KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH “Penyakit Pembuluh Limfe”
Dosen Pengampu : Bapak Bapak Saka Saka Suminar, Suminar, S.Kep.M.Kes Disusun Oleh: 1. 2. 3. 4.
Listia Rahayu Khomsatul Khoirul F Mery Dwi Mumpuni Mytha Larasari R
(13080) (13030) (13082) (13083)
5. Naning Willy Vinolia 6. Nur Afifah Larasati 7. Novita S
(13084) (13036) (13086)
AKADEMI KEPERAWATAN INSAN HUSADA SURAKARTA TAHUN 2014/2015
LIMFANGITIS
1. Definisi
Limfangitis adalah suatu peradangan suatu peradangan dari saluran limfatik yang limfatik yang terjadi sebagai akibat dari infeksi pada situs distal ke saluran tersebut. Yang menyebabkan sebagian besar limfangitis terjadi terjadi pada manusia adalah Streptococcus pyogenes (Grup streptokokus A). Limfangitis juga kadang-kadang disebut "keracunan darah". Tanda dan gejala termasuk kemerahan yang mendalam dari kehangatan limfadenitis kulit dan perbatasan dibesarkan di sekitar daerah yang terkena. Orang mungkin juga menggigil dan demam tinggi bersama dengan nyeri sedang dan bengkak. Seseorang dengan limfangitis harus dirawat di rumah sakit dan diawasi secara ketat oleh para profesional medis. Limfangitis adalah peradangan pada pembuluh p embuluh limfatik dan saluran. Hal ini ditandai oleh kondisi peradangan tertentu dari kul it yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Garis merah tipis dapat diamati di sepanjang perjalanan pembuluh limfatik di daerah bencana, disertai dengan pembesaran menyakitkan di dekatnya kelenjar getah bening. bening. Limfangitis ditemukan dalam bentuk guratan subkutan berwarna me rah yang nyeri disepanjang pembuluh limfe yang terkena, d engan disertai limfadenopati regional. Pembuluh limfe yang melebar terisi oleh neutrofil dan histiosit. Inflamasi ini meluas ke dalam jaringan perilimfatik dan dapat berkembang menjadi selulitis atau abses yang nyata. Keterlibatan limfonodus (limfedenitis akut) pada infeksi ini dapat menimbulkan septikemia.
2. Etiologi
Pembuluh getah bening merupakan saluran kecil yang membawa getah bening dari jaringan ke kelenjar getah bening dan ke seluruh tubuh. Bakteri streptokokus biasanya memasuki pembuluh-pembuluh ini melalui gesekan, luka atau infeksi (terutama selulitis) di lengan atau tungkai.
Sistem getah bening adalah jaringan organ, kelenjar getah bening, saluran getah bening, dan pembuluh getah bening atau saluran yang menghasilkan dan memindahkan cairan yang disebut getah bening dari jaringan ke aliran darah. Limfangitis umumnya hasil dari akut atau infeksi streptokokus staphylococcal kulit atauabses di kulit atau jaringan lunak. Infeksi menyebabkan pembuluh getah bening untuk menjadi bengkak dan sakit. Limfangitis mungkin tanda bahwa infeksi semakin parah. Harus meningkatka n kekhawatiran bahwa bakteri menyebar ke dalam aliran darah, yang dapat menyebabkan masalah yang mengancam nyawa. Limfangitis mungkin bingung dengan bekuan dalam vena ( tromboflebitis ). Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel darah putih. Organisme penyebab infeksi hanya dapat dibiakk an di laboratorium bila infeksi sudah menyebar ke aliran darah atau bila terbentuk nanah pada luka yang terbuka.
3. Patofisiologi
Organisme patogen memasuki saluran limfatik langsung melalui abrasi atau luka atau sebagai komplikasi infeksi. Setelah organisme memasuki saluran, peradangan lokal dan infeksi berikutnya terjadi, yang menyatakan seb agai garis-garis merah pada kulit. Peradangan atau infeksi kemudian meluas ke proksimal terhadap kelenjar getah bening regional.
4. Tanda dan Gejala
Goresan merah dari daerah terinfeksi ke ketiak atau pangkal paha
Berdenyut nyeri di sepanjang daerah yang terkena
Demam 100 sampai 104 derajat Fahrenheit
Panas dingin
Perasaan sakit umum
Sakit kepala
Kehilangan nafsu makan
Nyeri ototm
5. Tanda-Tanda dan Tes
Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, yang meliputi perasaan kelenjar getah bening. Dokter mungkin mencari tanda-tanda cedera sekitar pembengkakan kelenjar getah bening. Biopsi dan budaya daerah yang terkena dapat mengungkap penyebab peradangan. Darah budaya dapat dilakukan untuk melihat apakah infeksi telah menyebar ke aliran darah.
