LAPORAN PRAKTIKUM Level Control II
OLEH: NAMA
: 1. Bariah
(16 644 008)
2. Erwin Setiawan
(16 644 009)
3. Bernadete Aprilia B.W
(16 644 010)
JENJANG
: S1 Teknologi Kimia Industri
KELAS
: IVA
KELOMPOK
: 2 (dua)
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA 2018
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui prinsip kerja dari alat Propotional solenoid valve 2. Mengetahui prinsip kerja dari alat Pneumatic Vlave 3. Mengetahui prinsip kerja dari alat Propotional level sensor 4. Mengetahui dan mempelajari karakter pengendalian Propotional, Intergal, dan Derivative
1.2. Mode Kontinyu a.
Pengendalian Proportional
Pengendalian
proportional
menghasilkan
sinyal
kendali
yang
besarnya
sebanding dengan sinyal galat (error). (error). Sehingga terdapat hubungan tetap dan lancar antara variabel proses (PV) dan posisi elemen kendali akhir. Gain pengendali proportional adalah perubahan posisi katub dibagi dengan perubahan tekanan. Di kalangan praktisi industri besaran gain kurang populer. Sebagai gantinya dipakai besaran Proportional Band (PB) yaitu perubahan galat / variabel proses yang dapat menghasilkan
perubahan
sinyal
kendali
sebesar
100%.
Besaran
mencerminkan kebutuhan pengendalian dibandingkan gain proportional.
ini
lebih
Lebar proportional band menentukan kestabilan sistem pengendalian. Semakin kecil nilai PB pengendali semakin peka (tanggapan semakin cepat). Offset yang terjadi semakin kecil tetapi sistem menjadi stabil tetapi pengendali tidak peka dan offset besar. Pada PB sama dengan nol maka perilaku pengendali proportional menjadi sama dengan pengendali on – off. Satu – satunya problem pengendalian proportional adalah selalu menghasilkan galat sisa (residual error atau offset) yang disebabkan perubahan beban, sebab dengan perubahan beban
memerlukan nilai
sinyal kendali (u) yang berbeda. Dengan demikian offset memang diperlukan untuk menjaga nilai sinyal kendali baru (u) yang berbeda dengan Uo, untuk menjaga keseimbangan massa dan atau energi yang baru. Sifat – sifat pengendalian proportional adalah keluaran sinyal kendali terjadi seketika tanpa ada pergeseran fase (c=0). Ciri-ciri pengontrol proporsional : 1.
Jika nilai Kp (Konstanta propotional) kecil, pengontrol proporsional hanya mampu melakukan koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat (menambah rise time).
2.
Jika nilai Kp (Konstanta propotional) dinaikkan, respon/tanggapan sistem akan semakin cepat mencapai keadaan mantapnya (mengurangi rise time).
3.
Namun jika nilai Kp (Konstanta propotional) diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil atau respon sistem akan berosilasi.
4.
Nilai Kp (Konstanta propotional) dapat diset sedemikian sehingga mengurangi steady state error, tetapi tidak menghilangkannya.
b.
Pengendali Proportional Integral (PI)
Penambahan
integral
pada
pengendali
proportional
dimaksudkan
untuk
menghilangkan offset. Mekanismenya mirip dengan kerja operator yaitu dengan membuat nilai bias baru. Sehingga variabel proses sama dengan nilai acuan untuk mengulang aksi proportional. Penambahan aksi integral menambah kelambatan dan ketidakstabilan sistem. Pengaturan waktu integral (T) tergantung pada waktu mati sistem proses. Waktu integral tidak boleh kecil dibandingkan waktu mati. Jika waktu integral lebih kecil dari waktu mati, maka keluaran pengendali terlalu cepat berubah dibanding tanggapan sistem proses. Pengontrol Integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki kesalahan keadaan mantap nol (Error Steady State = 0 ). Jika sebuah pengontrol tidak memiliki unsur integrator, pengontrol proporsional tidak mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan mantapnya nol. Jika G(s) adalah kontrol I maka u dapat dinyatakan sebagai u(t)=[integral e(t)dT]Ki dengan Ki adalah konstanta Integral, dan dari persamaan di atas, G(s) dapat dinyatakan sebagai u=Kd.[delta e/delta t] .Jika e(T) mendekati konstan (bukan nol) maka u(t) akan menjadi sangat besar sehingga diharapkan dapat memperbaiki error. Jika e(T) mendekati nol maka efek kontrol I ini semakin kecil. Kontrol I dapat memperbaiki sekaligus menghilangkan respon steady-state, namun pemilihan Ki yang tidak tepat dapat menyebabkan respon transien yang tinggi sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan sistem. Pemilihan Ki yang sangat tinggi justru dapat menyebabkan output berosilasi karena menambah orde system
Keluaran pengontrol ini merupakan hasil penjumlahan yang terus menerus dari perubahan masukannya. Jika sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, maka keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan. Sinyal keluaran pengontrol integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva kesalahan / error. Hal ini mengakibatkan overshoot dan osilasi berlebihan. Sifat – sifat pengendali proportional integral (PI) adalah : - Fase sinyal kendali tertinggal terhadap fase sinyal galat - Tidak terjadi offset - Tanggapan sistem lebih lambat dan cenderung kurang stabil. Ciri-ciri pengontrol integral : 1.
