SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
CIVIL ENGINEERING
LAPORAN
SURVEY DAN PEMETAAN
Tugas ini sebagai syarat mengikuti ujian Mata Kuliah Teknologi Bahan Konstruksi 1 Semester 3 Tahun Ajaran 2013/2014 pada Program Studi Starata Satu (S.1) Jurusan Teknik Sipil Program Studi Teknik Sipil Universitas Tadulako Kampus 2 Morowali Di Kerjakan Oleh :
I KETUT MERTAYASA F 111 13 209
AWALI DARI MOROWALI SULAWESI TENGAH YANG UNGGUL
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL (S.1) UNIVERSITAS TADULAKO KAMPUS 2 MOROWALI
Alamat : Jln. Adiyaksa , Kota Bungku Kel. Mendui Kec. Bungku Tengah Kab. Morowali – Sulawesi Tengah Email :
[email protected]
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan kasihnya kita dapat menyelesaikan laporan praktikum SURVEY DAN PEMETAAN ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini disusun berdasarkan hasil pengukuran di lapangan yang dilaksanakan di Kampus Universitas Tadulako Fakultas Teknik Adapun susunan akhir laporan ini terdiri atas : 1. Penyipat Datar ( Waterpass ) 2. Pemetaan ( Theodolith ) Kami sangat menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak terdapat kekeliruan dan kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki dan menyempurnakan untuk penyusunan laporan berikutnya.
Dan sebagai wujud rasa terima kasih kami, kami juga mengucapkan terima kasih banyak kepada asisten maupun dosen yang telah membimbing dan membantu kami, mulai dari praktikum sampai dengan selesainya penyusunan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua khususnya yang berkepentingan dalam dunia KEPENDIDIKAN.
Bungku, Juli 2014 Penyusun
I KETUT MERTAYASA F 111 13 209
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR
(
)
DAFTAR ISI
(
)
BAB I.
TINJAUAN PUSTAKA
(
)
A.
Definisi ilmu ukur tanah
(
)
B.
Tujuan praktikum ilmu ukur tanah
(
)
1.
Tujuan instruksional umum
(
)
2.
Tujuan instruksional khusus
(
)
C.
Prinsip dasar pengukuran
(
)
D.
Skala
(
)
E.
Pengukuran Menyipat Datar
(
)
1.
Definisi
(
)
2.
Tipe sipat datar
(
)
a.
Metode sipat datar langsung
(
)
b.
Metode sipat datar tidak langsung
(
)
a)
Cara grafis
(
)
b)
Cara analitis
(
)
Metode pengukuran
(
)
a.
Metode pembacaan muka belakang
(
)
b.
Metode garis bidik
(
)
c.
Metode gabungan
(
)
Pengukuran polygon
(
)
1.
Definisi
(
)
2.
Jenis-jenis polygon
(
)
a.
Poligon Terbuka
(
)
b.
Poligon Tertutup
(
)
1)
Pengukuran searah jarum jam
(
)
2)
Pengukuran berlawanan arah jarum jam
(
)
3.
F.
3.
Cara mengukur sudut
(
)
4.
Memilih titik polygon
(
)
5.
Perhitungan polygon
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN G.
Pengukuran peta situasi (Tachymetry)
(
)
1.
Definisi
(
)
2.
Garis kontur
(
)
a.
Definisi
(
)
b.
syarat-syarat kontur
(
)
c.
Metode penggambaran garis kontur
(
)
1)
Cara grafis
(
)
2)
Cara analitis
(
)
I.Tujuan Instruksi Umum
(
)
II.Tujuan Instruksi Khusus
(
)
III.Peralatan
(
)
IV.Tinjauan Pustaka
(
)
V.Petunjuk Umum
(
)
VI.Langkah Kerja
(
)
A. Mengatur / Menyetel Pesawat Waterpass
(
)
B. Membidik dan membaca Rambu Ukur
(
)
C. Membaca Skala Lingkaran
(
)
D. Memeriksa Pesawat Waterpass
(
)
E. Pelaksanaan Pengukuran Waterpass (Menyipat Datar)
(
)
F. Prosedur Pengukuran Profil Melintang
(
)
G. Contoh dan Hasil Perhitungan Waterpass
(
)
MODUL II : PENGUKURAN DENGAN MENGGUNAKAN THEODOLITH (
)
MODUL I : PENGUKURAN DENGAN MENGGUNAKAN WATERPASS
A.
Tujuan Instruksi Umum
(
)
B.
Tujuan Instruksi Khusus
(
)
C.
Peralatan
(
)
D.
Tinjauan Pustaka
(
)
E.
Petunjuk Umum
(
)
F.
Langkah Kerja
(
)
A. Mengenal Bagian-bagian Pesawat
(
)
B. Menyetel pesawat dan memeriksa sumbu I
(
)
C. Memeriksa Sumbu II, Sumbu I dan garis bidik sumbu II
(
)
D. Pembacaan Skala Lingkaran
(
)
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN E. Pengukuran Sudut Horizontal
(
)
F. Pengukuran Sudut Vertikal
(
)
G. Polygon Terbuka
(
)
H. Polygon Tertutup
(
)
I. Pengukuran Setting Out-Stake Out
(
)
J. Contoh dan Hasil Perhitungan Poligon Tertutup
(
)
METODOLOGI PELAPORAN
(
)
A.
Metodologi waterpass
(
)
B.
Metodologi Theodolith
(
)
C.
Flowchart pengukuran dengan Waterpass
(
)
D.
Flowchart pengukuran dengan Theodolit
(
)
BAB III. DATA DAN SKETSA
(
)
BAB IV. PERHITUNGAN
(
)
Pengukuran Penyipat datar
(
)
1.
Menghitung jarak
(
)
2.
Menghitung beda tinggi
(
)
3.
Menghitung tinggi garis bidik
(
)
4.
Menghitung tinggi titik tanah asli
(
)
5.
Membuat gambar
(
)
a.
Gambar profil memanjang
(
)
b.
Gambar profil melintang
(
)
BAB II.
A.
B.
6.
Membuat perencanaan
(
)
7.
Menghitung luas penampang galian dan timbunan
(
)
8.
Menghitung kuantitas galian dan timbunan
(
)
Pemetaan
(
)
1.
Menghitung koordinat X,Y, dan Z poligon utama
(
)
2.
Menghitung koordinat X,Y, dan Z titik detail
(
)
3.
Mengihitung luasan
(
)
4.
Cara membuat kontur
(
)
5.
Menggambar Peta Poligon di kertas
(
)
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN PENUTUP A.
Kesimpulan
(
)
B.
Saran
(
)
(
)
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN LEMBAR ASISTENSI
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
BAB I TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI SURVEY DAN PEMETAAN Survey dan Pemetaan adalah ilmu yang berhubungan dengan bentuk muka bumi (topografi), artinya ilmu yang bertujuan menggambarkan bentuk topografi muka bumi dalam suatu peta dengan segala sesuatu yang ada pada permukaan bumi seperti kota, jalan, sungai, bangunan dll. Dengan skala tertentu sehingga dengan mempelajari peta kita dapat mengetahui jarak, arah, dan posisi tempat yang kita inginkan.
B. TUJUAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH 1. Tujuan Praktikum Ilmu ukur tanah a. Mahasiswa dapat mengetahui syarat penggunaan waterpass, mengenal dan menggunakan pesawat theodolith dan GPS b. Mahasiswa dapat mengetahui dan mengatasi kesulitan dalam menggunakan pesawat waterpass, theodolith dan GPS c. Mahasiswa terampil mengatur alat dan membaca rambu ukur dengan tepat dalam setiap pengukuran d. Mahasiswa dapat melakukan atau melaksanakan pengukuran dengan tepat e. Mahasiswa dapat mengukur jarak optis dan beda tinggi suatu tempat 2. Tujuan instruksional khusus a. Mahasiswa dapat membuat perhitungan dengan teliti b. Mahasiswa dapat menggambarkan hasil pengukuran dengan tepat c. Mahasiswa dapat membuat peta dengan situasi angka perbandingan diperkecil, disebut skala peta.
C. PRINSIP DASAR PENGUKURAN Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin saja terjadi, maka tugas pengukuran harus didasarkan pada prinsip dasar pengukuran yaitu : 1. Perlu adanya pengecekan yang terpisah 2. Tidak ada kesalahan-kasalahan yang terjadi dalam pengukuran. 3. Setiap pengukuran telah mengetahui tugas-tugas yang akan dilakukannya dilapangan.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN Dimensi-dimensi yang diukur dalam kegiatan pengukuran adalah : 1. Jarak 2. Garis hubung terpendek antara 2 titik yang diukur dengan mistar, pita ukur, waterpass dan theodolith. 3. Sudut : Besaran antara 2 arah yang bertemu pada satu titik. 4. Ketinggian : Jarak tegak diatas atau dibawah bidang referensi yang dapat diukur dengan waterpass dan rambu ukur. 5. Skala peta Skala peta ialah suatu perbandingan antara besaran-besaran diatas peta dan diatas muka bumi (besaran sebenarnya). Berhubungan dengan skala ini maka peta kita bagi atas:
Peta teknis dengan skala 1 : 10.000 (skala besar)
Peta topografi atau peta detail dengan skala 1 : 10.000 sampai dengan 1 : 100.000 (skala medium)
Peta topografi atau peta iktisar lebih kecil dari 1 : 100.000 (skala kecil).
D. SKALA Skala merupakan perbandingan antara jarak ysang mewakili sebagian permukaan bumi yang ditunjukkan oleh sebuah kertas gambar dengan jarak yand ada dilapangan. Skala diberikan dalam istilah jarak pada peta dalam sejumlah satuan tertentu yang bersesuaian dengan suatu jarak tertentu dilapangan. Skala dapat dinyatakan dengan persamaan
langsung atau dengan suatu
perbandingan.Jarak dari dua buah tempat yang diperlihatkan dipeta harus diketahui dengan suatu perbandingan yang tertentu dengan keadaan yang sesungguhnya. Perbandingan jarak dilapangan dengan jarak diatas peta inilah yang dinamakan dengan skala, misalnya : a. Peta dengan skala 1 : 100 Berarti 1 cm diatas kertas sama dengan 100 cm dilapangan. b. Petadengan skala 1 : 250 Berarti 1 cm diatas kertas sama dengan 250 cm dilapangan. c. Peta dengan skala 1 : 2500 Berarti 1 cm diatas keratas sama dengan 2500 cm dilapangan.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN E. PENGUKURAN MENYIPAT DATAR 1. Definisi Menyipat datar atau profil peta yaitu suatu irisan yang digambar tegak lurus sumbu utama sepanjang sumbu utama dan sepanjang sumbu utama pada suatu bidang datar dengan skala tertentu.
2. Tipe Sifat Datar a. Metode sifat datar langsung Dengan menempatkan alat ukur langsung diatas salah satu titik. Aturlah sedemikian rupa sehingga sumbu kesatu alat tepat berada diatas patok(titik) kemudian ukurlah tinggi garis bidik terhadap patok (titk) tersebut misalnya a, kemudian dengan gelembung nivo ditengah-tengah garis bidik diarahkan ke master yang terletak diatas titik satunya lagi, dan didapat pembacaan adalah b. Sehingga dengan mudah diketahui beda kedua titik a dan b adalah :t = a - b . b. Metode Sifat datar tidak langsung Pengukuran ini dilakukan bila tidak mungkin menempatkan atau memakai isntrumen ukur langsung pada jarak atau sudut yang diukur. Oleh karenannya, hasil ukuran ditentukan oleh hubungannya dengan suatu harga lain yang dikatahui. Jadi jarak ke seberang sungai dapat ditemukan dengan mengukur sebagian jarak disuatu sisi, sudut ditiap ujung jarak ini yang diukur ketitik seberang, dan kemudian menghitung jarak tadi dengan salah satu rumus trigonometri baku.
Cara grafis Alat ukur menyipat datar ditempatkan antara titk A dan B, sedang diantar titik A dan B ditempat 2 mistar. Jarak dari alat ukur menyipat datar kedua mistar, ambilah kira-kira sama, sedang alat ukur penyipat datar tidaklah perlu terletak perlu terletak digaris lurus yanmg menghubungkan dua titk A dan B. Arahkan garis bidik dengan gelembung ditengah-tengah mistar A (belakang) dan mistar B (muka). Dan misalkan pembacaan pada dua mistar berturut-turut adalah B (belakang) dan m (muka), maka beda tinggi antara titk A dan N adalah t = b – m. Tidaklah selalu mungkin untuk menempatkan alat ukur menyipat datar diantara dua titk A dan B, misalnya karena antara titk A dan B ada selokan. Maka dengancara ketiga alat ukur menyipat datar diantara titk A dan B tetapi sebelah kiri A atau disebelah kanan titk B, jadi diluar garis A dan B pada gambar 1.1 alat ukur menyipat
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN datar diletakkan disebelah kanan titik B. Pembacaan yang dilakukan pada mistar yang diletakkan diatas titik-titik A sekarang berturut-turut adalah b dan m, sehingga dapat diperoleh dengan mudah, bahwa beda tinggi t = b–m.
Gambar 1.1
Cara Analitis Pesawat waterpass diletakkan antara dua mistar yang memberi hasil paling teliti, karena kesalahan yang mungkin masih ada pada pengukuran dapat saling memperkecil, apalagi bila jarak antara pesawat waterpass kedua mistar dibuat sama. Jadi untuk mendapatkan beda tinngi antara dua titk selalu diambil pembacaan mistar muka, sewhingga t = b – m.Bila (b – m) hasilnya positif, maka titik muka lebih tinggi dari titik belakang, dan bila hasilnya negatif, maka titik muka lebih rendah dari titik belakang. Setelah beda tinggi antara dua titik ditentukan, maka tinngi satu titik dapat dicari bila tinggi titik lainnya telah diketahui. Suatu cara untuk menentukan tinggi suatu titik ialah dengan menggunakan tinggi garis bidik. Dengan diketahui tinggi garis bidik, dapatlah dengan cepat dan mudah menantukan tinggi titik – titik yang diukur. Tempatkan saja mistar diatas titik itu, arahkan garis bidik kemistar dengan gelembung ditengah- tengah, lakukan pembacaan pada mistar itu, seperti dilihat pada gambar 1.2 maka tinggi titik, Tt = t, Gb = tinggi garis bidik = pembacaan pada mistar.
