36
BAB I
PRAKTIKUM
PETROLOGI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan, dimana bagian lautan lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi daratan adalah bagian dari kulit bumi yang dapat diamati langsung dengan dekat, maka banyak hal-hal yang dapat diketahui secara cepat dan jelas. Salah satu diantaranya adalah kenyataan bahwa daratan tersusun oleh jenis batuan yang berbeda satu sama lain dan berbeda-beda materi penyusun serta berbeda pula dalam proses terbentuknya.
Petrologi yaitu ilmu yang mempelajari batuan pembentuk kulit bumi, yang mencakup cara terjadinya, komposisi batuan, klasifikasi batuan dan sejarah geologinya. Batuan sebenarnya telah banyak dipergunakan orang dalam kehidupan sehari-hari hanya saja kebanyakan orang hanya mengetahui cara mempergunakannya saja, dan sedikit yang mengetahui asal kejadian dan seluk-beluk mengenai batuan ini. Batuan merupakan bahan pembentuk kerak bumi. Batuan didefenisikan sebagai kumpulan dari satu atau lebih mineral yang terbentuk di alam secara alamiah yang merupakan bagian dari kerak bumi. Batuan adalah materi yang terbentuk secara alamiah, telah terkonsolidasikan, terdiri dari satu jenis mineral ( monominerallic ) atau lebih dan umumnya terdiri dari agregat/ kumpulan dari beberapa mineral yang berbeda ( Plummer, dkk, 2001 ).
Maksud dan Tujuan Praktikum Petrologi
Adapun maksud dan tujuan dari praktikum petrologi ini adalah untuk :
1. Memahami pengertian batuan dan jenis-jenis batuan.
2. Mengerti bagaimana menentukan klasifikasi batuan baik batuan sedimen maupun metemorf.
3. Mengerti bagaimana distribusi batuan di kerak benua / samudera.
4. Mengerti bagaimana proses pembentukan batuan / genesa batuan.
RUANG LINGKUP
Asal usul dan proses kejadian batuan beku, sedimen, metamorf serta klasifikasinya secara megaskopis berdasarkan struktur, tekstur dan komposisi mineral.
TATA TERTIB PRAKTIKUM
Praktikan harus hadir 5 menit sebelum praktikum dimulai
Praktikan yang terlambat lebih dari 15 menit danggap tidak hadir
Praktikan dilarang merokok, makan, dan minum di dalam laboratorium
Praktikan dilarang membuat keributan dan aktifitas lainnya yang mengganggu berlangsungnya acara praktikum
Praktikan yang tidak hadir 3 kali berturut-turut akan dianggap gugur dan akan mengulang tahun depan
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN
Alat-alat dan Bahan praktikum yang digunakan adalah :
Alat tulis
Kaca pembesar ( Loupe )
Magnet
Larutan HCL 0.1 N
BAB II
BATUAN BEKU
DASAR TEORI
Mineral Penyusun Batuan Beku
Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut: kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.
Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun (1947), Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500–2.5000C dan bersifat mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air, CO2, chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas magma, dan non-volatile (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam batuan beku.
Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke permukaan bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan Bowen's Reaction Series.
Gambar 2.1.Reaksi seri Bowen (1928) dari mineral-mineral utama pembentuk batuan beku.
Mineral pembentuk batuan beku hampir selalu mengandung unsur Silisium (Si) sehingga sering disebut bahan silikat alam. Mineral tersebut ada yang tidak berbentuk (amorf) dan ada yang berbentuk kristal. Berdasarkan warna dan komposisi kimia maka mineral/ kristal pembentuk batuan beku secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
Kelompok mineral gelap atau mafic minerals, mengandung banyak unsur magnesium (Mg) dan besi (Fe).
Kelompok mineral terang atau felsic minerals, banyak mengandung unsur aluminium (Al), kalsium (Ca), natrium (sodium; Na), kalium (potassium; K) dan silisium (Si).
DESKRIPSI BATUAN
Jenis Batuan Beku
Jenis batuan didasarkan pada pembagian batuan beku secara genetic, yaitu terdiri dari batuan beku dalam dan batuan beku luar. Batuan beku dalam adalah batuan beku yang terbentuk di dalam atau di bawah bumi, pendinginannya sangat lambat (dapat mencapai jutaan tahun) dan memungkinkan tumbuhnya Kristal-kristal yang besar dan bentuknya sempurna, tubuh batuan beku dalam mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam, tergantung pada kondisi magma dan batuan disekitarnya. Magma dapat menyusup pada batuan di sekitarnya atau menerobos melalui rekahan-rekahan pada batuan di sekelilingnya, sering disebut juga dengan batuan beku intrusi
Batuan beku luar adalah batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi akibat keluarnya magma melalui rekahan atau lubang kepundan gunung api sebagai erupsi, batuan beku ini sering disebut batuan beku ekstrusi.
Warna Batuan
Warna segar batuan beku bervariasi dari hitam, abu-abu dan putih cerah. Warna ini sangat dipengaruhi oleh komposisi mineral penyusun batuan beku itu sendiri. Apabila terjadi percampuran mineral berwarna gelap dengan mineral berwarna terang maka warna batuan beku dapat hitam berbintik-bintik putih, abu-abu berbercak putih, atau putih berbercak hitam, tergantung warna mineral mana yang dominan dan mana yang kurang dominan. Pada batuan beku tertentu yang banyak mengandung mineral berwarna merah daging maka warnanya menjadi putih-merah daging.
Batuan beku yang berwarna cerah umumnya adalah batuan beku asam yang tersusun atas mineral-mineral felsik,misalnya kuarsa, potash feldsfar dan muskovit.
Batuan beku yang berwarna gelap sampai hitam umumnya batuan beku intermediet dimana jumlah mineral felsik dan mafiknya hampir sama banyak.
Batuan beku yang berwarna hitam kehijauan umumnya adalah batuan beku basa dengan mineral penyusun dominan adalah mineral-mineral mafik.
Batuan beku yang berwarna hijau kelam dan biasanya monomineralik, disebut dengan batuan beku ultra basa dengan komposisi hampir seluruhnya mafik.
Struktur Batuan
Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan lapisan yang jelas/umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat dilapangan saja, misalnya:
Massif atau pejal, umumnya terjadi pada batuan beku dalam. Pada batuan beku luar yang cukup tebal, bagian tengahnya juga dapat berstruktur massif. Massif yaitu bila batuan pejal, tanpa retakan ataupun lubang-lubang gas dan apabila pada batuan tidak menunjukan fragmen batuan lain yang tertanam ditubuhnya.
Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bng bantal dimana ukuran bantal dari bentuk ini berdiameter 30-60 cm dan jaraknya saling berdekatan.
Vesikuler, yaitu struktur lubang bekas keluarnya gas pada saat pendinginan. Struktur ini sangat khas terbentuk pada batuan beku luar. Namun pada batuan beku intrusi dekat permukaan struktur vesikuler ini kadang-kadang juga dijumpai. Bentuk lubang sangat beragam, ada yang berupa lingkaran atau membulat, elip, dan meruncing atau menyudut, demikian pula ukuran lubang tersebut.
Vesikuler terdiri dari:
Struktur skoria (scoriaceous structure) adalah struktur vesikuler berbentuk membulat atau elip, rapat sekali sehingga berbentuk seperti rumah lebah.
Struktur batuapung (pumiceous structure) adalah struktur vesikuler dimana di dalam lubang terdapat serat-serat kaca.
Struktur amigdaloid (amygdaloidal structure) adalah struktur vesikuler yang telah terisi oleh mineral-mineral asing atau sekunder.
Struktur aliran (flow structure), adalah struktur dimana kristal berbentuk prismatik panjang memperlihatkan penjajaran dan aliran.
Jointing, bila batuan tampak seperti mempunyai retakan-retakan. Kenapakan ini akan mudah diamati pada singkapan di lapangan.
Xenolith, struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang masuk atau tertahan kedalam batuan beku. Struktur ini terbentuk akibat adanya peleberan tidak sempurna dari suatu batuan samping didalam magma yang menerobos.
Autobreccia, struktur pada lava yang memperlihatkan fragmen-fragmen dari lava itu sendiri.
Struktur batuan beku tersebut di atas dapat diamati dari contoh setangan (hand specimen) di laboratorium. Sedangkan struktur batuan beku dalam lingkup lebih besar, yang dapat menunjukkan hubungan dengan batuan di sekitarnya, seperti dike (retas), sill, volcanic neck, kubah lava, aliran lava dan lain-lain hanya dapat diamati di lapangan.
Tekstur Batuan
Tekstur merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum dan sesudah kristalisasi. Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal utama, yaitu Kristalisasi, Granularitas dan Bentuk Kristal.
Tingkat Atau Derajat Kristalisasi
Kristalinitas merupakan derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:
Holokristalin
Holokristalin adalah batuan beku dimana semuanya tersusun oleh kristal. Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.
Hipokristalin
Hipokristalin adalah apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
Holohyalin
Holohyalin adalah batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.
Granularitas
Granularitas dapat diartikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
Fanerik atau fanerokristalin, Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan mata telanjang. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan menjadi:
Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5 mm.
Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.
Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari 30 mm.
Afanitik, Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak bisa dibedakan dengan mata telanjang sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisis mikroskopis dibedakan menjadi tiga yaitu:
Mikrokristalin, Jika mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.
Kriptokristalin, jika mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara 0,01–0,002 mm.
Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.
Kemas
Kemas meliputi bentuk butir dan susunan hubungan mineral didalam suatu batuan beku.
Bentuk butir
Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk butir, yaitu:
Euhedral, jika batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.
Subhedral, jika sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
Anhedral, jika mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
Hubungan antar butir
Disebut juga relasi diartikan sebagai hubungan antara kristal atau mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan. hubungan antar kritak dapat dibagi menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut :
Equigranular, yaitu jika secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk batuan berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:
Panidiomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.
Hipidiomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang subhedral.
Allotriomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang anhedral.
Inequigranular, yaitu jika ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau matrik yang bisa berupa mineral atau gelas.
Gelas (glassy), yaitu apa bila batuan semanya tersusun oleh gelas.
Komposisi Mineral
Berdasarkan mineral penyusunnya batuan beku dapat dibedakan menjadi 4 yaitu:
Kelompok Granit – Riolit
Berasal dari magma yang bersifat asam,terutama tersusun oleh mineral-mineral kuarsa ortoklas, plaglioklas Na, kadang terdapat hornblende,biotit,muskovit dalam jumlah yang kecil.
Kelompok Diorit – Andesit
Berasal dari magma yang bersifat intermediet,terutama tersusun atas mineral-mineral plaglioklas, Hornblende, piroksen dan kuarsa biotit,orthoklas dalam jumlah kecil
Kelompok Gabro – Basalt
Tersusun dari magma yang bersifat basa dan terdiri dari mineral-mineral olivine,plaglioklas Ca, piroksen dan hornblende.
Kelompok Ultra Basa
Tersusun oleh olivin dan piroksen.mineral lain yang mungkin adalah plagliokals Ca dalam jumlah kecil.
Identifikasi Mineral
Mineral adalah bahan atau senyawa anorganik yang terbentuk secara alamiah, padat, mempunyai komposisi, dan mempunyai struktur dalam/kristal tertentu (amorf). Menurut W.T. Huang (1962), komposisi mineral pembentuk batuan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok mineral, yaitu :
Mineral Utama (Essensial Minerals)
Mineral - mineral ini terbentuk langsung dari kristalisasi magma dan kehadirannya sangat menentukan dalam penamaan batuan. Berdasarkan warna, dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu:
Mineral Felsik (mineral yang berwarna terang). Contohnya :
Kelompok plagioklas (Anortit, Bitownit, Labradorit, Andesin, Oligoklas, Albit).