6. Pathway
Karena sifat serius infeksi ini, pengobatan akan dimulai segera, b ahkan sebelum hasil kultur bakteri yang tersedia. Satu-satunya pengobatan untuk limfangitis adalah memberikan dosis sangat besar antibiotik, biasanya penisilin, melalui pembuluh darah. Tumbuh bakteri streptokokus biasanya dihilangkan dengan cepat dan mudah dengan penisilin. Antibiotik klindamisin dapat dimasukkan dalam pengobatan untuk membunuh streptokokus yang tidak tumbuh dan berada dalam keadaan istirahat. Atau sebuah “spektrum luas” dapat digunakan antibiotik yang akan membunuh banyak jenis bakteri. Limfangitis dapat menyebar dalam hitungan jam. Perawatan harus dimulai segera. Pengobatan mungkin termasuk :
Antibiotik untuk mengobati infeksi yang mendasari
Analgesik untuk mengontrol nyeri
Obat-obat anti-inflamasi untuk mengurangi inflamasi dan pembengkakan
Kompres panas lembab untuk mengurangi peradangan dan rasa sakit
Pembedahan mungkin diperlukan untuk menguras abses apapun. Pengobatan dengan antibiotik dapat mengakibatkan pemulihan lengkap, meskipun mungkin waktu berminggu-minggu, atau bahkan bulan, untuk pembengkakan menghilang. Jumlah waktu sampai pemulihan terjadi bervariasi, tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Memelihara kesehatan dan kebersihan tubuh akan membantu mencegah terjadinya berbagai infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
http://medicastore.com/penyakit/196/Limfangitis_Akut.html
http://www.infofisioterapi.com/info/limfangitis-adalah.html
http://www.bahtera.org/kateglo/?mod=dictionary&action=view&phrase=limfangitis.
http://nersc08.blogspot.com/2011/04/limfangitis_19.html
LIMFEDEMA 1) Definisi Limfedema disebabkan oleh obstruksi dan dilatasi pembuluh limfe dengan akumulasi cairan interstisial di tempat yang dialiri oleh pembuluh limfe bersangkutan. Penyebab obstruksi yang paling sering ditemukan adalah keganasan, reseksi limfonodi regional, fibrosis pascaradiasi, filariasis, thrombosis pasca-inflamasi dengan pembentukan parut limfatik. Kalau berjalan lama, limfedema menyebabkan fibrosis interstisial. Kalau jaringan kutaneus turut terkena, limfedema menimbulkan gambaran kulit jeruk (peau d’orange) pada kulit dengan disertai ulkus dan indurasi berwarna merah-coklat. Akumulasi chyle dapat terjadi sekunder dalam setiap rongga tubuh karena ruptur pembuluh limfe yang melebar dan mengalami obstruksi. (schoen, 2009)
2) Penyebab Limfedema yaitu pembengkakan yang disebabkan oleh gangguan pengaliran cairan getah bening kembali kedalam darah. Pada umumnya dikenal dua bentuk limfaedema, yakni yang kongenital dan yang didapat. Limfedema kongenital merupakan suatu kelainan bawaan yang terjadi akibat tidak terbentuknya atau terlalu sedikitnya pembuluh getah bening, sehingga tidak dapat mngendalikan seluruh getah bening. Kelainan ini hampir seluruhnya mengenai tungkai dan jatang pada lengan. Kelainan ini lebih sering terjadi pada anak perempuan .Kasus yang lebih banyak ditemukan adalah limfadema sekunder / yang didapat. Biasanya kelainan ini merupakan akibat dari:
Pembentukan jaringan parut karena infeksi berulang pada pembuluh getah bening, sehingga terjadi gangguan aliran cairan getah bening. Contohnya pada infeksi parasit tropis filaria yang menyebabkan kaki gajah (filariasis). Selain itu kumpulan cacing dewasa yang terjadi pada infeksi itu juga menyebabkan penyumbatan pembuluh dan kelenjar limfe.
Trauma bedah dan radiasi terutama setelah pengobatan kanker. Contohnya pada kanker payudara di mana bisa terjadi penyebaran sel sel kanker ke pumbuluh getah bening dan kelenjar getah bening sehingga harus diangkat atau di sinari dengan radiasi. Bila hal ini
terjadi maka bisa terjadi gangguan pada aliran limfe sehingga menimbulkan penumpukan cairan (edema / bengkak)
Trauma akibat lainnya misalnya kecelakaan
Peradangan atau infeksi yang lain. Peradangan pada sistem limfatik biasanya dimulai dengan sellitis (infeksi jaringan bawah kulit) atau limfangitis (radang saluran limfe) yang berulang. Dapat terjadi dengan atau suhu yang meningkat, seringkali terlihat bercak merah yang makin melebar, akhirnya sebagian tungkai akan bengkak dan merah, panas serta perih. Kelenjar limfe di bagian proksimalnya juga akan ikut bengkak dan nyeri pada perabaan.