Gambar 1.2
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
Metode Pengukuran a. Metode pembacaan muka dan belakang (loncat) Metode ini biasanya digunakan pada pengukuran jaringan irigasi atau pengukuran memanjang tanpa diselingi potongan melintang, karena metode loncat, pesawat waterpass berada ditengah-tengah antara patok 1 dan 2 atau berada pada patok genap sedangkan rambu berada pada patok ganjil. Untuk pengukuran melintang hal ini agak sulit dilakukan karena pesawat tidak berdiri disemua patok. Untuk itu digunakan garis bidik.Adapun keunggulan dan kelemahan metode loncat adalah sebagai berikut :
Metode loncat bisa mengukur jarak dan beda tinggi
Tidak efisien digunakan dalam pengukuran jalan yang tiap 25 m dibuat potongan melintang.
Pesawat harus pas diatas patok sehingga menyulitkan pengkuran pada areal daerah yang padat (dalam hal ini jalan).
b. Metode Garis bidik Metode garis bidik merupakan metode yang praktis dalam menentukan profil melintang dibanding dengan metode loncat.Prinsip kerja metode ini adalah metode ini hanya mengukur beda tinggi. Adapun keunggulan dan kelebihannya adalah : Garis bidik sangat efisien dalam pengukuran melintang khususnya jalan. Garis bidik hanya mampu menentukan beda tinngi suatu wilayah namun tidak bisa membaca jarak. Jarak antara patok harus diukur terlebih dahulu. Pesawat bisa diletakkan dimanapun yang kita suka karena metode ini hanya untuk menentukan garis bidik
c.
Metode Gabungan Metode ini merupakan gabungan dari kedua metode diatas, namun diperhatikan bahwa dalam menentukan beda tinggi suatu wilayah metode perhitungannya harus tersendiri tidak bisa dicampur baur karena mempunyai prinsip berbeda.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN F. PENGUKURAN POLIGON 1. Definisi Poligon adalah serangkaian garis lurus yang menghubungkan titik yang terletak diatas permukaan bumi. Pada rangkaian tersebut diperlukan jarak mendatar yang digunakan untuk menentukan posisi horizontal dari titik poligon, menghitung koordinat, ketinggian tiap-tiap titik poligon. Untuk itu kita mengadakan pengukuran sudut dan jarak dengan mengingatkan pada suatu titik tetap seperti titk tringulasi, jembatan dan lain-lain yang sudah diketehui koordinat dan ketinggiannya.
2. Jenis-Jenis Poligon a. Poligon terbuka Pada poligon terbuka, keadaanya adalah terikat sebagian atau terikat sepihak. Poligon terbuka terdiri dari dua sistem yaitu poligon bebas dan poligon terikat. Dikatakan poligon terikat karena diikat oleh azimuth dan koordinat titik dan poligon bebas karena tidak ada titik yang mengikat. Keslahan dalam pengukuran sudut dan jarak tidak dapat dikontrol. Kontrol dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran ulang untuk keseluruhan poligon, atau melakukan pengukuran dari arah yang berlawanan.
b. Poligon tertutup Pada poligon ini titik awal dan titik akhir merupakan satu titik yang sama.Sistem pengukuran pada poligon tertutup ini ada dua macam, antara lain : 1.
Pengukuran searah jarum jam Yang diukur searah jarum jam Jumlah keseluruhan sudut = ( 2n + 4 ) 90 Toleransi : ± 40n detik Bila pengukuran sudut tidak sesuai dengan rumus diatas, maka harus diratakan hingga sesuai atau memenuhi syarat diatas.
2. Pengukuran berlawanan arah jarum jam
Yang diukur sudut dalam
Jumlah keseluruhan sudut = ( 2n – 40) 90
Bila hasil pengukuran tidak sesuai dengan rumus diatas, maka harus diratakan hingga memnuhi syarat diatas.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN Pengukuran dimulai dari titk AB dimana azimuth Ab dikatahui dan berakhir dititik CD sebagai kontrol : azimuth CD hasil hitungan harus sama dengan azimuth CD yang diketahui, toleransinya ± n menit. Disini juga harus dilakukan dengan perataan bila tidak memenuhi ketentuan diatas.
3. Cara mengukur sudut Pengukuran sudut sebaiknya dilakukan sebelum pengukuran jarak dengan alat theodolith dengan mengarahkan teropong pada arah tertentu, dan kita akan memperoleh pembacaan tertentu pada plat lingkaran horizontal pada alat tersebut. Dengan bidikan kearah lainnya, selisih pembacaan kedua dan pertama merupakan sudut dari dua arah tersebut. Pengukuran sudut dilakukan dalam keadaan biasadan luar biasa, hingga kita akan dapatkan harga rata-rata dari sudut tersebut. Berbagai cara dilakukan dilakukan dalam mengukur sudut, atau arah garis poligon antara lain : Pengukuran poligon dengan sudut arah kompas. Pengukuran poligon dengan sudut dalam. Pengukuran poligon dengan sudut belokan. Pengukuran poligon dengan sudut ke kanan. Pengukuran poligon dengan sudut azimuth.
4. Memilih titik poligon Dalam memilih lokasio titik harus memnuhi syarat sbb : a. Memudahkan untuk melakukan pengukuran. 1. Daerah terbuka dan tidak turun naik. 2. Hindari pengukuran yang melalui daerah alang-alang. b. Hindari pengukuran sudut pada jarak pendek. Benag silang dan target tidak berimpit dengan sempurna pada sat pembacaan hasil pengukuran. c. Titik harus ditempatkan pada daerah dimana titik tersebut dapat dibidik secara langsung. d. Untuk memudahkan mencari titik tersebut, usahakan titik tersebut terletak dengan obyek-obyek yang dikenal seperti pohon dan tiang listrik
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 5. Perhitungan Poligon a. Menentukan sudut datar Perhitungan sudut datar adalah menjumlahkan semua sudut yang diukur dari titik pengukuran untuk mengetahui koreksi terhadap sudut yang diukur. b. Menentukan Koreksi akibat sudut datar Apabila terjadi kesalahan setelah menjumlahkan sudut datar dari semua titik yang didapat dari hasil pengukuran, maka harus dikoreksi sesuai dengan banyaknya titik pengukuran. c. Menentukan Sudut datar terkoreksi d. Menentukan Azimuth Untuk menghitung azimuth tiap-tiap garis penghubung haruslah ditentukan terlebih dahulu azimuth awalnya. Penentuan azimuth awal dapat ditentukan dengan cara kompas (magnetis) atau pengamatan matahari. e. Menentukan selisih koordinat x dan ySetelah azimuth dan jarak datar telah terhitung, maka kita dapat menghitung koordinat titik poligon. Perhitungan dimulai dengan pencari selisih koordinat x dan y. f. Menentukan Selisih koordinat x dan y dengan beberapa metode sebagai berikut: Metode Sembarang Metode aturan transit Metode aturan kompas Metode aturan crandall Metode kuadrat kecil Metode jarak optis
G. PENGUKURAN PETA SITUASI (TACHYMETRI) 1. Definisi Peta situasi adalah proyeksi vertikal yang digambarkan sesuai dengan situasi atau keadaan sebenarnya yang dilihat secara langsung. 2. Garis Kontur a. Garis kontur adalah garis yang menghubungkan antara titik yang mempunyai ketinggian yang sama dari suatu ketinggian/bidang acuan tertentu. Garis ini merupakan garis yang kontinue dan tidak dapat bertemu atau memotong garis kontur lainnya, kecuali dalam keadaan kritis seperti jurang atau tebing. Keadaan
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN curaman dari suatu lereng dapat ditentukan dari jarak interval kontur dan jarakjarak horizontal antara dua buah garis kontur ini menyangkut beda tinggi. b. Syarat – syarat kontur 1. Kegunaan dan pengembangan dari pengukuran apabila perencanaan dibutuhkan untuk pekerjaan detail dan interval kontur yang kecil sangat dibutuhkan Untuk daerah kecil
: 0,5 m
Untuk daerah luas
: 1 sampai 2 m
2. Skala dari peta Biasanya untuk skala kecil interval kontur harus besar, jika tidak detail yang penting akan tidak tergambar dikarenakan banyaknya garis kontur yang digambarkan dengan interval yang kecil. 3. Merupakan Garis kontinue. 4. Tidak memotong garis kontur lainnya 5. Tidak dapat bercabang menjadi garis – garis kontur lainnya atau baru. c. Metode pengambaran garis kontur 1. Cara Grafis Dengan cara ini garis kontur diikuti secara fisis –ada permukaan bumi.Pekerjaan ini kebalikan dari cara kerja sipat datar dimana titik akhir ketinggian adalah merupakan titk yang akan diketahui dan diperlukan pada penarikan garis kontur.
2. Cara Analitis Dengan cara ini garis kontur tidak dapat dibuat dengan langsung, kecuali melaui beberapa titik tinggi yang ditentukan dan posisi garis- garis kontur ditentukan dengan cara interpolasi. Cara ini dilakukan dengan 3 tahap:
Penentuan garis (jaringan)
Sifat datar
Interpolasi garis kontur
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN MODUL I PENGUKURAN DENGAN MENGGUNAKAN WATERPASS
A. TUJUAN INSTRUKSI UMUM 1. Mahasiswa dapat mengetahui syarat penggunaan waterpass. 2. Mahasiswa dapat mengenal dan menggunakan alat waterpass. 3. Mahasiswa dapat mengetahui dan mengatasi kesulitan-kesulitan dalam menggunakan pesawat waterpass. 4. Mahasiswa terampil mengatur alat dan membaca rambu ukur dengan tepat dalam setiap pengukuran. 5. Mahasiswa dapat mengukur jarak optis dan beda tinggi suatu tempat. 6. Mahasiswa dapat membaca skala lingkaran pada pesawat waterpass.
B. TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS 1. Mahasiswa Dapat melaksanakan pengukuran profil memanjang dan profil melintang. 2. Mahasiswa dapat melaksanakan pengukuran peta situasi dengan menyipat datar. 3. Mahasiswa dapat melaksanakan perhitungan kuantitas / volume hasil pekerjaan. 4. Mahasiswa dapat menggambar hasil pengukuran.
C. PERALATAN 1. Pesawat Waterpass dan kelengkapan 2. Statif 3. Unting-unting 4. Rambu ukur 5. Pita ukur/ Roll meter 6. Patok/paku 7. Alat-alat tulis 8. Payung D. TINJAUAN PUSTAKA Suatu tempat di permukaan bumi selain dapat ditentukan posisi mendatarnya dapat juga ditentukan posisi tegaknya. Tinggi suatu titik dapat diartikan tinggi titik tersebut terhadap suatu bidang persamaan yang telah ditentukan.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN Pengukuran-pengukuran untuk menentukan beda tinggi suatu tempat debug dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari yang paling kasar sampai yang teliti, yaitu secara: Barometris, Trigonometris dan secara waterpassing (Leveling). Namun yang akan dibahas pada modul ini adalah mengenai pengukuran waterpass. Pengukuran tinggi cara waterpass adalah untuk menentukan beda tinggi secara langsung untuk membuat garis bidik horizontal. Alat yang digunakan adalah waterpass. Pemakaian waterpass selanjutnya dapat diterapkan pada pekerjaan-pekerjaan : pembuatan jalan, saluran irigasi, pematangan tanah, dll. Pesawat waterpass merupakan alat yang berfungsi menentukan beda tinggi suatu tempat dengan batas antara 0 – 3 m, untk ketinggian di atas 3 masih bisa hanya saja akan menghabiskan waktu yang banyak. Pesawat Waterpass terdiri atas : a. Teropong Jurusan Teropong jurusan terbuat dari pipa logam, di dalamnya terdapat susunan lensa obyektif, lensa okuler, dan lensa penyetel pusat. Didalam teropong terdapat pula plat kaca yang dibalut dengan bingkai dari logfam (diafragma), sedang pada plat kaca terdapat goresan benang silang. b. Nivo Nivo adalah suatu alat yang digunakan sebagai sarana untuk membuat arah-arah horizontal dan vertical. Menurut bentuknya nivo dibagi atas dua yaitu nivo kotak dan nivo tabung. Nivo kotak berada di atas.
Dalam pengukuran waterpass digunakan 3 cara yaitu metode loncat (muka belakang) dan metode garis bidik serta metode gabungan keduanya. a. Metode Loncat Metode loncat biasanya digunakan pada pengukuran jaringan irigasi atau pengukuran memanjang tanpa diselingi potongan melintang, karena pada metode loncat, pesawat waterpass berada di tengah-tengah antara patok 1 dan 2 atau berada pada patok genap sedangkan rambu berada pada patok ganjil. Untuk pengukuran melintang hal ini agak sulit dilakukan karena pesawat waterpass tidak terdiri di semua patok. Untuk itulah digunakan garis bidik.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN Adapun keunggulan dan kelemahan metode loncat adalah sebagai berikut : -
Metode loncat bisa mengukur jarak dan beda tinggi.
-
Tidak efisien digunakan dalam pengukuran jalan yang tiap 25 meter di buat potongan melintang.
-
Pesawat harus pas di atas patok sehingga menyulitkan pengukuran pada areal daerah yang padat (dalam hal ini jalan raya).
b. Metode Garis Bidik Metode garis bidik merupakan metode yang praktis dalam menentukan profil melintang dibanding dengan metode loncat. Prinsip kerja metode ini adalah metode ini hanya mengukur beda tinggi. Adapun keunggulan dan kelebihannya adalah : -
Garis bidik sangat efsien dalam pengukuran melintang khususnya di jalan.