Keluaran pengontrol integral membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga pengontrol integral cenderung memperlambat respon.
2.
Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran pengontrol akan bertahan pada nilai sebelumnya.
3.
Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki.
4.
Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal keluaran pengontrol.
c.
Pengendali Proportional Integral Derivative (PID)
Kelambatan akibat aksi integral dihilangkan dengan menambahkan aksi derivatif pada pengendalian PI sehingga menghasilkan jenis pengendalian PID. Aksi derivatif bertujuan untuk mempercepat tanggapan sekaligus memperkecil overshoot variabel proses. Namun penambahan derivatif menyebabkan sistem menjadi peka terhadap noise. Selain itu penambahan aksi derivatif tidak sesuai untuk proses yang memiliki waktu mati dominan (lebih dari setengah konstanta waktu). Keluaran pengontrol diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi derivatif. Perubahan yang mendadak pada masukan pengontrol akan mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat. Ketika masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran pengontrol juga tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan menaik (berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan fungsi step yang besar magnitudenya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan factor konstanta Kd.
Sinyal kontrol u yang dihasilkan oleh kontrol D dapat dinyatakan sebagai G(s)=s.Kd Dari persamaan di atas, nampak bahwa sifat dari kontrol D ini dalam
konteks “kecepatan” atau rate dari error. Dengan sifat ini ia dapat digunakan untuk memperbaiki respon transien dengan memprediksi error yang akan terjadi. Kontrol Derivative hanya berubah saat ada perubahan error sehingga saat error statis kontrol ini tidak akan bereaksi, hal ini pula yang menyebabkan kontroler Derivative tidak dapat dipakai sendiri Sifat – sifat pengendali proportional integral derivatif : -
Tidak terjadi offset dan peka terhadap adanya noise
-
Tanggapan cepat dan amplitudo osilasi kecil (lebih stabil)
Ciri-ciri pengontrol derivatif : 1.
Pengontrol tidak dapat menghasilkan keluaran jika tidak ada perubahan pada masukannya (berupa perubahan sinyal kesalahan)
2.
Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan pengontrol tergantung pada nilai Kd (Konstanta derivative) dan laju per ubahan sinyal kesalahan.
3.
Pengontrol diferensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga pengontrol ini dapat menghasilkan koreksi
yang signifikan sebelum
pembangkit kesalahan menjadi sangat besar. Jadi pengontrol diferensial dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang bersifat korektif dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem. 4.
Dengan meningkatkan nilai Kd (konstanta derivative), dapat meningkatkan stabilitas sistem dan mengurangi overshoot .
Berdasarkan karakteristik pengontrol ini, pengontrol diferensial umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak memperkecil kesalahan pada keadaan tunaknya. Kerja pengontrol diferensial hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh sebab itu pengontrol diferensial tidak pernah digunakan tanpa ada kontroler lainnya. Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pengontrol P, I dan D dapat saling menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi pengontrol proporsional plus integral plus diferensial (pengontrol PID). Elemen-elemen pengontrol P, I dan D masing-masing secara keseluruhan bertujuan : 1.
mempercepat reaksi sebuah sistem mencapai set point-nya
2.
menghilangkan offset
3.
menghasilkan perubahan awal yang besar dan mengurangi overshoot.
