LAPORAN PRAKTIKUM
PENILAIAN STATUS GIZI
Disusun Oleh:
Nama : Nisa Khoirullisani
NIM : G1B014100
Nama Posyandu : Rempoah
Kelompok : 5
Jurusan : Kesehatan Masyarakat
FIKES Unsoed
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan
Mengetahui status gizi balita melalui pengukuran antropometri.
Mengetahui pola asupan gizi balita dengan merode recall 24 jam dan food frequency quetionnaire (FFQ).
Mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap ibu mengenai gizi balita.
Latar Belakang
Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Masalah tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam pengklasifikasiannya, status gizi bayi dipengaruhi oleh faktor intrinsik yang meliputi genetik, hormon, dan kehidupan intrauterin, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi asupan gizi, morbiditas, pola makan dan pengaruh lingkungan. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan dalam melakukan perbaikan status gizi bayi (Soedjatmiko, 2001).
United Nation Children's Fund (UNICEF) melaporkan Indonesia berada diperingkat kelima dunia untuk negara dengan jumlah anak terhambat pertumbuhannya paling besar dengan perkiraan 7,7% anak. Tahun 2011 prevalensi status gizi masih seperti tahun 2010 sebesar (4,9%) gizi buruk, gizi kurang (13%), walaupun tidak terjadi kenaikan, angka prevalensi status gizi kurang di Indonesia masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan standar yang di tetapkan World Health Organization (WHO) sebesar 10%. (Kemenkes RI, 2012).
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, secara nasional prevalensi berat-kurang pada anak adalah 19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat, padahal target RPJMN sebesar 15% pada tahun 2014. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9% dari 2007 dan 2013 (Kemenkes RI., 2014).
Berdasarkan laporan dari kabupaten/kota, jumlah kasus balita gizi buruk dengan indikator berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) di Jawa Tengah Tahun 2015 mencapai 922 kasus. Kasus terbanyak adalah di Brebes yaitu 82 kasus, diikuti Cilacap 76 kasus, dan Tegal serta Banyumas 57 kasus (Dinkesprov Jateng, 2015). Sedangkan berdasarkan data dari Profil Kesehatan Kabupaten Banyumas Bidang Gizi Masyarakat Tahun 2014, diperoleh data balita yang mengalami gizi buruk pada tahun 2014 adalah sebanyak 765 anak atau 0,8 %, pada tahun 2013 sebanyak 1.075 atau 1,1%. Pada tahun 2014 kasus gizi buruk atau BGM menurun. Kasus gizi buruk sepenuhnya telah tertangani oleh tenaga kesehatan (DKK Banyumas, 2014).
Peningkatan status kesehatan dan gizi dalam suatu masyarakat sangat penting dalam upaya peningkatan kualitas manusia dalam aspek lainnya seperti pendidikan dan produktivitas tenaga kerja. Salah satu upaya untuk meningkatkan status gizi yaitu dengan melakukan penilaian status gizi. Oleh karena itu, melalui praktikum Penilaian Status Gizi di Posyandu Desa Rempoah Kecamatan Baturraden diharapkan dapat memeriksa lebih dini status gizi balita dan memantau tumbuh kembang balita melalui pemeriksaan antropometri, metode recall, food frequency serta wawancara untuk menggali pengetahuan ibu mengenai gizi bayi agar tidak terjadi lagi kasus gizi buruk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Status Gizi
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Status gizi merupakan salah satu tolak ukur untuk menilai perkembangan kesehatan bayi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi status gizi seorang bayi, diantaranya pemberian ASI ekslusif, tingkat pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit (Beck, 2000).
Penilaian Status Gizi
Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran tubuh. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar panggul dan tebal lemak dibawah kulit. Ukuran tubuh manusia yang berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. (Supariasa dkk., 2002). Dari beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan sesuai dengan usia adalah yang paling sering dilakukan dalam survei gizi. Untuk keperluan perorangan di keluarga, berat badan (BB), tinggi badan (TB) atau panjang badan (PB) adalah yang paling dikenal.
Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu, penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan (Depkes RI., 2004).
Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan. Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. Berat badan seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : umur, jenis kelamin, aktifitas fisik, dan keturunan. Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan gambaran masa tubuh (otot dan lemak) (Supariasa dkk., 2002).
Alat yang digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan:
Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain.
Mudah diperoleh dan relatif murah harganya.
Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg
Skala mudah dibaca.
Cukup aman untuk menimbang anak balita.
Alat yang memenuhi persyaratan dan dianjurkan untuk menimbang anak balita adalah dacin (Supariasa dkk., 2002).
Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan, tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama. Pengukuran tinggi badan untuk balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukur tinggi "mikrotoa" (Microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm (Supariasa, dkk., 2002).
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U (tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB (Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun (Depkes RI., 2004).
Lingkar Lengan Atas (LILA)
Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan tertentu (Prasekolah), tetapi kurang sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa. Alat yang digunalan merupakan suatu pita pengukur berupa fiberglass atau jenis kertas tertentu berlapis plastik. LILA memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. LILA mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat mencerminkan status KEP pada balita dan KEK pada ibu WUS dan ibu hamil sebagai risiko bayi BBLR.
Kesalahan pengukuran LILA (ada berbagai tingkat ketrampilan pengukur) relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, mengingat batas antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LILA dari pada tinggi badan. Ambang batas pengukuran LILA pada bayi umur 0-30 hari yaitu 9,5 cm. sedangkan pada balita yaitu < 12,5 cm (Supariasa dkk., 2002).
Antopometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Indeks antropometri yang umum digunakan untuk menilai status gizi balita adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) serta lingkar lengan atas menurut umur (LILA/U) (Anggraeni dan Aviarini , 2010).
Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus:
Z-score = (NIS-NMBR) / NSBRZ-score = (NIS-NMBR) / NSBR
Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR
Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR
dimana : NIS : Nilai Induvidual Subjek
NMBR : Nilai Median Baku Rujukan
NSBR : Nilai Simpang Baku Rujukan
Tabel 2.1 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standar Baku Antropometeri WHO-NCHS
No.
Indeks yang Dipakai
Batas Pengelompokan
Sebutan Status Gizi
1.
BB/U
< –3 SD
Gizi Buruk
–3 s/d < –2 SD
Gizi Kurang
–2 s/d +2 SD
Gizi Baik
> +2 SD
Gizi Lebih
2.
