dalam beker glass, suspensi pati dibuat sebanyak 50 ml, dengan konsentrasi 10 %. masing-masing dibuat 3 perlakuan yaitu tanpa penambahan gula, dengan penambahan gula 5% dan penambahan asam sitrat 2%
tiap tiap suspensi pati dipanaskan diatas hot plate sambil dilakukan pengadukan secara perlahan-lahan. perubahan yang terjadi selama pemanasan sampai mengental kemudian diamati
suhu pada saat mulai terjadi pemanasan sampai mulai mengental dan jernih serta saat suhu gelatinisasi sempurna terjadi diamati
setelah dingin, pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik gel yang dihasilkan antara lain viskositas, kekeruhan, ketegaran dan kelengketan (adhesivitas) gel
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI TEPUNG, PATI DAN GULA
ACARA II
GELATINISASI PATI
Kelompook 1
Rombongan 1
Penanggungjawab :
Fika Puspita A1M012001
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pati merupakan zat gizi penting dalam diet sehari-hari. Menurut Greenwood dan Munro (1979), sekitar 80% kebutuhan energi manusia di dunia dipenuhi oleh karbohidrat. Karbohidrat ini dapat dipenuhi dari sumber seperti biji-bijian (jagung, padi, gandum), umbi-umbian (ubi kayu, ubi jalar, kentang) dan batang (sagu) sebagai tempat penyimpanan pati yang merupakan cadangan makanan bagi tanaman. Pati memegang peranan penting dalam industri pengolahan pangan secara luas juga dipergunakan dalam industri seperti kertas, lem, tekstil, lumpur pemboran, permen, glukosa, dekstrosa, sirop fruktosa, dan lain-lain. Dalam perdagangan dikenal dua macam pati yaitu pati yang belum dimodifikasi dan pati yang telah dimodifikasi. Pati yang belum dimodifikasi atau pati biasa adalah semua jenis pati yang dihasilkan dari pabrik pengolahan dasar misalnya tepung tapioka.
Dilain pihak, industri pengguna pati menginginkan pati yang mempunyai kekentalan yang stabil baik pada suhu tinggi maupun rendah, mempunyai ketahanan yang baik terhadap perlakuan mekanis, dan daya pengentalannya tahan pada kondisi asam dan suhu tinggi. Sifat-sifat penting yang diinginkan dari pati termodifikasi (yang tidak dimiliki oleh pati alam) diantaranya adalah: kecerahannya lebih tinggi (pati lebih putih), retrogradasi yang rendah, kekentalannya lebih rendah, gel yang terbentuk lebih jernih, tekstur gel yang dibentuk lebih lembek, kekuatan regang yang rendah, granula pati lebih mudah pecah, waktu dan suhu gelatinisasi yang lebih tinggi, serta waktu dan suhu granula pati untuk pecah lebih rendah.
Modifikasi sifat dan perkembangan teknologi di bidang pengolahan pati, pati alami dapat dimodifikasi sehingga mempunyai sifat-sifat yang diinginkan seperti di atas. Modifikasi disini dimaksudkan sebagai perubahan struktur molekul dari yang dapat dilakukan secara kimia, fisik maupun enzimatis. Pati alami dapat dibuat menjadi pati termodifikasi atau modified starch, dengan sifat-sifat yang dikehendaki atau sesuai dengan kebutuhan (Koswara, 2009).
Tujuan
Mempelajari sifat gelatinisasi beberapa jenis pati
Mempelajari pengaruh gula terhadap gelatinisasi pati
Mempelajari pengaruh asam terhadap gelatinisasi pati
TINJAUAN PUSTAKA
Pati
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik, yang banyak terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-bijian, umbi-umbian. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai atom karbonnya, serta lurus atau bercabang. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi (Hill dan Kelley, 1942).
Selain ukuran granula karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula, lokasi hilum, serta permukaan granulanya (Hodge dan Osman, 1976). Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak (Bank dan Greenwood, 1975). Umumnya pati mengandung 15 – 30% amilosa, 70 – 85% amilopektin dan 5 – 10% material antara. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa pati biji-bijian mengandung bahan antara yang lebih besar dibandingkan pati batang dan pati umbi (Greenwood, 1975). Sumber pati utama di Indonesia adalah beras disamping itu dijumpai beberapa sumber pati lainnya yaitu; jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan lain-lain. Sifat birafringence dari granula pati adalah sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop terlihat hitam-putih.