Kelompoik Alkali Feldspar (Ortoklas, Mikroklin, Anortoklas, Sanidin).
Kelompok Feldspatoid (Leusit, Nefelin, Sodalit).
Kuarsa.
Muskovit.
Kelompok plagioklas dan kelompok alkali feldspar sering disebut kelompok feldspar. Jadi feldspar tersebut terdiri dari plagioklas dan alkalli feldspar.
Mineral Mafik (mineral yang berwarna gelap). Contohnya :
Olivin (Forsterite dan Fayalite)
Piroksen, dibagi menjadi 2 (dua), yaitu Orto Piroksen dan Klino Piroksen. Yang termasuk ke dalam Orto Piroksen antara lain: Enstatite, Hypersten. Yang termasuk ke dalam Klino Piroksen antara lain: Diopsit, Augit, Pigeonit, Aigirin, Spodemen, Jadeit.
Amfibol (Hornblende, Lamprobolit, Riebeckit, Glukofan).
Biotit.
Mineral Tambahan (Accessory Minerals)
Adalah mineral - mineral yang terbentuk oleh kristalisasi magma, terdapat dalam jumlah yang sedikit (kurang dari 5 %). Kehadirannya tidak menentukan nama batuan. Contoh dari mineral tambahan ini antara lain:
Zirkon
Rutil
Pyrit
Magnesit
Apatit
Sphen
Zeolit
Mineral Sekunder (Secondary Minerals)
Merupakan mineral - mineral ubahan dari mineral utama, dapat dari hasil pelapukan, reaksi hidrothermal maupun hasil metamorfisme terhadap mineral utama. Contoh dari mineral sekunder antara lain :
Serpentin
Kalsit
Serisit
Kalkopirit
Kaolin
Klorit
Pirit
Gelas atau kaca
Adalah mineral primer yang tidak membentuk kristal atau amorf . Mineral ini sebagai hasil pembekuan magma yang sangat cepat dan hanya terjadi pada batuan beku luar atau batuan gunung api, sehingga disebut kaca gunung api (volcanic glass).
Dalam praktikum petrologi, pengamatan dan deskripsi mineral dilakukan hanya menggunakan mata telanjang atau dengan bantuan loupe (kaca pembesar) terhadap contoh setangan (hand speciement), oleh karena itu deskripsi yang dihasilkan terbatas pada pengamatan megaskopis dan semua kelompok mineral tersebut diatas dapat dideskripsi secara megaskopis. Contoh akan sulit skali akan membedakan mineral antara anortit dengan bitownit secara megaskopis. Pengamatan dan daya ingat yang kuat dalam mengidentifikasikan sifat khas dari mineral mutlak diperlukan untuk mendapatkan hasil yang opimum.
Tabel 2.1. Pengenalan mineral dan sifatnya
Nama Mineral
W a r n a
Bentuk dan Perawakan mineral
Belahan
Keterangan/Sifat Khusus
Olivin
Hijau
Tidak teratur, membutir, massif
Tak sempurna
Kilap kaca
Piroksen
Hijau tua
Prismatik pendek
2 arah saling
tegak lurus
Kilap kaca,
permukaan halus
Amfibol
(Hornblende)
Hitam, coklat
Prismatik panjang, menyerat, membutir
2 arah,
membentuk sudut
Kilap arang
Biotit
Hitam, coklat
Tabular, berlembar (memika)
2 arah
Kilap kaca
Alkali feldspar
Merah jambu,
Putih
Prismatik/tabular panjang, masif, membutir
2 arah
Kilap kaca/ lemak
Plagioklas
Putih susu,
abu – abu
Prismatik/tabular panjang, masif, membutir
3 arah
Kilap kaca/ lemak
Muskovit
Putih, transparan
Tabular, berlembar (memika)
1 arah
Kilap kaca/ mutiara, sering terdapat dalam granit pegmatite
Kuarsa
Tidak berwarna, putih abu
Tidak teratur, masif, membutir
Tidak ada
Kilap kaca/ lemak
Kalsit
Tidak berwarna, putih
Rhombohedral, masif, membutir
Sempurna
Membuih bila ditetesi HCl, kilap kaca
Klorit
Hijau
Berlembar (memika)
Sempurna
Umum pada batuan metamorf
Serisit
Tidak berwarna, putih
Tabular, berlembar
Sempurna
Kilap kaca
Asbes
Putih
Masa fibre asbestos, menyerat
-
Terutama tersusun atas antopilit
Garnet
Coklat merah
Poligonal, membutir
Tidak ada
Kilap kaca/ mutiara
Halite
Tak berwarna, putih, merah
Kubus, masif, membutir
Sempurna
Sebagai garam evaporit
Gypsum
Tak berwarna, putih
Memapan, membutir, menyerat
Sempurna
Lembar-lembar tipis terjadi dari evaporit
Anhidrit
Putih, abu - abu, biru pucat
Masif, membutir
Sempurna
Karena evaporit (umumnya)
Pembagian Batuan Beku
Penggolongan batuan beku dapat didasarkan pada tiga patokan utama yaitu berdasarkan genetik batuan, berdasarkan senyawa kimia yang terkadung, dan berdasarkan susunan mineraloginya.
2.2.7.1 Berdasarkan Genetik
Batuan beku terdiri atas kristal-kristal mineral dan kadang-kadang mengandung gelas, berdasarkan tempat kejadiannya (genesa) batuan beku terbagi menjadi 3 kelompok yaitu:
Batuan beku dalam (pluktonik), terbentuk jauh di bawah permukaan bumi. Proses pendinginan sangat lambat sehingga batuan seluruhnya terdiri atas kristal-kristal (struktur holohyalin).Contoh :Granit, Granodiorit, dan Gabro.
Gambar 2.2 Gabro
Tiga prinsip tipe batuan intrusi batuan beku berdasarkan bentuk dasar geometrinya:
Bentuk yang tidak beraturan, umumnya berbentuk diskordan dan biasanya memiliki bentuk yang jelas di permukaan bumi, contohnya : batholite dan stock.
Bentuk tabular, mempunyai dua bentuk berbeda, yaitu yang mempunyai bentuk diskordan disebut korok/dyke (retas) dan yang berbentuk konkordan di antaranya adalah siil dan Lacolith.
Relatif memiliki tubuh yang kecil yakni hanya pluton-pluton yang kecil. Bentuk yang khas dari intrusi ini adalah intrusi silinder atau pipa. Sebagian besar merupakan sisa dari korok atau gunung api tua, biasanya disebut vulkanik nek (teras gunung api).
Batuan beku korok (hypabisal), terbentuk pada celah-celah atau pipa gunung api. Proses pendinginannya berlangsung relatif cepat sehingga batuannya terdiri atas kristal-kristal yang tidak sempurna dan bercampur dengan massa dasar sehingga membentuk struktur porfiritik. Contoh batuan ini dalah Granit porfir dan Diorit porfir.
Gambar 2.3granit porfiri
Batuan beku luar (ekstrusif) terbentuk di dekat permukaan bumi. Proses pendinginan sangat cepat sehingga tidak sempat membentuk kristal. Struktur batuan ini dinamakan amorf. Contohnya Obsidian, Riolit dan Batuapung.
Gambar 2.4 obsidian
2.2.7.2 Berdasarkan Komposisi Kimia
Berdasarkan komposisi kimianya batuan beku dapat dibedakan menjadi:
Batuan beku Ultra Basa memiliki kandungan silika kurang dari 45%. Contohnya Dunit dan Peridotit.
Batuan beku Basa memiliki kandungan silika antara 45% - 52 %. Contohnya Gabro, Basalt.
Batuan beku Intermediet memiliki kandungan silika antara 52%-66 %. Contohnya Andesit dan Syenit.
Batuan beku Asam memiliki kandungan silika lebih dari 66%. Contohnya Granit, Riolit.
Dari segi warna,batuan yang komposisinya semakin basa akan lebih gelap dibanding yang komposisinya asam.
Penamaan Batuan Beku
Berdasarkan letak pembekuannya maka batuan beku dapat dibagi menjadi batuan beku intrusi dan batuan beku ekstrusi. Batuan beku intrusi selanjutnya dapat dibagi menjadi batuan beku intrusi dalam dan batuan beku intrusi dekat permukaan. Berdasarkan komposisi mineral pembentuknya maka batuan beku dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu batuan beku ultramafik, batuan beku mafik, batuan beku menengah dan batuan beku felsik. Istilah mafik ini sering diganti dengan basa, dan istilah felsik diganti dengan asam, sekalipun tidak tepat.
Termasuk batuan beku dalam ultramafik adalah dunit, piroksenit, anortosit, peridotit dan norit. Dunit tersusun seluruhnya oleh mineral olivin, sedang piroksenit oleh piroksen dan anortosit oleh plagioklas basa. Peridotit terdiri dari mineral olivin dan piroksen; norit secara dominan terdiri dari piroksen dan plagioklas basa. Batuan beku luar ultramafik umumnya bertekstur gelas atau vitrofirik dan disebut pikrit.
Batuan beku dalam mafik disebut gabro, terdiri dari olivin, piroksen dan plagioklas basa. Sebagai batuan beku luar kelompok ini adalah basal. Batuan beku dalam menengah disebut diorit, tersusun oleh piroksen, amfibol dan plagioklas menengah, sedang batuan beku luarnya dinamakan andesit. Antara andesit dan basal ada nama batuan transisi yang disebut andesit basal (basaltic andesit). Batuan beku dalam agak asam dinamakan diorit kuarsa atau granodiorit, sedangkan batuan beku luarnya disebut dasit. Mineral penyusunnya hampir mirip dengan diorit atau andesit, tetapi ditambah kuarsa dan alkali felspar, sementara palgioklasnya secara berangsur berubah ke asam. Apabila alkali felspar dan kuarsanya semakin bertambah dan palgioklasnya semakin asam maka sebagai batuan beku dalam asam dinamakan granit, sedang batuan beku luarnya adalah riolit. Di dalam batuan beku asam ini mineral mafik yang mungkin hadir adalah biotit, muskovit dan kadang-kadang amfibol. Batuan beku dalam sangat asam, dimana alkali felspar lebih banyak daripada plagioklas adalah sienit, sedang pegmatit hanyalah tersusun oleh alkali felspar dan kuarsa. Batuan beku yang tersusun oleh gelas saja disebut obsidian, dan apabila berstruktur perlapisan disebut perlit.
Nama-nama batuan beku tersebut di atas sering ditambah dengan aspek tekstur, struktur dan atau komposisi mineral yang sangat menonjol. Sebagai contoh, andesit porfir, basal vesikuler dan andesit piroksen. Penambahan nama komposisi mineral tersebut umumnya diberikan apabila persentase kehadirannya paling sedikit 10 %. Perkiraan persentase kehadiran mineral pembentuk batuan (Tabel 2.2) dan tabel klasifikasi batuan beku (Tabel 2.3) dapat membantu memberikan nama terhadap batuan beku.
Tabel 2.2. Diagram persentase untuk perkiraan komposisi berdasarkan volume.
Tabel 2.3. Klasifikasi batuan beku (O'Dunn & Sill, 1986)
2.3 BATUAN PIROKLASTIK (Pyroclastic Rocks)
Batuan piroklastik adalah suatu batuan yang berasal dari letusan gunungapi, sehingga merupakan hasil pembatuan daripada bahan hamburan atau pecahan magma yang dilontarkan dari dalam bumi ke permukaan. Itulah sebabnya dinamakan sebagai piroklastik, yang berasal dari kata pyro berarti api (magma yang dihamburkan ke permukaan hampir selalu membara, berpendar atau berapi), dan clast artinya fragmen, pecahan atau klastika.