TB/U
< –3 SD
Sangat Pendek
–3 s/d < –2 SD
Pekdek
–2 s/d +2 SD
Normal
> +2 SD
Tinggi
3.
BB/TB
< –3 SD
Sangat Kurus
–3 s/d < –2 SD
Kurus
–2 s/d +2 SD
Normal
> +2 SD
Gemuk
Sumber : Depkes RI., 2004
Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan Cipanas 2000 oleh para pakar Gizi dikategorikan seperti diperlihatkan pada tabel 2.1 diatas serta diinterpretasikan berdasarkan gabungan tiga indeks antropometri seperti yang terlihat pada tabel berikut.
Tabel 2.2 Kategori Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks (BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)
No.
Indeks Antropometri
Keterangan
BB/U
TB/U
BB/U
1.
Baik
Pendek
Gemuk
Kronis-Gemuk
2.
Lebih
Pendek
Gemuk
Kronis-Gemuk
3.
Baik
Normal
Gemuk
Gemuk
4.
Lebih
Normal
Gemuk
Tidak kronis-Gemuk
5.
Lebih
Normal++
Normal
Gizi baik, tidak akut/kronis
6.
Lebih
Normal
Gemuk
Gemuk
7.
Lebih
Normal
Normal
Baik
8.
Baik
Pendek
Normal
Kronis
9.
Baik
Normal
Normal
Gizi baik, tidak akut/kronis
10.
Baik
Normal
Normal
Baik
11.
Kurang
Pendek
Normal
Kronis-Tidak akut
12.
Kurang
Normal
Normal
Baik
13.
Baik
Normal
Kurus
Akut
14.
Baik
Normal++
Kurus
Tidak kronis-Akut
15.
Kurang
Pendek
Kurus
Kronis-Akut
16.
Kurang
Normal
Kurus
Tidak kronis-Akut
17.
Kurang
Normal
Kurus
Akut
Sumber: Depkes RI, 2004
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak remaja ibu hamil dan olahragawan. IMT juga tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti adanya edema, asites, dan hepatomegali. Rumus untuk menghitung IMT yaitu:
IMT=Berat badan (kg)Tinggi Badan mx Tinggi badan (m)
Setelah IMT dihitung, kemudian dikategorikan seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.3 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori
IMT
Kurus
Kekurangan BB tingkat berat
< 17,0
Kekurangan BB tingkat ringan
17,0 – 18,5
Normal
> 18,5 – 25,0
Gemuk
Kelebihan BB tingkat ringan
> 25,0 – 27,0
Kelebihan BB tingkat berat
> 27,0
Sumber : Depkes RI., 2002
Pemeriksaan Klinis
Metode pemeriksaan klinis didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaaan tubuh seperti kelenjar tiroid. (Supariasa dkk., 2002).
Tanda-tanda klinis gizi kurang dapat menjadi indikator yang penting untuk menduga defisiensi gizi, tetapi pemeriksaan terhadap tanda-tanda tersebut memiliki kelemahan bila diinterpretasikan hanya atas dasar data klinis saja. Adanya dukungan pemeriksaan konsumsi pangan dan biokimia serta pemeriksaan konsumsi pangan dan biokimia serta pemeriksaan yang lain sangat membantu dalam menilai keadaan gizi individu atau masyarakat (Supariasa dkk., 2002). Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical survey). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu, digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan khusus gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.
Metode Recall 24 Jam
Prinsip metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini, responden, ibu atau pengasuh (bila anak masih kecil) disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Biasanya, dimulai sejak ia bangun kemarin sampai dia istirahat tidur malam harinya. Hal penting yang perlu diketahui bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring, dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari (Supariasa dkk., 2002).
Petugas melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram). Dalam menaksir/memperkirakan ke dalam ukuran berat (gram) pewawancara menggunakan alat bantu seperti contoh URT atau dengan menggunakan model dari makanan (food model). Setelah itu menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Selanjutnya membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang dianjurkan (DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia
Sebelum melakukan perhitungan Tingkat Konsumsi Energi (TKE) individu, dilakukan perhitungan BB ideal dan AKG individu (energi).
Perhitungan tersebut sebagai berikut:
BB ideal (untuk anak 1-5 tahun) = (Umur dalam tahun x 2) + 8
AKG individu (energi) =BB idealBB standar x Energi Standar
TKE individu =Konsumsi individuAKG individu (energi) x 100%
Kriteria :
Baik : > 100% AKG
Sedang : 80-90% AKG
Kurang : 70-80% AKG
Defisit : < 70% AKG
Perhitungan Tingkat Konsumsi Protein (TKP) juga didahului dengan perhitungan AKG individu (protein). Perhitunan tersebut sebagai berikut:
AKG individu (protein) =BB idealBB standar x Protein Standar
TKP individu =Konsumsi proteinAKG individu (protein) x 100%
Kriteria:
Lebih : > 100% AKG
Baik : 80-100% AKG
Kurang : < 80% AKG
Metode Frekuensi Makan
Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang asupan energi dan/atau zat-zat gizi seseorang dengan menanyakan frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi yang merupakan sumber utama zat-zat gizi yang diteliti. Kuesioner memuat daftar bahan makanan atau kelompok makanan yang merupakan kontributor penting terhadap asupan energi dan zat-zat gizi penduduk. Responden menyatakan berapa kali sehari, seminggu, sebulan, atau setahun ia mengkonsumsi makanan tersebut. Kuesionair ini biasanya menggunakan ukuran standar porsi (jumlah yang umumnya dimakan per porsi untuk berbagai golongan umur atau gender) yang diperoleh dari data populasi (Almatsier, 2005).
Metode Food Frequency Quetionairre (FFQ) adalah yang tepat di perlukan untuk menilai asupan makanan dalam studi populasi, praktis dan memberikan perkiraan yang lebih valid untuk mewakili asupan yang biasa dari pada recall 24 jam. Selama dua dekade terakhir metode FFQ dapat diterima sebagai metode yang baik dalam penilaian asupan makanan secara kuantitatif, terutama untuk memperkirakan asupan makanan yang sebenarnya. Ada banyak keuntungan FFQ sehingga mendorong untuk digunakan dalam sejumlah penelitian tertentu (Suparjo, 2013).
