i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya laporan praktikum Teknologi Proses Thermal Hasil Perikanan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan praktikum ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan mata praktikum Teknologi Proses Thermal Hasil Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pada kesempatan ini saya selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Teknologi Proses Thermal Hasil Perikanan yang telah banyak memberikan ilmunya. Tidak lupa saya berterimakasih pula kepada asisten laboratorium yang telah banyak membantu dalam penyusunan laporan praktikum ini dan seluruh rekan-rekan yang telah bekerjasama dalam pelaksanaan pra ktikum. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan ini, baik dari materi maupun teknik penulisannya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penulisan laporan berikutnya. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Pekanbaru, April 2018
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Isi
Halaman
.................................................................. ............................... ......... KATA PENGANTAR ............................................
i
.................................................................. ............................................ ........................ .. DAFTAR ISI ............................................
ii
................................................................ ....................................... ................. DAFTAR TABEL .......................................... ............................................. ............................................................. ................ Error! Bookmark not defined. DAFTAR LAMPIRAN .......................................... ................................................................ ............................... .........
iiv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................... ................................................................ ................................... ............. 1.2. Tujuan dan Manfaat .......................................... ................................................................ ............................ ......
1 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Blansing............................................................ .................................................................................. ............................ ...... ......................................................... Error! Bookmark not defined. 2.2. Pasteurisasi ............................................ .................................................................. ....................................... ................. 2.3. Serilisasi ........................................... .................................................................. ........................................... .................... ......................................................... Error! Bookmark not defined. 2.4. Pengalengan .......................................... ................................................................ ....................................... ................. 2.4. Pembotolan Ikan ........................................... ................................................................. ............................... .........
3
7 7
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat ........................................... ................................................................. ............................ ...... 3.2. Bahan dan Alat .......................................... ................................................................ ................................... ............. 3.3. Metode Praktikum ............................................ .................................................................. ............................ ...... 3.4. Prosedur Praktikum .......................................... ................................................................ ............................ ......
10 10 10 10
IV. HASIL DAN PEMBASAN
4.1. Hasil ............................................ .................................................................. ............................................ ............................ ...... 4.2. Pembahasan ........................................... ................................................................. ....................................... .................
13 18
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ............................................ .................................................................. ....................................... ................. 5.2. Saran ........................................... ................................................................. ............................................ ............................ ...... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
20 20
iii
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Proses Thermal .................................................................................... ............................................................. Error! Bookmark not defined. 2. ikan kaleng .......................................................................................... ............................................................. Error! Bookmark not defined. 3. Teknologi Pembotolan ikan ................................................................ ............................................................. Error! Bookmark not defined.
Halaman
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1.Ikan Botol ............................................................................................
Halaman
23
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengolahan dengan panas - sering disebut sebagai proses panas (thermal process)- merupakan teknik pengolahan dan pengawetan pangan yang paling banyak diaplikasikan; baik di industri maupun di rumah tangga. Tujuan utama proses panas adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit/atau penyebab kerusakan bahan pangan; sehingga produk menjadi lebih awet dan aman. Apabila sejumlah mikroba dipanaskan pada suhu (T) konstan tertentu, sebagian mikroba akan mengalami kematian. Semakin lama pamanasan; semakin banyak mikroba yang mengalami kematian; sehingga jumlah mikroba yang bertahan hidup akan menurun secara logaritmis. Penggunaan panas pada pengawetan bahan pangan sudah dikenal secara luas. Berbagai cara yang dilakukan seperti memasak, menggoreng, merebus, atau pemanasan lainnya merupakan salah satu cara pengawetan bahan pangan. Melalui perlakuan tersebut terjadi perubahan pada bahan pangan, baik sifat fisik maupun sifat kimiawi sehingga keadaan bahan ada yang menjadi lunak dan enak dimakan. Pemanasan mengakibatkan sebagian besar mikroorganisme dan enzim mengalami kerusakan sehingga bahan pangan yang telah dimasak lebih tahan selama beberapa hari. (Adawyah, 2007). Proses pemanasan berperan dalam membunuh mikroba pembusuk dan pathogen yang berpengaruh negatif pada mutu produk. Lebih dari itu, proses pemanasan juga seringkali menjadi tahap proses esensial untuk mendapatkan karakteristik
organoleptik
yang
diinginkan.