2.3.1. Genesa
Secara genetik batuan beku fragmental dapat dibagi menjadi empat tipe utama, yaitu:
a. Endapan Jatuhan Piroklastik (Piroclastic Fall Deposits)
Endapan piroklastik ini dihasilkan dari erupsi eksploasif yang melemparkan material – material vulkanik ke atmosfir dan jatuh di sekitar erupsi.Bahan piroklastik setelah dilempar dari pusat vulkanik langsung jatuh ke darat melalui medium udara.
Ciri yang nampak dari endapan ini adalah berlapis baik, dan pada lapisannya akan memperlihatan struktur butiran bersusun, dengan beberapa struktur yang pada strata sedimen, antara lain kenempakan gradasi normal pada pumis maupun lithikfragments. Contoh endapan ini adalah : Agglomerate, breksi, piroklastik, tuff dan lapili.
Jika bahan – bahan piroklastik setelah dilempar dari pusat erupsi yang berada di darat maupun di bawah permukaan laut kemudian diendapakan pada kondisi air yang tenang dan tidak mengalami reworking serta tidak tercampur dengan bahan yang bukan piroklastik, maka jenis ini tidak didapatkan struktur – struktur sedimen internal dan komposisi seluruhnya dalam bahan piroklastik. Bila dilihat paleoenvirontment, maka jenis ini termasuk batuan sedimen dengan provenance piroklastik.
b. Endapan Aliran Piroklastik (Proclastic Flow Deposits)
Material hasil langsung dari pusat erupsi, kemudian teronggokan disuatu tempat. Endapan ini dihasilkan dari hasil gerakan material piroklastik kearah lateral berupa aliran gas atau material setengah padat berkonsentrasi tinggi diatas permukaan tanah. Proses pengendapan sepenuhnya dikontrol oleh topografi. Lembah dan depresi disekitar pusat erupsi akan terisi oleh endapan tersebut. Ciri yang dijumpai antara lain sortasi yang jelek dan jika ada perlapisan maka pada lithic fragments di jumpai gradasi normal sedangkan pada pumis dijumpai gradasi yang berlawanan (reverse granding). Hal ini disebabkan densitas yang lebih rendah daripada mediannya (aliran gas atau padatan). Endapan ini meliputi :glowing avalanche, lava collapse, hot ash avalanche. Aliran ini umumnya berlangsung pada suhu tinggi antara 500o – 600o C.
c. Piroclastic Surge Deposits
Piroclastic Surge Depositsadalah awan campuran dari bahan padat dan gas (uap air) yang mempunyai rapat massa rendah dan bergerak dengan kecepatan tinggi secara turbulen diatas permukaan. Endapan ini cenderung menyebar dan menyelimuti area disekitar pusat erupsi namun umumnya lebih terkonsentrasi di lembah – lembah dan daerah depresi. Struktur yang mencirikan endapan ini antara lain : perlapisan silang siur, dune, antiidune, laminasi planar, baji dan bergelombang.
d. Lahar
Pada suhu di atas 100o C material piroklastik cenderung tertransport oleh media berfase gas.Jika media pembawa berupa air bersuhu rendah maka terbentuk semacam aliran lumpur yang disebut lahar. Istilah lahar ini berasal dari bahasa Indonesia yang kini digunakan secara internasional.
Sebagaimana halnya piroklastik, aliran lahar ini lebih terkonsentrasi dilembah, alur dan tempat lain yang bertopografi rendah. Panjang aliran lhar dapat mencapai 10 – 20 km, bahkan dibeberapa tempat diketahui alirannya mencapai lebih dari 300 km dari sumbernya. Ciri – ciri umum endapan lahar : tidak ada pemalihan, graded dan reversebedding, tidak ada perlapisan, sering di jumpai adanya fragmen kayu, lebih padat atau kompak dari endapan piroklastik aliran.
Cara terjadinya lahar :
terbentuk langsung dari erupsi melalui danau kepundan atau disebut lahar panas
berasal dai endapan piroklaaastik aliran panas yang kemudian bercampur dengan salju atau air menuju lereng gunung api.
2.3.2 Struktur Batuan Piroklastik
Struktur batuan piroklastik pada priipnya same dengan struktur batuan sedimen klastik, juga dapat dibagi pula seperti struktur pada batuan beku, contoh: vesikuler, scoria, dan amigdaloidal.
2.3.3 Litologi
Aspek litologi dapat dipakai untuk batuan piroklastik. Dasar klasifikasi yang sering dipakai antara lain:
a. Ukuran Butir
Berdasarkan ukuran butir klastikanya, sebagai bahan lepas (endapan) dan setelah menjadi batuan piroklastik, penamaannya seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 2.4. Klasifikasi batuan piroklastik
Ukuran butir
Nama butiran (klastika)
Nama batuan
> 64 mm
Bom gunungapi
Blok/bongkah gunungapi
Aglomerat
Breksi piroklastik
2 – 64 mm
Lapili
Batulapili
1 – 2 mm
Abu gunungapi kasar (pasir kasar)
Tuf kasar
< 1 mm
Abu gunungapi halus
Tuf halus
Bom gunung api adalah klastika batuan gunungapi yang mempunyai struktur-struktur pendinginan yang terjadi pada saat magma dilontarkan dan membeku secara cepat di udara atau air dan di permukaan bumi.Salah satu struktur yang sangat khas adalah struktur kerak roti (bread crust structure).Bom ini pada umumnya mempunyai bentuk membulat, tetapi hal ini sangat tergantung dari keenceran magma pada saat dilontarkan.Semakin encer magma yang dilontarkan, maka material itu juga terpengaruh efek puntiran pada saat dilontarkan, sehingga bentuknya dapat bervariasi. Selain itu, karena adanya pengeluaran gas dari dalam material magmatik panas tersebut serta pendinginan yang sangat cepat maka pada bom gunungapi juga terbentuk struktur vesikuler serta tekstur gelasan dan kasar pada permukaannya. Bom gunungapi berstruktur vesikuler di dalamnya berserat kaca dan sifatnya ringan disebut batuapung (pumice). Batuapung ini umumnya berwarna putih terang atau kekuningan, tetapi ada juga yang merah daging dan bahkan coklat sampai hitam.Batuapung umumnya dihasilkan oleh letusan besar atau kuat suatu gunungapi dengan magma berkomposisi asam hingga menengah, serta relatif kental.Bom gunungapi yang juga berstruktur vesikuler tetapi di dalamnya tidak terdapat serat kaca, bentuk lubang melingkar, elip atau seperti rumah lebah disebut skoria (scoria). Bom gunungapi jenis ini warnanya merah, coklat sampai hitam, sifatnya lebih berat daripada batuapung dan dihasilkan oleh letusan gunungapi lemah berkomposisi basa serta relatif encer. Bom gunung api berwarna hitam, struktur masif, sangat khas bertekstur gelasan, kilap kaca, permukaan halus, pecahan konkoidal (seperti botol pecah) dinamakan obsidian. Blok atau bongkah gunungapi dapat merupakan bom gunungapi yang bentuknya meruncing, permukaan halus gelasan sampai hipokristalin dan tidak terlihat adanya struktur-struktur pendinginan. Dengan demikian blok dapat merupakan pecahan daripada bom gunungapi, yang hancur pada saat jatuh di permukaan tanah/batu. Bom dan blok gunungapi yang berasal dari pendinginan magma secara langsung tersebut disebut bahan magmatik primer, material esensial atau juvenile). Blok juga dapat berasal dari pecahan batuan dinding (batuan gunungapi yang telah terbentuk lebih dulu, sering disebut bahan aksesori), atau fragmen non-gunungapi yang ikut terlontar pada saat letusan (bahan aksidental). Berdasarkan komposisi penyusunnya, tuff dapat dibagi menjadi tuff gelas, tuff kristal dan tuff litik, apabila komponen yang dominan masing-masing berupa gelas/kaca, kristal dan fragmen batuan. Tuff juga dapat dibagi menjadi tuf basal, tuff andesit, tuff dasit dan tuff riolit, sesuai klasifikasi batuan beku. Apabila klastikanya tersusun oleh fragmen batuapung atau skoria dapat juga disebut tuff batuapung atau tuff skoria. Demikian pula untuk aglomerat batuapung, aglomerat skoria, breksi batuapung, breksi skoria, batulapili batuapung dan batulapili skoria.
b. Komposisi Fragmen piroklastik
Komponen – komponen dalam endapan piroklastik lebih mudah dikenali dari pada endapan muda, tak terlithifikasi atau sedikit terlithifikasi.Pada material piroklastik berukuran halus dan telah terlithifikasi, identifikasi komposisi sulit dilakukan.
c. tingkat dan tipe welding
Jika material piroklastik khususnya berbutir halus, terdeposisiskan saat masih panas, maka butiran – butiran itu seakan – akan tereleaskan atau terpateri satu sama lain. Peristiwa ini disebut welding.
Dengan demikian, pada prinsipnya batuan piroklastik adalah batuan beku luar yang bertekstur klastika. Hanya saja pada proses pengendapa, batuan piroklastik ini mengikuti hukum – hokum didalam proses pembentukan batuan sedimen. Misalnya diangkut oleh angin atau air dan membentuk struktur-struktur sedimen, sehingga kenampakan fisik secara keseluruhan batuannya seperti batuan sedimen.Pada kenyataannya, setelah menjadi batuan, tidak selalu mudah untuk menyatakan apakah batuan itu sebagai hasil kegiatan langsung dari suatu letusan gunungapi (sebagai endapan primer piroklastik), atau sudah mengalami pengerjaan kembali (reworking) sehingga secara genetik dimasukkan sebagai endapan sekunder piroklastik atau endapan epiklastika.
2.4 Identifikasi Batuan Beku
Untuk melakukan identifikasi batuan beku ada beberapa perbedaan antara identifikasio yang dilakukan pada contoh setangan dengan identifikasi singkapan dilapangan.Pada umumnya pengamatan singkapan dilapangan diikuti pengamatan contoh setangan.
Selain itu ada juga perbedaan antara identifikasi batuan beku dalam dengan batuan beku luar. Pada batuan beku luar identifikasi dititik beratkan pada struktur dan hubungan antar komponen pembentuk batuan (bahan – bahan piroklastik) sedangkan dengan identifikasi batuan beku dalam lebih dititik beratkan pada hubungan unit – unit pembentuk batuan yaitu kristal – kristal mineral.
2.4.1. Deskripsi Contoh Setangan
Hasil determinasi contoh setangan dapat dihubungkan dengandata pengamatan singkapan untuk mendapatkan data yang lebih detail. Data-data tersebut akan saling melengkapi seperti berikut :
Pengamatan kenampakan lapuk dan warna segar batuan, kekerasan mineral relatif baik yang telah mengalami pelapukan ataupun belum. Mengidentifikasi mineral yang mengalami pelapukan dari warna hasil lapukannya.
Untuk contoh yang menyimpan data yang penting dapat dilakukan analisa petrografi dengan membuat sayatan yang tipis pada bagian yang segar.
Mengamati warna pelapukan segar dan apabila mungkin membuat estimasi mengenai color indeks.
Pengamatan butiran pada batuan contoh setangan bilabatuannya afanitik, catat tekstur lain dan dilakukan pengamatan apakah batuan tersebut felsik atau mafik.
Amati hubungan antara mineral dan batuan yang memiliki kristal kasar sampai medium.