Pada waktu granula mulai pecah sifat birefringence ini akan hilang. Kisaran suhu yang menyebabkan 90% butir pati dalam air panas membengkak sedemikian rupa sehingga tidak kembali ke bentuk normalnya disebut "Birefringence End Point Temperature" atau disingkat BEPT (Winarno, 1984). Dalam keadaan murni granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau dan tidak berasa. Secara mikroskopik terlihat bahwa granula pati dibentuk oleh molekul-molekul yang membentuk lapisan tipis yang tersusun terpusat. Granula pati bervariasi dalam bentuk dan ukuran, ada yang berbentuk bulat, oval, atau bentuk tak beraturan demikian juga ukurannya, mulai kurang dari 1 mikron sampai 150 mikron ini tergantung sumber patinya (Tabel 1).
Tabel 1. Karakteristik Granula Pati
Sumber : Fennema, 1985.
Gelatinisasi Pati
Menurut Shamekh (2002), gelatinisasi adalah proses transisi fisik bersifatendotermis yang merusak keteraturan molekuler granula dan melibatkan proses pembengkakan granula, pelelehan Kristal, hilangnya birefringence dan pelarutan pati.Secara sensori, proses gelatinisasi bisa diamati karena akan menyebabkanmeningkatnya viskositas pati terdispersi. Hal ini terjadi karena absorbsi air olehgranula pati. Mekanisme gelatinisasi pati secara ringkas dan skematis diuraikan oleh Harper (1981) sebagai berikut:
Tahap pertama. Granula pati masih dalam keadaaan normal, belum berinteraksidengan apapun. Ketika granula mulai berinteraksi dengan molekul disertaidengan peningkatan suhu suspensi terjadilah pemutusan sebagian besar ikatanintermolekular pada kristal amilosa, akibatnya granula akan mengembang.
Tahap kedua. Molekul-molekul amilosa mulai berdifusi keluar granula akibatmeningkatnya aplikasi panas dan air yang berlebihan yang menyebabkangranula mengembang lebih lanjut.
Tahap ketiga. Proses gelatinisasi berlanjut hingga seluruh mol amilosa berdifusi keluar. Hingga tinggal molekul amilopektin yang berada di dalamgranula. Keadaan ini pun tidak bertahan lama karena dinding granula akansegera pecah sehingga akhirnya terbentuk matriks 3 dimensi yang tersusun olehmolekul-molekul amilosa dan amilopektin.
Fenomena gelatinisasi pati diamati dengan menggunakan perubahan pola difraksi sinar x, menggunakan mikroskop polarisasi cahaya dan dengan metode differential scanning calorimetry. Selama proses gelatinisasi, Kristal patiakan mengalami pelelehan yang ditandai dengan menurunnya intensitas difraksisinar-x, hilangnya sifat birefringent melalui pengukuran dengan mikroskop polarisasi cahaya dan menurunnya refleksi sinar melalui pengukuran dengan differential scanning calorimetry. Berikut merupakan tabel gelatinisasi beberapa jenis pati (Syamsir, 2011).
Tabel 2. Gelatinisasi beberapa jenis pati
Sumber : Beynum dan Roels, 1985.
Tapioka
Tapioka (pati ubi kayu) merupakan industri utama dari ubi kayu. Proses ekstraksi yang relatif mudah, sifat patinya yang unik dengan warna dan flavor netral menyebabkan tapioka banyak dimanfaatkan sebagai ingredien maupun aditif di industri pangan. Tapioka direkomendasikan untuk memperbaiki ekspansi produk ekstrusi, pengental pada produk yang kondisi prosesnya tidak ekstrim, bahan pengisi dalam produk makanan bayi olahan dan bahan pengikat pada produk-produk biskuit dan konfeksioneri (Tonukari, 2004). Aplikasi pati dalam suatu produk dipengaruhi oleh kemampuannya untuk membentuk karakteristik produk akhir yang diinginkan. Perbedaan karakteristik fisiko- kimia seperti bentuk granula, rasio amilosa/ amilopektin, karakteristik molekuler pati dan keberadaan komponen lain merupakan penyebab perbedaan sifat fungsionalitas (Copelan et al., 2009; Nwokocha et al., 2009).
