.25 WIB
1. Melakukan jepit potong tali pusat 3 cm dari umbilikus
Bidan VK
bayi 2. Membersihkan dan mengganti kain bersih pada bayi 3. Meletakkan bayi di infant warmer dan melakukan resusitasi bayi baru lahir, bayi menangis kuat, kulit
Arum
kemerahan, terpasang O2 kanul 1 lpm 4. Melakukan manajemen aktif kala III, yaitu : - Memberikan oksitosin 10 IU IM pada 1/3 paha kanan atas bagian luar, oksitosin 10 IU telah disuntikkan secara IM
Bidan VK
- Melakukan penegangan tali pusat terkendali - Plasenta lahir spontan, memeriksa kelengkapan plasenta, selaput dan kotiledon lahir lengkap 12.30 WIB
- Melakukan massase uterus segera setelah plasenta
Dyah
lahir, uterus berkontraksi dengan baik, TFU 2 jari dibawah pusat
Dian
5. Mengecek jumlah perdarahan, perdarahan ± 250 cc
CATATAN PERKEMBANGAN Tanggal 29 April 2017 (12.30 WIB)
S
: Ibu merasa lega dan senang atas kelahiran bayinya
O
: Plasenta lahir lengkap pukul 12.30 WIB, keadaan umum baik, kesadaran composmentis, TFU teraba 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik, kandung kemih kosong, perineum terdapat luka episiotomi dan rupture (daerah mukosa vagina dan otot perineum + lecet pada daerah kulit perineum), perdarahan ± 250 cc.
A
: Kala IV + laserasi jalan lahir grade II
P
: Waktu (Jam)
Penatalaksanaan
Oleh
12.30 WIB
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa jalan lahir
Arum
ibu ada luka robekan dan perlu dijahit, ibu mengerti dan bersedia untuk dilakukan penjahitan. 2. Melakukan penjahitan perineum, perineum dijahit secara jelujur dengan benang cromic catgut 3/0,
Bidan VK
menggunakan anestesi lidokain satu ampul 3. Membersihkan ibu, ibu telah dipasang underpad dan ibu mengatakan sudah merasa nyaman. 4. Mengajarkan kembali ibu tentang kontraksi uterus
Dian
yang baik, yaitu uterus/rahim teraba keras serta memberitahu ibu cara memijat/massase rahim ibu. 5. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital ibu (TD, N,
Arum
RR, S), TD : 110/70 mmHg, N : 88x/menit, RR : 22x/menit, S : 36,7 oC 6. Memberikan
KIE
tentang
pemeriksaan
BBL,
pemberian injeksi Vit K dan salep mata serta Hb0
Dyah
7. Mempersilakan ibu untuk makan dan minum serta beristirahat 8. Membuang sampah medis dan non medis kedalam tempat
sampah
yang
telah
disediakan
dan
dekontaminasi alat-alat bekas pakai ke dalam larutan
Arum
klorin 0,5%, alat-alat bekas pakai telah direndam dalam larutan klorin 0,5% selama 10-15 menit 9.
Melakukan
pencucian
alat
bekas
pakai
dan
Dian
mengeringkannya, alat sudah kering dan telah disusun untuk disterilkan kembali 10. Mengevaluasi kondisi ibu selama 2 jam setelah melahirkan yaitu observasi TTV, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri, kandung kemih dan pengeluaran darah tiap 15 menit pada 1 jam pertama dan tiap 30 menit pada 1 jam kedua.
Arum
11. Memfasilitasi
pemberian
ASI
Ekslusif
dan Dyah
mengajari ibu cara menyusui yang baik dan benar
Dian
12. Mendokumentasikan semua asuhan selama kala I, II, III dan IV pada lembar partograf dan SOAP
CATATAN PERKEMBANGAN Tanggal 29 April 2017 (14.30 WIB)
S
: Nyeri luka jahitan
O
: KU baik, kesadaran composmentis, TD : 110/70 mmHg, N : 86x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,6 oC, kontraksi uterus baik, TFU 2 jari dibawah pusat, perdarahan pervaginam ± 25 cc, luka jahitan tidak oedema, ASI belum keluar
A
: P1001 postpartum 2 jam
P
: Waktu (Jam)
14.30 WIB
Penatalaksanaan
1. Memberitahu kepada ibu hasil pemeriksaan bahwa
Oleh
Dian
keadaan ibu saat ini baik, ibu mengerti 2. Memberikan KIE kepada ibu tentang -
tanda bahaya masa nifas, yaitu perdarahan yang banyak dari jalan lahir, infeksi yang ditandai dengan suhu tinggi dan lochea berbau, bengkak kemerahan pada daerah vagina, sulit berkemih, rasa nyeri saat berkemih, bengkak dan kemerahan pada daerah payudara dll.