Bisa juga akibat penyakit lain, seperti gagal jantun g, sirosis hati, atau gagal ginjal, yang menyebabkan kapasitas sistem limfe relatif tidak mencukupi beban limfe yang berlebihan.
3) Gejala Limfedema paling sering terjadi di tungkai, namun dapat mengenai bagian tubuh yang lain seperti leher dan lengan. Pada limfedema kongenital, pembengkakan dimulai secara bertahap pada salah satu atau kedua tungkai. Pertanda awal dari limfedema bisa berupa bengak di kaki, yang menyebabkab sepatu terasa sempit pada waktu sore. Pada stadium awal, pembengkakan akan hilang jika tungkai di angkat. Lama-lama pembengkak an tampak lebih jelas dan makin kearah atas tidak menghilang secara sempurna meskipun setelah beristirahat semalaman. Pada limfedema yang didapat kulit tampak sehat tapi mengalami pembengkakan. Penekanan pada daerah yang membengkak tidak meninggalkan lekukan. Pada kasus yang jarang, lengan maupun tungkai yang membengkak tampak sangat besar dan kulitnya tebal serta berlipatlipat, sehingga hampir menyerupai kulit gajah (elefantiasis). Bila sudah terjdi lifedema yang sebegitu parahnya, tentu saja menyebabkan gangguan dalam fungsi maupun secara estetika. Selain itu kulit dari bagian yang membengkak juga rentan mengalami trauma atau infeksi berulang (selulitis) sehingga dapat memperberat kelainan yang sudah terjadi. Peradangan pada sistem limfatik biasanya dimulai dengan selulitis atau limfangitis yang berulang. Dapat terjadi dengan atau tanpa suhu yang meningkat, seringkali terlihat bercak merah
yang makin hari makin melebar, akhirnya sebagian besar tungkai akan bengkak dan merah, panas serta perih. Kelenjar limfe di bagian proksimalnya juga akan ikut membengkakdan nyeri pada perabaan.
4) Pemeriksaan diagnostik Untuk mendiagnosis limfedema maka diperlukan rangkaian pemeriksaan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksan penunjang. Akan ditanyakan sejak kapan kelainan itu muncul, hal apa yang terjadi sebelum kelainan muncul, dan pertanyaan yang mengarah pada pencarian penyebab. Pemeriksaan fisik tentu dengan melihat dan meraba. Limfadema biasanya tidak disertai dengan pelebaran pembuluh darah setempat, berbeda dengan pembengkakan yang disebabkan oleh kelainan pembuluh darah. Kemudian dilakukan penekanan apakah bagian yang di tekan itu bisa kembali seperti semula atau tidak. Biasanya kalau tahap awal bila ditekan masih bisa kembali lagi. Jika sudah tahap lanjut dimana sudah tidak bisa kembali lagi, berarti sudah ada pengerasan jaringan di dalamnya. Selain itu ada pemeriksaan penunjang yang disebut limfangiografi, yakni dengan memasukan zat kontras kedalam pembuluh limfe kemudian di rontgen. Nantinya bisa dilihat pembuluh mana yang tersumbat.
Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan darah lengkap
Foto rontgen
Hitung darah lengkap
Serologi
Uji kulit
Limfangiografi
5) Terapi Limfedema tidak ada obatnya. Pada limfadema ringan, untuk mengurangi pembengkakan bisa menggunakan perban kompresi. Pada limfedema yang lebih berat, untuk mengurangi pembengkakan bisa digunakan stoking pneumatic (stoking khusus yang bisa memberikan efek penekanan tertentu) selama 1-2 jam perhari. Jika pembengkakan berkurang untuk mengendalikan
pembengkakan, penderita harus menggunakan stoking elastis setinggi lutut setiap hari, mulai dari bangun tidur sampai menjelang tidur malam hari. Pada limfadema di lengan, untuk mengurangi pembengkakan bisa digunakan stoking pneumatic (stoking khusus yang bisa memberikanb efek penekanan tertentu) setiap hari. Pada elefantiasis atau limfedema yang sangat berat mungkin perlu dilakukan pembedahan ekstensif untuk mengangkat sebagian besar jaringan yang membengkak . Tindakan itu adalah cara yang efektif walau memang hasilnya tidak selalu memuaskan, apalagi dari segi estetika. Efektif karena memang perlu dilakukan adalah membuang kelenjar dan pembbuluh yang menggalami pembengkakan maka limfadema pun akan hilang. Namun ha rus tetap diperhatikan bahwa operasi jangan sampai mengenai jaringan atau organ penting lain di sekitarnya. Selain itu juga perlu di pastikan bahwa pasca operasi tidak malah terjadi gangguan aliran limfe kembali. Dari sisi estetika, walau bengkak sudah teratasi tapi memang mening galkan bekas yang tidak menyenangkan. Baik itu akibat tindakan bedah (bekas jahitan) ataupun dari kelainannya sendiri. Limfedema yang parah biasanya terjadi pada area tubuh yang luas sehingga tindakan operasi pun harus dilakukan sayatan yang cukup .panjang sehingga menyisakan luka bekas operasi yang cukup jelas. Selain itu kulit yang tadinya mengalami limfedema biasanya akan lbih menebal, warna kulit lebih gelap dan menjadi kering atau kasar. Belum lagi kalo pasien memiliki bakat keloid pada luka bekas operasi.