Amati dan catat hubungan fenokris dan massa dasar pada batuan yang bertekstur porfiritik.
Amati dan catat derajat homogenitas, layering, laminasi, aliran, bending,lubang gas, tekstur, dan inklusi.
Amati dan catat proporsi mineral – mineral yang berbeda dan deskripsi mineral seperti warna, kilap, pecahan, belahan, kekerasan, ciri khas, dan lain – lain.
Gunakan hasil pengamatan untuk menentukan nama menggunakan klsifikasi tertentu, pada praktikum ini menggunakan klasifikasi Huang (1962).
2.4.2. Petrogenesa Batuan Beku
Petrogenesa adalah bagian dari petrologi yang menjelaskan seluruh aspek terbentuknya batuan mulai dari asal-usul atau sumber, proses primer terbentuknya batuan hingga perubahan-perubahan (proses sekunder) pada batuan tersebut.Untuk batuan beku, sebagai sumbernya adalah magma. Proses primer menjelaskan rangkaian atau urutan kejadian dari pembentukan berbagai jenis magma sampai dengan terbentuknya berbagai macam batuan beku, termasuk lokasi pembekuannya. Setelah batuan beku itu terbentuk, batuan itu kemudian terkena proses sekunder, antara lain berupa oksidasi, pelapukan, ubahan hidrotermal, penggantian mineral (replacement), dan malihan, sehingga sifat fisik maupun kimiawinya dapat berubah total dari batuan semula atau primernya.
Berdasarkan pengetahuan teori dari kuliah mineralogi-kristalografi, kuliah petrologi dan membaca buku literatur, diharapkan praktikan dapat menjelaskan petrogenesa batuan peraga yang dijadikan bahan praktikum, berdasarkan data pemeriannya.
BAB III
BATUAN SEDIMEN
3.1 DASAR TEORI
3.1.1 Definisi Batuan Sedimen
Batuan sedimen atau sering disebut sedimentary rocks adalah batuan yang terbentuk dari aktivitas kimia dan mekanik yaitu material asal yang mengalami proses pelapukan dan erosi yang kemudian tertransportasi dan terendapkan (sedimen) selanjutnya mengalami proses pembatuan (lithification) dari endapan-endapan tersebut. Menurut Tucker (1991), 70% batuan di permukaan bumi berupa batuan sedimen, tetapi batuan itu hanya 2% dari volume seluruh kerak bumi. Ini berarti batuan sedimen tersebar sangat luas di permukaan bumi, tetapi ketebalannya relatif tipis. Beberapa ahli memberikan pengertian batuan sedimen yang berbeda, seperti:
1.Pettijohn, 1995
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil perombakan batuan yang sedah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang diendapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi kemudian mengalami pembatuan.
2. Hutton, 1875 (dalam Sanders, 1981)
Sedimentary rocks are rocks which are formed by the "turning to stone" of sediments and that sediments, in turn, are formed by the breakdown of yet-older rocks.
3. O'Dunn & Sill, 1986
Sedimentary rocks are formed by the consolidation of sediment: loose materials delivered to depositional sites by water, wind, glaciers, and landslides. They may also be created by the precipitation of CaCO3, silica, salts, and other materials from solution. (Batuan sedimen adalah
batuan yang terbentuk oleh konsolidasi sedimen, sebagai material lepas, yang terangkut ke lokasi pengendapan oleh air, angin, es dan longsoran gravitasi, gerakan tanah atau tanah longsor. Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat, silika, garam dan material lain).
Gambar 3.1 Contoh-Contoh Batuan Sedimen
3.1.2 Proses Pembentukan Batuan Sedimen
Pembentukan batuan sedimen diawali dengan adanya proses pelapukan, transportasi, deposisi dan kemudian mengalami proses diagenesa yang meliputi kompaksi, sementasi, rekristalisasi, autigenesis, dan metasomatis.
3.1.2.1 Pelapukan (Weathering)
Pelapukan adalah proses disintegrasi dan dekomposisi material atau batuan (batuan beku maupun batuan metamorf). Pelapukan dapat juga diartikan sebagai proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah pada dan/atau dekat permukaan bumi yang disebabkan karena proses fisik, kimia dan/atau biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan asal (source) dari batuan sedimen dan tanah. Proses pelapukan akan menghacurkan batuan atau bahkan melarutkan sebagian dari mineral untuk kemudian menjadi tanah kemudian diangkut dan diendapkan sebagai batuan sedimen klastik. Sebagian dari mineral mungkin larut secara menyeluruh dan membentuk mineral baru. Inilah sebabnya dalam studi tanah atau batuan klastika mempunyai komposisi yang sangat berbeda dengan batuan asalnya. Komposisi tanah tidak hanya tergantung pada batuan induk, tetapi juga dipengaruhi oleh alam, intensitas, dan lama pelapukan serta proses jenis pembentukan tanah itu sendiri (Boggs, 1995). Pelapukan disebabkan oleh:
1. Pelapukan Secara Fisika
Perubahan suhu dari panas ke dingin akan membuat batuan
mengalami perubahan. Hujan pun juga dapat membuat rekahan-rekahan yang ada di batuan menjadi berkembang sehingga proses-proses fisika tersebut dapat membuat batuan pecah menjadi bagian yang lebih kecil lagi.
2. Pelapukan Secara Kimia
Pelapukan kimia membuat komposisi kimia dan mineralogi suatu batuan dapat berubah. Mineral dalam batuan yang dirusak oleh air kemudian bereaksi dengan udara (O2 ataupun CO2), menyebabkan sebagian dari mineral itu menjadi larutan. Selain itu, bagian unsur mineral yang lain dapat bergabung dengan unsur setempat membentuk kristal mineral baru. Kecepatan pelapukan kimia tergantung dari iklim, komposisi mineral dan ukuran butir dari batuan yang mengalami pelapukan.
Pelapukan akan berjalan cepat pada daerah yang lembab atau panas dari pada di daerah kering atau sangat dingin. Pelapukan secara kimia dapat disebabkan oleh :
Hidrolisis, adalah reaksi antara mineral silikat dan asam (larutan
mengandung ion (H+) dimana memungkinkan pelarut mineral silikat dan membebaskan kation logam dan silika. Mineral lempung seperti kaolin, ilit dan smektit besar kemungkinan hasil dari proses pelapukan kimia jenis ini (Boggs, 1995). Pelapukan jenis ini memegang peran terpenting dalam pelapukan kimia.
b. Hidrasi, adalah proses penambahan air pada suatu mineral sehingga membentuk mineral baru. Lawan dari hidrasi adalah dehidrasi, dimana mineral kehilangan air sehingga berbentuk anhydrous. Proses terakhir ini sangat jarang terjadi pada pelapukan, karena pada proses pelapukan selalu ada air. Contoh yang umum dari proses ini adalah penambahan air pada mineral hematit sehingga membentuk gutit.
c. Oksidasi, berlangsung pada besi atau mangan yang pada umumnya terbentuk pada mineral silikat seperti biotit dan piroksen. Elemen lain yang mudah teroksidasi pada proses pelapukan adalah sulfur, contohnya pada pirit (Fe2S).
d. Reduksi, terjadi dimana kebutuhan oksigen (umumnya oleh jasad hidup) lebih banyak dari pada oksigen yang tersedia. Kondisi seperti ini membuat besi menambah elektron dari Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah larut sehingga lebih mobil, sedangkan Fe3+ mungkin hilang pada sistem pelapukan dalam pelarutan. e. Pelarutan mineral yang mudah larut seperti kalsit, dolomit dan gipsum oleh air hujan selama pelapukan akan cenderung terbentuk komposisi yang baru.
f. Pergantian ion adalah proses dalam pelapukan dimana ion dalam larutan seperti pergantian Na oleh Ca. Umumnya terjadi pada mineral lempung.
3. Pelapukan Secara Biologis
Selain pelapukan yang terjadi akibat proses fisika dan kimia, salah satu pelapukan yang dapat terjadi adalah pelapukan secara biologi. Salah satu contohnya adalah pelapukan yang disebabkan oleh gangguan dari akar tanaman yang cukup besar. Akar-akar tanaman yang besar ini mampu membuat rekahan-rekahan di batuan dan akhirnya dapat memecah batuan menjadi bagian yang lebih kecil lagi.
Gambar 3.2 Skema Proses Pelapukan Batuan
3.1.2.2 Transportasi (Transportation)
Setelah batuan mengalami pelapukan, batuan-batuan tersebut akan
pecah menjadi bagian yang lebih kecil lagi sehingga mudah untuk
berpindah tempat. Inilah yang disebut dengan proses transportasi.
Transportasi dapat terjadi melalui media air, udara, es, ataupun oleh
pengaruh gravitasi.
1. Akibat Air
Air yang melewati pecahan-pecahan kecil batuan yang ada dapat
mengangkut pecahan tersebut dari satu tempat ke tempat yang lain.
Pada transportasi partikel oleh air, partikel dan air akan bergerak
secara bersama-sama. Sifat fisik fluida yang berpengaruh terutama
adalah densitas dan viskositas atau kekentalan. Transportasi
partikel di dalam air sejauh ini merupakan mekanisme transportasi
yang paling signifikan. Air mengalir di permukaan lahan di
dalam channel dan sebagai aliran permukaan (overland flow).
Arus-arus di laut digerakkan oleh angin, tidal dan sirkulasi
samudra. Aliran-aliran ini mungkin cukup kuat untuk membawa
material kasar di sepanjang dasarnya dan material yang lebih halus
dalam suspensi. Material dapat terbawa di dalam air sejauh ratusan
atau ribuan kilometer sebelum terendapkan sebagai sedimen.
2. Akibat Udara
Selain air, anginpun dapat mengangkut pecahan-pecahan batuan
yang kecil ukurannya seperti halnya yang saat ini terjadi di daerah
gurun. Kapasitas angin untuk mentransportasikan material dibatasi
oleh densitas rendah dari udara. Mekanisme pengangkutan
sedimen oleh air dan angin sangatlah berbeda. Pertama, karena
berat jenis angin relatif lebih kecil dari air maka angin sangat susah
mengangkut sedimen yang ukurannya sangat besar. Besar
maksimum dari ukuran sedimen yang mampu terangkut oleh angin
umumnya sebesar ukuran pasir. Kedua, karena sistem yang ada
pada angin bukanlah sistem yang terbatasi (confined) seperti
layaknya channel atau sungai maka sedimen cenderung tersebar di
daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju atmosfer.
3. Akibat Es
Air dan udara adalah media fluida yang jelas, tapi kita juga dapat
mempertimbangkan es sebagai media fluida karena selama periode
yang panjang es bergerak melintasi permukaan bumi, meskipun
sangat lambat. Es adalah fluida berviskositas tinggi yang mampu
mentransportasikan sejumlah besar debris klastik. Pergerakan
detritus oleh es penting pada daerah didalam dan disekitar tudung
es kutub dan daerah pegunungan dengan gletser semipermanen
atau permanen. Volume material yang digerakkan es sangat besar
ketika meluasnya es (glaciation).
4. Akibat Gravitasi (Sediment Gravity Flow)
Pada transportasi ini partikel sedimen tertranspor langsung oleh
pengaruh grafitasi, disini material akan bergerak lebih dulu
kemudian medianya. Yang termasuk dalam sistem sedimen gravity
flow antara lain adalah debris flow, grain flow dan arus turbid.
Karena pengaruh gravitasi bumi tersebut maka pecahan batuan
yang ada bisa langsung jatuh ke permukaan tanah atau
menggelinding melalui tebing sampai akhirnya terkumpul di
permukaan tanah.