Langkah-langkah pelaksanaan metode frekuensi makanan yaitu:
Responden diminta memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran proporsinya.
Melakukan rekapitulasi tentang penggunaan jenis bahan makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumber-sumber zat gizi tertentu selama periode tertentu pula (Supariasa dkk., 2002).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita
Menurut Supariasa (2012) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi balita terbagi menjadi 2:
Faktor Langsung
Keadaan infeksi
Supariasa, 2012 menyatakan bahwa ada hubungan yang erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan kejadian malnutrisi. Ditekankan bahwa terjadi interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi. Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorbsi dan kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit, peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat penyakit diare, mual/muntah dan perdarahan terus menerus serta meningkatnya kebutuhan baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit dan parasit yang terdapat dalam tubuh.
Konsumsi makan
Pengukuran konsumsi makan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi dan menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi.
Faktor Tidak Langsung
Pengaruh budaya
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah. Konsumsi makanan yang rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit, terutama penyakit infeksi saluran pencernaan. Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan gizi dalam keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah, juga dipengaruhi oleh produksi pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional.
Pola pemberiaan makanan
Program pemberian makanan tambahan juga merupakan factor langsung yang merupakan program untuk menambah nutrisi pada balita ini biasanua diperoleh saat mengikuti posyandu. Adapun pemberin tambahan makanan tersebut berupa makanan pengganti ASI yang biasa didapat dari puskesmas setempat (Almatsier, 2005).
Faktor sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi dibedakan berdasarkan:
Data sosial
Data sosial ini meliputi keadaan penduduk di suatu masyarakat, keadaan keluarga, pendidikan, perumahan, penyimpanan makanan, air dan kakus. Ada hubungan antara peran kader dengan status gizi balita, hal itu dikarenakan adanya informasi yang didapatkan melalui pengambilan data yang telah dilakukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran kader dapat berpengaruh terhadap status gizi balita, yang berarti semakin tinggi peran kader maka semakin tinggi pula penurunan angka gizi buruk pada balita (Purwanti, 2014).
Data ekonomi
Data ekonomi meliputi pekerjaan, pendapatan keluarga, kekayaan yang terlihat seperti tanah, jumlah ternak, perahu, mesin jahit, kendaraan dan sebagainya serta harga makanan yang tergantung pada pasar dan n variasi musim. Dinegara Indonesia yang jumlah pendapatan penduduk sebagian rendah adalah golongan rendah dan menengah akan berdampak pada pemenuhan bahan makanan terutama makanan yang bergizi. Adanya pendapatan yang baik yang diperoleh masarakat dapat membatu dalam hal peningkatan status gizi, yang berarti ketika jumlah pendapatan semakin meningkat maka segala pemenuhan gizi balita akan dapat terpenuhi sehingga peningkatan status gizi balita dapat dilakukang (Purwanti, 2014).
Pola asuh keluarga
Pola asuh adalah pola pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya. Setiap anak membutuhkan cinta, perhatian, kasih sayang yang akan berdampak terhadap perkembangan fisik, mental dan emosional. Terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anak dan pola asuh ibu dengan status gizi anak balita. Pekerjaan ibu merupakan faktor yangpaling dominan berhubungan dengan status gizi. Faktor pengetahuan ibu tidak dapat dilakukan uji statistik sehingga tidak didapatkan hubungan (Putri, 2015).
Produksi pangan
Data yang relevan untuk produksi pangan adalah penyediaan makanan keluarga, sistem pertanian, tanah, peternakan dan perikanan serta keuangan.
Pelayanan kesehatan dan pendidikan
Pelayanan kesehatan meliputi ketercukupan jumlah pusat-pusat pelayanan kesehatan yang terdiri dari kecukupan jumlah rumah sakit, jumlah tenaga kesehatan, jumlah staf dan lain-lain. Fasilitas pendidikan meliputi jumlah anak sekolah, remaja dan organisasi karang tarunanya serta media masa seperti radio, televisi dan lain-lain.
BAB III
METODE PELAKSANAAN
Waktu Pelaksanaan
Praktikum penilaian status gizi ini dilaksanakan pada Sabtu, 20 Mei 2017 pukul 08.00 WIB sampai dengan selesai.
Tempat Pelaksanaan
Tempat pelaksanaan praktikum penilaian status guizi ini adalah di Posyandu Rempoah Desa Rempoah Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas.
Alat dan Bahan
Alat
Timbangan bayi (baby scale)
Infantometer
Metlin/meteran baju
Pita Lila
Timbangan BB injak
Microtoise
Kuesioner
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu berupa kumpulan food model yang digunakan untuk recall, yakni berupa:
Tabel 3.1 Food Model Praktikum Penilaian Status Gizi
Bahan Makanan
Berat (gr)
URT
Nasi
100
¾ gelas
Daging ayam
50
1 potong sedang
Ikan
50
1 potong sedang
Tempe
50
2 potong sedang
Tahu
100
2 potong sedang
Sawi hijau
100
1 ikat kecil
Kacang panjang
100
1 gelas
Pepaya
100
1 potong sedang
Pisang ambon
75
1 buah sedang
Prosedur Pengukuran Status Gizi
Pengukuran Berat Badan Bayi
Timbangan bayi (baby scale) disiapkan dan diletakkan pada meja yang rata Timbangan bayi (baby scale) disiapkan dan diletakkan pada meja yang rata
Timbangan bayi (baby scale) disiapkan dan diletakkan pada meja yang rata
Timbangan bayi (baby scale) disiapkan dan diletakkan pada meja yang rata
Hasil pengukuran berat badan bayi dicatat Hasil pengukuran berat badan bayi dicatat Timbangan dikalibrasikan pada angka 0 Timbangan dikalibrasikan pada angka 0
Hasil pengukuran berat badan bayi dicatat
Hasil pengukuran berat badan bayi dicatat
Timbangan dikalibrasikan pada angka 0
Timbangan dikalibrasikan pada angka 0
Bayi diletakkan pada timbangan dengan posisi terlentang Bayi diletakkan pada timbangan dengan posisi terlentang
Bayi diletakkan pada timbangan dengan posisi terlentang
Bayi diletakkan pada timbangan dengan posisi terlentang
Infantometer disiapkan dan diletakkan di meja yang rataInfantometer disiapkan dan diletakkan di meja yang rataPengukuran Panjang Badan Bayi
Infantometer disiapkan dan diletakkan di meja yang rata
Infantometer disiapkan dan diletakkan di meja yang rata
Tarik geser bagian yang dapat digeser sampai diperkirakan cukup panjang untuk menaruh bayiTarik geser bagian yang dapat digeser sampai diperkirakan cukup panjang untuk menaruh bayiPandangan responden lurus ke depan dan tangan dalam posisi tergantung bebas.Pandangan responden lurus ke depan dan tangan dalam posisi tergantung bebas.Microtoise digeser sampai menyentuh bagian atas kepala responden.Microtoise digeser sampai menyentuh bagian atas kepala responden.Angka yang tertera dibaca, pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah, sejajar dengan mata praktikan.Angka yang tertera dibaca, pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah, sejajar dengan mata praktikan.