Pemanasan
dengan
konsep
2
pasteurisasi dan sterilisasi pada produksi minuman dalam kemasan sudah dikenal luas dan diaplikasikan pada banyak industri pangan. Akan tetapi, pada industri skala kecil, masih banyak produsen yang menganut prinsip pemanasan hingga air mendidih untuk memastikan keamanan produknya. Salah satu alasannya adalah kurangnya pengetahuan produsen akan teknik pemanasan yang baik. 1.2. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari praktikum Thermal adalah untuk dapat mengetahui prisip-prinsip dari proses Thermal, dalam hal ini dapat mengetahui cara sterilisasi bahan, mengetahui penurunan mutu bahan makanan dengan suhu thermal, mampu menjelaskan mengidentifikasi serta mengidentifikasi perbedaan produk-produk kaleng dilihat dari eksternal dan internal serta dapat pula mengetahui cara dan prosedur pembuatan ikan botol . Adapun manfaat yang diperoleh dari praktikum ini adalah memberi informasi atau menambah pengetahuan baik kepada pembaca maupun penulis tentang proses thermal lebih banyak lagi.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Blansing
Blanching merupakan proses panas yang pengoperasiannya menggunakan air panas atau uap air. Pemanasan ini umumnya berlangsung pada suhu 85°C. Pada pabrik-pabrik pengolahan pangan, proses blanching selalu digunakan sebagai proses pemanasan pendahuluan (Nurul, 2009). Tujuan utama blanching adalah untuk menginaktifkan enzim-enzim di dalam bahan pangan. Blanching juga berguna untuk membersihkan, mengurangi jumlah mikroorganisme, mengeluarkan udara, perbaikan warna, kerenyahan, pelayuan dan perlakuan pendahuluan sebelum pengolahan lanjutan (Winarno, 1997). Lama blanching sangat dipengaruhi oleh jenis bahan dan ketebalan irisan yang akan mempengaruhi french fries yang dihasilkan. Lama blanching yang terlalu singkat mengakibatkan inaktivasi enzim fenolase yang belum maksimal sehingga akan mendorong terjadinya perubahan warna menjadi coklat, sedangkan blanching yang terlalu lama akan menyebabkan tekstur menjadi terlalu lunak karena kadar air bahan menjadi tinggi yang akan mempengaruhi kerenyahan produk yang dihasilkan dan menyebabkan bahan mudah patah pada tahap pengolahan selanjutnya (Buckle et al., 1987). 2.2. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah pemanasan produk pangan dengan suhu dan waktu tertentu. Pemanasan pada suhu pasteurisasi dimaksudkan untuk membunuh sebagian kuman patogenik yang ada dalam produk pangan, dengan seminimum
4
mungkin kehilangan gizinya dan mempertahankan semaksimal mungkin sifat fisik dan cita rasa produk tersebut (PURNOMO dan ADIONO, 1987). Metode pasteurisasi yang umum dilakukan pada susu ada dua cara, yaitu: low temperature long time (LTLT) yakni pasteurisasi pada suhu rendah 62,80 C selama 30 menit, sedangkan metode lain ialah high temperature short time (HTST), yakni pemanasan pada suhu tinggi 71,70 C selama 15 detik (SINGH et al., 1980; FARDIAZ, 1992). Proses pasteurisasi dilakukan dengan memanaskan produk pada suhu 62 oC selama 30 menit atau suhu 72 oC selama 15 detik. Pasteurisasi tidak dapat mematikan bakteri non patogen, terutama bakteri pembusuk. Susu pasteurisasi bukan merupakan susu awet. Penyimpanan susu pasteurisasi dilanjutkan dengan metode pendinginan. Metode pendinginan pada suhu maksimal 10 oC 8 memperpanjang daya simpan susu pasteurisasi. Mikroba pembusuk tidak dapat tumbuh dan berkembang pada suhu 3-10 oC (Setya, 2012). Pasteurisasi adalah salah satu proses terpenting dalam penanganan susu. Proses pasteurisasi perlu dilakukan dengan benar sehingga membuat susu memiliki umur simpan yang lebih lama. Suhu dan waktu pasteurisasi adalah faktor penting yang harus diukur dalam menentukan kualitas dan kondisi umur simpan susu segar. Metode Pasteurisasi yang umum digunakan adalah sebagai berikut (Setya, 2012): 1. Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short Time/HTST), yaitu proses pemanasan susu selama 15 – 16 detik pada suhu 71,7 – 75 oC dengan alat Plate Heat Exchanger.
