LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM II
Isolasi Flavonoid dari Paku Resam (Gleichenia linearis [Burm.] Clarke)
Nama : SITI RUKMANA
Bp : 1211012019
Sift : senin pagi
Kelompok : 3 (tiga)
LABORATORIUM KIMIA BAHAN ALAM II
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
Bab I
Tinjauan Pustaka
Klasifikasi
Gambar 1. Paku resam (Anonim,2014)
Paku resam diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Divisi : Pteridophyta (paku-pakuan)
Kelas : Gleicheniopsida
Sub Kelas : Gleicheniatae
Ordo : Gleicheniales
Famili : Gleicheniaceae
Genus : Gleichenia
Spesies : Gleichenia linearis (Burm. f.) C. B (Nova Syafni, 2007).
Morfologi
a.Habitus:
Semak, menahun, tinggl 40-100 cm.
Terdapat di atas permukaan tanah.
Namun ada juga yang tumbuh menempel di permukaan bebatuan.
Penjelasan lebih lengkap:
Batang merayap, sering membentuk jalinan 'sheet' yang rapat. Beberapa jenis paku yang hidup di tanah, batang tersebut tumbuh sejajar dengan tanah jadi tidak begitu kelihatan. Karena tumbuhnya menyerupai akar, maka batangnya sering disebut rhizoma, daun paku ada yang tunggal, ada pula yang majemuk, malahan ada yang menyirip ganda (Nelson, 2000 ).
c.Daun
Majemuk, menjari, anak daun menyirip gasal, bentuk garis, ujung tumpul, tepi rata
panjang 3-8 cm, lebar 2-4 mm.
permukaan licin, hijau.
Penjelasan lebih lengkap:
Daun panjang dengan bagian-bagian yang menyirip. Ujungnya sering sampai lama dalam kedaan kuncup. Beberapa di antaranya bersifat sebagai xerofit atau kremnofit misalnya G. linearis, G. leavigata (paku andam, paku resam)sering dipakai untuk pelindung sementara pada persemaian-persemaian. Pernah ditemukan fosil Gleicheniaceaem dari zaman Trias (Tjitrosoepomo, 2005).
Tajuk daun berbentuk pita memanjang, panjangnya 18-75 mm, licin, tepinya rata, ujungnya tumpul dan sedikit menggulung, pada tiap taju daun umumnya terdapat sori lebih dari satu (Nasution, 1986).
Sorusnya terdapat pada setiap anak daun dan penyebarannya terbatas di sepanjang tulang daunnya. Masing – masing sorus terdiri atas kira-kira 10-15 sporangia. Paku ini termasuk jenis paku yang tidak mempunyai indusial. Karenanya perkembangbiakan dengan spora sangat mudah dilakukannya (Tim LIPI, 1980).
d.Batang
Batang merayap, sering membentuk jalinan 'sheet' yang rapat. Beberapa jenis paku yang hidup di tanah, batang tersebut tumbuh sejajar dengan tanah jadi tidak begitu kelihatan. Karena tumbuhnya menyerupai akar, maka batangnya sering disebut rhizoma, daun paku ada yang tunggal, ada pula yang majemuk, malahan ada yang menyirip ganda (Nelson, 2000 ).
e. Akar
Akar membantu dalam kegiatan mengembangkan diri. Akar merupakan akar rimpang yang disebut dengan nama rhizoma. Tunas tumbuh dari akar rimpang ini berwarna hijau pucat yang ditutup oleh bulu-bulu berwarna hitam.Akar rimpang merayap, adakalanya memanjat atau menggantung (Tim LIPI, 1980).
Nama tanaman
Nama latin : Gleichenia linearis (Burm. f.) C. B
Nama umum Indonesia : Paku rasam, reusam, paku rotan, paku resam (Adam,2012).
Kandungan Kimia
Gambar 2. Kaemferol
((Jubahar J., et al,. 2006)
Kaempferol murni adalah bubuk berwarna kuning. Amphoral adalah salah satu flavonoid yang paling penting dan paling luas ( mengandung struktur C6 - C3 - C6 khas ) . Paku resam memngandung senyawa kaempferol. Kaempferol yang terdapat di paku resam yaitu Na - Kaempferol Sulfate dan Na kaempferol 7-sulfate-3-glucopyranoside. Paku resam memiliki kandungan kimia yaitu :a. Na - Kaempferol Sulfate b. Na kaempferol 7-sulfate-3-glucopyranosid (Jubahar J., et al,. 2006).