Hasil penelitian Syamsir (2011) menunjukkan bahwa tapioka dari lima varietas ubi kayu (Thailand, Kasetsar, Pucuk Biru, Faroka dan Adira-4) memiliki pola kristalinitas yang sama (tipe A) tetapi dengan kristalinitas yang berbeda. Perbedaan varietas juga menyebabkan perbedaan karakteristik fisikokimia tapioka dan berpengaruh pada sifat fungsionalnya. Beberapa parameter pasting dan tekstur gel tapioka dipengaruhi oleH perbedaan kristalinitas, kadar amilosa, lemak dan abu serta perbedaan kapasitas pembengkakan. Tapioka dari lima varietas ubi kayu ini juga menunjukkan perbedaan daya cerna pati tergelatinisasinya. Hasil ini dapat dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa perbedaan varietas ubi kayu akan menghasilkan tapioka dengan karakteristik fisiko-kimia, fungsional dan daya cerna yang berbeda. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap proses dan produk akhir sehingga dihasilkan suatu rekomendasi untuk pemanfaatan tapioka secara tepat.
Dalam penelitian Aristawati W. dkk (2013), Tepung tapioka berfungsi untuk memperbaiki atau menstabilkan emulsi, meningkatkan daya, mengikat air, memperkecil penyusutan, menambah berat produk dan karena harganya relatif murah maka dapat menekan biaya produksi. Semakin banyak penambahan tepung terigu, tekstur yang dihasilkan semakin tidak disukai, karena memberikan tekstur yang kenyal. Tekstur yang dihasilkan oleh takoyaki berbahan dasar tepung terigu dan tepung tapioka memang lebih kenyal dibanding dengan takoyaki yang biasa dijual di pasaran.
Maizena
Pati jagung atau yang biasa disebut tepung maizena merupakan sumber karbohidrat yang digunakan untuk bahan pembuat roti, kue kering, biskuit, makanan bayi dll, serta digunakan dalam industri farmasi. Namun demikian upaya pengolahan untuk memproduksi pati jagung belum banyak dilakukan di dalam negri, hal ini terkendala pada tingginya investasi untuk menyediakan mesin pengolahannya, serta perlu perlakuan khusus dalam pengolahan jagung. Di dalam biji jagung terdapat lembaga yang mengandung minyak, sehingga apabila lembaga tersebut tidak dipisahkan terlebih dahulu, maka produk olahan jagung (tepung, pati) akan cepat rusak (tengik) karena adanya proses oksidasi maupun karena pengaruh air.
Maizena adalah suatu tepung yg berfungsi sebagai pengental atau berperan sebagai pelekat pada pengolahan suatu makanan Menurut Wellyalina (2012), Penambahan tepung maizena berpengaruh terhadap mutu nugget pada tetelan merah tuna. Penambahan tepung maizena dapat meningkatkan nilai tekstur nugget tetelan merah tuna karena tepung maizena berfungsi sebagai bahan pengikat. Menurut Widrial (2005), tepung maizena merupakan salah satu bahan pengikat yang berfungsi untuk memperbaiki tekstur, memperbaiki citarasa, meningkatkan daya ikat air, dan memperbaiki elastisitas pada produk akhir. Selain) itu, tekstur juga merupakan salah satu penilaian kualitas suatu produk selain daripada nilai makanan dan 90 % responden mengemukakan mutu berhubungan dengan tekstur.
Dalam penelitian Anggraeni (2014), Kadar pati sosis ayam dengan perlakuan penambahan tepung porang dan tepung maizena berkisar antara 12.46% sampai dengan 4.47%. Penurunan kadar pati diduga karena adanya penggunaan tepung maizena yang semakin menurun, dimana tepung maizena mempunyai kandungan pati yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung porang. Tepung porang mengandung pati sebesar 2.90%. Sedangkan kandungan pati tepung maizena sebesar 54.10% - 71.70%. Sehingga semakin tinggi proporsi tepung maizena, maka semakin tinggi pula kadar pati sosis ayam.