5
2. Pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long Time/LTLT) yaitu proses pemanasan susu pada suhu 61 oC selama 30 menit. 3. Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (Ultra High Temperature/UHT) yaitu memanaskan susu pada suhu 131 oC selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan dengan tekanan tinggi untuk menghasilkan perputaran dan mencegah terjadinya pembakaran susu pada alat pemanas. Proses pasteurisasi dapat menghancurkan 90 – 99% bakteri yang ada di dalam susu. Pasteurisasi dapat merusak vitamin C dan kemungkinan menjadikan laktosa kasein dan unsur lemak pada susu menjadi kecil. Efek yang ditimbulkan dari proses pasteurisasi adalah dapat mempertahankan nilai nutrisi dan karakteristik sensori bahan pangan hasil pasteurisasi . Pasteurisasi hanya dapat mempertahankan umur simpan bahan pangan untuk beberapa hari saja, dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna, aroma dan flavor yang mengakibatkan degradasi vitamin bahan. Pasteurisasi susu dengan suhu tinggi dapat menambah daya simpan susu segar selama 1 sampai 2 minggu (Setya, 2012). 2.3. Sterilisasi
Strerilisasi berfungsi membunuh semua miroorganisme baik dalam bentuk spora maupun nonspora dari bakteri , virus dan protozoa yang dapat berbahaya bagi kesehatan manusia bila mengontaminasi sediaan farmasi ( World Healt Organization, 2015 ). Metode sterilisasi secara umum dibagi dua yaitu sterilisasi panas dan sterilisasi tanpa panas. Salah satu metode sterilisasi panas yang umum digunakan adalah sterilisasi panas uap, dimana panas tersebut dihasilakan dari uap pemanasan air ( WHO, 2015; Dion & Parker, 2013 ).
6
Metode ini umum digunakan karena keuntungan nya antara lain tidak toksit, efisien, mudah di kontrol, dan di monitor, cepat, mudahberpenetrasi ke wadah dan lebih aman untuk sediaan karena temperature yang digunakan cenderung lebih rendah dibandingkan metode sterilisasi panas lainnya ( Rutala et al, 2008 ). Salah satu metode sterilisasi tanpa panas ang banyak digunakan adalah radiasi gamma, karena karena memilii keuntungan antara lain lebih efektif, aaman, mudah serta tidak menimbulkan masalah toksinitas ekologi seperti pada sterilisasi etilenoksida dan formaldehide ( Silindir & Ozer, 2012 ).
Sterilisasi adalah pemusnahan mikroorganisme dengan cara pemanasan yang dilakukan pada suhu dan waktu tertentu, suhu sterilisasi yang sering dipakai adalah dengan autoclave dengan suhu 121 °C dan waktunya selama 15 menit.sasaran sterilisasi adalah bakteri yang tahan panas (bakteri termophil) terutama Closteridium botulinum, bakteri ini membentuk spora yang tidak mati dengan pemanasan, spora ini hidup terus dan akan berkembang biak jika kaleng terbuka dan jika spora memperoleh oksigen, itulah sebabnya ikan kaleng dapat membusuk bila kalengnya bocor (Muryati, 1992) Waktu untuk memproses (sterilisasi) dihitung sejak suhu dalam retort (autoclav)
mencapai
suhu
tinggi
tertentu
seperti
1210C
(suhu
sterilisasi). Pemprosesan ikan kaleng tidak boleh terlalu lama (over cooking) sehingga mengakibatkan pembusukan. Bila wadah terbuat dari gelas (botol jam), maka waktu pemprosesan sama atau lebih lama sebab gelas lebih lambat melewatkan panas (Moeljanto, 1992).