- Nutrisi, menganjurkan ibu untuk jangan pantang makanan tertentu, makan makanan yang bergizi dan seimbang, banyak mengkonsumsi sayur dan buah serta banyak minum air putih. - Personal Hygiene, menganjurkan ibu untuk jangan takut untuk cebok, mengganti pembalut maksimal
Arum Dyah
4 jam sekali atau jika sudah lembab, dan 6 langkah cuci tangan yang baik dan benar - ASI Eksklusif, menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya ASI saja selama 6 bulan tanpa diberi tambahan makanan apapun, dan dilanjutkan ASI dan PASI sampai 2 tahun. Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan dan dapat mengulangi kembali 3. Memberikan ibu terapi oral yaitu asam mefenamat
Dyah Arum
3x500 mg dan SF 2x1, ibu telah meminum obat yang diberikan dan tidak ada reaksi alergi 4. Memakaikan pembalut dan baju ibu telah diganti, ibu 15.00 WIB
merasa nyaman 5. Memindahkan ibu ke ruang nifas Al-Aqsa lantai 4, ibu telah dipindah.
Dian
BAB 4 PEMBAHASAN
Berdasarkan data subjektif pada riwayat menstruasi diperoleh data bahwa hari pertama haid terakhir (HPHT) ibu adalah tanggal 18-08-2016 sehingga diperoleh usia kehamilan ibu yaitu 40 minggu 5 hari atau 40/41 minggu. Menurut Saifudin (2014) kehamilan cukup bulan adalah kehamilan yang berlangsung pada usia kehamilan 37-40 minggu. Menurut Cunnngham (2006) kehamilan lewat waktu (postdate pregnancy) adalah kehamilan yang terjadi dalam jangka waktu le bih dari 40 minggu sampai dengan 42 minggu. Jika dilihat dari kasus diatas, usia kehamilan ibu 40 minggu 5 hari dan ini sudah masuk kehamilan lewat waktu (postdate). Komplikasi yang sering ditemui dari kehamilan postdate adalah bayi besar atau makrosomia, ketuban keruh bercampur mekoneum yang dapat menyebabkan gawat janin, meningkatnya kejadian distosia bahu, inersia uteri (kelemahan his), persalinan traumatis akibat janin besar dan meningngkatnya perdrahan pasca persalinan karena penggunaan oksitosin atau misoprostol untuk induksi persalinan (Saifudin, 2014). Berdasarkan data objektif, pada pemeriksaan antropometri diperoleh BB sebelum hamil yaitu 49 kg dan BB setelah hamil yaitu 65 kg, sehingga ibu mengalami kenaikan BB selama hamil yaitu 16 kg. Hal ini merupakan peningkatan berat badan yang berlebih selama kehamian. Menurut Macdougall (2008), pertambahan berat badan yang dianjurkan bagi kehamilan yang normal adalah 10-15 kg. Berat badan yang jauh melebihi normal dapat mengancam perkembangan bayi dan mempersulit kehamilan serta proses persalinan. Pada kasus diatas pertambahan berat badan ibu selama kehamilan melebihi normal yaitu 16 kg. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dengan kenaikan berat badan berlebih yaitu salah satunya meningkatnya insiden gangguan kontraksi dan persalinan yang memanjang serta kesulitan mela hirkn bahu (distosia bahu).
Pada pemeriksaan His diperoleh hasil his 1x dalam 10 menit lamanya 20-30 detik, his pendek dan tidak adekuat. Dilakukan pemeriksa an VT pembukaan 5 cm. Namun efficement masih 25%. Menurut (Saifudin, 2013) pada persalinan fase aktif yang mengalami kemajuan biasanya ditandai dengan kontraksi yang semakin lama, panjang dan kuat. Inersi uteri ada keadaan dimana his terdapat kelemahan dalam berkontraksi yaitu lebih singkat, jarang dari biasanya (Saifudin, 2014). Penatalaksaan yang dapat diberikan dalam persalinan dengan inersia uteri adalah oksitosin 5 iu dimasukkan ke dalam larutan normal salin diberikan dalam infus dengan kecepatan 12 tpm perlahan-lahan ditingkatkan hingga 50 tpm (saifudin, 2014). Pada kasus ini pemberian OD akselerasi yauti 5 iu oksitosin dalam larutan RL 500 cc dengan kecepatan infus dinaikkan perlahan-laha tiap 15 menit yaitu 8 tpm s/d 40 tpm. Hal ini sudah sesuai dengan teori, hanya saja perbedaan protap dalam pemberian kecepatan infusnya. Pada pemeriksaan dalam didapat hasil yaitu presentasi kepala dengan denominator UUB kiri melintang. Menurut Prawirohardjo (2012) denominator UUB kiri merupakan presentasi dengan puncak kepala. Presentasi puncak kepala adalah bagian terbawah janin yaitu puncak kepala, pada pemeriksaan dalam UUB yang paling rendah (Muchtar, 2012). Pada persalinan kala II, saat kepala lahir terdapat tanda-tanda distosia bahu yaitu tanda turtle sign, eajah merah dan sembab seperti tertekan kedalam dan kesulitan melahirkan bahu Menurut Kemenkes (2016), distosia bahu adalah keadaan dimana setelah kepala dilahirkan, bahu anterior tidak dapat lewat dibawah simfisis. Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan obstetri karena bayi dapat meninggal jika tidak segera dilahirkan. Faktor predisposisi dari distosia bahu adalah kala I persalinan memanjang, bayi besar, kala II persalinan memanjang dan augmentasi oksitosin. Tanda distosia bahu adalah kesulitan melahirkan wajah dan dagu, kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahkan tertarik kembali (turtle sign), kegagalan putaran paksi luar dan kegagalan turunnya bahu (Saifudin, 2014).