Telah dikenal 30 flavonol dengan subtitusi hidroksi dan metoksi. Subtitusi hidroksi merupakan O-subtitusi yang terdapat baik pada cincin A maupun cincin B. Pola oksigenasi dari flavonoid ini umumnya mengikuti pola oksigenasi 3,5,7 dan pola cincin B ditemukan subtitusi pada karbon nomor 4 aksen atau 3 aksen atau 5 aksen. Flavonol yang banyak terdapat di alam berturut – turut adalah kuarsetin, kaempferol dan mirisetin (Nova Syafni, 2007).
Manfaat
Keampferol merupakan antioksidan kuat dan membantu untuk mencegah kerusakan oksidatif dari sel-sel kita , lipid dan DNA . Kaempferol dapat mencegah arteriosklerosis dengan cara menghambat oksidasi lipoprotein dan pembentukan trombosit dalam darah . Studi juga telah menegaskan bahwa kaempferol bertindak sebagai agen kemopreventif , yang berarti bahwa itu menghambat pembentukan sel kanker . Sebuah studi in vitro oleh menunjukkan bahwa kaempferol menghambat protein chemoattractant monosit ( MCP - 1 ) . MCP - 1 berperan dalam langkah-langkah awal pembentukan plak aterosklerosis (Jan Kowalski et al,2005) .
Flavonoid kaempferol dan quercetin tampaknya bertindak secara sinergis dalam mengurangi proliferasi sel sel kanker , yang berarti bahwa perawatan dikombinasikan dengan quercetin dan kaempferol lebih efektif daripada efek aditif masing-masing flavonoid. Sebuah studi " Penghambatan P - glikoprotein fungsi dan ekspresi dengan kaempferol dan quercetin " oleh Mai Universitas Chiang , Thailand , menemukan kaempferol yang dapat membantu untuk melawan kanker karena mengurangi resistensi sel kanker terhadap obat anti - kanker seperti vinbalstine dan paclitaxel (ML Ackland et al,2005).
Teori Tambahan
Prinsip ekstraksi (Maserasi)
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya. (Lucas et al,1997).
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengektraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi standar baku yang ditetapkan. Proses ekstraksi bahan atau bahan obat alami dapat dilakukan berdasarkan teori tentang penyarian. Penyarian merupakan peristiwa pemindahan massa. Zat aktif yang semula berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut (Andi,2011)
Ada tiga macam metode penyarian yang dapat digunakan, yaitu :
1. Maserasi
2. Perkolasi
3. Ekstraksi dengan menggunakan Soxhlet
4. Ekstraksi dengan menggunakan gas superkritis (Andi,2011)
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak, dan bahan sejenis yang mudah mengembang. Cairan penyari yang Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet yang diberikan pada awal penyarian. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lilin. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Andi,2011).
Fraksinasi
Di alam senyawa kimia umumnya terdapat dalam bentuk campuran, oleh sebab itu diperlukan pemisahan, fraksinasi adalah proses pemisahan suatu zat dari campuran zat tersebut, pemisahan dilakukan teknik yang bermacam macam seperti kromatografi (KKt, KLT, KCKT, KCV, KK, KGC) dan ekstraksi cair-cair. terkadang digunakan kombinasi keduanya, seringkali dilakukan secara berulang-ulang agar didapat fraksi zat yang lebih banyak (Fauzi,2013).
Metode fraksinasi/pemisahan umumnya:
Ekstraksi Cair-cair
Ekstraksi cair-cair adalah metode pemisahan dengan menggunakan dua cairan pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga senyawa tertentu terpisahkan menurut kesesuaian sifat dengan cairan pelarut (prinsip solve dissolve like) (Fauzi,2013).
Kromatografi
Kromatograsi adalah teknik pemisahan zat dari campuran berdasarkan perbedaan migrasi komponen-komponen tersebut dari fase diam oleh fase gerak. pemisahan ini dilakukan berdasarkan sifat fisika-kimia umum dari molekul seperti :
kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan)
kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus (adsorbsi/penjerapan)
kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap (keatsirian) (Fauzi,2013).
Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran/pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang cocok. Prinsip rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur/pencemarnya. Larutan yang terjadi dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya (Andi,2011).
Zat campuran dari hasil reaksi pembuatan preparat yang akan dimurnikan dilarutkan dalam pelarut yang cocok yang telah dipilih, biasanya dengan cara coba-coba atau dapat dilihat dalam handbook kimia. Sebaiknya dilarutkan pada temperatur dekat titik didihnya, saring untuk memisahkan dari zat pencampurnya yang tidak larut dalam pelarut yang digunakan itu, kemudian larutan (zat cair hasil saringan) diuapkan sampai jenuh, dan diamkan zat tersebut mengkristal. Apabila zat tersebut larut dalam keadaan panas maka larutan akan mengkristal bila larutan tersebut didinginkan. Selanjutnya saring kristal yang terbentuk, keringkan dan uji sifat fisiknya (Andi,2011).
Cara memilih pelarut yang cocok:
Dipilih zat pelarut yang hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dalam keadaan panas, sedangkan zat pencampurnya tidak larut dalam pelarut tersebut.
Dipilih pelarut yang titik didihnya rendah untuk dapat mempermudah proses pengeringan kristal yang terbentuk.
Titik didih pelarut hendaknya lebih rendah dari pada titik leleh zat padat yang dilarutkan supaya zat yang akan dilarutkan tidak terurai.
Pelarut tidak bereaksi dengan zat yang akan dilarutkan (Andi,2011).
Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam (Fauzi,2013).
Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error.Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh (Fauzi,2013).
Faktor Retensi
Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh eluen. Rumus faktor retensi adalah:
RF = Jarak yang di tempuh komponen
Jarak yang di tempuh eluen
Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya (Fauzi,2013).
Bab II
Prosedur Kerja
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
Botol 100 ml 6. Vial 11. Chamber
Kertas saring/kapas 7. Water bath
Botol 500 ml 8. Corong pisah
Rotary evaporator 9. Ember
Silica gel 10. Kempa hidrolik
2.1.2 Bahan
Paku resam 25 kg
HCl 2 N
Aquades
Etil asetat
n-heksan
2.2 Cara Kerja
25 kg paku resam di kukus selama 1 jam
Kempa dan diamkan air hasil kempa selama 1 hari
Air hasil kempa disaring dan ditambahkan HCl 2 N 100ml
Panaskan selama 1 jam dan tambahkan aquades sedikit demi sedikit, dinginkan
Masukkan ke corong pisah, fraksinasi dengan etil asetat
Fraksi etil asetat di rotary
Reksitalisasi sampel, panaskan hingga setengahnya
Cek KLT dengan eluen etil asetat dan n-heksan (4:1)
Bab III
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Organoleptis
Warna : kuning
Bau : teh
Bentuk : serbuk
Rasa : -
Kelarutan : kaemferol larut dalam etil asetat, tidak larut dalam n-heksan, mudah larut dalam air panas.
Berat isolat
Berat vial kosong : 12,2142 gr
Berat vial + serbuk : 12,2648 gr
Berat isolate = (Berat vial + serbuk) – (Berat vial kosong)
= 12,2648 gr – 12,2142 gr
= 0,0506 gr
Berat randemen = Berat isolat x 100%
Berat sampel
= 0,0506 gr x 100 %
100 ml
= 5,06 % (b/v)
Profil KLT dan Rf
Fase diam : silica gel
Fase gerak : n-heksan dan etil asetat (1:4)
Di bawah sinar uv 245
Rf = Jarak tempuh zat
Jarak tempuh eluen
= 3,3
5,5
= 0,6
5,5 cm
3,3 cm
Gambar 1. Hasil KLT Gambar 2. Pola KLT
α mangostin pada paku resam α mangostin pada paku resam
3.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini proses estraksi untuk mengisolasi senyawa flavonoid kaemferol dari paku resam (Gleichenia linearis [Burm.] Clarke) yang kami lakukan adalah dengan mengukus 25 kg sampel paku resam selama 1 jam, kemudian di kempa. Selain di kukus sebenarnya cara lain yag dapat dilakukan adalah di rebus, tetapi dibanding dengan cara di rebus cara di kukus ini lebih efektif karena air yang di gunakan tidak terlalu banyak. Setelah didiamkan selama 2 hari, air hasil kempa disaring sebanyak 100 ml. Proses penyaringan ini dilakukan agar tidak ada daun ataupun tangkai paku resam yang terdapat pada ekstrak.