-
Garis bidik hanya mampu menentukan beda tinggi suatu wilayah namun tidak bisa membaca jarak.
-
Jarak antar patok harus diukur terlebih dahulu.
-
Pesawat bisa diletakkan dimanapun yang kita suka karena metode ini hanya untuk menentukan garis bidik.
c. Metode Gabungan Metode ini merupakan gabungan dari kedua metode di atas, namun harus diperhatikan bahwa dalam menentukan beda tinggi suatu wilayah metode perhitungannya harus tersendiri tidak bisa dicampur baur karena mempunyai prinsip yang berbeda.
Berdasarkan konstruksinya alat ukur penyipat datar dapat dibagi dalam empat macam utama : a. Alat ukur penyipat datar dengan semua bagiannya tetap. Nivo tetap ditempatkan di atas teropong, sedang teropong hanya dapat diputar dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar.
b. Alat ukur penyipat datar yang mempunyai nivo reversi dan ditempatkan pada teropong. Dengan demikian teropong selain dapat diputar dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar, dapat pula diputar dengan suatu sumbu yang letak searah dengan garis bidik. Sumbu putar ini dinamakan sumbu mekanis teropong. Teropong dapat diangkat dari bagian bawah alat ukur penyipat datar.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN c. Alat ukur penyipat datar dengan teropong yang dapat diangkat dari bagian bawah alat ukur penyipat datar dan dapat diletakkan di bagian bawah dengan landasan yang terbentuk persegi, sedang nivo ditempatkan pada teropong.
Karena konstruksi berbeda, maka cara pengaturan pada tiap-tiap macam alat ukur penyipat datar akan berbeda pula, meskipun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk semua macam sama.
Dalam konstruksi yang modern, hanyalah macam ke satu dan ke dua yang dapat mempertahankan diri, dengan perkataan lain: semua alat ukur penyipat datar yang modern hanya dibuat dalam macam kesatu atau kedua saja.
E. PETUNJUK UMUM 1. Baca dan pelajari lembar kerja ini. 2. Penyetelan pesawat waterpass yang dimaksud adalah pengaturan pesawat disuatu tempat sampai memenuhi syarat untuk mengadakan pengukuran. 3. Perhatikan dan ingat macam-macam sekrup penyetel dan coba bidik suatu titik target. 4. Letak rambu ukur harus vertikal. 5. Pelajari buku petunjuk / spesifikasi pesawat yang digunakan. 6. Jangan memutar sekrup sebelum mengetahui kegunaannya. 7. Bekerja dengan hati-hati dan sabar. 8. Bersihkan semua peralatan setelah selesai digunakan.
F. LANGKAH KERJA A. Mengatur / Menyetel Pesawat Waterpass 1. Dirikan statik di atas titik yang dimaksud hingga kaki statif membentuk segitiga sama sisi, dan usahakan platnya mendatar dengan cara: a. Buka sekrup pengunci kaki statif, panjangkan seperlunya kemudian kunci sekedarnya. b. Injak kaki statif seperlunya hingga cukup stabil. c. Atur kepala statif (plat level) sedatar mungkin sambil memperhatikan sekrup pengunci pesawat, kira-kira centering di atas titik yang dimaksud. d. Kencangkan sekrup pengunci kaki statif.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 2. Pasang pesawat dan kunci sekedarnya sehingga masih mudah digeser-geser. 3. Pasang unting-unting sedemikian rupa hingga kira-kira 1 cm di atas titik yang dimaksud. 4. Atur unting-unting dengan menggeser-geser pesawat di atas plat level hingga betul-betul centering, kemudian kencangkan pengunci pesawat. 5. Sejajarkan teropong dengan dua sekrup penyetel sumbu I (sekrup A & B) dan ketengahkan gelembung nivo dengan memutar sekrup A, B, dan C sekaligus hingga gelembung nivo tepat berada di tengah-tengah lingkaran nivo. 6. Putar teropong ke posisi mana saja, jika gelembung nivo berubah-ubah steel kembali sekrup penyetel hingga gelembung kembali ke tengah. 7. Lakukan berulang-ulang hingga gelembung nivo tetap di tengah kemanapun teropong diarahkan, maka sumbu I vertikal dan pesawat telah siap dipakai. B. Membidik dan membaca Rambu Ukur 1. Bidik dan arahkan teropong kasar pada bak ukur yang didirikan vertikal pada suatu titik yang telah ditentukan dengan menggunakan garis bidik kasar yang ada di atas pesawat. 2. Bila bayangan kabur, perjelas dengan memutar sekrup pengatur lensa obyektif, dan jika benang silang kabur perjelas dengan memutar sekrup pengatur diafragma. 3. Impitkan benang silang diafragma dengan sumbu rambu ukur dengan cara mengatur sekrup penggerak halus. 4. Lakukan pembacaan rambu ukur sebagai berikut: a. Misal bacaan meter dua decimeter. BA = 1,500 BT = 1,400 BB = 1,300 b. Pembacaan centimeter ditentukan oleh bentuk hitam putih pada rambu ukur. Misal : BA = 0,050 BT = 0,050 BB = 0,050 c. Pembacaan milimeter ditaksir di antara garis centimeter. Misal : BA = 0,005 BT = 0,005 BB = 0,005
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN d. Maka hasil pembacaan adalah BA = 1,500 + 0,050 + 0,005 = 1,555 BT = 1,400 + 0,050 + 0,005 = 1,455 BB = 1,300 + 0,050 + 0,005 = 1,355 5. Pembacaan rambu selesai dan harus memenuhi ketentuan BA + BB = 2 x BT (BA - BT) = (BT - BB) 6. Untuk mendapatkan jarak optis digunakan rumus Jarak = (BA – BB) x 100, dimana benang atas dan benang bawah satuannya adalah cm C. Membaca Skala Lingkaran 1. Perhatikan pembagian skala lingkaran pada pesawat tersebut. 2. Tiap 10° dibagi menjadi 10 bagian, berarti tiap bagian besarnya 1°. 3. Baca skala lingkaran yang ditunjuk oleh garis index. Misal garis index menunjukan pada bilangan puluhan 60° dan atara 5 dan 6 strip bagian kecil, berarti pembacaan 60° + 5° =65°. 4. Harga bacaan menit dikira-kira sesuai dengan letak garis index. Misal dalam gambar garis index berada ditengah antara 5 dan 6 berarti mempunyai harga ½ ° atau 30’. 5. Pembacaan akhir pada gambar skala lingkaran di atas adalah : 60° + 5° + 30’ = 65°30’ D. Memeriksa Pesawat Waterpass a. Mengatur/memeriksa garis arah nivo tegak lurus gbr.I 1. Tempatkan dan steel pesawat waterpass. 2. Ketengahkan nivo dengan sekrup penyetel A, B dan C. 3. Putar teropong ke arah 90° & 180°, jika gelembung nivo tetap berada ditengahtengah berarti garis arah nivo tegak lurus sumbu I. 4. Jika setelah teropong diputar 90° & 180°, gelembung nivo berubah maka atur kembali sekrup penyetel A, B dan C sehingga gelembung nivo berada di tengahtengah. 5. Jika pekerjaan di A telah dikerjakan berulang kali tetapi gelembung nivo tidak bisa ditengah, berarti garis lurus arah nivo tidak tegak lurus dengan bagian I dan perlu diadakan koreksi nivo.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 6. Koreksi nivo dilakukan dengan mengembalikan gelembung nivo setengahnya dengan sekrup penyetel A, B dan C setengahnya dikembalikan dengan sekrup koreksi nivo. b. Memeriksa/mengatur benang mendatar diafragma tegak lurus sumbu I 1. Tempatkan dan steel pesawat sehinga sumbu I tegak lurus seperti angka penyetelan pesawat waterpass. 2. Bidik suatu titik target sehingga titik tersebut terletak di salah satu ujung benang mendatar diafragma. Misal titik target terletak di ujung kiri. 3. Putar teropong ke arah titik tersebut sehingga titik tersebut terletak di ujung kanan mendatar diafragma. 4. Bila titik tersebut berimpit dengan ujung kanan benang mendatar, berarti benang mendatar diafragma tegak lurus sumbu I. 5. Jika titik target tersebut tidak berimpit dengan ujung kanan benang mendatar diafragma, berarti ada kesalahan (benang mendatar diafragma tidak tegak lurus sumbu I). 6. Untuk mengoreksinya hilangkan setengah dengan mengatur sekrup koreksi diafragma, maka benang mendatar diafragma akan tegak lurus sumbu I. 7. Ulangi pekerjaaan ini dari awal sehingga pada pemutaran teropong dengan sumbu I sebagai sumbu putar titik target tetap berhimpit dengan benang mendatar diafragma. c. Memeriksa/mengatur garis bidik sejajar dengan garis arah nivo 1. Tentukan titik A, B, C dan D yang terletak pada satu garis lurus dan buat jarak AC – CB = BD. 2. Letakkan pesawat dititik C, steel sehingga memenuhi syarat guna mengadakan pengukuran. 3. Letakkan rambu ukur pada titik A dan B. 4. Baca rambu ukur di A & B dan catat hasil pemacaannya. Misal : Pembacaan rambu ukur di A = a Pembacaan ramb ukur di B = b 5. Pindahkan pesawat di D, steel sehingga memenuhi syarat pengukuran. 6. Baca rambu ukur di A & B. Misal : Pembacaan rambu ukur di A = C Pembacaan rambu ukur
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 7. Hitung beda tinggi A – B berdasarkan bacaan pertama : (a - b) = h1. 8. Hitung beda tinggi A – B berdasarkan bacaan kedua : (c – d) = h2. 9. Jika h1 = h2 berarti garis bidik // garis arah nivo. 10. Jika h1 = h2 berarti garis titik tidak sejajar garis arah nivo dan harus dikoreksi. (Seperti terlihat pada gambar, jika garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo, maka garis bidik akan membentuk sudut α terhadap garis nivo). 11. Cari harga x dan y. Lihat ∆ cpd dan ∆ cyt 2 ∆ cpd ~ cyt 2 karena d1 = d2 = d3 Maka dx = ⅓ cy P = d + h1 cp = c – p dx = ½ c p → x = d – dx
y = c – cy
12. Teropong di arahkan ke rambu ukur A. 13. Dengan sekrup koreksi diafragma benang tengah dikoreksi sehingga pembacaan sama dengan y. 14. Untuk pengecekan, arahkan teropong ke rambu ukur B dan pembacaan harus sama dengan x.
G. PELAKSANAAN PENGUKURAN WATERPASS (MENYIPAT DATAR) 1. Metode loncat Hal penting dalam metode loncat : a. Tentukan titik-titik travers yang akan dibuat. b. Dalam pengukuran sebaiknya dilakukan dengan cara rambu muka pada slag I menjadi rambu belakang pada slag II dan seterusnya. c. Untuk mendapatkan ketelitian, sebaiknya pengukuran dilakukan dua kali (pulang pergi). d. Hitung hasil pengukuran dan bila perlu digambar profilnya Uraian pelaksanaan pengukuran: a. Pengukuran jarak optis
P0
P1
P2
P3
P4
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 1
Tempatkan dan steel pesawat ditengah-tengah antara titik P0 dan P2 (slag), slag adalah ruas antara dua patok muka dan belakang. Penempatan pesawat harus satu garis dengan P0 dan P2.
2
Tempatkan rambu ukur di atas patok. Titik P0 sebagai rambu belakang dan titik P2 sebagai rambu muka.
3
Bidik teropong ke rambu belakang P0 kemudian baca BT, BA dan BB, kemudian dicatat pada buku ukur.
4
Turunkan rambu kemuka tanah pada titik P0 tersebut dan lakukan pembacaan seperti pada a.3.
5
Putar teropong dan bidik rambu muka serta lakukan pembacaan seperti pada a.3 dan a.4.
6
Pesawat dipindahkan ke slag II (antara P2 dan P4). Dengan cara yang sama dengan langkah a.1 s/d a.5. Lakukan pembacaan rambu muka dan rambu belakang.
7
Begitu seterusnya sampai dengan slag terakhir.
8
Jarak P0 dan P2 adalah pesawat ke rambu belakang tambah jarak pesawat ke rambu muka. Demikian juga pada slag-slag berikutnya. Pesawat diusahakan ditempatkan tepat di tengah antara dua titik (P0P2).
b. Perhitungan jarak optis Perhitungan jarak secara optis dapat dilakukan pada titik-titik utama dan titik detail. Rumus jarak optis (D) D = (BA – BB) x 100 dimana : D
= Jarak datar optis
BA = Bacaan benang atas BB = Bacaan benang bawah Bacaan benang tengah (BT) haru memenuhi persyaratan yaitu : BT = BA + BB 2
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN Pengukuran jarak titiik-titik detail (tidak langsung) pada titik profil melintang yang titik utamanya bukan posisi alat, dapat dilakukan dengan
cara phytagoras seperti di bawah ini : P0
a
b
P0 a = √(P1a)2 – (P1P0)2 P0 b = √(P1b)2 – (P1P0)2 Dimana : P0a = Jarak analitis P0 – a P1a = Jarak optis P1 – a ; P1P2 =Jarak optis melintang
P1
c. Pengukuran jarak rantai 1
Tempatkan dan steel pesawat kira-kira ditengah-tengah antara P0 dan P2 (slag I).
2
Tempatkan rambu ukur di P0 sebagai rambu belakang dan di P2 sebagai rambu muka.
3
Bidik teropong ke rambu belakang, baca dan catat pembacaan BT, BA dan BB.
4
Turunkan rambu kemuka tanah pada titik P0 tersebut dan lakukan pembacaan seperti b.3.