1.3. Propotional Solenoide Valve
Gambar 1 alat propotional solenoid valve
Proportioning Solenoid valve adalah katup yang digerakan oleh energi listrik, mempunyai kumparan sebagai penggeraknya yang berfungsi untuk menggerakan piston yang
dapat
digerakan
oleh
arus
AC
maupun
DC,
proportioning
solenoid
valve atau katup (valve) solenoida mempunyai lubang keluaran, lubang masukan dan lubang exhaust, lubang masukan, berfungsi sebagai terminal / tempat cairan masuk atau supply, lalu lubang keluaran, berfungsi sebagai terminal atau tempat cairan keluar yang dihubungkan ke beban, sedangkan lubang exhaust , berfungsi sebagai saluran untuk mengeluarkan cairan yang terjebak saat piston bergerak atau pindah posisi ketika solenoid valve bekerja. Proportioning Solenoid Valve juga dilengkapi oleh Amplifier yang berfungsi sebagai penguat arus (signal) sehingga hasil keluaran terbebas dari gangguan.
Prinsip kerja dari proportioning solenoid valve/katup ( valve) solenoida yaitu katup listrik
yang
mempunyai
koil
sebagai
penggeraknya
dimana
ketika
koil
mendapat supply tegangan maka koil tersebut akan berubah menjadi medan magnet sehingga menggerakan piston pada bagian dalamnya ketika piston berpindah posisi maka pada lubang keluaran dari solenoid valve akan keluar cairan yang berasal
dari supply, pada umumnya solenoid valve mempunyai tegangan kerja 100/200 VAC namun ada juga yang mempunyai tegangan kerja DC. Kemudian hubungan antara PSV dan Control Valve yaitu signal kendali di kirim ke katup kendali (control valve), pada praktikum kali ini katup kendali yang digunakan adalah PSV (Proportioning Solenoid Valve), PSV akan menerjemahkan signal kendali menjadi aksi / koreksi sehingga hasil keluaran sesuai dengan yang di inginkan (mendekati set point).
Gambar 2 Propotioning solenoid valve
1.4. Pneumatic valve
Gambar 3 alat pneumatic valve
Pneumatik adalah system pentransmisian dan pengendalian gaya dan gerakan dengan media fluida mampu mampat ( udara ).
Sistem dan mekanismenya mirip
dengan hidrolik 1.4.1 Aplikasi :
Untuk sistem dengan beban kecil dan dengan kecepatan gerak yang besar 1.4.2 Keuntungan :
Udara murah dan mudah untuk didapat, tidak perlu saluran drain, kecepatan gerak tinggi, dll 1.4.3 Kerugian :
Jika bocor maka terjadi penurunan tenaga yang sangat berarti bagi sistem . 1.4.4 Kelebihan pada sistem pneumatik:
· Ramah lingkungan / bersih (jika terjadi kebocoran dalam sistem perpipaan). · Udara sebagai tenaga penggerak memiliki jumlah yang tak terbatas · Lebih cepat dan responsif jika dibandingkan dengan hidrolik · Harganya yang murah
1.4.5 Kekurangan pada sistem pneumatik:
· Daya mekanik yang dihasilkan kecil · Membutuhkan perawatan yang lebih tinggi, karena udara sebagai penggeraknya biasanya kotor dan mengandung air sehingga gesekan antara piston cylinder dan rumah cylinder besar dan mempercepat kerusakan pada air cylinder.
1.4.6 Cara Kerja Sistem Pneumatic
Kompressor diaktifkan dengan cara menghidupkan penggerak mula umumnya motor listrik. Udara akan disedot oleh kompresor kemudian ditekan ke dalam tangki udara hingga mencapai tekanan beberapa bar. Untuk menyalurkan udara bertekanan ke seluruh sistem (sirkuit pneumatik) diperlukan unit pelayanan atau service unit yang terdiri dari penyaring (filter), katup kran (shut off valve) dan pengatur tekanan (regulator). Service unit Service unit ini diperlukan karena udara bert ekanan yang diperlukan di dalam sirkuit pneumatic harus benar-benar bersih, tekanan operasional pada umumnya hanyalah sekitar 6 bar. Selanjutnya udara bertekanan disalurkan dengan bekerjanya solenoid valve pneumatic ketika mendapat tegangan input pada kumparan dan menarik plunger sehingga udara bertekanan keluar dari outlet port melalui selang elastis menuju katup pneumatik (katup pengarah/inlet port pneumatic). Udara bertekanan yang masuk akan mengisi tabung pneumatik (silinder pneumatik kerja tunggal) dan membuat piston bergerak maju dan udara bertekanan tersebut terus mendorong piston dan akan berhenti di lubang outlet port pneumatic atau batas dorong piston.