Sedimen yang di angkut oleh media di atas dapat diangkut dengan cara
sebagai berikut:
1.Suspension, umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat
kecil ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh
aliran air atau angin yang ada.
2.Bed load, terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti
pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah) sehingga gaya yang ada pada
aliran yang bergerak dapat berfungsi memindahkan pertikel-
partikel yang besar di dasar. Pergerakan dari butiran pasir dimulai
pada saat kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan inertia butiran
pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan sedimen tersebut
bisa menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa mendorong
sedimen yang satu dengan lainnya.
3.Saltation, yang dalam bahasa latin artinya meloncat, umumnya
terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada
mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya
karena gaya grafitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen
pasir tersebut ke dasar.
3.1.2.3 Pengendapan (Deposition)
Pecahan-pecahan batuan tidak dapat tertransportasikan selamanya.
Seperti halnya sungai akan bertemu laut, angin akan berkurang tiupannya,
dan juga glasier akan meleleh. Akibatnya, pecahan batuan yang terbawa
akan terendapkan. Proses ini yang sering disebut proses pengendapan.
Selama proses pengendapan, pecahan batuan akan diendapkan secara
berlapis dimana pecahan yang berat akan diendapkan terlebih dahulu baru
kemudian diikuti pecahan yang lebih ringan dan seterusnya. Proses
pengendapan ini akan membentuk perlapisan pada batuan yang sering kita
lihat di batuan sedimen saat ini. Deposisi sedimen oleh gravity flow akan
menghasilkan produk yang berbeda dengan deposisi sedimen oleh fluida
flow karena pada gravity flow transportasi dan deposisi terjadi sangat cepat
sekali akibat gravitasi.
Litifikasi (Lithification)
Litifikasi adalah proses perubahan material sediment menjadi batuan sediment yang kompak. Misalnya, pasir mengalami litifikasi menjadi batupasir.
3.1.2.5 Diagenesis
Seluruh proses yang menyebabkan perubahan pada sedimen selama
terpendam dan terlitifikasi disebut sebagai diagenesis. Diagenesis terjadi
pada temperatur dan tekanan yang lebih tinggi daripada kondisi selama
proses pelapukan, namun lebih rendah daripada proses metamorfisme.
Proses diagenesis dapat dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan
proses yang mengontrolnya, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses
diagenesis sangat berperan dalam menentukan bentuk dan karakter akhir
batuan sedimen yang dihasilkannya. Proses diagenesis akan menyebabkan perubahan material sedimen. Perubahan yang terjadi
adalah perubahan fisik, mineralogi dan kimia. Proses diagenesis dapat
terjadi pada suhu 300oC dan tekanan atmosferik 1–2 kilobar, berlangsung
mulai sedimen mengalami penguburan hingga terangkat dan tersingkap
kembali di permukaan. Berdasarkan hal tersebut, ada 3 macam diagenesa
yaitu :
1. Diagenesa eogenik, yaitu diagenesa awal pada sedimen di bawah
muka air.
2. Diagenesa mesogenik, yaitu diagenesa pada waktu sedimen
mengalami penguburan semakin dalam.
3. Diagenesa telogenik, yaitu diagenesis pada saat batuan sedimen
tersingkap kembali di permukaan oleh karena pengangkatan dan
erosi.
Proses diagenesis terdiri dari 4 tahapan yaitu:
1. Kompaksi, adalah proses termampatnya butiran sedimen yang satu terhadap sedimen yang lain. Pada waktu material sedimen diendapkan terus menerus pada suatu cekungan, berat endapan yang berada di atas akan membebani endapan yang berada di bawahnya. Akibatnya butiran sedimen akan semakin rapat, dan rongga antara butiran akan semakin kecil. Akibat pertambahan tekanan ini, air yang ada dalam lapisan-lapisan batuan akan tertekan sehingga keluar dari lapisan batuan yang ada. Sebagai contoh lempung yang tertimbun dibawah material sedimen lain beberapa ribu meter tablanya, volume dari lempung tersebut akan mengalami penyusutan sebanyak 40%. Karena pasir dan sedimen lain yang berbutir kasar dapat mengalami pemadatan, maka proses kompaksi merupakan proses yang signifikan untuk proses litifikasi batuan sedimen yang berbutir halus seperti shale.
2. Sementasi, adalah proses pengisian rongga yang semula ditempati oleh cairan pori oleh kristal-kristal baru. Sementasi dapat juga diartikan turunnya material-material di ruang antar butir sedimen dan secara kimiawi mengikat butir-butir sedimen dengan yang lain. Material yang menjadi semen diangkut sebagai larutan oleh air yang meresap melalui rongga antar butiran kemudian larutan tersebut akan mengalami presipitasi di dalam rongga antar butir, dan akan mengikat butiran-butiran sedimen. Material yang umum menjadi semen adalah kalsit, silika dan oksida besi. Untuk mengetahui macam semen pada batuan sedimen relatif cukup sederhana. Kalsit dapat diketahui dengan larutan HCl. Silika merupakan semen yang sangat keras dan akan menghasilkan batuan sedimen yang sangat keras. Apabila batuan sedimen berwarna orange atau merah gelap, maka batuan sedimen tersebut tersemenkan oleh oksida besi. Kadang-kadang semen pada batuan sedimen dapat memberi nilai ekonomis batuan tersebut. Sebagai contoh batupasir yang tersemenkan oleh oksida besi dapat menjadikan batupasir menjadi bijih besi (iron ore). Sementasi makin efektif bila derajat kelurusan larutan pada ruang butir makin besar
Gambar 3.3 Contoh Kompaksi dan Sementasi
3. Rekristalisasi, adalah proses pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan, contoh rekristalisasi pada batuan karbonat yaitu pengkristalan kembali kristal-kristal kalsit yang telah ada sebelumnya.
4. Autigenesis, adalah terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenetik, dan mineral tersebut merupakan partikel baru dalam suatu sedimen.
5. Metasomatisme, adalah proses pergantian mineral sedimen oleh berbagai mineral autigenik tanpa pengurangan volume asal.
Gambar 3.4 Siklus batuan
3.1.3 Sifat Batuan Sedimen
Sifat-sifat utama batuan sedimen yaitu:
1. Adanya bidang perlapisan yaitu struktur sedimen yang menandakan
adanya proses sedimentasi.
2. Sifat klastik yang menandakan bahwa butir-butir pernah lepas,
terutama pada golongan detritus.
3. Sifat jejak adanya bekas-bekas tanda kehidupan (fosil).
4. Jika bersifat hablur dan selalu monomineralik, misalnya gipsum, kalsit, dolomit dan rijang.
3.2 KLASIFIKASI BATUAN SEDIMEN
3.2.1 Penggolongan Secara Genetik
Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen telah
dikemukakan oleh para ahli, baik berdasarkan genetis maupun deskriptif.
Secara genetik disimpulkan dua golongan batuan sedimen (Pettjohn, 1975 dan
W.T. Huang, 1962), yaitu:
1. Sedimen Klastik
Kata klastik berasal dari bahasa Yunani yaitu clatos yang artinya pecahan.
Batuan sedimen klastik yaitu batuan sedimen yang terbentuk dari
pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan asal. Fragmentasi
batuan asal dimulai dari pelapukan secara mekanik maupun secara
kimiawi, kemudian tererosi dan tertransportasi menuju cekungan pengendapan. Setelah itu mengalami diagenesa, yaitu proses perubahan yang berlangsung pada temperatur rendah dalam suatu sedimen selama dan sesudah lithifikasi terjadi.
2. Sedimen Non-Klastik
Batuan sedimen non-klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari
hasil reaksi kimia atau bisa juga dari kegiatan organisme. Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi langsung atau reaksi organik. sebagai contoh pembentukan rumah binatang laut (karang),terkumpulnya cangkang binatang (fosil), atau terkuburnya kayu-kayuan sebagai akibat penurunan daratan menjadi laut.
3.2.2 Penggolongan Lain
Beberapa ahli menggolongkan batuan sedimen ke dalam golongan tertentu,
diantaranya:
1. Menurut R.P. Koesoemadinata (1980)
Batuan sedimen dibedakan menjadi enam golongan yaitu:
a. Golongan Detritus Kasar
Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis. Termasuk
dalam golongan ini antara lain adalah breksi, konglomerat dan batupasir. Lingkungan tempat pengendapan batuan ini di lingkungan sungai dan danau atau laut.
b. Golongan Detritus Halus
Batuan yang termasuk kedalam golongan ini diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai laut dalam. Yang termasuk kedalam golongan ini adalah batu lanau, serpih, batu lempung dan napal.
c. Golongan Karbonat
Batuan ini umum sekali terbentuk dari kumpulan cangkang moluska, algae dan foraminifera. Atau oleh proses pengendapan yang merupakan rombakan dari batuan yang terbentuk lebih dahulu dan di endpkan disuatu tempat. Proses pertama biasa terjadi di lingkungan laut litoras sampai neritik, sedangkan proses kedua di endapkan pada lingkungan laut neritik sampai bahtial. Jenis batuan karbonat ini banyak sekali macamnya tergantung pada material penyusunnya.
d. Golongan Silika
Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara pross organik dan kimiawi untuk lebih menyempurnakannya. Termasuk golongan ini rijang (chert), radiolarian dan tanah diatom. Batuan golongan ini tersebarnya hanya sedikit dan terbatas sekali.
e. Golongan Evaporit
Proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki larutan kimia yang cukup pekat. Pada umumnya batuan ini terbentuk di lingkungan danau atau laut yang tertutup, sehingga sangat memungkinkan terjadi pengayaan unsur-unsur tertentu. Dan faktor yang penting juga adalah tingginya penguapan maka akan terbentuk suatu endapan dari larutan tersebut. Batuan-batuan yang termasuk kedalam batuan ini adalah gip, anhidrit, batu garam.
f. Golongan Batubara
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu dari tumbuh-tumbuhan. Dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebsl di atasnya sehingga tidak akan memungkinkan terjadinya pelapukan. Lingkungan terbentuknya batubara adalah khusus sekali, ia harus banyak sekali tumbuhan sehingga kalau timbunan itu mati tertumpuk menjadi satu di tempat tersebut.
2. Menurut Sanders (1981) dan Tucker (1991)
Batuan sedimen dibedakan menjadi 4 golongan yaitu:
a. Batuan sedimen detritus (klastika)
b. Batuan sedimen kimia
c. Batuan sedimen organik, dan
d. Batuan sedimen klastika gunungapi (bertekstur klastika dengan
bahan penyusun utamanya berasal dari hasil kegiatan gunungapi).
3. Menurut Graha (1987)
Batuan sedimen dibedakan menjadi 4 golongan yaitu:
a. Batuan sedimen detritus (klastika/mekanis)
b. Batuan sedimen batubara (organik atau tumbuh-tumbuhan dan
bertekstur non-klastika)
c. Batuan sedimen silika
d. Batuan sedimen karbonat
Berdasar komposisi penyusun utamanya, batuan sedimen klastika
(bertekstur klastika) dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Batuan sedimen silisiklastika, adalah batuan sedimen klastika dengan
mineral penyusun utamanya adalah kuarsa dan felspar.
b. Batuan sedimen klastika gunungapi adalah batuan sedimen dengan
material penyusun utamanya berasal dari hasil kegiatan gunung api
(kaca, kristal dan/atau litik)
c. Batuan sedimen klastika karbonat, atau batugamping klastika adalah
batuan sedimen klastika dengan mineral penyusun utamanya adalah
material karbonat (kalsit).
3.3 CARA PEMERIAN SEDIMEN KLASTIK
Pemerian batuan sedimen klastik terutama didasarkan pada warna, tekstur,
struktur, dan komposisi mineral batuan sedimen klastik.