7
2.4. Pengalengan
Pengalengan merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan bahan makanan, terutama ikan dan hasil perikanan lainnya, dari pembusukan. Dalam pengalengan ini daya awet ikan yang diawetkan jauh lebih bagus dibandingkan pengawetan cara lain. Namun dalam hal ini dibutuhkan penanganan yang lebih intensif serta ditunjang dengan peralatan yang serba otomatis. Sebab dalam proses pengalengan, ikan atau hasil perikanan lain dimasukkan dalam suatu wadah yang ditutup rapat agar udara maupun mikroorganisme perusak yang datang dari luar tidak dapat masuk. Selanjutnya wadah dipanasi pada suhu tertentu dalam jangka waktu tertentu pula untuk mematikan mikroorganisme yang ikut terbawa pada produk yang dikalengkan (Murniyati dan Sunarman, 2004). Moejanto et al (1978) dalam Widodo (2001), mengatakan bahwa banyak hal yang harus diperhatikan untuk menjaga mutu ikan kaleng. Mutu ikan kaleng tergantung pada kesegaran bahan mentah, cara pengalengan, peralatan, dan kecakapan serta pengetahuan pelaksana-pelaksana teknis, sanitasi dan hygiene pabrik dan lingkungannya. Kesegaran bahan mentah sangat penting dalam industri perikanan. Kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan ikan yang jelek dan bagus kualitasnya. Berdasarkan kesegarannya, ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu ikan dengan kesegaran baik sekali (prima), kesegaran masih baik, kesegarannya mulai mundur (sedang), dan ikan yang sudah tidak segar lagi. 2.5. Pembotolan Ikan
Pada pembotolan bahan pangan, suhu dan waktu sterilisasi merupakan peranan yang sanat penting untuk diperhatikan. Hal ini disebabkan karena jika suhu yang digunakan rendahmaka waktu pemanasan relatif singkat. Sterilisasi
8
merupakan tahap yang pentig dalam proses pembotolan. Pada tahap ini peranan medium (larutan pengisi) seperti sauce tomatcukup besar. Selain sebagai penghantar panas, medium juga berperan untuk menambah rasa pada produk yang dibotolkan (Poernomo, Murdinan dan Nasran, 1984). Buckle et al.,(1987) menyatakan bahwa makanan yang bersifat asam dapat digunakan pengemas dari botol (gelas), hal ini disebabkan produk yang bersifat asam hanya membutuhkan perlakuan panas yang ringan. Untuk produk yang berbeda maka teknik pembotolan yang digunakan juga berbeda. Teknik pembotolan juga dipengaruhi oleh bentuk botol yang berbeda pula. Sebagai contoh: teknik pembotolan untuk mengemas produk susu segar akan berbeda dengan teknik pembotolan untuk mengemas produk kopi instant. Dibandingkan dengan pengalengan maka pembotolan (pengemasan dengan botol) di industri besar dalam proses pembotolan memerlukan tenaga kerja yang lebih sedikit. Tahapan pembotolan dalam industri meliputi: memasukkan botol kosong dalam alat (bottle feeding), pembersihan botol (bottle cleaning), pengisian (filling), penutupan (closing), pelabelan (labeling), penyusunan dan pengemasan untuk tranportasi (Dwiari, dkk., 2008). Menurut Syarief, dkk. (1998), kaca dalam bentuk botol dikenalkan oleh seorang dokter untuk sistem distribusi susu segar yang bersih dan aman pada tahun 1994. Mekanisasi pembuatan botol kaca besar-besaran pertama kali tahun 1992. Wadah-wadahberbahan kaca terus berkembang hingga saat ini, mulai dari bejana-bejana sederhana hingga berbagai bentuk yang sangat menarik. Sebagai bahan kemasan, botol kacamempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan kemasan berbahan dasar kaca antara lain :
9
-
Kedap terhadap air, gas , bau-bauan , dan mikroorganisme,
-
Inert dan tidak dapat bereaksi atau bermigrasi ke dalam bahan pangan,
-
Kecepatan pengisian hampir sama dengan kemasan kaleng,
-
Sesuai untuk produk yang mengalami pemanasan dan penutupan secara
hermetis,
-
Dapat didaur ulang,
-
Dapat ditutup kembali setelah dibuka,
-
Transparan sehingga isinya dapat diperlihatkan dan dapat dihias,
-
Dapat dibentuk menjadi berbagai bentuk dan warna,
-
Memberikan nilai tambah bagi produk,
-
Rigid (kaku), kuat dan dapat ditumpuk tanpa mengalami kerusakan.