Hunkwe
Tepung Hunkwe adalah tepung kacang hijau yang berbentuk bubuk halus. Tepung ini sering digunakan untuk membuat kue tradisional pudding, cendol atau dawet. Tepung hunkwe mempunyai sifat tidak berbintil jika dituangi air dingin. Kalau dituangi air hangat sedikit bergumpal dan jika dituangi air mendidih akan masak serta mengental. Fungsi tepung hunkwe: memberikan rasa kenyal pada masakan. Tepung ini akan digunakan untuk campuran tepung beras dalam pembuatan Klaudan Bali.
Pada penelitian Ladamay dan Yuwono (2014), Hasil pengamatan terhadap kadar pati makanan padat (foodbars) akibat pengunaan rasio tepung tapioka : tepung kacang hijau dan proporsi CMC dengan berbagai perlakuan berkisar antara 35.76-41.41%. Kadar pati makanan padat cenderung meningkat dengan meningkatnya rasio tepung tapioka : tepung kacang hijau dan proporsi CMC. Perlakuan rasio tepung tapioka : tepung kacang hijau 40:10 dengan proporsi penambahan CMC 1% memiliki kadar pati tertinggi, sedangkan perlakuan rasio tepung tapioka : tepung kacang hijau 20:30 dengan proporsi CMC 0.50% memiliki kadar pati terendah. Hasil analisa ragam menunjukan bahwa faktor rasio tepung tapioka : tepung kacang hijau memberikan pengaruh nyata (α= 0.05) terhadap kadar pati makanan padat sedangkan faktor proporsi CMC tidak memberikan pengaruh nyata (α= 0.05) terhadap kadar pati makanan padat. Antara kedua faktor tidak terjadi interaksi.
Kadar pati Tepung tapioka yaitu sebesar 87.97% kadar pati tepung kacang hijau sebesar 61.77%. Faktor rasio tepung tapioka : tepung kacang hijau memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kecerahan, kemerahan dan kekuningan makanan padat. Semakin banyak tepung kacang hijau yang digunakan menyebabkan tingkat kemerahan makanan padat semakin meningkat dan tingkat kekuningan makanan padat semakin menurun. Hal ini dikarenakan protein yang terdapat pada kacang hijau memicu terjadinya reaksi mailard. Reaksi mailard merupakan reaksi antara karbohidrat khususnya gula dengan gugus amino primer. Hasil reaksi ini berupa produk berwarna coklat [22]. Tingkat kecerahan (L*) makanan padat semakin meningkat menandakan bahwa warna dari makanan padat semakin cerah. Hal tersebut dikarenakan tingkat kecerahan (L*) tepung tapioka sebesar 97.73 lebih tinggi dibandingkan tepung kacang hijau yang memiliki tingkat kecerahan 92.33. Hasil tersebut menunjukan bahwa tepung tapioka mempunyai warna yang lebih cerah dari pada tepung kacang hijau. Peningkatan rasio tepung tapioka dalam pembuatan makanan padat juga akan meningkatkan kecerahan dari makanan padat.