Tarik geser bagian yang dapat digeser sampai diperkirakan cukup panjang untuk menaruh bayi
Tarik geser bagian yang dapat digeser sampai diperkirakan cukup panjang untuk menaruh bayi
Pandangan responden lurus ke depan dan tangan dalam posisi tergantung bebas.
Pandangan responden lurus ke depan dan tangan dalam posisi tergantung bebas.
Microtoise digeser sampai menyentuh bagian atas kepala responden.
Microtoise digeser sampai menyentuh bagian atas kepala responden.
Angka yang tertera dibaca, pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah, sejajar dengan mata praktikan.
Angka yang tertera dibaca, pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah, sejajar dengan mata praktikan.
Bayi dibaringkan dengan posisi terlentang, diantara kedua siku, dan kepala bayi ditempelkan pada bagian yang tidak dapat digeserBayi dibaringkan dengan posisi terlentang, diantara kedua siku, dan kepala bayi ditempelkan pada bagian yang tidak dapat digeser
Bayi dibaringkan dengan posisi terlentang, diantara kedua siku, dan kepala bayi ditempelkan pada bagian yang tidak dapat digeser
Bayi dibaringkan dengan posisi terlentang, diantara kedua siku, dan kepala bayi ditempelkan pada bagian yang tidak dapat digeser
Kedua kaki bayi dirapatkan, lutut bayi ditekan sampai lurus dan menempel pada meja, telapak kaki ditekan sampai membentuk sikuKedua kaki bayi dirapatkan, lutut bayi ditekan sampai lurus dan menempel pada meja, telapak kaki ditekan sampai membentuk siku
Kedua kaki bayi dirapatkan, lutut bayi ditekan sampai lurus dan menempel pada meja, telapak kaki ditekan sampai membentuk siku
Kedua kaki bayi dirapatkan, lutut bayi ditekan sampai lurus dan menempel pada meja, telapak kaki ditekan sampai membentuk siku
Bagian panel yang dapat digeser sampai persis menempel pada telapak kaki bayiBagian panel yang dapat digeser sampai persis menempel pada telapak kaki bayi
Bagian panel yang dapat digeser sampai persis menempel pada telapak kaki bayi
Bagian panel yang dapat digeser sampai persis menempel pada telapak kaki bayi
Hasil pengukuran panjang badan bayi dicatatHasil pengukuran panjang badan bayi dicatat
Hasil pengukuran panjang badan bayi dicatat
Hasil pengukuran panjang badan bayi dicatat
Pengukuran Berat Badan Ibu
Timbangan injak disiapkan dan diletakkan pada permukaan tanah/lantai yang rata Timbangan injak disiapkan dan diletakkan pada permukaan tanah/lantai yang rata
Timbangan injak disiapkan dan diletakkan pada permukaan tanah/lantai yang rata
Timbangan injak disiapkan dan diletakkan pada permukaan tanah/lantai yang rata
Timbangan dikalibrasikan pada angka 0 Timbangan dikalibrasikan pada angka 0
Timbangan dikalibrasikan pada angka 0
Timbangan dikalibrasikan pada angka 0
Responden berdiri diatas timbangan dengan posisi badan tegak dan kepala menghadap lurus ke depan Responden berdiri diatas timbangan dengan posisi badan tegak dan kepala menghadap lurus ke depan
Responden berdiri diatas timbangan dengan posisi badan tegak dan kepala menghadap lurus ke depan
Responden berdiri diatas timbangan dengan posisi badan tegak dan kepala menghadap lurus ke depan
Hasil pengukuran berat badan dicatat Hasil pengukuran berat badan dicatat
Hasil pengukuran berat badan dicatat
Hasil pengukuran berat badan dicatat
Pengukuran Tinggi Badan Ibu
Microtoise disiapkan dan diletakkan pada dinding yang tegak lurus dengan permukaan tanah/lantai yang rataMicrotoise disiapkan dan diletakkan pada dinding yang tegak lurus dengan permukaan tanah/lantai yang rata
Microtoise disiapkan dan diletakkan pada dinding yang tegak lurus dengan permukaan tanah/lantai yang rata
Microtoise disiapkan dan diletakkan pada dinding yang tegak lurus dengan permukaan tanah/lantai yang rata
Responden berdiri tegak, persis dibawah microtoise tanpa menggunakan alas kaki Responden berdiri tegak, persis dibawah microtoise tanpa menggunakan alas kaki
Responden berdiri tegak, persis dibawah microtoise tanpa menggunakan alas kaki
Responden berdiri tegak, persis dibawah microtoise tanpa menggunakan alas kaki
Angka yang tertera dibaca sejajar dengan mata praktikan lalu hasilnya dicatatAngka yang tertera dibaca sejajar dengan mata praktikan lalu hasilnya dicatatMicrotoise digeser sampai menyentuh bagian atas kepala respondenMicrotoise digeser sampai menyentuh bagian atas kepala respondenPosisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat, dan tumit ditempelkan pada dinding tempat microtoise dipasangPosisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat, dan tumit ditempelkan pada dinding tempat microtoise dipasang
Angka yang tertera dibaca sejajar dengan mata praktikan lalu hasilnya dicatat
Angka yang tertera dibaca sejajar dengan mata praktikan lalu hasilnya dicatat
Microtoise digeser sampai menyentuh bagian atas kepala responden
Microtoise digeser sampai menyentuh bagian atas kepala responden
Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat, dan tumit ditempelkan pada dinding tempat microtoise dipasang
Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat, dan tumit ditempelkan pada dinding tempat microtoise dipasang
Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
Posisi pangkal bahu dan posisi ujung siku pada tangan sebelah kiri ditentukan dengan telapak tangan ke arah perut dalam keadaan rileksPosisi pangkal bahu dan posisi ujung siku pada tangan sebelah kiri ditentukan dengan telapak tangan ke arah perut dalam keadaan rileks
Posisi pangkal bahu dan posisi ujung siku pada tangan sebelah kiri ditentukan dengan telapak tangan ke arah perut dalam keadaan rileks
Posisi pangkal bahu dan posisi ujung siku pada tangan sebelah kiri ditentukan dengan telapak tangan ke arah perut dalam keadaan rileks
Pita Lila diletakkan di sepanjang pangkal bahu dan ujung sikuPita Lila diletakkan di sepanjang pangkal bahu dan ujung siku
Pita Lila diletakkan di sepanjang pangkal bahu dan ujung siku
Pita Lila diletakkan di sepanjang pangkal bahu dan ujung siku
Titik tengah ditentukan antara pangkal bahu dan ujung siku respondenTitik tengah ditentukan antara pangkal bahu dan ujung siku responden
Titik tengah ditentukan antara pangkal bahu dan ujung siku responden
Titik tengah ditentukan antara pangkal bahu dan ujung siku responden
Pita Lila pada titik tengah lengan dilingkarkan dan ujung pita dimasukkan pada lubang yang ada pada pita LilaPita Lila pada titik tengah lengan dilingkarkan dan ujung pita dimasukkan pada lubang yang ada pada pita Lila
Pita Lila pada titik tengah lengan dilingkarkan dan ujung pita dimasukkan pada lubang yang ada pada pita Lila
Pita Lila pada titik tengah lengan dilingkarkan dan ujung pita dimasukkan pada lubang yang ada pada pita Lila
Pita ditarik perlahan dengan posisi pita tidak terlalu longgar dan tidak terlalu ketatPita ditarik perlahan dengan posisi pita tidak terlalu longgar dan tidak terlalu ketat
Pita ditarik perlahan dengan posisi pita tidak terlalu longgar dan tidak terlalu ketat
Pita ditarik perlahan dengan posisi pita tidak terlalu longgar dan tidak terlalu ketat
Hasil pengukuran dilihat dan dicatatHasil pengukuran dilihat dan dicatat
Hasil pengukuran dilihat dan dicatat
Hasil pengukuran dilihat dan dicatat
Metode Survey Konsumsi Makanan
Metode Recall 24 Jam
Kuesioner recall 24 jam disiapkanKuesioner recall 24 jam disiapkan
Kuesioner recall 24 jam disiapkan
Kuesioner recall 24 jam disiapkan
Responden diminta untuk menceritakan semua yang dikonsumsi oleh bayinya selama 24 jam yang lalu (kemarin) secara detailResponden diminta untuk menceritakan semua yang dikonsumsi oleh bayinya selama 24 jam yang lalu (kemarin) secara detail
Responden diminta untuk menceritakan semua yang dikonsumsi oleh bayinya selama 24 jam yang lalu (kemarin) secara detail
Responden diminta untuk menceritakan semua yang dikonsumsi oleh bayinya selama 24 jam yang lalu (kemarin) secara detail
Hasil recall dicatatHasil recall dicatat
Hasil recall dicatat
Hasil recall dicatat
Metode Food Frequency Questionnaire (FFQ)
Kuesioner Food Frequency disiapkanKuesioner Food Frequency disiapkan
Kuesioner Food Frequency disiapkan
Kuesioner Food Frequency disiapkan
Ditanyakan kesediaannya untuk menjadi respondenDitanyakan kesediaannya untuk menjadi responden
Ditanyakan kesediaannya untuk menjadi responden
Ditanyakan kesediaannya untuk menjadi responden
Responden diwawancarai sesuai pedoman kuesioner yang telah disediakanResponden diwawancarai sesuai pedoman kuesioner yang telah disediakan
Responden diwawancarai sesuai pedoman kuesioner yang telah disediakan
Responden diwawancarai sesuai pedoman kuesioner yang telah disediakan
Pada saat wawancara dilakukan pula pengamatan secara langsung mengenai kondisi fisik/ klinis dari anak responden dan anaknyaPada saat wawancara dilakukan pula pengamatan secara langsung mengenai kondisi fisik/ klinis dari anak responden dan anaknya
Pada saat wawancara dilakukan pula pengamatan secara langsung mengenai kondisi fisik/ klinis dari anak responden dan anaknya
Pada saat wawancara dilakukan pula pengamatan secara langsung mengenai kondisi fisik/ klinis dari anak responden dan anaknya
Hasil wawancara dan pengamatan dicatat secara lengkapHasil wawancara dan pengamatan dicatat secara lengkap
Hasil wawancara dan pengamatan dicatat secara lengkap
Hasil wawancara dan pengamatan dicatat secara lengkap
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Identitas Keluarga dan Balita
Identitas Keluarga
Nama Kepala Keluarga : Niat Leksono
Alamat : RT 01/ RW 05 Rempoah, Baturraden
Tabel. 4.1 Identitas Keluarga
No.
Nama
L/P
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan (sebulan)
1.
Niat Leksono
L
23 th
SMK
Wiraswasta
± Rp 1.500.000
2.
Meliana Hanifah
P
20 th
SMK
IRT
3.
Fatih Dzamira P.
P
3 bln 24 hr
-
Jumlah
± Rp 1.500.000
Berdasarkan Tabel 4.1 anggota keluarga terdiri dari 3 orang yaitu Niat Leksosno sebagai kepala keluarga, Meliana Hanifah sebagai istri dan baru memiliki satu orang anak bernama Fatih Dzamira Putri. Pemasukan keluarga hanya dari pendapatan kepala keluarga yaitu sebesar ± Rp 1.500.000 per bulan.