5
Putar teropong dan bidik rambu muka serta lakukan pembacaan rambu muka b.3 dan b.4.
6
Ukur jarak P0 P2 (slag I) dengan rantai ukur atau pita ukur.
7
Dengan cara yang sama pengukuran dilanjutkan pada slag II, III,sampai slag terakhir.
d. Perhitungan beda tingga (∆ h) pembacaan muka – belakang a
a
P0
a
P1
d
d
P2
d
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN Menghitung beda tinggi patok utama: Rumus perhitungan beda tinggi : ∆hP0P1 = BT – BA
(untuk pembacaan ke belakang)
(BT di P0 – TA di P1) dan : ∆hP1P2 = TA – BT
(untuk pembacaan ke depan)
(TA di P1 – BT di P2) dimana : TA = Tinggi Alat
Menghitung beda tinggi patok-patok detail: Rumus perhitungan beda tinggi: ∆hP0P0a = BT P0 – BT P0a
(untuk melintang tanpa pesawat) Dan :
∆hP1P1a = TA P1 – BT P1a
(untuk melintang titik pesawat)
2. Metode garis bidik 1. Tentukan patok-patok yang akan diukur dan berikan tanda sesuai jarak patok tersebut. Misalnya sta 0+00,0+25, sta 0+50 dan sebagainya. 2. Sebelum memberikan tanda ukur jarak antara patok tersbeut dengan menggunakan roll meter. 3. Dirikan pesawat waterpass ditempat yang kita inginkan dengan catatan bahwa minimal ada dua titik yang bisa dilihat dari tempat berdirinya pesawat. 4. Letakkan rambu ukur pada titik awal yang biasanya dikenal dengan sta 0+00. 5. Arahkan teropong ke arah rambu ukur dan pembacaan ini dinamakan pembacaan belakang. Setelah itu baca rambu ukur pada benang tengah sedangkan benang atas dan benang bawah tidak perlu dibaca. Benang tangah ini merupakan garis bidik yang menjadi patokan untuk perhitungan beda tinggi titik selanjutnya. Jika metode pengukuran merupakan metode gabungan maka bacaan benang atas dan benang bawah untuk jalur potongan memanjang harus dicatat. 6. Selanjutnya arahkan pesawat kesamping kiri kanan sta 0+00 dan pembacaan ini dinamakan pembacaan detail melintang jalan. 7. Jika diperlukan data elevasi pada titik alat dan arah melintangnya maka pembacaan arah melintang pada posisi titik pesawat juga harus dilakukan untuk memperoleh ketelitian data profil. 8. Baca benang tengah dari masing-masing titik.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 9. Setelah itu lanjutkan ke patok berikutnya, jika patok (sta) berada didepan pesawat maka pembacaan tersebut dikatakan sebagai pembacaan depan. Jika semuanya telah selesai pindahkan pesawat untuk melihat titik selanjutnya. 10. Setelah pesawat dipindahkan, maka arahkan pesawat ke titik akhir pembacaan pesawat pertama atau dalam hal ini titik yang diketahui tingginya, karena benang tengah tersebut akan menjadi garis bidik titik berikutnya. 11. Ulangi langkah kerja diatas sampai pengukuran selesai. Pengukuran leveling dengan metode garis bidik hanya dapat dilakukan pada patok-patok yang diketahui jaraknya dan jika tidak maka digunakan metode leveling loncat dimana pesawat berada patok genap. Adapun langkah-langkah perhitungan metode garis bidik yaitu : a. Tentukan jarak antara patok dnegan menggunakan roll meter. b. Garis bidik merupakan patokan untuk menentukan beda tinggi antar patok. Garis bidik diambil dari benang tengah belakang atau titik ikat yang telah c. diketahui tingginya. Garis bidik yang telah ditentukan merupakan patokan bagi titik yang lain sepanjang pesawat tersebut belum pindah tempat. Jika telah pindah tempat maka yang diambil sebagai garis bidik adalah titik yang telah diketahui tingginya. d. Dalam pengukuran diatas pesawat diletakkan pada titik 0+75 dan yang diambil sebagai garis bidik adalah 0+0, dengan demikian titik tersebut sebagai patokan untuk titik yang lainnya baik untuk perhitungan beda tinggi maupun tinggi titik. e. Menentukan beda tinggi titik Rumus umum menghitung tinggi garis bidik : -
Jika titik awal (P0) diketahui tingginya dan pesawat di P1 (antara P0P2): Tinggi garis bidik = Tinggi titik P0 + Benang tengah rambu di P0
-
Jika titik pesawat (P1) diketahui tingginya : Tinggi garis bidik = Titik titik P1 + Tinggi titik alat (TA)
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN f. Menghitung tinggi titik Tinggi titik = Tinggi garis bidik – Benang tengah titik yang dibidik
3. Metode Perhitungan Galian dan Timbunan. a. Metode Titik Koordinat : Pertama-tama kita mesti menentukan titik-titik koordinat yang akan kita tinjau, setelah meninjau titik koordinat kita sudah dapat menentukan metode selanjutnya yaitu meninjau searah maupun berlawanan arah jarum jam. Berikut merupakan contoh perhitungannya. Contoh : Titik koordinat bangun dibawah ini masing-masing A(515,520), B (530,560), C(600,565), dan D(590,515). Hitunglah luasan dan timbunan/galian dari bidang diatas (jarak antar bidang tersebut = 30 m)
Meninjau searah jarum jam :
No
X
Y
Xn * Yn+1
Xn+1 * Yn
1
515
520
288400
275600
2
530
560
299450
336000
3
600
565
309000
333350
4
590
515
306800
265225
1
515
520
0
0
1203650
1210175
Σ
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 2 x luas = 1210175-1203650 2 x luas = 6525 Luas = 3262,5 m2 Meninjau berlawanan searah jarum jam :
No
X
Y
Xn * Yn+1
Xn+1 * Yn
1
515
520
265225
306800
2
590
515
333350
309000
3
600
565
336000
299450
4
530
560
275600
288400
1
515
520
0
0
1210175
1203650
Σ
2 x luas = 1210175-1203650 2 x luas = 6525 Luas = 3262,5 m2 Sehingga, untuk memperoleh timbunan/galian dari bidang diatas adalah sebagai berikut(dimisalkan luas pada bidang pertama = luas bidang kedua) :
VTimbunan/Galian =
𝐿1+𝐿2 2
X Jarak =
3262 ,5+3262,5 2
X 30 m = 97875 m3
b. Metode Persamaan Bidang : Dengan melihat contoh gambar diatas, maka dengan sendirinya kita dapat menentukan bangun apa yang sekiranya dapat mewakili bangun yang berada diatas. Sebagai contoh kita menyamakan bangunan diatas sebagai sebuah bangun Persegi/Persegi panjang maka dengan mudah kita dapat menentukan luasan dari bangun diatas, akan tetapi dalam aplikasinya dilapangan metode ini sangat jarang digunakan. Hal ini dikarenakan metode ini akan memberikan hasil yang kurang teliti. Luas = Panjang x Lebar = 85 x 50 = 4250 m2 (∆𝑥 . ∆𝑦) Volume = (4250 + 4250)/2 x 30 m = 127500 m3 Ket :
∆x = X tertinggi – X terendah ∆y = Y tertinggi – Y terendah
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN H. PROSEDUR PENGUKURAN PROFIL MELINTANG
1. Tentukan posisi dari profil tersebut terhadap travers yang telah ditentukan dengan cara sebagai berikut : a. Tempatkan dan steel pesawat pada titik travers yang akan diukur profilnya sedemikian rupa sehingga sumbu I tepat di atas titik tersebut. Misal titik P1 b. Bidik teropong ke titik P2, kemudian putar alhidade horizontal sehingga index lingkaran tepat pada angka nol dari skala lingkaran. c. Putar teropong, ke kiri atau ke kanan, tergantung dari posisi profil yang diinginkan, maka buat sudut terhadap P1 P2. Misal 90°. Kemudian pasang patok pembantu pada ujung profil tersebut, misal titik a. d. Putar teropong 180° untuk menentukan ujung lain dari profil tersebut misal titik b. 2. Dalam hal ini penentuan posisi dari profil, selain dilakukan seperti langkah no.1 yang bisa dicaca dan dicatat dengan jarak optis dan beda tinggi. Penentuan posisi dari profil ini dapat juga ditentukan dengan perkiraan, tergantung kebutuhan. 3. Tempatkan dan steel pesawat pada suatu titik diluar garis profil, sedemikian rupa sehingga dari titik tersebut dapat membidik sepanjang profil yang akan diukur (metode tinggi garis bidik). 4. Pasang rambu ukur P1 bidikkan teropong pada rambu ukur tersebut dan lakukan pembacaan BT, BA dan BB yang tercatat pada rambu ukur. 5. Pasang rambu ukur pada titik a (dalam hal ini rambu ukur diletakkan diatas tanah) dan lakukan pembacaan langkah 4. 6. Lakukan pembacaan pada setiap perubahan kemiringan tanah sepanjang garis profil, misal titik b, c, d, ... dan seterusnya sampai ke ujung profil yang telah ditentukan. 7. Ukur jarak ab, bc,cd, ... dan seterusnya dengan pita ukur atau rantai ukur. 8. Pengukuran dilanjutkan pada profil berikutnya (P2,P3,... dan seterusnya) 9. Hitung dan gambar hasil pengukuran tersebut.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN MODUL II PENGUKURAN DENGAN MENGGUNAKAN THEODOLITH A. TUJUAN INSTRUKSI UMUM 1. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip penggunaan theodolith. 2. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran sudut horizontal dan sudut vertikal dan menghitung jarak atas dasar pembacaan sudut rambu. B. TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS 1. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran sudut dengan metode yang berbedabeda. 2.
Mahasiswa dapat melakukan perhitungan atas dasar hasil ukur.
3.
Mahasiswa dapat menggambarkan situasi dan menghitung luasan areal.
C. PERALATAN 1.
Pesawat Theodolith
2.
Statif
3.
Rambu ukur
4.
Kompas
5.
Baterai (bagi pesawat theodolith digital)
6.
Unting-unting
7.
Patok kayu
8.
Meteran
9.
Alat tulis-menulis
D. TINJAUAN PUSTAKA 1.
Arti dan tujuan Ilmu Ukur Tanah Ilmu ukur tanah adalah ilmu yang berhubungan dengan
bentuk
muka
bumi
(topografi)
artinya
ilmu
yang
bertujuan
menggambarkan bentuk topografi muka bumi dalam suatu peta dengan segala sesuatu yang ada pada permukaan bumi seperti kota, jalan, sungai, bangunan, dll. Dengan skala lingkaran tertentu sehingga dengan mempelajari peta kita dapat mengetahui jarak, arah, dan posisi tempat yang kita inginkan.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN mempelajari ilmu ukur tanah : a. Membuat peta b. Menentukan elevasi dan arah c.
Mengontrol elevasi dan arah Tujuan
d. Dan lain-lain. 2.
Dimensi-Dimensi Yang Akan Diukur a. Jarak
: Adalah garis hubung terpendek antara 2 titik yang dapat di ukur dengan menggunakan alat ukur misal : mistar, pita ukur, theodolith, waterpass, dan lain-lain.
b. Sudut
: Adalah besaran antara 2 arah yang bertemu pada satu titik (untuk menentukan azimuth dan arah).
c. Ketinggian
:
Adalah jarak tegak diatas atau dibawah bidang reviners yang akan diukur dengan waterpass dan rambu ukur.
3.
Prinsip Dasar Pengukuran Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin saja terjadi, maka tugas pengukuran harus didasarkan pada prinsip pengukuran yaitu : 1. Perlu adanya pengecekan terpisah 2. Tidak ada kesalahan-kesalahan dalam pengukuran 3. Peta dan Jenis-jenis Peta.
4.
Pengukuran Polygon Pengukuran polygon dimaksud menghitung koordinat, ketinggian tiap-tiap
titik polygon untuk itu kita mengadakan pengukuran sudut dan jarak dengan mengikatkan pada suatu titik tetap seperti titik triangulasi, jembatan dan lain-lain yang sudah diketahui koordinat dan ketinggiannya. a. Pengukuran Sudut dan Jarak Sudut diukur dengan alat ukur theodolith dengan mengarahkan teropong pada arah tertentu dan kita akan memperoleh pembacaan tertentu pada plat lingkaran horizontal alat tertentu. Dengan bidikan kearah lainnya, selisih pembacaan kedua dan pertama merupakan sudut dari kedua arah tersebut.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN Jarak dapat diukur dengan rol meter, EDM atau secara optis dengan theodolith seperti dibawah ini:
BA
V
BT BB
BA
= Benang Atas
BT
= Benang Tengah
BB
= Benang Bawah
V
= Pembacaan sudut vertikal (helling)
Jarak miring (D’)
= (BA-BB) x 100 x sin V
Jarak datar (D)
= (BA-BB) x 100 x sin2 V = D1 sin V
b.