1.4.6 Komponen sistem pneumatik
a. Kompresor unit Kompresor unit adalah pembangkit udara tekan. Unit ini terdiri atas motor listrik, kompresor dan bejana tekan yang dilengkapi manometer untuk memonitor keadaan tekanan bejana. Selain berfungsi sebagai reservoir udara tekan bejana juga berfungsi sebagai pemisah antara uap air dan udara.
M
Simbol kompresor unit
b. Filter Filter adalah alat yang berfungsi untuk menyaring kotoran dan memisahkan uap air dari udara
Symbol filter
c. Reducing valve Alat ini berfungsi sebagai regulator atau pembatas tekanan sistem
Symbol reducing
d. Oil sprayer Oil sprayer adalah alat untuk mencampur udara dengan pelumas agar seluruh komponen terawat dan berfungsi normal
Oil sprayer
e. Manometer Manometer adalah alat yang berfungsi mengukur tekanan sistem
Symbol manometer
f. Service unit Service unit merupakan pusat pelayanan udara tekan yang telah siap digunakan oleh system. Terdiri dari filter, reducing valve, oil sprayer dan manometer
Oil sprayer
BAB II METODOLOGI 2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah armfield PCT 40 level control
Bahan yang digunakan adalah air PDAM
2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 pada alat propotional solenoid valve
Proprotional Band
1. Memasang selang penghubung dari out put SOL 1 ke konektor yg terdapat pada bagian atas tangki proses. 2. Setelah menghidupkan komputer, mengklik “Start” 3. Memilih program PCT 40 dan memilih “section 1 :level Control (inflow)” lalu “load” 4. Mengklik “control” dan mengeset
5.
Sampling
: automatic
Setpoint
: 50 mm
Proposional band
: 10, 15, dan 25
Integral time
:0s
Derivative time
:0s
Mengklik apply lalu mengklik OK
6. Klik SOL 3 untuk membuka valve 7. Mengklik ikon GO untuk memulai percobaan 8. Menunggu sampai kurva stabil atau paling lama 15 menit lalu mengklik ikon STOP untuk menghentikan proses pengambilan data 9. Simpan data dengan mengklik save as, ganti nama dan ubah type file dengan
Integral Time
1. Klik icon new pada layar 2. Mengklik “control” dan mengeset
Sampling
: automatic
Setpoint
: 50 mm
Propotional band
:0
Integral time
: 60 s, 120 s, dan 180 s
3.