ASUHAN KEPERAWATAN LIMFEDEMA
a)
Pengkajian 1. Anamnesa
Keluhan yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah berhubungan dengan kelemahan fisik secara umum maupun terlokalisir.
2. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien dengan limfedema meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai ststus emosi, kognitif, dan prilaku klien mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga maupun masyrakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). 3.
Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik disini dilakukan secara per-sistem yaitu dari B1-B6.
B1 (Breathing)
Inspeksi : Dispnea pada kerja atau istirahat, batuk kering (non-produktif). Terjadi distres pernafasan, contoh peningkatan frekuensi pernapasan dan kedalaman, penggunaan otot bantu, stridor, sianosis. B2 (Blood) Inspeksi: Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena p embesaran nodus limfa
adalah kejadian yang jarang). Takikardia, disrutmia. Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu oleh pembesan nodus limfe (mungkin tanda lanjut). Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
B3 (Brain)
Gejala : Nyeri syaraf ( neuralgia ) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbar, dan, pleksus sakral. Status mental: letargi, menarik diri, kurang minum terhadap sekitar. Paraplegia ( kompresi batang spinal da ri tubuh vetebral, keterlibatan diskus pada kompresi/ degenerasi, atau kompresi suplai d arah terhadap batang spinal). B4 (Bladder) Perubahan karakteristik urine dan/ atau feses. Penurunan haluaran urine, urine gelap/pekat,
anuria (obstruksi uretral/ gagal ginjal). Disfungsi kandung kemih (kompresi batan g spinal terjadi lebih lanjut). B5 (Bowel) Anoreksia/kehilangan nafsu makan. Disfagia ( tekanan pada esofagus ). Adanya penurunan berat
badan yang tak dapat tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet, pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau tangan kanan ( sekunder terhadap kompresi vena kava superioroleh pembesaran nodus limfe). Ekstrimitas: edema ekstrimitas bawah sehubungan dengan obstruksi vena kava inferior dari pembesaran nodus limfe intraabdominal ( non-Hodgkin). Asites ( obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa intraab-dominal).
B6 (Bone)
Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum. Kehilangan produktivitas dan penurunan toleransi latihan. Kebutuhan tidur dan dan istirahat lebih banyak. Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan.
b) Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul pada klien limfedema yaitu: 1.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan, dan tidak
adekuatnya pertahanan tubuh primer. 2.
Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot
3.
Resiko tinggi gangguan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan factor internal: perubahan sirkulasi dan defisit imunologis.
4.
Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
c) Intervensi Keperawatan Dx I : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan, dan tidak adekuatnya pertahanan tubuh primer.
Tujuan : Dalam waktu…x 24 jam infeksi tidak terjadi selama perawatan. Kriteria hasil : individu mengenal factor-faktor resiko, mengenal tindakan pencegahan atau mengurangi factor infeksi. Intervensi
Rasional
Pantau tanda vital khususnya selama awal terapi
Selama periode waktu ini, potensial komplikasi dapat terjadi.
Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (seperti luka, garis jahitan).
Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
Kolaborasi berikan antibiotik sesuai indikasi
berguna secara profilaktik untuk mencegah infeksi.
Pertahankan perawatan luka aseptic, jika terjadi luka dengan balutan kering
Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah bertindak sebagai sumbu retrograt, menyerap kontaminan eksternal.