METODE PRAKTIKUM
Alat dan Bahan
Alat
Beker glass
Termometer
Pengaduk
Dan sebagainya
Bahan
Tepung Hungkue
Tapioka
Maizena
Prosedur
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kejernihan
Sangat keruh
Keruh
Agak keruh
Jernih
Sangat jerni
Ketegaran
Sangat tidak tegar
Tidak tegar
Agak tegar
Tegar
Sangat tegar
Viskositas
Sangat tidak kental
Tidak kental
Agak kental
Kental
Sangat kental
Kelengketan
Sangat lengket
Lengket
Agak lengket
Tidak lengket
Sangat tidak lengket
Pembahasan
Menurut Winarno (1984), gelatinisasi adalah peristiwa perkembangan granula pati sehingga granula pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula. Pada pati terdapat fraksi terlarut yang disebut amilosa dan ada pula fraksi yang tidak terlarut disebut dengan amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektinnya, maka pati cenderung menyerap lebih banyak air (Tjokroadikusoemo, 1986). Pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi akan membentuk gel yang tidak kaku, sedangkan pati dengan kandungan amilopektin rendah akan membentuk gel yang kaku (Matz, 1984)
Pada praktikum gelatinisasi pati ini, tepung yang digunakan adalah tepung pati jagung (Maizena), tepung tapioka dan Hunkwe. Masing - masing tepung yang digunakan sebanyak 5 gram. Dengan perlakuan yaitu tanpa penambahan gula, dengan penambahan gula 5% dan penambahan asam sitrat 2% pada tepung yang mengandung granula pati bertujuan untuk mengetahui besarnya pembengkakan granula pati dan juga untuk mengetahui suhu gelatinisasi dari masing - masing pati. Kemudian pati dipanaskan, panas akan menyebabkan granula pati mengalami peningkatan volume menjadi lebih besar. Penambahan air pada pati akan membentuk suatu sistem dispersi patidengan air, karena pati mengandung amilosa dan amilopektin yang mempunyai gugus hidroksil yang reduktif. Gugus hidroksil akan bereaksi dengan hidrogendari air.
Dalam keadaan dingin viskositas sistem dispersi pati air hanya berbedas edikit dengan viskositas air, karena ikatan patinya masih cukup kuat sehingga air belum masuk ke dalam granula pati. Setelah dipanaskan ikatan hidrogen antara amilosa dan amilopektin mulai melemah sehingga air semakin mudah masuk kedalam susunan amilosa dan amilopektin dan terjadi pembengkakan granula. Apabila pemanasan dilanjutkan dalam jangka waktu tertentu kemudian dilakukan pendinginan maka perubahan viskositas pati akan membentuk profil yang berbeda-beda tergantung pada jenis pati.
Kejernihan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan di Rombongan 1, didapatkan hasil pada parameter Kejernihan yaitu Tapioka tanpa gula 4,2 (jernih) – tapioka dengan gula 3,67 (jernih) – tapioka dengan asam sitrat 2,53 (agak jernih) – Hunkwe tanpa gula 1,86 (keruh) – hunkwe dengan gula (2,26) keruh – hunkwe dengan asam sitrat 2,53 (agak keruh) – maizena tanpa gula 2,73 (agak keruh) – maizena dengan gula 1,46 (keruh) – maizena dengan asam sitrat 2 (keruh). kemudian dibandingan dengan praktikum Rombongan 2 (terlampir), didapatkan hasil Tapioka tanpa gula 3,47 (agak keruh) – tapioka dengan gula 3,4 (agak keruh) – tapioka dengan asam sitrat 4,53 (sangat jernih) – Hunkwe tanpa gula 1,86 (keruh) – hunkwe dengan gula 1,73 (keruh) – hunkwe dengan asam sitrat 2,93 (agak keruh) – maizena tanpa gula 3,86 (jernih) – maizena dengan gula 3,8 (jernih) – maizena dengan asam sitrat 3,8 (jernih).
Dari perbandingan hasil pengamatan praktikum Rombongan 1 dengan Rombongan 2 tentang parameter Kejernihan ialah pada perlakuan gelatinisasi dengan Pati Tapioka menghasilkan data yang berbeda masing masing perlakuan, hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan suhu yang telah dilakukan saat terjadinya pengentalan maupun kejernihan. Untuk pati Hunkwe didapatkan angka yang berbeda pada masing masing rombongan, namun masih memiliki parameter yang sama di semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa saat praktikum dengan pati hunkwe memang ada kestabilan yang pasti, kemudian suhu yang digunakan juga tidak berbeda jauh antarrombongan. Sedangkan gelatinisasi pada pati maizena antarrombongan didapatkan perbedaan yang signifikan karena semua perlakuan didapat parameter yang berbeda, hal ini dipengaruhi karena perbedaan suhu yang terjadi saat pengentalan maupun saat pati mulai jernih di setiap rombongan.