Derivative time
:0s
Mengklik apply lalu mengklik OK
4. Klik SOL 3 untuk membuka valve 5. Mengklik ikon GO untuk memulai percobaan 6. Menunggu sampai 15 menit lalu mengklik ikon STOP untuk menghentikan proses pengambilan data 7. Simpan data dengan mengklik save as, ganti nama dan ubah type file dengan xls
Derivatif Time
1. Klik icon new pada layar 2. Mengklik “control” dan mengeset
Sampling
: automatic
Setpoint
: 100 mm
Proposional band
: 20
Integral time
: 40 s
Derivative time
: 3 s, 6 s, 8 s
3. Mengklik apply lalu mengklik OK 4. Mengklik ikon GO untuk memulai percobaan 5. Klik SOL 3 untuk membuka valve 6. Menunggu sampai 15 menit lalu mengklik ikon STOP untuk menghentikan proses pengambilan data 7. Simpan data dengan mengklik save as, ganti nama dan ubah type file dengan xls
BAB III DATA DAN PEMBAHASAN
3.1 Data
Terlampir 3.2 Pembahasan hasil
3.2.1 Karakteristik Proportional Band 50 45 40 35
) m30 m ( l 25 e v e 20 L
PB 10 PB 15 PB 25
15 10 5 0 0
50
100
150
200
waktu (detik)
Grafik 1 Karakteristik PB pada PSV ( SP 50 mm ) Pengendali jenis proporsional akan memberikan koreksi yang sebanding (proporsional) dengan off set. Pengendali jenis ini memiliki karakter respon yang cepat namun off set yang besar. Seperti terlihat pada grafik diatas terdapat 3 variasi nilai proportional band yakni 10%, 15% ,dan 25% dan terdapat pula nilai set point pada 50 mm. Pemberian variasi tersebut bertujuan untuk memperoleh sistem pengendalian PB yang paling optimal dengan cara membandingkan ke-3 variasi PB dengan karakter PB. Terlihat bahwa pada PB 15% paing mendekati set point atau memiliki nilai error yang paling kecil dibandingkan variasi % PB yang lain.Jadi dipilih nilai PB 15% karena memiliki nilai off set terkecil sehingga akurasinya tinggi , waktu respon tercepat dan sistem yang stabil dan tidak mengalami osilasi. Hal ini menunjukan semakin besar %PB maka semakin besar pula off set yang dihasilkan pada pengendalian proporsional band dan sebaliknya semakin kecil %PB maka semakin kecil pula off set yang dihasilkan pada pengendalian ini.
3.2.2 Karakteristik Intergal Time 70
65
60
55
n a r i a c 50 l e v e l
60 S 120 S
45 180 S 40
35
30 0
200
400
600
800
1000
waktu (dalam detik)
Grafik 2 Karakteristik penambahan waktu integral pada PSV Tahap kedua ialah memvariasikan nilai proportional integral yakni 60 s, 120 s, dan 180 s. karakteristik jenis pengendalian proportional integral memiliki waktu respon yang lebih lama dibandingkan PB namun memiliki nilai offset yang lebih kecil bahkan sama dengan set point sehingga nilai akurasinya sangat tinggi . Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa jenis I 60 second yang menunjukan kondisi yang paling optimum sebab memiliki waktu respon yang cepat dibandingkan variasi I yang lain , selain itu I 60 sec memiliki akurasi yang tinggi walaupun sempat memilki overshoot yang tinggi namun dengan cepat mampu mengoreksi nilai errornya dan off setnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa I 60 sec memiliki sensitivitas yang lebih baik sebab solenoid memberikan respon yang cepat terhadap nilai error yang terjadi. Dibandingkan dengan variasi I 120 s dan I 180 s yang memiliki nilai off set dan error yang lebih besar. Pada tabel diatas dapat dilihat pula terjadi osilasi secara kontinyu (osilasi secara berulang).
3.2.3 Karakteristik Derivative Time 70 60 50
) m40 m ( l e30 v e l
4S 6S 8S
20 10 0 0
50
100
150
200
waktu (detik)
Grafik 3 Karakteristik penambahan waktu derivative pada PSV Tahap ketiga ialah memvariasikan nilai Derivative yakni 4 s, 6 s, dan 8 s . Aksi derivatif bertujuan untuk mempercepat respon sekaligus memperkecil overshoot variabel proses dan menghilangkan offset sehingga memiliki akurasi yang sangat tinggi. Namun penambahan derivatif menyebabkan sistem menjadi peka terhadap noise. Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa jenis D 6 second yang menunjukan kondisi yang paling optimum sebab memiliki waktu respon yang cepat dan overshoot yang paling kecil dibandingkan variasi D yang lain . sehingga sesuai dengan teori bahwa semakin besar nilai kd maka semakin tinggi stabilitas sistem dan mengurangi overshoot . Pada pengendalian dengan memvariasikan Derivative dapat dilihat dari tabel pengendalian dengan PID juga memiliki osilasi secara kontinyu
3.2.4 Karakteristik Pengendalian P, PI, PID pada seleniod valve 140
120
100
) m 80 m ( l e v 60 e l
P PI PID
40
20
0 00:00
02:53
05:46
08:38
11:31
14:24
17:17
waktu (menit)
Grafik 4 karakteristik P, PI, dan PID pada selenoid valve Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa pengendalian Proportional memiliki respon cepat namun nilai errornya besar sehingga akurasinya rendah , sedangkan setelah diberikan pengendalian integral nilai offset turun namun efek integral menyebabkan respon sistem menjadi lambat . Penambahan mode pengendalian derivative dimaksudkan untuk menghilangkan efek integral sehingga respon sistem lebih cepat dan menurunkan overshoot sehingga menghilangkan offset (akurasi sistem meningkat) walaupun sistem menjadi peka terhadap noise dan sempat mengalami osilasi namun seiring berosilasi sistem berusaha mengoreksi error hingga akhirnya menghilangkan offset dan stabil mendekati set point hal tersebut terlihat pada PID dengan variasi nilai PB sebesar 15%, Integral sebesar 60 sec dan derivative 4 sec yang dijadikan sebagai kondisi optimum dalam pengendalian level kali ini.