Bantu drainase bila diindikasikan
Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir
Dx II : Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …..x24 jam,diharapakan nyeri yang dirasakan pasien berkurang Kriteria hasil: klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, klen tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat Intervensi
Rasional
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, intensitas (skala 0-10)
Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgesic atau dapat menyatakan terjadinya komplikasi
Dorong pasien untuk menyatakan masalah
Menurunkan assietas atau takut dapat meningkatkan relaksasi atau kenyamanan
Dorong penggunaan teknik relaksasi,
Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif
misalnya bimbingan imajinasi, visualisasi, berikan aktivitas senggang
misalnya bimbingan imajinasi, visualisasi, berikan aktivitas senggang
pa
Menurunkan nyeri, meningkatkan kenyamanan
Dx III : Resiko tinggi gangguan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan factor internal: perubahan sirkulasi dan deficit imunologis
Tujuan: tidak terjadi gangguan integritas kulit Criteria hasil: mencapai pemuluhan luka tepat waktu tanpa komplikasi Intervensi
Rasional
Pantau tanda vital dengan sering, periksa luka dengan sering terhdap bengkak insisi berlebihan, inflamasi, drainase.
Mungkin indikatif dari pembentukan hematoma atau terjadinya infeksi, yang menunjang perlambatan pemulihan luka dan meningkatkan resiko pemisahan luka atau dehisens
Tingkatkan nutrisi dan masukan cairan adekuat
Membantu untuk mempertahankan volume sirkulasi yang baik untuk perfusi jaringan dan memenuhi kebutuhan energy seluler untuk memudahkan proses regenerasi atau penyembuhan jaringan.
Inspeksi seluruh area kulit, adanya kemerahan, pembengkakan.
Kulit biasanya cendrung rusak karena perubahan sirkulasi perifer ketidakmampuan meraasakan tekanan,gangguan pengaturan suhu
Lakukan masasse dan lubrikasi pada kulit dengan lotion atau minyak.
Meningkatkan sirkulasi dan melindungi permukaan kulit, mengurangi terjadinya ulserasi.
Dx IV : Hipertermi b.d proses penyakit
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam suhu tubuh pasien menjadi stabil, nyeri otot hilang. Intervensi
Rasional
Kaji suhu tubuh pasien, bila diperlukan lakukan observasi ketat untuk mengetahui perubahan suhu klien
R/ mengetahui peningkatan suhu tubuh,
Beri kompres hangat
R/ mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat.
R/ Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh
Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi
R/ Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antiperetik sesuai program.
R/ Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta Brunner / Suddarth. ( 2000). B uku Saku K eperawatan M edikal B edah. EGC. Jakarta. Diagnosa Nanda ( NI C dan NOC ) 2007-2008. Tulus Putra, Sukman dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid I I . Jakarta: Media Aesculapius
LIMFADENOPATI
A. Pengertian Limfadenopati adalah suatu tanda dari infeksi berat dan terlokalisasi (Tambayong, 2000; 52).Limfadenopati adalah digunakan untuk menggambarkan setiap kelainan kelenjar limfe (Price, 1995; 40). Limfadenopati adalah pembengkakan kelenjar limfe (Harrison, 1999; 370). Dari pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa Limfadenopati adalah kelainan dan pembengkakan kelenjar limfe sebagai tanda dari infeksi berat dan terlokalisasi.
B. Etiologi 1. Peningkatan jumlah limfosit makrofag jinak selama reaksi terhadap antigen. 2. infiltrasi oleh sel radang pada infeksi yang men yerang kelenjar limfe. 3. Proliferasi in situ dari limfosit maligna atau makrofag. 4. infiltrasi kelenjar oleh sel ganas metastatik. 5. Infiltrasi kelenjar limfe oleh makrofag yang mengandung m etabolit dalam penyakit cadangan lipid. (Harrison, 1999; 370)
C. Patofisiologi Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular darah. Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena. Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh limfe. Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah , tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama.
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang menular dapat menyebar. Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe regional yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah. (Price, 1995; 39 - 40). Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat menghasilkan petunjuk tentang kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanj ut secara langsung ( misalnya hitung darah lengap, biakan darah, foto rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati sistemik tetap terjadi tanpa penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe dianjurkan. (Harrison, 1999; 372). Biopsi sayatan: Sebagian kecil jaringan tumur mame diamdil melalui operasi dengan anestesi umum jaringan tumor itu dikeluarkan, lalu secepatnya dikirim kelaborat untuk diperriksa. Biasanya biopsi ini dilakukan untuk pemastian diagnosis setelah operasi. ( Oswari, 2000; 240 ). Anestesi umum menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk kejaringan otak dengan tekanan setempat yang tinngi. ( Oswari, 2000; 34 ). Pada awal pembiusan ukuran pupil masih biasa, reflek pupil masih kuat, pernafasan tidak teratur, nadi tidak teratur, sedangkan tekanan darah tidak berubah, seperti biasa. (Oswari, 2000; 35).