3.3.1 Warna
Pada umumnya, batuan sedimen berwarna terang atau cerah, putih,
kuning atau abu-abu terang. Namun demikian, ada pula yang berwarna gelap, abu-abu gelap sampai hitam, serta merah dan coklat. Secara umum warna pada batuan sedimen akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Warna mineral pembentukkan batuan sedimen. Contoh jika mineral pembentukkan batuan sedimen didominasi oleh kuarsa maka batuan akan berwarna putih.
2. Warna massa dasar atau matrik atau warna semen.
3. Warna material yang menyelubungi (coating material). Contoh batupasir kuarsa yang diselubungi oleh glaukonit akan berwarna hijau.
4. Derajat kehalusan butir penyusunnya. Pada batuan dengan komposisi yang sama jika makin halus ukuran butir maka warnanya cenderung akan lebih gelap.
Dengan demikian warna batuan sedimen sangat bervariasi, terutama sangat tergantung pada komposisi bahan penyusunnya. Warna batuan juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pengendapan, jika kondisi lingkungannya reduksi maka warna batuan menjadi lebih gelap dibandingkan pada lingkungan oksidasi. Batuan sedimen yang banyak kandungan material organic (organic matter) mempunyai warna yang lebih gelap.
3.3.2 Tekstur
Seperti telah diuraikan di atas, batuan sedimen dapat bertekstur klastik atau non klastika. Namun demikian apabila batuannya sudah sangat kompak dan telah terjadi rekristalisasi (pengkristalan kembali), maka batuan sedimen itu bertekstur kristalin. Jika kristalnya sangat halus sehingga tidak dapat dibedakan disebut mikrokristalin. Batuan sedimen kristalin umumnya terjadi pada batu gamping dan batuan sedimen kaya silika yang sangat kompak dan keras.
3.3.2.1 Tekstur Sedimen Klastik
Tekstur sedimen klastik dicirikan dengan adanya fragmen, matrik (masa
dasar) serta semen.
1. Fragmen
Batuan yang ukurannya lebih besar daripada pasir. Fragmen juga diartikan sebagai klastika butiran lebih besar yang tertanam di dalam butiran yang lebih kecil atau matriks. Matriks mungkin
berbutir lempung sampai dengan pasir, atau bahkan granule.
Sedangkan fragmen berbutir pebble sampai boulder. Mineral utama penyusun batuan silisiklastika adalah mineral silika (kuarsa, opal dan kalsedon), felspar serta mineral lempung. Sebagai mineral tambahan adalah mineral berat (turmalin, zirkon), mineral karbonat, klorit, dan mika. Untuk batuan klastika gunungapi biasanya ditemukan gelas atau kaca gunungapi. Selain mineral, maka di dalam batuan sedimen juga dijumpai fragmen batuan, serta fosil binatang dan fosil tumbuh-tumbuhan.
2. Matrik
Butiran yang berukuran lebih kecil daripada fragmen dan diendapkan bersama-sama dengan fragmen.
3. Semen
Material halus yang menjadi pengikat dan diendapkan setelah
fragmen dan matrik. Semen umumnya berupa silika, karbonat,
sulfat atau oksida besi. Semen karbonat dicirikan oleh bereaksinya dengan cairan HCl. Semen oksida besi, selain tidak bereaksi dengan HCl secara khas berwarna coklat, Semen silika umumnya tidak berwarna, tidak bereaksi dengan HCl dan batuan yang terbentuk sangat keras. Semen itu tidak selalu dapat diamati secara megaskopik.
3.3.2.2 Ukuran Butir (Grain Size)
Pemerian ukuran butir (grain size) pada batuan sedimen klastik
didasarkan pada Wentworth (1992):
Tabel 3.1. Pemerian Ukuran Butir Batuan Sedimen , Wentworth (1992)
Butir lanau dan lempung tidak dapat diamati dan diukur secara
megaskopis. Ukuran butir lanau dapat diketahui jika material itu diraba dengan tangan masih terasa ada butir sepertipasir tetapi sangat halus. Ukuran butir lempung akan terasa sangat halus dan lembut ditangan, tidak terasa ada gesekan butir seperti pada lanau, dan bila diberi air akan terasa sangat licin.
Besar butir dipengaruhi oleh :
1. Jenis Pelapukan
2. Jenis Transportasi
3. Waktu atau jarak transport dan
4. Resistensi
Gambar 3.5 Perbedaan Konglomerat dan Breksi
Ukuran butir batuan sedimen dapat juga dihubungkan dengan energi dari media transportasinya. Kecepatan aliran air atau angin akan menyeleksi ukuran butir partikel yang diangkut. Apabila energinya berkurang, maka material yang diangkut semakin kecil. Seperti misalnya pada aliran sungai, di hulu sungai yang energinya besar diendapkan material yang berukuran kasar, sedang semakin ke arah hilir, material yang diendapkan berukuran pasir. Material yang berukuran lempung dan
lanau akan diendapkan dengan energi yang sangat rendah, sehingga akumulasi material ini biasanya terdapat di danau, rawa atau di laut yang tenang.
Gambar 3.6 Hubungan Ukuran Butir Dengan Arus dan Energi
3.3.2.3 Bentuk Butir
Tingkat kebundaran butir dipengaruhi oleh komposisi butir, ukuran butir, jenis proses transportasi dan jarak transport (Boggs,1987). Butiran dari mineral yang resisten seperti kuarsa dan zircon akan berbentuk kurang bundar dibandingkan butiran dari mineral kurang resisten seperti feldspar dan piroksin. Butiran berukuran lebih besar daripada yang berukuran pasir. Jarak transport akan mempengaruhi tingkat kebundaran butir dari jenis butir yang sama, makin jauh jarak transport butiran akan makin bundar. Pembagian kebundaran:
1.Well rounded (membundar baik)
2.Rounded (membundar)
3.Subrounded (membundar tanggung)
4.Subangular (menyudut tanggung)
5.Angular (menyudut)
Gambar 3.7 Kategori pemilahan batuan sedimen (Pettijohn, dkk., 1987).
3.3.2.4 Pemilahan (Sorting)
Pemilahan adalah keseragaman dariukuran besar butir penyusun batuan sediment, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka, pemilahan semakin baik. Pemilahan yaitu kesergaman butir didalam batuan sedimen klastik.bebrapa istilah yang biasa dipergunakan dalam pemilahan batuan, yaitu :
1. Sortasi baik : bila ukuran butir di dalam batuan sedimen tersebut seragam. Hal ini biasanya terjadi pada batuan sedimen dengan kemas tertutup
2. Sortasi sedang : bila ukuran besar butir didalam batuan sedimen ada yang seragam dan ada yang tidak seragam
3. Sortasi buruk :bila ukuran butir di dalam batuan sedimen sangat beragam, dari halus hingga kasar. Hal ini biasanya terdapat pada batuan sedimen dengan kemas terbuka.
BAB IV
BATUAN KARBONAT
Dasar Teori
Batuan karbonat adalah batuan yang terdiri dari material karbonat yang terdiri dari butiran dan matrik sebanyak 75% tanpa semen. Contohnya adalah limestone dan dolostone. Tekstur dari batuan ini tidak sama dengan batuan lainnya (mono mineral).
Terdapat tiga jenis proses pengubahan yang menyebabkan sedimen karbonat berubah menjadi batuan karbonat. Ketiga proses ini adalah Litifikasi sedimen karbonat, Pengkristalan kalsium karbonat yang semula dalam keadaan membatu, Penggantian materi-materi lain oleh kalsium karbonat. Menurut Pettijohn (1975), batuan karbonat adalah batuan yang fraksi karbonatnya lebih besar dari fraksi non karbonat atau dengan kata lain fraksi karbonatnya >50%. Apabila fraksi karbonatnya <50% maka, tidak bisa lagi disebut sebagai batuan karbonat. Fraksi karbonat tersusun oleh unsur CO3 seperti aragonite, kalsit, dolomite, magnesit, ankerit dan siderite, sedangkan fraksi non karbonat antara lain mineal kuarsa, feldspar, lempung, gipsum, anhidrit, glaukonit.
Batuan karbonat menyusun ± 10%-20% dari seluruh batuan sedimen yang ada di permukaan bumi. Meskipun batuan karbonat secara volumetrik lebih kecil jika dibandingkan dengan batuan sedimen siliklastik, tetapi tekstur, struktur dan fosil yang terkandung didalam batuan karbonat dapat memberikan informasi yang cukup penting mengenai lingkungan laut purba, kondisi paleoekologi, dan evolusi bentuk-bentuk kehidupan terutama organisme-organisme laut.
Batuan karbonat dipelajari secara tersendiri karena beberapa alasan yaitu terbentuk pada cekugan dimana dia diendapkan (intrabasinal) tergantung pada aktivitas organisme, mudah berubah oleh proses diagenesis akhir, hampir ± 50% tersusun oleh endapan-endapan laut, mewakili seluruh zaman biologi mulai dari Proterozoik sampai Kenozoik, proses pembentukannya tidak sama dengan proses pembentukan sedimen siliklastik, tekstur dan komposisi mineral karbonattidak menunjukan provanense batuan asal, dan batuan karbonat berasal dari subtidal carbonate factory (middle-outer shelf).
Komposisi Mineralogi Batuan Karbonat
Endapan-endapan karbonat pada masa kini terutama tersusun oleh aragonite, disamping itu juga kalsit dan dolomite. Aragonite tersebut kebanyakan berasal dari proses biogenik (ganggang hijau atau calcareous green algae) atau hasil presipitasi langsung dari air laut secara kimiawi. Aragonit ini bersifat tidak stabil, aslinya segera setelah terbentuk akan berubah menjadi kalsit. Oleh karena adanya proses substitusi Cu dan Mg, maka endapan kalsit pada endapan masa kini ada dua macam, yaitu :
Low-Mg calcite, apabila kandungan MgCO3 < 4% dan terbentuk pada daerah yang dingin.
High-Mg calcite, apabila kandungan MgCO3 > 4% dan terbentuk pada daerah yang hangat.
Beberapa mineral penting yang terdapat pada batuan karbonat adalah :
Aragonit, merupakan mineral yang paling labil, berbentuk jarum, diendapkan secara kimiawi langsung dari presipitasi air laut.
Kalsit dan Mg kalsit, merupakan mineral batuan karbonat yang stabil, berbentuk kristal hablur, hasil rekristalisasi aragonite, serta sebagai semen pengisi ruang antar butir dan rekahan.
Dolomit (CaMg(CO3)2), hampir serupa dengan mineral kalsit, namun secara petrografis dapat dibedakan dari indeks refraksinya, dapat terjadi secara lansung dari presipitasi air laut, tapi sering terjadi akibat pergantian (replacement) mineral kalsit.
Mineral utama yang membentuk sedimen dan batuan sedimen karbonat ialah;
Kalsit (Calcite) CaCO3
Sistem hablur Rhombohedral
Banyak ditemui dalam batuan sedimen tua daripada Tertier
Low magnesium calcite (<4%) and high magnesium calcite (>4%) still maintain
calcite crystal structure
Dolomit (Dolomite) CaMg(CO3)2
Sistem hablur Rhombohedral
Berasosiasi (associated) dengan mineral kalsit dan evaporit
Araginit (Aragonite) CaCO3
Sistem hablur Orthorhombic
Banyak ditemui dalam batuan sedimen karbonat recent (Cenozoic)
Komponen Penyusun Batuan Karbonat
Menurut Tucker (1991), komponen penyusun batuan karbonat dibedakan atas skeletal grain, non skeletal grain, matriks dan semen.