Menghitung Sudut Datar dan Koreksi Setelah sudut datar dijumlah dari semua titik yang didapat dari hasil pengukuran akan terjadi kesalahan, maka dengan itu harus dikoreksi sesuai dengan banyknya titik pengukuran. Bila sudut-sudut yang diukur berupa segi banyak (polygon) maka: Jumlah sudut
: (2n-4) x 900 untuk pengukuran berlawanan dengan jarum jam (sudut dalam). : (2n+4) x 900 untuk pengukuran searah dengan jarum jam (sudut luar)
Toleransi sudut
= + 40 n detik
dimana n
= banyaknya sudut
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN Poligon Tertutup Pada polygon ini titik awal dan titik akhir merupakan satu yang sama. Bila pengukuran sudut tidak sesuai dengan rumus diatas maka harus di ratakan sehingga memenuhi syarat diatas:
Ro
Poligon Tertutup antara 2 titik yang diketahui
A Azimuth diketahui
Poligon
Terdahul
Azimuth diketahui
B
C
Poligon baru
D
a. Pengukuran dimulai dari titik AB dimana azimut AB diketahui dan terakhir dititik CD azimut sebagai kontrol: azimut CD yang hasil perhitungan harus sama dengan azimut CD yang diketahui, toleransinya + 30” n menit. Disini juga harus dilakukan peralatan bila memenuhi ketentuan diata b. Untuk menghitung azimuth tiap-tiap garis penghubung haruslah ditentukan lebih dahulu azimuth awalnya. Penentuan azimuth dapat dilakukan dengan cara magnetis (kompas) atau pengamatan matahari.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN U AB
B
AB
C
D
B
A
C
Azimuth B –C adalah azimuth A – B + B – 1800 dan Azimuth C – D adalah azimuth B – C + C – 1800 dan seterusnya dimana B adalah sudut datar dari masing-masing titik. c. Menghitung Koordinat Setelah azimuth dan jarak datar telah dihitung, maka kita dapat menghitung koordinat titik-titik poligon. Perhitungan dimulai dengan mencari selisih koordinat (X dan Y): Rumus perhitungan selisih koordinat: D. sin untuk X D. cos untuk Y Dimana: D = jarak datar = azimuth perhitungan dari dimulai dari titik awal yang sudah diketahui koordinatnya kemudian ditambah atau dikurangi dengan selisih koordinat terkoreksi. d. Menghitung Koreksi Koordinat Untuk poligon tertutup X dan Y harus tidak melebihi dari toleransi pengukuran dengan rumus. Koreksi untuk absis setiap titik adalah: Xi = K1 Xi = K1 =
Xi X
Koreksi untuk absis setiap titik adalah : yi = K1 Yi = K1 =
Yi Y
e. Mengukur beda tinggi Jika menggunakan Waterpass, beda tinggi = pembacaan-pembacaan muka, jika menggunakan theodolith, beda tinggi (h) = D’ sin dimanan D’ adalah jarakmiring sedangkan sudut kemiringan lereng.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN f. Koreksi beda tinggi Untuk poligon tertutup h = 0, jika h tidak sama dengan 0 maka besarnya kesalahan dibagikan kemasing-masing titik. E. PETUNJUK UMUM 1. Mempelajari lembar kerja dengan baik-baik 2. Ingat betul-betul mana setiap bagian sekrup-sekrup pengatur/ penyetel dan fungsinya. 3. Perhatikan baik-baik tempat dan cara membaca skala lingkaran baik horizontal maupunvertikal, karena setiap pesawat mempunyai spesivikasi sendiri-sendiri. 4. Jangan memutar-mutar sekrup pengatur sebelum tahu benar fungsinya. 5. Dalam membuka dan mengunci sekrup-sekrup pengatur jangan terlalu longgar dan terlalu kencang. 6. Kalau masih ragu diharapkan bertanya pada instruktur. F. LANGKAH KERJA 1. Mengenal Bagian-Bagian Pesawat 1) Pasang pesawat diatas static. 2) Memperhatikan dengan seksama bagiandemi bagian dari pesawat tersebut dan sesuaikan dengan spesifiknya untuk mengingat-ingat nama dari bagian tersebut. 3) Mengikuti penjelasan instruktur. 2. Menyetel Pesawat 1) Menempatkan nivo sejajar dengan dua sekrup penyetel A&B, dan dengan dua sekrup penyetel ini gelembung nivo ditempatkan ditengah-tengah. 2) Memuar Nivo 1800 dengan sumbu I sebagai sudut putar. a. Bila gelembung tetap ditengah-tengah pekerjaan dilanjutkan ke langkah 4.b. b. Bila gelembung ditengah-tengah lagi, coba ulangi dulu dari langkah ke kesatu, dan bila beberapa kali diulang ternyata gelembung tidak juga ditengah-tengah setelah nivo diputar 1800, maka kembalikan gelembung setengahnya lagi dengan sekrup penyetel A&B. 3) Mengulangi pekerjaan sedemikian rupa sehingga gelembung tetap ditengahtengah sebelum dan sesudah nivo diputar 1800 dengan sumbu I sebagai sumbu putar.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 0
4) Memutar nivo 90 dengan sumbu I sebagai sumbu putar dan gelembung nivo ditengahkan dengan memutar sekrup penyetel C, maka sumbu I tegak lurus pada dua garis jurusan yang mendatar dan akan letak vertikal. 5) Mengulangi pekerjaan hingga bila nivo diputar kesemua jurusan gelembung tetap ditengah-tengah. Bila ada nivo yang biasanya dipasang pada kaki penyangga sumbu II (nivo B) dan tegak lurus terhadap nivo yang terletak diatas akhidade horizontal (nivo A) maka langkah pekerjaan sebagai berikut: 1. Menempatkan nivo A sejajar dengan sekrup A & B dan nivo B dengan sendirinya kearah sekrup penyetel C. 2. Menempatkan gelembung kedua nivo ditengah-tengah dengan sekrup penyetel A, B dan C. 3. Memutar nivo 1800 dengan sumbu I sebagai sumbu putar. Bila gelembung kedua nivo tetap ditengah-tengah dengan sekrup berarti pesawat sudah baiok (sumbu satu telahvertikal). 4. Bila gelembung nivo pindah dari tengah-tengah, coba ulangi lagi dari langkah kesatu. Dan bila beberapa kali diulangi gelembung tidakjuga di tengah-tengah, setengahnya dengan sekrup koreksi nivo masing-masing, maka sumbu II akan tegak lurus pada garis arah kedua nivo. 5. Kembalikan gelembung setengahnya lagi, nivo A dengan sekrup penyetel A & B dan nivo sekrup penyetel C. 6. Mengulangi pekerjaan, sehingga pada semua jurusan gelembungnivo selalu ditengah-tengah yang berarti sumbu I telah vertikal. 3. Memeriksa sumbu II, sumbu I dan garis bidik sumbu II 1. Menempatkan dan menyetel pesawat + 5 m dimuka suatu dinding (tembok) yang terang. Sumbu I dianggap sudah baik. 2. Dengan garis bidik mendatar dan kira-kira tegak lurus pada dinding dibuat suatu titik T pada dinding yang berimpit dengan titik potong dua benang diafragma. 3.
Dengan menggunakan unting-unting, pada dinding dibuat titik P vertikal diatas T
4.
yang tingginya dua kali titik T (tinggi titik T =tinggi sumbu II) dan titik Q vertikal dibawah titik T dan letak dikaki dinding.
5.
Pada titik P & Q dipasang kertas milimeter ataukertas skala mendatar sedemikian rupa hingga titik nol skala berimpit dengan titk P & Q.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 6.
Membidik teropong ke titik T, memuar teropong ke atas (kearah titk P) dan kebawah (kearah titik Q) dengan sumbu II sebagai sumbu putar, maka akan didapat 4 macam kemungkinan.
a. Sewaktu teropong dibidik ketitik P garis bidik (perpotongan benang silang) akan berimpit dengan titik P sewaktu teropong ketitik garis Q bdik akan berimpit dengan titk Q maka dalam hal ini pesawat sudah baik (sumbu II, Sumbu I dan garisbidk sumbu II) b. Sewaktu teropong dibidik ketitk P, garis bidik akan menunjuk ke A (sebelah kiri atau kanan P) dan sewaktu dibidik ketitik Q garis bidik akan menunjuk ke B yang bersebelahan dengan titik A dan PA = QB =X. jalannnya garis bidik adalah ATB. 1) Membidik teropong ketitik A 2) Dengan sekrup koreksi sumbu II, garis bidik digeser hingga berimpit dengan titik P. 3) Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong diputar keatas dan
kebawah,
garis bidik akan melukiskan P.T.Q. c. Sewaktu teropong dibidik ketitk P, garis bidik akan menunjuk ke titik C sebelah kiri atau kanan titik P atau sewaktu teropong dibidik ketitik Q, garis bidik akan menunjuk ke titik D yang berada pada belahan yang sama dengan titik C. PC = QD =Y. maka dalam hal ini terdapat kesalahan garis bidik tidak tegak lurus sumbu II,tapi sumbu II telah sumbu I 1) Membidik teropong C 2) Dengan sekrup koreksi diafragma, garis bidik digeser hingga berimpit dengan Titik P. 3) Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong diputar dari atas kebawah atau sebaliknya garis bidik akan melukiskan PTQ. d. Sewaktu teropong dibidik ketitk P, garis bidik akan menunjuk ke titik G sebelah kanan atau kiri titik P dan sewaktu teropong dibidik ketitik Q garis bidik akan menunjuk ke titik H, sebelah kanan atau kiri titik Q. tapi PQ= a QH = b. maka hal ini menunjukkan adanya kesalahan kombinasi, yaitu sumbu II tidak tegak lurus sumbu I dan garis bidik tidak tegak lurus sumbu II.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 1) Menghitung besarnya x dan y a=x+y
x=
1 (a – b) 2
b=x–y
y=
1 (a +b) 2
2) Membidik teropong keskala atas (titik G) 3) memutar sekrup koreksi sumbu II sedemikian rupa hingga pembacaan skala =Y (Y= pengaruh tidak tegak lurusnya garis bidik terhadap sumbu II). 4) Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong dibidikkan kesegala arah maupun bawah pembacaan dama dengan y dan terletak pada belahan yang sama terhadap garis PTQ yang bearti sumbu II telah tegak lurus sumbu I. 5) Membidik kembali teropong keskala atas. 6) Memutar sekrup koreksi diafragma sedemikian rupa hingga garis bidik menunjuk skala nol (berimpit dengan titik P). 7) Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong diarahkan dari atas kebawah atau sebaliknya garis bidik tetap berimpit dengan PTA|Q. 8) Pesawat telah baik
4. Pembacaan Skala Lingkaran 1. Memperhatikan bentuk-bentuk skala lingkaran yang terdapat pada pesawat yang bersangkutan. Ada 4 macam bentuk skala lingkaran: a. Bentuk garis lurus b. Garis lurus yang dilengkapi dengan skala c. Nonius d. Garis lurus yang dilengkapi dengan micrometer. 2. a. Bentuk garis lurus telah dibicarakan dalam bab (pengenalanwaterpass). b. Garis lurus yang dilengkapi dengan skala 1.Membaca angka derajat yang terdapat di belakang garis indeks dengan melihat posisi garis index. 2.Garis lurus yang dilengkapi dengan skala.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN c. Alat Pembaca Nonius 1) Mencari/menentukan besarnya satuan nonius pada pesawat tersebut. Besar satuan nonius = bagian lingkaran nonius. Maka untuk menentukan satuan nonius ini adalah sebagai berikut: -
Himpit index nol nonius dengan garis skala lingkaran yang berangka bulat, misal 100. Maka garis nonius yang terakhir akan berimpit pula dengan skala lingkaran, misal dengan skala lingkaran 17015’ maka panjang nonius 17015’. Bila nonius dibagi dalam 30 bagian maka satu bagian nonius ada 7 15’ : 30 = 14’30”. Dan bila sat bagian skala lingkaran ada 15, maka besar satuan nonius = 15’ – 14’30” .
2) Baca angka derajat dari skala lingkaran misal 71015’. 3) Mencari garis nonius yang berimit dengan garis skala lingkaran. Misal garis no. 13 maka pembacaan : 71015’ + (13 x 30’) = 71021’30”. d. Alat pembaca yang dilengkapi dengan micrometer. Sebagai contoh kita ambil pesawat TMIA, dimana medan baca seperti terlihat pada: 1. Memutar sekrup micrometer sedemikian rupa sehingga 2 atau 3 garis horizontal pada bidang tengah (B) berimpit. 2. Membaca angka derajat yang tertera pada bidang kiri (A) pada gambar terbaca 246030”. 3. Baca skala micrometer yang ditunjuk oleh index (bidang C) pada gambar terbaca 9’6, 17” = 246038’ 16,7”. 5. Pengukuran Sudut Horizontal 1. Menempatkan pesawat pada titik yang sudah ditentukan (A) dan setel hingga siap untuk melakukan pengukuran. 2. Mengarahkan teropong pada titk B, benang silang te pat pada paku titik B. 3. Jika paku titik tidak kelihatan, mendirikan yalon tepat diatas paku titik B, benang silang tepatkan pada As yalon. 4. Dengan pesawat theodolith yang dilengkapi kompas. a. Membuka kunci/sekrup kompas hingga skala lingkaran bergerak, dan biarkan sampai diam kembali. Kemudian tutup kunci / sekrup kompas, maka skala lingkaran menunjukkan arah utara magnetis. b.Membaca sudut ukuran B (aAB), misalnya = 30015’.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN c. Mengarahkan teropong pada titik C, benang silang tepat pada paku tidak kelihatan lakukan pekerjaan ini seperti pada pekerjaan (No.3). d. Membaca sudut jurusan C (AC) misal = 45045’ e. Juga melakukan pekerjaan tersebut pada titik D dan titik yang lain (N), misal AD = 120030’ dan AN = x0. f. Besar sudut BAC = AC-AB = 450 45’ – 300 15’ = 15030’ Besar sudut BAD = AD-AB = 1200 30’ – 300 15’ = 90015’ Besar sudut BAN = AN-AB = x0 – 30015’ = y0 Besar sudut CAN = AN-AB = x0 – 30015’ = z0 6.
Pengukuran Sudut Vertikal 1. Menempatkan pesawat pada titik A yang sudah ditentukan 4dan menyetel hingga siap untuk melakukan pengukuran. 2. Membidik titik B yang akan diukur secara kasar dengan memutar teropong kearah horizontal dan vertikal. 3. Setelah titk B kelihatan, menempatkan titik B ersebut dengan titk potong benang silang (sekrup penggerak halus). 4. a. Dengan alat ukur yang menggunakan zenith 1. Membaca sudut vertikal titik B. 2. Berarti sudut miring B = 900 – 88030’ = +01030’ atau B= 900 93015’ = -03015’. b. Dengan alat ukur yang tidak menggunakan zenith. 1.Membaca sudut vertikal titk B.bila teropong bergerak keatas, maka sudut miringnya negatif, misal = -02015’. 2.Bila teropong bergerak kebawah maka sudut miring
1 ositif, 2
misal = +01030’.