D. Manifestasi klinis Kelenjar limfoma cenderung teraba kenyal, seperti karet, saling berhubungan, dan tanpa nyeri. Kelenjar pada karsinoma metastatik biasanya ke ras, dan terfiksasi pada jaringan dibawahnya. Pada infeksi akut teraba lunak, membengkak secara asimetrik, dan saling berhubungan, serta kulit di atasnya tampak erimatosa. (Harrison, 1999; 370).
E. Pemeriksaan penunjang 1. Hitung darah lengkap. 2. Biakan darah. 3. Foto rontgen. 4. Serologi. 5. Uji kulit. (Harrison, 1999; 372).
F. Penatalaksanaan medis dan bedah Biopsi kelejar limfe. (Harrison, 1999; 372).
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN LIMFADENOPATI
1. Pengkajian Pasien
Aktivitas / istirahat Gejala : Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum.
Kehilangan produktivitas dan penurunan toleransi latihan. Kebutuhan tidur dan dan istirahat lebih banyak. Tanda : Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan tanda lain yang
menunjukkan kelelahan.
Sirkulasi Gejala : Palpitasi, angina / nyeri dada. Tanda : Takikardia, disrutmia.
Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena p embesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang). Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obstruksi duktus
empedu oleh pembesan nodus limfe (mungkin tanda lanjut). Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam
Integritas ego Gejala : Faktor stres, mis ; sekolah, pekerjaan, keluarga.
Takut/ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati. Anseitas/takut sehubungan dengan tes diagnostik dan moda litas pengobatan (kemoterapi dan terapi radiasi) Masalah finansial : biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut kehilangan pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu bekerja. Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan dengan menjadi orang yang tergantung pada keluarga. Tanda : berbagai perilaku, mis ; marah, menarik diri, pasif.
Eliminasi Gejala : Perubahan karakteristik urine dan/ atau feses.
Riwayat obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorpsi (infiltrasi dari nudos limfa retroperitonial). Tanda : Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran kanan atas dan
pembesaran pada palpasi (hematomegali). Nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali). Penurunan haluaran urine, urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretral/ gagal ginjal). Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut).
Makanan / Cairan Gejala : Anoreksia/kehilangan nafsu makan.
Disfagia ( tekanan pada esofagus ) Adanya penurunan berat badan yang tak dapat tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet. Tanda : pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau tangan kanan ( sekunder terhadap
kompresi vena kava superioroleh pembesaran nodus limfe). Ekstrimitas: edema ekstrimitas bawah sehubungan dengan obstruksi vena kava inferior dari pembesaran nodus limfe intraabdominal ( non-Hodgkin).
Asites ( obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa intraab-dominal)
Neurosensori Gejala : Nyeri syaraf ( neuralgia ) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran
nodus limfa pada brakial, lumbar, dan, pleksus sacral.
Kelamahan otot, parestesia Tanda : Status mental: letargi, menarik diri, kurang minum terhadap sekitar.
Paraplegia ( kompresi batang spinal dari tubuh vet ebral, keterlibatan diskus pada kompresi/ degenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batan g spinal). Nyeri / Kenyamanan Gejala : Nyeri tekan / nyeri pada nodus limfa yang terkena, mis; pada sekitar
mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung ( kompresi vertebral ) ; nyeri tulang umum ( keterlibatan tulang limfomatus)
Nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol. Tanda : Fokus pada diri sendiri; perilaku berhati – hati.
Pernafasan Gejala : Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada. Tanda : Dispnea; takikardia
Batuk kering non-produktif. Tanda distres pernafasan, contoh peningkatan frekuensi pernapasan dan kedalaman, penggunaan otot bantu, stridor, sianosis. Parau/ paralisis laringeal(tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).
Keamanan Gejala : Riwayat sering/adanya infeksi ( abnormalitas imunitas seluler pencetus untuk
infeksi virus herpes sismetik, TB, toksoplasmosis, atau infeksi bakterial ). Riwayat mononukleus ( resiko tinggi penyakit hodgkin pada pasien dengan titer tringgi virus Espstien – Barr ). Riwayat ulkus / perforasi perdarahan gaster. Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari berakhir sampai beberapa minggu ( demam pel – Ebstain ) diikuti oleh periode demam; keringat malam tanpa mengigil.
Kemerahan/ pruritus umum. Tanda : Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 380 C tanpa gejala
infeksi. Nodus limfe simetris, tak nyeri, membenkak / membesar ( nodus servikal paling umum terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan kanan; kemudian nudos aksila dan mediastinal ) Nudus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan. Pembesaran tonsil. Pruritus umum. Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin ( vitiligo )
Seksualitas Gejala : Masalah tentang fertilitas / kehamilan (sementara penyakit tidak
mempengaruhi). Tetapi penurunan libido.