Identitas Bayi
Nama : Fatih Dzamira Putri
Tanggal Lahir : 24 Januari 2017 Umur : 3 bulan 26 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Antopometri
Hasil pengukuran antropometri dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.2 Hasil Antropometri
BB
PB / TB
LK / Lila
Status Gizi (Z-Skor)
BB/U
PB/U
BB/PB
IMT/U
Anak
6,8 kg
60 cm (PB)
41,5 cm (LK)
1,1
0,1
1,3
1,4
Ibu
55 kg
148 cm (TB)
29 cm (Lila)
IMT : 25,1
Berdasarkan Tabel 4.2 hasil pengukuran antropometri terhadap Dzamira didapatkan bahwa nilai BB/U yaitu 1,1; PB/U yaitu 0,1; BB/PB yaitu 1,3 dan IMT/U yaitu 1,4.
Perhitungan Status Gizi (Z-Score)
IMT
IMT = Berat badan (kg)Tinggi Badan m2
IMT = 6,8 kg0,6 (m)2
IMT = 6,8 kg0,36 (m)2
IMT = 18,89 18,9
Jadi, IMT Dzamira adalah 18,9
BB/U
BB/U = BB obs -Median BB bakuSD BB baku
BB/U = 6,8 - 5,87,5 - 6,6
BB/U = 10,9
BB/U = 1,1
Jadi, z-score dari berat badan menurut umur (BB/U) Dzamira adalah 1,1.
PB/U
PB/U = PB obs -Median PB bakuSD PB baku
PB/U = 60 - 59,861,9 - 59,8
PB/U = 0,22,1
PB/U = 0,095 0,1
Jadi, z-score dari panjang badan menurut umur (PB/U) Dzamira adalah 0,1.
BB/PB
BB/PB = BB obs -Median BB bakuSD BB baku
BB/PB = 6,8 - 5,97,1 - 6,4
BB/PB = 0,90,7
BB/PB = 1,29 1,3
Jadi, z-score dari berat badan menurut panjang badan (BB/PB) Dzamira adalah 1,3.
IMT/U
IMT/U = IMT obs -Median IMT bakuSD IMT baku
IMT/U = 18,9 - 16,419,7 - 17,9
IMT/U = 2,51,8
IMT/U = 1,39 1,4
Jadi, z-score dari indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) Dzamira adalah 1,4.
Biokimia
Praktikum penilaian status gizi tidak mengidentifikasi dari segi biokimia tubuh sehingga tidak didapatkan hasil berarti mengenai analisis biokimia dalam diri balita.
Fisik-Klinis
Berdasarkan pengamatan untuk pemeriksaan fisik-klinis didapatkan hasil sebagai berikut.
Tabel. 4.3 Hasil Pemeriksaan Fisik-Klinis
No.
Pemeriksaan
Keterangan
1.
Badan (kesan umum)
Normal
2.
Wajah
Normal
3.
Kulit
Normal
4.
Mental
Baik
5.
Rambut
Normal
6.
Mata
Normal
7.
Leher (Palpasi)
Normal
7.
Otot
Normal
8.
Gangguan gastrointestinal dan perilaku makan
Normal
Berdasarkan Tabel 4.3 hasil pemeriksaan fisik-klinis melalui pengamatan secara langsung terhadap Dzamira menunjukkan bahwa secara fisik kondisi Dzamira normal dan baik tidak terlihat adanya gangguan yang muncul.
Konsumsi Makan
Dzamira adalah seorang bayi yang baru berusia 3 bulan 26 hari, karena usianya yang masih dibawah 6 bulan, maka Dzamira hanya diberikan ASI saja oleh ibunya, tanpa susu formula maupun MP-ASI. ProduksiASI diberikan dari mulai pagi hingga malamroduksi ASI ibunya sekitar 600 ml/hari. Menurut ibunya Dzamira sering diberikan ASI dengan frekuensi 10 kali setiap hari dan durasi 30 menit setiap kali menyusui. Taksiran volume ASI yang dikonsumsi oleh Dzamira dalam sehari adalah
Vol. ASI/hari = 10 kali x 30 menit = 300 menit (24 jam = 1.440 menit)
= 3001.440 x 600 ml
= 125 ml/hari
Nilai gizi dari ASI yang dikonsumsi sehari (125 ml/hari) dengan kandungan dalam 100 ml ASI yaitu Energi 62 kalori; Protein 1,5 gram; Lemak 3,2 gram; dan Karbohidrat 7 gram adalah
Energi = 125 ml100 ml x 62 kkal = 77,5 kkal
Protein = 125 ml100 ml x 1,5 gr = 1,88 gr
Lemak = 125 ml100 ml x 3,2 gr = 4 gr
Karbohidrat = 125 ml100 ml x 7 gr = 8,75 gr
Berdasarkan hasil tersebut Angka Kecukupun Energi (AKE) dan Tingkat Kecukupan Energi (TKE) dari Dzamira adalah
AKE = 6,8 kg6 kg x 550 kkal = 623,3 kkal
TKE = 77,5 kkal623,3 kkal x 100% = 12,4%
Analisis Kuesioner Masing-masing Tambahan
Analisis kuesioner tambahan digunakan untuk mengetahui pengaruh ekologi. Adapun kuesionernya terdiri dari kebiasaan makan balita (pola asuh makan), sikap terhadap gizi, riwayat kesehatan, dan keterlibatan dalam posyandu. Untuk analisis hasil dan interpretasinya disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Kebiasaan Makan Balita (Pola Asuh Makan)
Berdasarkan pedoman wawancara yang telah disediakan, hanya ada dua pertanyaan yang relevan untuk ditanyakan kepada responden karena anak dari responden berusia 3 bulan 26 hari dan hanya diberikan ASI saja.
Tabel 4.4 Kebiasaan Makan Bayi (Pola Asuh Makan)
No.
Pertanyaan
Jawaban
1.
Sewaktu bayi Ibu lahir apakah diberi ASI?
Iya
2.
Apakah saat penelitian masih diberi ASI?
Iya
Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan hasil bahwa sewaktu Dzamira lahir ibunya langsung memberikan ASI, dan saat penelitian berlangsung Dzamira masih mengonsumsi ASI saja tanpa susu formula atau MP-ASI karena usianya masih dibawah 6 bulan (3 bulan 26 hari). Produksi ASI Ibu Meliana pun cukup banyak dan lancar.
Sikap terhadap Gizi
Hasil wawancara terhadap Ibu Meliana disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.5 Sikap Ibu terhadap Gizi
No.
Pertanyaan
Setuju
Ragu-ragu
Tidak Setuju
1.