Ketegaran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan di Rombongan 1, didapatkan hasil pada parameter Ketegaran yaitu Tapioka tanpa gula 1,73 (tidak tegar) – tapioka dengan gula 1,8 (tidak tegar) – tapioka dengan asam sitrat 3,6 (tegar) – Hunkwe tanpa gula 3,73 (tegar) – hunkwe dengan gula 4 (tegar) – hunkwe dengan asam sitrat 3,06 (agak tegar) – maizena tanpa gula 3,33 (agak tegar) – maizena dengan gula 3,6 (tegar) – maizena dengan asam sitrat 3,2 (agak tegar). kemudian dibandingan dengan praktikum Rombongan 2 (terlampir), didapatkan hasil Tapioka tanpa gula 3,5 (tegar) – tapioka dengan gula 3,8 (tegar) – tapioka dengan asam sitrat 3,4 (agak tegar) – Hunkwe tanpa gula 3,47 (agak tegar) – hunkwe dengan gula 3,67 (tegar) – hunkwe dengan asam sitrat 3,4 (tegar) – maizena tanpa gula 3,87 (tegar) – maizena dengan gula 3,87 (tegar) – maizena dengan asam sitrat 3,67 (tegar).
Dari perbandingan hasil pengamatan praktikum Rombongan 1 dengan Rombongan 2 tentang parameter Ketegaran ialah pada perlakuan gelatinisasi dengan Pati Tapioka menghasilkan data yang berbeda masing masing perlakuan, hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan suhu yang telah dilakukan saat terjadinya pengentalan maupun kejernihan. Untuk pati Hunkwe didapatkan angka yang berbeda pada masing masing rombongan, namun masih memiliki parameter yang sama di semua perlakuan dengan penambahan asam sitrat, dan dengan penambahan gula, sedangkan hunkwe kontrol (tanpa penambahan gula) justru didapatkan hasil yang berbeda antar rombongan. Hal ini menunjukkan bahwa saat praktikum dengan pati hunkwe belum ada kestabilan yang pasti, terlebih lagi kontrol antarrombongan pun berbeda, padahal suhu yang digunakan juga tidak berbeda jauh antarrombongan. Sedangkan gelatinisasi pada pati maizena antarrombongan didapatkan bahwa maizena tanpa penambhan gula berbeda antarrombongan, begitu pula pada maizena dengan penambhan asam sitrat, hal ini mungkin dipengaruhi karena perbedaan suhu yang terjadi saat pengentalan maupun saat pati mulai jernih di setiap rombongan. Namun untuk maizena dengan penambahan gula didapatkan hasil yang sama oleh panelis yaitu tegar.
Viskositas
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan di Rombongan 1, didapatkan hasil pada parameter Viskositas yaitu Tapioka tanpa gula 3,73 (kental) – tapioka dengan gula 3,87 (kental) – tapioka dengan asam sitrat 2,27 (tidak kental) – Hunkwe tanpa gula 3,13 (agak kental) – hunkwe dengan gula 3 (agak kental) – hunkwe dengan asam sitrat 1,87 (tidak kental) – maizena tanpa gula 2,93 (kental) – maizena dengan gula 3 (agak kental) – maizena dengan asam sitrat 2,4 (tidak kental). kemudian dibandingan dengan praktikum Rombongan 2 (terlampir), didapatkan hasil Tapioka tanpa gula 3,99 (kental) – tapioka dengan gula 4 (kental) – tapioka dengan asam sitrat 4,27 (kental) – Hunkwe tanpa gula 3,13 (agak kental) – hunkwe dengan gula 2,73 (agak kental) – hunkwe dengan asam sitrat 3 (agak kental) maizena tanpa gula 2,8 (agak kental) – maizena dengan gula 3,33 (agak kental) – maizena dengan asam sitrat 2,8 (agak kental).