Penyuluhan/pembelajaran Gejala : Faktor resiko keluarga ( lebih tinggi insiden diantara keluarga pasien Hodgkin
dari pada populasi umum ). Pekerjaan terpajan pada herbisida ( pekerja katu / kimia ). Pertimbangan DRG menunjukkan rerata lama dirawat 3,9 hari, dengan intervensi bedah, 10,1 hari. Rencana pemulangan : Dapat memerlukan bantuan terapi medik / suplai, aktivitas perawat diri dan/atau pekerjaan rumah / transportasi, belanja. ( Doengos,1999; 605-607 )
2. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive 2. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada k ulit, jaringan dan integritas otot. 3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neouromuskular, ketidakseimbangan perseptual. 4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum; penurunan kekuatan / ketahanan; nyeri.
3. Intervensi 1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif Tujuan: Mencapai penyembuhan tepat waktu,bebas drenase purulen atau eritema dan tidak demam ( doengos, 1999; 796 – 797 ) Intervensi : - Tingkatkan cuci tangan yang baik pada setaf dan pasien. - Gunakan aseptik atau kebersinan yang ketet sesuai indikasi untuk menguatkan atau menganti balutan dan bila menangani drain.insruksian pasien tidak untuk menyentuh atau menggaruk insisi - Kaji kulit atau warna insisi. Suhu dan integrits: perhatikan adanya eritema /inflamasi kehilangan penyatuan luka. - Awasi suhu.adanya menggigil. - Dorong pemasukan cairan,diey tinggi protein dengan bentuk makanan kasar. - Kolaborasi berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional : - Menurunkan resiko kontaminasi silang. - Mencegah kotaminasi dan resiko infeki luka,dimana dapat memerlukan post prostese. - Memberikan informasi trenteng status proses penyembuhan dan mewaspad akan staf terhadap dini infeksi. - Meskipun umumnya suhu meningkatpdad fase dini pasca operasi dan/atua adanya menggigil biasanya mengindikasikan terjadinya infeksi memerlukan inetrvensi untuk mencegah komplikasi lebih serius. - Mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi untuk mendukung perfusi jaringan dan memberikan nutrisi yang perlu untuk regenerasi selular dan penyembuhan jaringan. - Mungkin berguna secara profilaktik untuk mencegah infeksi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kuli t, jaringan dan i ntegr itas otot. Tujuan: mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / hilang. ( doengos, 1999; 915 – 917 ) Intervensi : - Evaluasi rasa sakit secara regular (mis, setiap 2 jam x 12 ), catat karakteristik, lokasi n intensitas ( skala 0-10 ). - Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi. - Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesui kebutuhan - Lakukan reposisi sesui petunjuk, misalnya semi - fowler; miring. - Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan napas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi. - Berikan perwatan oral reguler.
Rasional: - Sediakan informasi mengenai kebutuhan / efektifitas intervensi. Catatan: sakit kepala frontal dan / atau oksipital mungkin berekembang dalam 24-72 jam yang mengikuti anestesi spinal, mengharuskan posisi terlentang, peningkatan pemasukan cairan, dan pemberitahuan ahli anestesi. - Ketidaknyamanan mungkin disebabkan / diperburuk dengan penekanan pada kateter indwelling yang tidak tetap, selang NG, jalur pare nteral ( sakit kandung kemih, akumulasi cairan dan gas gaster, dan infiltrasi cairan IV/ medikasi. - Pahami penyebab ketidaknyamanan ( misalnya sakit otot dari pemberian suksinilkolin dapat bertahan sampai 48 jam pasca operasi, sakit kepala sinus yang disosialisasikan dengan nitrus oksida dan sakit tenggorok dan sediakan jaminan emosional. Catatan: peristasia bagian-bagian tubuh dapat menyebabkan cedera saraf. Gejala – gejala mungkin bertahan sampai berjam-jam atau bahkan berbulan – bulan dan membutuhkan wevaluasi tambahan. - Mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi – Fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan oto punggung artritis, sewdangkan miring mengurangi tekanan dorsal.