G. Membuat Lengkungan di Lapangan a. Membuat lengkungan dilapangan dengan alat sederhana, metode selisih busur yang sama panjang. 1. Menentukan panjang busurnya, misalnya = a m. harga a diambil antara 8 – 12,5 m.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 2. Menentukan/menghitung harga sudut Q, yaitu yang mempunyai panjang busur = a dan jari-jari = R. Q=
a 3600 . R 2
3. Menentukan/menghitung koordinat-koordinat titk-titik detailnya. X1 = R sin Q Titik 1 (X1, Y1) X1 = 2R sin2 Q/2
X2 = R sin 2Q Titik 2 (X2, Y2) X2 = 2R sin2 Q
X3 = R sin 3Q Titik 3 (X3, Y3) X3 = 2R sin2 3/2Q
Xn = R sin n.Q Titik n (Xn, Yn) 4. Membuat garis lurus dilapangan dan mendirikan patok dititik T dan titik P. 5. Menentukan titik A ada garis TP sejauh X 6. Menentukan titk 1 sejauh Y dari A tegak lurus TP, kemudian didirikan patok pada titk 1. 7. Dengan cara yang sama, menentukan koordinat-koordinat titk-titik 2, 3, …, n. 8. Lengkungan yang dimaksud adalah garis yang menghubungkan titik-titk T, 1, 2, 3, …, n. b. Dengan pesawat theodolith yan g tidak dilengkapi kompas. 1.
mengovalkan skala lingkaran mendatar dititik B dan kunci sekrup K2 (limbus) maka baca sudut mendatar titk B = 000’0”.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 2.
Mengarahkan teropong pada titik C dengan mengendorkan sekrup K1, benang silang ditempatkan pada waktu titik C, dan jika tidak kelihatan lakukan pekerjaan seperti pada pekerjaan (No.3), kemudian kunci kembali sekrup K1.
3.
Membaca sudut mendatar titik C misal = 15030’45”
4.
Juga melakukan pekerjaan pada titk D dan titik-titk yang lain (N) misal titk N = Y0
5.
Besar sudut BAC = 15030’45” Besar sudut BAD = 90015’27” Besar sudut BAN = Y0 Besar sudut CAN = Y0 – 15020’45”
Polygon Terbuka 1. Menentukan titik potong polygon yang akan dibuat. 2. Memasang dan menyetel pesawat pada titik polygon P (XP,YP) yang sudah diketahui koordinatnya. 3. Membuka klem limbus dan piringan mendatar, kemudian dikunci kembali. 4. Membuka klem limbus bidik bidik titk R (Xr,Yr) setelah tepat dikunci kembali. 5. Membuika klem piringan skala mendatar, bidik titik 1 dan kunci kembali, kemudian mencatat pembacaan sudut. 6. Memasang bak ukur pada titik 1, bidik bak ukur dan catat BA, BT dan BB. 7. Mengulangi langkah 4 s/d 5. Sehingga di dapat P-1 dan jarak titk polygon P ketitik 1 (dpl). 8. Memindahkan pesawat ketitik polygon 1 dengan cara yang sama, mengukur sudut dan jarak seperti langkah-langkah diatas. 9. Melakukan pengukuran ketitik-titik polygon selanjutnya dengan jalan seperti langkah tersebut di atas sampai titik Q (Xq,Yq), sehingga dengan demikian akan dapat 1, 2, 3 … dan d1-2, d2-3, d3-4 … dan seterusnya. 10. Menghitung dan menggambar hasil pengukuran.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN Polygon tertutup Untuk polygon tertutup ini pada prinsipnya langkah kerja dalam pengukuran sama dengan langkah kerja polygon terbuka. Hanya bedanya: a. Untuk Polygon Terbuka: 1. Pada ujung awal polygon diperlukan suatu titik K yang tentu dan sudut jurusan yang tentu pula. 2. Supaya keadaan menjadi simetris, maka pada ujung akhir dibuat titk ang tentu pula dan ikatan pada jurusan yang tentu pula. b. Untuk polygon tertutup 1. Pada
pengukuran cukup diperlukan suatu titik tertentu saja atau beberapa titik
tertentu dan sudut jurusan yang tentu pula pada awal pengukuran. 2. Pengukuran akhir harus kembali (menutup) ke titik awal. c. Dalam hal ini dapat dilihat pada contoh dibawah ini dimana pengukuran awal dimulai dari titk P yang kemudian diakhiri ketitik P lagi. H. Pengukuran Setting Out-Stake Out 1. Memasang dan mengukur pesawat pada titik A sampai siap pakai. 2. Menolakan skala lingkaran mendatar kemudian kunci kembali. 3. Membuka klem limbus dan skala lingkaran vertikal bidik titk B, setelah dapat patok kunci kembali. 4. Memutar pesawat sebesar a1, pasang yalon searah garis bidik sehingga didapat garis arah AC. 5. Menentukan AC = 50 cm dengan pita ukur. 6. Memasang patok dititik C dan memasang juga pakunya. 7. Memindahkan dan mengatur pesawat titk C. 8. Seperti langkah 2 dan 3 tetapi yang dibidik titikk A. 9. Memutar pesawat sebesar a2, memasang yalon searah garis bidik sehingga dapat garis arah CK. 10. Menentukan Ck = 49,8 cm dengan pita ukur. 11. Memasang patok dititik K dan memasang juga pakunya. 12. Memindahkan dan mengatur pesawat dititik K.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 13. Seperti langkah 2 dan 3, tetapi yang dibidik titik C. 14. Memutar pesawat sebesar a3, pasang yalon searah garis bidik sehingga dapat garis aqrah KL. 15. Menentukan KL = 20 cm dengan pita ukur. 16. Begitu seterusnya sehingga mendapatkan patok D, E, F, G, H, I, J dan M yang dibidik dari titik K.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN BAB II METODOLOGI
A. Metodologi Waterpass Waktu dan Tempat
Praktikum Penyipat datar Hari dan Tanggal
: Minggu, 11 mei 2014
Waktu
: 08.00 – Selesai
Lokasi
: Daerah Lingkungan Lab Iut Palu
B. METODOLOGI THEODOLITH Waktu dan Tempat
Praktikum Pemetaan Hari dan Tanggal
: Senin, 12 mei 2014
Waktu
:
08.00 – Selesai
Lokasi
:
Daerah Lingkungan Lab Iut Palu
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN BAB III DATA DAN SKETSA A. Data Ukur Waterpass
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
B. Data Ukur Theodolit
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN BAB IV PERHITUNGAN A. Pengolahan Data Menyipat Datar (Waterpass)
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 1). Menghitung Jarak Rumus umum, jarak optis= (BA-BB) x 100 a. Untuk patok utama P0-P1 = (1,230-1,030) x 100 = 20 m P1-P0 = (1,470-1,270) x 100 = 20 m P1-P2 = (1,230-1,030) x 100 = 20 m P2-P1 = (1,565-1,365) x 100 = 20 m P2-P3 = (1,280-1,080) x 100 = 20 m P3-P2 = (1,550-1,350) x 100 = 20 m P3-P4 = (1,260-1,060) x 100 = 20 m P4-P3 = (1,620-1,420) x 100 = 20 m P4-P5 = (1,645-1,445) x 100 = 20 m P5-P4 = (1.230-1,035) x 100 = 20 m b. Untuk patok detail P0 a= (1,035-1,005) x 100
= 3 m
b= (0,925-0,865) x 100
= 6 m
c= (1,500-1,470) x 100
= 3 m
d= (1,415-1,355) x 100
= 6 m
P1 a= (1,225-1,195) x 100
= 3 m
b= (0,940-0,880) x 100
= 6 m
c= (1,260-1,230) x 100
= 3 m
d= (1,200-1,140) x 100
= 6 m
P2 a= (1,160-1,130) x 100 = 3 m b= (0,905-0,845) x 100 = 6 m c= (1,405-1,375) x 100 = 3 m d= (2,375-2,315) x 100 = 6 m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN P3 a= (1,020-0,990) x 100 = 3 m b= (0,625-0,565) x 100 = 6 m c= (1,510-1,480) x 100 = 3 m d= (1,640-1,580) x 100 = 6 m P4 a= (1,145-1,115) x 100 = 3 m b= (0,715-0,655) x 100
= 6 m
c= (1,480-1,450) x 100
= 3 m
d= (1,670-1,610) x 100
= 6 m
P5 a= (1,270-1,240) x 100 = 3 m b= (1,000-0,940) x 100
= 6 m
c= (1,410-1,380) x 100
= 3 m
d= (1,465-1,405) x 100
= 6 m
2). Menghitung Beda Tinggi Rumus umum : Beda tinggi = Tinggi alat – BT muka a. Untuk patok utama P0-P1= 1,220 m - 1,130 m =
0,090 m
P1-P2= 1,280 m - 1,130 m =
0,150 m
P2-P3= 1,320 m - 1,185 m =
0,135 m
P3-P4= 1,360 m - 1,160 m =
0,200 m
P4-P5= 1,350 m - 1,545 m = -0,195 m b. Untuk patok detail (Pn = Tinggi alat Pn – BT detail) P0 a = (1,220 - 1,020) =
0,200 m
b = (1,220 - 0,895) =
0,325 m
c = (1,220 - 1,485) = -0,265 m d = (1,220 - 1,385) = -0,165 m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN P1 a = (1,280 - 1,210) = 0,070 m b
= (1,280 - 0,910) = 0,370 m
c
= (1,280 - 1,245) = 0,035 m
d
= (1,280 - 1,170) = 0,110 m
P2 a = (1,320 - 1,150) =
0,170 m
b = (1,320 - 0,875) =
0,445 m
c = (1,320 - 1,390) = -0,070 m d = (1,320 - 2,345) = -1,025 m P3 a = (1,360 - 1,010) =
0,350 m
b = (1,360 - 0,595) =
0,765 m
c = (1,360 - 1,495) = -0,135 m d = (1,360 - 1,610) = -0,250 m P4 a = (1,350 - 1,130) =
0,220 m
b = (1,350 - 0,685) =
0,665 m
c = (1,350 - 1,465) = -0,115 m d= (1,350 - 1,640) = -0,290 m P5 a = (1,330 - 1,255) =
0,075 m
b = (1,330 - 0,970) =
0,360 m
c = (1,330 - 1,395) = -0,065 m d = (1,330 - 1,435) = -0,105 m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 3). Menghitung Tinggi Titik dengan Metode Beda Tinggi Rumus Umum : Tinggi Titik = Titik + Beda Tinggi Titik Awal = (2 Angka No. Stambuk) + 100 = 09 + 100 =109,000 m a. Patok Utama TT P1 = TT P0 + Bd.T P1 = 109,000 m + (0,090) m = 109,090 m TT P2 = TT P1 + Bd.T P2 = 109,090 m + (0,150) m = 109,240 m TT P3 = TT P2 + Bd.T P3 = 109,240 m + (0,135) m = 109,375
m
TT P4 = TT P3 + Bd.T P4 = 109,375 m + (0,200) m = 109,575 m TT P5 = TT P4 + Bd.T P5 = 109,575 m + (-0,195) m = 109,380 m b. Patok detail Rumus: TT = Tinggi Titik Patok Utama + Bd.T detail P0 a = 109,000 m + (0,200) m = 109,200 m b = 109,000 m + (0,325)
m = 109,325 m
c = 109,000 m + (-0,265) m = 108,735 m d = 109,000 m + (-0,165) m = 108,835 m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN P1 a = 109,090 m + (0,070) m
= 109,160 m
b = 109,090 m + (0,370) m
= 109,460 m
c = 109,090 m + (0,035) m
= 109,125 m
d = 109,090 m + (0,110) m
= 109,200 m
P2 a = 109,240 m + (0,170) m = 109,410 m b = 109,240 m + (0,445)
m = 109,685 m
c = 109,240 m + (-0,070) m = 109,170 m d = 109,240 m + (-0,025) m = 108,215 m P3 a = 109,375 m + (0,350) m = 109,725 m b = 109,375 m + (0,765) m = 110,140 m c = 109,375 m + (-0,135) m = 109,240 m d = 109,375 m + (-0,250) m = 109,125 m P4 a = 109,575 m + (0,220) m = 109,795 m b = 109,575 m + (0,665) m = 110,240 m c = 109,575 m + (-0,115) m = 109,460 m d = 109,575 m + (-0,290) m = 109,285 m P5 a = 109,380 m + (0,075) m = 109,455 m b = 109,380 m + (0,360) m = 109,740 m c = 109,380 m + (-0,065) m = 109,315 m d = 109,380 m + (-0,105) m = 109,275 m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 4). Menghitung tinggi titik menggunakan metode garis bidik (GB) Rumus umum: Tinggi garis bidik = Tt + Ta Tinggi titik = T.garis bidik – Bt. Titik yang dibidik a. Untuk patok utama TT P0