Dari perbandingan hasil pengamatan praktikum Rombongan 1 dengan Rombongan 2 tentang parameter Viskositas ialah pada perlakuan gelatinisasi dengan Pati Tapioka menghasilkan data yang sama pada perlakuan kontrol (tapioka tanpa gula) dan tapioka dengan penambahan gula. Namun berbeda hasil pada tapioka dengan penambahan asam yakni pada rombongan 1 didapat hasil agak kental, sedangkan di rombongan 2 kental, hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan suhu yang telah dilakukan saat terjadinya pengentalan maupun kejernihan. Untuk pati Hunkwe masih menghasilkan data yang sama pada perlakuan kontrol (hunkwe tanpa gula) dan hunkwe dengan penambahan gula. Namun berbeda hasil pada hunkwe dengan penambahan asam yakni pada rombongan 1 tidak kental, sedangkan pada rombongan 2 agak kental, hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan suhu yang telah dilakukan saat terjadinya pengentalan maupun kejernihan. Pada pati maizena menghasilkan data yang sama pada perlakuan kontrol (maizena tanpa gula) dan maizena dengan penambahan gula. Namun berbeda hasil pada maizena dengan penambahan asam yakni pada rombongan 1 didapat hasil tidak kental, sedangkan di rombongan 2 agak kental, hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan suhu yang telah dilakukan saat terjadinya pengentalan maupun kejernihan.
Kelengketan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan di Rombongan 1, didapatkan hasil pada parameter kelengketan yaitu Tapioka tanpa gula 1,4 (sangat lengket) – tapioka dengan gula 1,4 (sangat lengket) – tapioka dengan asam sitrat 3,67 (tidak lengket) – Hunkwe tanpa gula 3,53 (tidak lengket) – hunkwe dengan gula 3,27 (agak lengket) – hunkwe dengan asam sitrat 3,73 (tidak lengket) – maizena tanpa gula 3,8 (tidak lengket) – maizena dengan gula 3,87 (tidak lengket) – maizena dengan asam sitrat 3,73 (tidak lengket). kemudian dibandingan dengan praktikum Rombongan 2 (terlampir), didapatkan hasil Tapioka tanpa gula 2,13 (lengket) – tapioka dengan gula 2,07 (lengket) – tapioka dengan asam sitrat 1,4 (sangat lengket) – Hunkwe tanpa gula 3,87 (tidak lengket) – hunkwe dengan gula 3,73 (tidak lengket) – hunkwe dengan asam sitrat 2,07 (lengket) – maizena tanpa gula 3,6 (tidak lengket) – maizena dengan gula 3,47 (agak lengket) – maizena dengan asam sitrat 3,53 (tidak lengket).
Dari perbandingan hasil pengamatan praktikum Rombongan 1 dengan Rombongan 2 tentang parameter Kelengketan ialah pada perlakuan gelatinisasi dengan Pati Tapioka menghasilkan data yang berbeda pada semua perlakuan, hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan suhu yang teradi di praktikum Rombongan 1 dan Rombongan 2. Untuk pati Hunkwe didapatkan kesamaan pada kontrol di antarrombongan yaitu tidak lengket, namun pada hunkwe yang ditambahkan dengan gula dan yang ditambahkan dengan asam diidapatkan hasil yang berbeda, hunkwe yang ditambah gula pada rombongan 1 Agak lengket, sedangkan Rombongan 2 Tidak lengket. Sedangkan gelatinisasi pada pati maizena menghasilkan kesamaan pada kontrol dan pada saat penambahan asam, namun saat penambahan gula dihasilkan perbedaan antarrombongan, di rombongan 1 didapat hasil Tidak lengket, dan di rombongan 2 agak lengket.
PENUTUP
Kesimpulan
Jenis pati Maizena, Tapioka dan Hunkwe memiliki waktu dan suhu gelatinisasi yang yang berbeda beda.
Jenis pati Maizena, Tapioka dan Hunkwe dengan penambahan gula adalah, semakin banyak gula yang ditambahkan akan semakin lama waktu gelatinisasi, dan akan meningkatkan suhu gelatinisasi, sehingga menyebabkan viskositas menurun. Namun berbeda pada hasil di rombongan 1 dan rombongan 2.
Jenis pati Maizena, Tapioka dan Hunkwe dengan penambahan asam akan memecah molekul pati, sehingga pasta yang dihasilkan lebih tipis dan membuat semakin jernih, viskositas menurun. Namun pada rombongan 1 rata rata didapat agak jernih, dan pada rombongan 2 didapatkan jernih.