Adapun kelemahan kemasan botol kaca adalah berat sehingga biaya transportasi mahal, resistensi terhadap pecah dan mempunyai thermal shock yang rendah, dimensinya bervariasi, berpotensi menimbulkan bahaya yaitu dari pecahan kaca.
10
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Proses Thermal Hasil Perikanan telah dilakukan pada hari Senin pukul 08.00 WIB s/d selesai dan pada hari Jum’at am 13:30 WIB s/d selesai bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3.2. Bahan dan Alat 3.2.1.Pengaruh Proses Thermal Terhadap Mikroba
Adapun bahan yanh dunakan yaitu sampel daging ikan, media tumbuh mikroba bakteri PCA dan larutan fisiologis. Adapun alat yang digunanakan yaitu alat untuk Blansing, Pasteurisasi dan alat untuk Sterilisasi, seperti oven, inkubator, autoclave dan cawan petri. 3.2.2. Membandingkan Produk-Produk yang Berbeda Pabrik
Adapun bahan yang di gunakan yaitu ikan kaleng dari beberapa Merk dan alat yang digunakan yaitu sendok. 3.2.3. Pembotolan Ikan
Adapun bahan dalam pembuatan ikan botol yaitu Ikan Sarden, cabe , bawang putih, garam, gula dan daun jeruk. Dan alat
yang digunakan
yaitu Botol, autoclave, kertas label, blender, kukusan, wajan dan pisau. 3.3. Metode Praktikum
Metode yang digunakan pada praktikum adalah metode pengamatan secara langsung yaitu.
11
3.4. Prosedur Praktikum 3.4.1.Pengaruh Proses Thermal Terhadap Mikroba
Ikan segar ( sarden ) disiapkan sebanyak 100 gr
Kemudian di fillet dan diambil bagian dagingnya
Yang telah di fillet dipisahkan menjadi tiga wadah dengan berat daging 10 gram pada masing-masing wadah yaitu 10 gr untuk blansing, 10 gram untuk pasteurisasi dan 10 gr untuk kontrol.
Kemudian dilakukan proses blansing dan pasteurisasi selama 15 menit
Selanjutnya sampel di dinginkan dan dilakukan pengenceran dan di inkubasi selama 24 jam
Setelah 24 jam diamati jumlah mikroba yang ada dan jumlah koloninya.
3.4.1. Membandingkan Produk-Produk yang berbeda pabrik terhadap makanan kaleng.
Setiap produk (ikan kaleng) diperiksa keadaan luar dan dalam dan keadaan fisik
Mengamati ada atau tidaknya perkaratan yang terjadi
Mengamati keadaan bibir kaleng
Mencatat Berat bahan padat, komposisi kadaluarsa dan tempat atau lokasi produksinya
3.4.2. Pembotolan Ikan
Prosedur pembuatan pembotolan ikan yaitu :
Ikan segar ( Kelompok kami Ikan Sarden ) dicuci bersih dengan menggunakan air mengalir.
12
Ikan dipotong pada bagian kepala dan ekornya lalu dicuci kembali.
Dimasukan kedalam dandang untuk dikukus
Botol yang akan digunakan dicuci bersih
ikan yang telah dikukus dan masukan saus ( Saus Daun Jeruk ) tersebut kedalam botol yang berisi ikan dimana isi saus dalam botol tidak memenuhi seluruh permukaan botol, yaitu 2/3 dari permukaan botol. Tutup botol, tetapi tidak rapat.
Disterilisasikan kedalam autoclave pada suhu 121 °C selama 1 jam. Tutup botol tidak boleh ditutup rapat.
Kemudian dinginkan dan diamati pada minggu selanjutnya.
13
IV. HASIL DAN PEMBASAN
4.1. Hasil 4.1.1. Hasil Pengaruh Proses Thermal Terhadap Mikroba
No. Proses Thermal 1. Kontrol 2. Pasteurisasi 3. Blansing Tabel 1. Proses thermal
Pengenceran 1 TBUD 20 TBUD
Pengenceran 2 149 x 10 -2 15 x 10-2 42 x 10 -2
Pengenceran 3 86 x 10-3 3 x 10 -3 36 x 10-3
4.1.2. Membandingkan Produk-Produk yang Berbeda Pabrik
No. 1.