Salah satu cara untuk mengetahui kesehatan dan pertumbuhan anak adalah dengan menimbang balita Ibu.
2.
Hasil penimbangan berat badan balita sebaiknya dicatat pada Kartu Menuju Sehat (KMS/Buku KIA).
3.
Jika berat badan balita tetap dibanding dengan hasil penimbangan bulan yang lalu berarti anak itu tetap sehat.
4.
ASI yang pertama kali keluar (kolostrum) sangat baik untuk bayi.
5.
Jika balita Ibu berumur 6 bulan, disamping ASI harus ditambahkan makanan lain.
6.
Sayuran hijau perlu dihidangkan sehari-hari, karena mengandung vitamin A.
Berdasarkan Tabel 4.5 diperoleh hasil bahwa responden menyatakan setuju mengenai penimbangan balita adalah salah satu cara menegetahui kesehatan dan pertumbuhan anak, hasil penimbangan sebaiknya dicatat pada Kartu Menuju Sehat, ASI yang pertama kali keluar sangat baik untuk bayi. Sedangkan responden menyatakan ragu-ragu pada pernyataan ketiga yaitu jika berat badan balita tetap dibandingkan dengan hasil penimbangan bulan yang lalu berarti anak tersebut sehat, pernyataan kelima yaitu jika balita Ibu berumur 6 bulan, disamping ASI harus ditambahkan makanan lain dan pernyataan keenam yaitu sayuran hijau perlu dihidangkan sehari-hari, karena mengandung vitamin A. Sehingga keseluruhan skor sikap ibu terkait gizi cukup baik. Hal ini terbukti dengan pernyataan sikap dijawab dengan benar.
Riwayat Kesehatan
Hasil wawancara mengenai riwayat kesehatan keluarga disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 4.6 Riwayat Kesehatan
No.
Pertanyaan
Jawaban
1.
Apakah dalam seminggu terakhir ada anggota keluarga yang sakit?
Ya
2.
Siapa yang menderita, apa gejala sakitnya dan berapa lama?
Niat Leksono (Ayah dari Dzamira) gejalanya demam sudah 3 hari
3.
Ke mana biasanya anggota keluarga melakukan pengobatan?
Dokter
4.
Berapa jarak tempat pengobatan dari tempat tinggal anggota keluarga?
± 1 km
5.
Menurut Ibu, dengan jarak ke pelayanan kesehatan ± 1 km tersebut, dikatakan jauhkan atau dekat?
Dekat
6.
Kapan kali terakhir balita Ibu sakit? dan sakit apa?
Bulan yang lalu setelah imunisasi, sakit demam karena KIPI DPT
Berdasarkan Tabel 4.6 didapatkan hasil bahwa keluarga responden ada yang mengalami sakit dalam jangka waktu seminggu terakhir. Keluarga yang sakit yaitu ayahnya Dzamira. Gejala penyakitnya yaitu demam yang sudah berlangsung selama 3 hari. Biasanya jika terdapat anggota keluarga yang sakit langsung dibawa ke dokter untuk mendapatkan pengobatan. Jarak antara rumah Dzamira dengan tempat pengobatan adalah sekitar 1 km. Dzamira mengalami sakit dengan gejala demam pada bulan yang lalu setelah mendapatkan imunisasi DPT
Keterlibatan dalam Program Posyandu
Hasil wawancara mengenai keterlibatan dalam program posyandu terhadap responden disajikan pada tebel berikut.
Tabel 4.7 Keterlibatan Responden dalam Program Posyandu
No.
Pertanyaan
Jawaban
1.
Apakah Ibu mengerti tentang Posyandu?
Ya
2.
Apa saja program Posyandu?
Penimbangan, imunisasi, PMT dan penyuluhan
3.
Apakah Ibu selalu hadir mengikuti kegiatan Posyandu?
Ya
4.
Apa manfaat menimbang balita?
Mengetahui BB balita, kesehatan balita dan untuk memperoleh imunisasi
Berdasarkan Tabel 4.7 responden mengerti tentang adanya posyandu. Menurut responden, posyandu mempunyai program penimbangan, imunisasi, pemberian makanan tambahan dan penyuluhan. Setelah anaknya lahir, selama ada kegiatan posyandu responden rutin membawa Dzamira ke posyandu. Menurut responden manfaat dari penimbangan balita adalah agar dapat mengetahui berat badan balita, mengetahui kesehatan balita dan memperoleh imunisasi.
Pembahasan
Kegiatan praktikum penilaian status gizi dilakukan untuk menilai status gizi balita tepatnya di Posyandu Desa Rempoah Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas. Praktikan mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai Ibu Meliana yang memiliki anak bernama Dzamira. Anak dari pasangan Niat Leksono (23 tahun) dan Meliana Hanifah (20 tahun) ini lahir pada tanggal 24 Januari 2017, pada saat penelitian berlangsung usia Dzamira 3 bulan 26 hari. Ayah responden bekerja sebagai wiraswasta dengan pendidikan terakhir SMK sedangkan ibu responden sebagai ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir yaitu SMK.
Praktikum penilaian status gizi ini mencakup beberapa aspek penilaian yaitu antropometri, fisik-klinis, recall 24 jam, kebiasaan makan balita (pola asuh makanan), sikap Ibu terhadap gizi, riwayat kesehatan dan keterlibatan dalam kegiatan posyandu.
Pemeriksaan Antropometri
Hasil penimbangan berat badan Dzamira menggunakan timbangan bayi (baby scale) yang dihitung nilai Z-skor dari indeks berat badan menurut umur (BB/U) termasuk ke dalam kategori gizi baik karena menurut Depkes RI. (2004), apabila indeks BB/U terletak di antara -2 SD sampai +2 SD artinya balita bergizi baik. Panjang badan, proporsi tubuh bayi tergolong normal, karena berdasarkan Kepmenkes RI 1995/Menkes/SK/XII/2010 jika nilai Z-Skor PB/U, BB/PB dan IMT/U adalah antara -2 SD sampai +2 SD maka dikategorikan normal.
Kekurangan dan kelebihan saat pengukuran:
Berat Badan Menurut Umur
Kelebihan indeks BB/U yaitu :
Dapat lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum.
Sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek.
Dapat mendeteksi kegemukan (Over weight).
Sedangkan kelemahan dari indek BB/U adalah :
Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat oedema.