= (2 Angka No. Stambuk) + 100 = 09 + 100 = 109,000 m
Tg B
P0
= TT P0 + Ta P0 = 109,000 + 1,220 = 110,220 m
TT P1
= Tg B P0 – Bt M P1 = 110,220 – 1,130 = 109,090 m
Tg B
P1
= TT P1 + TA P1 = 109,090 + 1,280 = 110,370 m
TT P2
= Tg B P1 – Bt M P2 = 110,370 – 1,130 = 109,240 m
Tg B
P2
= TT P2 + TA P2 = 109,240 + 1,320 = 110,560 m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN TT P3
= Tg B P2 – Bt M P3 = 110,560 – 1,185 = 109,375 m
Tg B
P3
= TT P3 – TA P3 = 109,375 + 1,360 = 110,735 m
TT P4
= Tg B P3 – Bt M P4 = 110,735 – 1,160 = 109,575 m
Tg B
P4
= TT P4 – TA P4 = 109,575 + 1,350 = 110,925 m
TT P5
= Tg B P4 – Bt M P5 = 110,925 – 1,545 = 109,380 m
Tg B
P5
= TT P5 – TA P5 = 109,380 + 1,330 = 110,710 m
b. Untuk Patok detail RUMUS : Garis Bidik – BT detail Tg B P0
= 110,220 m
TT P0 a = 110,220 – 1,020 = 109,200 m b = 110,220 – 0,895 = 109,325 m c = 110,220 – 1,485 = 108,735 m d = 110,220 – 1,385 = 108,835 m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN Tg B P1
= 110,370 m
TT P1 a = 110,370 – 1,210 = 109,160 m b = 110,370 – 0,910 = 109,460 m c = 110,370 – 1,245 = 109,125 m d = 110,370 – 1,170 = 109,200 m Tg B P2
= 110,560 m
TT P2 a = 110,560 – 1,150 = 109,410 m b = 110,560 – 0,875 = 109,685 m c = 110,560 – 1,390 = 109,170 m d = 110,560 – 2,345 = 108,215 m Tg B P3
= 110,735 m
TT P3 a = 110,735 – 1,010 = 109,725 m b = 110,735 – 0,595 = 110,140 m c = 110,735 – 1,495 = 109,240 m d = 110,735 – 1,610 = 109,125 m Tg B P4
= 110,925 m
TT P4 a = 110,925 – 1,130 = 109,795 m b = 110,925 – 0,685 = 110,240 m c = 110,925 – 1,465 = 109,460 m d = 110,925 – 1,640 = 109,285 m Tg B P5
= 110,710 m
TT P5 a = 110,710 – 1,255 = 109,795 m b = 110,710 – 0,970 = 110,240 m c = 110,710 – 1,395 = 109,460 m d = 110,710 – 1,435 = 109,285 m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN ELEVASI JALAN A. PROFIL MEMANJANG Langkah-langkah menghitung elevasi jalan a. Kelandaian = 0,5 % (memanjang) b. Kemiringan melintang = 2% (normal) c. Lebar jalan = 12 meter (2 x 6 meter) d. Tinggi elevasi AS jalan di awali dari patok P0 = angka ketentuan – 1 = 109 – 1 =108 m Maka rencana elevasi jalan
Z
Y
Y X
=
x
100%
X
P0
P1
20 m
P0
P2
P4
20 m
20 m
P1
P3
P2
20 m
20 m
P3
P0= 108.000
m
P1= 108.000 -
0.100
= 107.900
m
P2= 107.900 -
0.100
= 107.800
m
P3= 107.800 -
0.100
= 107.700
M
P4= 107.700 -
0.100
= 107.600
M
P5= 107.600 -
0.100
= 107.500
M
P5
P4
P5
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN B. PROFIL MELINTANG Menggunakan data ketinggian patok detail perpias (P0,P1, P2, P3, P4 dan P5). 1. untuk pias patok P0 P0= 108 m TP0 c = 108,000 – 0,060 = 107,940 m TP0 d = 107,940 – 0,060 = 107,880 m TP0 b = TP0 d = 107,880 m TP0 a = TP0 c = 107,940 m 2. untuk pias patok P1 P1= 107,900 m TP1 c = 107,900 – 0,060 = 107,840 m TP1 d = 107,840 – 0,060 = 107,780 m TP1 b = TP1 d = 107,780 m TP1 a = TP1 c = 107,840 m 3. untuk pias patok P2 P2= 107,800 m TP2 c = 107,800 – 0,060 = 107,740 m TP2 d = 107,740 – 0,060 = 107,680 m TP2 b = TP2 d = 107,680 m TP2 a = TP2 c = 107,740 m 4. untuk pias patok P3 P3= 107,700 m TP3 c = 107,700 – 0,060 = 107,640 m TP3 d = 107,640 – 0,060 = 107,580 m TP3 b = TP3 d = 107,580 m TP3 a = TP3 c = 107,640 m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 5. untuk pias patok P4 P4= 107,600 m TP4 c = 107,600 – 0,060 = 107,540 m TP4 d = 107,540 – 0,060 = 107,480 m TP4 b = TP4 d = 107,480 m TP4 a = TP4 c = 107,540 m 6. untuk pias patok P5 P5= 107,500 m TP5 c = 107,500 – 0,060 = 107,440 m TP5 d = 107,440 – 0,060 = 107,380 m TP5 b = TP5 d = 107,380 m TP5 a = TP5 c = 107,440 m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN Menghitung Luas Penampang 1. Penampang Pias P0 Sengmen a = (P0b – P0b.b) + (P0a – P0a.a) x 3 2 = (109,325–107,880) + (109,200-107,940) x 3 2 = 3,965 2 = 1,983 m2
Sengmen b =
(P0a – P0a.a) + (P0 – P0.P’) x 3 2 = (109,200-107,940) + (109,000 – 108,000) x 3 2 = 3,260 2 = 1,630 m2
Sengmen c =
(P0 – P0.P’) + (P0.c – P0c.c) x 3 2 = (109,000 - 108,000) + (108,735 – 107,940) x 3 2 = 2,590 2 = 1,295 m2
Sengmen d =
(P0c – P0c.c) + (P0d – P0d.d) x 3 2 = (108,735 - 107,940) + (108,835– 107,880) x 3 2 = 2,705 2 = 1,353
m2
JUMLAH LUAS P0 = 6,260 m2
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 2. Penampang Pias P1 sengmen a =
(P1b – P1b.b) + (P1a – P1a.a) x 3 2 = (109,460–107,780) + (109,160-107,840) x 3 2 = 4,320 2 = 2,160
m2
sengmen b =
(P1a – P1a.a) + (P1 – P1.P’) x 3 2 = (109,160-107,840) + (109,090 – 107,900) x 3 2 = 3,700 2 = 1,850
m2
sengmen c =
(P1 – P1.P’) + (P1.c – P1c.c) x 3 2 = (109,090 - 107,900) + (109,125 – 107,840) x 3 2 = 3,760 2 = 1,880
m2
sengmen d =
(P1c – P1c.c) + (P1d – P1d.d) x 3 2 = (109,125 - 107,840) + (109,200– 107,780) x 3 2 = 4,125 2 = 2,063
m2
JUMLAH LUAS P1 = 7,952 m2
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 3. Penampang Pias P2 sengmen a =
(P2b – P2b.b) + (P2a – P2a.a) x 3 2 = (109,685–107,680) + (109,410 - 107,740) x 3 2 = 5,345 2 = 2,673
m2
sengmen b =
(P2a – P2a.a) + (P2 – P2.P’) x 3 2 = (109,410 - 107,740) + (109,240 – 107,800) x 3 2 = 4,550 2 = 2,275
m2
sengmen c =
(P2 – P2.P’) + (P2.c – P2c.c) x 3 2 = (109,240 - 107,800) + (109,170 - 107,740) x 3 2 = 4,300 2 = 2,150
m2
sengmen d =
(P2c – P2c.c) + (P2d – P2d.d) x 3 2 = (109,170 - 107,740) + (108,215 – 107,680) x 3 2 = 2,500 2 = 1,250
m2
JUMLAH LUAS P2 = 8,348 m2
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 4. Penampang Pias P3 sengmen a =
(P3b – P3b.b) + (P3a – P3a.a) x 3 2 = (110,140–107,580) + (109,725 - 107,640) x 3 2 = 6,730 2 = 3,365
m2
sengmen b = (P3a – P3a.a) + (P0 – P3.P’) x 3 2 = (109,725 - 107,640) + (109,375 – 108,700) x 3 2 = 5,435 2 = 2,717
m2
sengmen c =
(P3 – P3.P’) + (P3.c – P3c.c) x 3 2 = (109,375 - 107,700) + (109,240 – 107,640) x 3 2 = 4,875 2 = 2,437
m2
sengmen d =
(P3c – P3c.c) + (P3d – P3d.d) x 3 2 = (109,240 - 107,640) + (109,125 – 107,580) x 3 2 = 4,690 2 = 2,345
m2
JUMLAH LUAS P3 = 10,865 m2
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 5. Penampang Pias P4 sengmen a =
(P4b – P4b.b) + (P4a – P4a.a) x 3 2 = (110,240–107,480) + (109,795 - 107,540) x 3 2 = 7,270 2 = 3,635
m2
sengmen b =
(P4a – P4a.a) + (P4 – P4.P’) x 3 2 = (109,795 - 107,540) + (109,575 – 107,600) x 3 2 = 6,205 2 = 3,120
m2
sengmen c =
(P4 – P4.P’) + (P4.c – P4c.c) x 3 2 = (109,575 - 107,600) + (109,460 – 107,540) x 3 2 = 5,815 2 = 2,908
m2
sengmen d =
(P4c – P4c.c) + (P4d – P4d.d) x 3 2 = (109,460- 107,540) + (109,285– 107,480) x 3 2 = 5,530 2 = 2,765
m2
JUMLAH LUAS P4 = 12,410 m2
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 6. Penampang Pias P5 sengmen a =
(P5b – P5b.b) + (P5a – P5a.a) x 3 2 = (109,740–107,380) + (109,455 - 107,440) x 3 2 = 6,390 2 = 3,195
m2
sengmen b =
(P5a – P5a.a) + (P5 – P5.P’) x 3 2 = (109,455 - 107,440) + (109,380 – 107,500) x 3 2 = 5,775 2 = 2,888
m2
sengmen c = (P5 – P5.P’) + (P5.c – P5c.c) x 3 2 = (109,380 - 107,500) + (109,315 – 107,440) x 3 2 = 5,630 2 = 2,815 m2
sengmen d = (P5c – P5c.c) + (P5d – P5d.d) x 3 2 = (109,315 - 107,440) + (109,275– 107,380) x 3 2 = 5,665 2 = 2,833 m2 JUMLAH LUAS P5 = 11,730 m2
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN Tabel Volume Galian
N0 N0.Pias
Luas Pias
Jarak Antar Pias ( m )
Volume Galian ( m 3)
Keteranga
4
5
6
20
142.125
20
163.000
20
192.125
20
232.750
20
241.400
1
2
3
1
P0
6.260
2
P1
7.952
3
P2
8.348
4
P3
10.865
5
P4
12.410
6
P5
11.730
Jumlah
Volume Galian = (Luas Pias Depan) + Luas Pias Belakang) x 1/2x jarak antar Pias
971.400
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN B. Pengolahan Data Pemetaan (Theodolit)
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN A. PATOK UTAMA 1. Menetukan Sudut Datar Rumus : Sudut Datar = Sudut Muka – Sudut Belakang Jika hasil negatif ( - ) maka ditambah 3600 P0 = 950 33’ 00” – 1650 30’ 30” = -700 2’ 30” + 3600 = 2900 02’ 30’’ P1 = 2500 49’ 20” – 00 0’ 0” = 2500 49’ 20”
= 2500 49’ 20”
P2 = 2900 9’ 10” – 00 0’ 0” = 2900 9’ 10”
= 2900 9’ 10”
P3 = 2490 0’ 0” – 00 0’ 0” = 2490 0’ 0”
= 2490 0’ 0” ∑ = 10800 0’ 60”
+
2. Koreksi Sudut Datar Rumus : ( 2n – 4 ) x 900 ( untuk sudut dalam berlawanan jarum jam ) ( 2n + 4 ) x 900 ( untuk sudut luar searah jarum jam ) Jumlah sudut terkoreksi = ( 2 x 4 + 4 ) x 900 = 12 x 900 = 10800 000 000 Jumlah koreksi = 10800 000 000 – 10800 0’ 60” = - 00 1’ 0” Untuk koreksi perpatok adalah sebagai berikut P0= 2900 02’ 30’’ x (- 00 1’ 0” )
= - 00 0’ 16”
10800 0’ 60” P1= 2500 49’ 20” x (- 00 1’ 0” )
= - 00 0’ 14”
10800 0’ 60” P2= 2900 9’ 10”
x (- 00 1’ 0” )
= - 00 0’ 16”
x (- 00 1’ 0” )
= - 00 0’ 14”
10800 0’ 60” P3= 2490 0’ 0” 10800 0’ 60”
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 3. Menentukan Sudut Terkoreksi Rumus Umum:Sudut Terkoreksi= Sudut Datar + Koreksi P0 = 2900 02’ 30’’ + (-00 0’ 16” )
= 290º 2’ 14”
P1 = 2500 49’ 20” + (-00 0’ 14” )
= 250º 49’ 6”
P2 = 2900 9’ 10” + (-00 0’ 16” )
= 290º 8’ 54”
0
’
P3= 249 0 0
”
0
’
”
+ (-0 0 14 )
= 248º 59’ 46”
∑ = 10800 000 000
+
(okk..!!!)