Jenis
Hasil
Nama Produk
Sarden dalam saus
Merk
Fiesta Seafood
Tanggal pembuatan
-
Nama dan alamat pabrik
PT. Centralpertiwi Bahari
Jakarta-10210, Indonesia
Ukuran kaleng
Kecil
Isi kaleng/komposisi
155 gr / ikan, pasta tomat (46, 84 % ), penstabil dipati pospatterasetilasi, garam haus, gula, jahe, penguat rasa Mononatrium, glutamat,
14
pengatur keasaman, asam asetat, paprika. 2.
Keadaan luar kaleng
Tidak ada cacat, licin dan utuh.
Sambungan luar bibir
Agak berkarat
Cover
Rapi
Bibir cover
Tertutup dengan bibir kaleng
Informasi pada kaleng
Terdapat informasi mengenai nama produk, berat bersih, nama dan alamat pabrik, komposisi, Merk, layanan konsumen, alamat website, logo halal, barcode, informasi nilai gizi, izin produksi BPOM RI, cara penyajian, bobot tuntas, kadaluarsa dan cara penyajian.
3.
Volume isi
155 gr
Berat pada ikan
0 gr
15
Berat saus
75 gr
pH saus tomat
-
Rasa saus tomat
Saus tomatnya kurang teras
Rupa saus tomat
Agak kental
Bau saus tomat
Dominana bau ikan
Tekstur
Empuk
keadaan sambung dalam
Tidak ada lobang dan rapi
Berkarat/ tidak
Tidak da yang berkarat
Lapisan kaleng dalam
Mulus dan dalam kondisi baik.
Tabel 2. Ikan kaleng
16
4.1.3. Teknologi Pembotolan ikan
No. 1.
Jenis
Hasil
Nama Produk
Serai saus pedas manis
Merk
King Fish
Rupa dan warna
Kental dan berwarna
merah
2.
3.
Rasa
Manis
Bau
Aroma tomat
Tekstur
Empuk
Nama Produk
Gemblo Asam Padeh
Merk
Minangkabau Seafood
Rupa dan warna
Cair dan berwarna orange
Rasa
Manis
Bau
Aroma tomat
Tekstur
Empuk
Nama Produk
Tongkol Saus Teriyaki
Merk
Euthynus
Rupa dan warna
Cair dan berwarna coklat
17
keorangean
4.
Rasa
Asam, pedas, gurih
Bau
Aroma teriyaki
Tekstur
Empuk
Nama Produk
Sarden Saus Daun Jeruk
Merk
SEJUK
Rupa dan warna
Kental berminyak dan
berwarna merah
5.
Rasa
Pahit
Bau
Asam
Tekstur
Agak keras
Nama Produk
Sarden Saus Barbecue
Merk
SEVMAL’S FISHER
Rupa dan warna
Cair dan berwarna
Rasa
Manis, dan gurih
Bau
Sedap
Tekstur
Empuk dan tidak mudah
hancur
18
6.
Nama Produk
Dencis Saus Tomat
Merk
OMEGA
Rupa dan warna
Kental dan berwarna
merah
Rasa
Rasa tomat lebih dominan
7.
Bau
Aroma tomat
Tekstur
Empuk
Nama Produk
Marinara Saus Tomat
Merk
MARINARA
Rupa dan warna
Warna kuning kusam
Rasa
Pahit
Bau
Asam
Tekstur
Tekstur utuh
Tabel 3. Pembotolan Ikan 4.2. Pembahasan
Blanching merupakan proses panas yang pengoperasiannya menggunakan air panas atau uap air. Pemanasan ini umumnya berlangsung pada suhu 85°C. Pasteurisasi adalah pemanasan produk pangan dengan suhu dan waktu tertentu. Pemanasan pada suhu pasteurisasi dimaksudkan untuk membunuh sebagian
19
kuman patogenik yang ada dalam produk pangan, dengan seminimum mungkin kehilangan gizinya dan mempertahankan semaksimal mungkin sifat fisik dan cita rasa produk tersebut Dari semua produk ikan botol yang ada dari tiap- tiap kelompok dapat dilihat ada dua kelompok yang hasil ikan botolnya kurang baik, mungkin bisa di sebabkan karena adanya kesalahan saat menutup atau membuka tutup botol saat akan di sterilkan atau karna kesalahan lainya. Hal tersebut terlihat dari segi rupa warna dan bau yang asam serta dari tekstur ikannya. Sedangkan lima produk ikan botol yang lainya dalam kondisi bagus dan aman untuk di konsumsi. Dapat dilihat dari segi organleptik rupa cair atau kental, rasa yang enak, bau khas dari saus tersebut, serta tekstur ikan yang empuk. Dari hasil pembuatan ikan botol/ikan kaleng ini yang telah dilakukan sterilisasi pada suhu 1210C dengan menggunakan autoclave sesuai dengan prosedurnya setelah terbentuk maka dilakukan tahap penyimpanan dengan jangka waktu satu minggu dimana nilai oranoleptiknya masih bagus. Sedangkan untuk ikan kaleng yang diamati dan di nilai organoleptiknya kondisinya masih dalam keadaan bagus dan masih aman untuk di konsumsi. Yang mana parameter yang diamati keadaan eksternal dan internal produk ikan kaleng tersebut. Apakah kaleng tersebut berkarat atau tidak, atau ada kerusakan yang lain nya seperti penyok dan lains ebagainya.