Seratus mililiter ekstrak paku resam di hidrolisis dengan HCl 2 N dan dipanaskan. HCl bertindak sebagai katalisator pada proses hidrolisis ini. Setelah proses hidrolisis selesai, maka semua ikatan glikosida akan terputus, sehingga ekstrak akan berwarna coklat kemerahan. Setelah itu, dilakukan fraksinasi dan di dapatkan 2 fraksi yaitu fraksi etil asetat dan fraksi air. Fraksi etil asetat di rotary dan di lakukan rekristalisasi dengan menggunakan pelarut etil asetat sebgai pelarut yang melarutkan dan n- heksan sebagai pekarut yang tidak melarutkan senyawa kaemferol yang ingin diisolasi. Setelah itu, dilakukan cek KLT dengan menggunakan eluen etil asetat dan n-heksan dengan perbandingan 4:1. Perbandingan eluen yang digunakan tidak mengikuti literatur yang ada, tetapi pada perbandingan tersebut senyawa kaemferol yang diisolasi dapat naik pada plat KLT. Hal ini dapat menandakan bahwa senyawa kaemferol dapat dippisahkan dengan metode kromatografi mengguanakan eluen etil asetat dan n-heksan (4:1).
Bab IV
Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan
Senyawa flavonoid yang terdapat pada tumbuhan paku resam adalah kaemferol.
Senyawa kaemferol larut di etil asetat, air panas, tidak larut di n-heksan
Kaemferol merupakan senyawa semi polar
Rf yang di dapat pada senyawa kaemferol yang diisolasi adalah 0,6
Randemen yang di dapat 5,06 % (b/v)
Berat isolat yang di dapat adalah 0,0506 gram
4.2 Saran
Praktikan memahami metoda kerja
Hati-hati dalam penggunaan alat labor
Lakukan pengerjaan secara berkesinambungan untuk mendapat hasil maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Cibin TR, Devi DG, Abraham A. (2010). Chemoprevention of skin cancer by the flavonoid fraction of Saracaasoka. Journal Phytother. 24(5):666-672.
Colotta F, Allavena P, Sica A, Garlanda C, Mantovani A .(2009). Cancerrelated inflammation, the seventh hallmark of cancer: links to genetic instability. Journal Carcinogenesis. 30(7).1073-108.
Jemal A, Bray F, Center MM, Ferlay J, Ward E, Forman D. (2011). Global cancer statistics. Cancer Journal Clin. 61(2).69-90.
Jubahar J., DachrIyanus, Arbain D., Bakhtiar A., Mukhtar MH., Sargent MV. 2006. A Flavonoid Sulfate from Gleichenia linearis (Burm; Clarke), ACGC Chem. Res. Commun, 20: 6-7
Nelson, Gil. 2000. The Ferns Of Florida. Florida : Pineapple Press. Inc Springer Verlag Berlin Heidelberg.
R. Rodzi, Cheah, Ooi, Othman, Mohtarrudin, Tohid, Suhaili dan Zakaria.(2013). Chemopreventive potential of methanol extract of Dicranopteris linearis leaf on DMBA/croton oil-induced mouse skin carcinogenesis. African Journal of Pharmacy and Pharmacology. 7(35). 2484-2498.
Siegel R, Ward E, Brawley O, Jemal A . (2011). Cancer statistics 2011. CA Cancer Journal Clin. 61(4).212-36.
Syafni,nova.(2007). Potimasi Isolasi Senyawa Kaemferol dari Paku Resam (Gleichenia linearis). Skripsi Universitas Andalas.
Tjitrosoepomo, gembong. 2005. Taksonomi Tumbuhan Tinggi. Yogyakarta: Gadjah Mada Uneversity Press
Tim LIPI. 1980. Jenis Paku Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.