4. Azimuth (α ) α awal + sudut pn -180º Jika nilainya > 360º maka di kurang 3600 Jika nilainya negative (-) maka ditambah 3600 azimuth awal = (2 Angka No. Stambuk) + 100 = 09 + 100 = 1090 00’ 00’’ α P0 – P1 = 1090 000 000 + 290º 2’ 14” - 180º = 2190 2’ 14” α P1 – P2 = 2190 2’ 14” + 250º 49’ 6” - 180º
= 2890 51’ 20”
α P2 – P3 =2890 51’ 20” + 290º 8’ 54” - 180º
= 400º 0’ 14” - 3600 = 40º 0’ 14”
α P3 – P0 = 40º 0’ 14” + 248º 59’ 46” - 180º
= 1090 00’ 00’’
Azimuth Awal = Azimuth Akhir 5. Menentukan Jarak Optis ( D ) Rumus umum : Jarak datar optis= (BA-BB)x100 sin²V P0 – P1 = ( 0,700 – 0,420 ) x 100 x sin² 89º14’10” = 27,998 m P1- P2 = ( 0,600 – 0,320 ) x 100 x sin² 91º05’50” = 27,995 m P2 – P3 = ( 1,850 – 1,570 ) x 100 x sin² 92º49’30” = 27,966 m P3 – P0 = ( 0,860 – 0,580 ) x 100 x sin² 91º54’30” = 27,984 m ∑D
+
= 119,943 m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 6. Menentukan Selisih Kordinat Rumus: Δx =Jarak datar x sin α Δy=Jarak datar x cos α a). Selisih koordinat Δx P0 – P1 = 27,998 x sin 2190 2’ 14” 0
’
P1 – P2 = 27,995 x sin 289 51 20
= -17, 634 m ”
P2 – P3 = 27,966 x sin 40º 0’ 14”
= -26,331 m = 17,978 m
P3 – P0 = 27,984 x sin 1090 00’ 00’’ = 26,460 m ∑∆x = 0,473
+
m
∑|∆x| = 88,402 m b). Selisih koordinat ΔY P0 – P1 = 27,998 x cos 2190 2’ 14”
= -21,747 m
P1 – P2 = 27,995 x cos 2890 51’ 20” = 9,508 P2 – P3 = 27,966 x cos 40º 0’ 14”
m
= 21,422 m
P3 – P0 = 27,984 x cos 1090 00’ 00’’ = -9,111 m ∑∆x = 0,073
+
m
∑|∆x| = 61,788 m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 7. Menentukan Koreksi Koordinat ( Koreksi Error Linear ) a). untuk koreksi koordinat x Rumus umum: 𝛿xn= - ∑Δx x D ∑D P0 – P1 = -| 0,473| x 27,998 = -0,118 m | 119,943 | P1 – P2 = -|0,473| x 27,995 = -0,118 m | 119,943 | P2 – P3 = -| 0,473| x 27,966 = -0,118
m
| 119,943 | P3 – P0 = - |0,473 | x 27,984 = -0,118 m
+
| 119,943 | ∑ 𝛿 xn
= -0,473 m
b). Untuk koordinat y Rumus umum 𝛿xn = -∑Δy . x D ∑D P0 – P1 = -| 0,073 | x 27,998 = -0,018 m | 119,943 | P1 – P2 = -| 0,073 | x 27,995
= -0,018 m
| 119,943 | P2 – P3 = -| 0,073 | x 27,966 = -0,018 m | 119,943 | P3 – P0 = -| 0,073 | x 27,984
= -0,018 m
+
| 119,943 | ∑𝛿yn
= 0,073 m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 8. Selisih Koordinat Terkoreksi Rumus umum x =Δx + 𝛿 x y = Δy + 𝛿 y a). Absis koordinat Δx P0 – P1= -15,371 + (-0,118 ) = -17,752 m P1 – P2 = -27,993 + (-0,118 ) = -26,449 m P2 – P3 = 13,027 + (-0,118 ) = 17,859 m P3 – P0 = 26,460 + (-0,118 ) = 26,342 m ∑Δx
=
0 m
+
b). Absis koordinat Δy P0 – P1 = -23,400 + ( -0,018 ) = -21,765 m P1 – P2 =
-0,324 + ( -0,018 ) = 9,490 m
P2 – P3 =
24,747 + ( -0,018 ) = 21,404 m
P3 – P0 =
-9,111 + ( -0,018 ) = -9,129 m ∑ Δy
=
0m
+
9. Koordinat Poligon Rumus umum : x = x0 + Δx Y = y0 + Δy X0 = Y0 = STB + 100 =09 + 100 = 109 m Jika diketahui koordinat P0 (x0 dan y0) (109 : 109) a). Koordinat x P0 – P1= 109
+ (-17,752) = 91,248 m
P1 – P2 = 91,248 + (-26,449) = 64,799 m P2 – P3 = 64,799 + 17,859
= 82,658 m
P3 – P0 = 82,658 + 26,342
= 109
m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN b). Koordinat y P0 – P1 = 109
+ (-21,765 ) = 87,235 m
P1 – P2 = 87,235 + 9,490
= 89,322 m
P2 – P3 = 89,322 + 21,404
= 118,129m
P3 – P0 = 118,129 + ( -9,129) = 109
m
10. Perhitungan Beda Tinggi a). Menentukan beda tinggi Rumus umum : beda tinggi =
P0 – P1
=
P1 – P2
=
P2 – P3
=
P3 – P0
=
27,998 tan 89°14°10" 27,995 tan 91°05°50" 27,966 tan 92°49°30" 27,984 tan 91°54°30"
𝐷 tan 𝑉
+ 𝑇𝐴 − 𝐵𝑇
+ 1,440 − 0,560 = 1,253
m
+ 1,553 − 0,470 = 0,547 m + 1,553 − 1,070
= -0,897 m
+ 1,553 − 0,720 = -0,099 m ∑ = -0,804 m
b).Menentukan koreksi Rumus umum: Koreksi
= Selisih penutup elevasi Jumlah patok
= =
-0,804 4 -0,201
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
+
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN c). Beda tinggi koreksi Rumus umum= Beda tinggi + koreksi P0 – P1
= 1,253
+ -0,201 = 1,052
m
P1 – P2
= 0,547
+ -0,201 = 0,346
m
P2 – P3
= -0,897
P3 – P0
= -0,099 + -0,201 = -0,300 m
+ -0,201 = -1,098 m
= 0,000
m
+
d). Tinggi titik Rumus umum: Tinggi Titik=Tinggi Awal + Beda Tinggi Koreksi Tinggi awal=No. Stambuk +100 = 09 + 100 = 109
P0
= 109 m
P1
= 109
P2
= 110,052 + 0,346
= 110,398 m
P3
= 110,398 + (-1,098)
=109,300 m
P0
= 109,300 + (-0,300)
=109
+ 1,052
= 110,052 m
m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN B. PATOK DETAIL 1. Sudut Datar Patok Detail Rumus : D = Sudut Muka – Sudut belakang patok utama Jika hasilnya negative (-), maka di tambah 360° P1 a = 270° 27' 0''
- 0° 0' 0''
= 270° 27' 0''
P2 a = 328° 59' 0''
- 0° 0' 0''
= 328° 59' 0''
P3 a = 275° 8' 40''
- 0° 0' 0''
= 275° 8' 40''
b = 301° 52' 50'' - 0° 0' 0''
= 301° 52' 50''
2. Jarak Datar Optis Detail Rumus : D = (BA – BB) x 100 sin2v P1 a = (1,850 – 1,700) x 100 sin2 91° 27' 50'' = 14,995 m P2 a = (1,180– 1,030) x
100 sin2 93° 27' 40'' = 14,973 m
P3 a = (0,850 – 0,700) x 100 sin2 91° 53' 00'' = 14,992 m b = (0,590 – 0,390) x 100 sin2 89° 55' 50'' = 20,000 m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN 3. Azimuth Polygon (Detail) Rumus : Azimuth awal + sudut datar – 180° Jika nilainya negative (-), maka di tambah 360° Jika nilainya > 360°, maka di kurangi 360° P1 a = 219° 2' 14'' + 270° 27' 0'' - 180° = 309° 29' 14'' P2 a = 289° 51' 20'' + 328° 59' 0'' - 180° = 438° 50' 20'' - 360° = 78° 50' 20'' P3 a = 40° 0' 14''
+ 275° 8' 40'' - 180° = 195° 8' 54''
b = 40° 0' 14''
+ 301° 52' 50'' - 180° = 161° 53' 4''
4. Selisih Koordinat Detail a. Koordinat ∆x Rumus : D x sin α Detail P1 a = 14,995 x
sin 309° 29' 14'' = -11,573 m
P2 a = 14,973 x
sin 78° 50' 20''
= 14,689 m
P3 a = 14,992 x
sin 195° 8' 54''
= 10,573 m
b = 20,000 x
sin 161° 53' 4''
= 6,219
m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN b. Koordinat ∆y Rumus : D x cos α Detail P1 a = 14,995 x
cos 309° 29' 14'' = 9,535 m
P2 a = 14,973 x
cos 78° 50' 20'' = 2,898
P3 a = 14,992 x
cos 195° 8' 54''
b = 20,000
x
m
= -10,628 m
cos 161° 53' 4'' = -19,009 m
5. Koordinat Polygon Detail a). Untuk koordiat x
x = x0 + xawal =
x
09 + 100
= 109
p1 a = 91,248
+ (-11,573) = 79,675 m
P2 a = 64,799
+ 14,689
= 79,675 m
P3 a = 82,658
+ 10,573
= 93,232 m
+ 6,219
= 88,877 m
b = 82,658
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
b). Untuk koordiat Y
Y
= y0 + y
yawal = 09 + 100 = 109 p1 a = 87,235
+ 9,535
= 96,771 m
p2 a = 96,725
+ 2,898
= 99,624 m
p3 a = 118,129 + -10,628 = 107,501 m b = 118,129 + -19,009 = 99,120 m 6. Menghitung Beda Tinggi detail Rumus : Tinggi alat - BTM + D / tan V
P1 a = 1,553 - 1,775 + 14,995 / tan 91
27 ‘ 50 ‘‘ = -0,605 m
p2 a = 1,553 - 1,100 + 14,973 / tan 93
27 ‘ 40 ‘‘ = -0,453 m
p3 a = 1,553 - 0,790 + 14,992 / tan 91
53 ‘ 00 ‘‘ = 0,270 m
b = 1,553 - 0,515 + 20,000 / tan 89
55 ‘ 50 ‘‘ = 1,062 m
7. Perhitungan Tinggi Titik Detail Rumus : Tinggi Titik = Titik Awal + Beda Tinggi Tinggi Titik Awal = ( stambuk 09 + 100 ) = 109 P1 a = 110,052 + (-0,605) = 109,447 m p2 a = 110,398 + (-0,453) = 109,946 m p3 a = 109,300 + 0,270
= 109,570 m
b = 109,300 + 1,062
= 110, 363 m
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN PERHITUNGAN LUASAN PEMETAAN (CARA KOORDINAT).
PERHITUNGAN LUASAN PEMETAAN (KOORDINAT) Patok P0 P1 P2 P3 P0
Koordinat Polygon X Y 109 109 91,248
87,235
64,799
96,725
82,658
118,129
109
Perhitungan Luas Xn.Yn+1 Xn+1.Yn 9946,043
8826,000
5652,755
7654,658
7995,166
9009,775
12876,068
11881,000
11811,000
46880,055
48351,032
109
Jumlah LUAS
9508,622
=
(Xn.Yn+1)
-
(Xn+1.Yn)
2 =
46880,055
-
48351,032
2 =
95231,087 2
=
47615,543
m2
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN Koordinat Kontur Koordinat
koordinat
tinggi titik
X
Y
Z
P0
109
109
109
P1
91,248
87,235
110.052
P1a
79,675
96,771
109.447
P2
64,799
96,725
110.398
P2a
79,489
99,624
109.946
P3
82,658
118,129
109.300
P3a
93,232
107.501
109.570
P3b
88,877
99,120
110.363
Patok
Gmbar; Kontur
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
PENUTUP C. KESIMPULAN
Dari hasil pengukuran dengan menggunakan pesawat waterpass dan theodolith kita dapat mengetahui perbedaan elevasi suatu daerah dan mengukur luasnya, kemudian kita dapat mengetahui berapa jumlah volume timbunan dan galian yang kita butuhkan sehingga kita dapat membuat perencanaan disuatu tempat.
Dalam pengukuran dengan menggunakan pesawat waterpass, digunakan tiga metode yaitu metode loncat, metode garis bidik, dan metode gabungan yang merupakan gabungan dari metode loncat dan garis bidik, karena lebih mempermudah pengukuran dan lebih mengefisienkan waktu jika dibandingkan dengan metode lainnya.
Dalam pengukuran menggunakan theodolith kita dapat mengetahui perbedaan ketinggian sebidang tanah, dan membuat kontur tanah tersebut.
D. SARAN
Agar diperoleh hasil pengukuran yang akurat, baik dalam pengukuran dengan menggunakan waterpass maupun theodolith, diperlukan ketelitian dan kesabaran dalam pembacaan rambu ukur dan juga dalam penyetelan alat, serta berhati-hatilah dalam menggunakan alat.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
DAFTAR PUSTAKA Arsip Laporan Ilmu Ukur Tanah (IUT).
Ilmu Ukur Tanah, Diklat. Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Palu Sulawesi Tengah Tim Penyusun, ‘Penuntun Praktikum Ukur Tanah 2011’. Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Palu.
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
ALAT PENYIPAT DATAR (WATERPASS)
Gambar 1 Tampilan Alat Ukur Water Pass AC-2s
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
berbagai macam tripod
Gambar 6 Wooden Tripod For Theodolith Total Station SDI001
Gambar 6.1 Aluminium Tripod For Theodolith Total Station SDI005
Gambar 6.2 Wooden Tripod For Theodolith And Auto Level
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
Gambar 10.1 Pembacaan Sudut Horizontal Pada Waterpass
Gambar 11.1 Benang Silang
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
Gambar 12.2 Theodolite Electro Optis Total Station Nikon
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
Gambar 12.4 Construction Of Theodolith
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
Gambar 27.1 The Kind Of Theodolite Electro Optis
Gambar 27.2 Rol Meter (Merek Symron)
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
Gambar 30.1 Kompas Geologi Type Brunton
Gambar 30.2 Berbagai Macam Alat Yang Diperlukan Dalam Pengukuran
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
Rambu ukur
Gambar 31.1 Berbagai Jenis Yalon (Rambu ukur)
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
Gambar 32.1 Stereoskop
Gambar 32.2 GPS Skytrac 100
Gambar 32.3 GPS Fluke 411D
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209
SURVEY DAN PEMETAAN
PEMETAAN
I KETUT MERTAYASA / F111 13 209