20
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan di laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Hasil Perikanan dapat di ambil kesimpulan yaitu Penyimpanan produk pangan dengan suhu tinggi dapat menjaga ketahanan bahan pangan, selain menjaga mutu, proses thermal juga menjaga agar bakteri dan mikroorganisme benar-benar tidak dapat masuk kedalam kaleng tempatproduk tersebut. Penangana dengan proses thermal memakan biaya yang tidak sedikit, namun guna proses thermal dalam menjamin mutu bahan pangan lebih baik dari teknologi lain., Pada pembotolan bahan pangan, suhu dan waktu sterilisasi merupakan peranan yang sanat penting untuk diperhatikan. Hal ini disebabkan karena jika suhu yang digunakan rendahmaka waktu pemanasan relatif singkat 5.2. Saran
Sebelum praktikum dilakukan, praktikan harus mempelajari materi dengan sungguh-sungguh dan memahaminya dengan seksama agar praktikum dapat berjalan lancar. Begitu juga dengan prosedur harus dipahami agar waktu yang digunakan efisien. Praktikan juga disarankan agar bekerja sama dengan teman satu kelompok agar praktikum berjalan dengan baik dan efektif. Namun, praktikan disarankan untuk bertanya kepada asisten labor jika masih ada yang belum dipahami.
21
DAFTAR PUSTAKA
Buckle et al. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia-Press. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan oleh Adi Purnomo. UI Press, Jakarta. 365 hal. Dwiari, S.R. 2008. Teknologi Pangan. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2008 Moeljanto, R. P, Sumpeno, Soekirno, D. Dan Sosrowarjono, Wahjadi. 1978. Usaha Peningkatan Mutu Ikan Sardine Kaleng. Jurnal Penelitian Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan No. 1. Puslitbang Perikanan. Jakarta. 16:33. Murniyati, A. S. Dan Sunarman. 2004. Pendinginan Pembekuan Dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Jakarta 97: 13-17. Nurul, I. 2009. Perubahan pada Bahan Pangan saat Blanching. (On-line). http://duniamikro.blogspot.com/.../perubahan-pada-bahan-pangansaat.html. Diakses tanggal 14 April 2018 PURNOMO, H. dan ADIONO. 1987. Ilmu Pangan. Cetakan Pertama. UI Press, Jakarta. RATIH. 1989. Pengaruh Metode Pasteurisasi dan Pengemasan terhadap Mutu Susu selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Pajajaran. Bandung. Setya, A. W. 2012. Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Slamet Riyadi. Surakarta. Silinder, M, Ozer, Y. 2012. The Effect of Radiation on a Variety of Pharmaceutica;s and MaterualContaining Polymers. PDA Journal Pharmaceutical Science and Technologi, VOL 66. Pp, 184-199 SINGH, J., A. KHANNA, and H. CHANDER. 1980. Effect of incubation temperature and heat treatment of milk from cow and buffalo on acid and flavor production by S. thermophillus and L. bulgaricus. J. Food Protection 43 (12):399-400. Syarief et al. 1989. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta : Penerbit Arcan. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 253 hal. World Health Organization. 2015. The International Pharmacopoiea. Fifth Edition
22
LAMPIRAN
23
Lampiran 1. Ikan botol
2