Skeletal Grain
Skeletal grain adalah butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang terdiri dari seluruh mikrofosil, butiran fosil, maupun pecahan dari fosil-fosil makro dari organisme laut. Organisme tersebut diantaranya mollusca (cephalopods, bivalves, gastropoda dan lain-lain), brachiopods, echinoids, crinoids, corals, dan foraminifera. Cangkang merupakan allochem yang paling umum dijumpai dalam batugamping (Boggs, 1987). Komponen cangkang pada batugamping juga merupakan penunjuk pada distribusi invertebrata penghasil karbonat sepanjang waktu geologi (Tucker, 1991).
Mollusca
Cangkang moluska (bivalve, gastropoda, cephalopoda) memiliki ciri kristal halus dengan sruktur berlapis. Mineral yang paling umum adalah aragonit, dan karena rekristalisasi, struktur tidak dapat terlihat lagi dalam skeletal di dalam batuan sedimen. Hanya moluska-moluska tertentu khususnya tiram (oyster), remis (scallop) yang memiliki rangka kalsit yang tetap awet.
Echinoids
Echinoida (sea urchins) mudah dikenali karena penyusun bagian keras tubuhnya terdiri dari kristal low magnesium calcite. Lempengan-lempengan bagian tubuh echinoida terawetkan dalam sedimen karbonat.
Brachiopods
Brachiopoda merupakan organisme cangkangan yang seluruh morfologi tubuhnya serupa dengan bivalve. Pada saat ini keduanya tidak banyak ditemukan namun sangat berlimpah pada zaman Paleozoikum dan Mesozoikum. Cangkangnya terbuat dari low magnesium calcite.
Crinoids
Crinoida (sea lilies) termasuk ke dalam filum yang sama dengan echinoida dan penyusun bagian keras tubuhnya terdiri dari kristal kalsit, dan cakram sendi penyusun batang crinoida membentuk akumulasi cukup besar dalam sedimen Carboniferous.
Corals
Beberapa struktur biogenik kalsium karbonat terbesar dibangun oleh koral yang mungkin membentuk koloni hinggga terbentang beberapa meter sedangkan koral lain hidup soliter. Kalsit terlihat sebagai kristal utama pembentuk koral Paleozoikum, dan kristal aragonit membentuk kerangka koral yang lebih muda. Koral hermatypic memiliki hubungan simbiosis dengan ganggang yang hidup di air laut dangkal, hangat, dan bersih. Sedangkan koral ahermatypic tidak bersimbiosis degan ganggang dan dapat hidup di laut yang lebih dalam dan lebih dingin.
Foraminifera
Foraminifera adalah hewan laut yang keil dan bersel tunggal yang berdiameter dari beberapa puluh mikrometer hingga puluhan milimeter. Foraminifera hidup melayang di dalam air (planktonik) atau hidup di atas lantai laut (bentonik), dan hampir semua foraminifera tua dan muda memiliki bagian luar yang keras (cangkang) yang tersusun dari high magnesium calcite sampai low magnesium calcite.
Non-Skeletal grain
Non skeletal grain terdiri dari:
Ooid
Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat seperti bola atau elips yang punya satu atau lebih struktur lamina yang konsentris dan mengelilingi inti. Inti penyusun biasanya partikel karbonat atau butiran kuarsa (Tucker, 1991). Ooid memiliki ukuran butir kurang dari 2 mm. Struktur internal lapisan-lapisan konsentris ooid diperkirakan terbentuk dari pengendapan (precipitation) kalsium karbonat yang mengelilingi permukaan ooid. Akumulasi ooid membentuk kawanan (shoal) dalam lingkungan laut dangkal dan merupakan komponen batugamping pada zaman Fanerozoikum. Batuan yang tersusun oleh adalah batugamping oolitik. Asal ooid masih menjadi perdebatan saat ini, namun diperkirakan ooid terbentuk oleh pengendapan kimia dari gelombang air yang jenuh kalsium karbonat di lingkungan air hangat (Tucker & Wright 1990), selain itu bakteri juga memainkan peranan dalam proses ini, khususnya di lingkungan yang sedikit tenang.
Pisoid
Butiran karbonat yang berbentuk bulat seperti bola atau elips yang punya satu atau lebih struktur lamina yang konsentris dan mengelilingi inti yang memiliki ukuran butir lebih dari 2 mm disebut pisoid. Pisoid juga sering berbentuk tidak beraturan tapi pembentukannya serupa dengan ooid.
Oncoid
Oncoid serupa dengan pisoid dan ooid tetapi memiliki struktur internal yang tidak beraturan, laminasi mikrit yang tumpang tindih. Oncoid memiliki ukuran butir lebih besar dari 2 mm.
Peloid
Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid atau meruncing yang tersusun oleh mikrit dan tanpa struktur internal. Ukuran peloid kuarang dari 1 mm. Kebanyakan peloid ini berasal dari kotoran (faecal origin) sehingga disebut pellet (Tucker 1991).
Interklas (Intraclast)
Intraclast adalah fragmen dari sedimen yang sudah terlitifikasi atau setengah terlitifikasi yang terjadi akibat pelepasan air lumpur pada daerah pasang surut atau tidal flat yang kemudian mengalami proses sedimentasi kembali (reworked) membentuk klastik yang bergabung ke dalam sedimen (Tucker,1991).
Lumpur Karbonat atau Mikrit
Partikel kalsium karbonat berbutir halus yang berukuran kurang dari 4μm (micrometer) disebut lumpur gamping (lime mud) atau lumpur karbonat (carbonate mud) atau mikrit (micrite). Material halus ini dihasilkan murni dari pengendapan kimia dari air jenuh kalsium karbonat, atau hancuran fragmen kerangka, atau berasal dari ganggang maupun bakteri. Partikel berukuran kecil ini biasanya menyebabkan ketidakmungkinan dalam menentukan sumbernya. Lime mud ditemukan dalam banyak lingkungan pembentuk karbonat dan dapat menjadi penyusun utama batugamping.Pada studi mikroskop elektron menunjukkan mikrit tidak homogen dan menunjukkan adanya ukuran kasar sampai halus dengan batas antara kristal yang berbentuk planar, melengkung, bergerigi ataupun tidak teratur. Mikrit dapat mengalami alterasi dan dapat tergantikan oleh mozaik mikrospar yang kasar (Tucker, 1991).
Semen atau Sparit
Merupakan komponen karbonat yang terdiri dari hablur-hablur kalsit yang jelas, disebut juga sparry calcite atau spar oleh Folk (1974). Secara mikroskopis mempunyai kenamapakan jernih berukuran 0,002-1 mm secra mikroskopis. Semen terjadi pada saat diagenesa yaitu pengisisan rongga primer atau sekunder antar partikel oleh larutan, yang mengendapkan kalsit sebagai hablur yang jelas.
Klasifikasi Batuan Karbonat
Dalam praktikum ini digunakan 4 macam klasifikasi yaitu klasifikasi untuk batugamping yaitu klasifikasi Dunham (1962) yang kemudian dikembangkan menjadi klasifikasi Embry & Kiovan (1971), klasifikasi Folk (1959) dan klasifikasi untuk batuan campuran silisiklastik-karbonat yaitu Klasifikasi Mount (1985).
a. Klasifikasi Dunham (1962) dan Embry & Kiovan (1971)
Klasifikasi Dunham (1962) dilasarkan pada tekstur deposisi dari batugamping. Karena menurut Dunham, dalam sayatan tipis, tekstur deposisional merupakan aspek yang tetap. Kriteria dasar dari tekstur deposisi yang diambil Dunham (1962) berbeda dengan Folk (1959).
Dasar yang dipakai oleh Dunham untuk menentukan tingkat energi adalah fabrik batuan. Bila batuan bertekstur mud supported diinterpretasikan terbentuk pada energi rendah karena Dunham beranggapan lumpur karbonat hanya terbentuk pada lingkungan yang berarus tenang. Sebaliknya Dunham berpendapat bahwa batuan dengan fabrik grain supported terbentuk pada energi gelombang kuat sehingga hanya komponen butiran yang dapat mengendap.
Batugamping dengan kandungan beberapa butir (< 10 %) di dalam matrikss Lumpur karbonat disebut mudstone, dan bila mudstone tersebut mengandung butiran tidak saling bersinggungan disebut wackestone. Lain halnya bila antar butirannya saling bersinggungan disebut packstone atau grainstone; packstone mempunyai tekstur grain- supported dan biasanya memiliki matriks mud. Dunham memakai istilah boundstone untuk batugamping dengan fabrik yang mengindikasikan asal-usul komponen- komponennya yang direkatkan bersama selama proses deposisi (misalnya : pengendapan lingkungan terumbu). Dalam hal ini boundstone ekuivalen dengan istilah biolithite dari Folk.
Klasifikasi Dunham (1962) memiliki kemudahan dan kesulitan. Kemudahannya adalah tidak perjunya menentukan jenis butiran dengan detail karena tidak menentukan dasar nama batuan. Kesulitan adalah di dalam sayatan petrografi, fabrik yang menjadi dasar klasifikasi kadang tidak selalu terlihat jelas karena di dalam sayatan hanya memberi kenampakan dua dimensi, oleh karena itu harus dibayangkan bagaimana bentuk amensi batuannya agar tidak salah dalam penafsirannya.
Embry dan Klovan (1971) mengembangkan klasifikasi Dunham (1962 dengan membagi batugamping menjadi dua kelompok besar yaitu autochtonous limestone dan allochtonous limestone berupa batugamping yang komponen-komponen penyusunnya tidak terikat secara organis selama proses deposisi.
Pembagian allochtonous dan autochtonous limestone oleh Embry dan Klovan (1971) telah dilakukan oleh Dunham (1%2) hanya saja tidak terperinci. Dunham hanya memakainya sebagai dasar penglasifikasiannya saja antara batugamping yang tidak terikat (packstone, mudstone, wackestone, grainstone) dan terikat (boundstone) ditegaskan. Sedangkan Embry dan Klovan (1971) membagi lagi boundstone menjadi tiga kelompok yaitu framestone, bindstone,dan bafflestone, berdasarkan atas komponen utama terumbu yang berfungsi sebagai perangkap sedimen. Selain itu juga ditambahkan nama kelompok batuan yang mengandung komponen berukuran lebih besar dari 2 cm > 10 %. Nama yang mereka berikan adalah rudstone untuk component-supported dan floatstone untuk matrix supported. Klasifikasi Embry & Klovan (1971).
Tabel 4. 1. Klasifikasi Embry & Klovan (Reijers & Hsu, 1986)
Kelebihan yang lain dari klasifikasi Dunham (1%2) adalah dapat dipakai untuk menentukan tingkat diagenesis karena apabila sparit dideskripsi maka hal ini bertujuan untuk menentukan tingkat diagenesis.
b.Klasifikasi Folk (1959)
Dasar klasifikasi Folk (1959) yang dipakai dalam membuat klasifikasi ini adalah bahwa proses pengendapan pada batuan karbonat sebanding dengan batupasir, begitu juga dengan komponen-komponen penyusun batuannya, yaitu :
a. Allochem
Analog dengan pasir atau gravel pada batupasir. Ada empat macam allochem yang umum dijumpai yaitu intraklas, oolit, fosil dan pellet
b. Microcrystalline calcite ooze
Analog dengan matrik pada batupasir. Disebut juga micrite (mikrit) yang tersusun oleh butiran berukuran 1- 4 pm.
c. Sparry calcite (sparit)
Analog sebagai semen. Pada umumnya dibedakan dengan mikrit karena kenampakannya yang sangat jernih. Merupakan pengisi rongga antar pori.
c.klasifikasi mount (1985)
Proses pencampuran batuan campuran silisiklastik dan karbonat melibatkan proses sedimentologi dan biologi yang variatif. Proses tersebut menurut Mount dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori :
Punctuated Mixing
Pencampuran di dalam lagoon antara sedimen dan silisiklastik yang berasal dari darat dengan sedimen karbonat laut. Proses pencampuran ini terjadi hanya bila ada energi yang kuat melemparkan material karbonat ke arah lagoon. Energi yang besar ini dapat terjadi pada saat badai. Proses ini dicirikan oleh adanya shell bed yang merupakan lapisan yang mebngandung intraklas-intraklas cangkang dalam jumlah yang melimpah.