3.2.5 Karakteristik Pengendalian P, PI, PID pada pneumatic valve 200 180 160 140
) m120 m ( l 100 e v 80 e l
P PI
60
PID
40 20 0 0
200
400
600
800
1000
waktu (detik)
Grafik 5 Karakteristik P, PI, dan PID pada Pneumatik valve
Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa pengendalian Proportional memiliki respon cepat namun nilai errornya besar sehingga akurasinya rendah , sedangkan setelah diberikan pengendalian integral nilai offset turun namun efek integral menyebabkan respon
sistem
menjadi
lambat.
Penambahan
mode
pengendalian
derivative
dimaksudkan untuk menghilangkan efek integral sehingga respon sistem lebih cepat dan menurunkan overshoot sehingga menghilangkan offset (akurasi sistem meningkat) walaupun sistem menjadi peka terhadap noise dan sempat mengalami osilasi namun seiring berosilasi sistem berusaha mengoreksi error hingga akhirnya menghilangkan offset dan stabil mendekati set point hal tersebut terlihat pada PID dengan variasi nilai PB sebesar 15%, Integral sebesar 60 sec dan derivative 4 sec yang dijadikan sebagai kondisi optimum dalam pengendalian level kali ini.
3.2.4 Karakteristik Pengendalian P, PI, PID pada solenoid valve dan pneumatic valve 160
140
120
) 100 m m ( l 80 e v e l
PSV
60
PNEUMATIK
40
20
0 0
200
400
600
800
1000
waktu (detik)
Grafik 6 Hubungan antara PSV dan Pneumatic pada mode PID Dari praktikum yang sudah dilakukan didapatkan kombinasi yang paling baik yaitu pada proposional band 15%, integral time 60s, dan derivative time 4s. Karena pada kombinasi tersebut, tanggapan yang diberikan berosilasi secara kontinyu dan ini sesuai dengan karakteristik PID, meskipun sesungguhnya jenis tanggapannya adalah osilasi teredam. Tetapi jika dibandingkan dengan kombinasi yang lain, kombinasi inilah yang paling baik. Selain dari adanya respon dengan berosilasi secara kontinyu, pada kombinasi waktu yang diperlukan untuk stabil juga lebih cepat dari yang lainnya.Terlihat pada grafik-grafik diatas pada kombinasi lainnya selain PID 15%, 60s dan 4s respon yang diberikan tidak ada kecenderungan untuk stabil dan bahkan respon yang diberikan semakin lama semakin menjauh dari setpoint. Sehingga pada praktikum pertama ini dapat disimpulkan proposional band, integral time, dan derivative time yang baik adalah 15%, 60s dan 4s. Setelah mendapatkan hasil yang baik pada PSV maka hasil tersebut akan digunakan kembali pada pneumatic valve sehingga dapat membandingkan antara PSV dan
pneumatik valve. Dalam hal akurasi dan sensitivitas, pneumatik memiliki akurasi yang lebih baik, hal itu dapat dilihat dari grafik yang memiliki nilai offset lebih kecil dan mendekati set point. Dalam hal stabilitas diukur berdasarkan kemampuan suatu pengukuran untuk tetap sama sepanjang waktu meskipun terdapat kondisi pengujian yang tidak dapat dikontrol.hal ini dapat dilihat bahwa pneumatic menunjukkan kecenderungan yang mendekati nilai settling point dibandingkan PSV. Oleh karena itu pneumatic memiliki stabilitas yang baik.