- Lepaskan tegangan emosional dan otot; tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat meningkatkan kemam puan koping. - Mengurangi ketidaknyamanan yang di hubungkan dangan membaran mukosa yang kering pada zat – zat anestesi, restriksi oral.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neouromuskular, ketidakseimbangan
perseptual. Tujuan: Menetapkan pola nafas normal / efektif dan bebas dari sianosis dan tanda – tanda hipoksai lain. ( doengos, 1999; 911 – 912 ) Intervensi: - Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hipereksentensi rahang, aliran udara feringeal oral. - Obserefasi dan kedalamam pernafasan, pemakaian otot – otot bantu pernafasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernafasan cuping hidung, warna kulit dan aliran udara. - Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan dan jenis pembedahan. - Observasi pengembalian fungsi otot terutama otot pernafasan. - Lakukan penghisapan lendir jika perlu. - Kaloborasi: berikan tambahan oksigen sesui kebutuhan. Rasional: - Mencegah obstruksi jalan nafas. - Dilakukan untuk memastikan efektivitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya dapat segera dilakukan. - Elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendoromg ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma. - Setekah pemberian obat – obat relaksasi otot selama masa intra operatif pengembalian fungsi otot pertama kali terjadi pada difragma, otot – otot interkostal, dan laring yang akan diikuti dengan relaksasi dengan relaksasi kelompok otot – otot utma seperti leher, bahu, dan otot – otot abdominal, selanjutnya diikuti oleh otot – otot berukuran sedang
seperti lidah, paring, otot – otot ekstensi dan fleksi dan diakhiri oleh mata, mulut, wajah dan jari – jari tangan. - Obstruksi jalan nafas dapat terjadi karena danya darah atau mukus dalam tenggorok atau trakea. - Dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan diikat oleh Hb yang mengantikan tempat gas anestesi dan mendorng pengeluaran gas tersebut melalui zat – zat inhalasi.
4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pengeluaran integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah. Tujuan: Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat, sebagaimana ditunjukkan dengan tanda – tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi dengan kualitas yang baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab, dan pengeluaran urine yang sesui. . ( doengos, 1999; 913 – 915 ) Intervensi: - Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran ( termasuk pengeluaran gastrointestinal ). - Kaji pengeluaran urinarus, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan. - Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan. Misalnya privasi, posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air hamgat diatas perineum. - Catat munculnya mual/muntah, riwayat pasien mabuk perjalanan. - Periksa pembalut, alat drein pada intrval reguler. Kaji luka untuk terjadinya pembengkakan. - Kalaborasi: Berikan cairan pariental, pruduksi darah dean / atau plasma ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan. Rasional: - Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan/ kebutuhan pemggantian dan pilihan – pilihan yang mempengaruhi intervensi. - Mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelah prosedur pada sistem genitourinarius dan / atau struktur yang berdekatan. - Meningkatkan relaksasi otot perineal dan memudahkan upaya pengosongan.
- Wanita, pasien dengan obesitas, dan mereka yang memiliki kecenderungan mabuk perjalanan penyakit memiliki resiko mual/ muntah yang lebih tinggi pada masa pasca operasi. Selain itu, semakin lama durasi anestesi, semakin resiko untuk mual, catatan: Mual yang terjadi selama 12 – 24 jam pasca operasi umumnya dibangunkan dengan anestesi( termasuk anestesi regional ),. Mual yang bertahan lebih dari 3 hari pasca operasi mungkin dihubungkan dengan pilihan narkotik untuk mengontrol rasa sakit atau tr erap oabt – abatan lainnya. - Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia / hemoragi. Pembengkakan lokal mungkin mengindikasikan formasi hematoma/ perdarahan. - Gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu penggantian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, misalnya ketidak seimbangan.
5. I ntoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum; penurunan kekuatan
/ ketahanan; nyeri . Tujuan: Menunjukkan teknik / perilaku yang mampu memampukan kembali melakukan aktivitas. . ( doengos, 1999;536 – 537 ) Intervensi: - Tingkatkan tirah baring / duduk. Berikan linkungan tenang; batasi pengunjung sesui keperluan. - Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik. - Tingkatkan aktivitas sesui toleransi, bantu melakukan latihan rentang gerak sensipasi/ aktif. - Dorong penggunaan teknik menejemen stres. Contoh relaksasi progresif, vissualisasi bimbing imajinasi. Berikan aktivitas hiburan yang tepat contoh menonton Tv, radio, dan membaca. - Berikan obat sesui indikasi, Sedatif, agen an tiansietas, contoh Diazepam ( valium ), Lorazepam ( ativam ). Rasional:
- Meningkatkan istirahat dan ketenangan. Menyipan energi yang digunakan untuk penyembuhan. Aktivitas dengan posisi duduk tegak diyakini menurunkan aliran darah kaki yang mencegah sirkulasi optimal kesel hati. - Meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan. - Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat. - Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian, dan meningkatkan koping. - Membantu dalam menejemen kebutuhan tidur, catatan: Penggunaan Barbiturat dan Tranguilizer seperti Compazine dan Thorazine, dikontra indikasikan sehubungan dengan efek hepatotoksik.