Saran
Pelaksanaan praktikum sebaiknya dilakukan di awal semester agar pembuatan laporan tidak bersama dengan waktu ujian utama.
Dalam satu rombongan, sebaiknya setiap acara dibagi rata pada setiap kelompok, sehingga bisa megetahui semua acara praktikum dan bisa membuat laporan dengan sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Dyah Ayu., Simon Bambang Widjanarko , Dian Widya Ningtyas. 2014. Proporsi Tepung Porang (Amorphophallus Muelleri Blume): Tepung Maizena Terhadap Karakteristik Sosis Ayam. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 3 p.214-223. Universitas Brawijaya. Malang.
Aristawati W, Ria., Windi Atmaka., dan Dimas Rahadian Aji Muhammad. 2013. Subtitusi Tepung Tapioka (Manihot Esculenta) Dalam Pembuatan Takoyaki. Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 1 Januari 2013. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Banks, W dan C.T. Greenwood. 1975. Starch Its Components. Halsted Press, John Wiley and Sons, N.Y
Beynum, G.M.A. dan J.A. Roels. 1985. Starch Convertion Technology. Applied Science Publ., London.
Copeland L, Blazek J, Salman H, Tang MC. 2009. Form and functionality of
starch. Food Hydrocolloids 23:1527-1534
Greenwood, C.T. dan D.N. Munro. 1979. Carbohydrates. Di dalam R.J. Priestley, ed. Effects of Heat on Foodstufs. Applied Science Publ. Ltd., London. Harmon, R.E., S.K.
Harper, J.M. 1981. Extrusion of Food Vol II. Florida: CRC Press Inc. Boca Raton.
Hill dan Kelley. 1942. Organic Chemistry. The Blakistan Co., Philadelphia, Toronto.
Hodge, J.E. dan E.M. Osman. 1976. Carbohydrates. Di dalam Food Chemistry. D.R. Fennema, ed. Macel Dekker, Inc. New York dan Basel.
Koswari, Sutrisno. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. Ebook pangan.
Ladamay, Nidha Arfa., Yuwono, Sudarminto Setyo. 2014. Pemanfaatan Bahan Lokal Dalam Pembuatan Foodbars (Kajian Rasio Tapioka : Tepung Kacang Hijau Dan Proporsi Cmc. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.1 p.67-78, Januari 2014. Universitas Brawijaya. Malang.
Matz, S.A. 1984. Food Texture. New York: The AVI Publ. Co.
Nwokocha LM, Aviara NA, Senan C, Williams PA. 2009. A comparative study of some properties of cassava (Manihot esculenta, Crantz) and cocoyam (Colocasia esculenta Linn) starches. Carbohydrate Polymers 76:362-367
Shamekh, SS. 2002. Effects of Lipids, Heating and Enyzmatic Treatment on Starches. Finland: Technical Research Center of Finland.
Syamsir, Elvira., Purwiyatno Hariyadi,, Dedi Fardiat, Nuri Andarwulan dan Feri Kusnandar. 2011. Karakterisasi Tapioka Dari Lima Varietas Ubikayu (Manihot Utilisima Crantz) Asal Lampung. J Agrotek 01/2011; 5(1):93-105. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Southeast Asia Food and Agricultural Science and Techonolgy (SEAFAST) Center IPB.
Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta: PT.Gramedia
Tonukari NJ. 2004. Cassava and the future of starch. Electronic Journal of Biotechnology. Vol. 7 No. 1. Issue of April 15. 2004
Widrial, R. 2005. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Tepung Maizena Terhadap Mutu Nugget Ikan Patin (Pangasius) hypophthalmus. Skripsi. Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Bung Hatta.Padang.
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan. Jakarta: PT. Gramedia
Wellyalina, F. Azima., Aisman. 2012. Pengaruh Perbandingan tetelan merah tuna dan tepung maizena terhadap mutu nugget. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol 2. No. 1
Terimakasih kunjungannya, semoga bermanfaat
Tidak semua tulisan ini benar, saya juga masih belajar.
kunjungi fikapuspita.blogspot.com / fika_puspita