Memerlukan data umur yang akurat.
Sering terjadi kesalahan pengukuran misalnya pengaruh pakaian, atau gerakan anak pada saat penimbangan.
Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat. Dalam hal ini masih ada orang tua yang tidak mau menimbangkan anaknya karena seperti barang dagangan (Supariasa dkk., 2002).
Panjang Badan Menurut Umur
Kelebihan penggunaan indeks panjang badan menurut umur (PB/U) yaitu dapat mendeteksi kekurusan. Sedangkan kelemahan penggunaan indeks panjang badan menurut umur yaitu :
Tidak dapat member gambaran keadaan pertumbuhan secara jelas.
Dari segi operasional, sering dialami kesulitan dalam pengukuran terutama bila anak mengalami keadaan takut dan tegang (Arisman, 2004).
Kelebihan menggunakan timbangan bayi yaitu alat ukur yang valid dan reliabel terkait penimbangan berat badan. Kekurangan butuh tempat yang rata dan aman agar pengukuran valid.
Kelebihan menggunakan microtoise yakni reliabel. Namun kekurangannya yaitu tidak mudah didapat.
Kelebihan menggunakan pita lingkar lengan atas yakni mudah didapat dan reliabel. Namun kekurangannya mudah sobek atau rusak.
Pemeriksaan Fisik-Klinis
Pemeriksaan fisik-klinis dari Dzamira menunjukkan bahwa kondisi fisik Dzamira termasuk dalam kategori normal. Hal ini dilihat dari pengamatan secara langsung badan, kulit, mata, rambut, leher dan mental. Pemeriksaan klinis terdiri dari riwayat medis seperti catatan identitas individu, lingkungan fisik dan sosial budaya yang mempengaruhi malnutrisi, sejarah timbulnya gejala penyakit, dan data tambahan seperti penyakit atau gangguan yang berkaitan dengan malnutrisi (Supariasa, 2012). Dengan demikian berdasarkan hasil pemeriksaan fisik-klinis status gizi dari Dzamira tergolong baik.
Penilaian Status Gizi Berdasarkan Survei Konsumsi
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa keluarga balita tergolong dalam keluarga yang menengah, dengan penghasilan sekitar Rp 1.500.000 rupiah per bulan. Berat badan Dzamira termasuk ideal. Rata-rata energi yang dikonsumsi Dzamira dalam sehari yaitu 77,5 kkal, protein 1,88 gram, lemak 4 gram dan karbohidrat 8,75 gram.
Analisis Kuesioner Tambahan
Berdasarkan kuesioner kebiasaan makan balita, didapatkan bahwa balita sudah mengonsumsi ASI sejak lahir dan intensif sampai sekarang berumur 3 bulan 26 hari masih diberikan ASI. Ibu Meliana tidak memberikan makanan lain selain ASI.
Sikap terhadap gizi yang merupakan persepsi Ibu pun sudah cukup baik karena dari 6 item pernyataan 4 pernyataan dijawab benar dan sisanya ragu-ragu. Namun, pengetahuan dan sikap ibu terkait ASI eksklusif sudah baik. Riwayat kesehatan keluarga Dzamira dalam seminggu terakhir juga ada yang mengalami sakit demam dengan keluhan 3 hari, yakni ayah dari Dzamira. Keluarga tersebut juga sering mengakses pelayanan kesehatan dalam hal ini dokter yang lokasinya dekat dengan rumah. Pada saat penelitian, Dzamira dalam keadaan sehat namun bulan yang lalu mengalami demam setelah imunisasi DPT.
Selain itu, keterlibatan Ibu yang dinilai dalam Posyandu pun cukup baik karena Ibu mengerti mengenai Posyandu dan beberapa program Posyandu. Selain itu juga Ibu selalu hadir jika ada Posyandu karena bermanfaat bagi dirinya dan balitanya. Biasanya pesan yang disampaikan kader Posyandu pun diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
BAB V
KESMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengukuran antropometri dilakukan pada bayi berusia 3 bulan 26 hari dan Ibunya mengenai berat badan, panjang badan/tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar lengan atas. Dilakukan pula perhitungan indeks massa tubuh, BB/U, TB/U, BB/PB dan IMT/U pada bayi. Hasil yang didapat Dzamira termasuk dalam status gizi yang baik.
Survei konsumsi ASI per hari dengan metode recall didapatkan hasil 77,5 kkal untuk kalori, 1,88 gram untuk protein, 4 gram untuk lemak dan 8,75 gram untuk karbohidrat dengan AKE 623,3% dan TKE 12,4%.
Tingkat pengetahuan dan sikap ibu mengenai gizi balita sudah baik.
Saran
Sebelum melakukan praktikum sebaiknya enumerator mempelajari semua pertanyaan yang ingin ditanyakan dan berlatih terlebih dahulu agar hasil yang diinginkan maksimal.
Praktikan lebih peka menanyakan kondisi responden dan komunikatif dalam menggali informasi agar didapatkan hasil yang akurat.
Masyarakat lebih menyadari akan pentingnya gizi baik di kalangan keluarga demi peningkatan status gizi keluarga dan masyarakat yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier,S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Anggraeni R. dan A. Indarti. 2010. Klasifikasi Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks Antropometri (BB/U) Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan. Jurnal SNASTI. Beck , E Mary. 2000. Nutrition And Dietics For Nurses. New York: Aspen Publisher.
Arisman, 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes RI.
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Banyumas Tahun 2014.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015.
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA. Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 1995/Menkes/SK/XII/2010.
Purwanti, D., & Pajeriaty, A. R. 2014. "Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Madello Kabupaten Barru". Jurnal Kesehatan Diagnosis, 5(1).
Putri, R. F., Sulastri, D., & Lestari, Y. 2015. "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang". Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1).
Supariasa, Bakri, B dan Fajar, I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Supariasa. 2012. Pendidikan dan Konsultasi Gizi. Jakarta: EGC.
Suparjo, Dwi O., Jafar, N., & Najamuddin, U. 2013. Studi Validasi Semi-Quantitatif Food Frequency Questionnaire (Ffq) Dan Recall 24 Jam Terhadap Asupan Zat Gizi Makro Ibu Hamil di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa. Makassar: UNHAS.
Vicky, et al. 2014. "Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Ranotana Weru Kecamatan Wanea Kota Manado"