Facies Mixing
Percampuran ini terjadi pada batas-batas fasies antara darat dan laut. Suatu kondisi fasies darat berangsur-angsur berubah menjadi fasies laut dan memungkinkan untuk terjadinya pencampuran silisiklastik dan karbonat.
Insitu Mixing
Percampuran terjadi di daerah sub tidal yaitu suatu tempat yang banyak mengandung lumpur terrigenous. Kondisi yang memungkinkan terjadinya percampuran ini adalah bila lingkungan tersebut terdapat organisme perintis seperti algae. Apabila algae mati maka akan menjadi suplai material karbonat.
Source Mixing
Proses percampuran ini terjadi karena adanya pengangkatan batuan ke permukaan sehingga batuan tersebut dapat tererosi. Hasil erosi batuan karbonat tersebut kemudian bercampur dengan material silisiklastik.
Klasifikasi Mount (1985) merupakan klasifikasi deskriptif. Menurutnya sedimen campuran memiliki 4 komponen, yaitu :
Silisiklastik sand (kuarsa, feldspar dengan ukuran butir pasir)
Mud, yaitu campuran silt dan clay
Allochem, batuan karbonat seperti pelloid, ooid dengan ukuran butir > 20 mikrometer
Lumpur karbonat/mikrit, memiliki ukuran butir < 20 mikrometer
Pemerian Batuan Karbonat
Pemerian Batu Gamping Klastik
Tekstur
Tekstur pada batuan karbonat klastik sama dengan pemerian batuan sedimen klastik hanya berbeda istilah saja, meliputi :
Tabel 4.2 Pemerian nama batuan karbonat
Nama Butir
Ukuran Butir
Rudite
1 mm
Arenit
0,062 – 1 mm
Lutite
0,062
Komposisi Mineral
Pada batugamping klastik juga terdapat fragmen, matrik, semen, namun beberapa istilah saja, Menurut Folk (1974), komposisi batugampimg klastik meliputi:
Allochem, merupankan fragmen yang tersusun oleh kerangka atua butiran- butiran klastik dari hasil abrasi dari batuganping yang telah ada. Macam- macam Allochem:
Kerangka organisme (skeletal) : merupakan fragmen yang terdiri atas cangkang- cangkang binatang atau hasil pertumbuan.
Interclast : merupakan fragmen yang terdiri atas butiran- butiran dari hasil abrasi natugamping yang telah ada.
Pisolitci : merupakan butiran-butiran oolit dengan ukuran lebih besar dari 2mm.
Pellet : merupakan fragmen yang menyerupai oolit tetapi tidak menunjukkan adanya struktur konsentris.
Mikrit, identik dengan matrik dalam sediment klastik dan merupakan kristal- kristal karbonat dengan ukuran lebih kecil dari 0,01mm, yang terbentuk pada saat sedimentasi serta mengisi rongga antar butir.
Sparit, merupakan hablur-hablur klastik yang jelas teramati.
Struktur
Pemeriannya hampir sama dengan pemerian batuan sedimen klastik.
Pemerian Batu Gamping Non Klastik
Batugamping non klastik adalah batugamping yang terbentuk dari proses-proses kimiawi maupun organis. Umumnya bersifat monomineral. Batugamping jenis ini dapat dibedakan menjadi:
Hasil biokimia : bioherm, biostrom
Hasil larutan kimia : travertin, tufa
Hasil replacement : batugamping fosfat, batugamping dolomit, batugamping silikat dan lain-lain.
Pemerian batugamping nonklastik pada prinsipnya sama dengan batuan sedimen non klastik lainnya.
BAB V
BATUAN METAMORF
Dasar Teori
Batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk dari hasil proses metamorfisme, dimana terjadi perubahan atau alterasi; physical (struktur, tekstur) dan chemical (mineralogical) dari suatu batuan pada temperatur dan tekanan tinggi dalam kerak bumi atau Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan induk yang lain, dapat berupa batuan beku, batuan sedimen, maupun batuan metamorf sendiri yang telah mengalami proses/perubahan mineralogi, tekstur maupun struktur sebagai akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang tinggi. Proses metamorfosa terjadi dalam fasa padat, tanpa mengalami fasa cair, dengan temperatur 200oC – 6500C. Menurut Grovi (1931) perubahan dalam batuan metamorf adalah hasil rekristalisasi dan dari rekristalisasi tersebut akan terbentuk kristal-kristal baru, begitupula pada teksturnya.
Menurut H. G. F. Winkler (1967), metamorfisme adealah proses yang mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh terhadap kondisi fisika dan kimia dalam kerak bumi, dimana kondisi tersebut berbeda dengan sebelumnya. Proses tersebut tidak termasuk pelapukan dandiagenesa.
Batuan metamorf atau batuan malihan adalah batuan yang terbentuk akibat proses perubahan temperatur dan/atau tekanan dari batuan yang telah ada sebelumnya. Akibat bertambahnya temperatur dan/atau tekanan, batuan sebelumnya akan berubah tektur dan strukturnya sehingga membentuk batuan baru dengan tekstur dan struktur yang baru pula. Contoh batuan tersebut adalah batu sabak atau slate yang merupakan perubahan batu lempung. Batu marmer yang merupakan perubahan dari batu gamping. Batu kuarsit yang merupakan perubahan dari batu pasir.Apabila semua batuan-batuan yang sebelumnya terpanaskan dan meleleh maka akan membentuk magma yang kemudian mengalami proses pendinginan kembali dan menjadi batuan-batuan baru lagi.
Pengertian Batuan Metamorf
Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200o-350oC < T < 650o-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Gambar 5.1. Memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah – medium dan tingkat tinggi (O'Dunn dan Sill, 1986).
Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km. Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa. penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.
Gambar 5.2. Memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982)
Adapun agen-agen metamorfisme yaitu:
Panas (temperatur).
Suhu atau temperatur merupakan agen atau faktor pengontrol yang berperan dalam proses metamorfisme. Kenaikan suhu atau temperatur dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan rekristalisasi atau pengkristalan kembali mineral-mineral dalam batuan yang telah ada dengan tidak melalui fase cair. Pada kondisi ini temperatur sekitar 350-1200 derajat celcius.
Takanan.
Tekanan atau pressure merupakan faktor pengontrol atau agen dari proses metamorfisme. Kenaikan tekanan dapat menyebabkan terjadi perubahan dan rekristalisasi pada mineral dalam batuan yang telah ada sebelumnya. Pada kondisi ini tekanan sekitar 1-10.000 bar (Jackson).
Cairan panas/aktivitas larutan kimia.
Adanya kenaikan temperatur, tekanan dan aktivitas larutan kimia, menyebabkan terjadinya perubahan dan rekristalisasi yaitu proses pengkristalan kembali mineral-mineral dan batuan yang telah ada dengan tidak melalui fase cair. Pada kondisi ini temperatur sekitar 350oC – 1200oC dan tekanan 1 – 10000 bar (Jackson) = (0,9869) atm.
Tipe Metamorfosa
Bucher dan Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan geologinya, metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
Metamorfosa regional / dinamothermal
Metamorfosa regional atau dinamothermal merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga yaitu : metamorfosa orogenik, burial, dan dasar samudera (ocean-floor).
Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang terorientasi dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses metamorfosa ini memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan juta tahun lalu.
Metamorfosa Burial
Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisai dan reaksi antara mineral dengan fluida.
Metamorfosa Dasar dan Samudera
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.
Metamorfosa Lokal
Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini dapat dibedakan menjadi
Metamorfosa Kontak
Terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di sekitar kontak massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh magma serta oleh deformasi akibat gerakan massa. Zona metamorfosa kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta penggantian dan penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus.
Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.
Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik atau quasi volkanik. Contoh pada xenolith atau pada zone dike.
Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinemati/Dinamik
Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan sranulasi batuan. Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia, fault gauge, ataumilonit.
Metamorfosa Hidrotermal/Metasotisme
Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.
Metamorfosa Impact
Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya mineral coesite danstishovite. Metamorfosa ini erat kaitannya dengan panas bumi (geothermal).
Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
Terjadi akibat adanya penurunan temperature sehingga kumpulan mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperature yang lebih rendah (Combs, 1961).
Gambar 5.3. Lokasi dan Tipe Metamorfisme
Deskripsi Batuan Metamorf
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit) disebutskistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.
Gambar 5.4. Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen, 1982)
Struktur Batuan Metamorf
Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
Struktur Foliasi
Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.
Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
Struktur Non Foliasi
Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif seragam.
Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap batuan asal.
Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran beragam.
Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk jarus ataufibrous.
Gambar 5.5. Sturuktur batuan metamorf (Comton; 1985)
Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German untuk "mata"), dan umumnya hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.
Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam penamaannya menggunakan akhiran kata–blastik.
Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya kristal besarnya disebut porfiroblast.
Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral seragam.
Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral prismatik yang sejajar dan terarah.
Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk euhedral.
Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya berbentuk anhedral.
Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata–blasto.
Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang porfiritik.
Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran butirnya sama dengan pasir.
Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lempung.
Gambar 5.6 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).
Ket: A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik.
B. Tekstur Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas.
C. Tekstur Skistose dengan porpiroblast euhedral.
D. Skistosity dengan domain granoblastik lentikuler.
E. Tekstur Semiskistose dengan meta batupasir di dalam matrik mika halus.
F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal.
G. Granit milonit di dalam proto milonit.
H. Ortomilonit di dalam ultramilonit.
I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.
Komposisi Batuan Metamorf
Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral tertentu, namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.
Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur dan struktur. Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan permukaan belahannya.
Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakanskis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Penamaan dan Klasifikasi Batuan Metamorf
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral, seperti:Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
1. Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
2. Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.
3. Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.
4. Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang sama disebut granofels.
5. Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.
6. Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.
7. Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak batuan beku.
Tabel 5.1 Klasifikasi Batuan Metamorf (O'Dunn dan Sill, 1986).
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dan penulisan laporan ini, maka disimpulkan bahwa:
Bumi ini tersusun oleh material – material batuan yang terdiri dari batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.
Batuan beku merupakan batuan hasil pembekuan magma yang sudah mendingin, baik yang pembekuannya di dalam kerak bumi maupun di luar.
Batuan sedimen merupakan hasil litifikasi dari batuan baik itu batuan beku, batuan sedimen, betuan metamorf yang tertrasport dengan medianya berupa air, angin, dan es dan diendapkan di laut.
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk akibat suhu dan tekanan.
6.2 Saran
Saran dari penulis untuk praktikum ini yaitu sebaiknya sebelum mahasiswa memulai praktikum harus terlebih dahulu mengerti apa itu petrologi. Sehingga hasil yang diperoleh memuaskan dan tidak mengambang.
Selain itu dengan adanya alat-alat laboratorium yang lengkap dan sample-sampel yang banyak, sehingga praktikum ini dapat memberi pengetahuan yang mendalam tentang struktur sbatuan sehingga memudahkan dalam penamaannya.